PENDAHULUAN
A. KONTEKS PENELITIAN
yang disebut dengan masa remaja. Dimana pada masa itu banyak terjadi
negatif, hal ini tergantung dari pengaruh lingkungan di sekitarnya yang akan
membentuk jiwanya.
Remaja dalam masa peralihan, sama halnya seperti pada masa anak,
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
permasalahan bagi mereka sendiri dan bagi mereka yang berada didekat
1
Y.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Remaja,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hlm.3
2
Jalaluddin, Psikologi Agama, ( Jakarta: PT.Remaja Grafindo Persada, 2005), hlm. 74
dengan lingkungan hidupnya3. Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat pada era global saat ini terasa sekali pengaruhnya dalam
budaya4. Dan melihat fenomena yang ada sekarang, banyak kita dapati tingkah
dan cita-cita para orang tua dan remaja supaya berkepribadian tinggi dan
berbudi pekerti yang luhur, diperlukan adanya pembinaan yang khusus yang
segala bidang. Tanpa adanya pembinaan tesebut maka sulit cita-cita bangsa
akan tercapai, khususnya manusia yang bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha
yang banyak melanda remaja kita. Dan keprihatinan kita terhadap mereka
adalah merupakan hal yang mulia dan mutlak, karena mereka adalah harapan
diperjuangkan.
3
Y.Singgih D.Gunarsa. op.cit. hlm. 3
4
M. Sulton dan M.Khusnuridlo, Manajemen Pondok Pesantren Dalam Prespektif Global,
(Yogyakarta: Laksbang PresSindo,2006), hlm.1
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diatas tidaklah mungkin
hanya dapat ditangani oleh para orang tua mereka saja, tetapi antara orang tua,
masyarakat dan lembaga pendidikan baik formal maupun non formal harus
upaya normatif (sesuai dengan ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam
kreativitas, berbagai potensi dan fitrah, akhlak dan kepribadian, sumber daya
yang produktif, peradaban yang berkualitas, serta nilai-nilai ilahi dan nilai-
nilai insani5.
fondasi mental spiritual yang kokoh, ternyata belum dapat berperan maksimal.
Indikator yang sangat nyata adalah semakin banyaknya para pelajar yang
2016 telah terjadi sedikitnya 23 kasus tawuran dengan menelan korban jiwa
5
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 16
sebanyak 4 orang dan melibatkan 15 sekolah SLTA di daerah Nganjuk.
Adapun data Humas Polda Metro Jaya menyebutkan bahwa tahun 2003-2004
terjadi tawuran antar pelajar sebanyak 92 kasus dengan jumlah pelajar yang
terlibat sebanyak 19 orang pelajar SLTP dan 100 orang pelajar SMA dengan
korban luka ringan sebanyak 38 orang, luka berat 3 orang dan tewas 2 orang.
Jika realitas ini dibiarkan seperti adanya, maka bukan mustahil jika frekuensi
mereka agar segala tingkah laku dan tindak tanduknya sesuai dengan ajaran-
ajaran agama Islam yang salah satunya adalah di lembaga pendidikan yang
6
Endin Mujahidin. Pesantren Kilat, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), hlm. 7
7
M.Dawan Rahardjo, Pesantren Dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), hlm.7
memberikan warna di daerah pedesaan. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut,
pesantren dengan potensi yang dimilikinya dapat berbuat lebih banyak untuk
melahirkan tradisi yang Islami yang dapat mengikat para santri dalam
ukhuwah telah memungkinkan berjalannya proses didik diri dan bangun diri
yang berkualitas dalam ilmu, iman, dan amal, disamping sebagai tempat
untuk membangun potensi-potensi santri, tidak hanya dari segi akhlak, nilai
dan intelek, dan spiritualis, tapi juga atribut-atribut fisik dan material9. Hal ini
membina akhlak remaja, agar supaya mereka menjadi manusia yang beriman,
desa Kebonagung dimana di desa ini terdapat dua pondok pesantren, tetapi
sepertinya yang lebih aktif dalam kegiatan masyarakat itu adalah pondok
ini didirikan pada tahun 1984 olek K.H Muhammad Muhdin. Beliau adalah
sementara waktu masih terbatas pada kalangan putri saja, tetapi orientasi
pengajian rutin yang diadakan dari musholla/ masjid satu ke tempat ibadah
pesantren tersebut.
Berangkat dari sinilah peneliti menjadikan pesantren sebagai obyek
peranan yang strategis dalam membina akhlak dan moral bangsa dan negara.
Karena pendidikan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam itu sendiri.
Dan untuk mencapai akhlak yang sempurna juga merupakan tujuan yang
Atas dasar itulah yang mendorong peneliti untuk mengkaji lebih jauh,
B. RUMUSAN MASALAH
nganjuk?
Kabupaten Nganjuk?
C. TUJUAN PENELITIAN
Setiap penyelidikan atau penelitian mempunyai tujuan, karena dengan
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Masyarakat Umum
2. Lembaga Pendidikan
akhlak remaja.
dari dua sasaran, yaitu kajian teoritis yang lebih memfokuskan pada studi
remaja meliputi:
Kabupaten Nganjuk.
Kabupaten Nganjuk.
agar mudah dipahami dan diterima oleh akal sehingga tidak terjadi dikotomi
antara judul dengan pembahasan dalam skripsi ini, definisi operasional ini
1. Peranan
tidak lansung.
2. pondok pesantren
para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari
11
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 1991), hlm 751
12
Poerwodarwinto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1997) Hlm. 735
kata funduk yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan perkataan
pesantren berasal dari kata santri yang dengan awalan ” pe” dan akhiran
3. Pembinaan
berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang baik14.
4. Akhlak
Menurut bahasa, kata akhlak berasal dari bahasa arab yang berarti
budi pekerti15
5. Remaja
terdiri dari: Pertama, tinjauan tentang pondok pesantren yang meliputi: (1)
pesantren, (3) Sistim pendidikan pesantren, (4) Peran dan fungsi pondok
remaja yang meliputi: (1) Pengertian remaja, (2) Pengertian akhlakul karimah,
penelitian, dan paparan data penelitian yang meliputi: (1) Peranan Pondok
Pesantren Darunnajah dalam pembinaan akhlak remaja di Desa Kebonagung