Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN SNA

( SINDROM NEFROTIK AKUT)

DI SUSUN

OLEH

KELOMPOK 9

1. ELVITA SOLISSA P2012011


2. SELLY MUSKITTA P2012028
3. DWI A. LITILOLY P2012051
4. LESLY TESLATU P2012012

YAYASAN BANGUN PRIMA PERSADA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PASAPUA AMBON

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat, taufiq
dan hidayah-Nya, kami kelompok 9 dapat meyelesaikan makalah ini sesuai apa yang diharapkan
dengan tepat waktu.

Makalah ini berisi materi tentang “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan SNA”. Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II.

Penulisan makalah ini diperoleh dari beberapa sumber pada pengumpulan beberapa daftar
pustaka yang ada pada beberapa media buku. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, kami kelompok 9 dengan senang hati akan menerima
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Akhir kata, harapan penulis semoga makalah ini memberi manfaat bagi pembaca dan semua
pihak yang membutuhkan.

Ambon

07 November 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..…i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………..…..ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………..……...………………….…1


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………..…...…………………....…2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………….....………………….…….2
1.4 Manfaat Penulisan ……………………………………...…...……………….……..2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindrom Nefrotik Akut ………………………………………………………3

2.2 Etiologi ……………,,…………………………………………………………………4

2.3 Epidemiologi …………………………………………………………………….…….4

2.4 Patofisiologi …………………………………………………………………….……..5

2.5 Gejala Klinis …………………………………………………………….…………….8

2.6 Diagnosis …………..……………………………………..……………….….….……9

2.7 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………………...……10

2.8 Komplikasi ………………………………………………………...…………………10

2.9 Penatalaksanaan ………………………………………………………………...……11

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SNA …………………….….14

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan …………………………………………………………………………….26

2. Saran ………………………………………………………………………………...…26

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom Nefrotik akut (SNA) sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun, jarang terjadi
pada anak dibawah 3 tahun. Sekitar 97% kasus terjadi di negara berkembang dan berkurang
di industri atau negara maju. Terbukti, selama 2-3 tahun terakhir, kejadiannya telah
menurun di Amerika Serikat dan juga di negara lain, seperti Jepang, Eropa Tengah, Inggris
Raya dan Korea Selatan. Hal ini berkaitan dengan kondisi hygien yang baik, lingkungan
yang sehat, serta penggunaan antibiotik. WHO (world health organization) memperkirakan
kasus sindrom nefrotik akut terjadi kira-kira 472.000 kasus setiap tahunnya secara global
dengan 5.000 kematian setiap tahunnya. Kira-kira 404.000 kasus dilaporkan terjadi pada
anak-anak dan 456 terjadi pada negara berkembang (Parmar, 2016).
Sindrom Nefrotik Akut (SNA) yang ditandai dengan gross hematuria, oedema,
hipertensi, dan insufisiensi ginjal. Gangguan ini sering terjadi pada anakanak, disebabkan
oleh infeksi kuman Streptococcus β-hemolyticus group A strain nephritogenic, dan 97%
kasus terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia pada tahun 2013-2017. Terdapat
67 sampel terdiri dari 48 (71,6%) Sindrom Nefrotik Akut (SNA) dan 19 (25,3%) kasus
yang tidak mengalami Sindrom Nefrotik Akut (SNA). Berdasarkan analisis bivariat
ditemukan 5 variabel yang 2 berhubungan dengan kejadian sindrom nefrotik akut yaitu
jenis kelamin laki-laki, usia ≥ 5 tahun, status sosial ekonomi rendah, gizi baik, dan musim
hujan. Faktor risiko yang tidak berhubungan dengan kejadian sindrom nefrotik akut ialah
pendidikan orang tua (Gunasekaran, 2015).
Sindrom Nefrotik Akut (SNA) mempunyai karakteristik berupa trias gejala klasik
yaitu oedema yang terjadi secara tiba-tiba, hematuria, dan hipertensi. Meskipun gambaran
klinisnya cukup jelas, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium dapat memberikan tambahan
untuk mendukung diagnosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi gambaran klinis
dan komplikasi dari sindrom nefrotik akut yang terjadi pada anak di RSUP Prof.
Dr.R.KandouManado

1
Jenis penelitian ialah retrospektif pada pasien-pasien dari periode Desember 2009-2014.
Sebanyak 45 pasien di diagnosis sindrom nefrotik akut. Hasil penelitian mendapatkan
bahwa sebagian besar pasien (88,8%) berusia 5-12 tahun, hanya 5 pasien dengan usia ≤ 5
tahun. Anak laki-laki dua kali lebih sering terkena daripada anak perempuan. Penyakit ini
ditandai dengan oedema yang terjadi secara tiba-tiba (64,4%), hipertensi (46,6%), urin
berwarna seperti teh (33,3%), dan demam (28,8%). Peningkatan titer ASTO di atas 250
Todd unit dijumpai pada 68,8% kasus. Dari 45 pasien, hanya 18 pasien yang diperkirakan
nilai C3 dan hasilnya memperlihatkan bahwa 18 pasien tersebut memiliki hasil C3 < 50
mg/dL. Komplikasi yang sering terjadi ialah hipertensi ensefalopati (8,9%) dan (4,4%)
krisis hipertensi (Umboh, 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Konsep Penyakit SNA ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Anak Dengan Penyakit SNA ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Konsep Penyakit SNA


2. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Anak Dengan Penyakit SNA
3. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II

1.4 Manfaat Penulisan

1. Secara Teoritis

Hasil dari penyusunan makalah ini di harapkan dapat memberikan manfaat


kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa keperawatan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai konsep asuhan keperawatan
pada anak dengan kasus SNA

2. Secara Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini di harapkan dapat di jadikan sebagai suatu
pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya berguna saat
melakukan praktif keperawatanan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Sindrom Nefrotik Akut

Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa
proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi (PHAROH) yang
terjadi secara akut.

Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut (GNA).


GNA ini adalah suatu istilah yang sifatnya lebih umum dan lebih menggambarkan proses
histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik. Jadi,
SNA merupakan istilah yang bersifat klinik dan GNA merupakan istilah yang lebih bersifat
histologik.

Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain:
Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria:

• Glomerulonefritis fokal
• Nefritis heriditer (sindrom Alport)
• Nefropati Ig-A Ig-G (Maladie de Berger)
• Benign recurrent hematuria Glomerulonefritis progresif cepat Penyakit-penyakit
sistemik:
• Purpura Henoch-Schoenlein (HSP)
• Lupus erythematosus sistemik (SLE) (1,6)
• Endokarditis bakterial subakut (SBE)

Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-
laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun.

3
2.2 Etiologi SNA

1. Faktor Infeksi

a. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus


(Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah
suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat (radang tenggorokan). Kasus seperti
ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat
penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang
menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi
fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi
dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.

b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis


subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit,
penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus,
streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr
virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll.

2. Penyakit multisistemik,

a. Lupus Eritematosus Sistemik

b. Purpura Henoch Schonlein (PHS) (1,6)

3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain : a. Nefropati IgA (1)

2.3 Epidemiologi

Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang anak dan
orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Paling
sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak
laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan
perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. (2, 3) Lebih
sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling sering pada
anakanak usia sekolah.

4
2.4 Patofisiologi

Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus


respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan
A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi
streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman
streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-streptolisin
pada serum penderita. (3,7) Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut
terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe
12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui
sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi
mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.

Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan


pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS
adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-
imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis
pascastreptokokus.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari
C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat
menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M
terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat
dalam sirkulasi. Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan
ditemukannya endapan C3 dan IgG pada sub epitelial basal membran. Rendahnya

5
komplemen C3 dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan
indikator bahwa aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif
akan menarik dan mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat
adanya proses inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini
juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari
sel mesangial. (1,7) Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada
binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab
glomerulonefritis akut.

Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membrane basalis ginjal.

Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli,
menyebabkan terjadinya :

1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)


2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG)
juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan
garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema,
hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas,
rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia,
hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2
yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan
perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping

6
timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek
adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam
ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.

Pathway

7
2.5 Gejala Klinis SNA

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara


menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala.
Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala
umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal

sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul
adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah
dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai
pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai
dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap
karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat.

Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya :
Onset akut (kurang dari 7 hari) Hematuria baik secara makroskopik maupun
mikroskopik. Gross hematuria 30% ditemukan pada anak-anak. Oliguria Edema
(perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa ditemukan
sedang sampai berat. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi. Dyspnea, jika terjadi
gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang. Kadang disertai dengan gejala
spesifik; mual dan muntah, purpura pada HenochSchoenlein, artralgia yang
berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE). (6,7,8)
Gejala lain yang mungkin muncul : Pengelihatan kabur Batuk berdahak Penurunan
kesadaran Malaise Sesak napas, Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+)
sampai (++++), juga torak eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah,
didapatkan titer ASO meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat
swab’ atau ‘skin swab’ dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA
tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali,
edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung).

8
2.6 Diagnosis

1. Kriteria Klinik:

1. Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)


2. Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai,
abdomen, dan genitalia.
3. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti
teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri
makroskopik muncul pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik
ditemui pada hampir semua kasus
4. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul
dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10%
kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga
kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin.
Praktisnya:

• Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg


• Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg
• Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg

5. Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin
kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada minggu
pertama dan menghilang bersama dengan diuresis pada akhir minggu pertama
Laboratorium

• Sedimen Urin
• Eritrosit (+) sampai (++++)
• Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus
• Darah 1. Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus.
• Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus.

9
2.7 Pemeriksaan Penunjang

• Laboratorium
• Darah
• LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan diulangi tiap
minggu
• Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu masuk
rumah sakit dan diulangi bila perlu
• Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk rumah
sakit. 2. Urin. Proteinuri diperiksa tiap hari
• Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++) 2
• Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m /24 jam
• Volume ditampung 24 jam setiap hari 3.
• Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat ditemukan
streptokokkus pada 10-15% kasus
• Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan.
• Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat
ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan
efusi pleura (nephritic lung). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah sakit
dan diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan.
• Diagnosis GNAPS ditegakkan bila ada lebih dari atau dua dari empat gejala
klinik kardinal (edema, hematuri, hipertensi, oligouri) disertai meningkatnya
kadar ASO dan turunnya kadar C3. Juga dapat ditegakkan bila keempat
gejala kardinal muncul bersamaan (full blown case).

2.8 Komplikasi

1. Fase Akut :

Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan


ke arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis
Akut tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat.(6)

10
Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem
saraf pusat dan kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi
berat, encephalopati, dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain : 1.
2. 3. 4. 5. Retinopati hipertensi Encephalopati hipertensif Payah jantung
karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload) Edema Paru
Glomerulonefritis progresif

2. Jangka Panjang:

1. Abnormalitas urinalisis (microhematuria)


2. Gagal ginjal kronik
3. Sindrom nefrotik (6,7)

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan


mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik
ataupun terapi lainnya.

1. Tirah baring Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah


komplikasi. Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh
kegiatan berlebihan. Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya
setelah 10-14 hari perawatan.

2. Diet

a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1
gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila
anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan =
jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan
cairan setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])

Medikamentosa

1. Antibiotik Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau


ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50
mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman. Pemberian

11
antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau tanda-tanda infeksi lainnya.

2. Anti Hipertensi

o Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan


normal dalam 1 minggu setelah diuresis.
o Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan
furosemide 12mg/kgBB/hari per oral.

Tindakan Khusus Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan
pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan
adalah:

Stop Intake peroral. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
Pemberian oksigen 2-5 L/menit Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara
bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari.

Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik Hipertensi


Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik
≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala,
muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang
dilakukan adalah: 1. Stop Intake peroral. 2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai
kebutuhan per 24 jam 3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit
bila perlu. Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2
sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari. 4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan
dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10 mg/kgBB/hari. 5. Bila tekanan
darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan dengan kaptopril
0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari. 6. Kejang diatasi dengan
antikonvulsan.

12
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Skenario Kasus


An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit dengan
keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian
wajah dan mata. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata
anaknya sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna
merah tua dan sedikit. Mual muntah (-), batuk pilek(-) dan sesak nafas (-). Pada saat
dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A. Keadaan umum pasien tampak
sakit sedang, kesadaran kompos mentis, pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi
112x/menit, RR : 44x/menit, suhu : 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. BB=
42kg, PB 136cm. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB : 10,9 g/dl, WBC
: 5.900, trombosit : 398.000, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4
g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl, Ureum : 31mg/dl,. Pasien anoreksia (+),
oedem priorbita (+), hipoalbuminemia (+) dan pada ektstremitas pitting edema (+)
dengan derajat II. Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning,
kejernihan :agak keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah
(+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1). Th/ medikamentosa yg
diberikan furosemid 2x30gr.

13
3.2 Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : An. A
Umur : 6 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Diagnosa medis : Sindrom Nefrotik
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah
dan mata
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya
sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak Ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada
e. Riwayat Obat – Obatan
Tidak Ada
3. Pengkajian persistem
a. Sistem pernapasan.
RR: 44x/i,
b. Sistem kardiovaskuler.
Nadi 112 X/mnt, tekanan darah 130/80 mmHg,
c. Sistem persarafan.
Tidak ada gangguan
d. Sistem perkemihan.
Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak
keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-), bilirubin (-),darah (+2),

14
protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1). Sejak 4 hari yang lalau BAK
berwarna merah tua dan sedikit.
e. Sistem pencernaan.
Sembab di daerah perut, HB: 10,9g/dl, pasien anoreksia (+),
f. Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g. Sistem integumen.
Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya
sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki, pada saat pengkajian terlihat
terdapat luka borok pada kulitAn.A, oedem priorbita (+), hipoalbuminemia
(+) dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II.
h. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan
i. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan
j. Persepsi orang tua
Tidak ada gangguan

Tanda- Tanda Vital


No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Nadi 112 x/menit 90 – 110 x/menit Tidak Normal
2. RR 44 x/menit 15 – 25 x/menit Tidak Normal
3. Suhu 36,7 oC Rektal : 36,5 – 38 oC Normal
Oral : 36 – 37,5 oC
Aksila : 35,5 – 37oC
4. TD 130/80mmHg 60 – 110 / 40 – 75 Tidak Normal
mmHg
5. BB 42kg Normal
6. PB 136cm Normal

(Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, Dan Evaluasi)

15
Pemeriksaan Lab Darah Rutin
No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Hb 10,9 g/dl 11- 16 gr% Tidak Normal
2. WBC 5.900 4500-13500/mm3 Normal
3. Trombosit 398.000 200000 - 475000 Normal
mikroliter
4. Ht 33% 31-43% Normal
5. Kolesterol total 479 gr/dl < 200 Tidak Normal
6. Protein total 2,4 g/dl 6,2 – 8,0 Tidak Normal
7. Albumin 1,0 g/dl 4,0 – 5,8 Tidak Normal
8. Globulin 1,46 g/dl 1,3 – 2,7 Normal
9. Ureum 31mg/dl 5 – 20 Tidak Normal

Pemeriksaan laboratorium and Diagnostik, Joyce LeFever Kee

Pemeriksaan Urin Lengkap


No. Pemeriksaan Hasil Normal Keterangan
1. Warna Kuning, Kuning jernih Tidak Normal
kejernihan :agak
keruh
2. Berat jenis 1,005 1,010 – 1,020 Tidak Normal
3. Ph 5,5 5 -7 Normal

Pediatrika, edisi : 7

16
DATA FOKUS

Data Subjek:
1. An. A (6 tahun ), JK : laki-laki, datang dibawa ibunya kerumah sakit
dengan keluhan badan anaknya bengkak-bengkak di seluruh badan
terutama dibagian wajah dan mata.
2. Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi hari mata anaknya
sembab, namun sembab berkurang di sore hari, sembab juga menyebar
dibagian perut dan esoknya pada kedua kaki,
3. Ibunya mengatakan sejak 4 hari yag lalu BAK berwarna merah tua dan
sedikit.
DO:
1. Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit An. A.
2. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
3. pada pemeriksaan TTV didapatkan nadi 112x/menit, RR : 44x/menit, suhu
: 36,70C, dan tekanan darah 130/80mmHg. BB= 42kg, PB 136cm.
4. pada pemeriksaan lab darah rutin diperoleh HB : 10,9 g/dl, WBC : 5.900,
trombosit : 398.000, Ht : 33%, kolesterol total 479 gr/dl, protein total 2,4
g/dl, albumin: 1,0 g/dl, globulin : 1,46 g/dl,
5. Ureum : 31mg/dl
6. Pasien anoreksia (+)
7. oedem priorbita (+),
8. hipoalbuminemia (+)
9. dan pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat II. Pada
10. pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna : kuning, kejernihan :agak
keruh, berat jenis : 1,005, pH 5,5, glukosa (-),
11. bilirubin (-),darah (+2), protein (+3) , urobilonogen (+1), leukosit (+1).

17
ANALISA DATA

No. DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN
1. DS : Retensi natrium Kelebihan Volume Cairan
• Ibu An.A mengatakan badan anaknya bengkak-
bengkak di seluruh badan terutama dibagian wajah dan
mata
• Ibunya mengatakan 5 hari SMRS saat bangun tidur pagi
hari mata anaknya sembab, namun sembab berkurang
di sore hari, sembab juga menyebar dibagian perut dan
esoknya pada kedua kaki,
• Ibunya mengatakan Sejak 4 hari yag lalu BAK
berwarna merah tua dan sedikit.

DO :
• Ureum : 31mg/dl
• Berat jenis : 1,005,

18
• Tekanan darah 130/80mmhg
• Oedem priorbita (+),
• Nadi 112x/menit,
• RR : 44x/menit
• Pada ektstremitas pitting edema (+) dengan derajat ii
• Pada pemeriksaan urin lengkap diperoleh warna :
kuning, kejernihan :agak keruh,
• Urobilonogen (+1),
• Leukosit (+1)
2. DS : Asites Ketidakseimbangan Nutririsi
• Ibunya mengatakan sembab juga menyebar dibagian (menekan lambung)
perut
DO :
• Pasien anoreksia (+),
• Hipoalbuminemia (+)
• Protein total 2,4 g/dl,
• Albumin: 1,0 g/dl
• Kolesterol total 479 gr/dl,

19
3. DS : Imobilisasi Kerusakan Integritas Kulit
DO :
• Pada saat dikaji terlihat terdapat luka borok pada kulit
An. A
• Keadaan umum pasien tampak sakit sedang

Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Edema
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Imobilisasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Asites (menekan lambung)

Rencana Asuhan Keperawatan


Tujuan dan Kriteria
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Hasil
1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan 1. Timbang berat badan pasien. 1. Merupakan indikator yang
berhubungan. Edema tindakan keperawatan 2 sensitif untuk menunjukkan
ditandai dengan x 24 jam diharapkan penambahan cairan.
DS :

20
• Ibu An.A tidak terjadi kelebihan 2. Awasi pemasukan dan 2. Membandingkan pengeluaran
mengatakan badan volume cairan dengan pengeluaran cairan. actual dan yang diantisipasi
anaknya bengkak- Kriteria Hasil : membantu dalam evaluasi
bengkak di seluruh 1. Anak tidak adanya kerusakan ginjal,
badan terutama bengkak-bengkak mendeteksi retensi urin.
dibagian wajah dan di seluruh badan 3. Ukur lingkar abdomen setiap 3. Untuk mengetahui
mata terutama dibagian hari. perkembangan akumulasi cairan
• Ibunya mengatakan wajah dan mata 4. Pantau tanda-tanda vital pasien. 4. Apabila terdapat peningkatan
Sejak 4 hari yag lalu 2. Ureum normal, volume cairan tanda-tanda vital
BAK berwarna berat jenis normal, 5. Kurangi pemasukan cairan. akan terpengaruh.
merah tua dan tekanan darah 5. Mempertahankan keseimbangan
sedikit. normal, oedem 6. Batasi natrium dan cairan cairan untuk homeostatis.
priorbita ( - ), sesuai indikasi. 6. Natrium dibatasi untuk
DO : ekstremitas piting meminimalkan retensi cairan
• Ureum : 31mg/dl edema (-) 7. Kaji adanya odema. dalam area ekstra vaskuler.

• Berat jenis : 1,005, 7. Odema menunjukan adanya

• Tekanan darah penimbunan cairan yang

130/80mmhg 8. Kaji ekstremitas bawah atau berlebih.


edemis dependen.

21
• Oedem priorbita (+), 8. Perpindahan cairan pada jaringan
• Nadi 112x/menit, 9. Pantau jumlah dan karakteristik sebagai akibat dari retensi
• RR : 44x/menit urin. natrium dan air.

• Pada ektstremitas Identifikasi output urin. 9. Mendeteksi komplikasi.

pitting edema (+) Untuk membantu intervensi dalam

dengan derajat ii pemberian Input cairan.

• Pada pemeriksaan
urin lengkap
diperoleh warna :
kuning, kejernihan
:agak keruh,
• Urobilonogen (+1),
• Leukosit (+1)
2. Kerusakkan integritas kulit Setelah dilakukan 1. Kaji lingkungan dan 1. Untuk menghindari kulit
b.d imobilisasi d.d tindakan keperawatan peralatan yang pasien dari tekanan.
DS : selama 3x24 jam menyebabkan terjadinya
DO : kerusakkan integritas tekanan.
kulit teratasi.

22
1. Pada saat dikaji Kriteria Hasil: 2. Anjurkan pasien untuk 2. Agar tidak terjadi gesekan
terlihat terdapat luka • Luka borok menggunakan pakaian pada kulit pasien
borok pada kulit An. berkurang atau yang longgar.
A hilang, keadaan 3. Hindari adanya lipatan 3. Menghindari lecet padaa kulit
2. Keadaan umum umum sakit pada tempat tidur. pasien
pasien tampak sakit berkurang 4. Jaga kebersihan kulit agar 4. Menjaga kelembapan kulit
sedang tetap bersih dan kering. pasien.
5. Lakukan mobilisasi pasien 5. Memberi kenyamananan
(ubah posisi pasien) setiap pasien
dua jam sekali.
6. Monitor integritas kulit 6. Memantau kulit pasien
akan adanya kemerahan.
7. Oleskan lotion atau 7. Mengurangi kerusakan kulit
minyak/baby oil pada pasien
derah yang tertekan .
8. Monitor aktivitas dan 8. Bantu mobilisasi pasien
mobilisasi pasien.
9. Monitor status nutrisi 9. Mencukupi nutrisi pasien
pasien.

23
10. Mandikan pasien 10.Menghindari kulit pasien dari
dengan sabun dan air iritasi
hangat.
3. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi seperti 11. Menyediakan data dasar untuk
kurang dari kebutuhan tindakan keperawatan perubahan BB, pengukuran memantau perubahan dan
tubuh berhubungan dengan selama 2x24 jam klien antropometrik, nilai mengevaluasi intervensi.
asites (menekan lambung) terhindar dari resiko laboratorium (elektrolit, serum,
DS : ketidakseimbangan BUN, kreatinin, protein,
4. Ibunya mengatakan nutrisi. transferin dan kadar besi).
sembab juga Kriteria Hasil: 2. Kaji pola diet dan nutrisi pasien
menyebar dibagian • Sembab di perut seperti riwayat diet, makanan 12. Pola diet sekarang dan dahulu
perut menghilang, kesukaan, hitung kalori. dapat dipertimbangkan dalam
DO : • anoreksia (-), 3. Tingkatkan masukan protein menyusun menu.
5. Pasien anoreksia (+), • hipoalbuminea (-), yang mengandung nilai
6. Hipoalbuminemia protein total normal, biologis tinggi: telor, produk 13. Protein lengkap diberikan untuk
(+) albumin normal susu, daging. mencapai keseimbangan nitrogen
3. Protein total 2,4 4. Catat intake dan output yang diperlukan untuk
g/dl, makanan secara akurat. pertumbuhan dan penyembuhan.
4. Albumin: 1,0 g/dl

24
Kolesterol total 479 5. Kaji adanya anoreksia, 14. Monitoring asupan nutrisi bagi
gr/dl, hipoproteinmia, diare. tubuh.
15. Gangguan nutrisi dapat terjadi
6. Memberikan asupan makanan secara perlahan. Diare sebagai
sedikit tapi sering. reaksi edema intestinal.
16. Meminimalkan anoreksia dan
mual sehubungan dengan status
7. Timbang berat badan. uremik atau menurunnya
peristaltik.
8. Berikan perawatan mulut 17. Mengetahui kehilangan berat
sering. badan.
18. Menurunkan ketidakyamanan
stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat
9. Kolaborasi dengan ahli gizi. mempengaruhi masukan
makanan.
10. Kolaborasi pemberian 19. Menentukan kebutuhan nutrisi
penambah nafsu makan atau tubuh pasien.
vitamin, dan anti emetik. 20. Meningkatkan nafsu makan.

25
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sindroma Nefrotic (SN) adalah gambaran klinis dengan ciri khusus
proteinuri masif lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan tubuh per
hari (dalam praktek, cukup > 3,0-3,5 gr per 24 jam) disertai hipoalbuminemi
kurang dari 3,0 gram per ml. Pada SN didapatkan pula lipiduria, kenaikan
serum lipid lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida, serta
adanya sembab sebagai akibat dari proteinuri masif dan hipoproteinemi.
Beberapa ahli penyakit ginjal menambahkan kriteria lain :
1.Lipiduria yang terlihat sebagai oval fat bodies atau maltase cross bodies.
2.Kenaikan serum lipid, lipoprotein, globulin, kolesterol total dan trigliserida
3.Sembab.
Masalah keperawatan
1. Kelebihan volume cairan
2. Gangguan pola nafas
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Hipertensi
5. Proteinuria
7. Intoleransi aktivitas
8. Resiko Gangguan integritas kulit
9. Gangguan pola eliminasi:ur

4.2 Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan
2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
3. Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi
dan forum terbuka.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah),
alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.

Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan),


alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan:


Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.

Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price A & Wilson L. 1995. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process


(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit), alih bahasa: Dr.
Peter Anugrah. Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai