Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan


Pada Anak dengan Sindrom Nefrotik”

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATNA ANAK


SEMESTER IV T.A 2023

Disusun Oleh :
Nama : Yenita Zalukhu
Nim : P032114401123

CLINICAL TEACHER CLINICAL INSTRUCTUR

TTD TTD

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES RIAU
JURUSAN KEPERAWATAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Sindrom Nefrotik” ini
dapat diselesaikan dengan baik serta tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan Laporan Pendahuluan ini adalah untuk
memenuhi Laporan Praktik Klinik Keperawatan Anak. Selain itu, Laporan
Pendahuluan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan
juga bagi penulis. Laporan Pendahuluan ini dapat penulis selesaikan berkat
adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah
sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis menyampakan ucapan terima kasih
kepada semua pihak, terutama dosen Ibu Ns. Sari Anggela, S.Kep., M.Kep., Sp.A
yang telah membingbing penulis dalam Praktik Klinik Keperawatan Anak.
Penulis menyadari, bahwa Laporan Pendahuluan ini belum sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna menjadi
acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga
Laporan Pendahuluan ini dapat membawa pemahaman dan pengetahuan bagi kita
semua.

Bukit Tinggi, 11 Februari 2023

Penulis

x
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................x

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... xii

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan Makalah .............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................4

2.1 Konsep Medik

2.1.1 Definisi Sindrom Nefrotik ..........................................................................4

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi ......................................................................... 5

2.1.3 Etiologi ..................................................................................... .........7


2.1.4 Patofisiologi .......................................................................................9
2.1.5 Patoflodiagram ......................................................................... .........10
2.1.6 Manifestasi Klinik .................................................................... .........11
2.1.7 Komplikasi ............................................................................... .........12
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik ........................................................... .........12
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ......................................................................13
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian ................................................................................ .........15
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................19
2.2.3 Intervensi keperawatan ......................................................................19

xi
BAB III PENUTUP ...............................................................................................24

3.1 KESIMPULAN ............................................................................................24

3.2 SARAN ........................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 26

xii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering
ditemukan pada anak, dan didefinisikan sebagai kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya kerusakan glomerulus yang terjadi pada anak dengan
karakteristik proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Suradi
& Yuliani, 2010). Sejumlah anak dengan sidroma nefrotik yang mengalami
kekambuhan dapat berkurang secara bertahap sesuai dengan bertambahnya
usia anak. Insiden yang ditemukan pada Sindroma Nefrotik yaitu angka
mortalitas dan prognosis anak bervariasi berdasarkan penyebab, keparahan,
tingkat kerusakan ginjal, usia anak serta respon anak terhadap pengobatan.
Penyakit ini sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan
(Betz & Sowden, 2009).
Insidens Sindroma Nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris terdapat 2-7 kasus baru per 100.000 anak dalam satu
tahun, dengan prevalensi berkisar 12-16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembang insidensinya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak
laki-laki dan perempuan 2:1 (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo,
2014).
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital,
sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya
sebagian besar (±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya
akan relaps dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).

1
Jika seorang anak memberikan respon baik terhadap pengobatan dan
diperbolehkan untuk rawat jalan, maka perawat perlu memberikan pendidikan
kesehatan pada orangtua mengenai tanda dan gejala kekambuhan sindroma
nefrotik seperti edema, oligurie bahkan anurie serta urine yang berwarna
pekat. Jika tanda dan gejala tersebut telah muncul pada anak, anjurkan kepada
orangtua atau keluarga untuk segera membawa anak ke pelayanan kesehatan
terdekat.
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital,
sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder. Pada umumnya
sebagian besar (±80%) sindrom nefrotik primer memberi respon yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% diantaranya
akan relaps dan sekitar 10% tidak memberi respon lagi dengan pengobatan
steroid (Konsensus IDAI, 2012 dalam Arif Y. Prabowo, 2014).
Jika seorang anak memberikan respon baik terhadap pengobatan dan
diperbolehkan untuk rawat jalan, maka perawat perlu memberikan pendidikan
kesehatan pada orangtua mengenai tanda dan gejala kekambuhan sindroma
nefrotik seperti edema, oligurie bahkan anurie serta urine yang berwarna
pekat. Jika tanda dan gejala tersebut telah muncul pada anak, anjurkan kepada
orangtua atau keluarga untuk segera membawa anak ke pelayanan kesehatan
terdekat.
Namun, jika anak tidak berespon baik terhadap pngobatannya dampak
yang akan tejadi adalah Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Pardede dan Chunnaedy, (2009) di RS Dr.Cipto Mangunkusumo,
penyebab PGK didominasi oleh sindroma nefrotik (55,5%). Dampak lain
yang sering terjadi pada anak dengan Sindroma Nefrotik adalah infeksi
seperti hipertensi, serta selulitis dan peritonitis akibat penurunan daya tahan
tubuh (Betz & Sowden, 2009).

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui Definisi Sindroma Nefrotik
2. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Sindroma Nefrotik
3. Megetahui Etiologi Sindroma Nefrotik
4. Mengetahui Patofisiologi Sindroma Nefrotik
5. Mengetahui Patoflodiagram Sindroma Nefrotik
6. Mengetahui Manifestasi Klinik Sindroma Nefrotik
7. Mengetahui Komplikasi Sindroma Nefrotik
8. Mengetahui Periksaan Diagnostik Sindroma Nefrotik
9. Mengetahui Penatalaksanaan Medis Sindroma Nefrotik

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk Mengetahui Definisi Sindroma Nefrotik
2. Untuk Mengetahui Anatomi dan Fisiologi Sindroma Nefrotik
3. Untuk Megetahui Etiologi Sindroma Nefrotik
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Sindroma Nefrotik
5. Untuk Mengetahui Patoflodiagram Sindroma Nefrotik
6. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinik Sindroma Nefrotik
7. Untuk Mengetahui Komplikasi Sindroma Nefrotik
8. Untuk Mengetahui Periksaan Diagnostik Sindroma Nefrotik
9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis Sindroma Nefrotik

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Medik


2.1.1 Definisi Sindroma Nefrotik
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).
Whaley and Wong (1998) membagi tipe tipe Sindroma Nefrotik :
1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik
Sindroma)
Merupakan yang tersering menyebabkana sindroma nefrotik pada
anak usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolager, seperti lupus
eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis,
infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma .
3. Sindroma Nefrotik Kongenital
Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen resesif
abnormal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya
pendek dan gejala awalnya adalah edema dan protenuria. Penyakit
ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dan dapat
terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan
dialisis.

4
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi
Menurut Gibson,John (2013) , Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 12
cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian
belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang
berjalan di sepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak
yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah daripada ginjal
kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak
pada bagian atas setiap ginjal.
Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang membulat (ujung
superior dan inferior), margo lateral yang membulat konveks, dan pada
margo medialis terdapat cekungan yang disebut hilum. Arteria dan vena,
pembuluh limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung dengan
ginjal pada hilum.

Gambar Struktur Ginjal. Pearce, Evelyn.L (2011)

Berikut penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal :


1. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal di atas adalah ginjal kiri
yang telah di belah.
2. Calyces adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin
terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.

5
3. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat penampungan urin
sementara yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui ureter dan
dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
4. Medula terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida), di dalam
medula terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus kontroktus
proksimal dan tubulus kontroktus distal.
5. Korteks didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari bagian badan
malphigi. Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang di selubungi kapsul
bowman dan tubulus yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal, tubulus
kontroktus distal, dan tubulus kolektivus.
6. Ureter adalah suatu saluran muskuler yang berbentuk silinder yang
mengantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.
7. Vena ginjal merupakan pembuluh balik yang berfungsi untuk membawa
darah keluar dari ginjal menuju vena cava inferior kemudian kembali ke
jantung.
8. Arteri ginjal merupakan pembuluh nadi yang berfungsi untuk membawa
darah ke dalam ginjal untuk di saring di glomerulus.

Gambar 2.2 Bgian-bagian Nefron. Gibson,John (2013)

6
Di dalam korteks terdapat jutaan nefron. Nefron adalah unit
fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontroktus
proximal, tubulus kontortus distal dan duktus duktus koligentes.

Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di dalam nefron :


1. Nefron adalah tempat penyaringan darah. Di dalam ginjal terdapat lebih
dari 1 juta buah nefron. 1 nefron terdiri dari glomerulus, kapsul bowman,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal, tubulus
kolektivus.
2. Glomerulus merupakan tempat penyaringan darah yang akan menyaring
air, garam, asam amino, glukosa, dan urea. Menghasilkan urin primer.
3. Kapsul bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus
glomerulus. Kapsul bowman ditemukan oleh Sir William Bowman.
4. Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan kembali/
reabsorbsi urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam amino.
Menghasilkan urin sekunder.
5. Lengkung henle merupakan penghubung tubulus kontortus proksimal
dengan tubulus kontortus distal.
6. Tubulus kontortus distal merupakan tempat untuk melepaskan zatzat yang
tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urine sekunder. Menghasilkan
urin sesungguhnya.

2.1.3 Etiologi
Ngastiyah, (2014) mengatakan bahwa belum pasti diketahui penyebab
Sindroma Nefrotik, namun akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit
autoimun. Umumnya, etiologi Sindroma Nefrotik dibagi menjadi:
1. Sindroma Nefrotik Bawaan
Sindroma Nefrotik Bawaan diturunkan sebagai resesif autosomal,
klien ini biasanya tidak merespon terhadap pengobatan yang
diberikan.
7
Adapun gejala yang biasanya terjadi yaitu edema pada masa
neonatus. Umumnya, perkembangan pada klien terbilang buruk dan
klien akan meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder
Sindroma Nefrotik Sekunder bukan disebabkan oleh turunan
kromosom, namun disebabkan oleh beberapa masalah seperti:
1. Malaria kuartana atau parasit lainnya
2. Penyakit Lupus Eritematosus Diseminata, purpura dan
anafilaktoid
3. Glomerulonefritis akut atau kronis, trombosis vena renalis
4. Penyakit sel sabit, dll
3. Sindrom Nefrotik Ideopatik
Belum diketahui penyebab Sindrom Nefrotik Ideopatik atau juga
disebut Sindroma Nefrotik Primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan
mikroskop elektron, Churg, dkk membagi Sindrom Nefrotik
Ideopatik kedalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal yaitu dengan mikroskop biasa glomerulus
terlihat normal, namun dengan mikroskop elektron terlihat foot
prosessus sel epitel berpadu.
2. Nefropati Membranosa yaitu terjadi penebalan dinding kapiler
glomerulus
4. Glomerulonefritis Proliferatif
5. Glomerulonefritis fokal segmental
Pada Glomerulonefritis fokal segmental yang paling mencolok yaitu
sklerosis glomerulus yang disertai atrofi tubulus.
8
2.1.4 Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Kelanjutan dari proteinuria akan dapat mengakibatkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunnya jumlah albumin, terjadilah penurunan tekanan osmotik
plasma sehingga cairan intravaskuler akan berpindah ke interstisial.
Perpindahan cairan tersebut mengakibatkan volume cairan intravaskuler
berkurang dan terjadilah kondisi hipovolemik pada pasien, kondisi
hipovolemik ini jika tidak segera diatasi akan berdampak pada hipotensi.
Rendahnya volume cairan pada intravaskuler ini akan mempengaruhi
aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang
produksi renin angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormon
(ADH) dan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi terhadap natrium
dan air yang berdampak pada edema. Penurunan daya tahan tubuh juga
mungkin terjadi akibat hipoalbuminemia, jika tidak segera diatasi pasien
dengan Sindroma Nefrotik akan rentan terhadap infeksi seperti peritonitis dan
selulitis.
Anak dengan sindroma nefrotik dapat mengalami peningkatan kolesterol
dan trigliserida serum akibat peningkatan dari produksi lipoprotein karena
penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma. Selain itu,
peningkatan produksi lipoprotein didalam hepar akibat kompensasi hilangnya
protein dapat mengakibatkan terjadinya hiperlipidemia, dan akan ditemukan
lemak didalam urine atau lipiduria.
Menurunnya kadar natrium dalam darah anak dengan sindroma nefrotik
atau keadaan dehidrasi akibat retensi cairan akan merangsang sekresi hormon
renin yang berperan penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya renin
mengubah angiotensin yang disekresi hati menjadi angiotensin I. Sel kapiler
paru selanjutnya mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang
mengonsentrasi otot polos sekeliling arteriola. Hal inilah yang menyebabkan
anak mengalami tekanan darah tinggi.
9
Dalam kondisi lain, ketidakseimbangan natrium akibat konsumsi natrium
yang terlalu sedikit akan mengakibatkan anak mengalami hipotensi (Suriadi
& Yuliani, 2010).

2.1.5 Patoflodiagram

10
2.1.6 Manifestasi Klinik
Mifestasi Klinis Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring
dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan
dengan sindroma nefrotik adalah:
1. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia
dan ekstremitas).
3. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas,
nyeri abdomen, anoreksia dan diare.
4. Pucat.
5. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
6. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2 /hari,
albumin serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl. (Betz &
Sowden, 2009
11
2.1.7 Komplikasi

Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan


terjadinya komplikasi, seperti:

 Hipertensi akibat gangguan pada ginjal


 Kadar albumin rendah (hipoalbuminemia) dan edema anasarka akibat
banyaknya protein albumin di dalam darah yang terbuang bersama urine
 Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah
 Terbentuknya gumpalan darah akibat protein pengencer darah alami ikut
terbuang bersama urine sehingga berisiko menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah vena
 Rentan terkena infeksi akibat antibodi di dalam darah ikut terbuang
bersama urine
 Penyakit gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis akibat ginjal tidak dapat
menyaring darah dengan optimal

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis
yang mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
i. Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
ii. Albumin dan kolesterol serum
iii. Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau
dengan rumus Schwartz

12
iv. Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik
pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Betz & Sowden, (2009) penatalaksanaan medis untuk
sindrom nefrotik meliputi :
1. Pemberian kortikosteroid seperti prednison atau prednisolon untuk
menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi.
Jika pasien mengalami kekambuhan, maka perlu diberikan kortikosteroid
dengan dosis tinggi untuk beberapa hari.
2. Penggantian protein, hal ini dapat dilakukan dengan pemberian albumin
melalui makanan atau melalui intravena.
3. Pengurangan edema.
a. Terapi diuretik, hendaknya terapi ini diberikan lebih cermat guna
mencegah terjadinya penurunan volume intravaskuler, pembentukan
trombus maupun ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Membatasi pemberian natrium.
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit.
5. Pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan
dengan edema maupun tindakan medis yang dilakukan kepada pasien.
6. Pemberian antibiotik seperti penisilin oral atau jenis lain, mengingat
pasien dengan sindroma nefrotik rentan terkena infeksi akibat daya tahan
tubuhnya yang rendah.
7. Terapi Imunosupresif untuk anak yang gagal berespon dengan terapi
steroid.

13
Menurut Ngastiyah, (2014) Penatalaksanaan medis pada anak dengan
Sindroma nefrotik Meliputi :
1. Diit tinggi protein sebanyak 2-3 gr/Kg BB dengan garam minimal bila
edema masih berat. Bila edema sudah berkurang, maka dapat diberikan
sedikit garam ( Buku Kuliah IKA Jilid II).
2. Mencegah infeksi juga perlu dilakukan, karena anak kemungkinan akan
menderita tuberkulosis. Bila terjadi infeksi beri terapi antibiotik.
3. Kondisi alkalosis akibat hipokalemia dapat dibantu dengan pemberian
terapi KCl.
4. Kondisi hipertensi pada klien dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan
antihipertensif seperti resephin atau pemblok beta dengan efek samping
penurunan laju filtrasi glomerulus dan harus digunakan dengan sangat
hati-hati.
5. Berikan diuretik untuk mengatasi edema 6. Berikan terapi kortikosteroid.
International Kooperative Study Of Kidney Disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut:
a. Selama 28 hari prednison diberikan peroral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan dengan maksimum 80 mg/hari/luas
permukaan badan.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral 28 hari dengan
dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam seminggu diberikan dosis
60 mg/hari/lpb.

14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:
1. Identitas, seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir,
panjang badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis
kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan Utama
a. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya orang tua anak mengeluhkan
sembab pada beberapa bagian tubuh anak seperti pada wajah, mata,
tungkai serta bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga
mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya
terbilang rendah.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu Perlu ditanyakan pada orangtua berat
badan anak dahulu untuk menilai adanya peningkatan berat badan.
Perlu dikaji riwayat keluarga dengan sindroma nefrotik seperti
adakah saudara saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal
dan riwayat tumbuh kembang anak yang terganggu, apakah anak
pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya, serta adanya
penurunan volume haluaran urine.
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Perlu dikaji adanya penyakit pada
ibu saat masa kehamilan adakah menderita penyakit lupus
eritematosus sistemik atau kencing manis, konsumsi obat-obatan
maupun jamu tradisional yang diminum serta kebiasaan merokok
dan minum alkohol selama hamil.
d. Riwayat Pertumbuhan Biasanya anak cenderung mengalami
keterlambatan pertumbuhan karena keletihan akibat lambung yang
mengalami tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi
kenyang pada anak.

15
e. Riwayat Psikososial dan Perkembangan Penurunan nilai cardiac
output dapat mengakibatkan penurunan perfusi darah ke otak. Hal ini
dapat berdampak pada ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral
pada anak. Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh
kembang dengan baik.
3. Pemeriksaan Fisik
1. TTV
a. Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole
normal 80 sampai 100 mmHg dan nilai diastole normal 60
mmHg. Anak dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi,
maka akan ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal
atau dapat ditemukan anak dengan hipertensi apabila kolesterol
anak meningkat.
b. Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/
menit, frekuensi nadi anak usia 6-10 tahun 95x/menit, frekuensi
nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak
usia 14-18 tahun 82x/menit.
c. Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21- 30x/menit,
anak 6 sampai 10 tahun 20-26x/menit dan anak usia 10-14 tahun
18-22x/menit.
2. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam
tahun) + 8. Perlu ditanyakan kepada orangtua, BB anak sebelum
sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada anak dengan
sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan
peningkatan Berat Badan >30%.

16
3. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis
Vein Distention (JVD) terletak 2 cm diatas angulus sternalis pada
posisi 450 , pada anak dengan hipovolemik akan ditemukan JVD
datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik
akan ditemukan JVD melebar sampai ke angulus mandibularis pada
posisi anak 450 .
4. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema
pada periorbital yang akan muncul pada pagi hari setelah bangun
tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan
hipovolemik.
5. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak dengan Sindroma Nefrotik biasanya akan memiliki pola
napas yang tidak teratur sehingga akan ditemukan pernapasan
cuping hidung.
6. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat
penurunan saturasi oksigen. Selain itu dapat ditemukan pula bibir
kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
7. Kardiovaskuler
a. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola
napas yang tidak teratur
b. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut
jantung
c. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
d. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta
penurunan bunyi napas pada lobus bagian bawah.

17
Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran
gelombang T, penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta
peningkatan interval PR.
8. Paru-Paru
a. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan.
b. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak
simetris bila anak mengalami dispnea
c. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
d. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan.
Namun, frekuensi napas lebih dari normal akibat tekanan
abdomen kerongga dada.
9. Abdomen
a. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat
bila anak asites
b. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila
diukur lingkar perut anak akan terjadi abnormalitas ukuran
c. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
d. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting
dullness
10. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan
tampak pucat serta keringat berlebihan, ditemukan kulit anak tegang
akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan integritas kulit.
11. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila
edema anasarka atau hanya edema lokal pada ektremitas saja. Selain
itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.

18
12. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum
dan pada anak perempuan akan mengalami edema pada labia
mayora.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipervelomia
2. Risiko infeksi
3. Defisit nutrisi
4. Defisiit pengetahuan

2.3.3 Intervensi Keperawatan

19
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
Keperawatan (SDKI) (SLKI)

1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Observasi

keperawatan selama 3 x 24 1. Periksa tanda dan gejala


jam, maka keseimbangan hypervolemia (mis: ortopnea,
cairan meningkat, dengan dispnea, edema, JVP/CVP
kriteria hasil : meningkat, refleks
1. Asupan cairan meningkat hepatojugular positif, suara
2. Keluaran urin meningkat napas tambahan).
3. Edema menurun 2. Identifikasi penyebab
4. Dehidrasi menurun hypervolemia.
5. Tekanan darah membaik 3. Monitor status hemodinamik
6. Mata cekung membaik (mis: frekuensi jantung,
7. Tugor kulit membaik tekanan darah, MAP, CVP,
PAP, PCWP, CO, CI) jika
tersedia.
4. Monitor intake dan output
cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi
(mis: kadar natrium, BUN,
hematokrit, berat jenis urine).
6. Monitor tanda peningkatan
tekanan onkotik plasma (mis:
kadar protein dan albumin
meningkat).
7. Monitor kecepatan infus secara
ketat.
8. Monitor efek samping diuretic
(mis: hipotensi ortostatik,
hypovolemia, hipokalemia,
hiponatremia)

Terapeutik

1. Timbang berat badan setiap


hari pada waktu yang sama.
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur
30 – 40 derajat.

Edukasi

1. Anjurkan melapor jika haluaran


urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6
jam.
2. Anjurkan melapor jika BB
bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretic


2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
diuretic
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal replacement
therapy (CRRT) jika perlu

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi


keperawatan selama 3 x 24 Pengamatan :
jam, makaderajat infeksi 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
lokak dan sistemik
menurun, dengan kriteria
hasil : Terapeutik
1. Demam menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
2. Kemerahan menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
3. Nyeri menurun daerah edema
4. Bengkak membaik 3. Cuci tangan sebelum dan
5. Kadar sel darah putih sesudah kontak dengan
membaik pasiendan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa luka
3. Anjurkan tingkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian air, jika
perlu
Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
3. Defisit nutrisi
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam,diharapkan status nitrisi 1. Identifikasi status nutrisi
membaik degan kriteria 2. Identitifikasi alergi dan
hasil : intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan yang
dihabiskan meningkat disukai
2. Kekuatan otot pengunyah 4. Identifikasi kebutuhan kalori
meningkat dan jenis nutrient
3. Kekuatan otot menelan 5. Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang nasogastric
4. Serum albumin meningkat 6. Monitor asupan makan
5. Verbalisasi keinginan untuk 7. Monitor berat badan
meningkatkan nutrisi 8. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium
6. Pengetahuan tentang pilihan Terapeutik
makanan yang sehat meningkat 1. Lakukan oral hygiene sebelum
7. Pengetahuan tentang makan, jika perlu
standard asupan nutrisi. 2. Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan yang tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
7. Hentikan pemnerian makanan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri,antiemetic), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma yang dapat menyebabkan terjadinya proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009).
Sindroma Nefrotik merupakan penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2014).
Mifestasi Klinis Walaupun gejala pada anak akan bervariasi seiring
dengan perbedaan proses penyakit, gejala yang paling sering berkaitan
dengan sindroma nefrotik adalah:
7. Penurunan haluaran urine dengan warna gelap dan berbusa.
8. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasial, abdomen, area genitalia
dan ekstremitas).
9. Distensi abdomen karena edema yang mengakibatkan sulit bernapas,
nyeri abdomen, anoreksia dan diare.
10. Pucat.
11. Keletihan dan intoleransi aktivitas.
12. Nilai uji laboratorium abnormal seperti proteinuria > 2gr/m2 /hari,
albumin serum < 2gr/dl, kolesterol serum mencapai 450-1000mg/dl. (Betz &
Sowden, 2009.

Sindrom nefrotik yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan


terjadinya komplikasi, seperti:

 Hipertensi akibat gangguan pada ginjal


 Kadar albumin rendah (hipoalbuminemia) dan edema anasarka akibat
banyaknya protein albumin di dalam darah yang terbuang bersama urine

24
 Peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah
 Terbentuknya gumpalan darah akibat protein pengencer darah alami ikut
terbuang bersama urine sehingga berisiko menyebabkan penyumbatan
pada pembuluh darah vena
 Rentan terkena infeksi akibat antibodi di dalam darah ikut terbuang
bersama urine
 Penyakit gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis akibat ginjal tidak dapat
menyaring darah dengan optimal

3.2 Saran

Dalam pratik kerja lapangan diharapkan mahasiswa meningkatkan pekerjaan


aktif dan berkolaborasi dengan baikdalam melakukan pembinaan kasus. Sehingga
asuhan yang diberikan dapat diterapkan sesuai dengan teori yang didapat di
institusi pendidikan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ramapriya Sinnakirouchenan MD. 2021. Nephrotic Syndrome. Med Scape


Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

Tapia C, Bashir K. 2021. Nephrotic Syndrome. Treasure Island (FL): StatPearls


Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470444/

Wang, C., & Greenbaum, L. A. 2019. Nephrotic Syndrome. Pediatric Clinics of


North America, 66(1), 73–85. doi:10.1016/j.pcl.2018.08.006

Marianne Belleza RN. Nephrotic Syndrome Nursing Care Management. Nurses


Labs. https://nurseslabs.com/nephrotic-syndrome/

26

Anda mungkin juga menyukai