M. Aidil Meika jasmi 07120020 Srigunda Arisya F 08103 Preseptor : Dr. M. Yunus Sp. THT-KL Pendahuluan LPR jejas pada laringofaring yang diakibatkan aliran balik isi lambung ke daerah laringofaring suara serak, throat clearing, sekret di belakang hidung, kesulitan menelan, batuk kronik, perasaan mengganjal di tenggorokan. Di negara barat 10-15%, usia > 40 tahun ( 35 % ) Batasan Masalah : Referat ini membahas tentang anatomi dan fisiologi laring faring, definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan penatalaksanaan LPR. Tujuan penulisan : Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca tentang LPR dan sebagai syarat menjalani kepaniteraan klinik di bagian THT. Metode Penulisan : Referat ini merupakan tinjaun kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur
Laring Laring adalah rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan setinggi vertebra cervicalis IV VI, pada anak- anak dan wanita relatif lebih tinggi
Tulang kartilago Otok Ekstrinsik Laring Terbagi atas : 1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu : - M. Stilohioideus - M. Milohioideus - M. Geniohioideus - M. Digastrikus - M. Genioglosus - M. Hioglosus 2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu : - M. Omohioideus - M. Sternokleidomastoideus - M. Tirohioideus Otok Ekstrinsik Laring
Otot Instrinsik Laring Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik M. Krikotiroideus M. Krikotiroideus lateral 1. Otot-otot adduktor : untuk menutup pita suara
M. Krikoaritenoideus posterior 2. Otot-otot abduktor : untuk membuka pita suara Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus 3. Otot-otot tensor : untuk menegangkan pita suara Otot Instrinsik Laring Laringoskopi Inderek
Persarafan 1.Nn. Laringeus Superior. Cabang Interna Cabang Eksterna 2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren). Sensoris Motoris Vaskularisasi FISIOLOGI Fonasi Proteksi Respirasi Menelan Refleks batuk Sirkulasi Emosi Fonasi Suara aliran udara respirasi yang konstan interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya ruangan resonansi Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada. Fonasi Ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis menggetarkan plika vokalis otot-otot laring posisikan plika vokalis (adduksi) dan menegangkan plika vokalis. Kerja dari otot-otot pernafasan dan tekanan pasif sebabkan tekanan ruang subglotis meningkat, melebihi kekuatan otot celah glotis terbuka. Plika vokalis membuka arah dari posterior ke anterior. Setelah terjadi pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat (kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan aerodinamik Proteksi Benda asing tidak dapat masuk ke laring reflek otot-otot yang bersifat adduksi rima glotis tertutup. Saat menelan pernafasan berhenti sejenak rangsangan reseptor pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Respirasi Inspirasi diafragma ke bawah memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang kontraksinya sebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO 2 dan O 2 arteri serta pH darah. Bila pO 2 tinggi akan menghambat pembukaan rima glotis, dan sebaliknya. Hiperkapnia dan obstruksi laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris. Menelan
Berkontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan faringoesofageal. Menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis Laring menutup untuk mencegah makanan masuk ke saluran pernafasan sehingga makanan atau minuman terdorong ke lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke hiatus esofagus Epiglotis lebih datar membentuk papan penutup aditus laringeus, Reflex batuk Bentuk plika vokalis palsu berfungsi sebagai katup sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan laring dari ekspansi benda asing pada mukosa laring. Anatomi faring Faring kanting fibromuskular yang berbentuk seperti corong, mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebre servikal 6. Faring terbagi atas : Nasofaring Orofaring Hipofaring (laringfaring)
Mukosa nasofaring mukosa bersilia berselgoblet, epitel torak berlapis Mukosa orofaring dan hipofaring epitel gepeng berlapis dan tidak bersilia Otot faring otot sirkuler dan longitudinal Otot sirkuler m. konstriktor faring superior, media, dan inferior. Fungsi untuk mengecilkan lumen faring, dipersarafi n.x Otot longitudinal m. stilofaring dan m. palatofaring berfungsi waktu menelan M. stilofaring melebarkan faring dan menarik laring, dipersarafi n.IX M. palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring, dipersarafi n.x Pendarahan yang utama berasal dari cabang a. karotis ekstrena ( cabang faring asenden dan cabang fasial ) serta dari cabang a. maksila interna yaitu cabang palatina superior. Fungsi faring : Fungsi menelan Fungsi faring dalam proses bicara Definisi asam lambung bergerak retrograd kearah esofagus bagian atas, faring dan laring jejas mukosa laringofaring gangguan pada fungsi dan anatomi laring Epidemiologi Paling sering ditemukan di negara barat Mengenai usia > 40 tahun (35%) Menurut Qadeer dkk tahun 2005 15-20% memiliki gejala LPR dan hanya 15 % yang berkunjung ke spesialis THT Pria : wanita 55% : 45% Bisa terjadi pada bayi dan anak Etiologi refluks secara retrograd asam lambung atau isinya seperti pepsin kesaluran esofagus atas cedera mukosa karena trauma langsung. kerusakan silia yang menimbulkan tertumpuknya mukus aktivitas mendehem dan batuk kronis akibatnya akan sebabkan iritasi dan inflamasi Patofisiologi 4 sistem penghalang saluran nafas atas Sfingter esofagus bawah Pembersihan asam dengan motor esofagus Resistensi jaringan esofagus Patologi yang terjadi : Cedera langsung pada laring dan jaringan sekitar akibat refluk dari asam lambung dan pepsin Rangsangan reflek vagal Proteksi enzim carbonik anhidrase III dan Squamous ephitelial stress protein Sep 70 Patofisiologi terkait predisposisi Jenis kelamin perempuan Faktor usia Kebiasaan hidup Manifestasi klinis Pengumpulan mukus di laring Post nasal drip Batuk dan tersedak Rasa terbakar di dada 37% dan regurgitasi 3% Asma dan sinusitis Edema plika vokalis Suara serak Globus pharyngeus Nyeri tenggorokan Throat clearing Gejala pada bayi dan anak-anak : Batuk menggonggong Aktivitas berlebihan saluran nafas atas Ngorok (stridor) dan gangguan nafas (apnea) Tersedak / aspirasi makanan Gagal tumbuh Perbedaan LPR dan GERD LPR 1. Defek sfingter esofagus atas 2. Berkaitan dengan posisi badan tegak 3. Refluk terjadi siang hari 4. Keluhan rasa terbakar di dada <40% 5. Gejala esofagitis hanya 25% 6. Refluk intermiten dengan motilitas esofagus normal GERD 1. Defek sfingter esofagus bawah 2. Berkaitan dengan posisi badan berbaring 3. Refluk terjadi malam hari 4. Keluhan rasa terbakar di dada selalu ada 5. Gejala esofagitis selalu ada 6. Refluk lama dengan gangguan motilitas esofagus
Diagnosis Anamnesa Menurut Befalsky diagnosis LPR dapat ditegakkan menggunakan Reflux Symptom Index (RSI) skoring total 45 kemungkinan LPR jika skor >13 Ditanyakan juga faktor predisposisi merokok, alkohol, gaya hidup kriteria skor Suara serak/gangguan suara 0-5 Throat clearing/mendehem 0-5 Post nasal drip 0-5 Batuk setelah makan/berbaring 0-5 Kesulitan bernafas/tersedak 0-5 Batuk kronis 0-5 Perasaan mengganjal di tenggorokan 0-5 Rasa terbakar di dada 0-5 Pemeriksaan Fisik Menurut Befalsky diagnosis LPR dapat ditegakkan menggunakan Reflux Finding Score (RFS) skoring total 26 95% LPR jika skor >7
0-4 Edema pita suara 0-4 Edema laring menyeluruh 0-4 Hipertrofi komisura posterior 0-4 Granuloma 0-2 Mukus endotrakeal 0-2 Hipertrofi komissura posterior Granuloma Pseudosulkus vokalis Obliterasi ventrikel Pemeriksaan penunjang Laringoskopi fleksibel Monitor pH 24 jam di faringoesofageal Pemeriksaan endoskopi Pemeriksaan esofaguskopi dengan bubur barium Pemeriksaan histopatologis Tes PPI Pemeriksaan laringoskop langsung penatalaksanaan Modifikasi diet dan gaya hidup Medikamentosa (PPI, H2 blocker, antasid, agen prokinetik) Terapi pembedahan Terapi pembedahan Obat-obatan seperti H2 blocker Posisi vertikal 30 menit setelah makan Lebih sering disusui Terapi pada bayi dan anak : Prognosis 90% mengalami kesembuhan jika disertai modifikasi gaya hidup 83% mengalami kesembuhan setelah diterapi dengan omeprazol selama 6 minggu 86% mengalami kesembuhan setelah diterapi dengan lansoprazol 2x30mg selama 8 minggu Kesimpulan LPR merupakan suatu keadaan diana asam lambung bergerak secara rerograd ke arah esofagus bagian atas, faring dan laring. Hal ini akan menyebabkan timbulnya gejla suara serak, throat clearing, sekret dibelakang hidung, kesulitan menelan, batuk setelah makan, batuk kronis, perasaan mengganjal di tenggorokan. LPR refluks retrograd asam lambung atau isinya cedera mukosa kerusakan silia penumpukan mukus, mendehem, dan batuk kronis. Diagnosis anamnesis dan pemeriksaan fisik Reflux symptom index (RSI) 13 kemungkinan LPR Reflux finding score (RFS) 7 dengan tingkat keyakinan 95% dapat didiagnosis LPR Penanganan LPR modifikasi gaya hidup dan diet, terapi farmakologis, dan terapi bedah. Angka keberhasilan terapi cukup tinggi bahkan sampai 90% dengan catatan terapi harus diikuti dengan modifikasi diet dan gaya hidup.