Asuhan Keperawatan
Post Operasi SC Dengan Indikasi Oligohidramnion
Di Ruang Widya
Rumah Sakit Tentara Ciremai Cirebon
Sectio Caesarea
Kurang informasi
(SC)
Ansietas
Defisit Perawatan
Merangsang
Diri
pengeluaran histamin
dan prostaglandin
Nyeri Akut
V. Manifestasi Klinis
Perubahan Fisik
a) Sistem Reproduksi
Uterus
Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Komposisi
Jaringan endometrial dan darah.
Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu
tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin.
Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari,
struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar
dan tampak bercelah.
Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran
seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar,
produksi mukus normal dengan ovulasi.
b) Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak
karena peningkatan prolaktin pada hari I-III).
c) Sistem Endokrin
Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak
terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
Hormon pituitary
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun
sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan
pada minggu I post partum.
d) Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada
awal post partum terjadi bradikardi.
Volume Darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
e) Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-
basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f) Sistem Gastrointestinal
Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
Nafsu makan kembali normal.
Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg
g) Sistem Urinaria
Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi
karena trauma.
Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h) Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil.
VI. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa
dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
(Manuaba, 1999)
VII. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor -
faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
Luka kandung kemih
Embolisme paru – paru
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.
VIII. Diagnosa Banding
Tidak Ada
B. Pengkajian
I. Wawancara
Wawancara adalah menanyakan atau tanya jawab berkaitan dengan
masalah yang dihadapi pasien (Nasrul Efendi, 1998 : 12)
Identitas klien dan penanggung
Keluhan utama klien saat ini
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
Riwayat penyakit keluarga
II. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik digunakan untuk memperoleh data objektif dari
riwayat keperawatan klien dengan menggunakan cara inpeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi (Nursalam, 2001 : 30)
III. Pemeriksaan Diagnostik
Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
Urinalisis / kultur urine
Pemeriksaan elektrolit
IV. Analisa Data
Analisa data adalah kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dalam suatu
penelitian.
C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Ansietas b.d kurangnya informasi post op SC
2. Resiko infeksi b.d luka post op SC
3. Nyeri akut b.d pelepasan mediator nyeri post op SC
D. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Evaluasi
Keperawatan
1. Ansietas b.d Setelah 1. Kaji respon 1. Keberadaan S : klien merasa
kurangnya diberikan asuhan psikologis terhadap sistem nyaman
informasi post keperawatan 1x6 kejadian dan pendukung klien O : klien tidak
op SC jam diharapkan ketersediaan sistem (misalnya terlihat cemas
Ansietas pendukung pasangan) dapat A : masalah
berkurang 2. Tetap bersama klien, memberikan teratasi
bersikap tenang dan dukungan secara P : intervensi
menunjukkan rasa psikologis dan dihentikan
empati membantu klien
3. Observasi respon dalam
nonverbal klien mengungkapkan
(misalnya: gelisah) masalahnya
berkaitan dengan 2. Keberadaan
ansietas yang perawat dapat
dirasakan memberikan
4. Dukung dan arahkan dukungan dan
kembali mekanisme perhatian pada
koping klien sehingga
Sofian Amru, 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri
social edisi 3 jilid 1 & 3, EGC, Jakarta