Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN
II.1 Anamnesis
Dari hasil anamnesa keluhan utama pasien adalah sakit tenggorokan. Sakit
tenggorokan merupakan salah satu keluhan yang ditemukan pada organ faring.
Secara anatomis, faring terbagi menjadi tiga bagian penting, yaitu : nasofaring,
orofaring dan laringofaring. Dasar pengetahuan anatomis faring sangat penting,
karena hal ini akan berkaitan dengan adanya kelainan pada bangunan didalamnya
yang akan menimbulkan gejala dan tanda dari suatu penyakit. Dari keterangan
anamnesa selanjutnya yang didapatkan pada pasien ini adalah terdapat nyeri
menelan, tenggorokan terasa mengganjal, tenggorokan terasa kering, tidak
merasakan ada dahak di tenggorokan, bau mulut, nafsu makan mengalami
penurunan, demam muncul dirasakan oleh pasien sejak timbulnya keluhan nyeri
tenggorokan tersebut.
II.2 Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan pada pasien didapatkan pembesaran tonsil T3-T3,
permukaan tidak rata, mukosa hiperemis, kripte melebar, detritus (+).
Faring: Mukosa hiperemis (+), dinding tidak rata, granular (+).
II.3 Patofisiologi

streptokokus beta
hemolitikus grup A,yaitu
sekitar 50% dari kasus,
Haemophilus influenza
dan bakteri dari golongan
pnemokokus dan
stafilokokus

Radang berulang yang dipicu oleh faktor predisposisi (rangsangan kronis rokok,
makanan tertentu, higiene mulut yang buruk, pasien yang biasa bernapas melalui
mulut

karena

hidungnya

tersumbat,

pengaruh

cuaca

tonsilofaringitis sebelumnya yang tidak adekuat)


Epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis
Jaringan limfoid akan menjadi jaringan parut
Kripti melebar
Kripti diisi oleh detritus

dan pengobatan

Menembus kapsul tonsil


Perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris dan dapat disertai pembesaran
kelenjar submandibula

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

ADENOTONSILITIS KRONIK
ANATOMI
TONSIL
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang
terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla
ditutupi membran mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol
kedalam faring. Permukaannya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke

dalam Cryptae Tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas
permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan
lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut Capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :
1.

Anterior : arcus palatoglossus

2.

Posterior : arcus palatopharyngeus

3.

Superior : palatum mole

4.

Inferior : 1/3 posterior lidah

5.

Medial : ruang orofaring

6.

Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh

jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral
tonsila.
Vaskularisasi tonsil diperoleh Arteri terutama masuk melalui polus
caudalis, tapi juga bisa melalui polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr.
tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus
cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina minor. Semua
cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna.
Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan
di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai
hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsillaris dari palatum mole

menuju ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya
ke dalam pleksus pharyngealis.
Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis
dan sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi
yang terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsillaris). Nodus paling penting
pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan
belakang angulus mandibulae.
Adenoid
Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk
triangular yang terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid terletak pada
dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis
pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius-telinga tengah-kavum mastoid
pada bagain lateral.
Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis
eksternal, beberapa cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis.
Inervasi sensible merupakan cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi
mikro

dan

makroskopik

dari

adenoid

menggambarkan

fungsinya

dan

perbedaannya dengan tonsila palatine. Adenoid adalah organ limfoid yang


mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri beberapa
kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih banyak.
Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya
adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan
mengalami regresi.

FISIOLOGI
Tonsil
Tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran napas
dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Pada cincin
Waldeyer, tonsil terdiri dari tiga jenis yaitu tonsil lingualis berjumlah satu pasang
yang terletak dibawah lidah, satu buah tonsil adenoid yang terletak di belakang
hidung, dan tonsil palatina yang terletak disebelah kanan-kiri rongga mulut.
Cincin Waldeyer ini mampu mengeluarkan imunoglobulin jenis G, A, M , D , dan
E.

Adenoid
Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid merupakan
jaringan limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid
memproduksi IgA sebagai bagian penting sistem pertahanan tubuh garis depan
dalam memproteksi tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul asing.
Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus atau antigen
makanan memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan
kompartemen adenoid pertama sebagai barier imunologis. Kemudian akan
diabsorbsi secara selektif oleh makrofag, sel HLA dan sel M dari tepi adenoid.
Antigen selanjutnya diangkut dan dipresentasikan ke sel T pada area ekstra
folikuler dan ke sel B pada sentrum germinativum oleh follicular dendritic cells
(FDC).

Interaksi antara sel T dengan antigen yang dipresentasikan oleh APC


bersama dengan IL-1 akan mengakibatkan aktifasi sel T yang ditandai oleh
pelepasan IL-2 dan ekspresi reseptor IL-2. Antigen bersama-sama dengan sel Th
dan IL-2, IL-4, IL-6 sebagai aktifator dan promotor bagi sel B untuk berkembang
menjadi sel plasma. Sel plasma akan didistribusikan pada zona ekstrafolikuler
yang menghasilkan immunoglobulin (IgG 65%, IgA 20%, sisanya IgM, IgD, IgE)
untuk memelihara flora normal dalam kripte individu yang sehat.

HISTOLOGI
Tonsil
Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis
pipih yang mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain
dimana mukosa tonsila palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh
sehingga memerlukan perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan terhadap
trauma.
Kripte pada tonsila palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat
kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar
submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.

Adenoid
Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya:
epitel kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel
transisional. Infeksi

kronik

atau

pembesaran

adenoid

cenderung

akibat

peningkatan proporsi epitel berlapis skuamous (aktif untuk proses antigen) dan
berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk klirens mukosilier).

HIPERTROFI ADENOID
Definisi
Adenoid merupakan jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior
nasofaring, termasuk dalam rangkaian cincin waldeyer. Pembesaran adenoid
adalah membesarnya ukuran adenoid pada nasofaring yang dapat diketahui
dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinik THT dan pemeriksaan foto
polos lateral.
Epidemiologi
Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau
tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM
selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan
jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi
tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan

terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit
Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan
kenaikan

jumlah

operasi

tonsilektomi

dan

penurunan

jumlah

operasi

tonsiloadenoidektomi.
Etiologi
Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas menjadi dua yaitu secara
fisiologis dan faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi
pada masa puncaknya yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup
membesar akan menimbulkan gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada
anak yang mengalami infeksi kronik atau rekuren pada saluran pernapasan atas
atau ISPA. Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis yag berulang kali antara
usia 4-14 tahun.
Pathogenesis
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada anak
berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid
(pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang
menfagosit kuman-kuman patogen. Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai
peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon imun humoral maupun
selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid dan bagian
ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respons
terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme pathogen.
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan
tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha
yang keras untuk bernafas sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang
terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal
sehingga mempengaruhi suara.

10

Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba eustachius


yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah
akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan.

Gejala Klinis
Pembesaran adenoid menimbulkan beberapa gangguan :
Obstruksi nasi
Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung
sehingga terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus
bernapas melalui mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistic antara
pembesaran adenoid dan kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.
Facies Adenoid
Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid
mempunyai tampak muka yang karakteristik.
Tampakan klasik tersebut meliputi :
Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang
pendek. Namun sering juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan
menghisap dari botol dalam jangka panjang. Hidung yang kecil, maksila tidak
berkembang/ hipoplastik, sedut alveolar atas lebih sempit, arkus palatum lebih
tinggi.
Efek pembesaran adenoid pada telinga

11

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis


media efusi telah dibuktikan baik secara radiologis dan penelitian tentang tekanan
oleh Bluestone.
Sleep apnea
Sleep apnea pada anak pertama kali diperkenalkan oleh Gastatut, berupa
adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada siang hari. Sering juga
disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat terjadi akibat
adanya obstruksi, sentral atau campuran.2
Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid,
yaitu pandangan kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan
tinggi. Karena pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid
pada koane, terjadi gangguan pendengaran, dan penderita sering beringus. Pada
pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat melalui lubang hidung
bila sekat hidung lurus dan konka mengerut, dengan cermin dahi, adenoid juga
terlihat melalui mulut. Dengan meletakkan ganjal di antara deretan gigi atas dan
bawah, adenoid yang membesar dapat diraba.
Diagnosa Hipertropy Adenoid
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Tanda dan gejala klinik.
Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum
palatum mole pada waktu fonasi.

12

Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).


Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid
secara langsung.
Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral dapat melihat
pembesaran adenoid.
CT-Scan merupakan modilitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk
identifikasi patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal.
Tatalaksana
Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang
menyebabkan

obstruksi

hidung,

obstruksi

tuba

Eustachius,

atau

yang

menimbulkan penyulit lain. Operasi dilakukan dengan alat khusus (adenotom).


Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau insufisiensi palatum karena
operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta.
Indikasi adenoidektomi:
Sumbatan sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut, sleep
apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan
gigi ( adenoid face ).
Infeksi adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/ kronik, otitis
media akut berulang.
Kecurigaan neoplasma jinak / ganas.
Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu :

13

Eksisi melalui mulut


Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan melalui
mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langitlangit mulut. Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid
terletak pada rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa
instrumen dapat dimasukkan.
Cold Surgical Technique:
Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode konvensional yang sukses
dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan bengkok. Untuk
mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam setelah terlebih dahulu
memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat dikontrol dengan elektrocauter.
Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu instrumen
bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas adenoid kumudian celah
itu ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid.
Magill Forceps : Adalah suatu instrumen yang berbentuk bengkok yang
digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.
Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan menggunakan
elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut jaringan
adenoid.
Surgical

microdebrider : Ahli

bedah

lain

sudah

menggunakan

metode

microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan pasti


terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan perdarahan dengan

14

menggunakan tradisional currete. Mikrodebrider memindahkan jaringan adenoid


yang sulit di jangkau oleh teknik lain.
Eksisi melalui hidung.
Satu-salunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melalui
rongga hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini,
jika terjadi perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction.
Komplikasi adenoidektomi:
Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan bila pengerokan
adenoid kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan
dinding belakang faring. Bila kuretase terlalu ke lateral maka torus tubarius akan
rusak dan dapat mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli
konduktif.
Prognosis
Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada
kebanyakan individu. Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh
sempurna, kerusakan akibat cor pulmonal tidak menetap dan sleep apnea dan
obstruksi jalan nafas dapat diatasi.

15

TONSILITIS KRONIS
TONSILITIS
Definisi
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsila palatine yang merupakan bagian
dari cincin waldeyer. Penyebarannya dapat melalui udara (air borne droplet),
tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur terutama pada anak. Tonsilitis
dibagi menjadi 3 kategori :
Tonsilitis akut :
1. Tonsilitis viral
Gejala tonsillitis viral lebih mnyerupai common cold yang disertai rasa
nyeri tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein barr. Hemofilus
influenza merupakan penyebab tonsillitis akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus
coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil
pada palatum yang dirasakan sangat nyeri oleh pasien. Terapi tonsillitis viral
adalah dengan istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika
gejala berat.
2. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil yang disebabkan kuman grup A streptococcus
hemolitikus (strep throat, streptococcus viridian, pneumococcus, streptococcus
piogens). Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menyebabkan reaksi
radang berupa leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk
tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila bercak

16

detritus menjadi satu membentuk alur-alur maka terjadi tonsillitis lakunaris.


Bercak ini juga dapat melebar membentuk membrane semu yang menutupi tonsil.
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorok, nyeri telan, suhu tubuh tinggi, lesu nyeri di sendi, tidak nafsu makan,
otalgia (melalui N.IX). pada pemeriksaan ditemukan tonsil membengkak,
hiperemis, terdapat detritus berbentuk folikel, dan tertutup membrane semu.
Terapi diberikan antibiotic spectrum luas penisilin, eritromisin, antipiretik dan
obat kumur yang mengandung desinfektan. Komplikasi yang dapat timbul pada
anak ialah OMA, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis,
glumerulonefritis akut, miokarditis, arthritis, serta septikemi akibat infeksi
v.jugularis interna (sind.Lamierre). hipertrofi tonsil menyebabkan napas melalui
mulut, ngorok, sleep apnea (Obstructive Sleep Apnea Syndrome/OSAS).
Tonsilitis membranosa :
Tonsillitis membranosa terdiri atas : tonsillitis difteri, t.septik (septic sore
throat), angina plaut Vincent, penyakit kelainan darah, proses specific lues-TBC,
infeksi jamur dan virus
1. Tonsillitis difteri
Etiologi Corynebacterium diphteria
Angina plaut vincent
Etiologi : bakteri spiroceta atau treponema ditemukan pada higien mulut yang
kurang dan def.vit C
Tonsilitis kronis :
Factor predisposisi antara lain adalah rangsangan menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higien mulut yang buruk, cuaca, kelelahan fisik,
pengonatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Etiologi sama dengan tonsillitis
bacterial.
Patofisologi yaitu proses radang berulang yang timbul maka selain epitel
mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga proses penyembuhan jar.limfoid
diganti dengan jaringan parut yang mengkerut hingga kripte melebar dan terisi

17

detritus. Proses ini berjalan hingga tembus kapsul tonsil dan terjadi perlekatan
dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak biasanya disertai pembesaran
kelenjar limfe mandibula.
Tandanya : tonsil membesar, permukaan tidak rata, kripte melebar dan terisi
detritus
Gejalanya : rasa mengganjal dan kering di tenggorokan, napas bau
Terapi local ditujukan untuk higien mulut dengan kumur atau obat hisap.
Komplikasi berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media.
Besar tonsil ditentukan sebagai berikut:
T0
T1
T2
T3
T4

: tonsil di dalam fossa tonsil atau telah diangkat


: bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
: bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan uvula
: bila besarnya jarak arkus anterior dan uvula
: bila besarnya mencapai arkus anterior atau lebih.

Indikasi Tonsilektomi
Serangan tonsilitis >3x/tahun walau terapinya adekuat
Tonsil hipertrofi, maloklusi gigi, ggn pertumb.orofasial
Sumbatan jalan napas (hipertropi tonsil), sleep apnea, ggn menelan, ggn bicara.
Rinitis dan sinusitis kronis, peritonsilitis dan abses peritonsil yang tidak hilang
dalam pengobatan.
Napas bau yang tidak bisa diobati
Tonsilitis berulang yang disebabkan bakteri grup A Streptokokus hemoliticus
Hipertrofi tonsil yang dicurigai ganas.
Otitis media efusa/otitis media supuratif.

18

DAFTAR PUSTAKA

Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid.


Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009: p. 217-225

19

Kurniadi, B. Penatalaksanaan Faringitis Kronik. Bagian Ilmu Penyakit Telinga,


Hidung, dan Tenggorok. RSUD Saras Husada, Purworejo. Available at :
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Penatalaksanaan+Faringitis+Kronik (Accessed : March 28th 2014).
Saragih, A.R, Harahap, I.S, Rambe, A.Y. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronik
di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Bagian THT FK USU/ RSUP H.
Adam Malik Medan. Medan. USU Digital Library, 2009. Available at :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27640

(Accessed : March 27th

2014).
Adams, GL. . Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Rongga Mulut, Faring,
Esofagus, dan Leher. Dalam Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Buku Ajar
Penyakit THT Edisi Keenam. Ed 6. Jakarta. EGC, 1997: p. 263-271
Seeley, Stephen, Tate. Respiratory System. Anatomy and Physiology.Chapter
23.The McGraw-Hill Companies, 2004: p. 816
Probst, R, Grever, G, Iro, H. Diseases of the Nasopharynx. Basic
Otorhinolaryngology. New York. Thieme, 2006: p. 119

20

Anda mungkin juga menyukai