Disusun Oleh :
PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS 3 LUMAJANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih-Nya,
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul Asuhan
Keperawatan .
Makalah ini tidak akan dapat selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Indriana Noor I., S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
3. Rekan-rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyelasaian makalah ini.
Penyusunan makalah ini pasti masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun segi lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya sehingga bisa
memberikan inspirasi kepada pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN....................................................................................................2
1.4 MANFAAT PENULISAN.....................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 DEFINISI SYNDROM NEFROTIK................................................................................3
2.2 ETIOLOGI SYNDROM NEFROTIK...................................................................................3
2.3 KLASIFIKASI SYNDROM NEFROTIK........................................................................4
2.4 TANDA DAN GEJALA SYNDROM NEFROTIK.........................................................4
2.5 PATHOFISIOLOGI SYNDROM NEFROTIK................................................................5
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG SYNDROM NEFROTIK............................................6
2.7 PENATALAKSANAAN SYNDROM NEFROTIK........................................................7
2.8 KOMPLIKASI SYNDROM NEFROTIK.......................................................................7
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN SYNDROM NEFROTIK......................................................7
BAB III. PENUTUP......................................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................14
3.2 SARAN...........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15
LAMPIRAN..................................................................................................................................16
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
2
BAB II. PEMBAHASAN
3
c. Syndrom Nefrotik Idiopatik
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi ginjal yang bercirikan
hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia, protenuri, ascities dan penurunan keluaran
urine. (Reny Yuli Aspiani. 2015).
2.3 KLASIFIKASI SYNDROM NEFROTIK
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat
dengan mikroskop cahaya.
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
2.4 TANDA DAN GEJALA SYNDROM NEFROTIK
a. Berat badan meningkat.
b. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama disekitar mata, tampak pada saat
bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari.
c. Pembengkakan abdomen (asites).
d. Efusi pleura.
e. Pembengkakan labia atau skrotum.
f. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia dan absorbsi
intestinal yang buruk.
g. Edema tungkai.
h. Iritabilitas.
i. Mudah letih.
4
j. Latergi.
k. Rentan terhadap infeksi.
l. Penurunan volume urine atau urine berbuih.
m. Pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata.
n. Azotemia.
o. Tekanan darah biasanya normal/naik sedikit.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
2.5 PATHOFISIOLOGI SYNDROM NEFROTIK
Meningkatnya permebilitas dinding kapiler glomerulus akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah kedalam insterstisial. Perpindahan cairan
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran
darah ke renal menurun karena hipovolemia. Menurunnya aliran darah ke renal, maka ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi Renin – Angiotensin,
peningkatan sekresi ADH dan aldosteron dan kemudian akan menyebabkan retensi Natrium
dan air yang akan menyebabkan terjadinya edema.
Terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan tekanan
onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein
dalam hati yang timbul karena kompensasi hilangnya protein dan lemak yang banyak dalam
urine (lipiduria). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan defisiensi seng.
5
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
6
2.7 PENATALAKSANAAN SYNDROM NEFROTIK
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih dari 1
gram/hari, menghindari makanan yang di asinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/ hari, tergantung beratnya edema dan respon pengobatan.
Bila edema refrakter dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama
pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik atau
kehilangan cairan intravaskuler.
c. Pemberian kortikosteroid : prednison dosis penuh 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari
atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan
pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penh
yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermiten dose) atau sedang sehari
( alternating dose) selama 4 minggu kemudian di hentikan tanpa tapperinf off lagi. Bila
terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi
relaps sering atau resisten steroid lakukan biopsi ginjal.
d. Cegah infeksi dengan pemberian antibiotika.
e. Fungsi asites ataupun hodrotorak dilakukan bila ada indikasi viral.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
2.8 KOMPLIKASI SYNDROM NEFROTIK
a. Hipovolemia.
b. Infeksi pneumococus.
c. Embolu pulmoner.
d. Peritonitis.
e. Gagal ginjal akut.
f. Dehidrasi.
g. Trombosis vena.
h. Aterosklerosis. (Reny Yuli Aspiani. 2015).
7
1. Keluhan Utama
Badan bengkak, sesak nafas, muka sembab dan nafsu makan menurun.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Konstipasi, urine menurun.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Edema pada masa neonates, riwayat malaria, riwayat glomerulonephritis akut atau
kronis, terpapar bahan kimia.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya kelainan gen autosom resesif.
5. Pengkajian Pola Fungsi Terkait Kasus
Pada klien dengan sindrom nefrotik, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual
Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000,hal 20) dan Carpenito(2001).
a. Persepsi kesehatan
Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan utama,
riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat kesehatan
keluarga dan riwayat gaya hidup klien.
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien
dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi
adanya oedema anasarka.
c. Pola eliminasi
Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan
pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan.
8
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di
deritanya.
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep
diri.
Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.
i. Pola seksualitas
k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya
adalah ujian dari Allah SWT.
Selain itu, lakukan pemeriksaan fisik pada klien meliputi penkajian edema yang
tampak, bengkak di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.
(Carpenito. 2001).
6. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas meskipun
frekuensi nafas meningkat terutama fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
gangguan pola nafas yang merupakan respon terhadap adanya edema pulmoner dan
efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Sering didapatkan adanya penurunan curah jantung akibat peningkatan beban
volume.
c. B3 (Brain)
Terdapat edema periorbital, sclera tidak ikterik. Status neurologis mengalami
perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada system saraf pusat.
d. B4 (Bladder)
9
Terdapat perubahan warna urine output seperti urine berwarna cola.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual, muntah, anoreksia sehingga sering mengalami penurunan
intake nutrisi. Terdapat asitesis pada abdomen.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, akibat edema tungkai dan
kelelahan fisik secara umum.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan
dan natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan edema ekstremitas, kelemahan fisik secara
umum.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
C. Intervensi/Nic
10
2. Monitor serum albumin dan total protein.
3. Monitor tekanan darah, denyut nadi dan status respirasi.
4. Monitor membrane mukosa dan turgor kulit.
5. Monitor adanya distenivena jugulari, bunyi crakles pada paru, edema peripher dan
penambahan berat badan.
6. Batasi intake cairan sesuai kebutuhan.
7. Pertahankan kecepatan pemberian cairan intravena.
8. Kelola pemberian obat-obatan yang meningkatkan urine output sesuai kebutuhan.
9. Monitor efek samping pemberian diureti: ortostik dan ketidakseimbangan metabolic.
c. Manajemen Nutrisi:
1. Pertahankan berat badan yang ideal sesuai dengn usia dan timggi badan.
2. Observasi kemampuan klien untuk makan.
3. Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap makanan.
4. Tanyakan makanan kesukaan klien.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan.
6. Anjurkan masuka kalori yang tepat yang sesuai dengan gaya hidup.
7. Anjurkan penigkatan masukan protein.
d. Manajemen Energi (Energy management):
1. Tentukan keterbatasan klien terhadap aktivitas.
2. Tentukan penyebab lain dari kelelahan.
3. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keterbatasannya.
4. Monitor intake nutrisi sebagai sumber energi yang adekuat.
5. Monitor respon cardiorespiratory terhadap aktivitas (misalnya : takikardi, disritmia,
dyspneu, diaporesis, pucat dan frekuesi pernafasan).
6. Dorong untuk melakukan periode istirahat dan aktivitas.
7. Dorong klien untuk melakukan aktivitas harian sesuai sumber energi.
8. Instruksikan klien atau keluarga untuk mengenal tanda dan gejala kelelahan yang
memerlukan pengurangan aktivitas.
9. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktvitas yang lebih disukai.
e. Terapi aktivitas (Activity therapy):
1. Tentukan komitmen klien untuk peningkatan frekuensi atau rentang untuk aktivitas.
11
2. Bantu klien untuk memilih aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik,
psikologis dan sosial.
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang berarti.
4. Bantu klien untuk menjadwalkan periode khusus untuk hiburan diluar aktivitas rutin.
5. Bantu klien untuk menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi keinginan
beraktivitas.
6. Monitor respon emosional, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas.
f. Menurunkan kecemasan (Anxiety reduction):
1. Gunakan ketenangan dalam pendekatan terhadap klien.
2. Berusaha memahami situasi stress yang dialami klien.
3. Berikan informasi tentang diagnosi, prognosis dan tindakan.
4. Temani klien untuk mmberikan kenyamanan.
5. Dorong keluarga untuk menemani klien sesuai kebutuhan.
6. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
7. Identifikasi tingkat kecemasan klien.
8. Berikan aktivitas hiburan untuk mengurangi ketegangan.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
D. Evaluasi/Noc
12
4. Berat badan dalam rentang normal.
c. Toleransi terhadap aktivitas (Activity tolerance):
1. Klien dapat menentukan aktivitas yang sesuai dengan peningkatan denyut jantung,
tekanan darah dan frekuensi nafas.
2. Klien mempertahankan irama nafas dalam batas normal.
3. Mempertahankan warna dan kehangataan kulit dengan aktivitas.
4. Melaporkan peningkatan aktivitas harian.
d. Mengontrol cemas (Anxiety control):
1. Klien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat stress.
2. Klien dapat mempertahankan penampilan peran.
3. Klien melaporkan tidak ada gejala kecemasan secara fisik.
4. Klien melaporkan tidak ada gejala kecemasan secara fisik.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
13
BAB III. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Syndrom nefrotik merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh peningkatan protein
yang bermakna dalam urine (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbunemia)
edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi syndrom nefrotik meliputi: syndrom nefrotik bawaan, syndrom nefrotik sekunder,
syndrom nefrotik idiopatik, tanda dan gejala syndrom nefrotik antara lain: berat badan
meningkat, wajah tempat sembab (edema fascialis) terutama disekitar mata, tampak pada
saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari, pembengkakan abdomen (asites), efusi
pleura, pembengkakan labia atau skrotum, edema pada mukosa intestinal yang dapat
menyebabkan diare, anoreksia dan absorbsi intestinal yang buruk, edema tungkai,
iritabilitas, udah letih, latergi, rentan terhadap infeksi, penurunan volume urine atau urine
berbuih, pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata, azotemia, tekanan darah
biasanya normal/naik sedikit. Pemeriksaan urinalisis didapatkan hematuria mikroskopik,
proteinuria, terutama albumin. Komplikasi syndrom nefrotik antara lain: hipovolemia,
infeksi pneumococus, embolu pulmoner, peritonitis, gagal ginjal akut, dehidrasi, trombosis
vena, dan aterosklerosis.
3.2 SARAN
Semoga materi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Semoga dengan adanya
materi konsep dan asuhan keperawatan tentang Sindrom Nefrotik ini bisa menunjang
pembelajaran dan diskusi di dalam kelas. Bagi masyarakat agar menanyakan tentang
penyakit Sindrom Nefrotik dan pengobatannya serta konsultasi langsung pada dokter di
rumah sakit atau puskesmas terdekat serta tidak takut dalam mengkonsumsi obat karena itu
semua untuk kesehatan masyarakat itu sendiri.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R. Y. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Trans Info Media.
Barus, R. S. (2017). Masalah Perilaku pada Anak Sindroma Nefrotik. Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara .
Carpenito. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta
15
LAMPIRAN
16