Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN BSC ( BEKAS


SAKSIO SESAREA ) DI RUANG VK BERSALIN RSUD DR. R.
SOEDJONO SELONG LOMBOK

Disusun oleh :

Mardiana, S. Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) HAMZAR
LOMBOK TIMUR
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Profesi Ners dengan judul Asuhan Keperawatan pada Pasien

dengan BSC ( Bekas Saksio Sesarea ) di Ruang VK Bersalin RSUD Dr. R. Soedjono
Selong tanggal 11 Desember s/d 16 2023

telah di syahkan dan disetujui pada

Hari :
Tanggal :

Mahasiswa

( Mardiana, S. Kep )

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns. Apriani Susmita Sari, M. Kep ) ( Dinni Rohayati, S. ST )

Kepala Ruangan

( Dinni Rohayati, S. ST )
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep BSC

Bekas luka SC terdiri dari dua komponen yaitu bagian hypoechoic

pada bekas luka dan jaringan parut pada miometrium yang dinilai sebagai

ketebalan miometrium residual (KMR). Ketebalan seluruh SBR diukur

dengan menggunakan transabdominal sonografi, sementara lapisan otot

diukur dengan menggunakan transvaginal sonografi (TVS). Ketebalan SBR

harus dievaluasi karena berperan penting sebagai prediktor terjadinya ruptur

uteri. Hal ini mengingat resiko ruptur uteri akan meningkat sesuai dengan

jumlah pelahiran SC sebelumnya. Bekas luka operatif SC pada uterus akan

mengalami perubahan selama proses kehamilan selanjutnya. Peningkatan

lebar rata-rata 1,8 mm per semester pada bagian bekas luka. Sedangkan

kedalaman dan panjang bekas luka mengalami penurunan dengan rata-rata

1,8 mm dan 1,9 mm per trimester. Ketebalan myometrium residual menurun

rata-rata 1,1 mm per trimester.

Section Caesarian (SC) juga akan meningkatkan resiko terjadinya

plasenta previa dan abrupsio plasenta pada kehamilan berikutnya.

Peningkatan resiko terjadinya plasenta previa dan abrupsio plasenta pada

kehamilan kedua. karena adanya respon yang berbeda terhadap bekas luka

SC, terutama respon terhadap sitokin dan mediator inflamasi, kejadian stress

oksidatif. Keadaan tersebut berdampak pada pertumbuhan dan rekonstruksi

desidua basalis dan kemampuan desidua untuk menampung dan memodulasi

infiltrasi trofoblas. Ketebalan dinding uterus wanita dengan riwayat SC lebih


tipis daripada uterus wanita dengan persalinan pervaginam (Suryawinata et

al., 2019).

B. Konsep Dasar Sectio

1. Definisi Sectio Caesaria

Sectio Caessarea (SC) adalah tindakan untuk melahirkan bayi

melalui pembedahan abdomen dan dinding uterus (Nugroho, 2017).

Tindakan Sectio cassarea (SC) merupakan salah satu alternatif bagi

seorang wanita dalam memilih proses persalinan di samping adanya

indikasi medis dan indikasi non medis, tindakan SC akan memutuskan

kontinuitas atau persambungan jaringan karena insisi yang akan

mengeluarakan reseptor nyeri sehingga pasien akan merasakan nyeri

terutama setelah efek anastesi habis. Rasa nyeri dapat menimbulkan

stressor dimana individu berespon secara biologis dan hal ini dapat

menimbulkan respon perilaku fisik dan psikologis (Manuaba, 2017).

2. Etiologi

Menurut Mitayani (2019), banyak faktor resiko indikasi SC pada

ibu antara lain :

a. Disproporsi Cepalo Pelvik

b. Placenta previa

c. Tumor jalan lahir

d. Hidromnion

e. Kehamilan gemeli

Sedangkan faktor dari bayi :

a. Bayi Besar
b. Mal presentasi

c. Letak lintang

d. Hidrocepalus

Etiologi berasal dari Ibu

Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua

disertai kelainan letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi

janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,

terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada

primigravida, komplikasikehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas

permintaan kehamilan yang disertai penyakit (Jantung, Diabetes

Mellitus), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri

dan sebagainya).

Etiologi berasal dari janin

Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin,

mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat

dengan pembukan kecil, kegangalan persalinan vakum atau ferseps

ekstraksi

3. Tipe tipe Sectio Caesaria

Menurut Oxorn (2019), tipe-tipe sectio caesarea yaitu :

a. Sectio caesaria klasik

Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas

rahim. Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada

korpus uteri kirra kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk


kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila

sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.

b. Sectio caesaria transperitonel profunda

Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low

cervical yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim.

Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian bawah rahim tidak

berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya

sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke

otot-otot bawah rahim.

c. Sectio Caesarea Histerektomi Sectio

Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana

setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan

pegangkatan rahim.

d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal Sectio

Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang

pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea.

Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini

dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen sementara

peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen

bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.

4. Komplikasi

a. Komplikasi pada ibu

Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu

selama beberapa hari dalam masanifas, atau bersifat berta seperti


peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila

sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan

predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah

ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Perdarahan, bisa

timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri uterina

ikut terbuka atau karena atonia uteri.

b. Komplikasi

komplikasi lain seperti luka kandung kencing dan embolisme

paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kuatnya

perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa

ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah

sectio caesarea. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung

kemih, dan embolisme paru.

c. Komplikasi baru Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang

kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih

banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik.

5. Penatalaksamnaan

a. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung

elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi

pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS

10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan


tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi

darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah

penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan

per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah

boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih

dan air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan

dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan

pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini

mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat

didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah

menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama

berturut- turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk

selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada

hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.

d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa

tidak enak pada penderita,menghalangi involusi uterus dan

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /

lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.


e. Pemberian obat-obatan

Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat

berbeda-beda sesuai indikasi.

f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan

ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat diberikan

tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75

mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

g. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.

h. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti.

i. Pemeriksaan rutin Hal-hal yang harus diperhatikan dalam

pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi, dan pernafasan.

j. Perawatan Payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu

memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,

biasanya mengurangi rasa nyeri.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial

d. Elektrolit

e. Hemoglbin / Hematokrit

f. Golongan darah

g. Urunalisis

h. Amnio sentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasii.

Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi

i. Ultrasound sesuai pesanan

7. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya

karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu,

keracunan kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat,

kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian

kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta

previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan

yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum

keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut

menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio

Caesarea.

8. Macam Macam Lochea Berdasarkan Jumlah dan Warna Nya

(Bobak, 2018)

a. Lochea rubra : 1-3 berwarna merah dan hitam, terdiri dari sel

desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mikonium, sisa darah.


b. Lochea Sanguinolenta : 3-7 hari berwarna putih campur merah

kecoklatan.

c. Lochea Serosa : 7-14 hari berwarna kekuningan.

d. Lochea Alba : setelah hari ke-14 berwarna putih.


9. Pathway Sectio Caesarea (CS)
C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Sectio Caecarea

a. Pada pengkajian yang pertama-tama kita harus mengkaji identitas

pasien dan penanggung jawab yang meliputi: nama, umur, agama,

suku bangsa, pendidikan, status perkawinan dan alamat.

b. Alasan dirawat, disini kita mengkaji apakah ibu merasakan keluhan

pada masa nifas.

c. Kaji adanya sakit perut, perdarahan dan kekuatan untuk bergerak.

d. Kaji riwayat kesehatan ibu dan keluarga dan keadaan bayi saat ini

yang meliputi berat badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar perut

dan lain-lain.

e. Lakukan pengkajian riwayat obsetri dan ginekologi yang meliputi:

kaji riwayat menstruasi. Yang dimaksud dengan riwayat menstruasi

adalah menarche, siklus banyak atau sedikit, keluhan dan HPHT. Kaji

juga riwayat pernikahan, riwayat persalinan.

f. Lakukan pemeriksaan fisik dari kepala meliputi: apakah adanya

edema pada wajah, konjungtiva pucat dan lain-lain. Pada leher, kaji

adanya hiperpigementasi perlahan berkurang, kaji pembesaran

kelenjar tiroid, pembuluh limfe dan pembesaran vena jugularis.

g. Pada pengkajian payudara lakukan teknik inspeksi apakah payudara

membesar, puting susu mudah erektil, produksi kolostrum, serta kaji

adanya massa atau pembesaran pembuluh limfe.

h. Pada abdomen kaji bising usus dalam 4 kuadran, konsistensi,

kekuatan kontraksi, posisi, tinggi fundus.


i. Pola eleminasi Pada klien SC biasanya dipasang folly kateter selama

pembedahan sampai 2 hari post operasi. perlu dilakukan bleder

training karna terjadigangguan BAK. Kaji warna urine yang keluar,

jumlahnya dan baunya.Pada ibu dengan hbsag biasanya urine gelap,

feses warna tanah liat

j. Pada pengkajian genetalia, lakukan pemeriksaan uterus, kaji apakah

kondisi uterus sudah kembali dalam kondisi normal. Pemeriksaan

lochea, lakukan pemeriksaan tipe, jumlah, bau, dan komposisi lochea.

Untuk pemeriksaan serviks, kaji adanya edema, distensi, dan

perubahan strukturinternal dan eksternal. Untuk pemeriksaan vagina

kaji adanya buruga, perubahan bentuk dan perubahan mukus normal

k. Keadaan umum: observasi tingkat kesadaran

l. Tanda-tanda vital: tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi

m. Thorax Jantung : kaji munculnya bradikardiparu : kaji pernafasan

hati: pembesarah hepar, sirosis hepatis

n. Ekstermitas : tidak terjadi pembengkakkan, warna kulit kekuningan

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul:

1. Nyeri akut berhubungan dengan injury fisik jalan lahir/Agen

pencedera fisiologis

2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi/Efek prosedur

invasive
3. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai

ASI, Hambatan pada neonates, anomaly payudara ibu, payudara

bengkak, kelahiran kembar dan riwayat operasi payudara.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelelahan sehabis

bersalin

5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau

familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.


A. Rencana Keperawatan

No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi

Nyeri akut berhubungan


1 Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen nyeri I. 08238
dengan injury fisik jalan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan
nyeri pasien berkurang atau menurun. Observasi :
lahir/Agen pencedera a. Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,
Kriteria hasil : Tingkat nyeri L. 08066 :
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologis a. Keluhan nyeri menurun
b. Identifikasi skala nyeri
b.Meringis menurun
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
c. Sikap protektektif menurun
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
d.Gelisah menurun memperingan nyeri

e. Kesulitan tidur menurun e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan


tentang nyeri
f. Frekuensi nadi membaik
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
g.Pola nafas membaik respon nyeri
h.Tekanan darah membaik g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
i. Fungsi berkemih membaik
h. Monitor keberhasilan terapi
j. Nafsu makan membaik komplementer yang sudah diberikan

k.Pola tidur membaik i. Monitor efek samping penggunaan


analgetik

Terapeutik :

a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)

b. kontrol lingkungan yang memperberat


rasa nyeri

c. fasilitasi istirahat dan tidur

d. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri


dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi :

a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu


nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri


c. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

d. Anjurkan menggunakan analgetik secara


tepat

e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Resiko infeksi berhubungan


2 Setelah dilakukan asuhan Pencegahan infeksi l.14539
tindakan
dengan luka operasi/Efek
keperawatan selama …x 24 jam diharapkan Observasi :
prosedur invasif resiko infeksi menurun. a. Monitor tanda dan gejala local dan
sistemik
Kriteria hasil : Tingkat infeksi L. 14137 :
Terapeutik :
1. Kebersihan tangan meningkat a. Batasi jumlah pengunjung

2. Kebersihan badan meningkat b. Berikan perawatan kulit pada area


edema
3. Demam menurun c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
4. Kemerahan menurun pasien

d. Pertahankan thenik aseptik pada


5. Nyeri menurun pasienberisiko tinggi

Edukasi :
6. Bengkak menurun
a. Jelaskan tanda dan gejalainfeksi
7. Cairan berbau busuk menurun
b. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
8. Kadar sel darah putih meningkat
c. Ajarkan etika batuk

d. Ajarkan caramemeriksa kondisi luka


atau luka operasi

e. Anjurkan meningkatkan asupan


nutrisui

f. Anjurkan meningkatkan cairan

Kolaborasi :

a. Kolaborasi pemberian imunisasi,


jika perlu
Menyusui tidak efektif
3 Setelah dilakukan tindakan asuhan Konseling laktasi l.03093
berhubungan dengan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan Observasi :
status menyusui membaik. L. 030229
ketidakadekuatan suplai
Kriteria hasil : a. Identifikasi keadaan emosional ibu
ASI, Hambatan pada saat akan dilakukan konseling
1. Perlekatan bayi pada payudara ibu
menyusui
neonates, anomaly meningkat

2. Kemampuan ibu memposisikan bayi b.Identifikasi keinginan dan tujuan


payudara ibu, payudara
dengan benar meningkat menyusui
bengkak, kelahiran kembar
3. Miksi bayi lebih 8 kali/24 jam c. Identifikasi permasalahan yang ibu
dan riwayat operasi alami selama proses menyusui
4. Berat badan bayi meningkat
payudara. Terapeutik :
5. Tetesan / pancaran asi meningkat
a. Gunakan teknik mendengarkan aktif
6. Lecet pada putting menurun
b.Berikan pujian terhadap prilaku iu
7. Frekeunsi miksi bayi membaik
yang benar

Edukasi :

a. Ajarkan teknik menyusui yang tepat


sesuai kebutuhan ibu
DAFTAR FUSTAKA

Bullechek, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th Edition.


Missouri: Elseiver Mosby.
Herdmand, T & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification 2015-2017 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell.
Moorhead, S. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Measurement of
Health Outcomes 5th Edition. Missouri: Elsevier Saunder.
Nuratif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Meidcation Jogja.
Nugroho, Taufan. 2011. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika
Rukiyah, Ai Yeyeh dkk. 2012. Asuhan Kebidanan II Persalinan Edisi Revisi.
Jakarta: Buku Kesehatan
Bluechek, G.M.,Butcher,H.M.,Dochterman,J.M.&Wagner,C.M.,2013.Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. 6
ed.Yogyakarta:Mocomedia.
Dewi, R. S., Apriyanti, F., & Harmia, E. 2020. Hubungan Paritas Dan
AnemiaDenganKejadianKetubanPecahDiniDiRsudBangkinangTahun2018
. JurnalKesehatanTambusai,1(2),76-84.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi
&Klasifikasi 2015-2017.10penyunt. Jakarta:EGC.
Sarwono. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.

Tim pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia. DPP PPNI.
Tim pokja SLKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI.
Tim pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai