Anda di halaman 1dari 5

NAMA : REDWAN KURNIAWAN

ASAL : UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

PERAN RELAWAN SEBAGAI PIONIR BANGSA

Dalam fisika kita menjumpai istilah resonansi yang bermakna bergetarnya suatu benda akibat
adanya suatu frekuensi yang sama. Sementara kebaikan diartikan sebagai sebuah perilaku yang
membawa pengaruh positif serta kebermanfaatan kepada orang lain, lingkungan sekitar, maupun
masyarakat luas. Gambaran resonansi kebaikan dapat ditemukan dalam pergaulan di masyarakat.
Jika kita bertemu dan berkumpul dengan orang-orang yang shalih, yang mengajarkan kebaikan,
maka akan mendorong kita untuk berbuat kebaikan pula. Sebaliknya, jika berkumpul dengan
orang yang tidak taat aturan, jahat kepada orang lain, maka yang tertanam dalam mind set adalah
perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada perselisihan, kebencian, dan perbuatan buruk.

Sumber resonansi kebaikan adalah mereka yang mampu memberikan inspirasi dan
menggerakkan segala komponen dengan tujuan kebaikan. Sumber resonansi kebaikan yang
paling utama adalah Rasulullah SAW. Hal ini sesuai dengan kandungan ayat QS Al-Ahzab ayat
21 yang menyatakan bahwa dalam diri Rasulullah SAW terdapat suri teladan terbaik yang wajib
diikuti oleh orang-orang beriman. Setiap ucapan, sikap, dan perilaku Rasul adalah bentuk
kemuliaan dan keindahan kebaikan kepada umatnya. Getaran kebaikan juga dilakukan oleh Para
ulama, da’i, dan asatidz. Melalui kegiatan dakwah dalam mensyiarkan agama islam, memberi
contoh sesuai tuntunan Rasulullah SAW, dan senantiasa mengajak untuk berbuat kebaikan.
Sebagai penerus Rasulullah, mereka mengimplementasikan dan meneruskan gerakan dakwah
kebaikan sesuai Al-Qur’an dan hadits.

Ada satu pertanyaan yang muncul, “Apakah kita bisa menjadi salah satu sumber resonansi
kebaikan? Padahal kita bukan seorang ustadz, ilmu agama belum cukup, dan kita bukanlah orang
terpandang”. Kemudian pertanyaan ini terjawab pada QS. Al-Baqarah ayat 148 yang
didalamnya terdapat kalimat fastabiqul khairat, yang memiliki pengertian “berlomba-lombalah
kamu dalam kebaikan”. Kalimat ini menjelaskan kepada semua orang beriman untuk saling
berkompetisi dalam kebaikan. Tidak memandang status siapa orangnya, seberapa tinggi
derajatnya, seberapa besar nasabnya, tidak akan berpengaruh. Karena yang bernilai menurut
kacamata Allah adalah tingkat ketaqwaan, bukan berdasar kekayaan ataupun ti nggi derajat.

Madrasah kebaikan pertama kali yang terbentuk didalam kehidupan manusia adalah keluarga.
Dalam struktur organisasi keluarga berisi ayah selaku kepala sekolah keluarga, ibu sebagai
penggerak, support system dan membuat kurikulum nilai-nilai dalam keluarga, dan anak sebagai
siswa yang harus patuh dan hormat. Pendidikan karakter, nilai, dan norma mulai diajarkan dan
diperkenalkan oleh orangtua kepada anak. Sebagai tanda cinta, Ibu mengajarkan kasih sayang
kepada anaknya. Diantaranya dengan cara menanamkan prinsip tentang rasa saling memiliki dan
berbagi, memberikan metode cara memanusiakan manusia, dan memperkenalkan bahwa manusia
adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain.

Ketika sudah dinyatakan lulus dari keluarga, maka sang anak bersiap menuju dunia luar yang
sangat heterogen. Lingkungan, pergaulan, dan teman adalah hal-hal yang akan sering dijumpai.
Tentunya dunia luar sangat kejam, jika tidak mempunyai prinsip hidup dan goyah dengan situasi
yang ada akan berdampak buruk. Pada kondisi zaman sekarang yang serba modernisasi,
norma-norma banyak dilanggar dengan dalih kebebasan. Banyak generasi muda terjerumus
dalam pergaulan bebas, kenakalan remaja, bahkan perzinahan secara terang-terangan. Pendidikan
moral dan karakter dianggap sebagai hal yang tabu dan tidak menarik. Generasi muda seakan
hilang arah jauh dari jalan kebenaran.

Sebagai upaya untuk meminimalisir dampak buruk dari kemajuan zaman, maka diperlukan
pionir-pionir gerakan perubahan dalam rangka untuk mengajak dalam kebaikan, mengingatkan
tentang jalan yang benar, dan menjadi wadah untuk menerima segala curahan hati atas
permasalahan hidup. Pionir gerakan perubahan bisa berasal dari mana saja dan berbagai
kalangan.

Di Indonesia, banyak sekali wadah gerakan kebaikan berbasis kerelawanan, seperti Aksi Cepat
Tanggap (ACT), Dompet Dhuafa, Lembaga Amil Zakat Daerah, dll . Wadah tersebut berupaya
menumbuhkan semangat kepada semua kalangan untuk menjadi agen-agen kebaikan. Banyak
bergerak di segala bidang dan lini kehidupan. Berbagai program telah dijalankan, seperti dengan
memberikan akses pelayanan bagi orang yang mau bersedekah, galang dana bagi daerah yang
terkena bencana, dan melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak dalam mewujudkan
ruang-ruang kebermanfaatan.

Selain itu, menjadi pionir-pionir gerakan perubahan bisa dimulai dari diri kita sendiri. Dengan
bekal ilmu yang cukup, niat yang benar, dan keikhlasan hati, kemudian kita berusaha
mewujudkan konsep kebaikan sesuai dengan kemampuan kita. Karena derajat kemuliaan
manusia diliat dari sejauh mana nilai manfaat yang dia berikan kepada orang lain, Rasulullah
SAW pernah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi
orang lain." (H.R. Bukhari). Hadits ini menjadi ukuran sekaligus landasan manusia untuk
menumbuhkan kesadaran berbagi dan memberikan manfaat.

MRI diharapkan menjadi inisiator dalam menciptakan para pemimpin yang mampu berdaya dan
menggerakkan. Kebutuhan akan pemimpin yang mampu berkolaborasi dengan berbagai bidang
menjadi komponen yang berharga. Relawan harus tetap menjadi bagian eksis di era perubahan
zaman. Relawan harus memiliki kemampuan analisa sosial dan rekayasa sosial yang baik dalam
mengatasi berbagai masalah di masyarakat.

Dengan bergabung menjadi relawan, kita sudah berupaya menuju peradaban yang lebih baik.
Generasi perubahan yang akan membawa kejayaan bagi bagi bangsa dan negara. Segala harapan
itu menjadi sulit jika sikap pemuda di zaman sekarang ini tidak memiliki visi yang besar. Ketika
banyak pemuda banyak terlena dengan tipu daya dunia, terjerembab dalam lubang kemaksiatan,
banyak melakukan kejahatan, kenakalan, perzinahan, mabuk-mabukan, dan perjudian. Maka,
sudah kewajiban kita untuk menciptakan resonansi kebaikan tersebut kepada kalangan muda.
Menjadi penggerak untuk melakukan perubahan dalam meninggalkan segala bentuk
kemaksiatan, menjadi pengingat sebagai bentuk penyadaran kepada sesama manusia.

Ketika jalan kebaikan sudah dilakukan dan orang lain mencontoh perbuatan tersebut, maka
terbentuklah resonansi kebaikan. Frekuensi getaran yang menjadi pemantik kepada orang lain
untuk senantiasa bergerak. Pergerakan kolektif inilah yang membentuk generasi emas peradaban
yang lebih baik.

Pemuda adalah komponen yang sangat potensial, memiliki karakter yang dinamis, selalu
bergejolak dan bersikap optimis terhadap hal tertentu. Semangat kepemudaan inilah yang
menjadi bekal para relawan dalam menunjukkan peran dan kontribusi kepada masyarakat. Ada
slogan kalimat yang mengatakan, “Kalau bukan sekarang kapan lagi?, kalau bukan kita siapa
lagi?”. Kalimat ini menjadi dorongan untuk melakukan perubahan dalam kondisi terburuk.
Mungkin kita mendefinisikan situasi dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat sedang tidak
baik-baik saja. Seharusnya faktor inilah yang harus menjadi pemantik pemuda dalam
menciptakan solusi atas permasalahan yang terjadi.

Resonansi kebaikan tercipta dimana saja dan kapan saja, asal disertai usaha yang tepat, niat yang
benar agar diberikan kemudahan dan kekuatan. Ada yang ingin menjadi guru untuk memberikan
pencerdasan kepada orang lain, ada yang ingin menjadi dokter untuk memberikan
penyembuhkan kepada orang lain, ada yang ingin menjadi prajurit kepolisian untuk menjaga
stabilitas kemanan masyarakat, dan ada yang memberikan harta, tenaga, pikirannya sebagai
seorang relawan untuk membantu orang lain. Apapun profesi kita, pengabdian dan perjuangan
tidak akan pernah berhenti.
Amanah akan datang kepada kita, yang jadi pertanyaan adalah seberapa siap kita dalam
mengemban amanah tersebut, seberapa pantas kita menjadi seorang yang mampu memberikan
arahan dan intruksi untuk membangun, seberapa besar jiwanya ketika terjun untuk melakukan
pengabdian. Bapak Pendidikan Indonesia, telah meninggalkan konsep tentang kepemimpinan.
Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Pembelajaran
yang berkaitan tentang posisi seorang pemimpin ketika didepan sebagai seorang yang
memberikan arahan, ketika ditengah memberikan ide atau gagasan, dan dibelakang memberikan
dorongan. Formula itu menjadi satu kesatuan untuk saling melengkapi dan menyempurnakan.

Dengan bergerak bersama, semangat menumbuhkan kepedulian, dan saling menebar


kebermanfaatan. Semua itu dilakukan dalam upaya mendapatkan ridho dari Allah dan pahala
yang dijanjikan oleh-Nya.

Anda mungkin juga menyukai