Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan

Asuhan Keperawatan
Post Operasi SC Dengan Indikasi Oligohidramnion
Di Ruang Widya
Rumah Sakit Tentara Ciremai Cirebon

Nama : Dewi Ariyanti Puspita Sari


NIM : CKR0170180

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KAMPUS 2
2019
A. Konsep Penyakit
I. Definisi
Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Amru sofian,
2012)
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari
normal, yaitu kurang dari 500 cc.
Jadi, Sectio Caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara
melakukan pembedahan / operasi lewat dinding perut dan dinding uterus
untuk melahirkan anak yang tidak bisa dilakukan normal atau oleh karena
keadaan lain yang mengancam ibu atau bayi yang mengharuskan kelahiran
dengan cara segera sedangkan persyaratan normal tidak memungkinkan.
II. Etiologi
Indikasi SC
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah
:
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan
sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara
yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang
janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak
lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada
perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih
dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila
a. panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Distosia serviks
III. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea
(SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan
diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien.
Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi
pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas
jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini
akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir,
daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak
dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
IV. Pathway
Kelainan/hambatan selama hamil dan proses
persalinan misalnya: plasenta previasentralis/
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, ruptur uteri mengancam, partus
lama/tidak maju, oligohidramion

Sectio Caesarea
Kurang informasi
(SC)

Ansietas

Luka Post op Insisi dinding Tindakan


SC abdomen Anastesi

Resiko Infeksi Imobilisasi


Terputusnya inkonuitas
jaringan, pembuluh darah
dan saraf-saraf di sekitar Intoleransi
daerah insisi Aktivitas

Defisit Perawatan
Merangsang
Diri
pengeluaran histamin
dan prostaglandin

Nyeri Akut
V. Manifestasi Klinis
Perubahan Fisik
a) Sistem Reproduksi
 Uterus
Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
 Komposisi
Jaringan endometrial dan darah.
 Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu
tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
 Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin.
 Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari,
struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar
dan tampak bercelah.
 Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran
seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar,
produksi mukus normal dengan ovulasi.
b) Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak
karena peningkatan prolaktin pada hari I-III).
c) Sistem Endokrin
 Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak
terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus menstruasi.
 Hormon pituitary
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun
sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan
pada minggu I post partum.
d) Sistem Kardiovaskuler
 Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada
awal post partum terjadi bradikardi.
 Volume Darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
e) Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-
basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f) Sistem Gastrointestinal
 Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
 Nafsu makan kembali normal.
 Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg
g) Sistem Urinaria
 Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi
karena trauma.
 Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
 Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h) Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil.
VI. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa
dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
(Manuaba, 1999)
VII. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya
peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor -
faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
Luka kandung kemih
Embolisme paru – paru
Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.
VIII. Diagnosa Banding
Tidak Ada
B. Pengkajian
I. Wawancara
Wawancara adalah menanyakan atau tanya jawab berkaitan dengan
masalah yang dihadapi pasien (Nasrul Efendi, 1998 : 12)
 Identitas klien dan penanggung
 Keluhan utama klien saat ini
 Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
 Riwayat penyakit keluarga
II. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik digunakan untuk memperoleh data objektif dari
riwayat keperawatan klien dengan menggunakan cara inpeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi (Nursalam, 2001 : 30)
III. Pemeriksaan Diagnostik
 Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
 Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
 Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
 Urinalisis / kultur urine
 Pemeriksaan elektrolit
IV. Analisa Data
Analisa data adalah kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan dalam suatu
penelitian.
C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Ansietas b.d kurangnya informasi post op SC
2. Resiko infeksi b.d luka post op SC
3. Nyeri akut b.d pelepasan mediator nyeri post op SC
D. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional Evaluasi
Keperawatan
1. Ansietas b.d Setelah 1. Kaji respon 1. Keberadaan S : klien merasa
kurangnya diberikan asuhan psikologis terhadap sistem nyaman
informasi post keperawatan 1x6 kejadian dan pendukung klien O : klien tidak
op SC jam diharapkan ketersediaan sistem (misalnya terlihat cemas
Ansietas pendukung pasangan) dapat A : masalah
berkurang 2. Tetap bersama klien, memberikan teratasi
bersikap tenang dan dukungan secara P : intervensi
menunjukkan rasa psikologis dan dihentikan
empati membantu klien
3. Observasi respon dalam
nonverbal klien mengungkapkan
(misalnya: gelisah) masalahnya
berkaitan dengan 2. Keberadaan
ansietas yang perawat dapat
dirasakan memberikan
4. Dukung dan arahkan dukungan dan
kembali mekanisme perhatian pada
koping klien sehingga

5. Berikan informasi klien merasa

yang benar nyaman dan

mengenai prosedur mengurangi

pembedahan, ansietas yang

penyembuhan, dan dirasakannya

perawatan post 3. Ansietas


operasi seringkali tidak
dilaporkan secara
verbal namun
tampak pada pola
perilaku klien
secara nonverbal
4. Mendukung
mekanisme
koping dasar,
meningkatkan
rasa percaya diri
klien sehingga
menurunkan
ansietas
5. Kurangnya
informasi dan
misinterpretasi
klien terhadap
informasi yang
dimiliki
sebelumnya dapat
mempengaruhi
ansietas yang
dirasakan

2. Resiko infeksi Setelah 1. Tinjau ulang 1. Kondisi dasar S : Pasien


b.d luka post diberikan asuhan kondisi dasar / seperti diabetes / mengatakan
op SC keperawatan faktor risiko yang hemoragi sudah tidak
1x24 jam ada sebelumnya. menimbulkan merasa nyeri &
diharapkan Catat waktu pecah potensial risiko bisa berjalan
resiko infeksi ketuban. infeksi / O : Tidak ada
tidak terjadi 2. Kaji adanya tanda penyembuhan tanda infeksi
infeksi (kalor, rubor, luka yang buruk. A : Masalah tidak
dolor, tumor, Pecah ketuban menjadi akual
fungsio laesa) yang terjadi 24 P : Intervensi
3. Lakukan perawatan jam sebelum dipertahankan
luka dengan teknik pembedahan
aseptik dapat
4. Inspeksi balutan menimbulkan
abdominal terhadap koriamnionitis
eksudat / rembesan. sebelum
Lepaskan balutan intervensi bedah
sesuai indikasi dan dapat
5. Anjurkan klien dan mempengaruhi
keluarga untuk proses
mencuci tangan penyembuhan
sebelum / sesudah luka
menyentuh luka 2. Mengetahui
secara dini
terjadinya infeksi
sehingga dapat
dilakukan
pemilihan
intervensi secara
tepat dan cepat
3. Meminimalisir
adanya
kontaminasi pada
luka yang dapat
menimbulkan
infeksi
4. Balutan steril
menutupi luka
dan melindungi
luka dari cedera /
kontaminasi.
Rembesan dapat
menandakan
terjadinya
hematoma yang
memerlukan
intervensi lanjut
5. Cuci tangan
menurunkan
resiko terjadinya
infeksi
nosokomial

3. Nyeri Akut Setelah 1. Lakukan 1. Mempengaruhi S : Pasien


b.d pelepasan diberikan asuhan pengkajian secara pilihan / mengatakan nyeri
mediator keperawatan komprehensif pengawasan sudah berkurang
nyeri Post Op 1x24 jam tentang nyeri keefektifan O : Nyeri tekan
SC diharapkan nyeri meliputi lokasi, intervensi. berkurang
berkurang/terko karakteristik, 2. Tingkat ansietas A : Masalah
ntrol durasi, frekuensi, dapat teratasi
kualitas, mempengaruhi P : Intervensi
intensitas nyeri persepsi / reaksi selesai
dan faktor terhadap nyeri.
presipitasi. 3. Mengetahui
2. Observasi respon sejauh mana
nonverbal dari pengaruh nyeri
ketidaknyamanan terhadap kualitas
(misalnya wajah hidup pasien.
meringis) 4. Memfokuskan
terutama kembali
ketidakmampuan perhatian,
untuk meningkatkan
berkomunikasi kontrol dan
secara efektif. meningkatkan
3. Kaji efek harga diri dan
pengalaman nyeri kemampuan
terhadap kualitas koping
hidup (ex: 5. Memberikan
beraktivitas, tidur, ketenangan
istirahat, rileks, kepada pasien
kognisi, perasaan, sehingga nyeri
dan hubungan tidak bertambah
sosial)
4. Ajarkan
menggunakan
teknik
nonanalgetik
(relaksasi
progresif, latihan
napas dalam,
imajinasi,
sentuhan
terapeutik.)
5. Kontrol faktor -
faktor lingkungan
yang yang dapat
mempengaruhi
respon pasien
terhadap
ketidaknyamanan
(ruangan, suhu,
cahaya, dan
suara)
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, N. 1998. Dasar-Dasar keperawatan Kesehatan Masyarkat. Edisi 2.


Jakarta: EGC.
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi
dan KB. Jakarta : EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana


Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Nursalam 2001. Pendekatan Praktis Langkah-Langkah Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT


Gramed

Sofian Amru, 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri operatif Obstetri
social edisi 3 jilid 1 & 3, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai