Anda di halaman 1dari 18

STATUS RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing Nama Mahasiswa NIM

: Dr. Indah Julianto, dr, Sp.KK : Nomi Andita Puri, S.Ked : G. 0006125

TINEA KRURIS SINONIM 1 Eczema marginatum Dhoble itch Jockey itch Ringworm of the groin DEFINISI Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. 1 EPIDEMIOLOGI Tinea kruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea kruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.2

ETIOLOGI Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan dermatofitosis. Jenis yang predominan menyebabkan dermatofitosis adalah genus Tricophyton, diikuti Epidermophyton dan Microsporum.3 Fungi yang biasanya menyebabkan tinea kruris sering kali oleh E. Flocosum, namun dapat pula oleh T. Rubrum dan T. Mentagrophytes yang ditularkan secara langsung atau tidak langsung.2 Jamur zoofilik terutama menghinggapi binatang dan kadang-kadang menginfeksi manusia, misalnya M. canis pada anjing, kucing dan T. verrucosum pada sapi. 4 Jamur antropofilik terutama menghinggapi manusia, misalnya M. audouini dan T. rubrum . Jamur geofilik adalah jamur yang hidup di tanah, misalnya M. gypseum. 4 Jamur golongan dermatofita membentuk koloni filament pada biakan agar Sabouraud. Walaupun semua spesies membentuk koloni filamen, tetapi masing-masing mempunyai sifat koloni, hifa, dan spora yang berbeda. Pada umumnya, genus Tricophyton membentuk makrokonidia berbentuk panjang menyerupai pensil dan semua dermatofita dapat membentuk hifa spiral. 4 Pada E. floccosum bentuk hifanya lebar. Makrokonidianya berbentuk gada, berdinding tebal dan terdiri atas 2-4 sel. Beberapa makrokonidia ini tersusun pada satu konidiofora dan mirokonidia biasanya tidak ditemukan. 4 Hifa T. rubrum halus. Jamur ini membentuk banyak mikrokonidia. Mikrokonidianya kecil, berdinding tipis dan berbentuk lonjong. Mikrokoniodia ini terletak pada konidiofora yang pendek, dan tersusun secara satu-persatu pada sisi hifa ( en thyrse ) atau berkelompok ( en grappe ). Makrokonidia dari T. rubrum berbentuk sebagai pensil dan terdiri atas beberapa sel. 4 Mikrokonidia T. mentagrophytes berbentuk bulat dan membentuk banyak hifa spiral. Makrokonidianya juga berbentuk pensil. 4 M. canis memiliki makrokonidia berbentuk kumparan yang berujung runcing dan terdiri atas 6 sel atau lebih. Makrokonidia ini berdinding tebal. 4

Mikrokonidia

M.

canis

berbentuk

lonjong

dan

tidak

khas.

Makrokonidia M. gypseum juga berbentuk kumparan terdiri atas 4-6 sel dan dindingnya lebih tipis. Mikrokonidianya juga berbentuk lonjong dan tidak khas. 4 PATOGENESIS Jalan masuk yang mungkin pada infeksi dermatofita adalah kulit yang luka,jaringan parut, dan adanya luka bakar. Infeksi ini disebabkan oleh masuknya artospora atau konidia. Patogen menginvasi lapisan kulit yang paling atas, yaitu pada stratum korneum, lalu menghasilkan enzim keratinase dan menginduksi reaksi inflamasi pada tempat yang terinfeksi. Inflamasi ini dapat mengeliminasi pathogen dari tempat infeksi sehingga patogen akan mecari tempat yang baru di bagian tubuh. Perpindahan organisme inilah yang menyebabkan gambaran klinis yang khas berupa central healing.3 Dermatofita dapat bertahan pada stratum korneum kulit manusia karena stratum korneum merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan dermatofita dan untuk pertumbuhan miselia jamur. Infeksi dermatofita terjadi melalui tiga tahap: adhesi pada keratinosit, penetrasi, dan perkembangan respon host. 5 1. Adhesi Adhesi dapat terjadi jika fungi dapat melalui barier agar artrokonidia sebagai elemen yang infeksius dapat menempel pada keratin. Organisme ini harus dapat bertahan dari efek sinar ultraviolet, suhu dan kelembaban, kompetisis dengan flora normal, dan zat yang dihasilkan oleh keratinosit. Asam lemak yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik. 2. Penetrasi Setelah adhesi, spora harus berkembangbiak dan melakukan penetrasi pada stratum korneum. Penetrasi didukung oleh sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk fungi ini. Trauma dan maserasi juga memfasilitasi penetrasi dan merupakan faktor yang penting juga pada pathogenesis tinea. Mannan

yang terdapat pada dinding sel jamur menyebabakan penurunan proliferasi keratinosit. Pertahanan yang baru timbul pada lapisan kulit yang lebih dalam, termasuk kompetisi besi oleh transferrin yang belum tersaturasi dan dapat menghambat pertumbuhan jamur yang didukung oleh progesteron. 3. Perkembangan respon host Derajat inflamasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu status imun penderita dan organisme itu sendiri. Deteksi imun dan kemotaksis pada sel yang mengalami inflamasi dapat terjadi melalui beberapa mekanisme. Beberapa jamur menghasilkan kemotaktik faktor seperti yang dihasilkan juga oleh bakteri. Komplemen lain yang teraktivasi melalui jalur alternatif menghasilkan faktor kemotaktik. Pembentukan antibodi tidak terlihat memberi perlindungan pada infeksi dermatofita, seperti yang terlihat pada penderita yang mengalami infeksi dermatofita yang luas juga menunjukkan titer antibodi yang meningkat namun tidak berperan untuk mengeliminasi jamur ini. Akan tetapi, reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) berperan dalam melawan dermatofita. Lengan dari imunitas seluler diperankan oleh interferon gamma yang diatur oleh sel Th1. Pada pasien yang belum pernah mendapatkan paparan dermatofita sebelumnya, infeksi primer akan menghasilkan inflamasi yang ringan dan tes trikopitin biasanya menunjukkan hasil yang negatif. Infeksi akan tampak sebagai eritema dan skuama ringan, sebagai hasil dari percepatan tumbuhnya keratinosit. Ada yang mengungkapkan hipothesis bahwa antigen dari dermatofita lalu diproses oleh sel Langerhans dan disajikan di nodus limfatikus kepada sel limfosit T. Sel limfosit T berproliferasi klonal dan bermigrasi ke tempat infeksi untuk melawan jamur. Saat itu lesi kulit menunjukkan reaksi inflamasi dan barier epidermal menjadi permeable untuk migrasi dan perindahan sel. Sebagai akibat dari reaksi ini jamur dieliminasi dan lesi menjadi sembuh spontan. Dalam hal ini tes trikopitin menunjukkan hasil yang

positif dan penyembuhan terhadap infeksi yang kedua kalinya menjadi lebih cepat. Reaksi dermatofitid (terjadi pada 4-5% pasien) adalah reaksi alergi kulit eksematus pada tempat yang jauh dari infeksi primer jamur. Berbeda dengan lesi primer, hasil pemeriksaan KOH dan kultur menunjukka hasil negatif. Reaksi ini dapat berbentuk sebagai papul folikular, nodus eritem, vesikel pada tangan dan kaki, lesi yang mirip dengan erysipelas, eritem anuler sentrifugal, atau urtikaria. Meskipun mekanismenya belum diketahui, reaksi ini dihubung-hubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat pada tes trikopitin dan dapat melibatkan respon hipersensitivitas tipe IV lokal sampai sistemik. 5 GAMBARAN KLINIK Lesi kulit tinea kruris dapat terbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam dan sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM Gejala klinis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis terdiri atas pemeriksaan lansung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan histopatologik dan imunologik tidak diperlukan.1 Gambaran histopatologi tinea korporis tidak khas. Gambaran histopatologi tidak lazim digunakan untuk menegakkan diagnosis karena gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium lebih jelas, mudah, murah, dan khas daripada melakukan pemeriksaan histopatologi.2

Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis yang berupa kerokan kulit. Bahan untuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut: terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%, kemudian dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok dengan pisau tumpul steril.1 Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mulamula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran 10x45. Pemeriksaan dengan pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan.1 Sediaan basah dengan meletakkan bahan di atas gelas objek. Kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH, untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan KOH, ditunggu 15-20 menit, hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk memepercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat keluar asap dari sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka akan terbebtuk Kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur yang lebih nyata dapat ditambahkan zat pewarna pada sediaaqn KOH, misalnya tinta parker superchroom blue black.1 Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati.1 Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung dengan sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Pembiakan dilakukan pada medium agar Sabouraud karena dianggap merupakan media yang paling baik untuk pertumbuhan jamur. Media ini dibubuhi antibiotik kloramfenikol atau ditambah pula klorheksimid untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Media ini lalu disimpan pada suhu kamar. Spesies jamur ditentukan oleh sifat koloni, hifa, dan spora yang dibentuk.4

DIAGNOSIS Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis biasanya pasien mengeluh gatal pada daerah lipat paha, lipat perineum, bokong, dan dapat ke genitalia. Ruam kulit dapat berbatas tegas, eritematosa, dan bersisik. Gatal dirasakan bertambah bila pasien berkeringat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi yaitu berupa makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya. Pada kerokan kulit dengan KOH dijumpai adanya hifa.2 DIAGNOSIS BANDING 6 A. Kandidosis 1. Pasien mengeluh rasa gatal yang hebat disertai rasa panas seperti terbakar, terkadang juga nyeri jika ada infeksi sekunder 2. Lokasi biasanya terdapat di bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, lipat bawah payudara, sekitar umbilicus, garis-garis kaki dan tangan. Kuku. 3. Efloresensi berupa daerah yang eritematosa, erosif, kadang dengan papul dan skuama. Pada keadaan yang kronik dapat terjadi likenifikasi, hiperpigmentasi, hyperkeratosis, dan kadang berfisura. 4. Pada tes KOH ditemukan pseudohifa 5. Pada media Sabouroud terlihat koloni berwarna coklat mengkilat, permukaannya basah. B. Eritrasma 1. Eritrasma merupakan suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya menyerang daerah yang banyak berkeringat. 2. Penyebabnya adalah Corynebacterium minutissimum. 3. Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya meluas ke seluruh region, menjadi merah, terasa panas seperti habis terkena cabai.

4. Penyinaran dengan sinar Wood memperlihatkan fluoresensi warna merah bata. C. Psoriasis 1. Dimulai dengan macula dan papula eritematosa dengan ukuran lentikular sampai nummular, menyebar secara sentrifugal 2. Lokasi biasanya pada siku, lutut, kulit kepala, telapak kaki dan tangan, punggung, tungkai atas dan bawah, serta kuku. 3. Efloresensi berupa macula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar sampai nummular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar, polisiklis, dan geografis. Macula ini berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang kasar berwarna putih mengkilat. Jika skuama digores dengan benda tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan maka akan timbul titik-titik perdarahan yang disebut sebagai Auspitz sign. Dapat pula menunjukkan fenomena Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu timbul lesi-lesi psoriasis pada bekas trauma atau garukan. PENATALAKSANAAN A. Menghilangkan faktor predisposisi dan pencetus7 1. Menjaga kulit agar tetap bersih dan kering 2. Memakai pakaian yang kering, bersih, dan menyerap keringat, misalnya yang berbahan katun dan tidak terlalu tebal 3. Tidak memakai pakaian yang terlalu ketat B. Menghilangkan sumber penularan7 1. Memotong kuku agar tetap pendek 2. Mencuci tangan dengan air mengalir 3. Tidak berbagi handuk dan lap tangan 4. Mencuci atau membersihkan bathtub, bak mandi, dan kloset duduk C. Pengobatan 1. Topikal

Obat topikal diberikan bila lesi terbatas. Kebanyakan antijamur topikal ini dipakai dua kali sehari selama 2-4 minggu. a. Konvensional8 Pengobatan dengan agen topikal lama kurang efektif dan memerlukan waktu yang lama. 1) Salep 2-4: asam salisilat dan sulfur Asam salisilat bersifat keratolitik. Untuk lesi yang sangat superficial asam salisilat mungkin sudah cukup efektif, namun untuk lesi yang kebih dalam maka asam salisilat akan mempermudah penetrasi antijamur lain yang lebih poten. 2) Salep Whitfield dan modifikasinya (AAV-I dan AAV-II): asam salisilat dan asam benzoate 3) Asam undesilenat a) Merupakan cairan kuning dengan bau khas yang tajam b) Dosis biasa berefek sebagai fungistatik, namun dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama berefek fungisidal c) Aktif terhadap Epidermophyton, Tricophyton, dan Microsporum d) Tersedia dalam bentuk salep campuran mengandung 5% undesilenat dan 20% seng undesilenat e) Bentuk bedak dan aerosol mengandung 2% undesilenat dengan 20% seng undesilenat (seng berfungsi untuk menekan luasnya peradangan) f) Dapat menyebabkan iritasi mukosa b. Baru 8 1) Tolnaftat, tolsiklat a) Suatu tiokarbamat yang efektif untuk pengobatan sebagian besar dermatofitosis b) Tidak efektif terhadap kandida c) Reaksi alergi atau toksik belumpernah dilaporkan

d) Tersedia dalam bentuk krim, gel, bubuk, cairan aerososl atau larutan topikal dengan kadar 1% e) Diberikan topikal 2-3 kali sehari f) Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam g) Pada lesi dengan hyperkeratosis sebaiknya diberikan bergantian dengan salep asam salisilat 10% h) Beberapa kasus membutuhkan waktu 4-6 minggu, jarang yang melebihi 10 minggu 2) Haloprogin a) Antijamur sintetik berbentuk kristal putih kekuningan b) Larut dalam alkohol, tidak larut air c) Efektif terhadap dermatofita, Malassezia furfur, dan Kandida d) Dapat timbul iritasi, rasa terbakar, vesikulasi, meluasnya maserasi dan sensitisasi e) Tersedia dalam bentuk krim dengan kadar 1% 3) Derivat Imidazole (mikonazole, klotrimazole, tiokonazole, bifonazole, ketokonazole) 4) Siklopiroksolamin a) Antijamur topical berspektrum luas b) Untuk dermatofitosis, kandidiasis, dan tinea versikolor c) Tersedia dalam bentuk krim 1% d) Iritasi jarang terjadi 5) Derivat alilamin (naftitin HCl, terbinafin) 2. Sistemik a. Derivate imidazole Derivate imidazole ini bekerja dengan cara mengganggu biosintesis sterol yang berperan dalam pembentukan membran sel dan dan mitokondria.9 1) Fluconazole 150 mg sekali seminggu selama 4-6 minggu Diserap sempurna di saluran cerna tanpa dipengaruhi oleh makanan 10

Kadar plasma setelah pemberian oral sama dengan pemberian interavena Efek sampingnya berupa gangguan saluran cerna, alergi, eosinofilia, Steven Johnsons syndrome, gangguan faal hati sementara, dan trombositopeni Tersedia dalam bentuk kapsul berisi 50 dan 150 mg 2) Itraconazole 100 mg sekali sehari selama 15 hari, untuk anak-anak: 5 mg/kg BB/hari selama 1 minggu Diserap sempurna bila diberikan bersama makanan Rifampin dapat mengurangi kadar itrakonazole dalam plasma Infeksi yang berat mungkin membutuhkan dosis sampai dengan 400 mg sehari Efek sampingnya berupa mual dan muntah, kemerahan, pruritus, lesu, pusing, pedal edema, parestesia, dan kehilangan libido Sediaanya berupa kapsul berisi 100 mg

b. Terbinafine 250 mg sekali sehari selama 2 minggu Untuk anak-anak: 3-6 mg/kg BB/hari c. Griseofulvin 500 mg sekali sehari selama 2-6 minggu Untuk anak-anak: 10-20 mg/kg BB/hari maksimal sampai 6 minggu Bekerja dengan cara menghambat mitosis jamur dengan mengikat protein mikrotubuler dalam sel Terikat kuat dengan keratin Tidak larut dalam air, sehingga penyerapannya dalam saluran cerna kurang baik, penyerapan lebih mudah bila diberikan bersama makanan yang berlemak Efek samping yang berat jarang terjadi, leukopenia, granulositopenia, sakit kepala, arthralgia, neuritis perifer,

demam, pandangan kabur, insomnia, mual, muntah, diare, flatulensi, rasa kering di mulut, urtikaria, fotosensitivitas, erupsi morbiliform, urtikaria, eritema multiforme.8 11

Tidak ada perbedaan efektivitas terapi yang signifikan diantara obat-obat diatas.5 PROGNOSIS Prognosis tinea kruris pada umunya adalah baik bila faktor predisposisi dapat dihindarkan atau dihilangkan, sumber penularan dapat dihindarkan, pengobatan teratur dan tuntas.6

12

DAFTAR PUSTAKA 1. Budimulja, U. 2007. Mikosis. Dalam: Djuanda, A. Hamzah, M dan Aisah, S (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 89 - 105. 2. Siregar, R S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal: 29 31. 3. Laksmipathy, D T. Kannabiran, K. 2010. Review on dermatomycosis: pathogenesis and treatment. Journal of Natural Science. Vol 2. No.7, 726 31. 4. Sjarifuddin, P K. Susilo, J. 2000. Dermatofitosis. Dalam: Gandahusada, S. Ilahude, H H D dan Pribadi, W (eds). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 289 - 95. 5. Verna, S. Haffernan, M P. 2008. Fungal Diseases. In: Wolff, K. Goldsmith, L A. Katz, S I. Gilchrest, B A. Paller, A S and Leffell, D J (eds). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Seventh Edition. United States of America: McGraw-Hill. Page: 1807 21. 6. Bramono, K. 2010. Dermatofitosis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM. 7. Nasution, M A. 2005. Mikologi dan Mikologi Kedokteran Beberapa Pandangan Dermatologis. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 8. Bahry, B. Setiabudy, R. 2005. Obat Jamur. Dalam: Ganiswara (ed). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 560 70. 9. Pane, Y S. 2009. Antifungal Drugs. Pharmacology and Therapeutics Departement. School of Medicine Universitas Sumatera Utara.

13

STATUS PENDERITA I IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Tanggal Pemeriksaan No. RM II ANAMNESIS A. Keluhan utama : gatal di selangkangan. B. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh gatal di selangkangan sejak 1 bulan yang lalu. Gatal dirasakan hilang timbul, gatal dirasakn bertambah bila pasien berkeringat. Pasien mengaku awalnya mlenthing dan gatal. Karena gatal, pasien seringkali menggaruknya sehingga semakin melebar. Pada tempat yang dirasa gatal kulit kemerahan. Nyeri (-), demam (-), rasa seperti terbakar (-). Pasien pernah periksa ke dokter umum. Pasien diberi salep dan obat minum, nama salep dan obat minumnya pasien sudah lupa, namun rasa gatal tidak berkurang. Kemudian pasien memeriksakan diri ke klinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta. C. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Penyakit serupa Riwayat Alergi obat Riwayat Alergi makanan Riwayat Asma Riwayat Rhinitis alergika : (-) : (-) : (+) udang : disangkal : disangkal : An. RD : 15 tahun : Laki-laki : Islam : Klemboran RT 03 RW 05 Baturan, Colomadu : 9 Agustus 2011 : 01 06 97 81

14

D. Riwayat Keluarga : Riwayat Penyakit serupa Riwayat Alergi obat Riwayat Alergi makanan Riwayat Asma E. Riwayat Kebiasaan : Penderita biasa mandi 2x sehari dengan sabun dan memakai handuk yang terpisah dengan anggota keluarga yang lain dengan sumber air dari sumur. Ganti pakaian luar 2x sehari, ganti pakaian dalam 2x sehari. III PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis 1. Keadaan umum 2. Vital sign 3. Kepala 4. Wajah 5. Leher 6. Punggung 7. Axillaris 8. Thorax 9. Abdomen 11. Ekstremitas atas : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup : tidak dilakukan : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : (+) pada keponakan yang tinggal serumah : disangkal : (-) : (-)

10. Gluteus, inguinal dan anogenital : lihat status dermatologis 12. Ekstremitas bawah : dalam batas normal Status Lokalis Dermatologis Regio cruris dekstra et sinistra Tampak plak hiperpigmentasi dengan tepi aktif disertai squama halus

15

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Penyinaran langsung lesi kulit dengan lampu Wood: tidak tampak fluoresensi.

16

b.

Pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10 % : tampak hifa

V. USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan biakan jamur pada medium agar dekstrosa Sabouraud. VI. DIAGNOSA BANDING Tinea kruris Kandidosis Eritrasma VII DIAGNOSIS KERJA Tinea kruris VIII TERAPI A. Non Medikamentosa 1. Menjaga kebersihan badan, pakaian dan lingkungan 2. Mandi minimal 2x/hari dengan air bersih

17

3. Menjaga daerah lesi dari keringat atau keadaan yang lembab, misalnya memakai pakaian dari bahan yang dapat menyerap keringat dan longgar. 4. Pakaian yang basah karena keringat, segera diganti dengan yang bersih dan kering. 5. Meminum dan menggunakan obat dengan teratur dan sesuai petunjuk, jika keluhan hilang tetap kontrol ke dokter hingga dinyatakan sembuh. 6. Mengganti pakaian dalam dengan teratur minimal 2 kali sehari. 7. Menghindari pemakaian handuk dan pakaian bersama. 8. Menjaga agar kuku tetap pendek. 9. Jangan digaruk bila gatal. B. Medikamentosa : Terbinafine HCl cream 2 dd ue IX PROGNOSIS Ad vitam Ad sanam Ad fungsionam Ad kosmetikum : baik : baik : baik : dubia

18

Anda mungkin juga menyukai