Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFROTIK AKUT PADA ANAK


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak II
Dosen Pengampu : Rusana, M.Kep., Sp.Kep.Anak

Disusun Oleh :
1. Erma Mauliddian T (108116001)
2. Ajeng Ciptaning DAM (108116004)
3. Haflah Siti Nur Amaliah (108116020)
4. Nurul Hidayanti (108116022)
5. Ruci Indra Jhaladri (108116029)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Tentang “Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik Akut”

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Sindrom


Nefrotik Akut Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap
semoga makalah Tentang Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik Akut dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Cilacap, 11 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi sindrom nefrotik akut ........................................................... 4


B. Etiologi sindrom nefrotrik akut ........................................................... 5
C. Insiden sindrom nefrotik akut ............................................................. 8
D. Klasifikasi sindrom nefrotik akut ........................................................ 8
E. Patofisiologi sindrom nefrotik akut..................................................... 9
F. Pathways sindrom nefrotik akut ......................................................... 12
G. Manifestasi klinik sindrom nefrotik ................................................... 13
H. Pemeriksaan penunjang sindrom nefrotik akut .................................. 14
I. Penatalaksanaan sindrom nefrotik akut .............................................. 16
J. Komplikasi sindrom nefrotik akut ..................................................... 17
K. Prognosis sindrom nefrotik akut ........................................................ 20
L. Asuhan keperawatan sindrom nefrotik akut ....................................... 22

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 30
B. Saran ................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).Sindrom
Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap
sebagai suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi.
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.Proteinuria
Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein
glomerulus karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
terhadap serum protein, umumnya protein plasma dengan BM rendah seperti
albumin, transferin diekskresi lebih mudah dibanding protein dengan BM yang
lebih besar seperti lipoprotein. Clearance relative plasma protein yang
berbanding terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya mencerminkan
selektivitas proteinuria.
Gejala awalnya bias berupa : Berkurangnya nafsu makan, Pembengkakan
kelopak mata, Nyeri perut, Pengkisutan otot, Pembengkakan jaringan akibat
penimbunan garam dan air. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain : Urinalisa, bila perlu biakan urin, pemeriksaan darah, uji diagnostic.
Penatalaksanaan dengan cara terapi nonfarmakologis dan farmakologis.
Komplikasi Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis, gangguan
pertumbuhan dan nutrisi, Kelainan Hormonal dan Mineral.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi sindrom nefrotik akut ?
2. Apa saja etiologi sindrom nefrotik akut ?
3. Bagaimana insiden sindrom nefrotik akut ?
4. Apa saja klasifikasi sindrom nefrotik akut ?
5. Bagaimana patofisiologi dari sindrom nefrotik akut ?
6. Bagaimana pathways dari sindrom nefrotik akut ?
7. Apa saja manifestasi klinik pada sindrom nefrotik ?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang sindrom nefrotik ?
9. Bagaimana penatalaksanaan sindrom nefrotik ?
10. Apa saja komplikasi dari sindom nefrotik ?
11. Bagaimana prognosis dari sindrom nefrotik ?
12. Bagaimana asuhan keperawatan sindrom nefrotik ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi sindrom nefrotik
2. Untuk mengetahui etiologi sindrom nefrotik
3. Untuk mengetahui insiden sindrom nefrotik
4. Untuk mengetahui klasifikasi sindrom nefrotik
5. Untuk mengetahui patofisiologi sindrom nefrotik
6. Untuk mengetahui pathways sindrom nefrotik
7. Untuk mengetahui manifestasi klinik sindrom nefrotik
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang sindrom nefrotik
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan sindrom nefrotik
10. Untuk mengetahui komplikasi sindrom nefrotik
11. Untuk mengetahui prognosis sindrom nefrotik
12. Untuk mengetahui asuhan keperawatan sindrom nefrotik akut

2
D. Manfaat Penulisan
1. Agar mengetahui definisi sindrom nefrotik
2. Agar mengetahui etiologi sindrom nefrotik
3. Agar mengetahui insiden sindrom nefrotik
4. Agar mengetahui klasifikasi sindrom nefrotik
5. Agar mengetahui patofisiologi sindrom nefrotik
6. Agar mengetahui pathways sindrom nefrotik
7. Agar mengetahui manifestasi klinik sindrom nefrotik
8. Agar mengetahui pemeriksaan penunjang sindrom nefrotik
9. Agar mengetahui penatalaksanaan sindrom nefrotik
10. Agar mengetahui komplikasi sindrom nefrotik
11. Agar mengetahui prognosis sindrom nefrotik
12. Agar mengetahui asuhan keperawatan sindrom nefrotik akut

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus
(ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria (keluarnya
protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia (kadar albumin di
dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipid emia (kadar lipid atau
lemak dalam darah meningkat) dan hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah
meningkat) jadi untuk memastikannya perlu pemeriksaan laboratorium.
Sindroma nefrotik biasanya menyerang anak laki-laki lebih sering dari pada anak
perempuan dengan perbandigan 2 berbanding 1 dan paling banyak pada umur 2
sampai 6 tahun ( http://www.ikcc.or.id/print.php?id=134).
Sindroma Nefrotik adalah suatu sindroma (kumpulan gejala-gejala) yang
terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan menyebabkan:
1. proteinuria (protein di dalam air kemih)
2. menurunnya kadar albumin dalam darah
3. penimbunan garam dan air yang berlebihan
4. meningkatnya kadar lemak dalam darah

4
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi
pada anak dengan karakteristik proteinuria massif hipoalbuminemia,
hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia.
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria masif,
edema, hipoalbuminemia, dan hyperlipidemia

B. Etiologi
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap
sebagai suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi.
Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok :
1. Sindrom nefrotik bawaan atau sindroma nefrotik primer yang 90% disebut
Sindroma nefrorik Idiopatik, diduga ada hubungan dengan genetik, imunoligik
dan alergi.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa
neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-
bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal
(diluar ginjal). Sindrom jenis ini timbul sebagai akibat penyakit sistemik:
a) Penyakit keturunan/metabolik
1) Diabetes
2) Amiloidosis, penyakit sel sabit, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3) Miksedemia
b) Infeksi
1) Virus hepatitis B
2) Malaria kuartana atau parasit lainnya
3) Skistosoma

5
4) Lepra
5) Sifilis
6) Pasca streptococcus
c) Toksin/Alergi
1) Air raksa (Hg)
2) Serangga
3) Bisa ular
d) Penyakit sistemik/immune mediated
1) Lupus eritematosus sistemik
2) Purpura Henoch-Schonlein
3) Sarkoidosis
e) Keganasan
1) Tumor paru
2) Penyakit Hodgkin
3) Tumor saluran pencernaan
3. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg dan kawan-
kawan membagi dalam 4 golongan, yaitu :
a) Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan
mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara
imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-IC
pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada
anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan
golongan lain.
b) Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang
baik.

6
c) Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakkan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi
dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom
nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat
penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
d) Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering ditandai
dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.
Sindroma nefrotik bisa terjadi akibat berbagai glomerulopati atau
penyakit menahun yang luas. Sejumlah obat-obatan yang merupakan racun
bagi ginjal juga bisa menyebabkan sindroma nefrotik, demikian juga
halnya dengan pemakaian heroin intravena.
Sindroma nefrotik bisa berhubungan dengan kepekaan tertentu.
Beberapa jenis sindroma nefrotik sifatnya diturunkan. Sindroma nefrotik
yang berhubungan dengan infeksi HIV (human immunodeficiency virus,
penyebab AIDS) paling banyak terjadi pada orang kulit hitam yang
menderita infeksi ini. Sindroma nefrotik berkembang menjadi gagal ginjal
total dalam waktu 3-4 bulan.
Penyebab sindroma nefrotik:
Penyakit Obat-obatan alergi
-Amiloidosis -Obat pereda nyeri - Gigitan serangga
- Kanker yang menyerupai - Racun pohon ivy
- Diabetes aspirin - Racun pohon ek
- Glomerulopati - Senyawa emas - Cahaya matahari
- Infeksi HIV - Heroin intravena
- Leukemia - Penisilamin

7
- Limfoma
- Gamopati monoclonal
- Mieloma multipel
-Lupus eritematosus
sistemik

C. Insiden
1. Insidens lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
pria ; wanita =2:1.
2. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan
etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan
responnya trerhadap pengobatan
3. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun
4. Sindrom nefrotik perubahan minimal (SNPM) menacakup 60 – 90 % dari
semua kasus sindrom nefrotik pada anak
5. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan
majunya terapi dan pemberian steroid.
6. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi
bilateral dan transplantasi ginjal. (Cecily L Betz, 2002)

D. Klasifikasi
Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik menjadi 3 tipe,
yaitu:
1. Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS): Minimal Change Nefrotik Sindroma
2. Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada
anak usia sekolah
3. Sindroma Nefrotik Sekunder

8
4. Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen, seperti lupus
eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonephritis, infeksi
system endocarditis, bakterialis, dan neoplasma limfoproliferatif.
5. Sindroma Nefrotik Kongenital
6. Sindroma nefrotik ini disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang
terkena sindroma nefrotik usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah
edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan
kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak
dilakukan dialysis.

E. Patofisiologi
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.
1. Proteinuria
Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein
glomerulus karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
terhadap serum protein, umumnya protein plasma dengan BM rendah seperti
albumin, transferin diekskresi lebih mudah dibanding protein dengan BM
yang lebih besar seperti lipoprotein. Clearance relative plasma protein yang
berbanding terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya mencerminkan
selektivitas proteinuria. Faktor-faktor yang menentukan derajat proteinuria:
a) Besar dan bentuk molekul protein
b) Konsentrasi plasma protein
c) Struktur dan faal integritas dinding kapiler glomerulus
d) Muatan ion membrane basalis dan lapisan epitel
e) Tekanan dan aliran intra glomerulus
2. Hipoalbuminemi
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya

9
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin
dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
3. Hiperlipidemi
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density
lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein
(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan
peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer
(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate
density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid
distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik.
4. Lipiduri
Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber
lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus
yang permeabel.
5. Edema
Walaupun edema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam
perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis,
namun merupakan tanda yang paling variabel diantara gambaran terpenting
sindrom nefrotik.
a) Penurunan tekanan koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi
albumin serum yang bertanggungjawab terhadap peergeseran cairan
ekstraselular dari compartment intravaskuler ke dalam intertisial dengan
timbulnya edema dan penurunan volume intravaskuler.
b) Penurunan nyata ekskresi natrium kemih akibat peningkatan reabsorbsi
tubular.mekanisme meningkatnya reabsorbsi natrium tidak dimengerti
secara lengkap tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan volume
intravascular dan tekanan koloid osmotic. Terdapat peningkatan ekresi
renin dan sekresi aldosteron.
c) Penurunan tekanan koloid osmotic plasma dan retensi seluruh natrium yang
dikonsumsi saja tidaklah cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom

10
nefotik, agar timbul edema harus ada retensi air. Tonisitas normal ini
dipertahankan melalui sekresi hormon antidiuretik yang menyebabkan
reabsorbsi air dalam tubuli distal dan duktus koligens serta pembentukan
kemih hipertonik atau pekat. Hal ini mungkin merupakan penjelasan
mendasar retensi air pada sebagian besar nefrotik anak, seperti yang
ditunjukkan dari pengamatan pengurangan nyata masukan natrium ternyata
tidak memerlukan pembatasan masukan air sebab kemampuan ekskresi air
tidak biasanya mengalami gangguan yang berarti. Retensi garam dan air
pada pasien nefrotik dapat dianggap sebagai suatu respons fisiologis
terhadap penurunan tekanan onkotik plasma dan hipertonisitas, tidak dapat
mengkoreksi penyusutan volume intravascular, sebab cairan yang diretensi
akan keluar keruang
6. Hiperkoagulabilitas
Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C dan
plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya faktor V, VII,
VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan
fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI).
7. Kerentanan terhadap infeksi
Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal,
penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul seperti Streptococcus
pneumonia, Klebsiella, Haemophilus. Pada SN juga terjadi gangguan imunitas
yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis.

11
F. Pathways

12
G. Manifestasi Klinik
Gejala awalnya bias berupa :
1. Berkurangnya nafsu makan
2. Pembengkakan kelopak mata
3. Nyeri perut
4. Pengkisutan otot
5. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
6. Air kemih berbusa
Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak nafas
bias timbul akibat adanya cairan dirongga sekitar paru-paru (efusi pleura). Gejala
lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantung zakar (pada pria).
Pembengkakan yang terjadi seringkali berpindah-pindah pada pagi hari cairan
tertimbun dikelopak mata dan setelah berjalan cairan akan tertimbun
dipergelangan kaki. Pengkisutan otot bias tertutupi oleh pembengkakan.
Pada anak-anak bsa terjadi penurunan tekanan darah pada saat penderita
berdiri dan tekanan darah yang rendah (yang bisa menyebabkan syok). Tekanan
darah pada penderita dewasa bisa rendah, normal ataupun tinggi. Produksi air
kemih bisa berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal karena rendahnya volume
darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal. Kadang gagal ginjal disertai
penurunan pembentukan air kemih terjadi secara tiba-tiba.
Kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya zat-zat gizi (misalnya
glukosa) ke dalam air kemih. Pertumbuhan anak-anak bisa terhambat. Kalsium
akan diserap dari tulang. Rambut dan kuku menjadi rapuh dan bisa terjadi
kerontokan rambut. Pada kuku jari tangan akan terbentuk garis horisontal putih
yang penyebabnya tidak diketahui.
Lapisan perut bisa mengalami peradangan (peritonitis). Sering terjadi
infeksi oportunistik (infeksi akibat bakteri yang dalam keadaan normal tidak
berbahaya). Tingginya angka kejadian infeksi diduga terjadi akibat hilangnya
antibodi ke dalam air kemih atau karena berkurangnya pembentukan antibodi.

13
Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan resiko
terbentuknya bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di dalam
vena ginjal yang utama. Di lain fihak, darah bisa tidak membeku dan
menyebabkan perdarahan hebat. Tekanan darah tinggi disertai komplikasi pada
jantung dan otak paling mungkin terjadi pada penderita yang memiliki diabetes
dan penyakit jaringan ikat.
Bengkak di badan sebabnya bisa bermacam-macam, antara lain:
a) penyakit jantung
b) penyakit liver
c) penyakit ginjal
d) alergi
e) busung lapar
Untuk memastikannya perlu ditelusuri:
1) Anamnesa (= riwayat penyakit)
2) Pemeriksaan fisik diagnostic
3) Pemeriksaan penunjang (laboratorium, rontgen, biospsi dll)
Jadi perlu pemeriksaan yang teliti dan lengkap.

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. Urinalisa, bila perlu biakan urin
a) Protein urin kuantitatif (dapat berupa urin 24 jam) – meningkat
b) (> 50-80 mg/hari)
c) Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
d) Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
e) Berat jenis urin – meningkat
f) Acak (> 1,002-1,030)
g) 24 jam (> 1,015-1,025)
2. Pemeriksaan darah:
a) Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsentrasi)

14
Darah lengkap:
Umur Hasil pemeriksaan
1-3 Hari (> 14,5-22,5 g/dl)
2 Bulan (> 9,0-14,0 g/dl)
6-12 Tahun (> 11,5-15,5 g/dl)
12-18 Tahun; Pria (> 13-16 g/dl), Wanita (> 12-16 g/dl)
Hematokrit:
Umur Hasil pemeriksaan
>2 bulan (> 28-42 %)
6-12 tahun (> 35-45 %)
12-18 tahun; pria (> 37-49 %), perempuan (> 36-46 %)
b) Laju Endap Darah (LED) – meningkat
(> 0-13 mm/jam)
c) Kadar albumin serum - menurun
Umur Hasil pemeriksaan
1-7 tahun (< 6,1-7,9 g/dl)
8-12 tahun (< 6,4-8,1 g/dl)
13-19 tahun (< 6,6-8,2 g/dl)
d) Kolesterol plasma – meningkat
12-19 tahun (> 230 mg/dl)
e) Kadar ureum, kreatinin serta kliren kreatinin.
Kreatinin serum:
Bayi (0,2-0,4 mg/dl)
Anak-anak (0,3-0,7 mg/dl)
Kliren kreatinin:
Bayi baru lahir (40-65 ml/menit/1,73 m2)
f) Kadar komplemen C3, bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear
antibody).

15
3. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
(Betz, Cecily L, 2002 : 335).

I. Penatalaksanaan
1. Terapi nonfarmakologis
a) Diet untuk pasien SN adalah 35 kal/kgBB/hari, sebagian besar terdiri dari
karbohidrat. Dianjurkan diet protein normal 0,8-1 g/kgBB/hari. Giordano
dkk memberikan diet protein 0,6 g/kgBB/hari ditambah dengan jumlah
gram protein sesuai jumlah proteinuri. Hasilnya proteinuri berkurang, kadar
albumin darah meningkat dan kadar fibrinogen menurun.
b) Istirahat sampai oedema tinggal sedikit
2. Terapi farmakologis
Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal atau
penyakit penyebab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan
proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemi serta mencegah dan mengatasi
penyulit. Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua
kelainan yang memberikan respon terapi yang baik terhadap steroid. Peneliti
lain menemukan bahwa pada glomerulosklerosis fokal segmental sampai 40%
pasien memberi respon yang baik terhadap steroid dengan remisi lengkap.
Schieppati dan kawak menemukan bahwa pada kebanyakan pasien nefropati
membranosa idiopatik, dengan terapi simptomatik fungsi ginjalnya lebih baik
untuk jangka waktu lama dan dapat sembuh spontan. Oleh karena itu mereka
tidak mendukung pemakaian glukokortikoid dan imunosupresan pada
nefropati jenis ini.
Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya
prednison 125 mg setiap 2 hari sekali selama 2 bulan kemudian dosis
dikurangi bertahap dan dihentikan setelah 1-2 bulan jika relaps, terapi dapat
diulangi. Regimen lain pada orang dewasa adalah prednison/prednisolon 1-1,5
mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1

16
hari selama 4 minggu. Sampai 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan
sampai 20-24 minggu, namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan
setelah kortikosteroid dihentikan. Hopper menggunakan dosis 100 mg/48 jam.
Jika tidak ada kemajuan dalam 2-4 minggu, dosis dinaikkan sampai 200 mg
per 48 jam dan dipertahankan sampai proteinuri turun hingga 2 gram atau
kurang per 24 jam, atau sampai dianggap terapi ini tidak ada manfaatnya.
Pada anak-anak diberikan prednison 60 mg/m2 luas permukaan tubuh atau 2
mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu, diikuti 40 mg/m2 luas permukaan
tubuh setiap 2 hari selama 4 minggu.
Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi :
a) Remisi lengkap
1) proteinuri minimal (< 200 mg/24 jam)
2) albumin serum >3 g/dl
3) kolesterol serum < 300 mg/dl
4) diuresis lancar dan edema hilang
b) Remisi parsial
1) proteinuri <3,5 g/harI
2) albumin serum >2,5 g/dl
3) kolesterol serum <350 mg/dl
4) diuresis kurang lancar dan masih edema

J. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi pada penderita Sindrom Nefrotik, yaitu:
1. Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis
Beberapa kelainan koagulasi dan sistem fibrinolitik banyak ditemukan pada
pasien SN. Angka kejadian terjadinya komplikasi tromboemboli pada anak
tidak diketahui namun lebih jarang daripada orang dewasa. Diduga angka
kejadian komplikasi ini sebesar 1,8 % pada anak. Pada orang dewasa umunya
kelainannya adalah glomerulopathi membranosa (GM) suatu kelainan yang

17
sering menimbulkan trombosis. Secara ringkas kelainan hemostasis SN dapat
timbul dari dua mekanisme yang berbeda:
a) Peningkatan permeabilitas glomerulosa mengakibatkan :
1) meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein didalam urin
seperti anti thrombin III, protein S bebas, plasminogen dan anti plasmin.
2) Hipoalbunemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,
meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan
tertekannya fibrinolisis.
b) Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matrik subendotel pada kapiler glomerulus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
2. Kelainan Hormonal dan Mineral
Gangguan timbul karena terbuangnya hormone-hormon yang terikat pada
protein. Thyroid binding globulin umumnya berkaitan dengan proteinuria.
Hipokalsemia bukan hanya disebabkan karena hipoalbuminemia saja, namun
juga terdapat penurunan kadar ionisasi bebas, yang berarti terjadi
hiperkalsiuria yang akan membaik bila proteinuria menghilang. Juga terjadi
penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna yang terlihat dengan adanya
ekskresi kalsium dalam feses yang sama atau lebih besar dari intake. Adanya
hipokalsemia, hipokalsiuria dan penurunan absorpsi kalsium dalam saluran
cerna diduga karena adanya kelainan metabolismevitamin D. Namun
demikian, karena gejala-gejala klinik berupa gangguan tulang jarang dijumpai
pada anak, maka pemberian vitamin D rutin tidak dianjurkan.
3. Ganggguan Pertumbuhan dan Nutrisi
Sejak lama diketahui bahwa anak-anak dengan sindrom nefrotik mengalami
gangguan pertumbuhan. Ganguan pertumbuhan pada anak dengan sindrom
nefrotik adalah disebabkan karena malnutrisi protein kalori, sebagai akibat
nafsu makan yang berkurang, terbuangnya protein dalam urin, malabsorbsi
akibat sembab mukosa saluran cerna serta terutama akibat terapi steroid.
Terapi steroid dosis tinggi dalam waktu lama menghambat maturasi tulang,

18
terhentinya pertumbuhan tulang linear dan menghambat absorbsi kalsium
dalam intestinum, terutama bila dosis lebih besar dari 5 mg/m/hari.
Kortikosteroid mempunyai efek antagonis terhadap hormone pertumbuhan
endogen dan eksogen dalam jaringan perifer melalui efek somatomedin. Cara
pencegahan terbaik adalah dengan menghindari pemberian steroid dosis tinggi
dalam waktu lama serta mencukupi intake kalori dan protein serta tidak kalah
pentingnya adalah juga menghindari stress psikologik.
4. Infeksi
Kerentanan terhadap infeksi meningkat karena rendahnya kadar
immunoglobulin, defisiensi protein, defek opsonisasi bakteri, hipofungsi
limpa dan terapi imunosupresan. Kadar Ig G menurun tajam sampai 18 %
normal. Kadar Ig M meningkat yang diduga karena adanya defek pada
konversi yang diperantarai sel T pada sintesis Ig M menjadi Ig G. defek
opsonisasi kuman disebabkan karena menurunnya faktor B ( C3 proactivator)
yang merupakan bagian dari jalur komplemen alternatif yang penting dalam
opsonisasi terhadap kuman berkapsul, seperti misalnya pneumococcus dan
Escherichia coli. Penurunan kadar faktor B ( BM 80.000 daltons ) terjadi
karena terbuang melalui urine. Anak-anak dengan sindrom nefrotik berisiko
menderita peritonitis dengan angka kejadian 5 %. Kuman penyebabnya
terutama Streptococcus pneumoniae dan kuman gram negatif. Infeksi kulit
juga sering dikeluhkan. Tidak dianjurkan pemberian antimikroba profilaksis.
5. Anemia
Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer, anemia yang khas defisiensi
besi, tetapi resisten terhadap terapi besi. Sebabnya adalah meningkatnya
volume vaskuler, hemodilusi dan menurunnya kadar transferin serum karena
terbuang bersama protein dalam urine.
6. Gangguan Tubulus Renal
Hiponatremia terutama disebabkan oleh retensi air dan bukan karena defisit
natrium, karena meningkatnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan
berkurangnya hantaran Na dan H2O ke pars asenden Ansa Henle. Pada anak

19
dengan sindrom nefrotik terjadi penurunan volume vaskuler dan peningkatan
sekresi renin dan aldosteron sehingga sekresi hormone antidiuretik meningkat.
Angiotensin II meningkat akan menimbulkan rasa haus sehingga anak akan
banyak minum meskipun dalam keadaan hipoosmolar dan adanya defek
ekskresi air bebas. Gangguan pengasaman urine ditandai oleh
ketidakmampuan manurunkan pH urine setelah pemberian beban asam.
Diduga defek distal ini disebabkan oleh menurunnya hantaran natrium ke arah
asidifikasi distal. Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan pemberian
furosemide yang meningkatkan hantaran ke tubulus distal dan menimbulkan
lingkaran intraluminal yang negatif yang diperlukan agar sekresi ion hydrogen
menjadi maksimal. Disfungsi tubulus proksimal ditandai dengan adanya
bikarbonaturia dan glukosuria. Disfungsi tubulus proksimal agak jarang
ditemukan.
7. Gagal Ginjal Akut
Dapat terjadi pada sindrom nefrotik kelainan minimal atau glomerulosklerosis
fokal segmental dengan gejala-gejala oliguria yang resisten terhadap diuretik.
Dapat sembuh spontan atau dialysis. Penyebabnya bukan karena hipovolemia,
iskemi renal ataupakibat perubahan membran basal glomerulus, tetapi adalah
karena sembab interstitial renal sehingga terjadi peningkatan tekanan tubulus
proksimal yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Adanya
gagal ginjal akut pada sindrom nefrotik harus dicari penyebabnya. Apakah
bukan karena nefritis interstitial karena diuretic, nefrotoksik bahan kontras
radiologi, nefrotoksik antibiotik atau nefritis interstitial alergi karena
antibiotik atau bahan lain.

K. Prognosis
Prognosisnya bervariasi, tergantung kepada penyebab, usia penderita dan
jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari pemeriksaan mikroskopik pada
biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika penyebabnya adalah penyakit yang

20
dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker) atau obat-obatan. Prognosis biasanya
baik jika penyebabnya memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid.
Anak-anak yang lahir dengan sindroma ini jarang yang bertahan hidup
sampai usia 1 tahun, beberapa diantaranya bisa bertahan setelah menjalani dialisa
atau pencangkokan ginjal. Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindroma
nefrotik akibat glomerulonefritis yang ringan; 90% penderita anak-anak dan
dewasa memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Jarang yang
berkembang menjadi gagal ginjal, meskipun cenderung bersifat kambuhan.
Tetapi setelah 1 tahun bebas gejala, jarang terjadi kekambuhan.
Sindroma nefrotik familial dan glomerulonefritis membranoproliferatif
memberikan respon yang buruk terhadap pengobatan dan prognosisnya tidak
terlalu baik. Lebih dari separuh penderita sindroma nefrotik familial meninggal
dalam waktu 10 tahun. Pada 20% pendeita prognosisnya lebih buruk, yaitu
terjadi gagal ginjal yang berat dalam waktu 2 tahun. Pada 50% penderita,
glomerulonefritis membranoproliferatif berkembang menjadi gagal ginjal dalam
waktu 10 tahun. Pada kurang dari 5% penderita, penyakit ini menunjukkan
perbaikan.
Sindroma nefrotik akibat glomerulonefritis proliferatif mesangial sama
sekali tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Pengobatan pada
sindroma nefrotik akibat lupus eritematosus sistemik, amiloidosis atau kencing
manis, terutama ditujukan untuk mengurangi gejalanya. Pengobatan terbaru
untuk lupus bisa mengurangi gejala dan memperbaiki hasil pemeriksaan yang
abnormal, tetapi pada sebagian besar penderita terjadi gagal ginjal yang
progresif. Pada penderita kencing manis, penyakit ginjal yang berat biasanya
akan timbul dalam waktu 3-5 tahun.

21
L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan
perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami
komplikasi sindrom nefrotik.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan
kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani
dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.
d) Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tidak ada hubungan.
e) Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f) Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g) Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan Head to toe
(a) Tanda-tanda vital

22
(1) Mengukur tinggi dan berat badan: tanda- tanda retardasi
pertumbuhan
(2) Memantau suhu: Hipertermia
(3) Mengukur tekanan darah: penurunan tekanan darah ringan atau
normal
(4) Memantau frakuensi pernapasan: anak mungkin terlihat pucat
dan mengalami gawat nafas
(b) Inspeksi
(1) Mengamati tanda-tanda kongesti sirkulasi: sianosis perifer,
waktu pengisian kapiler memanjang, pucat, edema perifer, kulit
mengkilat, dan vena menonjol
(2) Mengamati adanya distensi abdomen
(3) Mengamati adanya tanda-tanda awal enselopati uremik,
mencakup letargi, konsentrasi yang buruk, bingung
(4) Mengamati adanya tanda-tanda anomali kongenital:
hipospodia, epispodia, abnormalitas telinga(telinga dan ginjal
terbentuk pada saat yang bersamaan di dalam uterus), hidung
seperti berparuh, dan dagu kecil
(c) Palpasi
(1) Palpasi ginjal untuk adanya nyeri tekan dan pembesaran
(2) Palpasi kandung kemih untuk adanya distensi
(3) Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri pinggang, abdomen,
atau panggul.
2) Uji Diasnogtik/Pemeriksaan Laboratorium
(a) Urinalisis menunjukkan proteinuria yang khas, kast hialin, sedikit
sel darah merah, dan berat jenis urine tinggi.
(b) Kadar serum protein yang menurun, terutama kadar albumin.
(c) Kolestrol serum dapat mencapai 450 – 1500 mg/dl
(d) Hemoglobin dan hematokrit normal atau meningkat
(e) Hitung trombosit tinggi (500.000-1.000.000)

23
(f) Konsentrasi natrium serum rendah (130-135 mEq/ L)
(g) Biopsi ginjal dapat dilakukan untukmemberikan informasi status
glomerolus dan jenis sindrom nefrotik, demikian juga respon
terhadap pengobatan dan perjalanan penyakit.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
b) Perubahan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi
sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing
(dampak hospitalisasi).

24
3. Rencana Tindakan Keperawatan
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
Kelebihan volume Keseimbangan Pemantauan 3. Perlu untuk
1
cairan Cairan (monitor) menentukan
berhubungan Setelah dilakukan elektrolit fungsi
dengan kehilangan tindakan 1. Kaji masukan ginjal,
protein sekunder keperawatan 3x24 yang relatif kebutuhan
terhadap jam kelebihan terhadap penggantian
peningkatan volume cairan keluaran secara cairan dan
permiabilitas dapat teratasi. akurat. penurunan
glomerulus. Kriteria hasil : 2. Timbang berat resiko
1. Penurunan badan setiap kelebihan
edema, ascites hari (ataui cairan.
2. Kadar protein lebih sering 4. Mengkaji
darah meningkat jika retensi
3. Output urine diindikasikan) cairan
adekuat 600 – 3. Kaji perubahan 5. Untuk
700 ml/hari edema : ukur mengkaji
4. Tekanan darah lingkar ascites dan
dan nadi dalam abdomen pada karena
batas normal. umbilicus serta merupakan
pantau edema sisi umum
sekitar mata. edema.
4. Atur masukan 6. Agar tidak
cairan dengan mendapatka
cermat. n lebih dari
5. Pantau infus jumlah yang
intra vena dibutuhkan

25
7. Untuk
mempertaha
nkan
masukan
yang
diresepkan
8. Untuk
menurunkan
ekskresi
proteinuria
9. Untuk
memberikan
penghilanga
n sementara
dari edema.

Perubahan nutrisi Status Nutrisi Manajemen 1. agar anak


2
kurang dari Setelah dilakukan Nutrisi lebih
kebutuhan tindakan 1. Tentukan mungkin
berhubungan keperawatan 3x24 jumlah kalori untuk
dengan malnutrisi jam Perubahan dan jenis makan
sekunder terhadap nutrisi dari nutrisi yang 2. untuk
kehilangan protein kebutuhan dapat dibutuhkan merangsang
dan penurunan teratasi. untuk nafsu
napsu makan Kriteria hasil : memenuhi makan anak
1. Asupan Gizi persyaratan 3. untuk
2. Asupan gizi mendorong
Makanan 2. Tentukan status agar anak
gizi pasien dan mau makan

26
kemampuan
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan gizi
Resiko tinggi Keparahan Infeksi Kontrol infeksi 1. Membatasi
3
infeksi Setelah dilakukan 1.Bersihkan masuknya
berhubungan tindakan lingkungan bakteri ke
dengan imunitas keperawatan 3x24 2. Gunakan sabun dalam tubuh.
tubuh yang jam Resiko tinggi anti mikroba 2. Deteksi
menurun infeksi dapat 3.lakukan dini adanya
teratasi. pencegahan infeksi dapat
Kriteria hasil : tindakan yang mencegah
1. Kulit berbintik bersifat universal sepsis.
2. Kulit kemerahan 3. Untuk
3. Kulit lembab meminimalk
an pajanan
pada
organisme
infektif
4. Untuk
memutus
mata rantai
penyebaran
infeksi

Kecemasan anak Adaptasi anak Peningkatan 1.Memantapk


4
berhubungan terhadap koping an
dengan lingkungan perawatan di 1.Gunakan hubungan,
perawatan yang rumah sakit pendekatan yang meningkatan

27
asing (dampak Setelah dilakukan tenang dan ekspresi
hospitalisasi). tindakan memberikan perasaan.
keperawatan 3x24 jaminan 2. Dukungan
jam Kecemasan 2.Berikan suasana yang terus
anak dapat teratasi penerimaan menerus
Kriteria hasil 3.Sediakan mengurangi
1.Berinteraksi informasi actual ketakutan
dengan orang tua mengenai atau
2.Bekerjasama diagnosis kecemasan
selama prosedur penanganan dan yang
3.Bertanya tentang prognosis dihadapi.
penyakit 3.Meminimalk
an dampak
hospitalisasi
terpisah dari
anggota
keluarga.

4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Tindakan keperawatan
dibedakan kewenangan dan tanggung jawab perawat secara
profesional(Nursalam. 2011).

28
5. Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan
atau tindakan keperawatan terhadap pasien. Dimana evaluasi ini meliputi
evaluasi formatif / evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai melakukan
implementasi yang dibuat setiap hari sedangkan evaluasi sumatif / evaluasi hasil
dibuat sesuai dengan tujuan yang dibuat mengacu pada kriteria hasil yang
diharapkan.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).Sindrom
Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap
sebagai suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi.
Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan
pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.Proteinuria
Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein
glomerulus karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus
terhadap serum protein, umumnya protein plasma dengan BM rendah seperti
albumin, transferin diekskresi lebih mudah dibanding protein dengan BM yang
lebih besar seperti lipoprotein. Clearance relative plasma protein yang
berbanding terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya mencerminkan
selektivitas proteinuria.
Gejala awalnya bias berupa : Berkurangnya nafsu makan, Pembengkakan
kelopak mata, Nyeri perut, Pengkisutan otot, Pembengkakan jaringan akibat
penimbunan garam dan air. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara
lain : Urinalisa, bila perlu biakan urin, pemeriksaan darah, uji diagnostic.
Penatalaksanaan dengan cara terapi nonfarmakologis dan farmakologis.
Komplikasi Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis, gangguan
pertumbuhan dan nutrisi, Kelainan Hormonal dan Mineral.

30
B. Saran
Bagi institusi pendidikan setiap institusi pendidikan di harapkan dapat
menjadikan makalah ini sebagai masukan ilmu pengetahuan dalam proses belajar
mengajar ataupun perkuliahan
Bagi penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep
dasar dan konsep keperawatan, serta dapat menjadikannya sebagai panduan
belajar. Namun Kami menyadari bahwa dengan keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang kami miliki, materi ulasan yang kami sajikan masih jauh dari
kesempuranaan sehingga tentunya tak akan luput dari kesalahan dan kehilafan.
Oleh karena itu, kami menghargai dan bahkan mengharapkan segala bentuk
masukan dan kritik dari rekan-rekan ataupun pihak lain untuk lebih membangun
dan menyegarkan wawasan kami sehingga lebih bijaksana.

31
DAFTAR PUSTAKA

Alfiah, Nadzifatul. 2017. KTI Asuhan keperawatan pada An. S Dengan Masalah
Keperawatan Nyeri Pada Kasus Sindrom Nefrotik Di Ruang Catelya RSUD
Cilacap. Cilacap.
Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
Marilynn, E. Dongoes Dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3, EGC : Jakarta
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, edisi
8, Volume 2, EGC : Jakarta
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-sindrom-nefrotik/
idmgarut.wordpress.com/…/28/sindroma-nefrotik
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa : Monica
Ester. Jakarta : EGC
https://rufaidahhomecare.wordpress.com/2011/03/28/askep-sindrom-nefrotik/

32

Anda mungkin juga menyukai