OLEH :
219012779
DENPASAR
2022
A. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Pembedahan caesarea professional yang
pertama dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1827. Sebelum tahun 1800 sectio caesarea jarang dikerjakan dan biasanya fatal. Di London dan Edinburgh pada
tahun 1877, dari 35 pembedahan caesarea terdapat 33 kematian ibu. Menjelang tahun 1877 sudah dilaksanakan 71 kali pembedahan caesarea di Amerika Serikat.
Angka mortalitasnya 52 persen yang terutama disebabkan oleh infeksi dan perdarahan.
B. Penyebab/Faktor Predisposisi
1) Faktor Ibu
a) Faktor ibu yang pertama yaitu usia. Usia menjadi indikasi bila ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki risiko
melahirkan dengan operasi, karena pada usia ini biasanya seseorang memiliki penyakit yang berisiko.
b) Faktor yang kedua ibu dengan riwayat persalinan sebelumnya dengan operasi Caesarea. Sekitar 75% ibu yang melahirkan melalui operasi Caesarea bisa
melahirkan secara normal pada persalinan berikutnya. Indikasi dilakukan Sectio Caesarea apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukannya
tindakan pembedahan yaitu bayi besar, jalan lahir yang tidak mau membuka, kelainan letak janin, riwayat persalinan Sectio Caesarea kurang dari 2 tahun.
c) Faktor ibu yang ketiga yaitu ketuban pecah dini, apabila janin sudah dianggap matang dan terjadi ketuban pecah dini maka ada dua cara untuk
menenganinya. Pertama, dokter mungkin akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janin. Semakin lama bayi berada
dalam rahim maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya infeksi. Dengan begitu biasanya dokter akan segera membantu mengeluarkan bayi, baik
melalui persalinan biasa maupun bedah Caesarea. Kedua, dokter akan membiarkan dulu sekitar 2 x 24 jam, jika bayi belum lahir barulah dokter akan
d) Faktor ibu yang ke empat yaitu rasa takut kesakitan. Umumnya seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses rasa sakit, yaitu
berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan “menggigit”. Karena keadaan tersebut pernah atau baru akan
terjadi, sering menyebabkan seorang wanita yang akan melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Akibatnya, untuk menghilangkan
2) Faktor Janin
a) Faktor janin yang pertama yaitu kelainan letak janin. Tindakan operasi dilakukan karena keadaan janin yang tidak memungkinkan dilahirkan secara
normal, kelainan letak tersebut yaitu janin dengan letak lintang dan letak sungsang.
b) Faktor janin yang kedua yaitu keadaan gawat janin atau fetal distress. Dokter dapat mengukur tingkat fetal distress dengan cara memantau detak
jantungnya. Apabila detaknya tidak segera membaik, dokter akan memilih cara persalinan yang lebih cepat seperti episiotomi, operasi Caesarea, atau
penggunaan forsep (tang jepit) diperlukan untuk memastikan bayi lahir dengan selamat (Juditha, Itha. 2015).
c) Faktor janin yang ketiga yaitu bayi terlalu besar Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir.
Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.
Selain faktor ibu dan janin, adanya indikasi waktu misalnya setelah tiga jam dibimbing melahirkan normal ternyata hasilnya nihil, sementara bantuan
dengan vakum atau forceps juga tidak memungkinkan, maka alternatif terakhir adalah Cesarea.
Pohon Masalah
Sectio Sesaria
Post Operasi Sc
Nifas
terangsang
Isapan bayi
Oksitosin meningkat
Ejeksi ASI
Tidak
ASI adekuat
tidak keluar
Inefektif laktasi
C. Klasifikasi Kurang pengetahuan perawatan
payudara
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba 2012, meliputi :
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirrakira sepanjang
10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika
bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan
di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk
memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
D. Gejala Klinis
Tanda dan gejala yang muncul sehingga memungkinkan untuk dilakukan Tindakan section caesarea adalah
a. Fetal distress
e. Plasenta previa
f. Kelainan letak
i. Hydrocephalus
l. Panggul sempit
m. Problema plasenta
E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
b. Pemantauan EKG
c. Elektrolit
d. Hemoglobin /hematokrit
e. Golongan darah
f. Urinalisis
F. Penatalaksanaan Medis
1) Penatalaksaan Medis
a) Analgesisa Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75mg meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk megatasi rasa
sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin. 1. Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis meperidin yang diberikan adalah 50 mg. 2.
Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg meperidin. 3. Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan
b) Terapi cairan dan diet Untuk pedoman umum, pemberian larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya,
meskipun demikian, jika output urine jauh dibawah 30 ml/jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
c) Laboratorium Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah
yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia. d. Vesika urinaris dan usus Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau
pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Tanda-tanda vital Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan
b) Vesika urinaris dan usus Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum
terdengar pada hari pertama setelah, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali, pada hari ketiga.
c) Ambulasi Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang –kurang 2 kali pada
d) Perawatan luka Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara
normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa
e) Perawatan payudara Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
f) Memulangkan pasien dari rumah sakit Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke
empat dan hari ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain. (Jitowiyono &
Weni, 2012).
G. Komplikasi
Komplikasi ibu pada Sectio Caesarea (SC) mencakup komplikasi prosedur masa nifas yang normal dan prosedur pembedahan utama. Komplikasi penting
yang muncul pada Sectio Caesarea (SC) mencakup perdarahan, infeksi sesudah pembedahan. Selain itu, komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio
Caesarea adalah komplikasi pembiusan, syok perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih,
pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak faktor, seperti
infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi, Diabetes mellitus, gula darah tidak
terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gizi buruk, termasuk anemia
berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan dan kuman resisten terhadap antibiotik. Akibat infeksi ini luka
bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan sub kulit saja, bisa juga sampai facsia yang disebut
dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka
yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari cairan luka tersebut. (Valleria, 2012).
1) Anamnesa
a) Identitas pasien
b) Keluhan utama
Pada ibu dengan kasus post SC keluhan utama yang timbul yaitu nyeri pada luka operasi.
d) Riwayat menstruasi
Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus haid, lama haid, apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.
e) Riwayat perkawinan
Yang perlu ditanyakan adalah usia perkawinan, perkawinan keberapa, usia pertama kali kawin.
Untuk mendapatkan data kehamilan, persalinan dan nifas perlu diketahui HPHT untuk menentukan tafsiran partus (TP), berapa kali periksaan saat hamil,
apakah sudah imunisasi TT, umur kehamilan saat persalinan, berat badan anak saat lahir, jenis kelamin anak, keadaan anak saat lahir.
Tanyakan apakah ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi, alat kontrasepsi yang pernah digunakan, adakah keluhan saat menggunakan alat kontrasepsi,
a) Bernafas, pada pasien dengan post SC tidak terjadi kesulitan dalam menarik nafas maupun saat menghembuskan nafas.
b) Makan dan minum, pada pasien post SC tanyakan berapa kali makan sehari dan berapa banyak minum dalam satu hari.
c) Eliminasi, pada psien post SC pasien belum melakukan BAB, sedangkan BAK menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag.
d) Istirahat dan tidur, pada pasien post SC terjadi gangguan pada pola istirahat tidur dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.
e) Gerak dan aktifitas, pada pasien post SC terjadi gangguan gerak dan aktifitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.
f) Kebersihan diri, pada pasien post SC kebersihan diri dibantu oleh perawat dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara mandiri.
g) Berpakaian, pada pasien post SC biasanya mengganti pakaian dibantu oleh perawat.
h) Rasa nyaman, pada pasien post SC akan mengalami ketidaknyamanan yang dirasakan pasca melahirkan.
i) Konsep diri, pada pasien post SC seorang ibu, merasa senang atau minder dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha untuk merawat anaknya.
j) Sosial, pada SC lebih banyak berinteraksi dengan perawat dan tingkat ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.
k) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum terutama untuk ibu dengan SC meliputi perawatan luka, perawatan payudara,
kebersihan vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi, KB, seksual serta hal-hal yang perlu diperhatikan pasca pembedahan. Disamping itu perlu
ditanyakan tentang perawatan bayi diantaranya, memandikan bayi, merawat tali pusat dan cara meneteki yang benar.
3) Pemeriksaan fisik
a) Kepala, meliputi bentuk kepala, kulit kepala, apakah ada lesi atau benjolan, dan kesan wajah, biasanya terdapat chloasma gravidarum pada ibu post
partum.
b) Mata, meliputi kelengkapan dan kesimetrisan mata, Kelopak mata, konjungtiva, cornea, ketajaman pengelihatan. Pada ibu post sectio caesarea biasanya
terdapat konjungtiva yang anemis diakibatkan oleh kondisi anemia atau dikarenakan proses persalinan yang mengalami perdarahan.
c) Hidung, meliputi tulang hidung dan posisi septum nasi, pernafasan cuping hidung, kondisi lubang hidung, apakah ada secret, sumbatan jalan nafas, apakah
d) Telinga, meliputi bentuk, ukuran, ketegangan lubang telinga, kebersihan dan ketajaman pendengaran.
f) Mulut dan orofaring, meliputi keadaan bibir, keadaan gigi, lidah, palatum, orofaring, ukuran tonsil, warna tonsil.
g) Thoraks, meliputi inspeksi (bentuk dada, penggunaan otot bantu nafas, pola nafas), palpasi (penilaian voval fremitus), perkusi (melakukan perkusi pada
semua lapang paru mulai dari atas klavikula kebawah pada setiap spasiem intercostalis), auskultasi (bunyi nafas, suara nafas, suara tambahan).
h) Payudara, pada ibu yang mengalami bendungan ASI meliputi bentuk simetris, kedua payudara tegang, ada nyeri tekan, kedua puting susu menonjol, areola
hitam, warna kulit tidak kemerahan, ASI belum keluar atau ASI hanya keluar sedikit.
i) Jantung, meliputi inspeksi dan palpasi (amati ada atau tidak pulsasi, amati peningkatan kerja jantung atau pembesaran, amati ictus kordis), perkusi
j) Abdomen, meliputi inspeksi (lihat luka bekas operasi apakah ada tanda-tanda infksi dan tanda perdarahan, apakah terdapat striae dan linea), auskultasi
(peristaltic usus normal 5-35 kali permenit), palpasi (kontraksi uterus baik atau tidak).
k) Genetalia eksterna, meliputi inspeksi (apakah ada hematoma, oedema,tanda-tanda infeksi,periksa lokhea meliputi warna, jumlah, dan konsistensinya).
l) Pemeriksaan kandung kemih diperiksa apakah kandung kemih ibu penuh atau tidak, jika penuh minta ibu untuk berkemih, jika ibu tidak mampu lakukan
kateterisasi.
n) Pemeriksaan integument meliputi warna, turgor, kerataan warna, kelembaban, temperatur kulit, tekstur, hiperpigmentasi.
o) Pada pemeriksaan ekstermitas meliputi ada atau tidaknya varises, oedema, reflek patella, reflek Babinski, nyeri tekan atau panas pada betis, pemeriksaan
human sign.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut b.d agen pencera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan) d.d mengeluh
nyeri, tampak meringis, bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola
napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.
b. Gangguan Mobilitas Fisik b.d nyeri d.d mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak,
enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah
c. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
d. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI d.d kelelahan maternal, kecemasan maternal, bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu, ASI tidak
menetes/memancar, BAK kurang dari 8 kali dalam 24 jam, nyeri dan/atau lecet terus menerus setelah minggu kedua, intake bayi tidak adekuat, nayi mengisap
tidak terus menerus, bayi menangis saat disusui, bayi rewel dan menangis terus dalam jam-jam pertama setelah menyusui, menolak untuk menghisap.
1. Nyeri Akut b.d agen pencera fisik Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama Intervensi Utama
(mis. abses, amputasi, terbakar, keperawatan 3x24 jam diharapkan Manajemen Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri
prosedur operasi, trauma, latihan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Observasi :
fisik berlebihan) d.d mengeluh 1. Kemampuan menuntaskan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 1. Untuk mengetahui lokasi, karakteristik,
nyeri, tampak meringis, bersikap aktivitas meningkat 2. Identifikasi skala nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
protektif (mis. Waspada, posisi 2. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal 2. Untuk mengetahui skala nyeri
menghindari nyeri), gelisah, 3. Meringis menurun 4. Identifikasi faktor yang memperberat 3. Untuk mengetahui respons nyeri non verbal
frekuensi nadi meningkat, sulit 4. Sikap protektif menurun dan memperingan nyeri 4. Untuk mengetahui faktor yang memperberat
tidur, tekanan darah meningkat, 5. Gelisah menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan dan memperingan nyeri
pola napas berubah, nafsu makan 6. Kesulitan tidur menurun tentang nyeri 5. Untuk mengetahui pengetahuan dan
berubah, proses berpikir terganggu, 7. Menarik diri menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap keyakinan tentang nyeri
menarik diri, berfokus pada diri 8. Berfokus pada diri sendiri respon nyeri 6. Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap
11. Perasaan takut mengalami 9. Monitor efek samping penggunaan komplementer yang sudah diberikan
menurun mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, 1. Untuk dapat memberikan teknik
14. Uterus teraba membulat hipnosis, akupresur, terapi musik, nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
menurun biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik,
15. Ketegangan otot menurun teknik imalinasi terbimbing, kompres biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
16. Pupil dilatasi menurun hangat/dingin, terapi bermain) imalinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
18. Mual menurun rasa nyeri (mis. suhu ruangan, 2. Untuk dapat mengontrol lingkungan yang
19. Frekuensi nadi membaik pencahayaan kebisingan) memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
20. Pola napas membaik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur pencahayaan kebisingan)
21. Tekanan darah membaik 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri 3. Untuk dapat memfasilitasi istirahat dan tidur
22. Proses berpikir membaik dalam pemilihan strategi meredakan 4. Untuk dapat mempertimbangkan jenis dan
27. Pola tidur membaik 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 1. Agar pasien mengetahui penyebab, periode,
perlu
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Setelah dilakukan tindakan Intervensi Utama Intervensi Utama
nyeri d.d mengeluh sulit keperawatan 3 x 24 jam Dukungan Mobilisasi (I.05173) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
bergerak, enggan melakukan 2. Identifikasi intolenrasi fisik melakukan 2. Untuk mengetahui intolenrasi fisik melakukan
1. Pergerakan ekstremitas
pergerakan, merasa cemas saat pergerakan pergerakan
meningkat
bergerak, sendi kaku, gerakan tidak 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan 3. Untuk mengetahui frekuensi jantung dan
2. Kekuatan otot meningkat
terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik darah sebelum memulai mobilisasi tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
3. Rentang gerak (ROM)
lemah 4. Monitor kondisi umum selama 4. Untuk mengetahui kondisi umum selama
meningkat
melakukan mobilisasi melakukan mobilisasi
4. Nyeri menurun
Terapeutik : Terapeutik :
5. Kecemasan menurun
Edukasi :
Edukasi :
3. Risiko infeksi d.d ketuban pecah Setelah dilakukan asuhan Intervensi Utama Intervensi Utama
sebelum waktunya keperawatan 3x24 diharapkan Pencegahan Infeksi (I.14539) Pencegahan Infeksi
1. Kebersihan tangan local dan sistemik 1. Untuk memantau tanda dan gejala infeksi
4. Demam menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 2. Untuk memberikan perawatan kulit pada area
7. Bengkak menurun 4. Pertahankan teknik antiseptic pada kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
membaik
nyeri dan/atau lecet terus menerus memposisikan bayi degan menyusui menyusui
tidak adekuat, nayi mengisap tidak 3. Miksi bayi lebih dari 8 Terapeutik :
1. Agar lebih mudah dalam menyampaikan
terus menerus, bayi menangis saat kali/ 24 jam meningkat
1. Sediakan materi dan media pendidikan materi dan media pendidikan kesehatan
disusui, bayi rewel dan menangis 4. Berat badan bayi
kesehatan 2. Agar tidak mengganggu jadwal pasien dalam
terus dalam jam-jam pertama meningkat
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai pemberian pendidikan kesehatan sesuai
setelah menyusui, menolak untuk 5. Tetesan/ pancaran ASI
kesepakatan kesepakatan
menghisap meningkat
3. Berikan kesempatan untuk bertanya 3. Agar pasien mengerti dengan memberikan
6. Suplai ASI adekuat
4. Dukung ibu mengingkatkan kesempatan untuk bertanya
7. Putting tidak lecet setelah
kepercayaan diri dalam menyusui 4. Agar ibu termotivasi dalam mengingkatkan
2 minggu melahirkan
5. Libatkan sistem pendukung : suami, kepercayaan diri dalam menyusui
meningkat
keluarga, tenaga kesehatan dan 5. Agar pasien termotiasi dengan adanya sistem
8. Kepercayaan diri ibu
masyarakat pendukung : suami, keluarga, tenaga
meningkat
kesehatan dan masyarakat
9. Bayi tidur setelah menyusu
Edukasi :
meningkat
menurun benar
perlekatan (lacth on) dengan benar
14. Kelelahan maternal
4. 4. Agar ibu menegtahui perawatan payudara
Ajarkan perawatan payudara
menurun kelapa
minyak kelapa
16. Bayi rewel menurun 5. 5. Agar ibu mengetahui perawatan payudara
Ajarkan perawatan payudara
17. Bayi menangis setelah postpartum (mis. memerah ASI, pijat
postpartum (mis. memerah ASI, pijat
Jitowiyono, Sugeng & Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika.
Nurarif, Amin & Hardhi . 2015 . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Edk Revisi Jilid 3 . Yogjakarta : Mediaction Jogja
Oxorn, Harry & William R. Forte. 2010 . Ilmu Kebidanan : Patologi & Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : C.V Andi
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.