2. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronik adalah :
1. Infeksi saluran kemih
2. Penyakit peradangan g;umerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif
4. Gangguan jaringan penyambung
5. Penyakit kongenital dan herediter
6. Penyakit metabolik (DM, gocit, hiperparatiroirisme)
7. Netropati toksik
8. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
3. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomelurus dan tubulus) di duga utuh, sedangkan yang
lain rusak (hipotesa nefron utuh).Nefron – nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurun GFR atau
daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak.Beban bahan yang
harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa diabsorpsi
berakibat diurisis osmotic disertai poliuri dan haus.Selanjutkan
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gelaja – gejala
pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala – gejala khas
kegagalan ginjal bila kira – kira fungsi ginjal telah hilang 80%
sampai 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai
kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein
(yang normalnya dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam
darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk ampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak gejala uremia setelah dialysis (brunner and
suddart, 2010).
Perjalan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3
stadium :
1) Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Ditandai dengan kreatinin serum dan kadar glot ureum
nitrogen (bun normal dan penderita asimtomatik)
2) Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jarinan yang berfungsi telah rusak
(glomerulo filtration rate besarnya 25% dari normal). Pada
tahap ini glot nutrium nitrogen mulai meningkat diatas
normal kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
3) Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir atau uremia)
Timbul apabila 90% masa nefron telah hancur nilai
gromeluro filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens
5 – 10 mL/menit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin
serum dan kadar glot ureum nitrogen meningkat sangat
mencolok dan timbul oliguri.
4. Manifestasi klinis
Menurut perjalanan klinisnya :
a) Menurut cadangan ginjal pasien asimtomatik , namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal .
b) Insufisiensi ginjal , selama keadaan ini pasien mengalami poliurea
dan nokturia , GFR 10% hingga 25% dari normal , kadar kreatinin
serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal .
c) Penyakit ginjal stadium akhir ( ESRD) atau sindrom uremik
(lemah , letargi , anoreksia , mual muntah , nokturia , kelebihan
volume cairan (volume overload ) , neuropati perifer , pruritus ,
uremic frost , perikarditis , kejang –kejang sampai koma ), yang
ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/mnt , kadar serum
kreatinin dan BUN meningkat tajam , dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang kompleks.
1) Kardiovaskuler
a) Hipertensi
b) Pitting edema
c) Edema Periorbital
d) Pembesaran vena leher
e) Friction rub perikardial
2) Pulmoner
a) Krekels
b) Nafas dangkal
c) Kusmaul
d) Sputum kental dan liat
3) Gastrointestinal
a) Anoreksia , mual dan muntah ,
b) Perdarahan saluran GI
c) Ulserasi dan pendarahan pada mulut
d) Konstipasi / diare
e) Nafas berbau amonia
4) Muskuluskeletal
a) Kram otot
b) Kehilangan kekuatan otot
c) Fraktur tulang
d) Foot drop
5) Integumen (Kulit )
a) Warna kulit abu – abu mrngkilat
b) Kulit kering , bersisik
c) Pruritus
d) Ekimosis
e) Kuku tipis dan rapuh
f) Rambut tipis dan kasar
6) Reproduksi
a) Amenore
b) Atrofi testis
5. Patofisiologi
6. Gejala Klinis
a Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual,
muntah, diare, pucat (anemia) dan hipertensi
b Nokturia (buang air kecil di malam hari)
c Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki.
Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan
cairan)
d Berkurangnya rasa, terutama di tangan dan kaki
e Tremor tangan
f Kulit dari membrane mukosa kering akibat dehidrasi
g Nafas berbau urine (foto uremik), dan kadang- kadang dapat
dijumpai adanya pneumonia uremik.
h Manisfestasi system saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot dan
kejang)
i Perubahan pengeluaran produksi urine
7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : klien tampak lemah, pucat, dan tidak
bertenaga
b. Tanda- tanda vital : tekanan darah biasanya mengalami
peningkatan, nadi melemah dan cepat, suhu dapat terjadi
hipertermi karena infeksi, RR mengalami peningkatan
c. Pernafasan : takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/
kedalaman( pernafasan kusmaul), batuk produktif dengan
sputum merah muda- encer (edema paru)
d. Cardiovaskuler : edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak, tangan, disritmia jantung. Nadi lemah halus,
hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, pucat,
kecenderungan perdarahan.
e. Persayarafan : penglihatan kabur, kram otot/ kejang,
sindrom “kaki gelisah” gangguan mental, contoh penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau penurunan tingkat kesadaraan,
stupor, koma, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
f. Eliminasi : penurunan frekuensi urine, oliguri, anuria,
perubahan warna urine, abdomen kembung, diare atau
konstipasi. Penurunan berat badan( malnutrisi), anoreksia,
nyeri ulu hati, mual/ muntah, rasa metalik tak sedap di
mulut ( pernafasan ammonia)
g. Otot tulang integument : kulit gatal, ada/ berulangnya
infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia
dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
8. Pemeriksaan Diagnostic
a Urin
1) Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau tak ada
(anuria)
2) Warna : secara abnormal urine keruh kemungkinan disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor,
kecoklatan menunjukan adanya darah, HB , mioglobin , porfirin.
3) Berat jenis : Kurang dari 1,010 menunjukan kerusakan ginjal
berat
4) Osmoalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan
ginjal tubular dan rasio urin /serum sering 1: 1
5) Klirens kreatinin : mungkin agak menurun
6) Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium .
7) Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga
ada .
b Darah
1) BUN / kreatinin : meningkat ,kadar kreatinin 10mg/dl diduga
tahap akhir
2) Ht : menurun pada adanya anemia .Hb biasanya kurang dari 7-8
gr/dl
3) SDM : menurun ,defisiensi eritropoitin
4) GDA : asidosis metabolik ,ph kurang dari 7,2
5) Natrium serum : rendah
6) Kalium : meningkat
7) Magnesium
8) Meningkat
9) Kalsium : menurun
10) Protein ( albumin ) : menurun
c Osmolaritas serum : lebih dari 285 mOsm /kg
d Pelogram retrograd : abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa ,
kista , obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f Endoskopi ginjal , nefroskopi : untuk menentukan pelvis ginjal ,
keluar batu , hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
g Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular , massa.
h EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa .
(PADILA, 2012 : 249-250)
9. Theraphy
a. Teraphy Non Farmakologi
Diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari) dapat membantu
memperlambat perkembangan CKD pada pasien dengan atau
tanpa diabetes, meskipun efeknya cenderung kecil.
b. Theraphy Farmakologi
Terapi antihipertensi untuk pasien CKD dengan diabetes atau
tanpa diabetes yaitu dengan pemberian inhibitor ACE atau
bloker reseptor agiotensin ll. Bloker kanal kalsium
nondihidropiridin biasanya digunakan sebagai obat
antiproteinuria lini kedua apabila penggunaan inhibitir ACE
atau bloker reseptor angiotensin ll tidak dapat ditoleransi.
10. Penatalaksanaan
a Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam
:Pada beberapa pasien , furosemid dosis besar ( 250-1000 mg/hr)
atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk
mencegah kelebihan cairan , sementara pasien lain mungkin
memrlukan suolemen natrium klorida atau natrium bikarbonal oral
. Pengawasan dilakukan melalui berat badan , urin dan pencatatan
keseimbangan cairan .
b Diet tinggi kalori dan rendah protein :Diet rendah protein ( 20-40
gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea
( mual) dan urenia , menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan
gejala . Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam .
c Kontrol hipertensi :Bila tidak di kontrol dapat terakselerasi dengan
hasil akhir gagal jantung kiri . Pada pasien hipertensi dengan
penyakit ginjal , keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri
tanpa tergantung tekanan darah .
d Kontrol ketidaqkseimbangan elektrolit :Untuk mencegah
hiperkalemia , hindari masukan kalium yang besar , diuretik hemat
kalium ,obat – obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium (
misalnnya obat anti-inflamasi non steroid ).
e Mencegah penyakit tulang :Hiperposfatemia dikontrol dengan obat
yang mengikat fospat seperti aluminium hidroksida ( 300-1800
mg) atau kalsium karbonat ( 500-3000 mg) pada setiap makan .
f Deteksi dini dan therapy infeksi :Pasien uremia harus diterapi
sebagai pasien imonosupuratif dan terapi lebih ketat.
g Modifikasi therapy Obat dengan fungsi ginjal :Banyak obat-obatan
yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik yang
dikeluarkan oleh ginjal .misalnya : analgetik opiate, dan alupurinol
.
h Deteksi therapy komplikasi :Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia , perekarditis , neuropati perifer , hiperkalemia
meningkat , kelebihan volume cairan yang meningkat , infeksi
yang mengancam jiwa , kegagalan untuk bertahan , kesediaan
diperlukan dialysis.
i Persiapan dialysis dan program transplantasi
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
2. Pengkajian ( Data Subjektif Dan Data Objektif)
4. Intervensi
5. Implementasi
(Terlampir pada asuhan keperawatan)
6. Evaluasi
(Terlampir pada asuhan keperawatan)