Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ektopia lentis adalah disposisi atau malposisi kristalin lensa mata dari posisi
normalnya akibat lemah/rusaknya zonula Zinii.1 Penyebab yang mendasari
patofisiologi terjadinya ektopia lentis bisa karena proses trauma atau herediter.
Ektopia lentis merupakan kondisi yang jarang terjadi pada populasi umum
sehingga sulit sekali mengumpulkan data insidensi penderitanya. Ditemukan
bahwa penyebab tersering ektopia lentis ialah trauma pada mata yang
menyumbang lebih dari setengah kasus disposisi lensa. 2 Laki-laki lebih
berpeluang terkena trauma daripada perempuan sehingga insidensi ektopia lentis
pada laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. 2 Ektopia lentis dapat terjadi
pada semua usia disposisi lensa dapat terjadi saat lahir atau saat onset tertentu
dalam kehidupan seseorang.
Gejala yang mengiringi terjadinya ektopia lentis meliputi penurunan
penglihatan yang bervariasi derajat keparahannya bergantung pada disposisi lensa
dan abnormalitas yang mendasari.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa

1
Gambar 1. Anatomi Mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa terdiri
dari kapsul, epitel lensa, nukleus dan korteks. Di belakang iris, lensa ditahan di
tempatnya oleh zonula zinni (ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada
ekuator lensa menghubungkannya dengan korpus siliaris. Zonula zinni berasal dari
lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus siliaris. Zonula zinni melekat pada
bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian
posterior. Di sebelah anterior lensa terdapat humor akuos sedangkan di sebelah
posteriornya, vitreus. Lensa dan vitreus dipisahkan oleh membrana hyaloidea.
Permukaan lensa pada bagian posterior lebih cembung dari pada permukaan
anterior. Pada saat baru lahir jarak ekuator lensa sekitar 6,4 mm dan jarak
anterioposterior 3,5 mm dan beratnya sekitar 90 mg. Pada lensa dewasa jarak ekuator
sekitar 9 mm dan jarak anteroposterior 5 mm dan beratnya sekitar 255 mg.

2.2 Definisi Ektopia Lentis

2
Ektopia lentis didefinisikan sebagai lepasnya atau malposisi dari lensa
kristalin mata dari posisi normalnya akibat zonula Zinii melemah atau rusak.1
Kondisi ini dapat juga dikatakan terjadinya dislokasi, subluksasi,
tersubluksasi, luksasi, atau terluksasi tergantung denga derajat lepasnya zonular.
Lensa mengalami dislokasi dan berada sepenuhnya di luar tempat lensa, di ruang
depan, bebas mengambang di vitreous atau langsung pada retina. Kelemahan zonula
Zinnii menyebabkan pergeseran lensa.
Ektopia lentis dapat karena herediter atau didapat, dan trauma adalah
penyebab terbanyak dari ektopia lentis yang didapat. Ektopia lentis herediter biasanya
diasosiasikan dengan kondisi sistemik, termasuk sindrom Marfan, sindrom Weil-
Marchesani, hiperlisinemia, dan defisiensi sulfat oksida.1

Gambar 3. Ektopia Lentis. Dislokasi lensa traumatik (katarak)


[kiri], dislokasi ke dalam vitreus sekunder akibat trauma
[kanan]2

2.3 Epidemiologi Ektopia Lentis


a. Frekuensi
Ektopia lentis merupakan kondisi yang jarang terjadi sehingga sulit
sekali mengumpulkan data insidensi penderitanya. Di Amerika, insidensi
ektopia lentis pada populasi umum tidak diketahui. Hal yang diketahui ialah

3
bahwa penyebab tersering ektopia lentis ialah trauma pada mata, yang
menyumbang hampir setengah kasus dislokasi lensa.1
b. Mortalitas/Morbiditas
Ektopia lentis dapat menyebabkan gangguan pengihatan yang
bervariasi derajat keparahannya bergantung pada disposisi lensa yang terjadi
dan abnormalitas penyebab yang mendasari.1
c. Gender
Laki-laki lebih berpeluang terkena trauma daripada perempuan
sehingga insidensi ektopia lentis pada laki-laki lebih banyak dibanding
perempuan.1
d. Usia
Ektopia lentis dapat terjadi pada semua umur. Disposisi lensa dapat
terjadi saat lahir atau saat onset tertentu dalam kehidupan.

2.4 Etiologi Ektopia Lentis


Ektopia lentis dapat diakibatkan oleh proses yang didapat (traumatika),
kongenital, ataupun herediter.
a. Traumatik
1) Dislokasi traumatika
Trauma merupakan penyebab utama ektopia lentis (yang didapat). Saat trauma
tumpul terjadi pada mata, ekspansi yang cepat dari mata pada sebuah bidang ekuator
dapat mengikuti kompresi yang terjadi. Ekspansi yang cepat ini dapat merusak
serat-serat zonula, menyebabkan dislokasi atau subluksasi lensa. Lensa mungkin
terdislokasi ke berbagai arah, termasuk ke arah posterior yakni ke rongga vitrous
atau ke arah posterior yakni ke bilik mata depan.1
b. Herediter
1) Ektopia lentis herediter tanpa manifestasi sistemik

4
a) Ektopia lentis tunggal (terisolasi) merupakan salah satu ektopia lentis
herediter tanpa manifestasi sistemik. Ektopia lentis jenis ini bersifat
autosomal dominan dimana terdapat kerusakan genetik pada kromosom 15
yang menyebabkan disfungsi zonular. Mikrosferofakia merupakan hal
yang umum. Meskipun paling sering terlihat pada saat lahir, onset yang
bermanifestasi pada usia selanjutnya (onset terlambat) juga pernah
dilaporkan. Biasanya, lensa ter-disposisi ke arah superiotemporal.1
b) Ektopia lentis et pupillae, yang juga merupakan gangguan yang
diturunkan. Pada gangguan ini, dislokasi lensa dan pupil berada dalam
arah yang berlawanan. Pupil berbentuk ireguler, biasanya bercelah-celah.
dan mengalami kesalahan letak dari posisi normalnya. Dislokasi lensa
dapat membuat pupil menjadi setengah diameternya bahkan dapat
terluksasi secara sempurna sehingga menghilangkan diameter pupil sama
sekali. Gangguan ini biasanya bilateral tetapi asimetrik. Pada gangguan
ini, iris sering terlihat atrofik dengan defek transiluminasi pada
pemeriksaan dengan slit lamp. Abnormalitas okuler yang berkaitan dengan
ektopia lentis et pupillae termasuk miopia aksis, ablasio retina,
pembesaran diameter kornea, katarak, dan transiluminasi iris abnormal.1

Gambar 4. Ektopia lentis et pupillae temporal


c. Ektopia lentis herediter dengan manifestasi sistemik

5
1. Sindroma Marfan merupakan gangguan herediter dengan manifestasi pada
mata, otot, dan jantung dan merupakan penyebab herediter paling sering
pada ektopia lentis. Gangguan ini terjadi pada orang yang tidak memiliki
riwayat keluarga sebelumnya (sekitar 15% kasus). Sindrom ini diturunkan
sebagai sifat autosomal dominan dengan ekspresivitas bervariasi dan
memiliki prevalensi sekitar 5 per 100.000.1
Sindroma Marfan diakibatkan oleh abnormalitas fibrilin yang
merupakan komponen jaringan ikat dari zonula. Beberapa mutasi titik
yang melibatkan gen fibrillin pada kromosom 15 dan 21 telah dilaporkan
dan mungkin berkaitan dengan serat zonular yang secara anatomis
berkurang fungsionalnya. Ciri yang menonjol dari sindrom Marfan adalah
bertubuh tinggi, arachnodactyly, kelemahan sendi, deformitas dinding
dada, prolapsus katup mitral, dilatasi aorta, miopia aksis, dan peningkatan
kejadian ablasio retina. Sekitar 50-80% pasien dengan sindroma Marfan
mengalami ektopia lentis (Gambar 5); dislokasi lensa terjadi pada sekitar
75% pasien dengan sindrom Marfan dan biasanya bilateral, simetris, dan
superiotemporal.1

Gambar 5. Ektopia lentis. Dislokasi lensa supertemporal pada mata


kanan pasien dengan sindrom Marfan.2

6
Ikatan dengan zonula biasanya masih utuh tetapi zonula menjadi
teregang dan memanjang. Ektopia lentis pada sindroma Marfan bersifat
kongenital pada kebanyakan kasus. Progresivitas dari subluksasi lensa
sebaiknya diobservasi dari waktu ke waktu agar posisi lensa dapat dijaga
tetap stabil.
Abnormalitas okuler yang berkaitan dengan sindroma Marfan
termasuk miopia aksis dan peningkatan risiko ablasio retina. Pasien dengan
sindroma Marfan dapat berkembang menjadi glaukoma sudut tertutup bila
dislokasi lensa ke bilik mata depan. Glaukoma sudut terbuka juga mungkin
terjadi. Selain itu, pada anak-anak dengan subluksasi lensa dapat
berkembang ambliopia jika kelainan refraksi yang terjadi pada mereka tidak
dikoreksi secara dini.1
2. Homosistinuria adalah penyebab paling umum kedua dari ektopia lentis
yang bersifat diturunkan. Homosistinuria merupakan gangguan autosomal
resesif, sejak lahir penderitanya sudah mengalami gangguan pada
metabolisme metionin. Level serum homosistin dan metionin meningkat
pada penderitanya. Penderita biasanya memiliki kulit yang terang dengan
rambut kasar, osteoporosis, retardasi mental (hampir 50%), gangguan
kejang, habitus marfanoid, dan sirkulasi yang buruk. Penderita dengan
homosistinuria juga dapat mengalami episode tromboembolik, dan setiap
tindakan pembedahan dan pembiusan umum pada penderita ini merupakan
ancaman utama untuk terjadinya tromboembolisme. Luksasio lentis
biasanya bersifat bilateral, simetris, dan inferonasal, dan terlihat di hampir
pada 90% penderita homosistinuria.
Oleh karena serat-serat zonula diketahui mempunyai konsenterasi
yang tinggi dari sistin, defisiensi sistin dapat mengganggu perkembangan
normal zonula; serat-serat zonula yang mengalami defisiensi sistin
cenderung rapuh dan mudah rusak. Kekurangan integritas zonular
sekunder akibat defek enzimatik dianggap sebagai penyebab utama dari
perpindahan lensa.1

7
3. Sindroma Weil-Marchesani yakni sindrom langka yang ditandai dengan
malformasi skeletal (misalnya, perawakan pendek, brachycephaly,
mobilitas sendi terbatas, penampilan otot yang berkembang dengan baik)
dan kelainan okuler (misalnya, ektopia lentis, mikrosferofakia, miopia
lentikuler). Pola pewarisan sifat dari penyakit ini belum dipahami dengan
baik. Mikrosferofakia adalah kelainan yang paling menonjol dari sindroma
ini (Gambar 5). Tingginya insidensi subluksasi lensa inferior sering
berkembang menjadi dislokasi dari keseluruhan lensa.1

Gambar 6. Microsferofakia dan dislokasi lensa


spontan pada pasien dengan sindrom Weil-
Marchesani.2
4. Hiperlisinemia yang merupakan gangguan metabolisme asam amino lisin
sejak lahir dapat berkaitan dengan ektopia lentis. Diagnosa ditegakkan
berdasarkan adanya peningkatan dari kadar lisin plasma. Penderita
gangguan ini menunjukkan retardasi mental dan hipotonus otot.
5. Defisiensi sulfit oksidase, merupakan gangguan metabolisme sulfur yang
bersifat autosomal resesif; gangguan ini amat jarang terjadi. Selain ektopia
lentis, manifestasi lain yang dapat terjadi pada penderita ini adalah
retardasi mental berat, kejang, dan kelainan sistem saraf pusat yang
berkembang dalam tahun pertama kehidupan.1
d. Gangguan mata primer terkait dengan ektopia lentis
Kondisi ektopia lentis juga dapat terjadi/termanifestasi pada ganguan mata
primer di bawah ini:
 Glaukoma kongenital/buphthalmos

8
 Sindrom pseudoeksfoliasi
 Sifilis/uveitis kronis
 Retinitis pigmentosa
 Megalokornea
 Aniridia
 Katarak hipermatur
 Tumor intraokuler
 Miopia

e. Penyakit sistemik yang jarang berhubungan dengan ektopia lentis


Di bawah ini merupakan penyakit sistemik yang kadang-kadang
bermanifestasikan ektopio lentis:
 Ehlers-Danlos
 Penyakit Crouzon
 Sindrom Refsum
 Sindrom Kniest
 Mandibulofacial dysostosis
 Sturge-Weber syndrome
 Sindrom Conradi
 Sindrom Pfaundler
 Sindrom Pierre Robin
 Sindrom Wildervanck
 Deformitas Sprengel

f. Kongenital Non-Herediter
Persistent fetal vasculature (PFV), yang juga diketahui sebagai persistent
hyperplastic primary vitreous (PHPV), merupakan malformasi okuler non-
herediter bersifat kongenital yang mengenai lensa. Pada 90% pasien, gangguan
ini bersifat unilateral. Jaringan putih, fibrosa, dan retrolental ditemukan,
seringkali berkaitan dengan opasifikasi korteksi posterior. Pembentukan katarak
progresif sering terjadi, yang biasanya katarak sempurna. Abnormalitas lain
yang berkaitan dengan PFV termasuk memanjangnya prosesus siliaris,
penonjolan pembuluh darah iris radial, dan pengkakuan arteri hyalid.1

2.5 Klasifikasi Ektopia Lentis

9
1. Subluksasi lensa
Akibat putusnya sebagian zonula Zinii, sehingga mengakibatkan lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien
menderita kelainan pada zonula Zinni yang rapuh seperti pada Sindrom
Marfan. Pada subluksasi kadang – kadang penderita tidak memberikan
keluhan kecuali keluhan myopia atau astigmat. Hal ini disebabkan karena
zonula Zinni putus sebagian maka lensa bebas mencembung. Selain itu dapat
pula ditemukan penurunan penglihatan diplopia, monokular dan iridodonesis
(iris tremulans).

2. Luksasi lensa anterior


Trauma atau kelainan kongenital yang mengakibatkan seluruh zonula
putus disertai perpindahan letak lensa ke depan akan memberikan keluhan
penurunan tajam penglihatan yang mendadak. Akibat kedudukan lensa di
dalam bilik mata depan akan terjadi gangguan pengaliran humor akuous
sehingga terjadi serangan glaukoma kongestif. Pasien akan mengeluh rasa
sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Pada
pemeriksaan akan ditemukan edema kelopak, injeksi siliar, edema kornea
dengan pupil lebar disertai terlihatnya lensa di dalam bilik mata depan.
3. Luksasi lensa posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa
posterior akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa
sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah
polus posterior fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada
lapang pandangannya akibat lensa mengganggu lapangan pandang. Mata ini
akan menunjukkan gejala afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +
10.0 D untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang
terlalu lama berada di polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat
degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

2.6 Manifestasi Klinis Ektopia Lentis

10
Secara umum gejala dan tanda yang dapat terjadi mengiringi ektopia lentis
adalah sebagai berikut1:
Gejala
Mata merah, nyeri, perubahan penglihatan yang diinduksi oleh miopia,
astigmatisme (akibat dorongan atau rotasi lensa), dan sejumlah masalah refraksi,
diplopia monokuler
Tanda
 Disposisi sebagian atau keseluruhan lensa
 Fakodonesis dan iridodonesis
 Abnormalitas zonula
 Abnormalitas sudut bilik mata tergantung dari posisi lensa
 Prolapsus vitrous

Gejala utama dari ektopia lentis adalah penurunan ketajaman


penglihatan karena subluksasi progresif dari lensa yang dapat menyebabkan
perubahan refraksi dan astigmatisme. Fakia dan afakia intermiten disebabkan
oleh perubahan dari lensa yang tersubluksasi juga dapat terjadi. Sehingga,
dapat ditemukan astigmatisme parah dan kondisi afakia yang dapat
menyebabkan terjadinya ambliopia.1

2.7 Patofisiologi Ektopia Lentis


Gangguan atau disfungsi dari serat zonular lensa, apapun penyebabnya (baik
trauma maupun kondisi yang diturunkan), adalah patofisiologi yang mendasari
terjadinya ektopia lentis. Tingkat kerusakan zonular menentukan tingkat
perpindahan lensa.
Apabila zonula Zinii putus sebagian akibat suatu mekanisme traumatik, maka
lensa akan mengalami subluksasi dan apabila seluruh zonula Zinii putus karena
penyebab yang sama, maka lensa akan mengalami luksasi kedepan (luksasi
anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior).

11
Selain oleh karena proses traumatik, subluksasi lensa dapat juga terjadi secara
spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula Zinn yang rapuh seperti
pada sindroma Marfan, sindroma Ehlers-Danlos, dan homosistinuria.1

2.8 Diagnosis Ektopia Lentis


Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan gangguan penglihatan yang biasanya muncul
meliputi2:
 Mata merah yang terasa nyeri (sekunder akibat trauma)
 Penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh (sekunder akibat astigmatisme
atau miopia)
 Visus jarak dekat yang buruk (kehilangan daya akomodasi)
 Diplopia monokuler
Tanyakan jika ada riwayat trauma mata. Cari riwayat yang rinci mengenai
Pemeriksaan Fisik
Oleh karena keterkaitan adanya gangguan sistemik yang berkaitan dengan
ektopia lentis, maka seorang dokter harus melakukan pemeriksaan fisik secara
komprehensif pada penderita apalagi dalam kondisi dimana etiologi yang mendasari
belum ditentukan. Pemeriksaan mata sebaiknya mencakup pemeriksaan berikut:
Visus
 Ektopia lentis berpotensi menurunkan visus.
 Ketajaman visus bervariasi sesuai dengan derajat malposisi lensa.
 Ambliopia adalah penyebab umum dari visus yang menurun pada ektopia
lentis kongenital dan dapat dicegah serta diobati.
Pemeriksaan Okular Eksternal
 Perhatian terhadap anatomi orbita penting untuk mengevaluasi malformasi
herediter (misalnya, enoftalmos dengan penampilan wajah miopati yang
terlihat pada pasien dengan sindrom Marfan).
 Mengukur diameter kornea (adanya megalokornea dikaitkan dengan sindrom
Marfan).
 Strabismus tidak jarang terjadi (sekunder akibat ambliopia).

12
Retinoskopi dan Refraksi
 Pemeriksaan retinoskopi dan refraksi yang hati-hati merupakan hal yang
penting, karena sering ditemukannya miopia dengan astigmatisme pada
pemeriksaan ini.
 Keratometri dapat membantu memastikan derajat astigmatisme kornea.

Pemeriksaan dengan Slit Lamp


 Mengevaluasi posisi lensa, dan mengidentifikasi fakodonesis atau katarak.
 Mengukur tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokuler dapat
mengindikasikan adanya glaukoma sekunder. Penyebab glaukoma pada
ektopia lentis meliputi blok pupil, fakoanafilaktik dan fakolitik, resesi sudut
pasca trauma, kurang berkembangnya struktur sudut, dan lensa berada dalam
ruang anterior.
Pemeriksaan fundus
 Ablasio retina merupakan salah satu konsekuensi serius dari dislokasi lensa

2.9 Diagnosis Banding Ektopia Lentis


Diagnosis banding ektopia lentis didasarkan pada beberapa gangguan yang
dapat menimbulkan manifestasi disposisi dari lensa, di antaranya:
 Ektopia lentis akibat trauma: adanya riwayat trauma, biasanya unilateral,
adanya tanda-tanda trauma.
 Ektopia lentis akibat pseudoeksfolitasi: adanya material pseudoeksfolitasi
pada kapsul lensa anterior, peningkatan pigmen pada sudut bilik mata.
 Katarak traumatik5: riwayat trauma, biasanya unilateral, gambaran stellate
atau rosette, dapat stabil atau progresif.
 Ektopia lentis sederhana: adanya riwayat keluarga (biasanya autosomal
dominan), biasanya bilateral, lensa biasanya tergeser ke arah supratemporal,
tidak ada abnormalitas okular atau sistemik lainnya.
 Ektopia lentis akibat sindroma Marfan: autosomal dominan, bilateral, lensa
tergeser ke arah supratemporal, araknodaktili, sendi yang dapat
terhiperekstesi, kelainan jantung.

13
 Ektopia lentis akibat homosistinuria: autosomal resesif, lensa tergeser ke arah
nasal atau inferionasal, araknodaktili, gangguan kardiovaskular, retardasi
mental, kelainan platelet, kejadian tromboembolik setelah anestesi umum
pemeriksaan nitroprusida.
 Ektopia lentis akibat sindroma Weill-Marchesani: mikrosferofakia
brakimorfia, brakidaktili, brakisefali.
 Ektopia lentis akibat sindroma Ehlers-Danlos: sklera yang tipis
 Ektopia lentis akibat defisiensi oksidase sulfit: bilateral, kekakuan otot,
retardasi mental.
 Ektopia lentis akibat hiperlisinemia: retardasi mental dan hipotonia.

2.10 Penatalaksanaan Ektopia Lentis


Perawatan Medis
Dalam perawatan, diperlukan manajemen multidisiplin yang melibatkan ahli
penyakit dalam dan anak. Pembatasan diet mungkin cukup efektif pada pasien
dengan homosistinuria. Perbaikan dari aneurisma aorta terdiseksi pada sindrom
Marfan dapat menyelamatkan hidup pasien. Jika ditemukan suatu kondisi
herediter, konseling genetik yang sesuai harus diberikan (artinya hanya edukasi
yang menjadi prioritas). Selain itu, semua kerabat dengan risiko yang berpotensi
juga harus diperiksa.
Beberapa penangangan dasar yang penting dalam penanganan ektopia lentis
adalah:1
 Penglihatan kabur yang disebabkan oleh dislokasi lensa dapat dikoreksi
dengan kacamata atau lensa kontak
 Penggunaan kacamata afakik (pemrefraksi di sekitar lensa), dikombinasikan
dengan sulfas atropin 1% OD untuk melebarkan pupil, langkah ini diambil
sebagai cara alternatif
 Pada kasus-kasus yang berat, lensa mungkin perlu dilakukan pelepasan.
Semua cara ini harus dilakukan untuk menghindari pembedahan hingga ada
cara yang lebih baik untuk mendapatkan penglihatan yang adekuat karena

14
ditakutkannya komplikasi dari pembedahan. Artificial lense dapat digunakan
setelah tindakan.
Tindakan Pembedahan
Lensectomy yang merupakan proses koreksi penglihatan untuk penderita
ektopia lentis. Pada prosedur ini, lensa mata akan dibuang dan diganti dengan lensa
buatan khusus dengan kemampuan fokus yang jelas. Prosedur ini digunakan untuk
koreksi yang sangat tinggi, atau ketika operasi dengan menggunakan sinar laser
tidak dianjurkan. Setiap mata dikoreksi pada hari pembedahan yang berbeda.
Adapun indikasi dari lansectomy adalah sebagai berikut:
 Lensa di dalam ruang anterior (salah satunya akibat luksasi anterior)
 Uveitis yang diinduksi lensa
 Glaukoma yang diinduksi lensa
 Opasitas lentikular dengan fungsi visual yang buruk
 Anisometropia atau kesalahan refraksi tidak setuju untuk dilakukan koreksi optik
(misalnya, pada anak untuk mencegah ambliopia)
 Dislokasi lensa yang mungkin akan terjadi

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

- Nama : Tn. W
- Usia : 16 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Pekerjaan : Pelajar SMP
- Alamat : Pulai Naiah

15
ANAMNESA

- Keluhan utama :
Pasien mengeluhkan penglihatan yang kabur sebelah kanan sejak kelas 5 SD

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Penglihatan mata kanan dirasakan kabur sejak kelas 5 SD, awalnya pasien
dimarahi oleh ibunya, karena bermain diluar rumah hingga maghrib, karena
kesal, ibu pasien mengambil hanger dan memukulnya kearah bahu, karena
reflek pasien mengelak dan hanger membentur mata pasien sebelah kanan.
Mata merah dan nyeri beberapa jam setelah kejadian
- Pasien tidak mengeluhkan pusing

- Tidak ada gangguan kesembangan

- Gatal pada sekitar mata tidak dirasakan

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak ada riwayat penyakit dahulu yang bermakna

Riwayat penyakit keluarga :

- Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang bermakna

Riwayat pemakaian kacamata :

- Tidak ada

Riwayat Pengobatan :

- Tidak ada

Status Oftalmologis : Inspeksi

Kiri Kanan

16
Palpebra Normal Normal
Silia Normal Normal
Apparatus Lakrimalis Normal Normal
Konjungtiva Normal Anemis
Bola mata Bulat Normal Bulat Normal
Kornea Jernih Jernih
Mekanisme Muskular Normal Normal
Iris Coklat Normal Coklat, ada bagian yang
tidak tertutup iris
Pupil Bulat Bulat
Lensa Normal Dislokasi

Palpasi
Kiri Kanan
Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada
Masa Tumor Tidak ada Tidak ada
Plak Tidak ada Tidak ada

Visus
Kiri : 20/30
Kanan : 3/60

Foto Klinis

17
Diagnosa Kerja
Subluksasi Okuli Dextra ec Trauma
Diagnosa Banding
- Ektopia lentis akibat pseudoeksfolitasi
- Ektopia lentis akibat sindroma Marfan
- Ektopia lentis akibat sindroma Weill-Marchesani
- Ektopia lentis akibat sindroma Ehlers-Danlos
Penatalaksanaan
Bedah Lansectomy
Prognosa
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Fungsionam : Malam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

BAB IV
KESIMPULAN

Ektopia lentis didefinisikan sebagai disposisi atau malposisi lensa kristalin


bola mata dari posisi normalnya. Ektopia lentis merupakan kondisi yang jarang
terjadi. Insidensi dalam populasi umum tidak diketahui secara pasti. Penyebab yang
paling sering dari ektopia lentis adalah trauma pada mata. Pada kasus ektopia lentis
tanpa riwayat trauma patut dicurigai akan adanya penyakit herediter atau gangguan
mata primer lain yang berkaitan dengan kondisi ektopia tersebut.
Ektopia lentis dapat mengakibatkan gangguan visus yang nyata, yang
bervariasi sesuai dengan derajat disposisi lensa dan abnormalitas yang menjadi
etiologinya. Pasien biasanya datang dengan keluhan mata merah yang disertai dengan
rasa nyeri pada mata, gangguan visus jarak dekat ataupun jauh. Pada pemeriksaan

18
mata dapat ditemukan ambliopia, glaukoma, atau ablasio retina yang merupakan
komplikasi paling serius dari penyakit ini.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan mata yang komprehensif untuk mendapatkan etiologi ataupun penyakit
sistemik lain yang mungkin menjadi penyebab ektopia lentis.
Tatalaksana ektopia lentis didasarkan pada etiologi dan derajat dislokasi lensa
serta gejala yang dialami pasien. Tatalaksana dapat berupa pembatasan diet tertentu,
hingga tindakan operasi (seperti lensectomy). Komplikasi yang dapat terjadi adalah
ambliopia, uveitis, glaukoma, dan ablasio retina. Umumnya pasien memiliki
prognosis yang baik, hal ini dipengaruhi oleh derajat dislokasi lensa, usia onset
ektopia lentis, dan komplikasi yang diakibatkan oleh ektopia lentis.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Dwiningrum RR. Ektopia Lentis.


https://www.scribd.com/document/347833408/Referat-Ektopia-
Lentis/2014/24/12.
2. Maulana L. Dislokasi Lensa.
https://www.scribd.com/document/291810673/Referat-Dislokasi-
Lensa/2015/12/01.

20

Anda mungkin juga menyukai