Anda di halaman 1dari 16

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Tinea adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya lapisan
teratas pada kulit pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita (jamur yang menyerang kulit).
Tinea kruris merupakan infeksi jamur dermatofit didaerah inguinal, bokong, perut
bagian bawah, perineum dan perianal. Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun menahun,
bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.

1.2 Epidemiologi
Tinea kruris lebih sering dijumpai pada daerah beriklim tropis/subtropis, dimana
Indonesia merupakan negara tropis yang beriklim panas dengan kelembapan yang tinggi
mempermudah timbulnya infeksi tinea kruris sehingga infeksi jamur ini banyak ditemukan.
Tinea kruris lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita. Biasanya
mengenai penderita usia 18-60 tahun, tetapi paling banyak dijumpai pada usia antara 18-25
tahun serta antara 40-50 tahun. Tinea kruris mempunyai angka kekambuhan yang cukup
tinggi yaitu 20-25%. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan
kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.

1.3 Etiologi
Jamur dermatofita yang sering ditemukan pada kasus tinea kruris adalah,
E.Floccosum, T. Rubrum,dan T. Mentagrophytes. Maserasi dan oklusi kulit lipat paha
menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang akan memudahkan infeksi. Tinea
kruris biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain. Penularan juga dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung melalui
benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamar mandi dan lain-lain.

1.4 Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat melalui epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang,
atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur,
1
pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian,
handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea
manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya
dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang
jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang
menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
- Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain
dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang lipat paha bagian dalam.
- Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
- Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur.
- Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan
daripada golongan ekonomi yang baik
- Faktor umur dan jenis kelamin

1.5 Manifestasi Klinis


Pruritus merupakan gejala yang umum, bisa terdapat nyeri jika daerah yang terkena
maserasi atau terjadi infeksi sekunder. Pada tinea kruris yang klasik memberi wujud kelainan
kulit yang bilateral , namun tidak selalu simetris. Lesi berbatas tegas, tepi meninggi yang
2
dapat berupa papulovesikel eritematosa, atau kadang terlihat pustul. Bagian tengah
menyembuh berupa daerah coklat kehitaman berskuama. Garukan kronis dapat menimbulkan
gambaran likenifikasi.
Dua organisme utama penyebab tinea krusis bisa memberikan gambaran klinis yang
berbeda, pada infeksi oleh E. floccosum terdapat gambaran lesi jarang melewati region
genitokrural dan pada paha atas bagian dalam, sedangkan oleh T. rubrum sering bersatu dan
menyebar meliputi daerah yang lebih luas yaitu daerah pubis.

1.6 Pemeriksaan penunjang


Pada tinea kruris, bahan untuk pemeriksaan jamur sebaiknya diambil dengan mengerok
tepi lesi yang meninggi atau aktif. Pemeriksaan mikroskopik (dengan menggunakan
mikroskop) secara langsung menunjukkan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada
infeksi dermatofita.
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya
dibersihkan dengan alkohol 70%.
- Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan
memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH 10-15 % 1-2
tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di mikroskop dengan
pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh
sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama
atau sudah diobati, dan miselium
- Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud
dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk
menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur
biasanya antara 3-6 minggu.

1.7 Diagnosis Banding


Tinea kruris dapat didiagnosis banding dengan kandidiasis inguinalis, eritrasma,
psoriasis, dan dermatitis seboroik. Pada kandidiasis inguinalis terdapat lesi berwarna merah
3
terang, papul dan pustule satelit pada pinggirnya dan skrotum sering terkena. Pada eritrasma
terdapat lesi berupa macula eritema dan skuama halus,asimetris. Pada pemeriksaan lampu
wood menunjukkan efloresensi merah bata, sedang pada pemeriksan KOH negative tidak
ditemukan elemen jamur spora atau hifa. Pada psoriasis terdapat lesi berupa plakat eritema
dengan skuama tebal berlapis-lapis dan berwarna seperti mika. Pada pemeriksan KOH tidak
ditemukan elemen jamur, spora atau hifa. Pada dermatitis seboroik terdapat lesi berupa
eritema dengan skuama kekuningan berminyak, tidak berbatas tegas, dapat terlihat pada
tempat-tempat predileksinya, misalnya di kulit kepala, lipatan-lipatan kulit serta pemeriksaan
KOH negativ.

1.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas disertai hasil
pemeriksaan mikroskopis KOH 10% yang positiv, yaitu adanya elemen jamur berupa hifa
yang bercabang dan atau artrospora, dan pemeriksaan kultur jamur yang bermanfaat untuk
menentukan etiologi spesies penyebabnya.

1.9 Penatalaksanaan
Mengobati atau menghilangkan sumber penularan merupakan hal penting untuk
mencegah penularan jamur kembali dan penyebaran lebih lanjut kepada manusia. Pada
infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja dari
golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya
memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping.
Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm
diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh.
Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi
dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu
interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila
terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk tinea cruris dapat digolongkan dalam empat golongan
yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros,
tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha
demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana truktur
tersebut merupakan komponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan Alynamin
4
menghambat kerja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke
ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian
sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel
sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan
sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole.
Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1.Golongan Azol
- Mikonazole
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak.
Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa.
Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak
dengan mata.
- Ketokonazole
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum
akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama
2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari
kontak dengan mata.
- Oxiconazole
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis
ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati.
Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam
bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan
sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
- Sulkonazole
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen
sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan

5
solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa
(dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2.Golongan alinamin
- Naftifine
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang
mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan
pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4
minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. .
Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4
minggu).
- Terbinafin
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide
yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan
kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada
penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi
penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
- Butenafine
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel
jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk
cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa
dioleskan sebanyak 4kali sehari.

Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk lesi yang luas atau gagal dengan
pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea
cruris:
- Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum
luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.
- Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
6
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting
pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik
daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa
200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan
tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu.
Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan
diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung.
- Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg
ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg
microsize /kg/hari
- Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian
secara oral disesuaikan dengan berat badan: 12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu,
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu, >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu.

1.10 Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.

1.11 Prognosis
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.

7
BAB 2

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny. Y / Perempuan/ 30 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Ibu rumah tangga/Tamat SMA
c. Alamat : Jalan Padang No. 11 Siteba, Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 1 orang.
c. Status Ekonomi Keluarga : menengah, penghasilan Rp. 2.000.000 ,-/bulan
d. KB : tidak ada
e. Kondisi Rumah :
-
Rumah permanen, pekarangan sempit, luas bangunan 36m2
-
Ventilasi kurang
-
Listrik ada
-
Sumber air : PAM
-
Jamban ada 1 buah, di dalam rumah
-
Sampah di buang ke bak pembuangan sampah
Kesan : higine dan sanitasi kurang

f. Kondisi Lingkungan Keluarga


-
Jumlah penghuni 3 orang: pasien, suami pasien dan 1 anak pasien yang
berusia 8 tahun.
-
Tinggal di daerah perkotaan yang padat penduduk.

8
3. Aspek Psikologis di keluarga
-
Hubungan dengan keluarga baik
4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
-
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
-
Riwayat diabetes mellitus tidak ada.
-
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan
pasien.

5. Keluhan Utama
- Bercak merah pada selangkangan yang semakin gatal sejak ± 2 minggu yang
lalu.

6. Riwayat Penyakit Sekarang


- Bercak merah pada selangkangan yang semakin gatal sejak ± 2 minggu yang
lalu. Awalnya bercak berukuran sebesar uang logam 500 rupiah, namun karena
sangat gatal pasien menggaruknya sehingga bercak semakin membesar dan
berwarna kemerahan.
- Bercak dirasakan bertambah gatal jika pasien berkeringat.
- Pasien mandi 2 kali sehari.
- Pasien mengganti pakaian satu kali sehari dan mengganti celana dalam satu
kali sehari.
- Pasien rutin berolahraga setiap hari dan berkeringat banyak lalu tidak langsung
mengganti celana dalamnya.
- Riwayat menggunakan handuk bersama ada.
- Tidak memiliki riwayat kontak dengan binatang peliharaan seperti anjing dan
kucing.
- Riwayat berkebun atau kontak dengan tanah tidak ada.
- Keluhan kuku dan rambut tidak ada.
- Pasien sedang tidak menderita penyakit kronik.
- Tidak ada riwayat mengkonsumsi obat dalam jangka panjang.
- Riwayat pengobatan: pasien sudah berobat sebelumnya ke puskesmas dan
diberi krim mikonazole namun gatalnya tetap tidak berkurang, bahkan karena

9
sangat gatalnya pasien terus menggaruknya sehingga terbentuk benjolan
seperti bisul yang merah dan berisi.

7. Riwayat Penyakit Dahulu dan Keluarga


 Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi makanan.
 Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi serbuk sari.
 Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi benda logam dan plastik.
 Pasien dan keluarga tidak ada riwayat bersin – bersin di pagi hari dan saat
cuaca dingin.
 Pasien dan keluarga tidak ada riwayat nafas menciut.
 Pasien dan keluarga tidak ada riwayat alergi obat sebelumnya.
 Riwayat hidung sering berair tidak ada.
 Riwayat galigato tidak ada.

8. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 80x/ menit
Nafas : 16x/menit
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,8 0C
BB : 55 Kg
TB : 155 cm

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik

Kulit : Turgor kulit baik


Dada :
Paru :

Inspeksi : simetris kiri = kanan


Palpasi : fremitus kiri = kanan

10
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung

Inspeksi : iktus tidak terlihat


Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N

Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/-

11
Status Dermatologikus :
Lokasi : Lipat paha kiri
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Polisiklik
Batas : Tegas
Ukuran : Plakat
Efloresensi : Plak hiperpigmentasi, papul eritem dengan pinggir aktif dan skuama
putih halus diatasnya

Status venereologikus : tidak diperiksa


Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan
Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan
Kelainan kelenjar limfe : tidak ditemukan kelainan

9. Laboratorium Anjuran : Kerokan kulit dengan KOH 20%

10. Diagnosis Kerja


Tinea Kruris

11. Diagnosis Banding


Kandidosis intertriginosa

12. Manajemen
a. Preventif :
a. Menjaga kebersihan badan dengan mandi minimal 2x sehari,
menggunakan sabun dan air bersih.
b. Tidak memakai pakaian terutama pakaian dalam yang belum dicuci
berulang-ulang.
c. Mengganti pakaian setiap kali mandi dengan pakaian yang bersih.
d. Memakain handuk, alat mandi, dan pakaian tidak bergantian dengan
anggota keluarga lain.
12
e. Sering mengganti pakaian jika lembab dan berkeringat.
f. Memakai pakaian terutama pakaian dalam yang menyerap keringat
g. Hindari pemakaian pakaian yang berlapis-lapis.
h. Hindari pemakain pakaian yang ketat.
i. Jika berkeringat banyak, segera mandi dan mengganti pakaian.
j. Menggunakan pakaian yang dicuci bersih, dijemur dibawah sinar matahari
sampai kering dan disetrika.
k. Mengganti sprei secara teratur minimal 1 kali per minggu.
l. Selalu memakai alas kaki tiap keluar rumah.
m. Memotong kuku dan menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan
pakai sabun dengan air mengalir setelah BAK dan BAB, sebelum makan.
n. Menyimpan alat mandi ditempat yang bersih.
o. Tetap membuka jendela sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan yang
masuk cukup.
p. Mengurangi kontak dengan anggota keluarga yang sehat selama masih ada
keluhan gatal-gatal dan bercak merah.
q. Olahraga teratur seperti jogging 2-3 kali/minggu masing-masing selama 30
menit.
r. Istirahat yang cukup 6-8 jam sehari
s. Tidak merokok dan minum minuman beralkohol

b. Promotif :
 Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa penyakit gatal-gatal
dan bercak merah diselangkangan yang dideritanya disebabkan oleh infeksi
jamur yang menyerang kulit yaitu tinea kruris. Penyakit ini terutama
menyerang daerah-daerah yang lembab dan banyak berkeringat oleh karena itu
disarankan untuk mengganti pakaian ketika berkeringat banyak, tidak
menggunakan pakaian berlapis-lapis, tidak menggunakan pakaian ketat,
membuka jendela sehingga sirkulasi udara dan pencahayaan yang masuk
cukup dan lingkungan tidak menjadi lembab.
 Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa gatal-gatal dan
bercak merah yang dideritanya mudah menular melalui kontak langsung atau

13
pun tidak langsung misalnya melalui benda-benda yang terkontaminasi jamur
seperti pakaian, handuk, alat mandi atau sprei.
 Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa tinea ini dapat
ditularkan melalui manusia, binatang, maupun tanah yang mengandung
elemen jamur, oleh sebab itu pasien dilarang untuk menggaruk kulitnya karena
elemen jamur tersebut bias menempel di kulit sehingga dapat menularkan ke
bagian tubuh yang lain. Selain itu beritahukan kepada pasien bahwa
penggunaan pakaian dan handuk bersamaan dengan pasien tinea dapat
menularkan tinea. Untuk binatang, diterangkan bahwa penularannya pada
binatang peliharaan seperti anjing, kucing yang mempunyai kelainan kulit
dengan gambaran bulu-bulu rontok dan ada bintik-bintik pada kulit atau kurap.
Untuk tanah, diterangkan untuk menggunakan sandal atau alas kaki jika
berjalan ditanah atau jika mempunyai hobi berkebun, anjurkan untuk
menggunakan sarung tangan dan setelah berkebun cuci tangan dengan sabun.
 Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien bahwa gatal-gatal dan
bercak merah yang dideritanya sangat berhubungan dengan faktor kebersihan
diri maupun lingkungan, sehingga diperlukan untuk menjaga kebersihan diri
dengan cara mandi minimal 2 kali sehari, tidak menggunkan pakaian kotor
berulang-ulang, mencuci pakaian yang digunakan secara bersih dan dijemur
dibawah sinar matahari hingga kering serta disetrika, memakai alas kaki tiap
keluar rumah. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membuang sampah
ditempat pembuangan sampah, tidak menggantung banyak pakaian di dinding
rumah.
 Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggaruk-garuk bagian yang gatal,
diusahakan hanya ditepuk-tepuk atau ditekan-tekan bagian yang gatal, karena
dengan menggaruk bisa menyebabkan timbul luka yang baru dan menjadi
tempat masuk kuman sehingga pengobatan bisa lebih lama.
 Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa untuk pengobatan penyakit
kulit yang dideritanya memerlukan waktu yang lama 2 sampai 4 minggu dan
kontrol teratur.
c. Kuratif :
- Griseofulvin tab 1x500 mg (1 x 1 tablet/hari (malam hari))
- Loratadin tab 1x10 mg (1 x 1 tablet/hari)
14
- Mikonazol krim 2% (2 x sehari, sesudah mandi)
- Oxytetrasiklin krim 2% (2x sehari ditotol hanya pada lesi bisul saja)
d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur ke Puskesmas karena pengobatan memerlukan waktu yang
lama.

Dinas Kesehatan Kodya Padang

Puskesmas Nanggalo

Dokter : Chika Aulia Husna

Tanggal : 21 November 2016

R/ Griseofulvin tab 500 mg No. X

S 1 dd tab1 £

R/ Loratadin tab 10 mg No. X

S 1 dd tab 1 £

R/ Mikonazole krim 2% tube 5g No. I

S u e (sesudah mandi) £

R/ Oxytetrasiklin krim 2% tube 5g No. I

S u e (ditotol pada lesi bisul saja) £

_______________________________________

Pro : Ny.Y

Umur : 30 tahun

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah B, Tinea Kruris dalam: Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di


Rumah Sakit. Hal 74 – 76
2. Budimulja U, Kuswadji, Basuki S, dkk. Tinea Korporis dan Kruris dalam: Diagnosis
dan penatalaksanaan Dermatomikosis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Hal 47-52.
3. Mansjoer, A.dkk. Tinea Kruris dalam: Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta:
Medis Aesculapius. 2005. Hal 99-100.
4. Harahap, M. 2008. Tinea Kruris dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal
78.
5. Siregar, R.S. Tinea kruris dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit edisi 2
Jakarta: EGC: 2004. Hal 29-30.
6. Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, dkk. Obat Anti Jamur dalam: Dermatomikosis
Superfisialis. Jakarta. Hal: 108-116.
7. Wolff, K. dkk. Tinea Cruris: Fitzpatricks’s DERMATOLOGI IN GENERAL
MEDICINE. Seventh edition. United state of America: 2008. Page 1845-1857.
8. Whelton PK. Epidemiology and the prevention of hypertension. J Clin Hypertens.
2004; 6(11):636-42.
9. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In : Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et all, editors. Harrison’s principle of internal
medicine. 16th edition. New York : McGraw Hill; 2005. p. 1463-80.
10. U.S. Department of Health and Human Services. The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure. National Institute of Health : 2004.
11. Bickley LS. Bate’s Guide to physical examination and history taking. 8 th edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.p.75-80.
12. Benowitz NL. Antihypertensive agents. In : Katzung, Bertram G, editor. Basic &
clinical pharmacology. 9th edition. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc.;
2004.p.160-83.
13. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis of Diesease.
7th edition. Boston: Elsevier B. V.: 2004.

16

Anda mungkin juga menyukai