Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAATAN POST PARTUM DENGAN

SECTIO CAESARIA DI RUANG POLIKLINIK KEBIDANAN RSUD BANGLI


TANGGAL 19 MARET 2021

OLEH :

NI KETUT SURYANI
P07120018102
3.3

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
IBU POST PARTUM DENGAN SECTIO CAESARIA DI RUANG POLIKLINIK
KEBIDANAN RSUD BANGLI TANGGAL 19 MARET 2020

I. Konsep Dasar Sectio Caesaria


A. Definisi
Menurut Marmi (2012), postpartum adalah masa beberapa jam sesudah lahirnya
plasenta sampai minggu keenam setelah melahirkan. Masa post pertum dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum
hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu. Pendapat lain mengatakan postpartum
adalah masa setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu
saluran reproduksi kembali kekeadaan yang normal pada saat sebelum hamil.
Sectio caesarea adalah pembZedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau Sectio Caesarea adalah
suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar R, 2002: 117).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan
janin dari dalam rahim (Carpenito L. J, 2001).
a. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan karena tidak
diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit conjugata vera (CV
kurang 8 cm).
b. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa
(partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau partus percobaan gagal, baru
dilakukan sectio.
c. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan yang lalu
mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
d. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah suatu operasi
dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea, langsung dilakukan
histerektomi oleh karena suatu indikasi.
e. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin
dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi,
misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.

B. Tanda dan Gejala


Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesarea :
1. Pusing
2. Mual muntah
3. Nyeri di sekitar luka operasi
4. Adanya luka bekas operasi
5. Peristaltik usus menurun

C. Etiologi
a.       Indikasi Ibu
a)      Panggul sempit absolute
b)      Placenta previa
c)      Ruptura uteri mengancam
d)     Partus Lama
e)      Partus Tak Maju
f)       Pre eklampsia, dan Hipertensi
b.      Indikasi Janin
a)     Kelainan Letak
1.  Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan/cara yang
terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya
hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus
ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul
sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara
lain.
2.  Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul
sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b)      Gawat Janin
c)      Janin Besar 
c.      Kontra Indikasi
a)      Janin Mati
b)      Syok, anemia berat.
c)      Kelainan congenital Berat
.    
D. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio
caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio
caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada
placenta previa walaupun anak sudah mati.

E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan
baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi. 
F. Patwhay
Kesulitan Proses
persalinan

Dilakukan tingdakan SC

Trauma Pembedahan insisi Kelahiran anak Efek anesthesia


spinal

Agen cedera efek pembedahan perubahan peran Relaksasi otot

Nyeri Akut Luka Penurunan motilitas


Kurang pengetahuan traklus gastrointestinal

Tempat masuk Menekan ujung


konstipasi
Kuman saraf

Resiko Kpenurunan kekuatan


Infeksi Fisik

Intoleransi Aktivitas

G. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria


Persalinan dengan Sectio Caesaria , memerlukan perawatan yang lebih koprehensif
yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post  partum.Manifestasi klinis
sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :
1) Nyeri akibat ada luka pembedahan
2) Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3) Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
4) Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml
6) Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru
7) P e n g a r u h a n e s t e s i d a p a t m e n i m b u l k a n m u a l d a n m u n t a h
8) Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
9) Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur
10) Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

H. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4) Urinalisis / kultur urine
5) Pemeriksaan elektrolit

I. Penatalaksanaan
a.     Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b.     Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
c.     Mobilisasi
1) Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
2) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
3) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
4) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
5) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
6) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke5 pasca operasi.
d.      Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,
menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e.     Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1.      Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2.      Oral             : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3.      Injeksi         : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
c) Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
f.       Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti
g.      Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
h.      Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.

J. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa
nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi
post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi
intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan
sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC
transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut
terbuka atau karena atonia uteri
3. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
a) Luka kandung kemih
b) Embolisme paru – paru
c) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Identitas
b. Anamnesa
1) Keluhan Utama/ Alasan ke Poliklinik
2) Keluhan saat Dikaji
3) Riwayat obstetri, meliputi :
a) Riwayat Menstruasi : Usia menarch, banyaknya menstruasi, siklus
menstruasi, lamanya menstruasi, HPHT, keluhan saat menstruasi
b) Riwayat pernikahan : menikah berapa kali, lama perkawinan
c) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu :
• Berat badan bayi baru lahir dan usia gestasi
• Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan dan
penolong persalinan
• Jenis anestesi dan kesulitan persalinan
• Komplikasi maternal seperti : diabetes, hipertensi, infeksi, dan
perdarahan
• Komplikasi pada bayi
d) Riwayat kehamilan saat ini
Status Obstetrikus : GAPAH, UK, TP (Tafsiran Persalinan; ditentukan
berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP
berdasarkan HPTP dapat digunakan rumus Naegle, yaitu : hari pertama
ditambah 7, bulan dikurangi 3, tahun disesuaikan), ANC kehamilan
sekarang
e) Riwayat kontrasepsi
Akseptor KB, Jenis KB, Lama penggunaan KB, Masalah dalam
penggunaan KB
4) Riwayat Penyakit
• Riwayat penyakit klien
• Riwayat penyakit keluarga
5) Pola Kebutuhan Sehari-hari
1. Bernafas
Mengkaji frekuensi pernafasan ibu sebelum dan sesudah hamil, apakah ibu
mengalami sesak nafas atau kesulitan bernafas saat hamil
2. Nutrisi (makan dan minum)
Mengkaji asupan nutrisi makanan ibu sebelum dan sesudah hamil, mengkaji
pola makan dan minum ibu sebelum dan sesudah hamil
3. Eliminasi (BAB&BAK)
Mengkaji BAB pasien sebelum dan sesudah hamil, apakah lancar atau tidak,
warna dan konsistensi feses. Mengkaji BAK pasien sebelum dan sesudah
hamil, frekuensi BAK, warna dan bau urin.
4. Gerak badan
Mengkaji pasien apakah sering melakukan gerak badan dan mengikuti kelas
ibu hamil
5. Istirahat dan Tidur
Mengkaji lamanya pasien tidur dan apakah ada gangguan saat tidur sebelum
dan sesudah hamil, dan penghantar tidur pasien
6. Berpakaian
Mengkaji pasien apkah menggunakan pakaian yang sopan dan nyaman,
apakah pasien sering mengganti pakaian dalam pasien.
7. Rasa Nyaman
Mengkaji pasien apakah pasien mengalami nyeri atau tidak selama
kehamilan.
8. Kebersihan Diri
Mengkaji pasien berapa kali pasien mandi dalam satu hari dan berapa kali
melakukan vulva hygine dalam sehari.
9. Rasa Aman
Mengkaji pasien apakah selama kehamilan ini mendapat rasa aman dari
keluarga, suami maupun kerabat
10. Pola Komunikasi/ Hubungan dengan Orang Lain
Mengkaji pasien apakah selama kehamilan ini mendapat dukungan dan
tetap berinteraksi dengan baik pada keluarga, suami maupun kerabat dekat.
11. Ibadah
Mengkaji bagaimana pasien meyakini kehamilannya ini dalam
kepercayaannya
12. Produktivitas
Mengkaji pasien apakah selama hamil pasien tetap melakukan pekerjaannya
sebagai IRT atau pekerja lainnya.
13. Rekreasi
Mengkaji pasien apakah pasien selama hamil sering melakukan rekreasi.
14. Kebutuhan belajar
Mengkaji pasien apakah pasien mengerti dan memahami mengenai
kehamilan
6). Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
1. GCS : Eye, Motorik, Verbal
2. Tingkat kesadaraan
3. Tanda tanda vital : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi, Suhu
4. BB, TB, dan LILA
Head to toe :
1. Kepala
Wajah : pucat, cloasma, sclera, conjugtiva
Leher : pembesaran limphe node, pembesaran kelenjar tiroid
Telinga
2. Dada
Payudara
Areola : Putting (menonjol/tidak)
Tanda dimpling/retraksi
Pengeluaran ASI
Jantung
Paru-paru
3. Abdomen
Linea & Striae
Pembesaran sesuai UK
Gerakan janin dan kontraksi
Luka bekas operasi
4. Genetalia dan perineum
Kebersihan
Keputihan dana karakteristik
Hemoroid
5. Ekstremitas
• Atas : oedema, varises dan CRT
• Bawah : Oedema, varises, CRT dan Refleks
7). Data Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan USG
8). Diagnosis Medis

B. DiagnosaKeperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Post Section Caesaria)
C. Intervensi Keperawtan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
tindakan
berhubungan Observasi Observasi
keperawatan
dengan agen selama ….jam  Identifikasi lokasi,  Mengetahui rasa
pencedera fisik diharapkan Nyeri karakteristik, durasi, nyeri yang
Akut Berkurang
(post section dengan kriteria frekuensi, kualitas , dirasakan pasien
caesaria ) hasil : intensitas nyeri  Untuk
1. Keluhan nyeri  Identifikasi skala mengetahui
menurun nyeri tingkat nyeri
2. Meringis Terapeutik yang di alami
menurun  Kontrol lingkungan klien
3. Frekuensi nadi yang memperberat Terapeutik
membaik rasa nyeri  Agar pasien dapa
4. Pola napas  Fasilitasi istirahat merasa nyaman
membaik dan tidur klien dan
Kontrol Nyeri Edukasi Edukasi
1. Melaporkan  Ajarkan teknik  Dengan teknik
nyeri terkontrol nonfarmakologis nonfarmakologi
membaik untuk mengurangi pasien dapat
2. Kemampuan rasa nyeri ( teknik mengontrol nyeri
menggunakan relaksasi nafas yang dirasakan
teknik non- dalam) dan nyeri bisa
farmakologis berkurang
Kolaborasi
meningkat Kolaborasi
 Kolaborasi
 Mempercepat
3. Penggunaan pemberian analgetik penyembuhan
analgesic pasien
membaik

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatuskesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yg
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya
DAFTAR PUSTAKA

Marmi. 2012. Asuan Kebidanan Pada Masa Nifas “ Peurperium Care”. Yogyakarta: pustaka
pelajar.
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi
Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri Patologi. Jakarta : EGC. Hal : 201
Carpenito, L.J., (2001), Diagnosa Keperawatan ; Buku Saku, Edisi 6, Alih Bahasa : Monica,
Ester, EGC, Jakarta.
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (edisi 1).

Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (edisi 1).

Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (edisi 1 cetakan

II). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai