Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS POST SECTIO CAESAREA (SC)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Klinik Keperawatan Maternitas

Dosen Pembimbing: Ibu Susi Kusniasih, S.Kp., M.Kes.

DISUSUN OLEH :

Fadhilah Muayyidatul Millah

NIM P17320120027

TINGKAT 2

D3 KEPERAWATAN BANDUNG

KEMENTRIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG

2022
A. Konsep Dasar Section Caesarea (SC)
1. Pengertian
Sectio Caesarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang berarti memotong atau
menyayat. Istilah itu disebut dalam ilmu obstetrik mengacu pada tindakan pembedahan
yang bertujuan melahirkan bayi dengan membuka dinding perut ibu (Anggorowati &
Sudiharjani, 2017).
Menurut (Forte & Oxorn, 2010), sectio caesarea merupakan suatu pembedahan
untuk melahirkan anak melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus yang disebabkan
oleh dua faktor indikasi yaitu faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu seperti panggul
sempit dan disosia mekanis, sedangkan faktor janin seperti posisi janin yang tidak
normal.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea merupakan
jalan alternatif untuk ibu melahirkan dengan menyayat atau insisi dinding abdomen dan
uterus dengan sebab beberapa faktor seperti faktor non medis dan faktor medis.

2. Etiologi
Menurut Amin & Hardi (2013), Sectio Caesarea dilakukan atas indikasi sebagai berikut:
a. Indikasi yang berasal dari Ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, Cefalo Pelvik Disproportion
(disproporsi janin/ panggul), adanya riwayat kehamilan dan persalinan yang buruk,
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan kehamilan yang
parah, komplikasi kehamilan yaitu pre eklampsia dan eklampsia berat, atas
permitaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan perjalanan
persalinan (kista ovarium, mioma uteri).
b. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/ gawat janin, mal persentasi dan mal posisi kedudukan janin seperti
bayi yang terlalu besar (giant baby), kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang,
kelainan tali pusat dengan pembukaan kecil seperti prolapsus tali pusat, terlilit tali
pusat, adapun faktor plasenta yaitu plasenta previa, solutio plasenta, plasenta
accreta, dan vasa previa. kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi, dan
bayi kembar (multiple pregnancy).

3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan aytau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena ketidakseimbangan ukuran
kepala bayi dan panggul iIbu, keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan
eklampsia berat, kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, atau factor kelainan
plasenta seperti plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada usia lanjut, plasenta
keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah, dan
lain sebagainya. Sehingga dari kondisi-kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea).

4. Klasifikasi
Bentuk pembedahan SC menurut Manuaba (2012), diantaranya:
a. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra-kira sepanjang 10 cm.
Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila
sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
b. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan
vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian
bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan
dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-
otot bawah rahim.
c. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin
dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang
pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas
bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa
abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen
bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.

5. Manifestasi Klinis
Pada Ibu post partum dengan SC, perlu adanya perawatan yang lebih komprehensif.
Doenges (2010) mengemukakan, manifestasi klinis post SC meliputi:
a. Nyeri yang disebabkan luka hasil pembedahan
b. Adanya luka insisi di abdomen
c. Fundus Uteri kontraksi kuat pada umbilicus
d. Aliran lochea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lochea tidak banyak)
e. Berkurangnya darah sekitar 600-800 ml selama proses pembedahan
f. Emosi yang labil atau ketidakmampuan menghadapi situasi baru pada perubahan
emosional
g. Pengaruh anestesi dapat memicu mual dan muntah

6. Komplikasi
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) komplikasi Sectio Caesarea adalah sebagai
berikut :
a. Infeksi Puerperal
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis (infeksi pada peritoneum – selaput tipis
yang membatasi dinding perut bagian dalam dan organ-organ perut), sepsis
(komplikasi akibat respon tubuh terhadap infeksi) dan sebagainya.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri
ikut terbuka. Darah yang hilang lewat pembedahan Sectio Caesarea dua kali lipat
dibanding lewat persalinan normal.
c. Komplikasi lain
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka pada kandung kemih dan emnolisme paru.
d. Komplikasi baru
Komplikasi baru yang kemudian tampak ialah kurangnya parut pada dinding uterus,
sehingga pada kehamilan berikutnya dapat terjadi ruptur uteri (Rahim robek ketika
persalinan).

7. Penatalaksanaan
Menurut (Hartanti, 2014), ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan perawatan sebagai
berikut :
a. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan dilakukan
palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan kuat.
Selain itu, pemberian cairan intravena juga dibutuhkan karena 6 jam pertama
penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan intravena harus cukup banyak
dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi
pada organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan rata-rata dengan hematokrit
kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta cairan ekstraseluler yang
normal umumnya dapat mentoleransi kehilangan darah sampai 2.000 ml.
b. Ruang Perawatan
1) Monitor Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi, suhu,
pernafasan, jumlah urine, jumlah perdarahan, dan status fundus uteri.
Pemantauan tanda-tanda vital dilakukan setiap 4 jam sekali.
2) Pemberian Terapi Farmakologi
Pemberian analgesic (anti nyeri) diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
menghilangkan nyeri seperti Tramadol, Antrain, Katerolak. Dan pemberian
antibiotic seperti Ceftriaxone, dan Cefotaxime.
3) Terapi Cairan dan Diet
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan memadai
untuk 24 jam pertama setelah dilakukan tindakan, namun apabila pengeluaran
urine turun, dibawah 30 ml/jam, wanita tersebut harus segera dinilai kembali.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 1%, garam fisiologi dan RL sevara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah dapat
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemberian cairan infus biasanya
dihentikan setelah penderita flatus, lalu dianjurkan untuk pemberian minuman
dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah
boleh dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air putih.
4) Pengawasan Fungsi Vesika Urinaria dan Usus
Setelah 12 jam post operasi kateter dapat dilepaskan atau keesokan paginya
setelah operasi. Pada hari pertama setelah pembedahan biasanya bising usus
belum terdengar, pada hari kedua juga bising usus masih lemah. Kemudian usus
baru aktif di hari ketiga.
5) Ambulasi
Ambulasi dilakukan 6 jam pertama setelah operasi harus tirah baring dan hanya
bisa menggerakan lengan, tangan, menggerakan ujung jari kaki dan memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan
menggeser kaki. Setelah 6 jam pertama dapat dilakukan miring kanan dan kiri.
Latihan pernafasan dapat dilakukan sedini mungkin setelah ibu sadar sambil tidur
telentang. Hari kedua post operasi, pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya. Pasien dapat diposisikan
setengah duduk atau semi fowler. Selanjutnya pasien dianjurkan untuk belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke
tiga sampai hari ke lima pasca operasi.
6) Perawatan Luka
Luka sayatan diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternative
ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit
dapat diangkat setelah hari keempat setelah pembedahan. Paling lambat hari
ketiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi atau
sayatan.
7) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah diperlukan setiap pagi hari setelah pembedahan, untuk
mengukur Hematokrit apabila terdapat kehilangan darah yang banyak pada saat
pembedahan atau terjadi oliguria atau tanda-tanda lain yang mengisyaratkan
hipovolemia.

B. Konsep Dasar Masa Nifas


1. Pengertian
Masa nifas atau post partum atau disebut juga masa puerperium merupakan waktu
yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ reproduksinya seperti saat sebelum
hamil atau disebut involusi terhitung dari selesai persalinan hingga dalam jangka waktu
kurang lebih 6 Minggu atau 42 hari (Maritalia, 2017).
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama
kira-kira 6 minggu atau 42 hari. Namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3
bulan (R. Situngkir, 2017).
Selama masa pemulihan alat-alat kandungan berlangsung, ibu akan mengalami
banyak perubahan baik secara fisik maupun psikologis, sebenarnya sebagian besar
bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan kebidanan
maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan patologis (Sulistyawati, 2015).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masa nifas merupakan masa setelah 2 jam
pertama persalinan dan kelahiran bayi, plasenta dan memiliki waktu untuk kembali
memulihkan alat kandungan Ibu yang berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari.

2. Tahapan Nifas
Beberapa tahapan pada masa nifas menurut Maritalia (2017):
a. Puerperium dini
Merupakan masa pemulihan awal dimana Ibu yang melahirkan spontan tanpa
komplikasi dalam 6 jam pertama setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi dini
atau segera. Ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Sedangkan untuk Ibu
dengan kelahiran SC atau Section Caesaria dianjurkan untuk latihan miring kanan
(mika), miring kiri (miki), dan duduk secara perlahan.
b. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara berangsur-angsur akan
kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama kurang lebih enam
minggu atau 42 hari.
c. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna
terutama bila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi.
Rentang waktu remote puerperium berbeda untuk setiap ibu, tergantung dari berat
ringannya komplikasi yang dialami selama hamil atau persalinan.

3. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas


Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah keluarnya plasenta, kadar
sirkulasi hormon HCG (human chorionic gonadotropin), human plasental lactogen,
estrogen dan progesteron menurun. Human plasental lactogen akan menghilang dari
peredaran darah ibu dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu setelah melahirkan. Kadar
estrogen dan progesteron hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada fase follikuler
dari siklus menstruasi berturut-turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan
hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh sistem sehingga efek kehamilan berbalik
dan wanita dianggap sedang tidak hamil (Walyani, 2017).
Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Maritalia
(2012) dan Walyani (2017) yaitu:
a. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan berotot, berbentuk
seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang
uterus sekitar 7-8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus
secara fisiologis adalah anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus
uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Menurut Walyani (2017) uterus berangsur-
angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil:
1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gram.
2) Akhir Kala III persalinan, tiggi fundus uteri teraba 2 jari baha pusat dengan berat
uterus 750 gram.
3) Satu minggu post partum, tinggi fundus uteri teraba pertengahan pusat dengan
simpisisi, berat uterus 500 gram.
4) Dua minggu post partu, tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simpisis dengan
berat uterus 350 gram.
5) Enam minggu post partum atau akhir dari masa nifas, fundus uteri bertambah
kecil dengan berat uterus 50 gram.

Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi, antara lain:

1) Penentuan lokasi uterus


Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah umbilikus
dan apakah fundus berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke salah satu sisi.
2) Penentuan ukuran uterus
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan
jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah.
3) Penentuan konsistensi uterus
Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa teraba sekeras batu dan uterus
lunak.
b. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga
disebut juga sebagai leher rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan saluran
vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat
persalinan.
Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini
disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak
berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah kehitaman karena mengandung
banyak pembuluh darah dengan konsistensi lunak. Segera setelah janin dilahirkan,
serviks masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks
hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat
dilewati oleh 1 jari, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.
c. Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan tubuh
bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan
ukuran panjang ± 6,5 cm dan ± 9 cm. Selama proses persalinan vagina mengalami
penekanan serta pereganganan yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan
bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, vagina tetap berada dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan
rugae dalam vagina secara berangsur- angsur akan muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir dan merupakan
saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga
berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum
uteri selama masa nifas yang disebut lochea.
Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Lochea Rubra
Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar barcampur sisa-sisa
selaput ketuban, sel- sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan
mekoneum.
2) Lochea Serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu postpartum.
3) Lochea Alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan putih
(Walyani, 2017). Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi
pada jalan lahir, baunya akan berubah menjadi berbau busuk.
d. Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah
proses melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva
akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol.
e. Payudara (Mamae)
Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun,
prolactin dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat
dan menyebabkan pembengkakan vascular sementara. Air susu sata diproduksi
disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh
bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan laktasi. ASI yang akan pertama muncul
pada awal nifas ASI adalah ASI yang berwarna kekuningan yang biasa dikenal
dengan sebutan kolostrum. Kolostrum telah terbentuk didalam tubuh ibu pada usia
kehamilan ± 12 minggu. Perubahan payudara dapat meliputi:
1) Penurunan kadar progesterone secara tepat dengan peningkatan hormone
prolactin setelah persalinan.
2) Kolostrum sudah ada. Saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau
ke-3 setalah persalinan.
3) Payudara menjadi besar dank eras sebagai tanda mulainya proses laktasi
(Walyani, 2017)
f. Tanda-Tanda Vital
Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) antara
lain:
1) Suhu Tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰C dari keadaan
normal namun tidak lebih dari 38⁰C. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan
kembali seperti keadaan semula.
2) Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit lebih
lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali normal.
3) Tekanan Darah
Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan pada
saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan.
4) Respirasi
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena kebutuhan
oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan dan memepertahankan
agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus frekuensi
pernafasan akan kembali normal.
g. Sistem Kardiovaskuler
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah melahirkan
karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung
meningkat yang dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume darah
kembali normal, dan pembulu darah kembali ke ukuran semula.
h. Sistem Pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea) biasanya
membutuhkan waktu sekitar 1- 3 hari agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan
dapat kembali normal. Ibu yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar
karena telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses melahirkan.
Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1- 3 hari postpartum, hal ini
disebabkan terjadinya penurunan tonus otot selama proses persalinan. Selain itu,
enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan dehidrasi serta dugaan ibu
terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/ perineum setiap kali akan b.a.b. juga
mempengaruhi defekasi secara spontan. Faktor- faktor tersebut sering menyebabkan
timbulnya konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang
teratur perlu dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.
i. Sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat
spasine sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi
antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urine dalam jumlah yang
besar akan dihasilkan dalam waktu 12- 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta
dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Uterus yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
j. Sistem Integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada wajah, leher,
mamae, dinding perut dan beberapa lipatan sendri karena pengaruh hormon akan
menghilang selama masa nifas.
k. Sistem Muskuloskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi dini sangat
membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses involusi.
4. Perubahan Psikologi Pada Masa Nifas
Minggu- minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan bagi seorang ibu.
Pada saat yang sama, ibu baru (primipara) mungkin frustasi karena merasa tidak
kompeten dalam merawat bayi dan tidak mampu mengontrol situasi. Semua wanita akan
mengalami perubahan ini, namun penanganan atau mekanisme koping yang dilakukan
dari setiap wanita untuk mengatasinya pasti akan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh pola
asuh dalam keluarga dimana wanita tersebut dibesarkan, lingkungan, adat istiadat
setempat, suku, bangsa, pendidikan serta pengalaman yang didapat (Maritalia, 2012).

5. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


Kebutuhan dasar pada ibu masa nifas menurut Maritalia (2012) dan Walyani
(2017) yaitu:
a. Kebutuhan Nutrisi
Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat- zat yang berguna
bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan prosuksi ASI, terpenuhi
kebutuhan karbohidrat, protein, zat besi, vitamin dan minelar untuk mengatasi
anemia, cairan dan serat untuk memperlancar ekskresi. Ibu nifas harus
mengkonsumsi makanan yang mengandung zat- zat yang berguna bagi tubuh ibu
pasca melahirkan dan untuk persiapan prosuksi ASI, terpenuhi kebutuhan
karbohidrat, protein, zat besi, vitamin dan minelar untuk mengatasi anemia, cairan
dan serat untuk memperlancar ekskresi.
Kebutuhan kalori wanita dewasa yang sehat dengan berat badan 47 kg
diperkirakan sekitar 2200 kalori/ hari. Ibu yang berada dalam masa nifas dan
menyusui membutuhkan kalori yang sama dengan wanita dewasa, ditambah 700
kalori pada 6 bulan pertama untuk membeikan ASI eksklusif dan 500 kalori pada
bulan ke tujuh dan selanjutnya.
b. Kebutuhan Cairan
Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme tubuh. Ibu
dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan menjaga kebutuhan hidrasi
sedikitnya 3 liter setiap hari. Asupan tablet tambah darah dan zat besi dapat diberikan
selama 40 hari postpartum.
c. Kebutuhan Ambulasi
Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak antara aktivitas dan
istirahat. Dalam 2 jam setelah bersalin ibu dianjurkan sudah dapat melakukan
mobilisasi. Dilakukan secara perlahan- lahan dan bertahap. Dapat dilakukan dengan
miring kanan atau kiri terlebih dahulu dan berangsur- angsur untuk berdiri dan jalan.
d. Kebutuhan Eliminasi
Pada kala IV persalinan pemantauan urin dilakukan selama 2 jam, setiap 15 menit
sekali pada 1 jam pertama dan 30 menit sekali pada jam berikutnya. Pemantauan urin
dilakukan untuk memastikan kandung kemih tetap kosong sehingga uterus dapat
berkontraksi dengan baik. Dengan adanya kontraksi uterus yang adekuat diharapkan
perdarahan postpartum dapat dihindari.
Memasuki masa nifas, ibu diharapkan untuk berkemih dalam 6- 8 jam pertama.
Pengeluaran urin masih tetap dipantau dan diharapkan setiap kali berkemih urin yang
keluar minimal sekitar 150 ml. Ibu nifas yang mengalami kesulitan dalam berkemih
kemungkinan disebabkan oleh menurunnya tonus otot kandung kemih, adanya
edema akibat trauma persalinan dan rasa takut timbulnya rasa nyeri setiap kali
berkemih.
Kebutuhan untuk defekasi biasanya timbul pada hari pertama sampai hari ke tiga
postpartum. Kebutuhan ini dapat terpenuhi bila ibu mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi serat, cukup cairan dan melakukan mobilisasi dengan baik dan
benar. Bila lebih dari waktu tersebut ibu belum mengalami defekasi mungkin perlu
diberikan obat pencahar.
e. Kebersihan Diri
Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 40 hari, kebersihan vagina
perlu mendapat perhatian lebih. Vagina merupakan bagian dari jalan lahir yang
dilewati janin pada saat proses persalinan. Kebersihan vagina yang tidak terjaga
dengan baik pada masa nifas dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada vagina itu
sendiri yang dapat meluas sampai ke rahim. Alasan perlunya meningkatkan
kebersihan vagina pada masa nifas adalah:
1) Adanya darah dan cairan yang keluar dari vagina selama nifas (Lochea)
2) Secara anatomis, letak vagina berdekatan dengan saluran buang air kecil (meatus
eksternus uretrae) dan buang air besar (anus) yang setiap hari kita lakukan.
Kedua saluran tersebut merupakan saluran pembuangan (muara eksreta) dan
banyak mengandung mikroorganisme patogen.
3) Adanya luka/trauma di daerah perineum yang terjadi akibat proses persalinan dan
bila terkena kotoran dapat terjadi infeksi.
4) Vagina merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki mikroorganisme yang
dapat menjalar ke rahim (Maritalia, 2012).
f. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu
nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Pada tiga hari
pertama dapat merupakan hari yang sulit bagi ibu akibat menumpuknya kelelahan 11
karena proses persalinan dan nyeri yang timbul pada luka perineum. Secara teoritis,
pola tidur akan kembali mendekati normal dalam 2 sampai 3 minggu setelah
persalinan.
g. Kebutuhan Seksual
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual kembali setelah 6
minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa
itu semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi dan luka bekas section
caesarea (SC) biasanya telah sembuh dengan baik. Bila suatu persalinan dipastikan
tidak ada luka atau laserasi/ robek pada jaringan, hubungan seks bahkan telah boleh
dilakukan 3- 4 minggu setelah proses melahirkan. Meskipun hubungan telah
dilakaukan setelah minggu ke- 6 adakalanya ibu- ibu tertentu mengeluh hubungan
masih terasa sakit atau nyeri meskipun telah beberapa bulan proses persalinan.
Gangguan seperti ini disebut dispareunia atau rasa nyeri waktu senggama.
h. Kebutuhan Perawatan Payudara
Menurut Walyani (2017) kebutuhan perawatan payudara pada ibu masa nifas
antara lain:
1) Sebaiknya perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting
lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
2) Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara: pembalutan mamae
sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk supresi LH seperti tablet Lynoral
dan Pardolel.
3) Ibu menyusi harus menjaga payudaranya untuk tetap bersih dan kering.
4) Menggunakan bra yang menyongkong payudara.
5) Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada sekitar
putting susu setiap kali selesai menyusui, kemudian apabila lecetnya sangat berat
dapat diistirahatkan selama 24 jam. Asi dikeluarkan dan diminumkan
menggunakan sendok. Selain itu, untuk menghilangkan rasa nyeri dapat minum
paracetamol 1 tablet setiap 4- 6 jam.
i. Rencana Kontrasepsi atau KB
Rencana KB setelah ibu melahirkan sangatlah penting, dikarenakan secara tidak
langsung KB dapat membantu ibu untuk dapat merawat anaknya dengan baik serta
mengistirahatkan alat kandungnya.

6. Komplikasi Nifas
Menurut Depkes, tanda bahaya yang dapat timbul dalam masa nifas seperti
perdarahan lewat jalan lahir, keluar cairan berbau dari jalan lahir, demam, bengkak di
muka, tangan atau kaki, disertai kait kepala dan atau kejang, nyeri atau panas di daerah
tungkai, payudara bengkak, berwarna kemerahan dan sakit, putting lecet. Ibu mengalami
depresi (Depkes, 2015:15). Komplikasi dan penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas
menurut Walyani (2017) yaitu:
a. Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat- alat
genetelia dalam masa nifas. Masuknya kumankuman dapat terjadi dalam kehamilan,
waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh
sebab apa pun. Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38⁰ C
atau lebih selama 2 hari dari dalam 10 hari postpartum. Kecuali pada hari pertama.
Suhu diukur 4 kali secara oral.
b. Infeksi saluran kemih
Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air kemih di
dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan atau analgesia epidural atau
13 spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat rasa
tidak nyaman yang ditimbulkan oleh episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau
hematoma dinding vagina. Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosis
dihentikan, terjadi diuresis yang disertai peningkatan produksi urin dan distensi
kandung kemih. Over distensi yang disertai katerisasi untuk mengeluarkan air kemih
sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
c. Metritis
Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi abses pelvic yang menahun, peritonitis, syok septik, trombosis yang
dalam, emboli pulmonal, infeksi felvik yang menahan dispareunia, penyumbatan
tuba dan infertilitas.
d. Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara
dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Bendungan terjadi akibat bendungan
berlebihan pada limfatik dan vena sebelum laktasi. Payudara bengkak disebabkan
karena menyusui yang tidak kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah
ductus. Hal ini dapat terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Penggunaan bra
yang keras serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan
sumbatan pada ductus.
e. Infeksi payudara
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan pada
payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman
terutama Sraphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau melalui
peredaran darah.
f. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi akibat peradangan payudara/ mastitis
yang sering timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah melahirkan), karena
adanya pembengkakan payudara akibat tidak menyusui dan lecet pada puting susu.
g. Abses pelvis
Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit- penyakit
meluar seksual (sexually transmitted disease/ STDs), utamanya yang disebabkan oleh
chlamydia dan gonorrhea.
h. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
i. Infeksi luka perineum dan luka abdominal
Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekan jalan lahir baik
karena rupture maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan janin. Rupture
perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan.
j. Perdarahan pervagina
Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum adalah kehilangan darah
sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. Hemoragi
postpartum primer mencakup semua kejadian perdarahan dalam 24 jam setelah
kelahiran.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil


1. Pengkajian
Menurut Prabowo (2017) pengkajian merupakan proses pertama dalam proses
keperawatan yaitu proses pengumpulan data secara sistematis untuk menentukan status
kesehatan dan fungsional kerja serta respons klien pada saat ini dan sebelumnya. Tujuan
dari dilakukannya pengkajian keperawatan adalah untuk menyusun data dasar mengenai
kebutuhan masalah kesehatan serta respon klien terhadap suatu masalah (Induniasih dan
Hendarsih, 2017).
a. Identitas Diri
Pada identitas terdiri dari data istri dan suami, dengan identitas nama, umur, suku
bangsa, agama, Pendidikan, pekerjaan, golongan darah, no. registrasi, tanggal masuk
RS, tanggal pengkajian, diagnosa medis, no. telepon, dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan
Pada riwayat Kesehatan terdiri dari :
1) Keluhan Utama
Keluhan utama adalah yang paling dirasakan mengganggu pada pasien.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengembangan keluhan utama dengan PQRST dari keluhan utama :
P : Provokatif / paliatif = hal yang memperberat atau memperingan
Q : Kualitas / kuantitas
R : Region / radiasi = lokasi dan atau penyebarannya
S : Severity scale = skala atau derajat
T : Timing = waktu, durasi, atau frekuensi
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berfokus pada penyakit genetik dan menular.
5) Riwayat Kesehatan Ginekologi
a) Riwayat Menstruasi/Haid
Terdiri dari Menarche, siklus haid, dan keluhan selama haid.
b) Riwayat Perkawinan
Terdiri dari status perkawinan, umur ketika menikah, lama pernikahan, dan
merupakan pernikahan yang ke berapa.
c) Riwayat Keluarga Berencana (KB)
Terdiri dari jenis kontrasepsi yang digunakan, lama penggunaan, alasan
dilepas, dukungan keluarga, dan rencana kontrasepsi sesudah melahirkan.
6) Riwayat Obstetri
a) Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu
b) Riwayat Kehamilan Sekarang
Terdiri dari HPHT, taksiran persalinan, tanggal persalinan, siklus haid, tanda
bahaya atau penyulit, tempat ANC, obat yang dikonsumsi, imunisasi TT1 dan
TT2, kekhawatiran khusus, respon Ibu dan keluarga terhadap kelahiran,
komplikasi kehamilan (Perdarahan, pre-eklampsia, eclampsia, PMS, dan lain-
lain).
c) Riwayat Persalinan
Terdiri dari jenis persalinan, masa gestasi, penolong persalinan, lama
persalinan (Kala I, kala II, kala III, kala IV), keadaan ketuban (warna,
jumlah), keadaan plasenta (berat, diameter, kotiledon), komplikasi persalinan,
trauma persalinan.

c. Pola Aktivitas Sehari-hari


1) Pola Nutrisi dan Cairan
2) Pola Eliminasi BAB dan BAK
3) Pola Istirahat dan Tidur
4) Pola Personal Hygiene
5) Pola Aktivitas / Kebiasaan Hidup

d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Tingkat kesadaraan dapat berupa composmentis sampai penurunan kesadaran.
2) Tanda-tanda Vital
Dalam vital sign yang perlu di cek yaitu: suhu, nadi, pernapasan, dan juga
tekanan darah. Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari
pascapartum karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh
38⁰C mungkin disebabkan oleh dehidrasi pada 24 jam pertama setelah persalinan
atau karena awitan laktasi dalam 2 sampai 4 hari. Demam yang menetap atau
berulang diatas 24 jam pertama dapat menandakan adanya infeksi.
Bradikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6 sampai 10 hari
pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70 kali/ menit. Frekuensi diatas
100 kali/ menit dapat menunjukan adanyya infeksi, hemoragi, nyeri, atau
kecemasan, nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi,
menunjukan hemoragi, syok atau emboli.
Tekanan darah umumnya dalam batasan normal selama kehamilan. Wanita
pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostatik karena dieresis dan
diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovasukuler,
hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli.
Peningkatan tekanan darah menunjukan hipertensi akibat kehamilan, yang dapat
muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejang eklamsia dilaporkan terjadi
sampai lebih dari 10 hari pascapartum.
3) Antropometri
Terdiri dari TB, BB sekarang, BB sebelum hamil, dan IMT apakah dalam batas
normal atau tidak.
4) Kepala dan Wajah
Inspeksi kebersihan dan kerontokan rambut (normal rambut bersih, tidak
terdapat lesi pada kulit kepala dan rambut tidak rontok), cloasma gravidarum,
keadaan sklera (normalnya sklera berwarna putih), konjungtiva (normalnya
konjungtiva berwarna merah muda, kalau pucat berarti anemis), kebersihan gigi
dan mulut (normalnya mulut dan gigi bersih, tidak berbau, bibir merah), caries.
Palpasi palpebra, odem pada mata dan wajah; palpasi pembesaran getah bening
(normalnya tidak ada pembengkakan), JVP, kelenjar tiroid.
5) Dada
Inspeksi irama nafas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung, hitung
frekuensi.
Payudara: pengkajian payudara pada ibu postpartum meliputi inspeksi
ukuran, bentuk, warna, dan kesimetrisan dan palpasi konsisten dan apakah ada
nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Normalnya puting susu menonjol,
areola berwarna kecoklatan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada bekas luka, payudara
simetris dan tidak ada benjolan atau masa pada saat di palpasi.
6) Abdomen
Inspeksi adanya striae atau tidak, adanya luka/insisi, adanya linea atau tidak.
Involusi uteri: kemajuan involusi yaitu proses uterus kembali ke ukuran dan
kondisinya sebelum kehamilan, di ukur dengan mengkaji tinggi dan konsistensi
fundus uterus, masase dan peremasan fundus dan karakter serta jumlah lokia 4
sampai 8 jam. TFU pada hari pertama setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari
dibawah pusat, pada hari ketiga 2 jari dibawah pusat, pada hari keempat 2 jari
diatas simpisis, pada hari ketujuh 1 jari diatas simpisis, pada hari kesepuluh
setinggi simpisis.
Konsistensi fundus harus keras dengan bentuk bundar mulus. Fundus yang
lembek atau kendor menunjukan atonia atau subinvolusi. Kandung kemih harus
kosong agar pengukuran fundus akurat, kandung kemih yang penuh menggeser
uterus dan meningkatkan tinggi fundus.
7) Ekstremitas
Kaji adanya edema pada ekstremitas atas dan bawah, bentuk dan
kesimetrisan, kuku dan jari, refleks patella, adanya varises, dan Hommans sign.
8) Genetalia
a) Vulva/Vagina
Melihat apakah vulva bersih atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi.
b) Lochea
Karakter dan jumlah lochea secara tidak langsung menggambarkan
kemajuan penyembuhan normal, jumlah lochea perlahan-lahan berkurang
dengan perubahan warna yang khas yang menunjukan penurunan komponen
darah dalam aliran lochea. Jumlah lochea sangat sedikit noda darah berkurang
2,5-5 cm= 10 ml, sedang noda darah berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml.
c) Perineum dan Anus
Pengkajian daerah perineum dan perineal dengan sering untuk
mengidentifikasi karakteristik normal atau deviasi dari normal seperti
hematoma, memar, edema, kemerahan, dan nyeri tekan. Jika ada jahitan luka,
kaji keutuhan, hematoma, perdarahan dan tanda-tanda infeksi (kemerahan,
bengkak dan nyeri tekan).
Daerah anus dikaji apakah ada hemoroid dan fisura. Wanita dengan
persalinan spontan per vagina tanpa laserasi sering mengalami nyeri perineum
yang lebih ringan. Hemoroid tampak seperti tonjolan buah anggur pada anus
dan merupakan sumber yang paling sering menimbulkan nyeri perineal.
Hemoroid disebabkan oleh tekanan otot-otot dasar panggul oleh bagian
terendah janin selama kehamilan akhir dan persalinan akibat mengejan
selama fase ekspulsi.
9) Payudara dan Tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan kesimetrisan serta
palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada nyeri tekan guna persiapan menyusui.
Hari pertama dan kedua pasca melahirkan akan ditemukan sekresi kolostrum
yang banyak.
Pengkajian pada tungkai dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya
tromboflebitis. Payudara dan tungkai dikaji tiap satu jam sampai dengan 8 jam
setelah persalinan, kemudian dikaji tiap empat jam sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.

e. Data Psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi ibu, bayi baru
lahir dan keluarga. Perawat melihat status emosinal dan respon ibu terhadap
pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir, menyusui bayi baru lahir,
penyesuaian terhadap peran baru, hubungan baru dalam keluarga, dan peningkatan
pemahaman dalam perawatan diri.

f. Data Sosial
g. Data Spiritual
h. Data Penunjang
i. Data Therapy

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Menurut NANDA dalam Nursalam (2001), Diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinik mengenai respons individu keluarga dan masyarakat berkaitan dengan
masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.
Diagnosa keperawatan diangkat dari kumpulan data yang diperoleh dari pengkajian
melalui observasi, wawancara dan studi kepustakaan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Nifas dengan Post SC
menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, 2017 :
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, luka post SC.
2. Gangguan pola tidur b.d nyeri pada luka post SC.
3. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan karena laktasi.
4. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d luka post SC.
5. Resiko infeksi b.d luka post SC.
6. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI.

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data yang dikumpulkan
sudah dianalisa dan masalah-masalah atau diagnosa keperawatan telah ditentukan.
Secara sederhana perlu cara merumuskan keputusan awal apa yang akan dilakukan,
bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut.
Perencanaan mencakup diagnosa keperawatan yang telah diprioritaskan, tujuan, kriteria
standart dan rasionalisasi tindakan.

Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi 1. Identifikasi
agen pencedera tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri dan
fisik, luka 3x24 jam, diharapkan karakteristik, faktor yang
episiotomi post tingkat nyeri menurun durasi, frekuensi, berhubungan
SC. dengan kriteria hasil: kualitas, intensitas merupakan suatu hal
- Kemampuan nyeri. yang amat penting
menuntaskan 2. Identifikasi skala untuk memilih
aktivitas baik nyeri. intervensi yang cocok
- Keluhan nyeri Terapeutik dan untuk
menurun 3. Berikan Teknik mengevaluasi
- Klien tampak nonfarmakologis keefektifan dari terapi
tenang untuk mengurangi yang diberikan.
- Frekuensi nadi rasa nyeri. 2. Untuk mengetahui
membaik Edukasi kualitas nyeri yang
- Nafsu makan 4. Jelaskan strategi dirasakan klien.
membaik (SLKI, meredakan nyeri 3. Untuk mengalihkan
2016) 5. Ajarkan Teknik nyeri yang dirasakan
nonfarmakologis klien.
untuk mengurangi 4. Memberikan
rasa nyeri. penjelasan akan
Kolaborasi menambah
6. Kolaborasi pengetahuan klien
pemberian tentang strategi
analgetik, jika meredakan nyeri.
perlu. (SIKI, 2016) 5. Memberikan
penjelasan akan
membuat klien dapat
mengalihkan nyeri
yang dirasakan
6. Analgetik dapat
mengontrol rasa nyeri
sehingga berkurang.
2 Gangguan pola Setelah dilakukan Observasi 1. Mengkaji perlunya
tidur b.d nyeri tindakan keperawatan 1. Identifikasi pola dan mengidentifikasi
pada luka post 3x24 jam, diharapkan aktifitas dan tidur. intervensi yang tepat.
SC. pola idur membaik 2. Identifikasi faktor 2. Mengetahui faktor
dengan kriteria hasil: pengganggu tidur. pengganggu tidur
- Keluhan sulit tidur Terapeutik dapat mengidentifikasi
berkurang 3. Tetapkan jadwal intervensi yang tepat.
- Keluhan tidak puas tidur rutin. 3. Agar memiliki jam
tidur menurun 4. Lakukan prosedur tidur yang tetap.
- Keluhan istirahat untuk 4. Agar klien nyaman
tidak cukup meningkatkan dalam tidur.
menurun kenyamanan. 5. Memberikan
Edukasi penjelasan agar pasien
5. Anjurkan menepati menepati kebiasaan
kebiasaan waktu waktu tidur.
tidur.
3 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Observasi 1. Mengetahui ada atau
b.d peningkatan tindakan keperawatan 1. Kaji adanya alergi tidaknya alergi
kebutuhan selama 3x24 jam makan 2. Menghitung balance
karena laktasi. diharapkan defisit 2. Monitor mual dan cairan pasien apakah
nutrisi dapat teratasi muntah pasien 3. Mengajarkan pasien
dengan kriteria hasil : mengalami membuat catatan
- Mampu kekurangan volume makanan
menidentifikasi cairan atau tidak 4. Meningkatkan jumlah
kebutuhan nutrisi Edukasi kalori dan nutrisi yang
- Tidak ada tanda- 3. Ajarkan pasien dibutuhkan oleh
tanda mal nutrisi bagaimana pasien
- Tidak terjadi mambuat catatan
penurunan berat makanan harian
badan yang berarti Kolaborasi
4. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
4 Gangguan Setelah dilakukan Observasi 1. Menghindari
integritas kulit/ tindakan keperawatan 1. Kaji lingkungan terjadinya luka yang
jaringan b.d luka selama 3x24 jam yang dapat lebih banyak
post SC. gangguan integritas menyebabkan 2. Mengetahui
kulit/jaringan dapat tekanan pada kulit kemampuan pasien
teratasi dengan kriteria atau luka dalam melakukan
hasil : 2. Monitor aktivitas aktivitasnya
- Integritas kulit dan mobilisasi 3. Menghindari resiko
yang baik bisa pasien kerusakan jaringan
dipertahankan Terapeutik kulit
- Tidak ada luka 3. Oleskan lotion atau 4. Membantu proses
atau lesi pada kulit baby oil pada pemulihan dan
- Menunjukkan daerah yang meminimalisasi
pemahaman dalam tertekan terjadinya dekubitu
proses perbaikan 4. Mobilisasi pasien 5. Meminimalisir adanya
kulit dan setiap 2 jam sekali lecet / luka
mencegah Edukasi
terjadinya cedera 5. Anjurkan pasien
berulang untuk
- Mampu menggunakan
melindungi kulit pakaian yang
dan longgar
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami.
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan Observasi 1. Mengetahui sirkulasi
b.d luka post SC. tindakan keperawatan 1. Kaji keadaan kulit, kulit dan masalah
selama 3x.24 jam warna dan tekstur yang mungkin
diharapkan resiko Terapeutik disebabkan alat,
infeksi dapat teratasi 2. Lakukan perawatan pemasangan, balutan
dengan kriteria hasil : luka 2. Luka yang bersih akan
- Pasien bebas dari 3. Bersihkan mencegah terjadinya
tanda dan gejala lingkungan setelah infeksi
infeksi dipakai pasien lain 3. Agar tidak memicu
- Mendeskripsikan 4. Gunakan sabun terjadinya infeksi.
proses penularan antimikroba untuk 4. Mencegah penyebaran
penyakit, faktor cuci tangan infeksi
yang mempengaruhi
penularan
6 Menyusui tidak Setelah dilakukan Observasi 1. Memahami
efektif b.d tindakan keperawatan 1. Identifikasi kemampuan klien
ketidakadekuatan 3x24 jam, diharapkan kesiapan dan dalam menerima
suplai ASI. status menyusui kemampuan informasi
membaik dengan menerima 2. Memahami
kriteria hasil: informasi. keinginan klien
- Pelekatan bayi 2. Identifikasi tujuan dalam menyusui.
pada payudara Ibu atau keinginan 3. Media memudahkan
meningkat menyusui. dalam penyampaian
- Miksi bayi lebih Edukasi materi Pendidikan
dari 8 x/24 jam 3. Sediakan materi kesehatan.
- BB bayi dan media 4. Agar jadwal
meningkat Pendidikan Pendidikan
- Tetesan/pancaran kesehatan. kesehatan sesuai
ASI meningkat 4. Jadwalkan dengan keinginan
- Suplai ASI Pendidikan klien.
adekuat/meningkat kesehatan sesuai 5. Mengetahui
- Lecet pada putting dengan pamahaman klien
susu menurun kesepakatan. tentang materi yang
- Bayi rewel 5. Berikan telah disampaikan.
menurun kesempatan untuk 6. Agar klien percaya
bertanya. diri dalam menyusui.
6. Dukung Ibu untuk 7. Memberikan
meningkatkan penjelasan akan
kepercayaan diri menambah
dalam menyusui. pengetahuan klien
7. Berikan konseling tentang menyusui
menyusui. yang baik.
8. Jelaskan manfaat 8. Agar Ibu mengerti
menyusui bagi Ibu manfaat menyusui
dan bayi. bagi Ibu dan bayi
9. Ajarkan 4 (empat) 9. Agar Ibu mengerti
posisi menyusui posisi menyusui dan
dan perlekatan perlekatan dengan
dengan benar. benar.
10. Ajarkan perawatan 10. Agar Ibu mengerti
payudara cara perawatan
postpartum. payudara
postpartum.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Depkes RI. 2015. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Maritalia, D. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Editor Sujono Riyadi. Yogyakarta:
PustakaBelajar.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI
Yunitasari, Esti, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Maternitas 2. Surabaya : Kampus C
Mulyorejo.
Khairitina S. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS POST SECTIO
CAESAREA DI RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE. Dikutip dari
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/291/1/Untitled.pdf.

Anda mungkin juga menyukai