Anda di halaman 1dari 33

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY. D DENGAN DIAGNOSA MEDIS


POST SC DIRUANG PERGIWATI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Maternitas

Disusun oleh:
Nur Athiroh Annisa
24211567

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXVIII


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2022
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVIII

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disahkan “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan pada Ny. D


Dengan Diagnosa Medis Post SC” guna memenuhi tugas Stase Keperawatan
Maternitas program pendidikan profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta tahun
2022.

Yogyakarta, 23 Juli 2022

Nur Athiroh Annisa

24211567

Mengetahui,

Pembimbing Akademik, Preceptor

(RR Viantika Kusumasari, S.Kep.Ns,M.Kep) (SriRiyana,S.Kep.Ns,M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN

1. Post Partum
A. Pengertian Post Partum
Post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42
hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami
perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian
lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka
kematian ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu
penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum (Maritalia, 2012).
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6 – 8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3
bulan.
B. Perubahan Fisiologis Dalam Masa Nifas
Masa nifas merupakan masa kembalinya organ-organ reproduksi seperti
sedia kala sebelum hakil, sehongga pada masa nifas banyak sekali perubahan-
perubahan yang terjadi, diantaranya :
1. Perubahan dalam system reproduksi
a. Perubahan dalam uterus/rahim (involusi uterus)
b. Involusi tempat plasenta
c. Pengeluaran lochea
d. Perubahan pada perineum, vulva, dan vagina
2. Laktasi / pengeluaran Air Susu Ibu
Selama kehamilan horman estrogen dan progesterone menginduksi
perkembangan alveolus dan duktus lactiferas dari dalam mamae dan juga
merangsang kolostrum sesudah kelahiran bayi ketika kadar hormone esdtrogen
menurun memungkinkan terjadinya kenaikan kadar hormone prolaktin dan
produksi ASI pun dimulai.
3. Perubahan system Pencernaan
Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam 1 jam
atau 2 jam setelah melahirkan. Konstipasi dapat terjadi pada masa nifas awal
dikarenakan kekurangan bahan makanan selama persalinan dan pengendalian
pada fase defekasi.
4. Perubahan system perkemihan
Pembentukan air seni oleh ginjal meningkat, namun ibu sering
mengalami kesukaran dalam buang air kecil, karena:
o Perasaan untuk ingin BAK ibu kurang meskipun bledder penuh
o Uretra tersumbat karena perlukaan/udema pada dindingnya akibat oleh
kepala bayi
o Ibu tidak biasa BAK dengan berbaring
5. Penebalan Sistem Muskuloskeletal
Adanya garis-garis abdomen yang tidak akan pernah menghilang
dengan sempurna. Dinding abdomen melunak setelah melahirkan karena
meregang setelah kehamilan. Perut menggantung sering dijumpai pada
multipara.
6. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar hormone-hormon plasenta, hormone plasenta laktogen (hpl) dan
chorionia gonadotropin (HCG), turun dengan cepat dalam 2 hari, hpl sudah
tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone dalam serum turun
dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas. Diantara wanita menyusui,
kadar prolaktin meningkat setelah bayi disusui.
7. Perubahan Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,2 0C. Setelah partus
dapat naik 0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,00C sesudah 12
jam pertama melahirkan. Bila >38,00C mungkin ada infeksi. Nadi dapat terjadi
bradikardi, bila takikardi dan badan tidak panas dicurigai ada perdarahan
berlebih/ada vitrum korelis pada perdarahan. Pada beberapa kasus ditemukan
hipertensi dan akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-
penyakit lain dalam kira-kira 2 bulan tanpa pengobatan.
8. Perubahan system kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam
tempo 2 minggu pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah melahirkan
peningkatan factor pembekuan yang terjadi selama kehamilan masih menetap
namun diimbangi oleh peningkatan aktifitas fibrinolitik.
9. Perubahan Sistem Hematologik
Leukocytosis yang diangkat sel-sel darah putih berjumlah 15.000
selama persalinan, selanjutnya meningkat sampai 15.000 – 30.000 tanpa
menjadi patologis jika wanita tidak mengalami persalinan yang lama/panjang.
Hb, HCT, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah pada awal masa nifas.
10. Perubahan Psikologis Postpartum
Banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan
menunjukkan gejala-gejala depresi ringan sampai berat.
C. Manifestasi Klinik
a. Plasenta prefia sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Distorsi cevalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul
d. Ruotur uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju (0bstructed labor)
g. Distorsia serviks
h. Pre eklamsi dan hipertensi
i. Mal presentasi janin
 Letak lintang
 Letak bokong
 Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
 Presentasi lengkap jika reposisi tidak berhasil
 Gemeli (Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015)
D. Tanda-Tanda Bahaya Postpartum
- Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
- Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
- Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
- Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
- Pembengkakan di wajah/tangan
- Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
- Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
- Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
- Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
- Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
- Merasa sangat letih/nafas terengah-engah.
E. Perawatan Post Partum
Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan adanya
kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau
luka episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan baik. Penolong
harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam post partum, untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan jam post partum harus
tidur telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam, pasien
boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencegah trombhosis. Ibu dan bayi dapat
ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk dan berjalan.
Diet yang diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-buahan.
Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila pasien belum
dapat berkemih sendiri sebaiknya dilakukan kateterisasi. Defekasi harus ada dalam
3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul komprestase hingga vekal
tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat
dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya mules,
dapat diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus
sudah dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih dan
lemas, setelah bersih barulah bayi disusui.
F. Pathways
post partum Letting go phase

Estrogen & Progesteron


menurun Kehadiran
Involusi uterus anggota baru
Oksitosin meningkat Prolaktin
cemas
Kontraksi
Kontraksi uterus meningkat
Isapan bayi Isapan bayi
uterus lambat Laserasi jalan adekuat tidak adekuat perubahan
Atonia uteri Pelepasan jaringan lahir pola peran
endometrium Oksitosin Pembendungan
Servik & vagina
perdarahan Vol. darah turun meningkat ASI

Lokhea
Port of the entri Duktus & alveoli Payudara
Vol. Cairan turun Anemia akut
keluar kontraksi bengkak

Kurang Resiko infeksi


Perub. Perfusi Hb O2 turun Gang. Rasa
perawatan efektif Tidak efektif
jaringan nyaman nyeri
hipoksia Invasi bakteri
ASI keluar ASI tidak
Kuman keluar
Resiko syok Daya tahan mudah masuk
hipovolemik
tubuh turun

Kelemahan Intoleransi Defisit


umum aktivitas perawatan
diri
G. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum. Kaji kondisi ibu secara umum, apakah ibu merasa
kelelahan atau ibu dalam keadaan segar. Hal ini akan mempengaruhi
penerimaan ibu terhadap bayi serta kemampuan ibu dalam menyusui dan
mengasuh bayi.
2. Jam pertama. Krisis setelah melahirkan, secara cermat kaji perdarahan
dengan melakukan palpasi fundus uteri dengan sering (interval 15 menit),
inspeksi perineum terhadap perdarahan yang tampak dan evaluasi tanda-
tanda vital.
3. Kaji suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah setiap 4-8 jam selama hari
pertama postpartum. Catat khususnya :
a) Peningkatan suhu yang bisa disebabkan dehidrasi, awitan laktasi atau
leukositosis
b) Hipotensi dengan nadi yang cepat dan lemah (>100x/menit) yang
dapat menunjukkan perdarahan dan syok.
c) Hipotensi ortostatik karena penyesuaian kembali kardiovaskuler ke
dalam keadaan sebelum hamil.
d) Peningkatan tekanan darah.
e) Nadi yang meningkat menunjukkan adanya perdarahan.
4. Kepala dan Wajah
 Mata
Konjungtiva yang anemis menunjukkan adanya anemia karena
perdarahan saat persalinan.
 Hidung
Tanyakan pada ibu apakah ibu pilek atau riwayat sinusitis. Infeksi
pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.
 Telinga
Sama dengan pengkajian hidung
 Mulut dan Gigi
Tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis atau gigi
yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi port de entree
bagi mikroorgasme dan bisa beredar secara sistemik
5. Leher
Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di bawah telinga dan pembesaran
kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar menunjukkan adanya
infeksi, ditunjang dengan tanda yang lain seperti hipertermi, nyeri,
bengkak.
6. Payudara
a) Kesan Umum
Peganglah payudara dengan perlahan dan kaji apakah simetris antara
kanan dan kiri, keras, ada nyeri tekan dan hangat. Kaji apakah terdapat
bendungan ASI (breast engorgement) yang menimbulkan rasa nyeri
bagi ibu atau massa, dengan palpasi. Bahkan dapat ditemukan mastitis
dengan tanda-tanda merah, bengkak, panas, nyeri.
b) Puting Susu
Kaji apakah ASI atau kolustrum sudah keluar dengan memencet puting
ibu. Kaji juga kebersihan puting. Kaji puting susu apakah mengalami
pecah-pecah, fisura dan perdarahan.
7. Abdomen
a) Keadaan
Kaji apakah terdapat striae dan linea alba. Kaji keadaan abdomen,
apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukkan
kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan.
Abdomen yang lembek menunjukkan sebaliknya dan dapat dimasase
untuk merangsang kontraksi.
b) Kondisi luka
Luka SC harus dikaji apakah terdapat tanda-tanda infeksi. Jika ada
harus dilaporkan segera mendapatkan penanganan lebih lanjut.
c) Diastasis rektus abdominis
Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rectus abdominis
akibat pembesaran uterus. Jika dipalpasi regangan ini menyerupai
celah memanjang dari prosessus xiphoideus ke umbilicus sehingga
dapat diukur panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu
kembali seperti sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan
memotivasi ibu untuk senam nifas. Cara memeriksa diastasis rektus
abdominis adalah dengan meminta ibu untuk tidur telentang tanpa
bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal. Kemudian palpasi
abdomen dari bawah prosessus xiphoideus ke umbilikus kemudian
ukur panjang dan lebar diastasis.
d) Fundus uteri
Palpasi fundus uteri dari arah umbilikus ke bawah. Tentukan tinggi
fundus uteri (contoh : 1 jari di atas pusat, 2 jari di atas pusat, dll),
posisi fundus, apakah sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya
terdorong oleh bladder yang penuh. Kontraksi juga perlu diperiksa,
kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukkan kontraksi uterus
kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadi perdarahan.
Kaji fundus uteri setiap hari yakni kekuatan dan lokasinya, pastikan
bahwa klien mengosongkan kandung kemih sebelum palpasi
dilakukan.
 Uterus tidak secara progresif menurun ukurannya atau kembali ke
pelviks bagian bawah.
 Uterus tetap kendur atau kontraksinya buruk
 Sakit pinggang atau nyeri pelvis yang persisten
 Perdarahan vagina hebat
e) Kandung kemih
Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung kemih. Kandung
kemih yang bulat dan lembut menunjukkan urine yang tertampung
banyak dan dalam hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga
harus dikeluarkan. Kaji tingkat distensi kandung kemih secara sering
dalam 8 jam pertama setelah melahirkan, ukur haluaran urin, berkemih
dalam jumlah sedikit dan sering berkemih yang berturut-turut
menandakan adanya gangguan urin.
f) Lokhea
Kaji tanda dan karakter lokhea setiap hari meliputi jumlah, warna,
konsistensi dan bau lokhea ibu postpartum untuk memberikan indeks
essensial pemulihan endometrium. Perubahan warna lokhea harus
sesuai, misal ibu postpartum 7 hari harus memiliki lokhea yang sudah
berwarna merah muda atau keputihan. Jika ditemukan hasil yang
abnormal, misalnya perdarahan segar, lokhea rubra yang banyak,
persisten dan berbau busuk maka ibu mengalami komplikasi
postpartum. Segera laporkan karena lokhea yang berbau busuk
menunjukkan adanya infeksi di saluran reproduksi dan harus segera
ditangani.
g) Perineum
Inspeksi perineum, catat apakah utuh,terdapat luka episiotomi, ruptur.
Kaji juga adanya tanda-tanda REEDA (Redness Ekimosisi Edema
Discharge Approximation), nyeri tekan, pembengkakan, memar dan
hematoma. Kaji daerah anal dari adanya hemoroid dan fisura.
Kebersihan perineum menunjang proses penyembuhan luka. Serta
adanya hemoroid derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca
persalinan.
h) Ekstremitas
Kaji sirkulasi perifer, catat adanya varises, edema dan kesimetrisan
ukuran dan bentuk, suhu warna dan rentang gerak sendi. Catat
khususnya tanda tromboflebitis dan tanda homan. Tanda homan yang
positif menunjukkan adanya tromboflebitis sehingga dapat
menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda homan
adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi,
kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri
di betis. Jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi
untuk mobilisasi dini agar sirkulasi lancar sehingga tromboflebitis bisa
diabsorbsi.
i) Kaji status eliminasi fekal dan kembali ke pola sebelum melahirkan.
Lakukan aktivitas sehari-hari.
 Evaluasi status nutrisi, meliputi kemampuan mengunyah, menelan
makanan, serta keadekuatan cairan dan diet untuk mendukung
involusio laktasi
 Evaluasi tingkat pengetahuan klien tentang cara menyusui bayi baru
lahir (ASI atau dengan botol susu).
 Riwayat kesehatan. Seharusnya berfokus pada riwayat medis
keluarga, riwayat genetik, dan reproduksi.
 Kaji adapatasi psikososial, meliputi : (1) Tanda dan gejala
kesedihan postpartum (postpartum blues), seperti menangis, putus
asa, kehilangan selera makan, konsentrasi buruk, sulit tidur dan
cemas;(2) Evaluasi integritas bayi baru lahir dengan keluarganya;
(3) Observasi interaksi ibu baru dan anggota keluarga lainnya
dengan bayi baru lahir
H. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akutb/d trauma perineum, proses kelahiran, payudara bengkak,
dan involusi uterus
2. Ketidakefektifan proses menyusui berhubungan dengan, belum
berpengalaman menyusui, pembengkakan payudara,lecet putting
susu,kurangnya produksi ASI.
3. Gangguan eliminasi BAK berhubungan dengan distensi kandung
kemih, perubahan-perubahan jumlah / frekuensi berkemih.
4. Risiko infeksi b/d trauma jaringan, penurunan sistem kekebalan tubuh
5. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan
cairan berlebih (perdarahan).
2. Sectio Caesarea (SC)
A. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio caesarea merupakan prosedur operatif, yang dilakukan di bawah
anastesi sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding
abdomen dan uterus. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah viabilitas tercapai
(misalnya usia kehamilan lebih dari 24 minggu (Myles, 2011).
Sectio sesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah
malposisi janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin
dan ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat .Untuk
sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih
anestesi umum, maka persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi
untuk mengurangi efek depresif obat anestesi pada bayi (Oxorn, 2010).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat di atas 500 gram. (Mitayani, 2011). Kesimpulan
dari pengertian diatas yaitu, Sectio caesarea adalah pengeluaran janin melalui
insisi dinding abdomen.
B. Etiologi Sectio caesarea
Menurut Manuaba (2005), indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah
ruptur uteri iminwn, perdarahan antepartum, KPD. Sedangkan indikasi pada
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4000gram. Dari berapa faktor
sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai
berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena
itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati
agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah
36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
2) Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
3) Presentasi muka
4) Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
5) Presentasi dahi
6) Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki (Bobak, 2005).
C. Jenis Sectio Caesarea
Jenis sectio caesarea menurut Wiknjosastro (2007) :
1. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Pembedahan ini paling banyak dilakukan ialah sectio caesarea
transperitonealis profunda dengan insisi di segmen bawah uterus.
Keunggulannya :
a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya rupture uteri di
kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus
tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga
luka dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio caesarea klasik / sectio caesarea corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan
untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang
pada segmen atas uterus.
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum
tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
-   Atonia uteri
-   Plasenta accrete
-   Myoma uteri
-   Infeksi intra uteri berat
D. Patofisiologi Sectio caesarea
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500
gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan
tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan
lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin.
Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat
akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi
post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan
perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang
mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa
mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap
nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena
kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Bobak, 2005).
E. Pathway

Plasenta previa,
Persalinan rupturesentralis dan
1.Persalnan normal lateralis, panggul sempit, Sectio Caesare
pre-eklamsia, partus lama
2.Persalnan dengan SC

Pre Operasi Post Operasi

Peningkatan TTV
Ansietas Jaringan Terputus Luka terbuka
- TD, RR, S

Merangsang area
Ketidakefektfan pola nafas Kurang pengetahuan sensorik Invasi Bakteri
terkait penyakit

Gangguan rasa nyaman:


Nyeri

Resiko Infeksi
F. Indikasi sectio caesarea menurut Oxorn (2010):
1. Indikasi pada ibu
a. Panggul sempit dan distosia mekanis
1) Disproporsi fetopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted pelvis),
fetus yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-imbangan
relative antara ukuran bayi dan ukuran pelvis. Yang ikut menimbulkan
masalah disproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi fetus serta
kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan
berdilatasi pada cervix, dan keefektifan kontraksi uterus.
2) Malposisi dan malpresentasi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya sectio caesarea pada
bayi yang dalam posisi normal dapat dilahirkan pervaginam. Bagian
terbesar dari peningkatan insidensi sectio caesarea dalam kelompok ini
berkaitan dengan presentasi bokong. Barangkali sepertiga dari
presentasi bokong harus dilahirkan lewat abdomen. Bukan saja akibat
langsung kelahiran vaginal terhadap janin lebih buruk pada presentasi
bokong disbanding pada presentasi kepala, tetapi juga terbukti adanya
pengaruh jangka panjang sekalipun kelahiran tersebut tanpa
abnormalitas. Ada perkiraan bahwa persalinan kaki dan bokong bayi
premature yang viable paling baik dilakukan melalui sectio caesarea.
3) Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan,
inertia, cincin konstriksi dan ketidakmampuan dilatasi cervix. Partus
menjadi lama dan kemajuannya mungkin terhenti sama sekali.
Keadaan ini sering disertai disproporsi dan malpresentasi.
4) Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat menghalangi atau
mempersulit kelahiran yang normal. Ini mencakup keadaan seperti
cicatrix pada saluran genitalia, kekakuan cervix akibat cedera atau
pembedahan, dan atresia atau stenosis vagina. Kelahiran vaginal yang
dipaksa akan mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan.
5) Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan normal
tidak mungkin terlaksana. Kanker invasive cervix yang didiagnosis
pada trimester ketiga kehamilan dapat diatasi dengan sectio caesarea
yang dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan radikal ataupun
keduanya.
6) Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan-keadaan seperti disproporsi
cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang jelek,
bayi yang besar dan defleksi kepala bayi. Sering diagnosis tepat tidak
dapat dibuat dan pada setiap kasus merupakan diagnosis akademik.
Keputusan ke arah sectio caesarea dibuat berdasarkan kegagalan
persalinan untuk mencapai dilatasi cervix dan atau turunnya fetus,
tanpa mempertimbangkan etiologinya.
b. Pembedahan sebelumnya pada uterus
1) Sectio caesarea
Pada sebagian besar Negara ada kebiasaan yang dipraktekkan akhir-
akhir ini, yaitu setelah prosedur pembedahan caesarea dikerjakan,
maka semua kehamilan yang mendatang harus diakhiri dengan cara
yang sama. Bahaya rupture lewat tempat insisi sebelumnya dirasakan
terlalu besar. Akan tetapi, pada kondisi tertentu ternyata bisa dilakukan
trial of labor dengan kemungkinan persalinan lewat vagina. Kalau
upaya ini berhasil, baik morbiditas maternal maupun lamanya rawat
tinggal akan berkurang.
2) Histerotomi
Kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya rupture uteri bila
kehamilan sebelumnya diakhiri dengan histerotomi. Resikonya sama
seperti resiko sectio caesarea klasik. Histerotomi kalau mungkin harus
dihindari dengan pertimbangan bahwa kehamilan berikutnya akan
mengharuskan sectio caesarea.
c. Perdarahan
1) Plasenta previa
Sectio caesarea untuk placenta previa centralis dan lateralis telah
menurunkan mortalitas fetal dan maternal. Keputusan akhir diambil
melalui pemeriksaan vaginal dalam kamar operasi dengan
menggunakan double setup. Darah sudah tersedia dan sudah
dicocokkan (cross-matching). Team dokter bedah harus sudah siap
sedia. Jika pada pemeriksaan vaginal ditemukan placenta previa
centralis atau partialis, sectio caesarea segera dikerjakan.
2) Abruptio plasenta
Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan awal
dapat diatasi dengan pemecahan ketuban dan pemberian tetesan
oxytocin. Kalau perdarahannya hebat, cervix mengeras dan menutup
atau kalau ada kecurigaan apoplexia uteroplacental, maka diperlukan
sectio caesarea untuk menyelamatkan bayi, mengendalikan
perdarahan, mencegah afibrinogenemia dan untuk mengamati keadaan
uterus serta kemampuannya berkontraksi dan mengendalikan
perdarahan. Pada sebagian kasus diperlukan tindakan histeroktomi.
3) Toxemia gravidarum
Toxemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan
sebelum waktunya. Pada sebagian besar kasus, pilihan metodenya
adalah induksi persalinan. Kalau cervix belum matang dan induksi
sukar terlaksana, sebaiknya dikerjakan sectio caesarea.
4) Lain-lain
a) Primigraviditas usia lanjut
Primigraviditas usia lanjut sulit didefinisikan. Sementara umur
bervariasi dari 35 hingga 40 tahun, factor-factor lain juga sama
pentingnya. Factor-factor ini mencakup ada tidaknya segmen
bawah uterus yang baik, kelenturan atau kekakuan cervix dan
jaringan lunak jalan lahir, kemudahan menjadi hamil, jumlah
abortus, presentasi anak dan koordinasi kekuatan his. Kalau semua
hal ini menguntungkan, kelahiran per vaginam harus
dipertimbangkan. Kalau factor-factor yang merugikan terdapat,
maka sectio caesarea merupakan prosedur yang lebih aman dan
lebih bijaksana.
b) Bekas jahitan pada vagina
Dikerjakan sectio caesarea efektif kalau ada kekhawatiran bahwa
kelahiran lewat vagina yang pernah dijahit akan
menimbulkan cystocele, rectocele dan prolapsus uteri.
c) Anomali uteri congenital
Bukan saja uterus yang abnormal itu fungsinya jelek, tetapi juga
pada kasus anomali seperti uterus bicornuata, salah satu ujungnya
dapat merintangi jalannya bayi dari ujung yang lain. Pada keadaan
seperti ini harus dikerjakan section caesarea.
d) Riwayat obsetric yang jelek
Kalau kelahiran sebelumnya berlangsung dengan sukar dan
menimbulkan cedera luas pada cervix, vagina serta perineum, atau
kalau bayinya pernah cedera, maka dipilih sectio caesarea bagi
kelahiran berikutnya.
e) Forceps yang gagal
Forceps yang gagal merupakan indikasi dilakukannya sectio
caesarea. Lebih bijaksana bila beralih ke kelahiran per abdominam
daripada menarik bayi lewat panggul dengan paksa.
2. Indukasi pada janin
a. Gawat janin
Gawat janin, yang ditunjukkan dengan adanya bradycardia berat,
irregularitas denyut jantung anak atau adanya pola deselerasi yang
terlambat, kadang-kadang menyebabkan perlunya sectio caesarea darurat.
b. Cacat atau kematian janin sebelumnya
Khususnya pada ibu-ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat atau
mati dilakukan sectio caesarea efektif.
c. Prolapsus funiculus umbicalis
Prolapsus funiculus umbilicalis dengan cervix yang tidak berdilatasi
sebaiknya diatasi dengan sectio caesarea, asalkan bayinya berada dalam
keadaan baik.
d. Insufisiensi plasenta
Pada kasus retardasi pertumbuhan intrauterine atau kehamilan post mature
dengan pemeriksaan klinis dan berbagai test menunjukkan bahwa bayi
dalam keadaan bahaya, maka kelahiran harus dilaksanakan. Jika induksi
tidak mungkin terlaksana atau mengalami kegagalan, sectio caesarea
menjadi indikasi. Dengan meningkatnya kemampuan dokter-dokter anak
untuk menyelamatkan bayi-bayi yang kecil dan kalau memang diperlukan,
sectio caesarea dapat memberikan kesempatan hidup dan kesempatan
untuk berkembang secara normal kepada bayi-bayi ini.
e. Diabetes maternal
Fetus dari ibu diabetic cenderung lebih besar dari pada bayi normal ;
keadaan ini bisa mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran.
Meskipun bayi-bayi ini berukuran besar, namun perilakunya menyerupai
bayi premature dan tidak bisa bertahan dengan baik terhadap beban
persalinan lama. Kematian selama persalinan dan pascalahir sering terjadi.
Disamping itu, sejumlah bayi meninggal dalam kandungan sebelum
maturitasnya tercapai. Karena adanya bahaya terhadap keselamatan fetus
ini dan karena proporsi timbulnya toxemia yang tinggi pada ibu hamil
yang menderita diabetes, maka kehamilan perlu diakhiri sebelum
waktunya. Jika keadaannya menguntungkan dan persalinan diperkirakan
berlangsung mudah serta cepat, maka dapat dilakukan induksi persalinan.
Akan tetapi pada primigravida dan multipara dengan cervix yang panjang
dan tertutup atau dengan riwayat obstetric yang jelek, sectio caesarea
adalah metode yang dipilih.
f. Inkompatibilitas rhesus
Kalau janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh-negatif
yang menjadi peka dan kalau induksi serta persalinan per vaginam sukar
terlaksana, maka kehamilan dapat diakhiri dengan sectio caesarea bagi
kasus-kasus yang terpilih demi keselamatan janin.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan
lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
i. Darah lengkap, golongan darah (ABO)
j. Urinalis untuk mengetahui kadar albumin
6. Kultur mengidentifikasi adanya virus herpes simplex II
7. Ultrasonografi melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan dan presentasi
janin
H. Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesarea
Keuntungan dan kerugian :
1. Keuntungan
a. Ibu
- Tidak terasa sakit saat bersalin.
- Dapat mengatur jadwal melahirkan.
- Waktu persalinan lebih cepat.
- Resiko rendah prolaps uteri dan robekan jalan lahir.
b. Janin
- Tidak ada after coming head (pada letak sungsang).
- Tidak ada trauma kepala.
2. Kerugian
a. Ibu
- Ada nyeri bekas luka.
- Resiko infeksi rahim.
- Resiko seksio sesarea berulang.
- Tidak bisa melahirkan dalam jumlah banyak.
- Perdarahan lebih banyak.
- Resiko rupture uteri.
- Luka pada dinding perut dan rahim.
- Resiko plasenta low laying
- Resiko retensio plasenta.
- Biaya mahal.
b. Janin
- Tidak ada poses pemerasan pada dada janin pada saat melewati
panggul ibu.
I. Komplikasi Sectio Caesarea
Komplikasi sectio caesarea menurut Jitowiyono (2010) :
1. Pada ibu
a. Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama
beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis,
dan sebagainya.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, emboli paru dan sebagainya
sangat jarang terjadi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya
perut pada dinding uterus, sehinga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
seksio sesarea klasik.
2. Pada janin
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk
melakukan sectio caesarea. Menurut statistik di negara – negara dengan
pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca
sectio caesarea berkisar antara 4 – 7 %.
I. Penatalaksanaan Pasca Tindakan (Medis)
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15
menit sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera
kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah
semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang
sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin 100 mg per
oral per hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu
banyak jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit
dilakukan pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL)
60 tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam   selama    48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan
komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya
hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut
ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat
menaikkan tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila
terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang
mungkin disebab-kan karena pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik
dan karena tekanan diafragma.  Selain itu juga penting untuk
mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi
dan aritmia kardiak.  Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-
15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri
dan kenya-manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas
dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah,
frekuensi nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
Berikan infus dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional
atau general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio
caesaria. Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian
oksitosin sesuai indikasi. Tanda vital per protokol ruangan pemulihan,
Persiapan kulit pembedahan abdomen, Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter fole.
J. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan
meliputi distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
1. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor
register  , dan diagnosa keperawatan.
2. Keluhan utama
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang
keluar pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda
persalinan.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT,
TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan
cara pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga
kebersihan tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan
dirinya
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena
dari keinginan untuk menyusui bayinya.
c) Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga
banyak, cepat lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas
karena mengalami kelemahan dan nyeri.
d) Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema
dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering
terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan BAB.
e) Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena
adanya kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
f) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga
dan orang lain.
g) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
h) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan
dan nyeri perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas
primipara terjadi kurangnya pengetahuan merawat bayinya
i) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi  perubahan
konsep diri antara lain dan body image dan ideal diri
j) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual
atau fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses
persalinan dan nifas.
5. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat
adanya cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena
adanya proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan
kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan, sklera kunuing
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya,
adakah cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang
ditemukan pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae
g. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 3 jari dibawa pusat.
h. Genitaliua
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya
uterus, karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi
cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
K. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Nyeri / ketidakberdayaan berhubungan dengan trauma pembedahan
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pembedahan
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri,
transmisi
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan
6. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan ibu
tentang cara menyusui yang berna
L. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Managemen nyeri
berhubungan tindakan keperawatan Intervensi :
dengan agen injuri selama 3x24 jam - Kaji komprehensif tentang nyeri
(insisi diharapkan nyeri - Observasi isyarat2 nonverbal dari
pembedahan). berkurang ketidaknyamanan
Kriteria hasil: - Beri informasi tentang nyeri
Kontrol nyeri - Berikan analgetik sesuai dosis
- Menggunakan skala - Kolaborasi dengan dokter bila
nyeri untuk tindakan tidak berhasil
mengidentifikasi
tingkat nyeri
- Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan menggunakan
managemen nyeri
- Melaporkan
kebutuhan tidur dan
istirahat cukup
2. Defisit perawatan Setelah dilakukan Perawatan diri
diri berhubungan tindakan keperawatan Intervensi :
dengan nyeri selama 3x24 jam - Kaji kemampuan untuk
diharapkan perawatan menggunakan alat bantu
diri pasien meningkat - Kaji membran mukosa oral dan
dengan kriteria hasil: kebersihan tubuh
Perawatan diri - Pantau adanya perubahan
Aktivitas Kehidupan kemampuan fungsi
Sehari-hari (AKS) - Bantu klien dalam memenuhi
- Mengungkapkan kebutuhan sehari-hari
secara verbal - Anjurkan keluarga untuk
kepuasan tentang membantu memenuhi ADLs klien
kebersihan tubuh dan seperti mandi, makan, toileting
hygiene mulut dan berpakaian
- Mempertahankan - Motivasi klien untuk memenuhi
mobilitas yang ADLs secara mandiri dan
diperlukan untuk ke bertahap
kamar mandi - Anjurkan untuk melakukan
aktivitas sesuai dengan
kemampuan
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan Pengendalian infeksi
berhubungan tindakan keperawatan Intervansi :
dengan tindakan selama 3x24 jam - Pantau tanda/gejala infeksi
infasive, insisi post diharapkan tidak ada - Kaji faktor yang meningkatkan
pembedahan resiko infeksi dengan serangan infeksi
kriteria hasil: - Instruksikan untuk menjaga
Pengendalian resiko, hygiene pribadi
dengan indikator - Berikan terapi antibiotik, bila
- Terbebas dari tanda diperlukan
atau gejala infeksi - Monitor jumlah leukosit
- Menunjukkan - Gunakan teknik aseptik setiap
hygiene pribadi yang melakukan tindakan
adekuat - Tingkatkan intake nutrisi
- Menggambarkan - Batasi pengunjung
faktor yang
menunjang penularan
infeksi

4. Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan Anciety reduction


situasi, ancaman tindakan keperawatan Intervensi :
pada konsep diri, selama 3x24 jam - Jelaskan semua prosedur dan apa
transmisi diharapkan cemas yang dirasakan selama prosedur
berkurang dengan - Berikan informasi fakual
kriteria hasil: mengenai diagnose dan tindakan
Kontrol cemas prognosis
- Klien mampu - Identifikasi tingkat kecemasan
mengidentifikasi dan - Dorong klien untuk
mengungkapkan mengungkapkan perasaan,
gejala cemas ketakutan, persepsi
- Tanda vital dalam - Instruksikan klien untuk
batas normal menggunakan tehnik relaksasi/
- Mengidentifikasi, distraksi
mengungkapkan dan
menunjukkan teknik - Berikan obat untuk mengurangi
untuk mengontrol cemas
cemas
5. kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Exercise therapy: ambulation
fisik b.d adanya tindakan keperawatan Intervensi :
luka bekas operasi selama 3x24 jam - Monitor vital sign
diharapkan kerusakan - Bantu klien untuk memenuhi
mobilitas fisik tidak ADLs
terjadi dengan kriteria - Kaji kemempuan klien dalam
hasil: mobilisasi
ambulation : walking - Latih klien dalam pemenuhan
- Dapat kebutuhan ADLs secara mandiri
mempertahankan dan sesuai kemampuan
fungsi tubuh - Damping dan bantu klien saat
- Klien menunjukkan mobilisasi
perilaku yang - Berikan alat bantu jika klien
memungkinkan untuk memerlukan
melakukan aktivitas - Ajarkan klien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
6. Menyusui tidak Setelah dilakukan Health Education:
efektif berhubungan tindakan keperawatan - Berikan informasi mengenai :
dengan  kurangnya selama 3x24 jam - Fisiologi menyusui
pengetahuan ibu diharapkan menyusui - Keuntungan menyusui
tentang cara dengan efektif dengan - Perawatan payudara
menyusui yang kriteria hasil: - Kebutuhan diit khusus
bernar. breast feeding adekuat - Faktor-faktor yang
- klien menghambat proses menyusui
mengungkapkan - Demonstrasikan breast care dan
puas dengan pantau kemampuan klien untuk
kebutuhan untuk melakukan secara teratur
menyusui - Ajarkan cara mengeluarkan ASI
- klien mampu dengan benar, cara menyimpan,
mendemonstrasika cara transportasi sehingga bisa
n perawatan diterima oleh bayi
payudara - Berikan dukungan dan semangat
pada ibu untuk melaksanakan
pemberian Asi eksklusif
- Berikan penjelasan tentang tanda
dan gejala bendungan payudara,
infeksi payudara
- Anjurkan keluarga untuk
memfasilitasi dan mendukung
klien dalam pemberian ASI
- Diskusikan tentang sumber-
sumber yang dapat memberikan 
informasi/memberikan pelayanan
KIA

DAFTAR PUSTAKA
Amelia, (2015). Ilmu Kebidanan Sectio Caesarea. Tersedia Dalam
http://jurnalkesehatanamelia.blogspot.com/ [Diakses 18Mei 2017].
Fauziyah Y. (2012). Obstetri Patologi Untuk Mahasiswa Kebidanan Dan
Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Jitowiyono, Sugeng dan Weni Kristiyanasari.(2010).Asuhan Keperawatan Post
Operasi.Yogyakarta: Nuha Medika
Kemenkes, (2014). Angka kematian Ibu di Indonesia. Tersedia dalam
http://www.depkes.go.id [Diakses 18 Mei 2017].
Kusuma dan Nurarif. (2014). Handbook For Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing
Mitayani.(2011).Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NOC-NIC Edisi Refisi Jilid 3.
Jakarta: Mediaction4
Oxorn, Harry dan William R. Forte. (2010). Ilmu Kebidanan, Patologi dan Fisiologi
Persalinan.Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika (YEM). 
Wiknjosastro, Hanifa.(2007).Ilmu Kebidanan.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai