Anda di halaman 1dari 20

MASALAH PERAWATAN PADA NEFROTIK SYNDROME

Mata kuliah : Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pembimbing : Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep.,M.Pd.

OLEH :

Kelompok 1 :

1. Ni Kadek Ayu Ganggarini (P07120120001)


2. I Gusti Ayu Dewanti Cahya Putri (P07120120002)
3. Ida Ayu Devina Jenamo (P07120120003)
4. Ni Kadek Dwi Puji Haningsih (P07120120004)
5. Ni Made Mila Puspita (P07120120005)
Kelas 3.1 D-III Keperawatan

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Masalah
Perawatan Pada Nefrotik Syndrome” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas sehingga dapat
menambah wawasan serta pengetahuan dalam bidang studi yang ditekuni.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan pembimbing dan pihak yang telah berkontribusi sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Ns. I Wayan Sukawana, S.Kep.,M.Pd. selaku dosen pengampu kelompok 1
2. Serta teman-teman kami yang senantiasa memberikan doa serta dukungan
kepada kami.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi penyempurnaan
makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat maupun referensi bagi seluruh pembaca.

Denpasar, Juli 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4
A. Definisi Sindrom Nefrotik ...................................................................... 4
B. Etiologi Sindrom Nefrotik ...................................................................... 4
C. Patofisiologi Sindrom Nefrotik ............................................................... 5
D. Diagnosis Sindrom Nefrotik.................................................................... 6
E. Penatalaksanaan Medis Sindrom Nefrotik .............................................. 7
F. Pengkajian Keperawatan ......................................................................... 8
G. Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 9
H. Asuhan Keperawatan ............................................................................. 12
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 16
A. Simpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ...................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai
dengan edema, proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5
gram/hari, hiperkolesterolemia dan lipiduria. (Kodner, 2016) Insiden sindrom
nefrotik pada dewasa terjadi 3 per 100.000 populasi. Rata – raa 80%-90% kasus
sindrom nefrotik pada dewasa penyebabnya masih belum diketahui. Nefropati
membranosa merupakan penyebab paling sering pada ras kulit putih dan
glomerulosklerosis fokal segmental paling sering terjadi pada ras kulit hitam,
dimana setiap gangguan tersebut rata – rata 30% hingga 35% kasus pada
dewasa. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan
akibat penyakit sitemik. (Charles, 2009)Penyebab Sindrom Nefrotik sangat luas
maka anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan urin termasuk
pemeriksaan sedimen perlu dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam
serum, kolesterol dan trigliserid juga membantu penilaian terhadap sindrom
nefrotik. Anamnesis penggunaan obat, kemungkinan berbagai infeksi dan
riwayat penyakit sistemik lain perlu diperhatikan. Manajemen dari Sindrom
nefrotik yaitu mengatasi penyababnya, memberikan terapi berdasarkan
gejalanya serta pada beberapa kasus diberikan agen immunosuppressant.
(Kharisma, 2017)
Pengobatan sindrom nefrotik adalah untuk mengurangi atau menghilangkan
proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi penyakit
penyerta seperti infeksi, trombosis dan kerusakan ginjal pada gagal ginjal akut
dan sebagainya. Jika tidak dilakukan terapi sedini mungkin maka akan
menyebabkan kerusakan glomeruli ginjal sehingga mempengaruhi kemampuan
ginjal menfiltrasi darah. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut ataupun
kronik. (Kharisma 2017) Umumnya terapi yang diberikan adalah diet rendah
protein dan rendah garam, kortikosteroid, diuretik dan antibiotik. Dengan
pemberian kortikosteroid golongan glukokortikoid sebagian besar akan

1
membaik. Terapi antibiotik dapat mengurangi mortalitas akibat infeksi
sedangkan diuretik dapat membantu ginjal dalam mengatur pengeluaran garam
dan air. Pada sindrom nefrotik juga terdapat komplikasi, diantara dapat terjadi
keseimbangan nitrogen yang negatif yang diakibatkan oleh proteinuria masif,
terjadi hiperkoagulasi, hiperlipidemia dan lipidemia, terjadi gangguan
metabolisme kalsium dan tulang dan infeksi. (PAPDI, 2014) Untuk
prognosisnya, pada sindrom nefrotik prognosis tergantung dari penyebab yang
mendasarinya, sebagian besar membaik dengan pemberian terapi suportif dan
terapi spesifik.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ditujukan untuk merumuskan permasalahan
yang akan dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa definisi Sindrom Nefrotik ?
2. Apa etiologi Sindrom Nefrotik ?
3. Apa patofisiologi Sindrom Nefrotik ?
4. Apa diagnose Sindrom Nefrotik ?
5. Apa penatalaksanaan medis Sindrom Nefrotik ?
6. Bagaimana pengkajian keperawatan dari Sindrom Nefrotik?
7. Bagaimana diagnose keperawatan yang akan muncul dari Sindrom
Nefrotik?
8. Bagaimana rencana asuhan keperawatan dari Sindrom Nefrotik?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari
dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah. Adapun tujuan
penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari Sindrom Nefrotik
2. Untuk mengetahui etioogi dari Sindrom Nefrotik
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Sindro Nefrotik
4. Untuk mengetahui diagnose dari Sindrom Nefrotik
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Sindrom Nefrotik
6. Untuk mengetahui pengkajian keperawtaan dari Sindrom Nefrotik
2
7. Untuk mengetahui diagnose keperawatan yang mungkin muncul dari
Sindrom Nefrotik
8. Untuk mengetahui rencaana asuhan keperawatan dari Sindrom Nefrotik

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Bagi penulis
Membantu penulis mengetahui dan memahami secara lebih mendalam
mengenai Sindrom Nefrotik
2. Bagi pembaca

Sebagai media belajar Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dan


bermanfaat untuk memberikan informasi tentang Sindrom Nefrotik

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan


edema, proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia <3,5 gram/hari,
hiperkolesterolemia dan lipiduria. (Kodner, 2016) Sindrom nefrotik memiliki
berbagai efek metabolik yang berdampak pada individu, beberapa episode sindrom
nefrotik adalah self-limited dan sebagian diantaranya respon dengan terapi spesifik,
sementara sebagiannya lagi merupakan kondisi kronis. (Kharisma, 2017).

B. Etiologi Sindrom Nefrotik


Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan ikat, obat atau toksin dan
akibat penyakit sitemik. Penyebab sindrom nefritik pada dewasa dihubungkan
dengan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, amiloidosis atau lupus
eritemtosis sistemik. Berikut merupakan klasifikasi dan penyebab sindrom
nefrotik.(PAPDI,2014)

Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik


Glomerulonefritis primer
a. GN lesi minimal
b. Glomerulosklerosis segmental
c. GN membranosa
d. GN membranoproliferatif
e. GN proliferatif lain

Glomerulonefritis sekunder
a. Infeksi (HIV, hepatitis B dan C, Sifilis, malaria, skistosoma, tuberkulosis
dan lepra)
b. Keganasan (adenosarkoma paru, payudara, kolon, limfoma hodgkin,
mieloma multipel dan karsinoma ginjal)

4
Connective tissue disease ( SLE, artritis reumatoid, mixed connective
tissue disease)

d. Efek obat dan toksin ( NSAID, penisilamin, probenesid)

c. Lain – lain (Diabetes melitus, amiloidosis, pre-


eklamsia, refluks vesikoureter)

C. Patofisiologi Sindrom Nefrotik


1. Proteinuria
Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow. Kehilangan
protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria glomerular. Proteinuria
pada penyakit glomerular disebabkan oleh meningkatnya filtrasi makromolekul
melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini sering diakibatkan oleh kelainan pada
podosit glomerular. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus mempunyai
mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul dan yang kedua berdasarkan
muatan listriknya.(Charles, 2009) Pada sindrom nefrotik kedua mekanisme tersebut
terganggu.proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan
ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Protein selktif apabila protein
yang keluar terdiri dari molekul kecil mialnya albumin, sedangkan yang non-
selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti
imunoglobulin. (Kodner, 2016).
2. Hipoalbuminemia
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200
mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme.
Katabolisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
katabolisme pada tubulus proksimal ginjal setelah resorpsi albumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalbuminemia merupakan manifestasi
dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan dan peningkatan katabolisme
albumin. (Kharisma, 2017). Hilangnya albumin melalui urin merupakan
konstributor yang penting pada kejadian hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal
tersebut bukan merupakan satu-satunya penyebab pada pasien sindrom nefrotik
karena laju sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan
5
begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin. (UKK Nefrologi
IDAI, 2014).
3. Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada sindrom
nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema.
Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik
intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya
peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar
sehingga terjadi albuminuria dan hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa
salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai penentu tekanan onkotik. Maka
kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati dinding
kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.
(Kharisma, 2017).
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara
lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein
menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak
menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim
utama yang mengambil lemak dari plasma. Beberapa peningkatan serum
lipoprotein yang di filtrasi di glomerulus akan mencetuskan terjadinya lipiduria
sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan fatty cast pada sedimen urin.
(Kulsrestha, 2009).

D. Diagnosis Sindrom Nefrotik


Berdasarkan pemikiran bahwa penyebab Sindrom Nefrotik sangat luas maka
anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan urin termasuk pemeriksaan
sedimen perlu dengan cermat. Pemeriksaan kadar albumin dalam serum, kolesterol dan
trigliserid juga membantu penilaian terhadap sindrom nefrotik. (Floege, 2015).
1. Gambaran Klinis
Dari anamnesis akan di dapatkan bahwa pasien sindrom nefrotik
datang dengan edema yang progresif pada ekstremitas bawah,

6
peningkatan berat badan dan lemah, yang merupakan gejala tipikal pada
sindrom nefrotik. Selain itu juga dapat ditemukan urin berbusa. Pada
kondisi yang lebih serius, akan terjadi edema periorbital dan genital
(skrotum), ascites, efusi pleura. Jika terjadi bengkak hebat dan
generalisata dapat bermanifestasi sebagai anasarka. Kemudian dari
pemeriksaan fisik akan di temukan pretibial edema, edema periorbita,
edema skrotum, edema anasarka, ascites.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis dan biakan urin, dilakukan jika terdapat gejala klinis yang
mengarah pada infeksi saluran kemih (ISK).
b. Protein urin kuantitatif ; Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin
pertama pagi hari, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
derajat dari proteinuria.
c. Pemeriksaan darah ; Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung
jenis leukosit, trombosit, hematokrit, LED), Albumin dan kolesterol
serum, Ureum, kreatinin, dan klirens kreatinin. (UKK Nefrologi
IDAI, 2014)
d. Pemeriksaan Radiologi ; dapat dilakukan USG ginjal untuk
mengidentifikasi trombosis vena renalis jika terdapat indikasi curiga
adanya keluhan nyeri pinggang (flank pain), hematuria atau gagal
ginjal akut.
e. Pemeriksaan Histopatologi; pada pemeriksaan ini dapat dilakukan
biopsi ginjal, pemeriksaan ini direkomendasikan pada pasien sindrom
nefrotik untuk mengkonfirmasi subtipe penyakitnya atau untuk
konfirmasi diagnosis. Meskipun begitu, belum ada guidline yang
pasti menjelaskan kapan biposi ginjal di indikasikan.(Charles, 2009)

E. Penatalaksanaan Medis Nefrotik Sindrom


Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom Nefrotik
mencakup :

1. Pemberian kortikosteroid (prednisone atau prednisolone) untuk


menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setalah 4 sampai 8 minggu
7
terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk
beberapa hari
2. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)
3. Pengurangan edema
a. Terapi diuretic (diuretic hendaknya digunakan secara cermat untuk
mencegah terjadinya penurunan volume intravascular, pembentukan
thrombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit)
b. Pembatasan natrium (mengurangi edema)
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit
5. Pengobatan nyeri ( untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan edema dan terapi incasif)
6. Pemberian antibiotic (penisilin oral profilatik atau agens lain)
7. Terapi imunosupresif ( siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk
anak yang gagal berespons terhadap steroid

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

F. Pengkajian Keperawatan
Menurut wong, (2008), pengkajian kasus Sindrom Nefrotik sebagai berikut :
1. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
2. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
3. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat badan,
edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang timbul pada
saat bangun pagi , berkurang di siang hari), pembengkakan abdomen
(asites), kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit, mudah lelah,
perubahan pada urine (peningkatan volume, urine berbusa).
4. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah
merah, analisa darah untuk serum protein (total albumin/globulin ratio,
kolesterol) jumlah darah, serum sodium.
5. Biodata pasien berisikan inisial, umur,jenis kelamin, suku/bangsa
6. Riwayat Kesehatan pasien
7. Riwayat penyakit dahulu (Penyakit yang pernah dialami klien dan
berhubungan dengan Sindrom Nefrotik)

8
8. Riwayat penyakit keluarga (seseorang yang memiliki Riwayat keluarga
menderita penyakit sejenis akan lebih beresiko menderita penyakit yang
sama
9. Pemeriksaan fisik menyangkut keadaan umum pasien, Inspeksi, Palpasi,
Auskultasi, Perkusi
10. Pemeriksaan penunjang Sindrom Nefrotik sebagai berikut : Urinalisis dan
biakan urin, Protein urin kuantitatif, Pemeriksaan darah, Pemeriksaan
Radiologi, Pemeriksaan Histopatologi

G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu, klien
atau masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat (Herdman & Kamitsuru, 2015).
1. Hipervolemia
Definisi : Peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan / atau
intraselular.
Penyebab :
a. Gangguan mekanisme regulasi
b. Kelebihan asupan cairan
c. Kelebihan asupan natrium
d. gangguan aliran balik vena
e. Efek agen farmakologis (mis. kartikosteroid, chlorpropamide,
tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif :

a. Ortopnea
b. Dispenea
c. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)

Objektif :

a. Ederma anasarka dan/atau ederma perifer

9
b. Berat badan meningkat dalam waktu singkat
c. Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Cental Venous Pressure (CVP)
meningkat
d. Refleks hepatojugular positif

Gejala dan tanda minor :

Subjektif :

Tidak tersedia

Objektif :

a. Ditensi vena jugularis


b. Terdengar suara nafas tembahan
c. Hepatomegali
d. Kadar Hb/Ht turun
e. Oliguria
f. Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif)
g. Kongesti paru

2. Deficit Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
Penyebab :
a. Ketidakmampuan menelan makanan
b. Ketidakmampuan mencerna makanan
c. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d. Peningkatan kebutuhan metabolisme
e. Faktor ekonomi (mis, finansial tidak mencukupi)
f. Faktor psikologis (mis, stres, keengganan untuk makan)
g. Gejala dan Tanda Mayor

Gejala dan tanda mayor :

Subjektif :

Tidak tersedia
10
Objektif :

a. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

Gejala dan tanda minor :

Subjektif :

a. Cepat kenyang setelah makan


b. Kram/nyeri abdomen
c. Nafsu makan menurun

Objektif :

a. Bising usus hiperaktif


b. Otot pengunyah lemah
c. Otot menelan lemah
d. Membran mukosa pucat
e. Sariawan
f. Serum albumin turun
g. Rambut rontok berlebihan
h. Diare
3. Keletihan
Definisi : Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat.
Penyebab :
a. Gangguan tidur
b. Gaya hidup monoton
c. Kondisi fisiologis (mis. penyakit kronis, penyakit terminal, anemia.
malnutrisi, kehamilan) ‘
d. Program perawatan/pengobatan jangka panjang
e. Peristiwa hidup negatif
f. Stres—berlebihan
g. Depresi

Gejala dan tanda mayor

Subjektif :
11
a. Merasa energi tidak putih walaupun telah tidur
b. Merasa kurang tidur
c. Mengeluh Lelah

Objektif :

a. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin


b. Tampak lesu

Gejala dan tanda minor

Subjektif :

a. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab


b. libido menurun

Objektif :

a. kebutuhan istirahat meningkat

H. Implementasi Keperawatan
1. Hipervolemia
Manajemen Hipervolemia (I.03114)
a. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
b. Identifikasi penyebab hypervolemia
c. Monitor status hemodinamik, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO jika
tersedia
d. Monitor intaje dan output cairan
e. Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN, hematocrit, berat jenis
urine)
f. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
g. Monitor kecepatan infus secara ketat
h. Monitor efek samping diuretik
i. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
j. Batasi asupan cairan dan garam
k. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
l. Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam

12
m. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
n. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
o. Ajarkan cara membatasi cairan
p. Kolaborasi pemberian diuritik
q. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
r. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy

Pemantauan Cairan (I.03121)

a. Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


b. Monitor frekuensi nafas
c. Monitor tekanan darah
d. Monitor berat badan
e. Monitor waktu pengisian kapiler
f. Monitor elastisitas atau turgor kulit
g. Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
h. Monitor kadar albumin dan protein total
i. Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
j. Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit
meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
k. Identifikasi tanda-tanda hypervolemia 9mis. Dyspnea, edema perifer, edema
anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular positif, berat
badan menurun dalam waktu singkat)
l. Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur pembedahan
mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal,
peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
m. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
n. Dokumentasi hasil pemantauan
o. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
p. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

13
2. Deficit nutrisi
Manajemen Nutrisi (I.03119)
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
f. Monitor asupan makanan
g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
i. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
j. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
k. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
l. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
m. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
n. Berikan suplemen makanan, jika perlu
o. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
p. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
q. Ajarkan diet yang diprogramkan
r. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
s. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu

3. Keletihan
Manajemen Energi (I.05178)
a. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

14
e. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus seperti cahaya, suara, dan
kunjungan
f. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
g. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
h. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
i. Anjurkan tirah baring
j. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
k. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
l. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
m. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Edukasi Aktivitas / Istirahat (I.12362)


a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat
c. Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
d. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
e. Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin
f. Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau aktivitas
lainnya
g. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
h. Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat seperti kelelahan, sesak nafas
saat aktivitas.
i. Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan

15
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit glomerular yang ditandai dengan
edema, proteinuria masif >3,5 gram/hari, hipoalbunemia < 3,5 gram/hari,
hiperkolesterolemia dan lipiduria. Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh
glomerulonefritis primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan
ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit sitemik. Manajemen yang diberikan adalah
manajemen secara umum seperti istirahat, diet rendah kolesterol, diet garam rendah
garam dan diet protein. Pengobatan edema, pengobatan proteinuria dengan penghambat
ACE atau antagonis reseptor angiotensin II, pengobatan dyslipidemia dengan golongan
statin dan pengobatan kasual sesuai dengan etiologi dari sindrom nefrotik.
B. Saran
Setiap penderita Sindrom Nefrotik harus secara rutin memeriksakan diri ke
dokter guna mengontrol kesehatan. Selain itu, diharapkan dapat menjalani terapi obat
maupun diet.

16
DAFTAR PUSTAKA

Maharani, Linda Dwi 2017. Sindrom Nefrotik. Diakses pada : Sabtu, 23 Juli 2022 dari
http://repository.ump.ac.id/3917/3/LINDA%20DWI%20MAHARANI%20BAB%20I
I.pdf

Dewi, Lindya 2019. Sindrom Nefrotik. Diakses pada Sabtu 23 Juli 2022 dari
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/34551/1/7157d58fef5673ce0c85758769f1232e.pdf

Fahmi, Ida Radliyatul Fahmi 2021. Askep Sindrom Nefrotik Sdki Slki Siki. Diakses pada Sabtu
23 Juli 2022 dari https://www.repronote.com/2021/06/intervensi-asuhan-keperawatan-
sindrom-nefrotik.html

Anda mungkin juga menyukai