BLOK 10 MODUL 1
PENYAKIT INFEKSI PROTOZOA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 7
SOFIA APRIYANTI 1710015035
IKA SARI OKTAFIANI 1710015046
GUSTI FERRI SANDARIA 1710015048
YOHANES ABELIO DIRGUSMA 1710015071
AINURFAIZ FIQRIDIYANTO 1710015078
DEENADEARLOVA PUTRI DARYANI 1710015086
AYU APRILIA NAHDAH 1710015097
LAILA FATIMATUS ZAHRO 1710015108
ANNISA SRI LESTARI 1710015111
WA ODE NURUL AZKIAH 1710015117
Tutor :
Dr. dr. Sjarif Ismail, M.Kes
DR. Krispinus Duma, SKM., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “Penyakit Infeksi Protozoa” tepat pada waktunya. Laporan ini kami
susun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil
(DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. Dr. dr. Sjarif Ismail, M.Kes dan DR. Krispinus Duma, SKM., M. Kes
selaku tutor kelompok 7 yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan diskusi kelompok kecil (DKK).
2. Teman-teman kelompok 7 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan
dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok
kecil (DKK).
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2017 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini
sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil
diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Kelompok 7
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
1.
2.
2.1. Skenario........................................................................................ 3
2.2. Identifikasi Istilah Sulit................................................................... 3
2.3. Identifikasi Masalah....................................................................... 4
2.4. Analisa Masalah............................................................................ 4
2.5. Strukturisasi Konsep...................................................................... 6
2.6. Learning Objective......................................................................... 6
2.7. Belajar Mandiri............................................................................... 7
2.8. Sintesis Masalah............................................................................ 7
1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan.................................................................................... 36
3.2. Saran ............................................................................................ 36
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Diskusi kelompok yang telah kami lakukan memiliki beberapa tujuan
pembelajaran, yaitu:
1. Mahasiswa lebih mengetahui secara mendalam tentang penyakit
yang berkaitan dengan infeksi protozoa yaitu malaria dan dapat
membedakannya dengan demam yang hampir serupa, yaitu demam
karena infeksi virus dengue dan demam tifoid.
1
2. Mahasiswa mampu mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,
patomekanisme, symptom and sign, penegakan diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan, dan komplikasi dari malaria.
1.3 Manfaat
Manfaat dari modul ini adalah mahasiswa bisa mengetahui penyakit
yang berhubungan dengan infeksi protozoa yaitu malaria dan dapat
membedakannya dengan demam yang hampir serupa, yaitu demam
karena infeksi virus dengue dan demam tifoid, dan demam chikungunya
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.
2.
2.1. SKENARIO
3
2.3. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Kenapa demamnya hilang timbul dan mengapa Amir menggigil?
2. Apakah penyakit Amir ditentukan dari lokasinya?
3. Mengapa Amir dirujuk ke RS tipe C?
4. Apakah interpretasi dari hasil lab tersebut?
5. Mengapa dilakukan pemeriksaan penunjang?
6. Bagaimana penanganan pada kasus Amir?
7. Bagaimana pencegahannya?
8. Mengapa mual muntah, sakit kepala dan gejala lainnya?
9. Apa faktor penyebab penyakit tersebut?
10. Apakah diagnosis banding pada kasus Amir?
4
Cuci tangan
Meningkatkan kewaspadaan
Mencegah gigitan nyamuk
Mencegah vektor kemoprofilaksis
Pola hidup sehat
3M (Menguras, Menutup, Mengubur)
5
2.5. STRUKTURISASI KONSEP
6
E. Patofisiologis
F. Manifestasi klinik
G. Diagnosis
H. Diagnosis banding
I. Penanganan dan Pencegahan
Definisi
Epidemiologi
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika,
Asia, Amerika (bagian Selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan
Caribia. Lebih dari 1.6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan
dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun.
Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada,
Negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Taiwan,
Japan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar dari malaria
karena vector kontrolnya yang baik; walaupun demikian di negara tersebut
makin banyak dijumpai kasus malaria yang di impor karena pendatang dari
negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria.
7
Tenggara, negara Oceania dan India umumnya P.falciparum dan P.vivax,
P.ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan Timur mulai dari
Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Nusatenggara Timur serta Timor
Timur merupakan daerah endemis malaria dengan P.falciparum dan
P.vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jambi
dan Batam kasus malaria cenderung meningkat. Populasi yang beresiko
terhadap malaria ialah 113 juta dari 218 juta masyarakat Indonesia.
Walaupun demikian jumlah kasus malaria telah menurun dari 2.8 juta
tahun 2001 menjadi 1.2 juta kasus pada tahun 2008.
Etiologi
Siklus Hidup
8
daya tahan tubuh dan spesies plasmodium (pada “palsmodium falciparum”
sangat pendek).
9
Manusia merupakan hospes perantara sedangkan nyamuk adalah
hospes definitif untuk infeksi plasmodium ini. Siklus kehidupan aseksual
(skizogoni) ditemukan pada manusia, sedangkan siklus kehidupan parasit
yang seksual (sporogoni) ditemukan pada nyamuk. Dalam siklus aseksual 1
eritrosit yang terinfeksi akan menghasilkan 6-32 merozit pada setiap kejadian
sporulasi. Infeksi oleh plasmodium malaria merupakan infeksi yang paling
ringan, hanya eritrosit matang yang diserang, siklus aseksual berlangsung
72 jam, jadi setelah 72 jam timbul generasi baru (merozoit) yang akan
menyerang eritrosit yang lain. Jumlah merozoit pun hanya 6-12 saja dari
hasil sporulasi dalam 1 eretrosit. Hanya terjadi 1-2% saja eritrosit yang
terinfeksi (parasitemia). Infeksi, oleh plasmodium falciparum merupakan
yang terberat, karena parasit ini menyerang baik retikulosit maupun eritrosit
matang, skizogoni berlangsung cepat dalam 36-48 jam.
10
Patogenesis
Patogenesis
Peranan Sitoadherens
11
Pada permukaan eritrosit yang terinfeksi parasit akan timbul tonjolan-
tonjolan yang disebut Knob. Pada knob tersebut terdapat berbagai protein
seperti HRP-1, PfEMP-1, PfEMP-2 (MESA). Protein parasit yang berperan
paling penting pada sitoadherens adalah PfEMP-1. Protein ini akan berikatan
dengan berbagai molekul adhesi pada permukaan endotel pembuluh darah
sebagai reseptornya, yaitu CD 36, CD 31, ICAM-1, ELAM-1 (E-selektin), VCAM-
1, trombospondin, asam hialuronat, kondroitin sulfat (CSA).
Peranan Sekuestrasi
Peranan Rosetting
12
obstruksi aliran darah local/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya
sitoadheren.
Peran Sitokin
Sitokin terbenduk dari sel endotel, monosit dan magrifag setelah mendapat
stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI). Sitokin ini antara lain TNF- α (tumor
necrosis factor-alpha). Interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), interleukin-3 (IL-
3), TL (lymphotoxin) dan interferongamma (INF-ˠ). Dari beberapa penelitian
dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan
komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF- α, IL-1, IL-6 lebih
rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena
juga dijumpai penderita malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi.
Oleh karenanya diduga adanya peran dari neurotransmitter yang lain sebagai
free-redical dalam kaskade ini seperti nitrit-oksida sebagai factor yang pernting
dalam pathogenesis malaria berat.
13
Patofisiologi
14
Manifestasi Klinis
15
Trias malaria lebih sering terjadi pada infeki Plasmodium vivax. Periode
tidak panas berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam pada
Plasmodium vivax dan ovale, 60 jam pada Plasmodium malariae. Timbulnya
gejala trias malaria ini juga dipengaruhi tingginya kadar TNF-alfa (FKUI, 2015).
Gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi malaria yaitu anemia.
Beberapa mekanisme terjadinya malaria ialah (FKUI, 2015) :
16
Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M. Vivax/ M. Benign
Pada hari-hari pertama panas ireguler, kadang remiten atau intermiten.
Serangan paroksismal biasanya terjadi pada waktu sore hari. Pada
minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14
hari, limpa masih bisa membesar dan panas masih berlangsung (FKUI,
2015).
17
Diagnosis
1. Anamnesis
Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan
keadaan berupa gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, keadaan umum
yang lemah, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning,
perdarahan hidung, gusi, atau saluran pencernaan. Pada penderita malaria
berat sering ditemukan nafas cepat dan atau sesak nafas, muntah terus-
menerus dan tidak dapat makan minum, warna air seni seperti teh tua dan dapat
sampai kehitaman, jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria).
(Depkes RI, 2008)
2. Pemeriksaaan Fisik :
a. Demam (T ≥ 37,5°C).
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
c. Pembesaran limpa (splenomegali).
18
d. Pembesaran hati (hepatomegali).
3. Pemeriksaan Laboratorium
200
19
(Depkes RI, 2008)
Diagnosis Banding
Etiologi
20
Disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan terdiri dari empat serotipe: DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Serotipe yang paling dominan dan ditemukan pada kasus DBD
adalah DEN-3.
Patogenesis
Virus Dengue ditransmisi melalui nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus. Vektor tersebut tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di
berbagai belahan dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi perifer manusia
melalui gigitan nyamuk. Virus akan berada didalam darah sejak fase
akut/fase demam hingga klinis demam menghilang. Demam merupakan
tanda utama infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi, selama 2 – 7 hari.
Demam juga disertai gejalan lain seperti lesu, anoreksia, dan muntah. Pada
DBD, terjadi peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan
kebocoran plasma ke jaringan. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan syok
hipovolemia. Pada kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati
lebih sering ditemukan. Trombositopenia pun terjadi akibat beberapa
mekanisme yang kompleks, seperti gangguan megariositopoiesis serta
peningkatan destruksi dan konsumsi trombosit.
Gejala Klinis
Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan
peredaran darah (circulatory failure). Fenomena patofisiologi utama yang
menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terdapat
perdarahan kulit, uji tournique positif, memar, dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak,
muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran
pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan
yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungvita
21
kadang – kadang ditemukan. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan
eritema pada telapak tangan/telapak kaki.
Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
- Demam: tinggi, bersifat kontinu, dan berlansung selama dua hingga
tujuh hari pada kebanyakan kasus.
- Adanya tanda – tanda perdarahan, termasuk uji turniket positif,
petekie, epistaksis, perdarahan gusi, dan hematemesis.
- Temuan hepatomegali.
- Tanda – tanda syok
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Trombositopenia (≤ 100.000/mm3)
- Hemokonsentrasi: peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari nilai awal.
Definisi
Infeksi sistemik oleh bakteri Salmonella sp. Sebagian besar kasus terjadi
pada anak berusia >5 tahun.
Etiologi
Sekitar 95% kasus demam tifoid di Indonesia disebabkan oleh S. typhi,
sementara sisanya disebabkan oleh S. paratyphi. Keduanya merupakan
bakteri Gram - negatif. Masa inkubasi sekitar 10 - 14 hari.
Patogenesis
Bakteri awalnya masuk bersama makanan hingga mencapai epitel usus
halus (ileum) dan menyebabkan inflamasi lokal, fagositosis, serta plepasan
endotoksin di lamina propria. Bakteri kemudian menembus dinding usus
hingga mencapai jaringan limfoid ileum yang disebut plak Peyer. Daru
tempat tersebut, bakteri dapat masuk ke aliran limfe mesenterika hingga ke
aliran darah, bertahan hidup dan mencapai jaringan retikuloendotel untuk
bermultiplikasi memperoduksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP
di dalam kripta usus yang menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke lumen
22
interstinal. Selanjutnya, bakteri kembali beredar ke sirkulasi sistemik dan
menginvasi organ lain, baik intra maupun ekstraintestinal.
Gejala Klinis
Diagnosis
Diagnosis demam tifoid ditegakkan apabila ditemukan gejala klinis tifoid yang
didukung dengan minimal salah satu pemeriksaan penunjang berikut:
Uji diagnostik lainnya yang lebih sensitif dan spesifik, seperti serologi
IgM, Immunoblotting, DNA probe, serta pemeriksaan PCR.
Biakan Salmonella typhi.
Definisi
Suatu penyakit infeksi virus akut yang ditandai dengan sekumpulan gejala
yang mirip dengan gejala infeksi virus dengue.
Etiologi
Virus chikungunya termasuk genus alphavirus dan famili dari Togaviviridae,
yang dibuktikan dengan menggunakan tes antigenik hemaglutinasi inhibisi
(HI) dan complemen fixation (CF) test. Virus chikungunya merupakan partikel
berbentuk sferis berdiameter kurang lebih 42 nm. Virus ini memiliki
pembungkus yang mengandung lipid dengan tonjolan halus. Intinya
23
berdiamater kurang lebih 25-30 nm yang pada potongan melintang
berbentuk heksagonal dan virus ini memiliki genom single strainded RNA.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa demam tinggi mendadak selama 1
– 6 hari, disertai dengan sakit kepala, fotofobia ringan, mialgia, dan atralgia
yang melibatkan berbagai sendi, serta dapat pula disertai anoreksia, mual,
dan muntah. Nyeri sendi (atralgia dan/atau atritis) merupakan gejala yang
menonjol dan dapat menjadi persisten. Pada kulit sering ditemukan adanya
petekiae atau ruam makulopapular pada tubuh dan ekstremitas yang
mengikuti atau terjadi dengan segera setelah demam. Pada saat ini sering
terjadi limfadenopati hebat. Demam pada umumnya akan mereda setelah 2
hari, namun keluhan lain, seperti nyeri sendri, penyakit dengue dan
chikungunya sama. Infeksi chikungunya lebih cepat durasinya dibandingan
dengan dengue. Ruam makulopapular terminal, atralgia atau atritis dan
injeksi konjungtiva lebih umum pada chikungunya dibandingkan dengan
dengue. Syok dilaporkan jarang terjadi pada chikungunya.
Diagnosis
Ditegakkan dari pemeriksaan serologi yang terlihat dari peningkatan antibodi
yang signifikan setelah timbulnya penyakit. Sampel serum yang diambil
sampai dengan hari ke – 5 dari onset demam tidak akan mengandung HI,
CF, dan neutralizing antibody. Neutralizing dan HI antibodi umumnya terjadi
pada sampel yang dikumpulkan 2 minggu atau setelah onset demam.
Complement fixing antibody berkembang lebih lambat. Isolasi virus dilakukan
dengna inokulasi serum fase akut atau materi intraserebri yang
mencurigakan pada tikus usia 1 atau 2 hari atau kultur jaringan. Pada pasasi
awal, kematian dapat terjadi dalam waktu 2 -5 hari setelah inokulasi. Sel vero
dan tikus yang menyusui sama – sama efektif untuk isolasi primer.
24
PENANGANAN MALARIA
25
yang oral, perenteral/injeksi, dan suppositoria(Ilmu Penyakit Dalam,
2014).
PENGOBATAN ACT (ARTEMISININ BASE COMBINATION THERAPY)
Dikutip dari buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesia Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi mudah
mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan
petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan
obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base Combination
Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap
(fixed dose combination = FDC) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed
dose combination). Sampai dengan tahun 2010 WHO telah
merekomendasikan 5 jenis ACT, yaitu :
Artemether + Lumefantrine (FDC)
Artesunate + Mefloquine
Artesunate + Amodiaqine
Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
Dihidroartemisinin + Piperakuine (FDC)
26
kuning). Pada dosis orang dewasa dengan BB diatas 50 kg diberikan
dosis pengobatan hari I sampai dengan hari ketiga masing-masing
minum 8 tablet yang terdiri dari 4 tablet artesunate dan 4 tablet
amodiakuin. Pengobatan ACT saat ini memakai dosis pemberian selama
3 hari.
0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 - 9 10 - 14 > 15
Hari Jenis obat bulan bulan tahun tahun tahun tahun
0 - 4 kg 4 - 10 10 - 20 20 – 40 40 – 60 > 60 kg
kg kg kg kg
1 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ 1 2 3 4
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
2 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
27
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 - 9 10 - 14 > 15
Jenis
Hari bulan bulan tahun tahun tahun tahun
obat
0 - 5 kg 6 - 10 11 - 17 18 - 30 31 - 60 > 61 kg
kg kg kg kg
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
28
Berat
15 – 24 25 – 34
Badan Jam 5 – 14 kg > 34 kg
kg kg
(Kg)
1 A-L 0 jam 1 2 3 4
A-L 8 jam 1 2 3 4
2 A-L 24 jam 1 2 3 4
A-L 36 jam 1 2 3 4
3 A-L 48 jam 1 2 3 4
A–L 60 jam 1 2 3 4
0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 – 9 10 – 14 > 15
Jenis
Hari bulan bulan tahun tahun tahun tahun
obat
0 – 5 6 – 10 11 – 17 18 – 30 31 – 60 > 60 kg
kg kg kg kg kg
1 - 14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
Respons Keterangan
29
Dini (ETF = Early keadaan :
Treatment Failure)
Ada tanda bahaya/malaria berat pada H1, H2, H3,
dan parasitemia.
PENGOBATAN NON-ACT
Di beberapa daerah di Indonesia, kebanyakan sudah resisten
terhadap pengobatan non-ACT. Namun, masih ada obat non-ACT yang
efektif digunakan di beberapa daerah, seperti klorokuin dan sulfadoksin-
pirimetamin, namun harus dengan monitoring yang tepat. Obat-obat non-
ACT yang digunakan meliputi (Sudoyo, Aru W., 2010) :
30
o Klorokuin difosfat/sulfat. 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25
mg basa/kgBB untuk 3 hari, terbagi menjadi 10 mg/kgBB untuk
hari pertama dan kedua, dilanjutkan 5 mg/kgBB untuk hari ketiga.
Untuk orang dewasa dapat dipakai 4 tablet untuk hari pertama
dan kedua, dan 2 tablet untuk hari ketiga. Obat ini efektif untuk
P.falciparum dan P.vivax.
o Sulfadoksin-Pirimetamin. Mengandung 500 mg Sulfadoksin dan
25 mg pirimetamin. Dosis untuk orang dewasa 3 tablet dosis
tunggal (1 kali). Dosis anak menggunakan takaran pirimetamin
1,25 mg/kgBB. Obat ini dipakai untuk P.falciparum dan tidak
efektif untuk P.vivax. Obat ini dipakai bila terjadi kegagalan dalam
penggunaan klorokuin.
o Kina Sulfat. 1 tablet mengandung 220 mg kina. Dosis yang
dianjurkan adalah 3 x 10 mg/kgBB elam 7 hari. Efektif untuk
P.falciparum dan P.vivax. Kina digunakan jika terjadi kegagalan
dalam penggunaan klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.
o Primakuin. 1 tablet mengandung 15 mg primakuin. Digunakan
sebagai obat pelengkap terhadap pengobatan P.vivax dan
P.falciparum. Pada P.falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis
tunggal untuk membunuh gametosit, sedangkan untuk
plasmodium vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari untuk
membunuh gametosit dan hipnozoit (anti-relaps).
31
o Sulfadoksin-pirimetamin + tetrasiklin
o Kina + doksisiklin
o Kina + tetrasiklin
o Kina + klindamisin
32
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari
selama 3 hari dengan dosis yang sama dengan pengobatan malaria
lainnya. (Ilmu Penyakit Dalam, 2011)
PENCEGAHAN MALARIA
33
Memakai pakaian yang dapat menutupi badan, dari mata kaki hingga
pergelangan tangan
Mengolesi badan dengan obat anti nyamuk
Memasang kawat kasa
Menjauhkan kandang ternak dari rumah
Menghindari berada diluar rumah pada malam hari.
(Harjanto,Malaria)
Membersihkan semak-semak;
Melipat kain-kain yang bergantungan;
Membuka jendela dan memasang genteng kaca;
Mengecat rumah dengan warna terang. (Harjanto,Malaria)
34
Bila daerah dengan klorokuin sensitive cukup profilaksis dengan 2
tablet klorokuin (250mg klorokuin diphospat) tiap minggu sebelum
berangkat dan 4 minggu setelah kembali.
Pada daerah resistensi dengan klorokuin dianjurkan dosisiklin
100mg/hari atau mefloquin 250mg/minggu atau klorokuin 2
tablet/minggu ditambah proguanil 200mg/hari. Obat paru yang
dipakaiuntuk pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5mg/kg BB/hari;
etaquin, atovaquone/proguanil (malarone) dan azitromycin.
(Harjanto,Malaria)
VAKSINASI MALARIA
35
BAB III
PENUTUP
1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
UI, FK. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI jilid I. Jakarta:
InternaPublishing.
37