Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

J G3P3 A0
DENGAN POST OPERASI SECTIO CAESARE HARI KE-0 ATAS INDIKASI
INDUKSI GAGAL DI RUANG ALAMANDA III
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI
BANTUL YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Maternitas

Disusun oleh:
Kharis Nawawi
24.19.1361

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXV


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2020
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXV

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disahkan “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J G3P3A0
dengan post operasi sectio caesare hari ke-0 atas indikasi induksi gagal di Ruang Alamanda
III RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta” guna memenuhi tugas individu Stase
Keperawatan Maternitas Program Pendidikan Profesi Ners STIKes Surya Global Yogyakarta
tahun 2020.

Mahasiswa

Kharis Nawawi

Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(RR. Viantika Kusumasari, S.Kep.,Ns.M.Kep) (Sri Riyana, S. Kep.,Ns., M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM DAN POST SECTIO CAESAREA

I. Post Partum.
A. Pengertian Post Partum
Post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42
hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami
perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian
lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam angka
kematian ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu
penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum (Maritalia, 2016).
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini
yaitu 6–8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genital akan kembali dalam waktu 3
bulan (Novita, 2015).

B. Etiologi

Menurut, (Maritalia, 2016). Etiologi postpartum dibagi menjadi 2 yaitu:


1. Etiologi postpartum dini
a. Atonia uteri
b. Laserasi jalan lahir atau robekan jalan lahir
c. Hematoma
2. Etiologi postpartum lambat
a. Tertinggalnya sebagian plasenta
b. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
c. Dari luka bekas sectio sesarea

C. Tahapan Masa Nifas


Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap yaitu puerpenium dini, puerpenium
intermedial dan remote puerpenium.
1. Puerpenium Dini
Puerpenium dini merupakan masa kepulihan yang dalam hal ini ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam, dianggap
bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Puerpenium Intermedial
Puerpenium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote Puerpenium
Remote puerpenium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunya komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan (Sulistyawati, 2009).

D. Perubahan Fisiologis Dalam Masa Nifas


Menurut (Maritalia, 2016). Masa nifas merupakan masa kembalinya organ-
organ reproduksi seperti sedia kala sebelum hakil, sehingga pada masa nifas
banyak sekali perubahan-perubahan yang terjadi, diantaranya :
1. Perubahan dalam system reproduksi
a. Perubahan dalam uterus/rahim (involusi uterus)
b. Involusi tempat plasenta
c. Pengeluaran lochea
d. Perubahan pada perineum, vulva, dan vagina
2. Laktasi / pengeluaran Air Susu Ibu
Selama kehamilan horman estrogen dan progesterone menginduksi
perkembangan alveolus dan duktus lactiferas dari dalam mamae dan juga
merangsang kolostrum sesudah kelahiran bayi ketika kadar hormone
esdtrogen menurun memungkinkan terjadinya kenaikan kadar hormone
prolaktin dan produksi ASI pun dimulai.
3. Perubahan system Pencernaan
Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam 1 jam
atau 2 jam setelah melahirkan. Konstipasi dapat terjadi pada masa nifas
awal dikarenakan kekurangan bahan makanan selama persalinan dan
pengendalian pada fase defekasi.
4. Perubahan sistem perkemihan
Pembentukan air seni oleh ginjal meningkat, namun ibu sering
mengalami kesukaran dalam buang air kecil, karena:
o Perasaan untuk ingin BAK ibu kurang meskipun bledder
penuh
o Uretra tersumbat karena perlukaan/udema pada
dindingnya akibat oleh kepala bayi
o Ibu tidak biasa BAK dengan berbaring
5. Penebalan Sistem Muskuloskeletal
Adanya garis-garis abdomen yang tidak akan pernah menghilang dengan
sempurna. Dinding abdomen melunak setelah melahirkan karena meregang
setelah kehamilan. Perut menggantung sering dijumpai pada multipara.
6. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar hormone-hormon plasenta, hormone plasenta laktogen (hpl) dan
chorionia gonadotropin (HCG), turun dengan cepat dalam 2 hari, hpl sudah
tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone dalam serum turun
dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas. Diantara wanita menyusui,
kadar prolaktin meningkat setelah bayi disusui.
7. Perubahan Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita in partu tidak lebih dari 37,20C. Setelah partus
dapat naik 0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,00C sesudah
12 jam pertama melahirkan. Bila >38,00C mungkin ada infeksi. Nadi dapat
terjadi bradikardi, bila takikardi dan badan tidak panas dicurigai ada
perdarahan berlebih/ada vitrum korelis pada perdarahan. Pada beberapa
kasus ditemukan hipertensi dan akan menghilang dengan sendirinya apabila
tidak ada penyakit-penyakit lain dalam kira-kira 2 bulan tanpa pengobatan.
8. Perubahan sistem kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam
tempo 2 minggu pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah
melahirkan peningkatan factor pembekuan yang terjadi selama kehamilan
masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktifitas fibrinolitik.
9. Perubahan Sistem Hematologik
Leukocytosis yang diangkat sel-sel darah putih berjumlah 15.000
selama persalinan, selanjutnya meningkat sampai 15.000 – 30.000 tanpa
menjadi patologis jika wanita tidak mengalami persalinan yang
lama/panjang. Hb, HCT, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah pada awal
masa nifas.
10. Perubahan Psikologis Postpartum
Banyak wanita dalam minggu pertama setelah melahirkan
menunjukkan gejala-gejala depresi ringan sampai berat.

E. Manifestasi Klinik
Menurut Novita (2016), manifestasi kilis yaitu:
a. Plasenta prefia sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit
c. Distorsi cevalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan
ukuran panggul
d. Ruotur uteri mengancam
e. Partus lama (prolonged labor)
f. Partus tak maju (0bstructed labor)
g. Distorsia serviks
h. Pre eklamsi dan hipertensi
i. Mal presentasi janin
 Letak lintang
 Letak bokong
 Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)
 Presentasi lengkap jika reposisi tidak berhasil
 Gemeli
(Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2016)
F. Pathway

Post partu letting go phase


Involu uterus
Esterogen &Progesteron Kehadiran anggota baru
menurun
Kontraksi lambat
Kontraksi
uterus cemas
Antonia uteri Oksitosin Meningkat
Pelepasan jaringan
endometrium Perubahan
pola peran
Perdarahan volume darah turun
Lokhea keluar Laserasi jalan lahir Prolaktin meningkat

Vol. cairan turun Anemia akut


Servik& Vagina
Kurang perawatan
Isapan bayi Isapan
Perubahan perfusi jaringan Hb O2 turun adekuat bayi tidak
Invasi Bhakteri Port Of the Entri ade kuat

Hipoksia Oksitosin
meningkat Pembendungan
Daya tahan tubuh turun Resiko Infeksi ASI
Syok Hipovolemik Duktus
Kelemahan umum
&alveoli Payudara
Kuman mudah masuk kontraksi bengkak
Intoleransi Efektif Tidak efektif G. rasa
aktivitas
nyaman
G. Tanda -Tanda Bahaya Postpartum
Menurut Mitayani, 2015 ada beberapa tanda bahaya post partum antara lain:
- Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah
banyak
- Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
- Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
- Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah
penglihatan
- Pembengkakan di wajah/tangan
- Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak
enak badan
- Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau
terasa sakit
- Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
- Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
- Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri
bayinya/diri sendiri
- Merasa sangat letih/nafas terengah-engah.

H. Perawatan Post Partum


Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindarkan
adanya kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan
lahir atau luka episiotomi, lakukan penjahitan dan perawatan luka dengan baik.
Penolong harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam post partum, untuk
mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan jam post
partum harus tidur telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8
jam, pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri untuk mencegah trombolitis. Ibu
dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya dapat duduk
dan berjalan. Diet yang diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak
buah-buahan. Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri, bila
pasien belum dapat berkemih sendiri sebaiknya dilakukan kateterisasi. Defekasi
harus ada dalam 3 hari post partum. Bila ada obstipasi dan timbul komprestase
hingga vekal tertimbun di rektum, mungkin akan terjadi febris. Bila hal ini terjadi
dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh adanya
mules, dapat diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae
harus sudah dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap
bersih dan lemas, setelah bersih barulah bayi disusui. (Mitayani,2015).

I. Tujuan Asuhan Masa Nifas


Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk :
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi.
Dengan diberikannya asuhan, ibu akan mendapatkan fasilitas dan dukungan
dalam upaya untuk menyesuaikan peran barunya sebagai ibu dan
pendamping keluarga dalam membuat bentuk dan pola baru dengan
kelahiran berikutnya.
2. Pencegahan, diagnose dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
Dengan diberikannya asuhan pada ibu nifas, kemungkinan munculnya
permasalahan dan komplikasi akan lebih cepat terdeteksi sehingga
penanganannya pun akan dapat lebih maksimal.
3. Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bila perlu.
Meskipun ibu dan keluarga mengetahui ada permasalahan kesehatan pada
ibu nifas yang memerlukan rujukan, namun tidak semua keputusan yang
diambil tepat, misalnya mereka lebih memilih untuk tidak datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan karena pertimbangan tertentu.
4. Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu, serta memungkinkan ibu
Untuk mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya
yang khusus.
5. Imunisasi ibu terhadap tetanus
Dengan asuhan yang maksimal, kejadian tetanus dapat dihindari, meskipun
untuk saat ini angka kejadian tetanus sudah banyak mengalami penurunan.
6. Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makanan
anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan
anak (Sulistyawati, 2016).
II. Post Sectio Secarea
A. Pengertian Sectio Secarea
Seksio secarea merupakan prosedur operatif, yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomendan
uterus. Prosedurini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai (Jhonson, 2017)
Sectio Caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi
pada dinding abdomen dan uterus (Oxorn & William, 2010). Menurut Amru Sofian
(2012) Sectio Caesarea merupakan suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Amin & Hardhi, 2017).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin di lahirkan dengan
suatu insisi pada sisi depan perut dan dinding rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin diatas 500 gram (Nuratif dan Kusuma, 2016).

B. Jenis Sectio Caesarea


Jenis sectio caesarea menurut Sulistyawati (2017) :
1. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Pembedahan ini paling banyak dilakukan ialah sectio caesarea transperitonealis
profunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Keunggulannya :
a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
b. Bahaya peritonitis tidak besar.
c. Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya rupture uteri di kemudian
hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak
seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka
dapat sembuh lebih sempurna.
2. Sectio caesarea klasik / sectio caesarea corporal
Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang
agak mudah dilakukan,hanya di selenggarakan apabila ada halangan untuk
melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen atas uterus.
3. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya
injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi
pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tak
dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
4. Section cesaria Hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
a. Atonia uteri
b. Plasenta accrete
c. Myoma uteri
d. Infeksi intra uteri berat

C. Etiologi
Menurut Sulistyawati (2017), bedah caesar di bagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Faktor Maternal
a. Usia
Usia ibu saat hamil yang beresiko tinggi adalah usia kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun. Ibu yang hamil pada usia <20 tahun atau >35 tahun
memiliki resiko untuk mengalami komplikasi saat persalinan 3 sampai 4 kali
lebih besar dari pada ibu yang berusia 20-35 tahun. Usia ibu saat kehamilan
merupakam salah satu yang menentukan tingkat resiko kehamilan dan
persalinan. Usia reproduksi sehat yang aman untuk seorang wanita hamil dan
melahirkan adalah 20-35 tahun. Wanita hamil pada umur
muda(<20tahun)dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya
belum sepenuhnya optimal. Dari segi psikis belum matang menghadapi
tuntutanbeban moral dan emosional. Sedangkan lebih dari umur 35 tahun,
elastisitasdari otot-otot panggul dansekitarnya srta alat reproduksi pada
umumnya mengalami kemunduran, kadang terdapat penyakit degenerasi
sepeti hipertensiyang dapat berkembang ke arah pre eklamsi, dan juga wanita
pada usia ini besar kemungkinan akan mengalamikelelahan jika dilakukan
persalinan normal.
b. Paritas
Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang
wanita. Paritas merupakan faktor pentingdalam menentukan nasib ibu dan
janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Paa ibu yang
primipara (melahirkan bayi satu kali, hidup atau mati dengan usia kehamilan
lebih dari 22 minggu atau berat badan lebih dari 500 gram), karena
pengalaman melahirkan belum pernah, maka kemungkinan terjadimya
kelainan dan komplikasi yang cukup besar, baik kekuatan pada his atau jalan
lahir dan kondisi janin. Sedangkan paritas diatas 4 dan usia tua, secara fisik
ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Grande multipara
(persalinan lebih dari 4 kali) beresiko dalam kejadian pendarahan post
partum dikarenakan oleh otot uterus yang sering diregangkan sehingga
dinding menipis dan kontraksinya menjadi lemah
c. Jarak kehamilan
Jarak kehamilan (jarak kehamilan <2 tahun merupakan faktor resiko untuk
terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan) jarak yang terlalu
dekat(kurang dari 2 tahun) dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya
pendarahan.persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan dan merupakan
kelompok resiko tinggi untuk pendarahan post partum, kesakitan dan
kematian ibu. Jarak antar kehamilan yang disarankan pada umumnya adalah
paling sedikit adalah 2 tahun, untuk memungkinkan tubuh wanita dapat pulih
dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi.
d. Kunjungan ANC
Pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan dijalankan oleh tenaga
kesehatan terlatih sesuai dengan standar pelayanan ANC. Tujuan pelaksaan
antenatal yaitu memantau kemajuan kehamilan serta mamstikan kesehatan
ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatn
fisik, mental dan sosial ibu serta janin dan mengenali secara dini kelainan
atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil.
e. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
f. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
g. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
h. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
i. Kelainan Plasenta
o Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim menutupi sebagian atau bahkan
seluruh jalan lahir, sehingga kemungkinannya kejadian tersebut bila
dilahirkan secara normal, dapat mengakibatkan pendarahan bahkan jika
tidak ditangani secara cepat maka akan menimbulkan syok pada ibu, maka
biasanya bedah setral biasanya disarankan untuk mecegah terjadinya
pendarahan hebat saat persalinan.
o Solusio plasenta
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding
rahim sebelum waktunya persalinan. Persalinan dengan operasi di lakukan
untuk untuk menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan
oksigen atau keracunan air ketuban.
j. Riwayat Bedah Cesar
Pada dasarnya seorang ibu yang bersalinpertamanya melalui tindakan bedah
cesar maka pada kelahiran berikutnya akan dilakukan tindakan bedah
cesarkembali, namun hal tersebut, bergantung pada indikasi sebelumnya,
apakah indikasi tersebut bersifat sementara atau dapat dikendalikan pada
persalinan berikutnya atau bersifat absolute yakni hal yang menetap dan
tidak dapat dikendalikan seperti halnyapanggul sempit. Adapun jika ada
pilihan kedua pada persalinan berikutnya yaitu secara pervagina, maka ibu
bersalin harus memenuhi syarat VBAC (Vaginal Birth After Caesarean).
Diantaranya:
o Tidak lebih dari satu bedah cesar sebelumnnya
o Bedah cesar sebelumnnya adalah bedah cesar untuk alasan yang tidak
berulang
o Bedah cesar sebelumnnya adalah bedah cesar secara insisi segmen
bawah atau horizontal
o Tidak ada komplikasi utama setelah bedah cesar misalnya bekas rupture
uteri
o Ibu yang tidak memiliki indikasi rujuk dari dokter spesialis kandungan.
k. Induksi gagal
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum memulai
terjadi persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane.
Argumentasi merujuk pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang tidak
adekuat karena kegagalan dilatasi serviks dan penurunan janin (Koniak,
2011).
Induksi persalinan adalah tindakan terhadap ibu hamil untuk
merangsang timbulnya kontraksi rahim agar terjadi persalinan (Hartono,
2014).
Jadi induksi gagal adalah gagalnya membuat tindakan proses untuk
persalinan / merangsang timbulnya kontraksi rahim ibu untuk terjadinya
persalinan secara normal.
a. Indikasi

Adapun indikasi persalinan yaitu ketuban pecah dini, kehamilan


lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, PEB, hipertensi
kehamilan, IUFD dan pertumbuhan janin terhambat, insufisiensi
plasenta, perdarahan antepartum, umbilical abnormalanteri doppler
(Manuaba, 2012).
b. Kontraindikasi

Kontraindikasi induksi persalinan yaitu CPD, plasenta previa,


gemeli, polihidramnion, riwayat SC klasik, malpresentasi atau kelainan
letak, gawat janin, hidrpsefalus dan infeksi herpes genital akif (Koniak,
2011).
c. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang terjadi pada induksi persalinan adalah


kontraksi akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya
sangat mendadak sehingga mengakibatkan nyeri. Adanya kontraksi
rahim yang berlebihan, sehingga harus dilakukan pengawasan ketat
oleh dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa
sakit yang ditimbulkan biasanya dokter akan menghentikan induksi
kemudian akan melakukan tindakan sectio caesarea (Hartono, 2014).
2. Faktor janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling
rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
4) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.
5) Letak lintang
Suatu keadaan dimana sumbu memanjang janin menyilang sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati90 derajat, maka posisi
tersebut dianjurkan untuk melakukan bedah cesar jika kondisi janin masih
hidup

6) Kelainan tali pusat


Lilitan tali pusat terjadi karena gerak janin yang berlebihan , tali pusat yang
panjang, janin yang kecil dan cairan ketuban yang lebih dari normal,
normalnya pada kehamilan aterm sebanyak 800 ml ( polihidrammion).
Lilitan tali pusat terdapat dibagian mana saja dari tubuh janin, tapi yang
paling sering terjadi di bagian leher janin. Pada keadaan tersebut
dikhawatirkan adalh terjepitnya atau terpelintirnya tali pusat sehingga aliran
oksigen akan berkurang dan terjadi penurunan tekanan nadi, maka untuk
memanimalisi kematian janin maka dilakukan bedah cesar.

D. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini
yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta
previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi postpartum baik
dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari
aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI
yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman.
Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat
regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap
janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan
upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri
sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan
mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi
proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk
metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang
menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat
beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Bobak, 2016).

E. Pathway
Faktor Sirkulasi Cemas pada
Predesposisi: uteroplasenta janin
Ketidakseimbangan menurun
cefalopelvic
Kehamilan kembar Kadar kortisol menurun
Distress janin Tidak timbul HIS (merupakan metabolisme
Persentasi janin karbohidrat, protein dan
Preeklamsi/eklamsi lemak)
Riwayat SC
KPD Tidak ada perubahan
Kelainan Janin pada serviks Esterogen meningkat
Induksi Gagal

Kelahiran terlambat Penurunan laktasi

Post date Pembendungan


laktasi
Sectio Caesarea
(SC) Nyeri akut

Defisit Nifas (Post


pengetahuan Pembedahan) Kerusakan
integritas jaringan
Ansietas Nyeri akut

Kurang kebersihan diri

Defisit perawatan diri

Risiko infeksi
Sumber : Nanda, 2018 ;
Saifuddin, Mansjoer &
Prawirohardjo, 2015)

F. Komplikasi Sectio Caesarea


Komplikasi sectio caesarea menurut Jitowiyono (2018) :
1. Pada ibu
a. Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama beberapa
hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis, dan sebagainya.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri
ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, emboli paru dan sebagainya sangat
jarang terjadi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya perut pada
dinding uterus, sehinga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
2. Pada janin
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio
caesarea. Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan intra
natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4-7 %.

G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mitayani, (2015) ada beberapa pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang itdak jelas terlihat bila
menggunakan pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi,
perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.

5. Uji laboratorium
a. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. AGD
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah
i. Darah lengkap, golongan darah (ABO)
j. Urinalis untuk mengetahui kadar albumin
6. Kultur mengidentifikasi adanya virus herpes simplex II
7. Ultrasonografi melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan dan presentasi janin

H. Penatalaksanaan Pasca Tindakan (Medis)


Menurut Hanifa, (2018) ada beberapa penatalaksanaan pasca tindakan antara lain:
1. Perawatan awal
a. Letakan pasien dalam posisi pemulihan
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama,
kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar
c. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
d. Transfusi jika diperlukan
e. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air
teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin
setelah sadar
c. Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler)
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.
4.   Fungsi gastrointestinal
a. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
c. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
a. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
b. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
c. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
d. Jika sudah tidak memakai antibiotika  berikan nirofurantoin 100 mg per oral per
hari sampai kateter dilepas
e. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
b. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
c. Ganti pembalut dengan cara steril
d. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC
7. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin
8. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam   selama    48 jam :
a. Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V. setiap 8 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam
9. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Pemberian analgesia sesudah bedah sangat penting
b. Supositoria = ketopropen sup 2x/ 24 jam
c. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
d. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
10. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
11. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen
h. pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena
pengaruh obat-obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma.  Selain
itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya
hipotensi dan aritmia kardiak.  Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10-15
menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
i. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-
manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan
kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya
pengaruh anestesi.
j. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan
k. Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau
general Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan
abdomen, Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.

I. Keuntungan dan Kerugian Sectio Caesarea


Menurut Prawirohardjo ,2015. Keuntungan dan kerugian :
1. Keuntungan
b. Ibu
1) Tidak terasa sakit saat bersalin.
2) Dapat mengatur jadwal melahirkan.
3) Waktu persalinan lebih cepat.
4) Resiko rendah prolaps uteri dan robekan jalan lahir.
c. Janin
1) Tidak ada after coming head (pada letak sungsang).
2) Tidak ada trauma kepala.
2. Kerugian
a. Ibu
1) Ada nyeri bekas luka.
2) Resiko infeksi rahim.
3) Resiko seksio sesarea berulang.
4) Tidak bisa melahirkan dalam jumlah banyak.
5) Perdarahan lebih banyak.
6) Resiko rupture uteri.
7) Luka pada dinding perut dan rahim.
8) Resiko plasenta low laying
9) Resiko retensio plasenta.
10) Biaya mahal.
b. Janin
Tidak ada poses pemerasan pada dada janin pada saat melewati panggul ibu.
J. Asuhan Keperawatan
Menurut Carpenito (2015). Ada beberapa langkah asuhan keperawatn
1. Pengkajian
Pada pengkajian klien dengan sectio caesaria, data yang dapat ditemukan meliputi
distress janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi janin, prolaps tali
pust, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
2. Identitas atau biodata klien
Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan
diagnosa keperawatan.
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun sepoerti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
 Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartu di dapatka cairan ketuban yang keluar
pervaginan secara sepontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan.
 Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut diturunkan
kepada klien.
c). Pola-pola fungsi kesehatan
d). Pola persepsi dan tata leksana hidup sehat
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya mrnjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
e). Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari keinginan
untuk menyusui bayinya.

f).Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat lelah,
pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.
g). Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah kencing
selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono,
yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi konstipasi
karena penderita takut untuk melakukan BAB.
h). Istirahat dan tidur
Pada klien nifas terjadi perubagan pada pola istirahat dan tidur karena adanya
kehadiran sang bayi dan nyeri epis setelah persalinan
i) Pola hubungan dan peran
Peran klien dalam keluarga meliputi hubungan klien dengan keluarga dan orang
lain.
j) Pola penagulangan sters
Biasanya klien sering melamun dan merasa cemas
k) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada prineum akibat luka janhitan dan nyeri
perut akibat involusi uteri, pada pola kognitif klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya
l) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan kehamilanya, lebih-lebih
menjelang persalinan dampak psikologis klien terjadi perubahan konsep diri
antara lain dan body image dan ideal diri
m) Pola reproduksi dan sosial
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau fungsi
dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.

3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan
b. Leher
Kadang-kadang ditemukan adanya penbesaran kelenjar tioroid, karena adanya
proses menerang yang salah
c. Mata
Terkadang adanya pembengkakan paka kelopak mata, konjungtiva, dan kadang-
kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang
mengalami perdarahan, sklera kunuing.
d. Telinga
Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana kebersihanya, adakah
cairan yang keluar dari telinga.
e. Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang-kadang ditemukan
pernapasan cuping hidung
f. Dada
Terdapat adanya pembesaran payu dara, adanya hiper pigmentasi areola mamae
dan papila mamae
g. Pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae masih terasa nyeri.
Fundus uteri 2 jari dibawa pusat.
h. Genitalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban, bila terdapat
pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam kandungan
menandakan adanya kelainan letak anak.
i. Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena rupture
j. Ekstermitas
Pemeriksaan odema untuk mrlihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus,
karenan preeklamsia atau karena penyakit jantung atau ginjal.
k. Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada pos partum tekanan darah turun, nadi cepat,
pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
4. Diagnosa Keperawatan Dengan SC
Menurut Nanda, 2018). Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agens cidera fisik.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi
pembedahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma pembedahan.

5. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Lingkungan :
berhubungan tindakan keperawatan Kenyamanan (6482)
dengan agen cedera selama 3x 24 jam - Ajarkan tehnik
fisik diharapkan nyeri teratasi telaksasi
dengan kriteria: nonfarmakologi
Pain level(2102) mengurangi nyeri
 Skala nyeri 3-1 - Kontrol lingkungan
 Wajah pasien yang mempengaruhi
rileks nyeri
 Menyatakan Pemberian analgetik
kenyamanan (2210)
Laporan nyeri - Observasi skala nyeri
berkurang. secara konferehensif
- Beri injeksi analgetik
- Kolaborasi dengan
dokter pemberian
analgetik yang sesuai
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan Identifikasi Risiko
dengan faktor tindakan 6610
resiko kerusakan keperawatan selama - Monitor tanda-tanda
jaringan (prosedur 3x24 jam vital
inflasi) diharapkan tidak ada - Observasi kondisi
resiko infeksi luka jahitan
dengan kriteria - Bersihkan
hasil: lingkungan setelah di
Pengendalian resiko, gunakan pasien
dengan indikator - Lakukan perawatan
- Terbebas dari tanda luka
atau gejala infeksi - Instruksikan pada
- Menunjukkan pengunjung untuk
hygiene pribadi mencuci tangan
yang adekuat sebelum dan setelah
- Menggambarkan kontak dengan pasien
faktor yang - Kolaborasi dengan
menunjang dokter untuk
penularan infeksi pemberian antibiotik

3 Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Luka (3660)


integritas tindakan keperawatan - Lakukan
jaringan selama 3 x 24 jam perawatan luka
berhubungan diharapkan resiko infeksi dengan teknik
dengan prosedur dapat diatasi dengan steril
bedah kriteria hasil: - Ganti balutan
Kontrol resiko : proses setiap 3 hari
infeksi(1924) sekali
- TTV dalam batas Kontrol infeksi (6540)
normal - Observasi tanda-
- Klien bebas dari tandaaa infeksi
tanda dan gejala pada luka dan
infeksi perineal ibu
- Menunjukkan - Lakukan perineal
kemampuan hygiene
untuk mencegah - Berikan terapi
timbulnya infeksi antibiotik
- Jumlah leukosit - Ajarkan pasien
dalam batas dan keluarga
normal mengenai cuci
tangan 5 langkah
- Kolaborasikan
dengan dokter
dalam pemberian
antibiotik yang
sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. (2014). Keperawatan maternitas. Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J. 2015. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC: Jakarta

Hanifa Wikyasastro. (2018). Ilmu Kebidanan, Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Hamilton, C. (2017). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Johnson., (2017). Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC.

Koniak, D. (2011). Keperawatan Maternitas (Kesehatan Wanita, Bayi dan Keluarga).


Vol 1 Edisi 18. Jakarta: EGC

Manuaba, I. (2012). Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan KB. Jakarta: EGC

Hartono, Andry. (2014). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan Fisiologis & patolog.

Maritalia, Dewi.2016. Asuhan Kebidanan Nifas dan MenyusuiI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Mitayani.(2015).Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta: Salemba Medika.

Nanda. (2018). Nursing Diagnosis Definition & Classification. Philadelphia.

Nuratif h. Amin & Kusuma Hardi.2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA (North american Nursing Diagnosis Assosiaciation) NIC-
NOC. Mediaction Publising.

Novita, R.V.T.2015. Keperawatan Maternitas. Bogor:Ghalia Indonesia


Prawirohardjo, Sarwono. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Saifuddin, AB. 2015. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta : penerbit yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.

Sulistyawati, A. (2016). Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta : CV Andi
Offset.

Anda mungkin juga menyukai