SOLIDARITAS PEREMPUAN
2023
PENULIS:
Juni Warlif – Kadiv Penguatan Organisasi Seknas Solidaritas Perempuan
Isna Ragi – Komunitas SP Palu
Dona Kanseria – Komunitas SP Bungeong Jeumpa Aceh
Emilia – Komunita SP Palembang
Ramlah – Komunitas SP Anging Mammiri
Wadiatul Hasanah – Komunitas SP Mataram
Kardiana – Komunitas SP Sumbawa
KONTRIBUTOR CERITA:
Komunitas SP Sebay Lampung
Komunitas SP Palu
Komunitas SP Kendari
Komunitas SP Mataram
Komunitas SP Mamut Menteng
PENYUNTING:
Dinda Nuur Annisaa Yura
PEMBACA KRITIS:
Ati Nurbaiti
SOLIDARITAS PEREMPUAN
Penulis
v DAFTAR ISI
BAGIAN I
1 MENEBAR BENIH PERUBAHAN ORGANIK
BAGIAN II
TEBARAN PERUBAHAN DI ANTARA
7 PENINDASAN
Daryuti, Pejuang
Pangan Desa
Sidodadi
Sri Rohmadani:
Merawat dan
Menjaga
Mata Air
Kehidupan
Sri Rohmadani adalah perempuan berumur 53 tahun
yang tinggal di desa Kekeri, sehari-hari dia bekerja sebagai
petani. Namun masifnya alih fungsi lahan telah mengurangi
Menurut Bu Sri, saat ini sudah banyak buruh tani yang sudah
kehilangan pekerjaan karena lahan pertanian yang semakin
berkurang. Mereka terpaksa mencari cara lain untuk memenuhi
kebutuhan hidup, salah satunya menjadi buruh migran keluar
negeri, seperti ke Arab Saudi untuk bekerja sebagai Pekerja
Rumah Tangga maupun menjadi buruh bangunan di Malaysia. Tak
ada bekal memadai yang mereka miliki untuk bertarung di negara
orang sehingga mereka rentan mengalami penipuan, pelecehan
seksual, tidak dibayarkan gaji dan menjadi korban trafficking.
Perempuan Pejuang
Melawan Masifnya
Perampasan Lahan
H
ampir di semua wilayah di muka bumi, tanah
mempunyai arti penting bagi kehidupan masyarakat,
khususnya perempuan. Tanah bukan hanya sebagai
sumber kehidupan, namun tanah juga sebagai harga diri bagi
masyarakat khususnya perempuan, juga laksana roh dalam
tubuh serta punya nilai spiritual bagi masyarakat. Derasnya
modernisasi ekonomi kapitalis telah menghilangkan kehidupan
bermasyarakat yang tenang, damai dan rukun dalam kekerabatan.
Pada April 2017, aksi yang luar biasa dilakukan oleh 10 orang
Kartini Kendeng Rembang Jawa Tengah. Dengan heroik mereka
nekat menyemen kaki di depan istana untuk mempertahankan
‘rahim’ mereka pegunungan Kendeng dari amuk kapital yang
semakin brutal. Bagi mereka Cekungan Air Tanah (CAT) Watu
Putih yang ada di pegunungan Kendeng adalah situs yang
memberikan mereka kehidupan yang lestari, karena semakin
banyak aktifitas tambag mereka mulai merasa kelangkaan
Herlina: Hutan
adalah Nafas
Kehidupan,
Jangan
Rampas
Hutan Kami
“
Kami tidak hanya bersuara di desa kami saja, kami juga
menginformasikan mengenai KFCP yang memberikan
kami janji harapan palsu untuk masyarakat. Kami
dijanjikan kesejahteraan, namun yang terjadi
hak-hak kami malah terlanggar. Kami menemui
pemerintah lokal, yaitu Sekber REDD Kalimantan
Tengah, ke pemerintah Nasional, yaitu Kementeriaan
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Serlin Sampali:
“Mempertahankan
Kehidupan di
Taman Nasional
Lore Lindu”
“
Saya bertekad, bersama perempuan dan masyarakat
Lore, kami akan terus berjuang untuk merebut kembali
hak-hak kami sebagai masyarakat Lore agar kami
bisa mengakses dan memanfaatkan hasil hutan untuk
memenuhi kebutuhan hidup kami. Berbagai upaya telah
kami lakukan, namun belum membuahkan hasil yang
menggembirakan. Namun kami akan tetap melawan,
karena hutan bagi kami adalah sumber kehidupan.”
Emilia:
Yang
Pantang
Menyerah
Jauh dari kebisingan kota, tepatnya di Seribandung
kecamatan Tanjung Batu Sumatera Selatan, Emilia dilahirkan
pada tanggal 4 Juni 1986 dalam keluarga yang amat
sangat sederhana, bahkan boleh dikata tak berkecukupan.
Emilia anak adalah anak ke-8 dari 9 bersaudara yang
besar dalam kesulitan dan serba kekurangan, bahkan
3 saudaranya meninggal karena sakit dan tidak ada
biaya untuk mendapatkan pengobatan yang layak.
Nurmidah:
Yang Muda Yang Peduli
Nama saya Nurmidah, lahir di Seri Bandung pada tanggal
6 Februari 1994. Saat ini menetap di jalan Fitria dusun II Desa
Seri Bandung. Saya terakhir mengenyam pendidikan di SMKN 1
Deice: Hutan
dan Perempuan
yang Tak
Terpisahkan
Nama saya Deice
Nathalia Poba atau biasa
dipanggil Coli. Tinggal di
Desa Watutau kecamatan
Lore Peore kabupaten Poso
Provinsi Sulawesi Tengah.
Watutau adalah desa di dataran tinggi dengan jumlah penduduk
1,563 yang mayoritas bekerja sebagai petani. Selain bertani
kebiasaan perempuan di desa kami adalah pergi ke hutan
untuk mengambil rotan, daun pandan dan bambu untuk
dianyam menjadi alat rumah tangga yang biasa dipakai
dalam pesta adat, pesta perkawinan, kematian, untuk alat
pertanian, alat peternakan dan juga bisa digunakan sebagai
alat penyimpanan sesajen yang merupakan tradisi dari
nenek moyang di Lore. Di hutan, kami juga bisa mendapatkan
Perjuangan Buruh
Migran Perempuan
dalam Ketidakpastian
“Sebuah Perlindungan”
“
Saya tidak bebas ketika perempuan lainnya juga
terbelenggu, meskipun penindasan yang ia hada-
pi berbeda dengan saya.
Audre Lorde
Wadiatul
Hasanah:
Perjuanganku
Berbuah
“Poligami”
Nizma: Mencari
Keadilan di
Jazirah Arab
“
Saya tidak akan pernah tinggalkan SP sampai akhir
hayat karena SP yang membukakan saya wawasan
dan pengetahuan. Saya dulu di Dunggua. Saya bangga
menjadi perempuan, saya diberikan kepercayaan
oleh Kepala Desa untuk jadi RT. SP memberikan saya
pengalaman bisa bicara dan bisa ketemu dengan orang-
orang yang lebih tinggi pendidikan dan jabatannya dari
kita dan tidak sembarang orang dapat ketemu mereka,
namun saya bisa bertemu mereka.”
Pejuang Perempuan
Melawan Penindasan
Seksualitas dan
Ketidakadilan
“
Setiap kali seorang perempuan membela dirinya
sendiri, tanpa menyadarinya, tanpa mengklaimnya,
dia sedang membela semua perempuan.”
Maya Angelou
Kardiana,
Srikandi Desa
Maronge
“
Jangan pernah berhenti berjuang karena masalah
yang dihadapi juga dialami oleh banyak perempuan
lainnya. Lakukanlah tindakan untuk keluar dari
situasi tersebut.
Samsiah,
Perempuan
Pejuang
Teluk Bone
“
Saya tidak peduli seberat
apapun perjuangan ini, bagi
saya dan perempuan pesisir,
laut adalah segala bagi kami.
(Samsiah, Perempuan
Pejuang Teluk Bone
Cungkeng).
Keseharian Samsiah
Menuju Perubahan
Isna Ragi:
Tubuhku
adalah
Pilihanku
Ramlah, Pejuang
Perempuan Tanah
Karaeng
Saya Ramlah, seorang
ibu rumah tangga yang
hidup penuh kesederhanaan
bersama keluarganya
di Kelurahan Bangkala
Kecamatan Manggala Kota
Makassar. Saya anak ke 10
Dona Kanseria:
Hidup dalam
Bayang-bayang
Patriarki
130 Tutur Perempuan: Tentang Sebuah Perlawanan
Saya Dona Kanseria lahir di
Bireun 11 Juli 1979 dari keluarga
yang sederhana. Satu-satunya
anak perempuan dari empat
bersaudara oleh sebab itu orang
tua sangat protektif, ada banyak
hal yang tidak boleh saya lakukan
karena saya perempuan. Ketika
7 tahun saya dititipkan orang ke
nenek dan kakek karena orang tua
saya bekerja di daerah lain hingga
saya berumur 10 tahun. Nenek
dan kakek cukup memanjakan
saya, berbeda halnya ketika
tinggal bersama orang tua yang
mengharuskan saya mandiri.
Dalam keluarga saya, ibu adalah orang yang bertanggung jawab
penuh untuk urusan rumah tangga karena ayah saya sibuk bekerja.
M
(Ruth Bader Ginsburg)
erawat adalah
proses memberikan
kasih sayang dan
cinta untuk perkembangan yang
lebih baik. Ibarat menanam
sebutir benih, agar benih bisa
menghasilkan buah yang
baik, dia harus dirawat dan
diperhatikan dengan kasih
sayang. Melindunginya dari
serangan hama dan menyediakan
media tanam yang baik tanpa
merusak lingkungan sekitarnya.
Merawat adalah sebuah proses
yang berkelanjutan dengan
membangun harmonisasi antar
yang merawat dan yang dirawat.
Sentuhan emosional yang
bersifat menyayangi, merawat
dan menghidupi terjalin antara
manusia dan buminya. Bumi
menyediakan air, menjernihkan