I. PENDAHULUAN
1
struktur pada kripta tonsil, dan adanya infeksi virus menjadi faktor
predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronik.(2)
II. DEFINISI
III. EPIDEMIOLOGI
2
Secara histologi tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa, folikel
germinativum sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda serta jaringan
interfolikel jaringan limfoid dari berbagai stadium.(1)
b. Anatomi
Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsil pada
kedua sudut orofaring. Tonsil dibatasi dari anterior oleh pilar anterior yang
dibentuk otot palatoglossus, posterior oleh pilar posterior dibentuk otot
palatofaringeus, bagian medial oleh ruang orofaring, bagian lateral dibatasi
oleh otot konstriktor faring superior, bagian superior oleh palatum molle,
3
bagian inferior oleh tonsil lingual yang disebut sebagai fossa tonsil.
Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh jaringan alveolar yang tipis dari fasia
faringeal dan permukaan bebas tonsil ditutupi oleh epitel yang meluas ke
dalam tonsil membentuk kantong yang dengan kripta. (1)
yang dikenal dengan
Kripta pada tonsil ini berkisar antara 10-30 buah. Epitel kripta tonsil
merupakan lapisan membran tipis yang bersifat semipermiabel, sehingga
epitel ini berfungsi sebagai akses antigen baik dari pernafasan maupun
pencernaan untuk masuk ke dalam tonsil. Pembengkakan tonsil akan
mengakibatkan kripta ikut tertarik sehingga semakin panjang. Inflamasi dan
epitel kripta yang semakin longgar
longgar akibat peradangan kronis dan
dan obstruksi
obstruksi
kripta mengakibatkan debris dan antigen tertahan di dalam kripta tonsil. (1)
Vaskularisasi
4
Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil (1):
1) a. faringeal asenden
2) a. palatina desenden.
5
anterior (a. lingualis dorsal) dan bagian posterior (a. palatina asenden), di
antara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh. A. tonsilaris. Kutub atas
tonsil diperdarahi oleh a. faringeal asendens dan a. palatina desendens. (1, 5)
Innervasi
c. Histologi
Epithelium
Folikel
Kripte Limfoid
Parenkim
Tonsil
Hemikapsul Kripte
6
perluasan kapsul tonsil ke parenkim tonsil. Jaringan ini mengandung
pembuluh darah, syaraf, saluran limfatik efferent. Permukaan bebas tonsil
ditutupi oleh epitel statified squamous. (1)
d. Fisiologi& Imunologi
Antigen dari
dari luar, kontak dengan
dengan permukaan
permukaan tonsil akan diikat dan
dibawa sel mukosa (sel M), antigen presenting cells (APCs), sel makrofag
dan sel dendrit yang terdapat pada tonsil ke sel
s el Th di sentrum germinativum.
Kemudian sel Th ini akan melepaskan mediator yang akan merangsang sel
7
B. Sel B membentuk imunoglobulin IgM pentamer diikuti oleh
pembentukan IgG dan IgA. Sebagian sel B menjadi sel memori.
Imunoglobulin IgG dan IgA secara fasif akan berdifusi ke lumen. Bila
rangsangan antigen rendah akan dihancurkan oleh makrofag. Bila
konsentrasi antigen tinggi akan menimbulkan respon proliferasi sel B pada
sentrum germinativum sehingga tersensititasi terhadap antigen,
mengakibatkan terjadinya hiperplasia struktur seluler. Regulasi respon imun
merupakan fungsi limfosit T yang akan mengontrol proliferasi sel dan
imunoglobulin. (1, 5)
pembentukan imunoglobulin.
V. KLASIFIKASI
1. Tonsilitis Akut
8
a. Tonsilitis Viral
b. Tonsilitis Bakterial
9
tonsilitis akut dengan eksudat yang jelas disebut dengan tonsilitis
folikularis. Bila eksudat yang terbentuk membentuk alur-alur maka
akan terjadi tonsilitis lakunaris. Infeksi tonsil dapat juga melibatkan
faring, seluruh jaringan limfoid tenggorok. Terlihat lidah kotor dan
juga lapisan mukosa tipis di rongga mulut.(1)
2. Tonsilitis Kronik
10
memudahkan bakteri masuk ke parenkim tonsil. Bakteri yang
yang masuk
ke dalam parenkim tonsil akan mengakibatkan terjadinya infeksi tonsil.
Pada tonsil yang normal jarang ditemukan adanya bakteri pada kripta,
namun pada tonsilitis kronis bisa ditemukan bakteri yang berlipat
ganda. Bakteri yang menetap di dalam kripta tonsil menjadi sumber
infeksi yang berulang terhadap tonsil. (1)
3. Tonsilitis Rekuren
11
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk
bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita
tonsilits kronis jumlah kuman yang paling sering adalah Streptococcus Beta
Hemoliticus group A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal
pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi infeksius yang
memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan
Haemophilus influenzae,
influenzae , Staphylococcus aureus,
aureus, S. Pneumoniae dan
Morexella catarrhalis.(3, 10)
Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok
didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis
Kronis yaitu Streptococcus Alfa
Alfa kemudian diikuti Staphylococcus aureus,
aureus ,
Streptococcus beta Hemolitikus group A,
A , Staphylococcus epidermidis
epidermidis dan
kuman gram negatif berupa Enterobacter,
Enterobacter, Pseudomonas aeruginosa,
aeruginosa ,
Klebsiella dan
Klebsiella dan E. Coli.(4)
E. Coli.
12
dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya
menurun. (4)
pada saat keadaan umum tubuh menurun.
13
Gambar 7. Sistem Derajat Tonsil. (11)
14
VIII. DIAGNOSIS
Pemeriksaan Bakteriologi
15
Pemeriksaan swab dari permukaan tonsil dilakukan pada saat pasien
telah dalam narkose. Permukaan tonsil diswab dengan lidi kapas steril.
Sebelumnya tidak dilakukan tindakan aseptik anti septik pada tonsil.
Pemeriksaan bakteriologi dari inti tonsil dilakukan dengan mengambil swab
sesaat setelah tonsilektomi. Tonsil yang telah diangkat disiram dengan
cairan salin steril kemudian diletakkan pada tempat yang steril. Tonsil
dipotong dengan menggunakan pisau steril dan jaringan dalam t onsil diswab
memakai lidi kapas steril.(1)
Pemeriksaan Histopatologi
16
IX. DIAGNOSIS BANDING
1. Faringitis
A B
2. Difteri
17
difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan
frekuensi tertinggi pada usia 5 tahun. (2)
A B
Gejala klinik terbagi dalam tiga golongan yaitu : umum, lokal, dan
gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi
lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala,
tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri
menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu
membentuk membrane semu (pseudomembran) yang melekat erat pada
dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya
berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian
besarnya sehingga lehernya menyerupai leher sapi ( Bull
Bull neck ).
). Gejala
akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu
pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cardio,
cardio,
pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan
otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria. (2, 14)
3. Hipertrofi Adenoid
18
cincin Waldeyer. Secara fisiologik adenoid ini membesar pada anak
usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang sama sekali pada
usia 14 tahun. Bila sering terjadi infeksi saluran napas bagian atas maka
dapat terjadi hipertrofy adenoid. Akibat dari hypertrophy ini akan
timbul sumbatan Koana dan tuba eustachi. Akibat sumbatan di Koana
pasien akan bernapas melalui mulut. Akibat sumbatan tuba Eustachi
akan terjadi otitis media akut berulang, otitis media kronik, dan
akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. (2)
4. Tumor Tonsil
19
dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi adanya neoplasma. Gejala
umum dari tumor tonsil antara lain, nyeri tonsil unilateral, disfagia,
odinofagia, penurunan berat bedan, dan otalgia. (9, 14)
X. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
20
cukup, analgetika, dan obat antiviral jika menunjukkan gejala yang berat. (2)
2. Operatif
Indikasi Tonsilektomi
21
2) Indikasi Relatif ((2, 3, 10, 17)
a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis.
c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik β laktamase resisten.
22
e) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
pengobatan.
f) Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus
beta hemolitkus.
g) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
h) Otitis media difusa/otitis media supuratif.
5. Kontraindikasi Tonsilektomi
Terdapat beberapa keadaan yang disebabkan sebagai kontraindikasi,
namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan
tetap memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut
adalah(14, 17, 24):
1. Gangguan perdarahan.
2. Risiko anastesi yang besar atau penyakit berat.
3. Anemia.
4. Infeksi akut yang berat.
23
dan mencapapi puncaknya pada minggu ketiga sampai keenam setelah
infeksi. Pemeriksaan dikatakan positif bila konsentrasi ASO dalam serum
darah lebih dari 200 IU/mL. Selain itu pemeriksaan radiologi dada dan
elektrokardiogram sebaiknya dilakukan sebelum pembedahan. (10)
24
lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya
infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang
lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma
dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan
sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena
kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon
tekan. Perdarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh
darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan
kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fossa
tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,
gelfoam, kemudian pilar anterior dan pilar
posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri
karotis eksterna.
25
2. Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur.
3. Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah
yang terkumpul di faring dan,
4. Napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di
tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fossa tonsil. Bekuan
darah di fossa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan
jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila
perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon
yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal
dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fossa tonsil dan
hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas
perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi
dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi.
26
Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari
pembuluh darah permukaan. Cara penanganannya sama dengan
perdarahan primer. Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari
kedua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan bila
dijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah yang
memperdarahi uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi
melalui bakterimia dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan
sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala otalgia biasanya
merupakan nyeri alih dari fossa tonsil, tetapi kadang-kadang
merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui
tuba Eustachius. Abses parafaring akibat tonsilektomi mungkin terjadi,
karena secara anatomik fossa tonsil berhubungan dengan ruang
parafaring.
XI. KOMPLIKASI
1. Abses peritonsil
27
dan kadang-kadang sukar membuka mulut (trismus), serta
dengan nyeri tekan.(13, 20)
pembengkakan kelenjar submandibular dengan
2. Abses parafaring
3. Abses intratonsilar
28
rasa tidak nyaman lokal atau foreign
atau foreign body sensation.
sensation . Hal ini didiagnosa
dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.(17, 14)
5. Kista tonsilar
XII. PROGNOSIS
29
XIII. KESIMPULAN
Tonsil adalah massa jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsil pada
kedua sudut orofaring. Tonsilitis atau yang lebih sering dikenal dengan
amandel adalah peradagan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer.
30