Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSIS MEDIS POST PARTUM SECTIO CAESARIA

OLEH :

NAMA : FUTRI FARHANAH


NIM : 14220200048
KELAS : B2

Preceptor Institusi Preceptor Lahan

(………………….……………..) (………………….……………..)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022
A. Konsep Medis
1. Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Gulardi &
Wiknjosastro, 2006).
Sectio caesaria (SC) adalah membuka perut dengan sayatan pada dinding
perut dan uterus yang dilakukan secara vertical , dari kulit sampai fasia
(Wiknjosastro, 2010).
Sectio caesaria adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga
rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim (Angraini, 2008).

2. Etiologi
a) Riwayat SC
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi
untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur
uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan
perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungkinan mengalami
robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang
mengalami ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervagina, tetapi dengan beresiko ruptur
uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.

b) Indikasi Ibu :
 Panggul sempit
 Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
 Stenosis serviks uteri atau vagina
 Plassenta praevia
 Disproporsi janin panggul
 Rupture uteri membakat
 Partus tak maju
 Incordinate uterine action

c) Indikasi Janin
1. Kelainan Letak :
 Letak lintang
 Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
 Letak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
 Presentasi ganda
 Kelainan letak pada gemelli anak pertama
2. Gawat Janin
3. Indikasi Kontra (relative)
 Infeksi intrauterine
 Janin Mati
 Syok/anemia berat yang belum diatasi
 Kelainan kongenital berat

4. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta
previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture
uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks,
dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu
tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan
menyebabkan klien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri klien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding
abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh
darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri
akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

5. Pathway / Penyimpangan KDM


6. Manifestasi Klinik
Perlu adanya perawatan yang lebih komprehensif pada ibu yang
melahirkan melelui persalinan section caesaria yaitu dengan perawatan post
partum serta perawaan post operatif. Doenges (2010) mengemukakan, manifestasi
klinis section caesarea meliputi:
a) Nyeri yang disebabkan lukahasil bedah
b) Adanya luka insisi dibagian abdomen
c) Di umbilicus, fundus uterus kontraksi kuat
d) Aliran lokea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e) Ada kurang lebih 600-800ml darah yang hilang selama porses
pembedahan
f) Emosi yang labil atau ketidakmampuan menghadapisituasi baru pada
perubahan emosional
g) Rata-rata terpasang kateter urinarius
h) Tidak terdengarnya auskultasi bising usus
i) Pengaruh anestesi dapat memicu mual dan muntah
j) Status pulmonary bunyi paru jelas serta vesikuler
k) Biasanya ada kekurang pahaman prosedur pada kelahiran SC yang tidak
direncanaka
l) Pada anak yang baru dilahirkan akan dibonding dan attachment

7. Komplikasi
a) Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari
dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis
dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan
sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang
merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
b) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c) Komplikasi-komplikasi lain seperti :
 Luka kandung kemih
 Embolisme paru – paru
 Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan
sesudah sectio caesarea klasik.

8. Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d) Urinalisis / kultur urine
e) Pemeriksaan elektrolit

9. Penatalaksanaan
a) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi
dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.

c) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

d) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.

e) Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
 Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
 Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
 Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C

f) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti

g) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

h) Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa
nyeri. (Manuaba, 1999)

10. Prognosis
Prognosis pada penderita perdarahan postpartum sangat bergantung pada
penatalaksanaan yang diberikan. Jika tatalaksana yang diberikan cepat dan tepat
maka tentu saja prognosis pada penderita dengan perdarahan akan baik pula.
Namun apabila tatalaksana yang diberikan tidak adekuat, maka mortalitas akan
meningkat.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik,
yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.

b) Keluhan utama

c) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara

d) Data riwayat penyakit


 Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit yang dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah
klien operasi.
 Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
maksudnya apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama
(plasenta previa)
 Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita klien dan apakah keluarga klien ada
juga mempunyai riwayat persalinan yang sama (plasenta previa).

e) Pola-pola fungsi kesehatan


 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
 Pola aktifitas
Pada klien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
 Pola eleminasi
Pada klien postpartum sering terjadi adanya perasaan sering / susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema,
yang menimbulkan infeksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
 Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
 Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
 Pola mekanisme coping atau stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
 Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka jahitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri (pengecilan uteri oleh kontraksi
uteri), pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi kurangnya
pengetahuan merawat bayinya
 Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
 Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.

f) Pemeriksaan Fisik
 Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kontribusi rambut,
warna rambut, ada atau tidak adanya edem, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
 Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva,
dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing.
 Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
 Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung.
 Leher
Pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, adanya abstensi vena jugularis.
 Dada dan payudara
Bentuk dada simetris, gerakan dada, bunyi jantung apakah ada bisisng
usus atau tiak ada. Terdapat adanya pembesaran payudara, adanya
hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae
 Abdomen
Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa
nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
 Ginetelia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila
terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam
kandungan menandakan adanya kelainan letak anak.
 Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur,
adanya hemoroid.
 Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
 Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia
terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan respons dari
seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas (NANDA, 2015).
Diagnosa:
a) Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post
operasi SC
c) Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka post operasi
d) Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam
proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2012).
Pada tahap perencanaan, ada empat hal yang harus diperhatikan:
a. Menentukan prioritas masalah.
b. Menentukan tujuan.
c. Menentukan kriteria hasil.
d. Merumuskan intervensi dan aktivitas perawatan.

a) Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri


(histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
Tujuan : Klien akan mengungkapkan penurunan nyeri
Kriteria hasil:
 Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
 Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
 Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
 Kooperatif dengan tindakan yang dilakukan
 TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37°C, TD : 120/80 mmHg, RR : 18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit

b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada abdomen post


operasi SC
Tujuan : Dalam 3 x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria
hasil klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri

c) Diagnosa keperawatan : Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan, luka


post operasi
Tujuan umum : Sel darah putih, suhu, nadi, tetap dalam batas normal.
Penyembuhan insisi terjadi dengan tujuan pertama ; uterus tetap lembut dan
tidak empuk dan lochia bebas dari bau.

d) Diagnosa : Cemas b/d koping yang tidak efektif.


Tujuan : Cemas berkurang
Kriteria hasil Klien akan ;
 Mengungkapkan rasa takut pada keselamat klien dan janin
 Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran sesaria
 Tampak benar-benar rileks
 Menggunakan sumber atau sistem pendukung secara efektif

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi.Tindakan mandiri (independen) adalah
aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan
bukann merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti
dokter dan petugas kesehatan lain.

5. Evaluasi
Menurut Damayanti (2013). Evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan
dan kriteria hasil yang perawat buat pada tahap perencanaan. Evaluasi
perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah
untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan
umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Evaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini. 2008. Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Post Sectio Caesaria.
Surakarta : UMS.
Gulardi , Wiknjosastro, Hanifa, 2006, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Jakarta :
YBP-SP.
Mansjoer, Arif, 2002, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. . Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Wiknjosastro. 2010. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Edisi 1. Cet. 12. Jakarta : Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai