dan
Oleh :
Azis Isnaendi
NIM. 2120110061
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
TAHUN 2022
A. RESUME BUKU
“ Pendidikan Karakter : Solusi yang Tepat untuk Membangun Bangsa”
Karya : Ratna Megawangi
2.2 Beberapa contoh keberhasilan pendidikan karakter pada anak-anak usia pra-
sekolah
a. Kata-kata yang terlontar dari mulut anak-anak peserta Semai Benih Bangsa (SBB)
dan TK Karakter yang direkam oleh guru-guru:
‐ Fadli melihat seorang ibu mengambil daun jeruk dan langsung berkata
“Ibu, kok mengambil daun jeruk, memangnya sudah bilang ? Itu kan
bukan punya ibu, tapi punya orang lain, kan harus bilang dulu”
‐ “Kita harus sabar ya, Bu,” kata Indah mengingatkan temannya untuk
bersabar menunggu giliran.
‐ Oji memberi kue kepada Ika. “Terima kasih, ya, Oji,” kata Ika.
‐ Ketika akan cuci tangan, anak-anak dengan spontan berkata, “Ayo, antri,
yang rapi barisnya”
‐ Ketika Almas bercanda dengan mendorong Shafa, Shafa berkata, “Maaf,
Almas tidak mendorong, ya”
‐ Dopoy mengingatkan kepada teman-temannya untuk merapikan balok-
balok kayu seraya berkata, “Kita harus bertanggung jawab ya, Bu”
b. Komentar orang tua murid yang diceritakan kepada ibu-ibu guru :
‐ Mamanya Rian berkata, “Si Rian kalau disuruh sama saya, terus saya lupa
bilang terima kasih pasti dia negur saya, “Mama bilang apa ?” Saya bilang,
“Eh, iya, mama lupa, terima kasih, Rian”
‐ Ibunya Khairul mengatakan, “Jika kakaknya atau bapaknya tidak berdoa
ketika mau makan, Khairul berkata, “Bu, kata ibu guru harus berdoa
sebelum makan”
‐ Mamanya Hilda bercerita tentang anaknya, “Ketika saya dan papanya
Hilda beradu pendapat, Hilda bilang, “Mama sama papa kok ngomongnya
mesti berteriak-teriak begitu, sih” kata Hilda. “Saya kan jadi malu, Bu”
‐ Mamanya Dian berkata, “Dian dibandingkan dengan saya, sabaran Dian,
Bu”. “Kalau saya marah-marah, dia akan menegur saya. “Mama, kenapa
sih, marah-marah aja ?”.
Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada
lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat
berkebang secara optimal. Tentunya ini memerlukan usaha yang menyeluruh yang
dilakukan oleh semua pihak; keluarga, sekolah, dan komponen yang terdapat dalam
masyarakat, seperti lembaga keagamaan (masjid, gereja, dsb), perkumpulan olahraga,
komunitas bisnis, dan sebagainya.
Keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan
dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan di dalam resolusi makelis
umum PBB adalah mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh
anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta
memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.
Segala perilaku orang tua dan pola asuh yang diterapkan di dalam keluarga pasti
berpengaruh dalam pembentukan kepribadian atau karakter seorang anak (schikendanz,
1995)76. Perilaku ini menyangkut bagaimana kasih sayang, sentuhan, kelekatan emosi
(emotional bonding) orang tua terutama ibu, serta penanaman nilai-nilai dapat
mempengaruhi kepribadian anak. Kedua orang tua harus terlbat, karena keterlibatan ayah
dalam pengasuhan di masa kecil sampai usia remaja juga menentukan pembentukan
karakter anak.
Keluarga yang harmonis dimana ayah dan ibu saling berinteraksi dengan kasih sayang
dan selalu ada kebersamaan keluarga, akan memberikan suatu lingkungan yang kondusif
bagi pembentukan karakter anak, begitu pula menurut Erikson, kesuksesan orang tua
membimbng anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan
kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak (Erikson, 1968)78.
Studi yang dilakukan oleh fagan (80) menunjukkan, bahwa ada keterkaitan antara
faktor keluarga dan tingkat kenakalan anak, dimana keluarga yang broken home,
kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, orang tua yang otoriter, dan adanya
konflik dalam keluarga cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Ia juga
mengatakan bahwa faktor sosial ekonomi yang berperan, dimana kemisinan juga
berhubungan erat dengan stres yang tinggi dalam keluarga, perilaku kekerasan, dan
akhirnya berpengaruh terhadap kualitas karakter anak.
Peran wanita dalam mendidik anak-anaknya memamng harus dilakukan sejak mereka
dilahirkan, bahkan sejak mereka masih dalam kandungan. Ada sebuah hadits mengatakan
bahwa “wanita adalah tiang negara”. Hal ini mirip dengan teori sosiologi yang telah di
ungkapkan di muka mengenal “keluarga adalah fondasi masyarakat”. Artinya disini peran
wanita dalam keluarga sangat penting sekali dalam proses pembentukan kepribadian
seorang anak. Ada berapa kebutuhan fundamental yang harus dipenuhi seorang anak agar
dapat berkepribadian baik, dan ini semua sangat tergantung pada peran perempuan sebagai
ibu.
Pertama adalah kebutuhan akan “kelekatan psikologis” (maternal bonding). Salah satu
kebutuhan terpenting anak yang harus di penuhi sejak lahir adalah kelekatan psikologis
yang erat dengan ibunya. Kedua adalah kebutuhan rasa aman, dimana anak memerlukan
yang stabil dan aman. Lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan
emosi bayi. Begitu pula pengasuh yang berganti-ganti akan berpengaruh negatif pula.
Bowbly mengatakan adalah normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya
satu orang (biasanya ibu) pada tahap awal masa bayi.Keti ga adalah kebutuhan akan
stimulasi fisik dan mental. Hal ini memerlukan perhatian yang besar dari orang tuanya dan
reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya.
Anak yang diterima adalah anak yang diberikan kasih sayang, baik secara verbal
(diberikan kata-kata cinta dan kasih sayang), kata-kata yang membesarkan hati, dorongan
dan pujian),maupun secara fisik (ciuman, elusan di kepala, pelukan, dan kontak mata yang
mesra). Sedangkan anak yang ditolak dapat berupa sikap agresif orang tua secara verbal
(kata-kata kasar, sindiran negatif, bentakan, dan kata-kata lainnya yang dapat mengecilkan
hati), atau secara fisik (memukul, mencubit, atau menampar). Sifat penolakan orang tua
dapat juga bersifat indifference atau neglect, yaitu sifat yang tidak mempedulikan
kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat undifferentiated rejection, yaitu sifat
penolakan yang tidak terlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima
oleh orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian.
Beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan emosi anak:
1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang, baik secara verbal maupun fisik.
2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya.
3. Bersikap kasar secara verbal, misalnya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-
kata kasar.
4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan
hukuman badan lainnya.
5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
6. Tidak menanamkan "good character" Kepada anak.
1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima
persahabatan.
2. Secara emosi tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu
memberikan cinta kepada orang lain.
3. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun
fisik.
4. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna
5. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya.
6. Ketidakstabilan emosional.
7. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual.
8. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak akan
membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuanya sebagai "role
model".
"Ten Big Ideas" Thomas Lickona dalam membentuk karakter dalam keluarga:
1. Moralitas penghormatan. Hormat adalah kata kunci utama manusia untuk dapat
hidup bermasyarakat terutama dalam masyarakat yang plural.
2. Perkembangan moralitas penghormatan berjalan secara bertahap. Anak-anak tidak
dapat langsung menjadi manusia bermoral, tetapi perlu proses sosialisasi yang terus
menerus dari orang tuanya.
3. Mengajarkan prinsip saling menghormati. Anak-anak akan belajar bagaimana
menghormati orang lain kalau ia juga merasa dihormati.
4. Mengajarkan dengan contoh.
5. Mengajarkan dengan kata-kata. Mengatakan apa yang kita contohkan juga penting
dilakukan.
6. Mendorong anak untuk merefleksikan tindakannya.
7. Mengajarkan anak untuk mengemban tanggungjawab.
8. Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol.
9. Cintai anak. Dasar dari pembentukan moral adalah cinta.
10. Mengajarkan moral dan menciptakan keluarga bahagia secara bersamaan.
Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak
dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak
menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah., sehingga apa yang di dapatkannya di
sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Sebuah pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia
berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang
terhormat. Seperti halnya yang diinginkan oleh socrates 2400 tahun yang lalu tentang
hakekat tujuan pendidikan, yaitu untuk membuat seseorang menjadi good and smart.
Manusia yang terdidik seharusnya menjadi orang yang cerdas dan bijak, yaitu dapat
menggunakan ilmunya untuk berbuat kebajikan, dan dapat hidup selaras dengan
lingkungannya.
Pendidikan karakter di sekolah hendaknya dimulai dari usia TK. Hasil studi yang
dilakukan oleh Lawrence J. Schweinhart (1994) menunjukkan bahwa pengalaman anak-anak
pada masa TK dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan anak slanjutnya.
Pendidikan karakter harus terus dilanjutkan samai tingkat SLTA/SMA. Di Negara Korea
misalnya, pendidikan karakter (moral education) di sekolah diwajibkkan sejak anak masuk
SD. Untuk kelas 1 dan 2 SD, murid diberikan pelajaran tentang Proper Life (hidup secara
baik), Wise Life (hidup secara bijak), dan Pleasant life (Hidup secara menyenangkan) .
Semua pelajaran ini diberikan untuk mempersiapkan anak-anak bagaimana hidup yang
memenuhi standar etika dan moral dirumah, di sekolah, dan di lingkungan masyarakat.,
termasuk mengajarkan bagaimana menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh dan lingkungan
hidup. Untuk kelas 3 sampai kelas 10, murid-murid wajib mendapatkan moral education, dan
untuk kelas 11 diberikan Civil Ethics (Etika Kewarganegaraan), dan kelas 12 diberikan
Ethics Thoughts (Etika dan filsafat/ideology).
Indonesia belum mempunyai pendidikan arakter yang efektif untuk menjadikan bangsa
Indonesia yang berkarakter (tercermin dari tingkah lakunya). Padahal ada beberapa mata
pelajaran yang berisikan pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama, kewarganegaraan
dan pancasila. Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan
penghafalan (kognitif). Para siswa diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya
diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian (terutama dengan soal pilihan
berganda).
Tujuan akhir dari pendidikan moral atau budi pekerti adalah bagaimana manusia dapat
berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Pendidikan budi pekerti yang dapat
mempengaruhi perilaku anak didik adalah tidak berguna. Oleh karena itu banyak yang
menganggap bahwa pendidikan moral atau budi pekerti (moral education/values
education/virtues education). Memberikan pendidikan moral hanya mencakup aspek
bagaimana mengetahui nilai-nilai moral, atau hanya mencakup aspek kognitif, tetapi belum
sampai kepada aspek tingkah laku.
Maka, olahraga dapat menjadi wahana yang strategis untuk membangun karakter.
Apabila para remaja mempunyai karakter baik, maka perilakunya di sekolah dan di
lingkungan masyarakat akan baik, selanjutnya dapat menurunkan perilaku a-sosial remaja
(tawuran, kenakalan, narkoba, seks bebas, dan lain-lain)
Agar manfaat program sport and communitt development (scd) dapat terlihat hasilnya
dalam membangun masyarakat, maka hendaknya dalam pelaksanaan nya, program ini
memperhatikan butir-butir sebagai berikut:
Para pendidik agama di sekolah maupun di masjid perlu mengingat kembali akan pentingnya
akhlak kepada anak didiknya. Seusai dengan sabda Rasulullah SAW "sesungguhnya aku
diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak" (HR.Ahmad).
Karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil
keputusan dengan bijak dan mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Perdebatan tentang nilai nilai yang ingin diajarkan dalam pendidikan karakter
masih sering berlangsung, ada 2 kubu yang saling berbeda:
Pertama mereka yang berpendapat bahwa tidak akda kebenaran absolut sehingga
Pendidikan karakter dengan cara “indoktrinasi” bahwa ada satandar nilai tentang norma
moral baik dan buruk. Mereka percaya kebenaran moral adalah relatif (moral relativism),
oleh karena itu moral baik dan buruk adalah tergantung bagaimana
individumendefinisikan, kubu ini menggunggulkan meteode Pendidikan karakter dengan
cara value clarifikasion tanpa menerapkan standar baik ataupu buruk, biasanya dilakukan
dengan klarifikasi class.
Wiliam Killpatrick mengkritik cara pandang ini karena telah dianggap sebagai
penyebab utama terjadinya dekadensi moral pada remaja America, karena anak tidak
mengetahui mana moral yang baik dan mana moral yang buruk.
Kedua; kubu yang mempercayai akan keberadaan moral absolute yang sering
disebut sebagai kelompok konservatif, mengatakan bahwa cara pandang value
clarification kurang tepat diberikan kepad anak-anak karena mereka belum mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk. Kubu konservatif percaya ada standar moral yang
berlaku universal, yaitu standar yang berlaku absolute universal, dimana setiap agama
dan budaya pasti mengakuinya.
Enam nilai etik utama (core ethical values) yang disepakati untuk diajarkan dalam
system Pendidikan karakter di america yang meliputi:
IHF telah membuat 9 pilar karakter untuk dijadikan modul Pendidikan karakter, 9
pilar tersebut diantaranya;
Adapun aspek general life scill yang terkait dengan 9 pilar ini diantaranya
Tomas lickono :
1. Menegtahui kebaikan
2. Mencintai atau menginginkan kebaikan
3. Melakukan kebaikan
Karaker melalui proses latian dan kedisiplinan tinggi, Visi yang baik biasanya
mengutamakan karater misal “Membina dan mengembangkan siswa yang
berkarakter yang sesuai nilai nilai luhur kepribadian bangsa”
6.1 Pendidikan karater harus mengandung nili niai yang menjadi acuan nilai moral
Apa bila seorang anak kecil tidak diberi bekal pengetahuan setandar moral yang
dianggap baik atau buruk tidak dilatih berprilaku jujur, maka kemungkinan akan menjuru
atau akan jujur. Model dialog sekortes akan menjadi sangat bermanfaat apabila anak anak
diberi acuan setandar moral mana yang baik dan mana yang buruk. Pendidikan karater
adalah metode pendidikan moral yang secara ekplisit memakai setandar baik dan buruk
yang sifatnya universal.
Pendidikan karater harus mengandung nili nili yang menjadi acuan niali moral.
Tidak adanya moral absolut dimana nili yang ada adalh bersifat relatif tergantung alasan
dan kontek yang dikemukakan seseorang bahwa pendidkan moral harus dengan metode
value clarificasen. Pendidkan sekarang diberlakukan perlunya pendidkan karater di
sekolah sebagai metode yang efektif untuk membentuk manusia yang tindakanya tidak
dari prinsip prinsip moral.
6.2 Pendidikan karater yang melibatkan aspek moral kenowing, moral feeling, moral
action.
Lickona :
1. Moral Knowing
2. moral feeling
3. moral action
Kenowing :
1. kesadaran moral
3. Persefektif taking
4. moral reasoning
5.decision making
6.self kenolarge
2. Moral feeling
1. nurani
2. percaya diri
4. mencintai kebenaran
6. kerendah hatian
3.Moral action
1. Kopetensi
2. keinginan
3. kebiasaan
John Dewey 1993’ sekolah yang tidak mempunyai program pendidian karater tetapi
dapat memberikan suasana lingkungan sekolah yang sesuai dengan nili nili moral sekolah
tersebut mempunyai pendidikan moral di sebut hiden curiculum( kurikulum tersembunyi ).
Metode pendidikan STAR ( Setop,thingk,Act,Revew). Bacaan yang mengandung nilai niali
karater contoh bacaan nayang mengandung nili karater akan membangun nilai karater pada
anak.
Sistem pembelajaran DAP adalah memperlakukan akan sebagai individu yang utuh
melibatkan 4 komponen :
1. Pengetahuan
2. Keterampilan
3. Sifat alamiah
4. Perasaan
Apabila sitem pembelajaran di sekoalah dapat melibatkan 4 aspek secara bersaamaan
maka perkembangan itelek tual, sosial,karakter,akan terbentuk secara slmutan.
Sekolahan harus bisa memberikan kesenangan anak untuk belajar. Delapan aspek
kecerdasan manusia menurut gardener
1. Kecerdasan menggunakan bahasa
2. Kecerdasan logika matematika
3. Kecerdasan merespentasikan ruang tiga dimensi
4. Kecerdasan kemapuan seluruh gerak anggota tubuh
5. Kecerdasan berpikir dalam musik
6. Kecerdasan mengerti orang lain
7. Kecerdasan untuk menganalisis diri sendiri
8. Kecerdasan mengenal alam secara detail.
6.3 Pendidkan karakter yang sesuai dengan tahap perkembangan moral anak
Pondasi moral ini tumbuh karena kelekatan bayi bersama ibu tidak ada keterpisahan bayi
dengan ibunya
2.lebih mandiri
6.8 Prinsip prinsip pendidikan karater di sekolah sukses menurut beberapa pakar.
1.Membangun nilai yang membentuk
2. Karater yang thingking,feeling and action
3. Pendekatan konperhensip
4. Masyarakat yang damai dan harmonis
5. Mengembangkan karater
6. mengikut setakan kurikulum
7.membangun motivasi internal
8. Semua warga sekolah harus terlibat dalam pendidikan karakter
9.kepemimpinan yang memiiki karater dari berbagai dari berbagai pihak
10.Bekerja sama dengan orang tua murid
11. evaluasi berkala keberhasilan pendidkan karater.
Seperti diungkapkan sebelumnya bahwa usia anak-anak adalah masa yang paling penting
dalam membangun fondasi karakteranak, maka pengalaman masa ini ( dibawah 10 tahun)
akan menentukan kualitas karakter anak Ketika dewasa nanti. Apabila Pendidikan
karakter ingin dilaksanakan disekolah, terutama di TK atau SD maka guru tersebut harus
berfungsi pula sebagai pendidik karakter.
Peran guru dalam membangun citra diri positif pada anak anak sangat besar,
sehingga sebuah sekolah dasar Dame School membuat kebijakan untukmembangun citra
diri positif kepada murid-muridnya.
Bayangkan kalau anak diajarkan oleh guru yang galak, yang merupakan ciri umum
guru-guru di Indonesia. Mereka jarang sekalimemberikan pujian kepada anak, tetapi lebih
banyak mengkritik dan memarahi anak. Salah satu factor yang sering menjadi penyebab
seorang anak menjaditidak percayadiri adalah Ketika dikelas ia tidak dapat menjawab
pertanyaan atau Ketika diminta maju ke depan papan tulis untuk mengerjakan soal.
Banyak guru yang bersikap negative Ketika mendapatkan muridnya yang tidak dapat
menjawab, berbagai reaksi guru akan muncul. Kebanyakan dari guru memberikan rekasi
negative dibandingkan rekasi yang positif.
Sikap guru yang demikian memang bukan kesalahan guru semata, tetapi adalah
kesalahan sebuah system Pendidikan yang orientasinya hanya semata-mata mengejar
keberhasilan akademik, yaitu system yang mengejar target kurikulum dengan segenap
jadwal les harian, ulangan umum, dan ujian akhir.
Menjadikan guru sebagai pendidik karakter tidak cukup hanya dengan mebekali
merka dengan teori dan seperangkat kurikulum saja tetapi juga menyangkutbagaimana
seorang guru dapat menjadi idola bagi muridnya, sehingga setiap perkataan dan tingkah
laku guru akan ditiru oleh muridnya.
Apabila anak sudah mencintai gurunya, maka segala ucapan dan Tindakan guru
akan diikuti oleh muridnya. Bagaimana ciri-ciri guru menjadi idola murid-muridnya?
Inti dari pesan dalam sub-bab ini adalah bagaimana sampuhnya sosok
panutan oarngtua atau guru dalam mempengaruhi perilaku anak-anak kita.
Apabila ingin menjadikan diri kita sebagai tkoh panutan maka diri kita sendirilah
yang harus kita perbaiki dulu.
7.3 Mendidik dengan mencelupkan diri
Seorang pendidik karakter yang berhasil adalah yang dapat mencelupkan
dirinya secara menyeluruh (pikiran dan perasaan) ketika sedang mengajar, dapat
membangun hubungan personal dengan murid-muridnya, mempunyai kemampuan
komunikasi secara efektif, mampu mengelola emosinya dengan baik, serta mampu
menghidupkan suasana. Mendidik karakter adalah seni bagaimana menyentuh hati
agar dapat menumbuhkan sifat-sifat mulia pada anak, yang harus melibatkan aspek
emosi dan afektif dari guru sendiri. Oleh karena itu, pendidik karakter selain
berperan sebagai operator metode dan kurikulum, tetapi juga mampu memberikan
spirit, yaitu membangun suasana yang positif untuk menarik hati anak, sehingga anak
bergairah dan mencintai materi yang diajarkan.
Mencelupkan diri secara total memang memerlukan sikap dedikasi dan
kecintaan terhadap profesi yang sedang dijalaninya. Tentunya ini tidak mudah karena
seorang pendidik karakter harus merasakan pentingnya “misi suci” yang sedang
dijalankannya.