Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN

ELEKTROLIT AKIBAT PATOLOGIS SISTEM PERKEMIHAN


“SYNDROM NEFROTIK”

Disusun Oleh :

Siti Rohania Adi Suryaningsih (172303101001)


Narotama Ginting Aji Samudra (172303101008)
Faridhatul Hasanah (172303101016)
Mustafajar Syamsudy (172303101025)
Aulya Faylina Rahman (172303101036)

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS 3 LUMAJANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih-Nya,
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul Asuhan
Keperawatan .

Makalah ini tidak akan dapat selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Indriana Noor I., S.Kep.,Ns.,M.Kep. Selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I.
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
3. Rekan-rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyelasaian makalah ini.
Penyusunan makalah ini pasti masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa,
maupun segi lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya sehingga bisa
memberikan inspirasi kepada pembaca.

Lumajang, 1 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................2
1.3 TUJUAN PENULISAN....................................................................................................2
1.4 MANFAAT PENULISAN.....................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 DEFINISI SYNDROM NEFROTIK................................................................................3
2.2 ETIOLOGI SYNDROM NEFROTIK...................................................................................3
2.3 KLASIFIKASI SYNDROM NEFROTIK........................................................................4
2.4 TANDA DAN GEJALA SYNDROM NEFROTIK.........................................................4
2.5 PATHOFISIOLOGI SYNDROM NEFROTIK................................................................5
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG SYNDROM NEFROTIK............................................6
2.7 PENATALAKSANAAN SYNDROM NEFROTIK........................................................7
2.8 KOMPLIKASI SYNDROM NEFROTIK.......................................................................7
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN SYNDROM NEFROTIK......................................................7
BAB III. PENUTUP......................................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................14
3.2 SARAN...........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15
LAMPIRAN..................................................................................................................................16

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan pada
anak.Sebagai salah satu penyakit kronis yang meliputi periode remisi dan relaps yang
berulang serta membutuhkan terapi kortikosteroid jangka panjang, Sindrom nefrotik
berdampak tehadap biologis, sosial, dan perilaku yang berpengaruh terhadap perkembangan
psikososial baik anak itu sendiri maupun keluarga yang hidup bersamanya. Sampai saat ini
gangguan perilaku pada anak dengan sindrom nefrotik tetapi masih sulit untuk membedakan
dan mengetahui mekanisme apakah gangguan ini disebabkan oleh efek penyakit itu sendiri
atau kondisi kronis atau efek dari terapi pemberian steroid. Pemakaian steroid dosis tinggi
yang diberikan terutama pada awal fase pengobatan sindrom nefrotik, terbukti berhubungan
dengan gangguan masalah prilaku internalisasi berupa kecemasan, depresi, dan agresifitas
serta menarik diri dari kehidupan sosial pada anak sehingga dianjurkan untuk juga
memberikan perhatian pada masalah psikososial anak sindrom nefrotik terutama pada fase
awal terapi steroid. (Ratna Sari Barus. 2017).
Di indonesia angka kejadian sindroma nefrotik pada anak belum diketahui pasti, namun
diperkirakan pada anak usiah dibawah 16 tahun berkisar antara 7 sampai 2 kasus per tahun
pada setiap 1.000.000 anak. Insiden sindroma nefrotik primer ini 2 kasus pertahun tiap
1.00.000 anak berumur kurang dari 16 thn dengan angka prevalensi kommulatif 16 dari
1.00.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan pada anak sekitar
2 : 1. (Nur Ekma Wati. 2012).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi syndrom nefrotik?
2. Bagaimana etiologi dari syndrom nefrotik?
3. Apa klasifikasi darisyndrom nefrotik?
4. Bagaimana tanda dan gejala darisyndrom nefrotik?
5. Bagaimana patofisiologi darisyndrom nefrotik?
6. Apa sajakah pemeriksaan penunjang dari syndrom nefrotik?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari syndrom nefrotik?
8. Apa sajakah komplikasi dari syndrom nefrotik?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari syndrom nefrotik?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Menjelaskan definisi dari syndrom nefrotik.
2. Menjelaskan etiologi dari syndrom nefrotik.
3. Menjelaskan klasifikasi dari syndrom nefrotik.
4. Menjelaskan tanda dan gejala dari syndrom nefrotik.
5. Menjelaskan patofisiologi dari syndrom nefrotik.
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari syndrom nefrotik.
7. Menjelaskan penatalaksanaan dari syndrom nefrotik.
8. Menjelaskan komplikasi dari syndrom nefrotik.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan dari syndrom nefrotik.

1.4 MANFAAT PENULISAN


1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi dari syndrom nefrotik.
2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi tentang syndrom nefrotik.
3. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi tentang syndrom nefrotik.
4. Mahasiswa dapat mengetahui tanda dan gejala dari syndrom nefrotik.
5. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dari syndrom nefrotik.
6. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan penunjang tentang syndrom nefrotik.
7. Mahasiswa dapat mengetahui pelaksanaan tentang syndrom nefrotik.
8. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi dari syndrom nefrotik.
9. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan dari syndrom nefrotik.

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI SYNDROM NEFROTIK


Syndrom nefrotik merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh peningkatan protein
yang bermakna dalam urine (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbunemia)
edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
(Reny Yuli Aspiani. 2015).

2.2 ETIOLOGI SYNDROM NEFROTIK


a. Syndrom Nefrotik Bawaan
Adanya reaksi fetomaternal terhadap janin ataupun karena gen resesif autosom
menyebabkan syndrom nefrotik.
b. Syndrom Nefrotik Sekunder
Syndrom nefrotik disebabkan oleh adanya penyakit lain seperti: parasit malaria, penyakit
kolagen,, trombosis vena renalis, pemajanan bahan kimia (trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, raksa, amilodosis dan lain-lain). Penyebab Syndrom nefrotik
sekunder paling sering adalah glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi,
keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik
seperti:
1. Glomerulonefritis primer : glomerulonefritis lesi minimal, glomerulosklerosis fokal
glomerulonefritis membranosa, glomerulonefritis membranoproliferatif,
glomerulonefritis proliferatif lain.
2. Glomerulonefritis sekunder :
a. Infeksi : HIV, Hepatitis Virus B dan C, Sifilis, Malaria, Skisotoma, TBC, Lepra.
b. Keganasan : adenokarsinoma paru, Adekarsinoma mamae, limfoma hodgkin,
mieloma multiple dan karsinoma ginjal.
c. Penyakit jaringan penghubung : SLE, Arthritis non steroid, preparat emas,
penisilamin, probenesid, air raksa, captopril, dan heroin.
d. Lain – lain : amilodosis, DM, preeklampsia, refluks vesiko ureter atau sengatan
lebah.

3
c. Syndrom Nefrotik Idiopatik
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi ginjal yang bercirikan
hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia, protenuri, ascities dan penurunan keluaran
urine. (Reny Yuli Aspiani. 2015).
2.3 KLASIFIKASI SYNDROM NEFROTIK
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak
dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat
dengan mikroskop cahaya.

2. Sindrom Nefrotik Sekunder.

Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura
anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma
limfoproliferatif.

3. Sindrom Nefrotik Kongenital.

Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan
proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi
pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
2.4 TANDA DAN GEJALA SYNDROM NEFROTIK
a. Berat badan meningkat.
b. Wajah tampak sembab (edema fascialis) terutama disekitar mata, tampak pada saat
bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari.
c. Pembengkakan abdomen (asites).
d. Efusi pleura.
e. Pembengkakan labia atau skrotum.
f. Edema pada mukosa intestinal yang dapat menyebabkan diare, anoreksia dan absorbsi
intestinal yang buruk.
g. Edema tungkai.
h. Iritabilitas.
i. Mudah letih.

4
j. Latergi.
k. Rentan terhadap infeksi.
l. Penurunan volume urine atau urine berbuih.
m. Pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata.
n. Azotemia.
o. Tekanan darah biasanya normal/naik sedikit.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
2.5 PATHOFISIOLOGI SYNDROM NEFROTIK
Meningkatnya permebilitas dinding kapiler glomerulus akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma
menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah kedalam insterstisial. Perpindahan cairan
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran
darah ke renal menurun karena hipovolemia. Menurunnya aliran darah ke renal, maka ginjal
akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi Renin – Angiotensin,
peningkatan sekresi ADH dan aldosteron dan kemudian akan menyebabkan retensi Natrium
dan air yang akan menyebabkan terjadinya edema.
Terjadinya peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan
stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan tekanan
onkotik plasma. Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein
dalam hati yang timbul karena kompensasi hilangnya protein dan lemak yang banyak dalam
urine (lipiduria). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan defisiensi seng.

5
(Reny Yuli Aspiani. 2015).

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG SYNDROM NEFROTIK


Pemeriksaan urinalisis didapatkan hematuria mikroskopik, proteinuria, terutama albumin.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).

6
2.7 PENATALAKSANAAN SYNDROM NEFROTIK
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih dari 1
gram/hari, menghindari makanan yang di asinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik,
biasanya furosemid 1 mg/kgBB/ hari, tergantung beratnya edema dan respon pengobatan.
Bila edema refrakter dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama
pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolik atau
kehilangan cairan intravaskuler.
c. Pemberian kortikosteroid : prednison dosis penuh 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari
atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu dilanjutkan
pemberian prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2/3 dosis penh
yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermiten dose) atau sedang sehari
( alternating dose) selama 4 minggu kemudian di hentikan tanpa tapperinf off lagi. Bila
terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi
(maksimal 4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi
relaps sering atau resisten steroid lakukan biopsi ginjal.
d. Cegah infeksi dengan pemberian antibiotika.
e. Fungsi asites ataupun hodrotorak dilakukan bila ada indikasi viral.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).
2.8 KOMPLIKASI SYNDROM NEFROTIK
a. Hipovolemia.
b. Infeksi pneumococus.
c. Embolu pulmoner.
d. Peritonitis.
e. Gagal ginjal akut.
f. Dehidrasi.
g. Trombosis vena.
h. Aterosklerosis. (Reny Yuli Aspiani. 2015).

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN SYNDROM NEFROTIK


A. Pengkajian

7
1. Keluhan Utama
Badan bengkak, sesak nafas, muka sembab dan nafsu makan menurun.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Konstipasi, urine menurun.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Edema pada masa neonates, riwayat malaria, riwayat glomerulonephritis akut atau
kronis, terpapar bahan kimia.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat adanya kelainan gen autosom resesif.
5. Pengkajian Pola Fungsi Terkait Kasus

Pada klien dengan sindrom nefrotik, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola konseptual
Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000,hal 20) dan Carpenito(2001).

a. Persepsi kesehatan

Tanyakan tentang alasan klien masuk rumah sakit, riwayat kejadian , keluhan utama,
riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan nefrotik sindrom, riwayat kesehatan
keluarga dan riwayat gaya hidup klien.

b. Pola nutrisi metabolik

Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status nutrisi klien
dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta observasi
adanya oedema anasarka.

c. Pola eliminasi

Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi perubahan
pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.

d. Pola aktivitas

Kaji tanda – tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda kelelahan.

e. Kebutuhan istirahat tidur

Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit.

f. Pola persepsi kognitif

8
Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit yang di
deritanya.

g. Pola persepsi diri

Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri, konsep
diri.

h. Pola hubungan sosial

Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.

i. Pola seksualitas

Kaji kebutuhan seksual klien.

j. Pola mekanisme koping

Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya.

k. Pola spiritual

Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa penyakitnya
adalah ujian dari Allah SWT.
Selain itu, lakukan pemeriksaan fisik pada klien meliputi penkajian edema yang
tampak, bengkak di mata, kaki, tangan, wajah dan genital, serta catat derajat pitting.
(Carpenito. 2001).
6. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas meskipun
frekuensi nafas meningkat terutama fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
gangguan pola nafas yang merupakan respon terhadap adanya edema pulmoner dan
efusi pleura.
b. B2 (Blood)
Sering didapatkan adanya penurunan curah jantung akibat peningkatan beban
volume.
c. B3 (Brain)
Terdapat edema periorbital, sclera tidak ikterik. Status neurologis mengalami
perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada system saraf pusat.
d. B4 (Bladder)

9
Terdapat perubahan warna urine output seperti urine berwarna cola.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual, muntah, anoreksia sehingga sering mengalami penurunan
intake nutrisi. Terdapat asitesis pada abdomen.
f. B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, akibat edema tungkai dan
kelelahan fisik secara umum.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urine, retensi cairan
dan natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan edema ekstremitas, kelemahan fisik secara
umum.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).

C. Intervensi/Nic

a. Manajemen cairan (Fluid management):


1. Monitor kadar elektrolit serum abnormal.
2. Monitor lokasi dan perluaran edema.
3. Monitor peningkatan berat badan tiba-tiba.
4. Monitor bunyi paru: adanya bunyi crakles, status respirasi dan tentukan adanya
oortopneu dan keparahannya.
5. Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan keseimbangan cairan (hematokrit,
BUN, albumin dan berat jenis urine).
6. Monitor tanda dan gejala retensi cairan.
7. Monitor vital sign sesuai kebutuhan.
b. Monitor cairan (Fluid monitoring):
1. Monitor intake dan output.

10
2. Monitor serum albumin dan total protein.
3. Monitor tekanan darah, denyut nadi dan status respirasi.
4. Monitor membrane mukosa dan turgor kulit.
5. Monitor adanya distenivena jugulari, bunyi crakles pada paru, edema peripher dan
penambahan berat badan.
6. Batasi intake cairan sesuai kebutuhan.
7. Pertahankan kecepatan pemberian cairan intravena.
8. Kelola pemberian obat-obatan yang meningkatkan urine output sesuai kebutuhan.
9. Monitor efek samping pemberian diureti: ortostik dan ketidakseimbangan metabolic.
c. Manajemen Nutrisi:
1. Pertahankan berat badan yang ideal sesuai dengn usia dan timggi badan.
2. Observasi kemampuan klien untuk makan.
3. Tanyakan pada klien tentang alergi terhadap makanan.
4. Tanyakan makanan kesukaan klien.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan.
6. Anjurkan masuka kalori yang tepat yang sesuai dengan gaya hidup.
7. Anjurkan penigkatan masukan protein.
d. Manajemen Energi (Energy management):
1. Tentukan keterbatasan klien terhadap aktivitas.
2. Tentukan penyebab lain dari kelelahan.
3. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keterbatasannya.
4. Monitor intake nutrisi sebagai sumber energi yang adekuat.
5. Monitor respon cardiorespiratory terhadap aktivitas (misalnya : takikardi, disritmia,
dyspneu, diaporesis, pucat dan frekuesi pernafasan).
6. Dorong untuk melakukan periode istirahat dan aktivitas.
7. Dorong klien untuk melakukan aktivitas harian sesuai sumber energi.
8. Instruksikan klien atau keluarga untuk mengenal tanda dan gejala kelelahan yang
memerlukan pengurangan aktivitas.
9. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktvitas yang lebih disukai.
e. Terapi aktivitas (Activity therapy):
1. Tentukan komitmen klien untuk peningkatan frekuensi atau rentang untuk aktivitas.

11
2. Bantu klien untuk memilih aktivitas yang konsisten dengan kemampuan fisik,
psikologis dan sosial.
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang berarti.
4. Bantu klien untuk menjadwalkan periode khusus untuk hiburan diluar aktivitas rutin.
5. Bantu klien untuk menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi keinginan
beraktivitas.
6. Monitor respon emosional, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas.
f. Menurunkan kecemasan (Anxiety reduction):
1. Gunakan ketenangan dalam pendekatan terhadap klien.
2. Berusaha memahami situasi stress yang dialami klien.
3. Berikan informasi tentang diagnosi, prognosis dan tindakan.
4. Temani klien untuk mmberikan kenyamanan.
5. Dorong keluarga untuk menemani klien sesuai kebutuhan.
6. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
7. Identifikasi tingkat kecemasan klien.
8. Berikan aktivitas hiburan untuk mengurangi ketegangan.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).

D. Evaluasi/Noc

a. Keseimbangan cairan (Fluid balance):


1. Klien bebas dari edema.
2. Klien dapat mempertahankan bunyi paru bersih.
3. BB stabil.
4. Turgor kulit normal.
5. Klien melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas.
6. Tidak ada oliguria.
7. Klien melaporkan adanya kemudahan dalam bernafas.
b. Status nutrisi:
1. Asupan nutrisi.
2. Asupan makanan dan cairan adekuat.
3. Energi.

12
4. Berat badan dalam rentang normal.
c. Toleransi terhadap aktivitas (Activity tolerance):
1. Klien dapat menentukan aktivitas yang sesuai dengan peningkatan denyut jantung,
tekanan darah dan frekuensi nafas.
2. Klien mempertahankan irama nafas dalam batas normal.
3. Mempertahankan warna dan kehangataan kulit dengan aktivitas.
4. Melaporkan peningkatan aktivitas harian.
d. Mengontrol cemas (Anxiety control):
1. Klien dapat merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat stress.
2. Klien dapat mempertahankan penampilan peran.
3. Klien melaporkan tidak ada gejala kecemasan secara fisik.
4. Klien melaporkan tidak ada gejala kecemasan secara fisik.
(Reny Yuli Aspiani. 2015).

13
BAB III. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Syndrom nefrotik merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh peningkatan protein
yang bermakna dalam urine (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbunemia)
edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Etiologi syndrom nefrotik meliputi: syndrom nefrotik bawaan, syndrom nefrotik sekunder,
syndrom nefrotik idiopatik, tanda dan gejala syndrom nefrotik antara lain: berat badan
meningkat, wajah tempat sembab (edema fascialis) terutama disekitar mata, tampak pada
saat bangun di pagi hari dan berkurang di siang hari, pembengkakan abdomen (asites), efusi
pleura, pembengkakan labia atau skrotum, edema pada mukosa intestinal yang dapat
menyebabkan diare, anoreksia dan absorbsi intestinal yang buruk, edema tungkai,
iritabilitas, udah letih, latergi, rentan terhadap infeksi, penurunan volume urine atau urine
berbuih, pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata, azotemia, tekanan darah
biasanya normal/naik sedikit. Pemeriksaan urinalisis didapatkan hematuria mikroskopik,
proteinuria, terutama albumin. Komplikasi syndrom nefrotik antara lain: hipovolemia,
infeksi pneumococus, embolu pulmoner, peritonitis, gagal ginjal akut, dehidrasi, trombosis
vena, dan aterosklerosis.
3.2 SARAN
Semoga materi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Semoga dengan adanya
materi konsep dan asuhan keperawatan tentang Sindrom Nefrotik ini bisa menunjang
pembelajaran dan diskusi di dalam kelas. Bagi masyarakat agar menanyakan tentang
penyakit Sindrom Nefrotik dan pengobatannya serta konsultasi langsung pada dokter di
rumah sakit atau puskesmas terdekat serta tidak takut dalam mengkonsumsi obat karena itu
semua untuk kesehatan masyarakat itu sendiri.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Trans Info Media.

Barus, R. S. (2017). Masalah Perilaku pada Anak Sindroma Nefrotik. Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara .

Carpenito. (2001). Handbook of Nursing Diagnosis. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta

15
LAMPIRAN

16

Anda mungkin juga menyukai