Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SINDROM NEFRITIK AKUT (SNA)

Dosen Mata Kuliah : Ni Nyoman Udian,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh Kelompok 6 :

Komang Sanjaya

Moh. Rendi

Niken Mbeo

Nolivia Nindi Bidu

Wulan Antarik Ragi

PRODI S1NERS

UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan yang berjudul
“Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan SNA”. Laporan ini berisikan tentang tinjauan
teori tentang SNA serta asuhan keperawatan pada anak dengan SNA. Diharapkan makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua serta sebagai bahan dalam proses
pembelajaran terutama dalam lingkup keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalahini. Akhir kata, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir.

Palu, 30 September 2022

Penyusun

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

B. Etiologi

C. Manifestasi Klinis

D. Patofisiologi

E. Komplikasi

F. Penatalaksanaan

G. Patway

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A Pengkajian

B. DiagnosaKeperawata.

C. Intervensi

D. Implementasi

E. Evaluasi

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Nefritis Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria,
edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang dari 2
gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA merupakan salah satu manifestasi
klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses
inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi
streptokokus pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu
yaitu streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran
nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 .
3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010).
ZSGlomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut yang dapat
menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus beta, biasanya
faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari streptokokus, antibodi, dan
komplemen yang terdeposit di glomerulus.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu “Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien anak yang menderita SNA?”
C. Tujuan Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan dapat memberikan
informasi dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada pasien anak yang
menderita SNA.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Sindrom Nefritis Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri
kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA merupakan
salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
(GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan glomerulus
ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada seseorang.
GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus
hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas. Terjadi
periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 . 3
minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010).
Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut yang dapat
menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus beta, biasanya
faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari streptokokus,
antibodi, dan komplemen yang terdeposit di glomerulus.
B. ETIOLOGI
Penyakit SNA sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan lebih
sering mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului
oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit
oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih
kurang 10 hari. Dari tipe tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen
dari pada yang lain. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah
hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan
lupus eritematous
1. Infeksi; Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya,
tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus
haemolyticus; sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak
yang dimaksud adalah GNA pasca streptokokus. (Pardede dkk, 2005)
2. Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya
HLA-D dan HLADR.
3. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen
dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya
kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus.
Disini terjadi aktivasi sistem komplemen yang melepas substansi yang
akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan
faktor responsif untuk merusak glomerulus.

C. MANIFESTASI KLINIS
Sindrom nefritik akut memiliki distribusi usia dengan puncaknya pada usia 7
tahun. Anak terlihat sehat sampai pada saat terjadi onset mendadak penyakit dan
didapatkan urin berwarna merah terang atau kecoklatan. Edema wajah, terutama
pada kelopak mata umum terjadi, dan mungkin didapatkan nyeri abdomen atau
pangkal paha Bersama dengan nyeri tekan pinggang. Tekanan darah biasanya
meningkat (Meadow dan Newell, 2005). SNA sering terjadi pada anak laki-laki
usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan
disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata
(infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di
wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai.
Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena
mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti
letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya :
1. Onset akut (kurang dari 7 hari)
2. Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Grosshematuria
30% ditemukan pada anak-anak.
3. Oliguria
4. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema
bisa ditemukan sedang sampai berat.
5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo.
7. Kadang disertai dengan gejala spesifik : mual dan muntah, purpura pada
Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE).
Gejala lain yang mungkin muncul :
1. Pengelihatan kabur
2. Batuk berdahak
3. Penurunan kesadaran
4. Malaise
5. Sesak napas

D. PATOFISIOLOGI
banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah
penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakitpenyakit parenkim ginjal
baik primer maupun sekunder, seperti glomerulonefritis akut non streptokokus,
nefropati Ig A, sistemik lupus eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein,
sindroma Good-Pasture, dan granulomatosis Wegener.
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis
kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan
penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis
yang terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus.
Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi
sistem komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator
komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan factor
pemicu imunitas seluler lainnya akan menimbulkan respon inflamasi dengan
manifestasi proliferasi sel dan edema glomerular.
Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan
reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air selanjutnya
akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular sehingga
akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan sirkulasi.
Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi
mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat
menjadi edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi tergantung
pada beberapa factor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan
cairan, dan derajat hypoalbuminemia (Rena dan Suwitra, 2010).
Komplek antigen-antibodi dalam darah terjebak didalam glomerulus sehingga
menstimulasi proses inflamasi yang menyebabkan cedera pada ginjal.
Glomerulonefritis dapat pula terjadi menyusul impetigo ( infeksi kulit) dan infeksi
virus akut (infeksi saluran nafas atas, gondongan, virus varisela zoster, virus
Epstein-Barr, hepatits B). (Smeltzer, 2011).
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi
yang mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur
klasik atau alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan
glomeruli, menyebabkan terjadinya :
1. Hematuria dan Proteinuria Proteinuria terjadi karena Perubahan permeabilitas
glomerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein plasma normal
terutama albumin. Kegagalan tubulus mengabsorbsi sejumlah kecil protein
yang normal difiltrasi, Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low
Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas
reabsorbsi tubulus serta adanya sekresi yang meningkat dari makuloprotein
uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung
mekanisme jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar
protein secara normal melewati kapiler glomerulus tetapi tidak memasuki urin.
Hematuria terjadi karena sel darah merah dapat masuk ke ruang urinari dari
glomerulus atau, jarang dari tubulus renalis. Gangguan barier filtrasi
glomerulus dapat disebabkan abnormalitas turunan atau didapat pada struktur
dan integritas dinding kapiler glomerulus. Sel darah merah ini dapat terjebak
pada mukoprotein tamm-horsfall dan akan bermanifestasi sebagai silinder sel
darah merah pada urin.
Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan
darah berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau silinder
diistilahkan sebagai hematuria terisolasi (isolated hematuria). Setiap yang
mengganggu epitelium seperti iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat
mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin. Gangguan lain termasuk
keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi. Penyebab kehilangan
darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark dan malformasi
arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya darah masuk kedalam ruang
urinary.

2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal


(LFG) juga menurun. Hal ini berakibat terjadinya oliguria dan terjadi retensi air
dan garam akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
edema, hipervolemia, kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala
sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia,
hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG
sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin
2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan
menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin
menurun disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini
akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang
menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia
dan hipertensi.
4. Edema Anasarka
Edema anasarka adalah adanya pembengkakan pada berat pada seluruh tubuh,
baik di tangan, kaki, wajah dan bagian tubuh lainnya akibat retensi garam dan
air. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan
bergesernya cairan plasma sehingga terjadi hypovolemia dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme
kompensasi akan memperbaiki volume inravaskular tetapi juga
mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin
berlanjut. (menurut Prodjosudjadi, 2006 dalam Yuktina Sarma 2017).
Retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah
terjadinya retensi natrium dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan
pada pasien SN. Faktor seperti asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid,
derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan
penyakit jantung dan hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih
berperan.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering dijumpai adalah :
1. Ensefalopati hipertensi (EH).
2. Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI)
3. Edema paru.

Pemeriksaan Penunjang

 Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :


 Laju Endap Darah (LED) meningkat.
 Kadar Hemoglobin menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam
dan air)
 Pada pemeriksaan urin berwarna gelap (merah daging), hematuria
makroskopik, jumlah berkurang, berat jenis meninggi, dan ditemukan
albumin (albuminuria, proteinuria), eritrosit (+), leukosit (+), silinder
leukosit, eritrosit dan hialin.
 Ureum dan kreatinin darah meningkat, renin menurun
 Albumin serum sedikit menurun.
 Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.
 Kultur kulit dan tenggorokan menunjukkan adanya kuman streptococcus
F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
 Furosemide 2 x 20 mg IV

 Captopril 2 x 12,5 mg PO

 Ampisilin 4 x 500 mg IV
2. Non Farmakologis
 IVFD D5% 500 cc / 24 jam
G. PATHWAY
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Penting dilakukan pengkajian terhadap klien secara holistik (Biologis, Psikologis,
Sosial, dan Spiritual) untuk mendapatkan data yang lengkap dan sistematis.
Adapun metode yang dapat dipakai dalam proses pengkajian yaitu :
a. Pengkajian Umum
1) Keluhan Utama Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat kesehatan sekarang Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu
makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun
3) Riwayat kesehatan lalu Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan
GNK, terpapar bahan kimia.
4) Riwayat kesehatan keluarga Karena kelainan gen autosom resesif.
Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya
mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
5) Riwayat kehamilan dan persalinan Tidak ada hubungan
6) Riwayat kesehatan lingkungan Endemik malaria sering terjadi kasus SNA
7) Riwayat imunisasi Tidak ada hubungan
8) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Berat badan = umur (tahun) X 2
+ 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
a) Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik
dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin
beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu,
elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
b) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school
(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar
mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak
akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
c) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
d) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar
orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,
menghitung jarijarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila
dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil,
meniru aktivitas orang dewasa.
b. Konsep Keperawatan
Menurut Gordon Konsep teori yang difunakan penulis adalah model
konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat
dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi:
1) Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan Mengkaji kemampuan
keluarga melanjutkan perawatan anak atau pasien di rumah.
2) Pola nutrisi – Metabolik Usia pre school nutrisi seperti makanan yang
dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus
(BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 %
(gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik)
3) Pola Eliminasi Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut,
malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
4) Pola Aktivitas dan Latihan Tidak ada masalah dalam pola aktivitas dan
latihan pada SNA
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. riwayat
penyakit yang di derita oleh anak
6) Pola Tidur dan Istirahat Tidak ada masalah dalam pola tidur dan istirahat
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri
misalnya body image, body comfort oleh Keluarga pasien.
8) Peran dan Pola Hubungan Bertujuan untuk mengetahui peran dan
hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam
tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
9) Pola Reproduktif dan Sexual Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial
sebagai alat reproduksi.
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi Adanya faktor stress lama, efek
hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.
11) Pola Keyakinan dan Nilai Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien
dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam
keseharian.

Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan


terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.

c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat
kesadaran biasanya composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya
perubahan. B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut di dapatkan adanya gangguan pola nafas dan
jalan nafas yang merupakan respons edema pilmonerdan efusi fleura. B2
(Blood ). Sering ditemukan penurunan cura jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
B3 (Branin). Didapatkan adanya edema wajah terutama periorbital, seklera
tidak ikteri status neurologi mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
paranya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urune warnanya
kola.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi kurang dari kebutuhan. Didapatkan asites
pada abdomen.
B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder
dari edema tungkai dari keletihan fisik secara umum.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan Eliminasi Urin


b. Kelebihan Volume Cairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Kerusakan integritas kulit

3. Intervensi Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M. dkk. (eds). 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC) 6th

Edision. Singapore: Elsevier. Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pardede, Sudung O. 2005.

“Gambaran Klinis Glomerulonefritis Akut pada Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta dalam Sari Pediatri, Vol. 6, No. 4, Maret

2005” http://saripediatri.org/index.php/sari/pediatri/article/download/870/804 (diakses pada

20 September 2018) Medow, Sir Roy, Simon J Newwel. 2005. Lecture Notes: Pediatrika

edisi 7. Jakarta: Erlangga. Moorhead, Sue dkk. (Eds). 2016. Nursing Outcomes Classification

(NOC) 5th edision. Singapore: Elsevier. Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI

Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:

MediAction

Anda mungkin juga menyukai