Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA APSIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA


DI RUANG VK RSAD Tk. II UDAYANA DENPASAR

Oleh :
NI WAYAN JUNIASIH
219012744

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA APSIEN DENGAN POST SECTIO CAESAREA

A. Konsep Dasar Teori Post Partum


1. Definisi
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Periode post partus adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu
kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya
anggota keluarga baru ( Mitayani, 2011). Masa nifas atau post partum atau
disebut juga masa puerperium merupakan waktu yang diperlukan untuk
memulihkan kembali organ reproduksinya seperti saat sebelum hamil atau
disebut involusi terhitung dari selesai persalinan hingga dalam jangka waktu
kurang lebih 6 Minggu atau 42 hari (Maritalia, 2017).

2. Tahapan Post Partum


Beberapa tahapan pada masa nifas (Maritalia, 2017) adalah sebagai berikut :
1) Puerperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana ibu yang melahirkan spontan
tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk
mobilisasi dini atau segera. Ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-
jalan.
2) Puerperium intermedial
Merupakan masa pemulihan yang berlangsung selama kurang lebih 6
Minggu atau 42 hari, dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-
angsur akan kembali ke keadaan saat sebelum hamil.
3) Remote puerperium
Merupakan waktu yang diperlukan ibu untuk dapat pulih kembali
terutama saat hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Pada
tahap ini rentang waktu yang dialami setiap ibu akan berbeda tergantung
dari berat ringannya komplikasi yang dialami selama hamil ataupun
persalinan.

3. Perubahan Fisiologi Post Partum

4. Perubahan Psikologi Post Partum


5.
B. Konsep Dasar Teori Sectio Caesarea
1. Definisi
Seksio caesarea berasal dari perkataan Latin “Caedere” yang artinya
memotong. Seksio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina (Maryunani, 2014 dalam Ainuhikma. L, 2018).
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan (Anjarsari,
2019 dalam Agustina. S, 2020). Sectio Caesarea adalah suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500 gram (Sagita, 2019).
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Sectio
Caesarea adalah suatu pembedahan pada dinding abdomen dan dinding
rahim untuk melahirkan janin.

2. Etiologi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea dilakukan atas
indikasi :
1) Etiologi berasal dari Ibu
Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai
kelainan letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
panggul, plasenta previa terutama pada primigravida , komplikasi
kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan kehamilan
yang disertai penyakit (jantung, diabetes melitus), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagianya).

2) Etiologi berasal dari Janin


Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin,
mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat
dengan pembukaan kecil, kegagalan pesalinan vakum atau ferseps
ekstraksi.

3. Klasifikasi
Menurut Sagita (2019), klasifikasi Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
1) Sectio caesarea transperitonealis profunda
Sectio caesarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini :
a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
b. Bahaya peritonitis tidak besar
c. Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian
hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat
sembuh lebih sempurna
2) Sectio Caesarea korporal / klasik
Pada Sectio Caesarea korporal / klasik ini dibuat kepada korpus
uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya dilakukan
apabila ada halangan untuk melakukan Sectio Caesarea transperitonealis
profunda. Insisi memanjang pada segmen uterus.
3) Sectio CaesareaI ekstra peritonral
Sectio CaesareaI ekstra peritonral dahulu dilakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri berat.
4) Sectio Caesarea hysteroctomi
Setelah Sectio Caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat

4. Manifestasi Klinis
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post
Sectio Caesarea antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidakada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidaknyamanan untuk menghadapi situasi baru.
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak.

5. Patofisiologi
Seksio cesarea adalah suatu proses persalinan melalui pembedahan
pada bagian perut dan rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram. Selain berasal dari faktor ibu seperti panggul
sempit absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena kurang
adekuatnya stimulasi, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi,
stenosis serviks/vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura
uteri membakat, indikasi dilakukannya sectio caesarea dapat berasal dari
janin seperti kelainan letak, gawat janin, prolapsus plasenta, perkembangan
bayi yang terlambat, mencegah hipoksia janin, misalnya karena
preeklamsia. Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak
dipakai dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang
diberikan dapat mempengaruhi tonus otot pada kandung kemih sehingga
mengalami penurunan yang menyebabkan gangguan eliminasi urin.
Pengaruh dari tindakan anastesi adalah terjadinya penurunan sensori dan
motorik sehingga akan terjadi kelemahan yang menyebabkan pasien bedres
sehingga menimbulkan masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik.
Ketika bedres tidak akan mampu untuk melakukan perawatan diri sehingga
perawatan diri kurang yang menimbulkan masalah keperawatan defisit
perawatan diri.
Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan
terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar
daerah insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan
prostaglandin. Histamin dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri
pada daerah insisi, sehingga menimbulkan masalah keperawatan nyeri akut.
Adanya jaringan terbuka juga akan menimbulkan munculnya risiko tinggi
terhadap masuknya bakteri dan virus yang akan menyebabkan infeksi
apabila tidak dilakukan perawatan luka yang baik.
(Ainuhikma. L, 2018)
Pathway

Indikasi Ibu Indikasi bayi

Sectio Caesarea

Luka Sectio Caesarea Pengaruh anastesi spinal Adaptasi post partum

Trauma jaringan Tonus otot kandung


kemih menurun

Jaringan Jaringan
terputus terbuka Distensi kandung
kemih

Histamin dan Proteksi kurang Penurunan sensori


prostagladin Perubahan eliminasi dan motorik
keluar urine
Invasi bakteri
Kelemahan
Merangsang Gangguan eliminasi
area sensorik
Risiko Infeksi urine
Bedres

Nyeri Akut

Gangguan mobilitas
fisik

Perawatan diri
kurang

Defisit perawatan
diri
6. Komplikasi
Menurut NANDA NIC-NOC (2015) sectio caesarea komplikasi pada
pasien sectio caesarea adalah :
a. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis,
sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi
terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu
pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena
atonia uteri. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing
dan embolisme paru. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya
bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea.
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme
paru.
c. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur
uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio
Caesarea Klasik.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada ibu Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :
a. Hitung darah lengkap.
b. Golongan darah (ABO), dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.
c. Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.
d. Pelvimetri : menentukan CPD.
e. Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.
f. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan
pertumbuha,kedudukan, dan presentasi janin.
g. Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin.
h. Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin terhadap
gerakan/stres dari pola kontraksi uterus/pola abnormal.
i. Penetuan elektronik selanjutnya : memastikan status janin/aktivitas
uterus.

8. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6
sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan
dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah
sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya,
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari,
pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam atau lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda
sesuai indikasi.
f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan
ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat diberikan
tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg
diberikan setiap 6 jam bila perlu.
g. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
h. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
i. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
j. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri.
(Ramadanty, 2019).
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada ibu post operasi Sectio Caesarea menurut
Sagita (2019) adalah sebagai berikut :
1) Identitas Klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, tanggal masuk rumah sakit,
nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama pada post operasi Sectio Caesarea biasanya adalah nyeri
dibagian abdomen akibat luka jahitan setelah operasi, pusing dan sakit
pinggang.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang
dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakuakannya operasi Sectio
Caesarea seperti kelainan letak bayi (letak sungsang dan letak
lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta, plasenta
accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali pusat, telilit
tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre eklampsia, dan
ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu membuat rencana
tindakan terhadap pasien. Riwayat pada saat sebelum inpartus di
dapatkan cairan yang keluar pervaginan secara spontan kemudian
tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat Sectio Caesarea sebelumnya,
panggul sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain
dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang, seperti danya penyakit
Diabetes Melitus, jantung, hipertensi, hepatitis, abortus dan penyakit
kelamin.
c. Riwayat Perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak
usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan
saat ini.
d. Riwayat Obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong
persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah
pernah abortus, dan keadaan nifas post operasi Sectio Caesareayang
lalu.
e. Riwayat Persalinan Sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis
kelamin anak, keadaan anak
f. Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien
pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan
dan masalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah masa
nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
g. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, Hipertensi,
TBC, Diabetes Melitus, penyakit kelamin, abortus yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien
4) Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Aktivitas
Aktivitas klien terbatas, dibantu oleh orang lain untuk memenuhi
keperluannya karena klien mudah letih, klien hanya isa beraktivitas
ringan seperti : duduk ditempat tidur, menyusui
b. Pola Eliminasi
Klien dengan pos partum biasanya sering terjadi adanya perasaan
sering/susah kencing akibat terjadinya odema dari trigono, akibat
tersebut menimbulkan inpeksi uretra sehingga menyebabkan
konstipasi karena takut untuk BAB
c. Pola Istirahat dan Tidur
Klien pada masa nifas sering terjadi perubahan pola istirahat dan tidur
akibat adanya kehadiran sang bayi dan nyeri jahitan
d. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan menjadi ibu dan istri yang baik untuk suaminya
e. Pola Penanggulangan Stress
Klien merasa cemas karena tidak bisa mengurus bayinya sendiri
f. Pola Sensori Kognitis
Klien merasakan nyeri pada prineum karena adanya luka janhitan
akibat Sectio Caesarea
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasa dirinya tidak seindah sebelum hamil, semenjak
melahirkan klien menalami perubahan pada ideal diri
h. Pola Reproduksi dan Sosial
Terjadi perubahan seksual atau fungsi seksualitas akibat adanya proses
persalinan dan nyeri ekas jahitan luka Sectio Caesarea
5) Pemeriksaan Fisik
a. Tanda - Tanda Vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun
b. Kepala
a) Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut, dan
apakah ada benjolan
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena
proses persalinan yang mengalami perdarahan, sclera kuning
c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga

d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadangkadang ditemukan pernapasan cuping hidung
e) Mulut dan Gigi
Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab
c. Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid,
karna adanya proses penerangan yang salah
d. Thorax
a) Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara, areola
hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancer dan
banyak keluar
b) Paru-Paru
Inspeksi : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat
pembengkakan.
Palpasi : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba massa
Perkusi : Redup / sonor
Auskultasi : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing
c) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teraba / tidak
Palpasi : Ictus cordis teraba / tidak
Perkusi : Redup / tympani
Auskultasi : Bunyi jantung lup dup
e. Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya
striegravidarum
Palpasi : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bising usus
f. Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak
dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak anak
g. Ekstremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.

2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status
kesehatan klien, kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya
sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data
fokus adalah data tentang perubahan-perubahan atau respon klien terhadap
kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencangkup
tindakan yang di laksanakan terhadap klien. Pengumpulan data adalah
pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis
untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan keperawatan dan
kesehatan lainnya. Dari informasi yang terkumpul didapatkan data dasar
tentang masalah-masalah yang di hadapi klien.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan masalah
post Sectio Caesarea adalah :
1) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (mis. prosedur operasi) d.d klien
mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur.
2) Gangguan eliminasi urine b.d efek tindakan medis dan diagnostik (mis.
anestesi) d.d distensi kandung kemih.
3) Gangguan mobilitas fisik b.d efek agen farmakologis d.d mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, fisik lemah.
4) Defisit perawatan diri b.d kelemahan d.d menolak melakukan perawatan
diri, tidak mampu mandi, ke toilet, berhias secara mandiri, dan minat
melakukan perawatan diri kurang.
5) Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif.

4. Intervesi Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri Akut SLKI : Tingkat Nyeri SIKI : Manajemen Nyeri
1. Identifikasi lokasi,
Setelah dilakukan asuhan karakteristik, durasi,
keperawatan selama…. x 24 frekuensi, kualitas,
jam diharapkan tingkat intensitas nyeri
nyeri menurun, dengan 2. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil : 3.
1. Keluhan nyeri menurun
(Skala 1-3)
2. Meringis menurun
3. Sikap protektif menurun
4. Gelisah menurun
5. Kesulitan tidur menurun
2. Gangguan SLKI : Kontinensia Urine SIKI :
Eliminasi
Urine Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama…. x 24
jam diharapkan kontinensia
urine membaik, dengan
kriteria hasil :
1. Kemampuan berkemih
meningkat
2. Distensi kandung kemih
menurun
3. Frekuensi berkemih
membaik
4. Sensasi berkemih
membaik
5. Hesitancy menurun
3. Gangguan SLKI : Mobilitas Fisik SIKI :
mobilitas fisik
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama…. x 24
jam diharapkan mobilitas
fisik meningkat, dengan
kriteria hasil :
1. Pergerakan ekstremitas
meningkat
2. Kekuatan otot meningkat
3. Rentang gerak (ROM)
meningkat
4. Kelemahan fisik
menurun
5. Gerakan terbatas
menurun
4. Defisit SLKI : Perawatan diri SIKI :
Perawatan Diri
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama…. x 24
jam diharapkan perawatan
diri meningkat, dengan
kriteria hasil :
1. Kemampuan mandi
meningkat
2. Kemampuan
mengenakan pakaian
meningkat
3. Kemampuan ke toilet
(BAB/BAK) meningkat
4. Minat melakukan
perawatan diri
meningkat
5. Mempertahankan
kebersihan diri
meningkat
5. Risiko Infeksi SLKI : Tingkat Infeksi SIKI :

Setelah dilakukan asuhan


keperawatan selama…. x 24
jam diharapkan tingkat
infeksi menurun , dengan
kriteria hasil :
1. Kemerahan menurun
2. Nyeri menurun
3. Bengkak menurun
4. Kebersihan badan
meningkat
5. Kadar sel darah putih
membaik

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang di buat.

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencanakan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan di lakukan dengan cara
melibatkan pasien
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai