Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SECTIO CAESAREA (SC)

OLEH :

PUTU ADHELINA ISWARA DEVI

219012779

PROGRAM STUDI NERS (PROFESI)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2022
A. Konsep Dasar Penyakit

A. Definisi

Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Pembedahan caesarea professional yang

pertama dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1827. Sebelum tahun 1800 sectio caesarea jarang dikerjakan dan biasanya fatal. Di London dan Edinburgh pada

tahun 1877, dari 35 pembedahan caesarea terdapat 33 kematian ibu. Menjelang tahun 1877 sudah dilaksanakan 71 kali pembedahan caesarea di Amerika Serikat.

Angka mortalitasnya 52 persen yang terutama disebabkan oleh infeksi dan perdarahan.

B. Penyebab/Faktor Predisposisi

1) Faktor Ibu

a) Faktor ibu yang pertama yaitu usia. Usia menjadi indikasi bila ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki risiko

melahirkan dengan operasi, karena pada usia ini biasanya seseorang memiliki penyakit yang berisiko.

b) Faktor yang kedua ibu dengan riwayat persalinan sebelumnya dengan operasi Caesarea. Sekitar 75% ibu yang melahirkan melalui operasi Caesarea bisa

melahirkan secara normal pada persalinan berikutnya. Indikasi dilakukan Sectio Caesarea apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya

tindakan pembedahan yaitu bayi besar, jalan lahir yang tidak mau membuka, kelainan letak janin, riwayat persalinan Sectio Caesarea kurang dari 2 tahun.

c) Faktor ibu yang ketiga yaitu ketuban pecah dini, apabila janin sudah dianggap matang dan terjadi ketuban pecah dini maka ada dua cara untuk

menenganinya. Pertama, dokter mungkin akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janin. Semakin lama bayi berada

dalam rahim maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi. Dengan begitu biasanya dokter akan segera membantu mengeluarkan bayi, baik

melalui persalinan biasa maupun bedah Caesarea. Kedua, dokter akan membiarkan dulu sekitar 2 x 24 jam, jika bayi belum lahir barulah dokter akan

melakukan tindakan bedah Caesarea.

d) Faktor ibu yang ke empat yaitu rasa takut kesakitan. Umumnya seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu

berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan “menggigit”. Karena keadaan tersebut pernah atau baru akan

terjadi, sering menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Akibatnya, untuk menghilangkan

itu semua mereka berfikir melahirkan dengan cara operasi

2) Faktor Janin

a) Faktor janin yang pertama yaitu kelainan letak janin. Tindakan operasi dilakukan karena keadaan janin yang tidak memungkinkan dilahirkan secara

normal, kelainan letak tersebut yaitu janin dengan letak lintang dan letak sungsang.

b) Faktor janin yang kedua yaitu keadaan gawat janin atau fetal distress. Dokter dapat mengukur tingkat fetal distress dengan cara memantau detak

jantungnya. Apabila detaknya tidak segera membaik, dokter akan memilih cara persalinan yang lebih cepat seperti episiotomi, operasi Caesarea, atau

penggunaan forsep (tang jepit) diperlukan untuk memastikan bayi lahir dengan selamat (Juditha, Itha. 2015).

c) Faktor janin yang ketiga yaitu bayi terlalu besar Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir.

Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.
Selain faktor ibu dan janin, adanya indikasi waktu misalnya setelah tiga jam dibimbing melahirkan normal ternyata hasilnya nihil, sementara bantuan

dengan vakum atau forceps juga tidak memungkinkan, maka alternatif terakhir adalah Cesarea.
Pohon Masalah

Cefalo Pelvic Disproposi

Sectio Sesaria
Post Operasi Sc

Nifas

Luka post operasi Jaringan terbuka Laktasi


Mengeluh nyeri saat bergerak
Jaringan terputus
Merangsang area Progresteron dan
Enggan melakukan Kurangnya proteksi
sensorik dan motorik Invasi bakteri esterogen menurun
Prolaktin meningkat
pergerakan
Gangguan Mobilitas
Nyeri Akut
Risiko Infeksi Pertumbuhan kelenjar susu
Fisik

terangsang
Isapan bayi

Oksitosin meningkat
Ejeksi ASI

Tidak
ASI adekuat
tidak keluar
Inefektif laktasi
C. Klasifikasi Kurang pengetahuan perawatan

payudara
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba 2012, meliputi :

1) Sectio Caesarea Klasik


Menyusui Tidak Efektif

Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirrakira sepanjang

10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini

2) Sectio Caesarea Transperitonel Profunda

Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika

bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan

sampai ke otot-otot bawah rahim.

3) Sectio Caesarea Histerektomi

Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.

4) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal

Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan

di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk

memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.

D. Gejala Klinis

Tanda dan gejala yang muncul sehingga memungkinkan untuk dilakukan Tindakan section caesarea adalah

a. Fetal distress

b. His lemah / melemah

c. Janin dalam posisi sungsang atau melintang


d. Bayi besar ( BBL > 4,2 kg )

e. Plasenta previa

f. Kelainan letak

g. Disproporsi cevalo pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )

h. Rupture uteri mengancam

i. Hydrocephalus

j. Primi muda atau tua

k. Partus dengan komplikasi

l. Panggul sempit

m. Problema plasenta

E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

b. Pemantauan EKG

c. Elektrolit

d. Hemoglobin /hematokrit

e. Golongan darah

f. Urinalisis

g. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi

h. Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi

i. Ultrasound sesuai pesanan

(tucker dkk, 1998 dalam Nurarif & Hardhi, 2015).

F. Penatalaksanaan Medis

1) Penatalaksaan Medis

a) Analgesisa Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75mg meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk megatasi rasa

sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin. 1. Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang diberikan adalah 50 mg. 2.

Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg meperidin. 3. Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan

bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.

b) Terapi cairan dan diet Untuk pedoman umum, pemberian larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya,

meskipun demikian, jika output urine jauh dibawah 30 ml/jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.

c) Laboratorium Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah

yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. d. Vesika urinaris dan usus Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau
pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan

usus baru aktif kembali, pada hari ketiga.

2) Penatalaksanaan Keperawatan

a) Tanda-tanda vital Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan

fundus harus diperiksa.

b) Vesika urinaris dan usus Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum

terdengar pada hari pertama setelah, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali, pada hari ketiga.

c) Ambulasi Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang –kurang 2 kali pada

hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.

d) Perawatan luka Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara

normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa

membahayakan luka insisi.

e) Perawatan payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

f) Memulangkan pasien dari rumah sakit Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke

empat dan hari ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain. (Jitowiyono &

Weni, 2012).

G. Komplikasi

Komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC) mencakup komplikasi prosedur masa nifas yang normal dan prosedur pembedahan utama. Komplikasi penting

yang muncul pada Sectio Caesarea (SC) mencakup perdarahan, infeksi sesudah pembedahan. Selain itu, komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio

Caesarea adalah komplikasi pembiusan, syok perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih,

pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas

luka operasi (Anggi, 2011).

Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak faktor, seperti

infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi, Diabetes mellitus, gula darah tidak

terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gizi buruk, termasuk anemia

berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan dan kuman resisten terhadap antibiotik. Akibat infeksi ini luka

bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan sub kulit saja, bisa juga sampai facsia yang disebut

dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka

yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari cairan luka tersebut. (Valleria, 2012).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan

1) Anamnesa

a) Identitas pasien

b) Keluhan utama

Pada ibu dengan kasus post SC keluhan utama yang timbul yaitu nyeri pada luka operasi.

c) Riwayat persalinan sekarang

Pada pasien post SC kaji riwayat persalinan yang dialami sekarang.

d) Riwayat menstruasi

Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus haid, lama haid, apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.

e) Riwayat perkawinan

Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan keberapa, usia pertama kali kawin.

f) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas

Untuk mendapatkan data kehamilan, persalinan dan nifas perlu diketahui HPHT untuk menentukan tafsiran partus (TP), berapa kali periksaan saat hamil,

apakah sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat persalinan, berat badan anak saat lahir, jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.

g) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi

Tanyakan apakah ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi, alat kontrasepsi yang pernah digunakan, adakah keluhan saat menggunakan alat kontrasepsi,

pengetahuan tentang alat kontrasepsi.

2) Pola kebutuhan sehari-hari

a) Bernafas, pada pasien dengan post SC tidak terjadi kesulitan dalam menarik nafas maupun saat menghembuskan nafas.

b) Makan dan minum, pada pasien post SC tanyakan berapa kali makan sehari dan berapa banyak minum dalam satu hari.

c) Eliminasi, pada psien post SC pasien belum melakukan BAB, sedangkan BAK menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag.

d) Istirahat dan tidur, pada pasien post SC terjadi gangguan pada pola istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.

e) Gerak dan aktifitas, pada pasien post SC terjadi gangguan gerak dan aktifitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.

f) Kebersihan diri, pada pasien post SC kebersihan diri dibantu oleh perawat dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara mandiri.

g) Berpakaian, pada pasien post SC biasanya mengganti pakaian dibantu oleh perawat.

h) Rasa nyaman, pada pasien post SC akan mengalami ketidaknyamanan yang dirasakan pasca melahirkan.

i) Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau minder dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha untuk merawat anaknya.

j) Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan tingkat ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.

k) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum terutama untuk ibu dengan SC meliputi perawatan luka, perawatan payudara,

kebersihan vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi, KB, seksual serta hal-hal yang perlu diperhatikan pasca pembedahan. Disamping itu perlu

ditanyakan tentang perawatan bayi diantaranya, memandikan bayi, merawat tali pusat dan cara meneteki yang benar.
3) Pemeriksaan fisik

a) Kepala, meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma gravidarum pada ibu post

partum.

b) Mata, meliputi kelengkapan dan kesimetrisan mata, Kelopak mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio caesarea biasanya

terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses persalinan yang mengalami perdarahan.

c) Hidung, meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi, pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret, sumbatan jalan nafas, apakah

ada perdarahan atau tidak, apakah ada polip dan purulent.

d) Telinga, meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang telinga, kebersihan dan ketajaman pendengaran.

e) Leher, meliputi posisi trakea, kelenjar tiroid, bendungan vena jugularis.

f) Mulut dan orofaring, meliputi keadaan bibir, keadaan gigi, lidah, palatum, orofaring, ukuran tonsil, warna tonsil.

g) Thoraks, meliputi inspeksi (bentuk dada, penggunaan otot bantu nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval fremitus), perkusi (melakukan perkusi pada

semua lapang paru mulai dari atas klavikula kebawah pada setiap spasiem intercostalis), auskultasi (bunyi nafas, suara nafas, suara tambahan).

h) Payudara, pada ibu yang mengalami bendungan ASI meliputi bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri tekan, kedua puting susu menonjol, areola

hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya keluar sedikit.

i) Jantung, meliputi inspeksi dan palpasi (amati ada atau tidak pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau pembesaran, amati ictus kordis), perkusi

(menentukan batas-batas jantung untuk mengetahui ukuranjantung), auskultasi (bunyi jantung).

j) Abdomen, meliputi inspeksi (lihat luka bekas operasi apakah ada tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae dan linea), auskultasi

(peristaltic usus normal 5-35 kali permenit), palpasi (kontraksi uterus baik atau tidak).

k) Genetalia eksterna, meliputi inspeksi (apakah ada hematoma, oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi warna, jumlah, dan konsistensinya).

l) Pemeriksaan kandung kemih diperiksa apakah kandung kemih ibu penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk berkemih, jika ibu tidak mampu lakukan

kateterisasi.

m) Pemeriksaan anus diperiksa apakah ada hemoroid atau tidak.

n) Pemeriksaan integument meliputi warna, turgor, kerataan warna, kelembaban, temperatur kulit, tekstur, hiperpigmentasi.

o) Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau tidaknya varises, oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada betis, pemeriksaan

human sign.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut b.d agen pencera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) d.d mengeluh

nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola

napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.

b. Gangguan Mobilitas Fisik b.d nyeri d.d mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak,

enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah
c. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

d. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI d.d kelelahan maternal, kecemasan maternal, bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu, ASI tidak

menetes/memancar, BAK kurang dari 8 kali dalam 24 jam, nyeri dan/atau lecet terus menerus setelah minggu kedua, intake bayi tidak adekuat, nayi mengisap

tidak terus menerus, bayi menangis saat disusui, bayi rewel dan menangis terus dalam jam-jam pertama setelah menyusui, menolak untuk menghisap.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1. Nyeri Akut b.d agen pencera fisik Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama Intervensi Utama

(mis. abses, amputasi, terbakar, keperawatan 3x24 jam diharapkan Manajemen Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri

terpotong, mengangkat berat, Tingkat Nyeri menurun dengan Observasi : (I.08238)

prosedur operasi, trauma, latihan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Observasi :

fisik berlebihan) d.d mengeluh 1. Kemampuan menuntaskan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 1. Untuk mengetahui lokasi, karakteristik,

nyeri, tampak meringis, bersikap aktivitas meningkat 2. Identifikasi skala nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

protektif (mis. Waspada, posisi 2. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal 2. Untuk mengetahui skala nyeri

menghindari nyeri), gelisah, 3. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat 3. Untuk mengetahui respons nyeri non verbal

frekuensi nadi meningkat, sulit 4. Sikap protektif menurun dan memperingan nyeri 4. Untuk mengetahui faktor yang memperberat

tidur, tekanan darah meningkat, 5. Gelisah menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan dan memperingan nyeri

pola napas berubah, nafsu makan 6. Kesulitan tidur menurun tentang nyeri 5. Untuk mengetahui pengetahuan dan

berubah, proses berpikir terganggu, 7. Menarik diri menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap keyakinan tentang nyeri

menarik diri, berfokus pada diri 8. Berfokus pada diri sendiri respon nyeri 6. Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap

sendiri, diaphoresis. menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada respon nyeri

9. Diaphoresis menurun kualitas hidup 7. Untuk mengetahui pengaruh nyeri pada

10. Perasaan depresi menurun 8. Monitor keberhasilan terapi kualitas hidup

(tertekan) komplementer yang sudah diberikan 8. Untuk mengetahui keberhasilan terapi

11. Perasaan takut mengalami 9. Monitor efek samping penggunaan komplementer yang sudah diberikan

cedera berulang menurun analgetik 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

12. Anoreksia menurun Terapeutik :

13. Perineum terasa tertekan 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk Terapeutik :

menurun mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, 1. Untuk dapat memberikan teknik
14. Uterus teraba membulat hipnosis, akupresur, terapi musik, nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

menurun biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,

15. Ketegangan otot menurun teknik imalinasi terbimbing, kompres biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik

16. Pupil dilatasi menurun hangat/dingin, terapi bermain) imalinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,

17. Muntah menurun 2. Kontrol lingkungan yang memperberat terapi bermain)

18. Mual menurun rasa nyeri (mis. suhu ruangan, 2. Untuk dapat mengontrol lingkungan yang

19. Frekuensi nadi membaik pencahayaan kebisingan) memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,

20. Pola napas membaik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur pencahayaan kebisingan)

21. Tekanan darah membaik 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri 3. Untuk dapat memfasilitasi istirahat dan tidur

22. Proses berpikir membaik dalam pemilihan strategi meredakan 4. Untuk dapat mempertimbangkan jenis dan

23. Focus membaik nyeri sumber nyeri dalam pemilihan strategi

24. Fungsi berkemih mambaik Edukasi : meredakan nyeri

25. Perilaku membaik 1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu

26. Nafsu makan membaik nyeri Edukasi :

27. Pola tidur membaik 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 1. Agar pasien mengetahui penyebab, periode,

3. Anjurkan memonitor nyeri secara dan pemicu nyeri

mandiri 2. Agar pasien mengetahui strategi meredakan

4. Anjurkan menggunakan analgetik nyeri

secara tepat 3. Agar pasien mampu untuk memonitor nyeri

5. Ajarkan penggunaan teknik secara mandiri

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa 4. Agar pasien mampu menggunakan analgetik

nyeri secara tepat

5. Agar pasien mampu menggunakan teknik

Kolaborasi : nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika Kolaborasi :

perlu 1. Mengolaborasikan pemberian analgetik, jika

perlu

2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama

nyeri d.d mengeluh sulit keperawatan 3 x 24 jam Dukungan Mobilisasi (I.05173) Dukungan Mobilisasi (I.05173)

menggerakkan ekstremitas, diharapkan Mobilitas Fisik Observasi : Observasi :

kekuatan otot menurun, rentang (L.05042) meningkat dengan


1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan 1. Untuk mengetahui adanya nyeri atau keluhan
gerak (ROM) menurun, nyeri saat kriteria hasil : fisik lainya fisik lainya

bergerak, enggan melakukan 2. Identifikasi intolenrasi fisik melakukan 2. Untuk mengetahui intolenrasi fisik melakukan
1. Pergerakan ekstremitas
pergerakan, merasa cemas saat pergerakan pergerakan
meningkat
bergerak, sendi kaku, gerakan tidak 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan 3. Untuk mengetahui frekuensi jantung dan
2. Kekuatan otot meningkat
terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik darah sebelum memulai mobilisasi tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM)
lemah 4. Monitor kondisi umum selama 4. Untuk mengetahui kondisi umum selama
meningkat
melakukan mobilisasi melakukan mobilisasi
4. Nyeri menurun
Terapeutik : Terapeutik :
5. Kecemasan menurun

6. Kaku sendi menurun


1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan 1. Agar memudahkan dalam melakukan

7. Gerakan tidak menggunakan alat bantu (mis. pagar mobilisasi

terkoordinasi menurun tempat tidur) 2. Agar mempermudah dalam mobilisasi

8. Gerakan terbatas menurun


2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika 3. Agar keluarga ikut membantu dalam proses

9. Kelemahan fisik menurun perlu mobilisasi

3. Libatkan keluarga untuk membantu

pasien dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi :
Edukasi :

1. Agar pasien mengetahui tujuan dan prosedur


1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
2. Agar pasien melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi sederhana yang
3. Agar pasien melakukan mobilisasi sederhana
harus dilakukan (mis. duduk di tempat
yang harus dilakukan (mis. duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
dari tempat tidur ke kursi)
tempat tidur ke kursi)

3. Risiko infeksi d.d ketuban pecah Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama Intervensi Utama

sebelum waktunya keperawatan 3x24 diharapkan Pencegahan Infeksi (I.14539) Pencegahan Infeksi

Tingkat Infeksi menurun Observasi: (I.14539)

dengan kriteria hasil : 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi Observasi:

1. Kebersihan tangan local dan sistemik 1. Untuk memantau tanda dan gejala infeksi

meningkat Terapeutik: lokal dan sistemik

2. Kebersihan badan meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung Terapeutik:

2. Berikan perawatan kulit pada area


3. Nafsu makan meningkat edema 1. Agar membatasi jumlah pengunjung

4. Demam menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Untuk memberikan perawatan kulit pada area

5. Kemerahan menurun kontak dengan pasien dan lingkungan edema

6. Nyeri menurun pasien 3. Agar mencuci tangan sebelum dan sesudah

7. Bengkak menurun 4. Pertahankan teknik antiseptic pada kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

8. Vesikel menurun pasien berisiko tinggi 4. Untuk mempertahankan teknik antiseptic

9. Cairan berbau busuk pada pasien berisiko tinggi


Edukasi :
menurun Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
10. Sputum berwarna hijau 1. Agar mengetahui tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
menurun 2. Agar mengajarkan cara cuci tangan dengan
3. Ajarkan etika batuk
11. Drainase purulent menurun benar
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
12. Pluria menurun 3. Agar diajarkan etika batuk
dan luka operasi
13. Periode malaise menurun 4. Agar diajarkan cara memeriksa kondisi luka
5. Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi
14. Periode menggigil menurun dan luka operasi
6. Ajarkan meningkatkan asupan cairan
15. Letargi menurun 5. Untuk meningkatkan asupan nutrisi
Kolaborasi:
16. Gangguan kognitif menurun 6. Untuk meningkatkan asupan cairan
1. Kolaborasi pemberian imuniasi,jika
17. Kadar sel darah putih Kolaborasi:
perlu
membaik 1. Untuk melakukan kolaborasi pemberian

18. Kultur darah membaik imuniasi, jika perlu

19. Kultur urine membaik


20. Kultur sputum membaik
21. Kultur area luka membaik
22. Kultur feses membaik
23. Kadar sel darah putih

membaik

4. Menyusui tidak efektif b.d Setelah dilakukan asuhan


Intervensi Utama Intervensi Utama

ketidakadekuatan suplai ASI d.d keperawatan 3x24 jam diharapkan


Edukasi Menyusui Edukasi Menyusui

kelelahan maternal, kecemasan Status Menyusui membaik dengan


(I. 12393) (I. 12393)

maternal, bayi tidak mampu kriteria hasil:


Observasi : Observasi :

melekat pada payudara ibu, ASI 1. Perlekatan bayi pada


1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan 1. Untuk mengidentifikasi kesiapan dan

tidak menetes/memancar, BAK payudara ibu meningkat


menerima informasi kemampuan pasien dalam menerima informasi
kurang dari 8 kali dalam 24 jam, 2. Kemampuan ibu 2. Identifikasi tujuan atau keinginan 2. Untuk mengidentifikasi tujuan atau keinginan

nyeri dan/atau lecet terus menerus memposisikan bayi degan menyusui menyusui

setelah minggu kedua, intake bayi benar meningkat Terapeutik :

tidak adekuat, nayi mengisap tidak 3. Miksi bayi lebih dari 8 Terapeutik :
1. Agar lebih mudah dalam menyampaikan
terus menerus, bayi menangis saat kali/ 24 jam meningkat
1. Sediakan materi dan media pendidikan materi dan media pendidikan kesehatan
disusui, bayi rewel dan menangis 4. Berat badan bayi
kesehatan 2. Agar tidak mengganggu jadwal pasien dalam
terus dalam jam-jam pertama meningkat
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai pemberian pendidikan kesehatan sesuai
setelah menyusui, menolak untuk 5. Tetesan/ pancaran ASI
kesepakatan kesepakatan
menghisap meningkat
3. Berikan kesempatan untuk bertanya 3. Agar pasien mengerti dengan memberikan
6. Suplai ASI adekuat
4. Dukung ibu mengingkatkan kesempatan untuk bertanya
7. Putting tidak lecet setelah
kepercayaan diri dalam menyusui 4. Agar ibu termotivasi dalam mengingkatkan
2 minggu melahirkan
5. Libatkan sistem pendukung : suami, kepercayaan diri dalam menyusui
meningkat
keluarga, tenaga kesehatan dan 5. Agar pasien termotiasi dengan adanya sistem
8. Kepercayaan diri ibu
masyarakat pendukung : suami, keluarga, tenaga
meningkat
kesehatan dan masyarakat
9. Bayi tidur setelah menyusu

Edukasi :
meningkat

10. Payudara ibu kososng Edukasi :


1. Agar ibu mengerti tentang konseling menyusui

setelah menyusui meingkat


1. Berikan konseling menyusui 2. Agar ibu mengerti manfaat menyusui bagi ibu

11. Intake bayi meningkat 2. dan bayi


Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan
12. Hisapan bayi meningkat 3. Agar ibu mengetahui 4 (empat) posisi
bayi
13. Lecet pada putting
3. menyusui dan perlekatan (lacth on) dengan
Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan

menurun benar
perlekatan (lacth on) dengan benar
14. Kelelahan maternal
4. 4. Agar ibu menegtahui perawatan payudara
Ajarkan perawatan payudara

menurun antepartum yang benar dengan mengkompres


antepartum dengan mengkompres
15. Kecemasan maternal dengan kapas yang telah diberikan minyak
dengan kapas yang telah diberikan

menurun kelapa
minyak kelapa
16. Bayi rewel menurun 5. 5. Agar ibu mengetahui perawatan payudara
Ajarkan perawatan payudara
17. Bayi menangis setelah postpartum (mis. memerah ASI, pijat
postpartum (mis. memerah ASI, pijat

menyusu menurun payudara, pijat oksitosin


payudara, pijat oksitosin
Daftar Pustaka

Jitowiyono, Sugeng & Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nurarif, Amin & Hardhi . 2015 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Edk Revisi Jilid 3 . Yogjakarta : Mediaction Jogja

Oxorn, Harry & William R. Forte. 2010 . Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : C.V Andi

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai