Anda di halaman 1dari 27

TUGAS

Mata Kuliah Pembelajaran IPS Berbasis Multikultural


RESUME
Buku I
“PENDIDIKAN KARAKTER”
Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa”
Karya Ratna Megawangi
Buku II
“MODEL PEMBELAJARAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN TERPADU”
Pendekatan yang Efektif untuk Mengembangkan
Nilai-Nilai Kemanusiaan atau Budi Pekerti Didik
Karya Dr. Art-Ong Jumsai Na-Ayudhya, B.A., D.I.C

Disusun untuk memenuhi tugas :


Mata Kuliah Pembelajaran IPS Berbasis Multikultural
Dosen Pengampu : Dr. Ine Kusuma Aryani, M.Pd.

Oleh :
Atin Siti Taryanti
NIM. 2120110035

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO


TAHUN 2022
BUKU I
PENDIDIKAN KARAKTER
Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Karakter Bangsa

1. MENGAPA PENDIDIKAN KARAKTER PENTING BAGI


PERADABAN?
Sebuah peradaban akan menurun apabila terjadi demoralisasi pada
masyarakatnya. Banyak pakar, fitsuf, dan Orang: orang bijak yang
mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus
dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang
tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus
dijalankan oleh para orang tua dan pendidik adalah melestarikan dan
mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral yang
ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia) yang merupakan
fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab
dan sejahtera.
Indonesia saat ini sedang menghadapi ujian berat yang harus dilalui,
yaitu terjadinya krisis multidimensi yang berkepanjangan. Ketika negara-
negara lain (Thailand, Malayasia, Korea Selatan, dan lain-lain) telah bangkit
dengan segera setelah mengalami krisis moneter yang melanda Asia pada
tahun 1997, Indonesia sampai kini (2004), masih terus mengalami krisis,
dan masih kelihatan suram untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Krisis
multidemensi ini sebetulnya mengakar pada menurunnya kualitas moral
bangsa yang dicirikan oleh membudayan prraktek KKN, konflik (antar
etnis, agama, politisi, remaja, antar RW, dsb), meningkatnya kriminalitas
menurunnya etos kerja dan banyak lainnya.
Rendahnya kredibilitas Indonesia di mata dunia internasional adalah
cerminan dari perilaku individu-individu yang tidak berkarakter, sehingga
berdampak negatif terhadap pengelolaan negara, korporasi, sistem hukum,
yang akhirnya akan menurunkan daya saing Indonesia, dan seterusnya
membuat Indonesia terpuruk secara sosial, ekonomi, dan budaya.
Dulu kita percaya sekali bahwa tiga modal dasar yang dipunyai.
Indonesia seperti wilayah yang luas, melimpahnya sumber daya alam, dan
jumlah penduduk yang besar, akan membawa bangsa kita menjadi makmur
dan sejahtera. Tetapi ternyata semuanya itu tidak terbukti. Bahkan kalau kita
lihat negara-negara “liliput” yang tidak memiliki kriteria tersebut,
contohnya Singapura dan Hong Kong (sekarang sudah menjadi bagian dari
negara Cina), bisa menjadi negara maju yang dipandang dunia. Korea
Selatan, Jepang, New Zealand, misalnya, adalah negara-negara yang
terkenal dengan tingkat kriminalitasnya yang rendah, dan ternyata
merupakan negara-negara maju dengan karakter. masyarakatnya yang
terkenal mempunyai etos kerja tinggi.
Melimpahnya sumberdaya alam bahkan bisa menjadi petaka bagi
bangsa. Negara-negara yang ketergantungan kepada sumber daya alam
sangat besar, akan mudah terkena penyakit yang-disebut “dutch disease”,
suatu istilah dalam konsep Economic Development. Istilah: tersebut
mengacu pada adanya kekayaan alam yang melimpah (minyak atau
sumberdaya alam lainnya) bisa membawa petaka yang besar bagi negara
yang memilikinya. Petaka yang ditimbulkannya bukan saja membuat negara
tersebut jatuh miskin secara ekonomi, tetapi juga secara sosial-budaya.
Kondisi yang seperti “ini berarti negara tersebut sudah terjangkit “dutch
disease” (Konon. istilah ini berasal dari pengalaman Holland ketika
menemukan cadangan gas alarh di North Sea).
Ada sebuah teori yang disebut "the Rybczynski theorem Teori ini
mengatakan bahwa sebuah negara yang mengembangkan potensi
sumberdaya alamnya seperti minyak bumi dan gas alam.
Jadi sebuah tatanan masyarakat Madani akan terwujud katau manusia-
manusianya telah mengadopsi nilai-nilai moral tersebut di dalam dirinya,
serta mampu memobilisasi kesadaran dirinya untuk menjadi manusia yang
berakhlak mulia. Memperbaiki akhlak manusia adalah tujuan dari
diturunkannya agama melalui utusan-utusan Tuhan ke muka bumi.
2. MENGAPA PENDIDIKAN KARAKTER HARUS DILAKUKAN SEJAK
DINI?
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini.
Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan karakter seseorang.
Banyak pakar: mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada.
seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa
dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada generasi muda
adalah usaha yang strategis.
Kata karakter berasal dari kata Yunani, charassein, yang berarti
mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Mempunyai akhlak mulia adalah
tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan,
tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan
(proses pengukiran). Dalam istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan
akhlak (akarkata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang
baik. Al Ghazali menggambarkan bahwa akhlak adalah tingkah laku
seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh karena itu pendidikan
karakter adalah usaha aktif untuk membentuk kebiasaan baik (habit),
sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil. Tuhan menurunkan petunjuk
melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk manusia agar senantiasa berperilaku
sesuai dengan yang diinginkan Tuhan sebagai wakil Tuhan di muka bumi.
Fitrah manusia yang menurut perssektif agama adalah cenderung
kepada kebaikan ini, masih mengakui adanya pengaruh lingkungan yang
dapat mengganggu proses tumbuhnya fitrah. Hal ini memberikan
pembenaran perlunya faktor nurture, atau lingkungan - budaya, pendidikan,
dan nilai-nilai yang perlu disosialisasikan kepada anak-anak. Oleh karena
itu Tuhan menurunkan para Nabi/Rasul atau orang-orang bijak untuk
mendidik dan mengingatkan - kembali akan perlunya menjalankan prinsip-
prinsip kebajikan agar manusia dapat memelihara fitrahnya.
Ibaratnya sebuah pohon yang masih kecil yang mempunyai potensi
menjadi pohon besar, merawatnya dengan kasih sayang adalah sangat
diperlukan. Ketika pohon sedang tumbuh, di sekelilingnya pasti akan
tumbuh rumput-rumput gulma yang akan mengganggu pohon tersebut untuk
menjadi kokoh. Bahkan pertumbuhan gulma akan.lebih cepat dan lebih
mudah tumbuh besar dibandingkan pohon tersebut. Kita sebagai tukang
kebun yang merawatnya, harus terus membersihkan gulma tersebut,
mencabutnya ketika gulma itu masih kecil. Apabila tidak,. pohon yang
sedang kita rawat akan tumbuh kerdil dan tidak dapat menjadi pohon kokoh
yang kita inginkan.
Pendidikan moral pada usia dini harus dilakukan sejak anak
dilahirkan, dan pada usia di bawah 2 tahun dapat dilakukan hanya dengan
memberikan kasih sayang sebesar-besarnya kepada anak. Menurut Thomas
Lickona, “Love lights the lamp of human development. If we wish to raise
good children, we should begin by giving them our love”. Ibaratnya sebuah
bejana kosong, kalau diisi air “cinta dan kasih sayang” maka bejana tersebut
hanya berisi air kesucian. Ketika anak dewasa, bejana (hati) ini hanya akan
menebarkan kesucian dan kebajikan dalam perjalanan hidupnya. Apabila
yang diterima adalah umpatan, dan contoh-contoh yang buruk, maka sifat-
sifat seperti inilah yang akan disebarkan dalam perjalanan hidupnya. Oleh
karena itu, orang tua (khususnya ibu) perlu sekali untuk mencium,
memberikan kata-kata manis, dan mendendangkan cinta kepada bayi-bayi
mereka. | Apabila masa usia 2 tahun pertama anak sudah mendapatkan cinta,
maka sangat mudah anak tersebut dibentuk menjadi manusia yang berakhlak
mulia. Menurut hasil penelitian, anak-anak usia 2 tahun sudah dapat
diajarkan nilai-nilai moral, bahkan mereka sudah dapat mempunyai
perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang lain. Misalnya,
ketika ia melihat raut wajah ibunya yang sedih, ia dapat mengekspresikan
empatinya.
Dikatakan bahwa rasa empati adalah sifat alami yang sudah ada sejak
anak dilahirkan yang merupakan sumber dari moralitas individu, seperti rasa
iba dan rasa ingin berbuat baik, termasuk perasaan bersalah dan matu kalau
melakukan hal-hal yang tidak baik. Sedangkan bagaimana empati dapat
terus tumbuh subur adalah tergantung dari | emotional bonding dengan
ibunya pada usia-usia awal kehidupan seorang anak.

3. ADAKAH DAMPAK POSITIF PENDIDIKAN KARAKTER TERHADAP


PEMBANGUNAN SDM SECARA KESELURUHAN?
Pendidikan Karakter bukan saja dapat membuat seorang anak
mempunyai akhlak yang mulia, tetapi juga dapat meningkatkan keberhasilan
akademiknya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kaitan erat
antara keberhasilan pendidikan karakter, . dengan keberhasilan akademik,
serta perilaku pro-sosial anak, sehingga dapat membuat suasana sekolah
dapat begitu menyenangkan dan kondusif untuk proses belajar-mengajar
yang efektif. Selain itu, anak-anak yang berkarakter baik adalah mereka
yang mempunyai kematangan emosi dan spiritual tinggi, sehingga dapat
mengelola stressnya dengan lebih baik, yang akhirnya dapat meningkatkan
kesehatan fisiknya.
Pada dasarnya, anak yang kualitas karakternya rendah adalah anak
yang tingkat perkembangan emosi:sosialnya rendah, sehingga anak beresiko
besar mengalami kesulitan dalami belajar, berinteraksi sosial, dan tidak
mampu mengontrol diri. : Mengingat pentingnya penanaman karakter di
usia dini dan mengingat usia prasekolah merupakan masa persiapan untuk
sekolah yang sesungguhnya, maka penanaman karakter yang baik di usia
pra-sekolah merupakan hal yang sangat Penting untuk dilakukan.
Ibaratnya sebuah lahan yang harus dipersiapkan dengan baiK. ketika
masa tanam tiba, pendidikan karakter adalah menyiapkan lahan yang subur
dan gembur bagi anak. Maka ketika sebuah “bibit” saintis ditanamkan di'
lahan subur tersebut, maka akan tumbuh seorang saintis yang mencintai
ilmunya, jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati, pekerja keras, dan
lain-lain. Apapun bibit yang ditanam artis, guru, tukang kebun, manager,
dokter, petani, pemahat, dan sebagainya, maka akan tumbuh artis, guru,
tukang kebun, manager, dokter, petani, pemahat, dan sebagainya, yang
mencintai pekerjaannya, jujur, bertanggung jawab, amanah, baik hati,
pekerja keras, dan lain-lain.
Maka tidak heran kalau Daniel Goleman beranggapan bahwa
keberhasilan seseorang di masyarakat sebagian besar ditentukan oleh
kecerdasan emosi (80%) dan hanya 20% ditentukan oleh faktor kecerdasan
kognitif (IQ). Hasil penelitian George Boggs (dalam Jefferson Center, 1997)
juga menunjukkan bahwa ada 13 faktor penunjang keberhasilan seseorang
di dunia kerja, dan ternyata dari 13 faktor tersebut, 10 di antaranya (hampir
80%) adalah kualitas karakter seseorang, dan hanya 3 yang berkaitan
dengan faktor kecerdasan (IQ). Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Jujur dan dapat diandalkan

b. Bisa dipercaya dan tepat waktu.

c. Bisa menyesuaikan diri dengan orang lain

d. Bisa bekerjasama dengan atasan .

e. Bisa menerima dan menjalankan kewajiban

f. Mempunyat motivasi kuat untuk terus belajar dan

g. meningkatkan kualitas diri .

h. Berpikir bahwa dirinya berharga

i. Bisa berkomunikasi dan mendengarkan secara efektif.

j. Bisa bekerja mandiri dengan supervisi minimum.

k. Dapat menyelesaikan masalah pribadi dan profesinya.

l. Mempunyai kemampuan dasar (kecerdasan)

m. Bisa membaca dengan pemahaman memadai

n. Mengerti dasar-dasar matematika (berhitung)-


Pendidikan “karakter “yang “memfokuskan bagaimana
membangkitkan rasa empati, etika moral, dan pelayanan sosial . dapat
menciptakan sebuah masyarakat sekolah yang lebih peduli dan saling
menghormati antar kawan, antara guru dan siswa, serta siswa dan orang
tuanya. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Sheldon Berman
menunjukkan bahwa anak-anak muda yang sejak kecil dibiasakan aktif
terlibat dalam pekerjaan sosial adatah mereka yang mempunyai rasa empati
dan simpati tinggi, dan mereka menjadi orang-orang yang aktif dalam
masyarakat, melakukan pekerjaan sosial, dan menjadi warganegara yang
bertanggung jawab.
Kalau menilik sejarah pembangunan SDM di Indonesia, akan terlihat
beberapa periode yang menunjukkan perubahan fokus dari kebijakan
pemerintah mengenai kualitas SDM: Kualitas seperti yang bagaimana yang
ingin dicapai melalui berbagai program pemerintah! Misalnya fokus
program pemerintah pada tahun 1960-an sampai akhir 1970-an, lebih
diarahkan untuk menurunkan angka mortalitas (kematian bayi) dan
morbiditas anak. Pada periode ini (yang disebut era “Child Survival
Strategy”), perbaikan gizi dan kesehatan melalui program UPGK (Upaya
Perbaikan Gizi Keluarga) adalah primadona program pemerintah dalam
bidang pembangunan SDM. Jadi, fokus utama pembangunan SDM adalah
pada aspek fisik manusia saja.
Pada era ini banyak sekali penelitian yang dilakukan untuk melihat
pengaruh gizi dan kesehatan terhadap perbaikan kognitif anak (terutama
yang dilakukan oleh Ernesto Pollit), dan produktifitas kerja pada orang
dewasa. Jadi, aspek gizi dan kesehatan dianggap sebagai input terpenting
bagi kualitas SDM Indonesia, dimana hanya dengan perbaikan gizi dan
kesehatan, bangsa Indonesia akan lebih pandai dan produktif, yang.
nantinya akan memacu pertumbuhan ekonomi. Kebijakan Indonesia tersebut
tidak terlepas dari pengaruh Bank Dunia (World Bank) yang mendorong
negara-negara - berkembang untuk menjalankan program gizi dan.
kesehatan sebagai entry point bagi perbaikan kualitas human capital. World
Bank. mengacu kepada teori Alan Berg mengenai pentingnya gizi dan
kesehatan dalam menentukan kemajuan ekonomi sebuah negara. Untuk itu
Bank Dunia telah banyak memberikan pinjaman (hutang) yang begitu besar
kepada pemerintah Indonesia untuk melaksanakan program gizi dan
kesehatan.

4. BAGAIMANA ANAK – ANAK MENGEMBANGKAN POTENSI


KARAKTERNYA?
Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila
dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak
yang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal. Tentunya ini
memerlukan usaha yang menyeluruh yang dilakukan oleh semua pihak:
keluarga, sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat,
sepertilembaga keagamaan (mesjid, gereja, dsb), perkumpulan olahraga,
komunitas bisnis, dan sebagainya.
Karena membangun masyarakat yang bermoral adalah tanggung
jawab semua pihak. Hal ini merupakan tantangan yang luar biasa besarnya,
maka perlu ada suatu kesadaran dari seluruh konstituen yang melingkupi
dan mempengaruhi kekidupan anak - anak, bahwa pendidikan karakter
adalah hal yang vital untuk dilakukan. Oleh karena itu, pendidikan karakter
harus dilakukan secara eksplisit (terencana), terfokus dan komprehensif,
agar pembentukan masyarakat yang berkarakter dapat terwujud.
Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana seorang anak
dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama seperti yang telah diuraikan
di dalam resolusi majelis umum PBB adalah "keluarga sebagai wahana
untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan
kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di
masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang
sehat guna tercapainya keluarga sejahtera.
Peran wanita dalam mendidik anak-anaknya memang harus dilakukan
sejak mereka dilahirkan, bahkan sejak mereka masih di dalam kandungan.
Ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa "wanita adalah tiang negara”.
Hal ini mirip dengan teori sosiologi yang telah diungkapkan di muka
mengenai "keluarga adalah fondasi masyarakat”. Artinya di sini peran
wanita dalam keluarga sangat penting.sekali dalam proses pembentukan
kepribadian seorang anak. Ada beberapa kebutuhan fundamental yang harus
dipenuhi seorang anak agar dapat berkepribadian baik, dan ini semua sangat
tergantung pada peran perempuan sebagai ibu.
Pertama adalah kebutuhan akan "kelekatan psikologis” (maternal
bonding). Salah satu kebutuhan terpenting anak yang harus dipenuhi sejak
lahir adalah kelekatan psikologis yang erat dengan -ibunya. Kelekatan
psikologis ini penting agar anak dapat membentuk kepercayaan kepada
orang lain (trust), merasa diri diperhatikan, dan menumbuhkan rasa aman.
Menurut Morris, hubungan yang erat dengan ibunya dalam tahun-tahun
pertama kehidupan akan menanamkan kapasitas besar untuk dapat
mengadakan hubungan yang baik dengan orang lain kelak.
Kedua adalah kebutuhan: rasa aman, dimana anak memerlukan
lingkungan yang stabil dan. aman. Lingkungan yang berubah - ubah akan
membahayakan perkembangan emosi bayi. Begitu pula pengasuh yang
berganti-ganti akan berpengaruh negatif pula. Bono mengatakan adalah
normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya satu orang
(biasanva ibu) tahap awal masa bayi.
Ketiga adalah kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental. Hal ini
memerlukan perhatian yang besar dari orang tuanya dan reaksi timbal balik
antara ibu dan anaknya. Pakar pendidikan anak mengatakan bahwa seorang
ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata
anaknya, mengelus, menggendong, “dan berbicara” kepada anaknya) di usia
di bawah 6 bulan, akan mempengaruhi sikap bayinya menjadi arak yang
gembira, antusias mengeksplor lingkungannya, dan menjadikannya anak
yang kreatif.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa para orang tua di
jaman modern ini sering gagal dalam membentuk karakter anak-anaknya,
sehingga pendidikan: karakter di sekolah adalah solusi yang tepat, apalagi
kalau anak-anak tidak mendapatkan pendidikan karakter di rumahnya. Masa
kanak-kanak banyak dihabiskan di sekolah, dan apa yang terekam dalam
memori anak-anak mengenai -pengalaman di sekolah akan mempengaruhi
kepribadian anak ketika dewasa.
Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan
karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan
di sekolah." Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di
sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi
pembentukan karakternya.
Sebuah pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk
manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan
sebuah negara kebangsaan yang terhormat. Seperti halnya yang diinginkan
oleh Socrates 2400 tahun yang lalu tentang hakekat tujuan pendidikan, yaitu
untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Manusia yang terdidik
seharusnya menjadi orang yang cerdas dan bijak, yaitu yang dapat
menggunakan ilmunya untuk berbuat kebajikan, dan dapat hidup selaras
dengan lingkungannya.
Pembentukan karakter perlu dilakukan secara menyeluruh. Keluarga
pada masyarakat yang kompleks seperti ini terkadang kurang efektif
mendidik karakter kepada anak-anaknya sehingga perlu dibantu dengan
pendidikan karakter di sekolah. Selain itu perlu adanya usaha lain di
lingkungan masyarakat, misalnya “parenting education”, baik melalui
institusi yang sudah ada dalam masyarakat (posyandu), atau kegiatan
pendidikan informal semacam. TK yang terfokus pada: pembentukan
karakter (misalnya kegiatan masyarakat "Semai Benih Bangsa” (SBB) yang
dikembangkan oleh IHF yang diperuntukkan bagi anak-anak usia pra-
sekolah di daerah miskin yang tidak mampu untuk masuk ke sekolah TK).
Di setiap komunitas pasti terdapat masjid, atau gereja, atau institusi
agama lainnya yang juga berfungsi membina agama . masyarakat setempat.
Pendidikan agama di tempat-tempat ibadah dapat menjadi wahana yang
efektif untuk membina karakter anakanak sekelilingnya. Peran masjid
misalnya selain mengajarkan mengaji dan syariat kepada anak-anak,
sebaiknya juga lebih banyak difokuskan pada pembinaan akhlak mulia, baik
secara konsep maupun dengan praktek-praktek konkrit (bagaimana
menghormati orang yang lebih tua, berlaku jujur dan amanah, disiplin dan
tanggung jawab, menjaga kebersihan, dan sebagainya). Anak-anak - dapat
dilibatkan dalam kegiatan sosial (menyantuni fakir miskin, kerja bakti,
mengunjungi panti jompo, dan lain-lain). Selain itu, anak-anak perlu
diajarkan bagaimana menghormati pemeluk agamaagama lain yang berbeda,
karena banyak para guru agama (baik itu para ustadz ataupun pendeta) yang
mengajarkan kepada muridmuridnya bahwa agama-agama lainnya adalah
tidak bagus, sehingga timbul rasa curiga dan kesombongan dalam beragama.

5. NILAI – NILAI KARFAKTER APA YANG PERLU DITANAMKAN?


IHF telah menyusun serangkaian nilai yang selayaknya diajarkan kepada
anak-anak, yang kemudian dirangkum menjadi 9 pilar karakter, yaitU
a. Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya (love Allah, trust, revererce,
loyaity)
b. Kemandirian dan Tanggung jawab, (responsibility, excellence, self
reliance, discipline, orderliness)
c. Kejujuran/Amanah, Bijaksana (trustworthiness, reliability, honesty)
d. Hormat dan santun (respect, courtessy, obedience)
e. Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong (love, compassion,
caring, empathy, generousity, moderation, cooperation)
f. Percaya diri, Kreatif, dan Pekerja Keras (confidence, Ossertiveness,
creativity, resourcefulness, courage, determination and enthusiasm)
g. Kepemimpinan dan Keadilan (justice, fairness, mercy, leadership)
h. Baik dan Rendah Hati (kindness, friendliness, humility, modesty)
i. Toleransi dan Kedamaian dan Kesatuan (tolerance, flexibility,
peacefulness, unity)
Ada beberapa nilai-nilai yang dianggap perlu untuk dijadikan fokus
pendidikan karakter. Misalnya dalam Deklarasi Aspen dihasilkan enam nilai
etik utama (core ethical values) yang disepakati untuk diajarkan dalam
sistem pendidikan karakter di Amerika yang meliputi:
a. dapat dipercaya (trustworthy) meliputi sifat jujur (honesty) dan
integritas (integrity)
b. memperlakukan orang lain dengan hormat (treats people with respect),
c. bertanggung jawab (responsible),
d. adil (fair)
e. kasih sayang (caring)
f. warga negara yang baik (good citizen).
Prinsip sembilan pilar yang dikembangkan oleh IHF teiah dipakai
dalam sebuah proyek uji coba kerja sama antara Jurusan Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
Direktorat Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar pada bulan
Juni 2002 sampai bulan Desember 2002.
Kesembilan pilar karakter tersebut dipakai sebagai salah satu ukuran
dalam kompetensi dasar siswa TK dan SD dalam kurikulum "integrated
learning curriculum”, dimana penulis adalah salah satu tim dari proyek uji
coba ini.
Kesimpulannya, nilai-nilai yang terkandung didalam 9 pilar karakter
adalah merupakan shared-values yang dijunjung tinggi oleh bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, kekhawatiran beberapa pakar akan adanya isu
“whose values?” (moralitas menurut siapa?) yang harus ditanamkan kepada
anak-anak, tidak relevan dalam hal ini.

6. BAGAIMANA MEMBANGUN KARAKTER DI SEKOLAH SECARA


EFEKTIF
Pendidikan karakter di sekolah yang berhasil sangat tergantung dari
komitmen kepala sekolah yang mempunyai visi ingin membangun karakter
siswa di sekolahnya. Misalnya, sebuah sekolah dapat mencantumkan visi
"Membina dan mengembangkan siswa berkarakter yang sesuai dengan nilai-
nilai luhur kepribadian bangsa”. Visi tersebut harus disadari oleh seluruh
guru dan Orangtua, yang semuanya ini sangat tergantung pada kemampuan
kepala sekolah untuk mensosialisasikan visinya. Selain itu, visi tersebut
dituangkan dalam misi yang jelas, dan strategi apa yang dapat digunakan
untuk mencapai visi tersebut.
Apabila seseorang sejak kecil tidak diberikan bekal pengetahuan
standar moral yang dianggap baik atau buruk, dan tidak terlatih untuk
berlaku jujur, maka kapasitas untuk memilih "tidak mencuri” tidak dimiliki,
sehingga dengan mudah ia mengambil keputusan untuk mencuri. Apabila ia
mempunyai kapasitas di dalam dirinya untuk berlaku jujur, maka perasaan
bimbang ini akan muncul, dan ia dapat memilih diantara 2 tindakan
“mencuri” dan "tidak mencuri.”
Metode value clarification tidak membenarkan untuk mengajarkan
standar moral dari luar, tetapi harus timbul dari dalam diri seseorang, seperti
metode Socrates. Hal ini bukan berarti cara Socrates dengan argumentasi
adalah salah, tetapi menurut William Kilpatrick, cara ini hanya tepat
digunakan untuk orang dewasa, atau orang yang sudah mengetahui
sebelumnya standar moral baik dan buruk. Bahkan menurut Plato sebagai
orang yang paling menguasai filsafat Socrates, metode argumentasi hanya
dapat diberikan pada orang yang sudah dewasa atau di atas umur 30 tahun.
Selain itu Socrates mengadakan dialog dengan orang yang setara (antar
orang: dewasa), tidak dengan anak-anak. |
Anak-anak yang diajarkan metode moral dilemma ini akatt menjadi
bingung dan tidak mengetahui acuan moral, kecuali standar moral yang
benar menurut dirinya. Karena metode ini tidak memberikan nilai benar atau
salah, sejauh ada alasan logis yang mendasari argumentasinya. Kriteria satu-
satunya yang dianggap benar adalah sejauh "what feels right to me” (apa
yang saya rasa benar). Metode dialog Socrates akan menjadi sangat
bermanfaat apabila anak-anak diberikan acuan standar moral mana yang
baik dan mana yang buruk.
Pendidikan karakter yang hanya mengajarkan moral knowing, seperti
umumnya yang dilakukan di Indonesia dalam pendidikan agama, dan
Pendidikan Moral Pancasila, tidak menjamin seseorang dapat berkarakter,
yaitu orang yang sesuai antara pikiran, kata, dan tindakan. Edward Wynne
(1991) mengatakan bahwa 95x kemungkinan kita semua tahu mana
perbuatan baik dan buruk, Masalahnya adalah kita tidak mempunyai
keinginan kuat, atay mempunyai komitmen untuk melakukannya dalam
tindakan nyata.
Salah satu contoh konkrit adanya gap antara aspek kognitif (knowing)
dan perilaku adalah perilaku kecurangan. Sering kita mendengar kasus
beberapa atlit yang terlibat doping karena ingin menjadi juara. Entah itu
melibatkan atlit kaliber olimpiade, nasional, ataupun tingkat lokal. Majalah
Current Health melaporkan hasil polling bahwa 804 dari 3000 murid SMU
di AS mengaku pernah berlaku curang di sekolah. Hal yang sama berlaku
juga di Australia, dimana Godfrey dan Waugh (1998) melaporkan bahwa
hasil survey di 16 negara bagian Australia yang terdiri dari 6000 siswa, 764
mengaku. pernah berlaku curang. secara akademik. Menurut sumber
tersebut tingkat kecurangan di sekolah-sekolah yang berbasis agama juga
mempunyai tingkatan yang sama.
Metode Ini diadopsi oleh IHF dalam salah satu metoda eksplisit, yaitu
sebuah model komprehensif yang diterapkan dalarn kegiatan SBB.
Pengajaran 9 pilar karakter adalah dengan menggunakan kurikulum 9 pilar
yang harus diberikan sepanjang tahun selama anak-anak di kelas, Sebelum
kelas dimulai anak-anak diberikan refleksi pilar selama 15 sampai 20 menit
yang tema pilarnya bergantian Selama kira-kira 3 minggu. Anak-anak
dikondisikan untuk mengerti secara jelas apa arti setiap pilar, bagaimana
menimbulkan perasaan Cinta terhadap nilai pilar yang sedang diajarkan, dan
bagaimana mempraktekkannya. Kurikulum yang diberikan disusun
sedemikian rupa agar anak-anak menyenanginya, yaitu dengan diskusi
terbuka, bermain, bernyanyi, membaca buku-buku cerita dan latihan: latihan
dalam tindakan nyata. Untuk kurikulum 9 pilar karakter ini dilengkapi oleh
kira-kira 120 cerita anak-anak yang terbagi sesuai dengan tema pilar, dan
buku-buku Lembar Kerja Siswa yang lucu dan menarik untuk anak-anak.
Penggunaan buku cerita dalam metode ini sangat ditekankan karena dapat
menumbuhkan rasa kecintaan angk terhadap kebajikan.
Orang tua murid harus menjadi partner dalam membentuk karakter
anak, bahkan mempunyai peran utama. Sekolah yang menjalankan
pendidikan karakter harus mempunyai rencana yang jelas tentang kegiatan
yang dapat dilakukan bersama orang tua murid agar pembentukan karakter
anak dapat terwujud.
Sekolah dapat mengadakan seminar atau workshop untuk
meningkatkan kesadaran para orang tua murid dan melibatkan mereka
dalam kegiatan pendidikant karakter. Menyelenggarakan seminar dapat
dilakukan secara berkala dengan topik-topik berbeda, bagaimana
menerapkan disiplin produktif kepada anak, membangun kepercayaan diri
anak, berkomunikasi efektif, meningkatkan motivasi belajar, mencegah
keterlibatan remaja dalam pemakaian : narkoba dan alkohol, dan sebagainya
Berdasarkan pengalaman, biasanya partisipasi orang tua murid untuk datang
ke program training atau seminar yang diselenggarakan sekolah berkisar
antara 20 sampai 40 orang di sekolah-sekolah Amerika, karena kesibukan
para orang tua. Belum ada data yang jelas mengenai partisipasi orang tua
murid yang ikut seminar di sekolah di Indonesia, namun sekolah yang
diperuntukkan bagi kalangan kelas menengah ke atas, mungkin mirip
dengan data di atas, sehingga tidak semua orang tua murid dapat dilibatkan.
Namun berdasarkan pengalaman di AS, mereka yang berpartisipasi
merasakan manfaat yang besar dalam memotivasi mereka untuk
memberikan pendidikan karakter di rumah.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pekerjaan
rumah yang dapat dikerjakan bersama antara orang tua dan anaknya di
rumah, misalnya membaca atau membuat. puisi tentang topik tertentu,
membaca buku cerita yang topiknya ditentukan, dan sebagainya. Cara ini
dapat mengajak seluruh orang tua murid untuk dapat terlibat dalam
pendidikan karakter anakanaknya. Atau pihak sekolah dapat mengirimkan
booklet mengenai tips-tips penting yang berkaitan dengan pendidikan
karakter.

7. BAGAIMANA MENJADI PENDIDIK BERKARAKTER YANG


BERHASIL?
Menurut Thomas Lickona' para pendidik karakter adalah seperti orang
tua, seorang mentor, dan model panutan bagi muridmuridnya. Oleh karena
itu dalam mendidik karakter, seorang guru harus:
a. Memperlakukan murid-muridnya dengan kasih sayang, adil, dan hormat.
Anak-anak memerlukan kelekatan psikologis dengan orang tua dan
pendidiknya. Apabila murid merasa sayang dan percaya dengan gurunya,
maka mudah bagi mereka menuruti nasehat-nasehat moral yang
diberikan.
b. Memberikan perhatian khusus secara individual, dimana guru mengerti
permasalahan setiap muridnya. Tumbuhkan rasa percaya diri setiap anak,
dengan dorongan atau pujian yang mempunyai sentuhan personal.
c. Pendidik harus menjadi panutan moral bagi peserta didiknya, dan
senantiasa selalu memperbaiki citra dirinya.
d. Mengoreksi perilaku murid-muridnya yang salah.
Banyak perilaku guru yang dapat “membunuh” karakter anak, yaitu
dengan membuat anak merasa rendah diri. Seorang guru yang tidak pernah
memberikan pujian atau kata-kata positif, kecuali cemoohan dan kata-kata
negatif, akan membuat muridnya menjadi tidak percaya diri. Rasa tidak
percaya diri yang telah terbentuk pada usia dini ini, akan terbawa sampai
dewasa. Peran guru dalam membangun citra diri yang positif pada anak
sangat besar, sehingga sebuah sekolah dasar di Medford, Massachusetts
(Amerika Serikat) yang bernama Dame School, membuat kebijakan untuk
membangun citra diri positif kepada murid-muridnya.
Seorang guru bukan saja sebagai model, tetapi juga harus |
mengekspresikan secara verbal tentang pentingnya menjalani kehidupan
dengan dilandasi prinsip-prinsip moral. Maka, ia harus dapat meluangkan
waktunya untuk berdiskusi dua arah dengan murid-muridnya mengenai
masalah-masalah moral. Hal ini dapat memberikan kesan kepada murid-
muridnya, bahwa gurunya memang menganggap masalah moral dan etika
adalah hal yang sangat penting.
Walaupun tugas guru sebagai pendidik karakter hanyalah kecil, seperti
kecilnya kepakan sayap kupu-kupu, namun kalau kita mempunyai ide baik,
mau menebarkan kebajikan kepada anak didik kita, walaupun sekecil
apapun, maka bisa saja mereka dapat menjadi “strange attractor” yang baik,
yang akan mempunyal magnet kuat untuk menarik orang-orang yang baik
juga, dan bersama-sama membuat kebajikan. Apabtla banyak “strange
attractor” seperti Ini tersebar, maka akan banyak kebajikan yang dihasilkan,
sehingga dapat membentuk sebuah pola baru, yang mencirikan bangsa
Indonesia yang berbeda wajahnya dari sekarang, yaitu sebuah masyarakat
Madani yang menjadi idaman seluruh bangsa di dunia.
Seorang guru yang dapat mencelupkan dirinya pada profesinya
sebagai guru yang membangun karakter, adalah seorang yang.dapat
berkontemplasi (merenungkan) perasaan, pikiran, dan perilakunya secara
rutin agar dapat melihat kekurangan-kekurangan yang ada di dalam dirinya.
Seorang guru yang mengajarkan moral bukan berarti dirinya harus
sempurna, tetapi diharapkan untuk dapat memperbaiki dan mengontrol terus
tindakannya agar tetap dijadikan model yang kongkrit bagi murid-muridnya.
BUKU II
“MODEL PEMBELAJARAN NILAI-NILAI KEMANUSIAAN TERPADU”
(Human Values Integrated Instructional Model)
Pendekatan yang Efektif untuk Mengembangkan
Nilai-Nilai Kemanusiaan atau Budi Pekerti Didik

1. KONSEP BELAJAR NILAI – NILAI KEMANUSIAAN TERPADU


Konsep Belajar Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu berasal dari intuisi
penulis. Konsep ini terdiri dari beberapa komponen: badan fisik dan lima
indra, pikiran sadar atau conscious mind, pikiran bawah sadar atau sub-
conscious mind, pikiran super sadar pi atau super conscious mind, indra ke-
6 atau the 6th sense, dan lingkungan atau environment.
Manusia belajar melalui proses interaksi dengan lingkungan. Kita
berinteraksi dengan dunia luar melalui panca indra. Stimulus atau informasi
diterima melalui mata, telinga, hidung, lidah dan kulit yaitu dengan indra
penglihatan, pendengaran, penciuman, u pengecap dan sentuhan. Jika siswa
tak memiliki panca indra, maka informasi dari lingkungan tidak dapat
ditransfer kepada siswa. Maka penting untuk menganalisa proses belajar
yang menggunakan panca indra.
Tentang pemrosesan informasi yang diterima, jelaslah bahwa
informasi yang masuk ke organ-organ indra disandikan (encoding) dengan
suatu cara dan siswa membaca sandi (decoding) energi yang diterima itu.
Sekali lagi, banyak pertanyaan muncul tentang cara pembacaan sandi itu.
Bagaimana dengan fakta-fakta stimulus yang sama diterima oleh beberapa
orang, tetapi pemahaman mereka seringxari berbeda.
Sebelumnya, pikiran sadar dijelaskan sebagai bagian dari pikiran
dimana kesadaran dan pemahaman terjadi. Tetapi ada juga bagian pikiran
yang tidak kita sadari yang disebut pikiran tak-sadar (unconscious mind).
Karena kita tidak mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh pikiran tak-
sadar, hal itu menimbulkan banyak masalah bagi anak-anak kita. Karena itu,
penting untuk memahami pikiran tak-sadar ini dan memanfaatkannya dalam
proses belajar-mengajar oleh para guru. Bagian tak-sadar pikiran kita dibagi
menjadi dua bagian menurut fungsinya yaitu - pikiran bawah sadar
(subcounscious mind) dan pikiran super sadar (super-counscisus mind).
Pikiran bawah sadar atau subconscious mind berkaitan dengan memori kita
dan menyimpan semua pengalaman masa lampau kita. Sedangkan, pikiran
super sadar atau super-conscious mind akan dibahas di bagian belakang bab
ini. | Apa yang telah dilihat, didengar, atau diterima melalui organ-organ
indra, apa pun yang telah kita rasakan secara emosional, alami, pikirkan atau
lakukan melalui berbagai tindakan, dan apa pun yang merupakan
lingkungan di masa lalu kita. semuanya tersimpan dalam pikiran bawah
sadar. Segera setelah seorang anak dilahirkan, dimulailah pencarian
pengetahuan. Anak ingin mengetahui lingkungannya dengan berinteraksi
dengan lingkungan tersebut Anak melakukannya dengan menyentuh benda-
benda, memasukkan benda ke dalam mulut. melemparkannya dan
mengamati hasilnya. Ketika si anak mulai bisa berbicara, banyak hal yang
ditanyakannya “Apakah ini? Apa itu?” Wajar bagi anak memiliki rasa ingin
tahu untuk mengetahui lingkungannya.
Pendidikan formal nampaknya gagal memuaskan keinginan batin anak
dalam belajar dan malah telah meniadakan keinginan itu. Mereka yang lulus
dari pendidikan formal merasa senang bahwa pendidikannya sudah berakhir.
Walaupun demikian, pendidikan terus berlanjut, orang-orang terus belajar
melalui interaksi dengan masyarakat dan lingkungan merekaNampaknya
belajar tidak pernah berakhir dan merupakan proses seumur hidup.
Pendidikan nilai-nilai kemanusiaan terpadu untuk anak-anak akan
mempercepat broses belajar ini. Ketika guru membantu anak-anak mengisi
pikiran bawah sadar mereka dengan nilai-nilai kemanusiaan, tanggapan
yang bersifat emosional oleh anak. anak terhadap stimulus dari lingkungan
akan menjadi berkurang, sebaliknya menjadi lebih tenang. Mereka belajar
mengintepretasikan stimulus itu dengan cara yang positif. Dalam hal ini,
penting bagi anak-anak untuk belajar membedakan (melakukan
diskriminasi) antara tindakan yang baik dan yang tidak baik. Anak-anak
juga perlu terlibat dalam tindakan pelayanan kepada orang lain dan kepada
masyarakat dengan penuh kasih sayang dan belas kasih. Tindakan seperti ini
yang dilakukan dengan cinta kasih dan belas kasih dalam konsep ini disebut
kebajikan atau right conduct, Tindakan kebajikan sangat berguna bagi siswa
untuk membantu mereka menemukan kedamaian dalam hidup, ketika
mereka belajar mengendalikan diri dan indra-indra. Kedamaian adalah hal
yang selalu dicari oleh manusia. Kedamaian (peace) juga merupakan salah
satu dari nilai-nilai kemanusiaan yang penting.
Nilai kemanusiaan yang paling penting adalah cinta kasih dan belas
kasih. Karena, bila kasih sayang dan belas kasih dinyatakan dalam tindakan
akan menjadi nilai kebajikan. Prilaku kita akan menjadi lembut dan penuh
kebaikan. Akan muncul prilaku mempertimbangkan orang lain
(consideration for others) dan pengorbanan din (se/f-sacrifice) atau rela
berkorban. Tindakan kita akan penuh dengan pelayanan kepada sesama
(service to mankind). Bila ada kasih sayang dan bclas kasih di dalam hati.
tidak akan ada kekerasan (violence), amarah (anger) dan kebencian (hatred),
rasa takut (fear), kecemasan (anxiety), dengki (jealousy) dan emosi-emosi
negatif lainnya. Lalu, nilai kemanusiaan kedamaian akan hadir dalam hidup
kita dan kita akan penuh suka cita dan senyum. Hidup menjadi pcnuh makna
(meaningiul). Ketika cinta kasih dan belas kasih mengisi pikiran kita,
pikiran menjadi tenang dan hening yang akan mengaktifkan pikiran super
sadar.
Stimulus diterima melalui kelima indra. Stimulus itu harus
diinterpretasikan menjadi sesuatu yang bermakna. Hal ini dilakukan dengan
memanggil data dari pikiran bawah sadar yang berisi pengalaman masa lalu
dan memori. Pikiran sadar menjadi sadar (aware) dan memahami stimulus
itu. Kesadaran dan pemahaman itu lalu disimpan di pikiran bawah sadar dan
memperkuat (reinforce) memori. Dalam pendidikan, diterapkan
Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu. Jadi, ketika seorang guru
menyampaikan pesan 10096, ia tidak hanya berkomunikasi melalui panca
indra siswa tetapi juga melalui indra keenam yang akan menyentuh hati
siswa dan menginspirasi mereka dan menyebabkan terjadinya proses
transformasi.

2. MODEL PEMBELAJARAN NILAI – NILAI KEMANUSIAAN


TERPADU
Langkah – langkah yang ada dalam proses belajar sebagai berikut :
a. Interaksi dengan Lingkungan (Interaction with the Environment)
Stimulus diterima dari lingkungan melalui panca indra dan disimpan
dalam pikiran bawah sadar. Siswa kemudian harus memahami panca
indra itu dan menggunakannya dengan benar. Siswa juga perlu belajar
mengendalikan panca indra itu dengan benar agar dapat
menggunakannya untuk proses belajar.
b. Interpretasi (Interpretation)
Untuk memahami makna stimulus yang diterima melalui panca indra,
siswa perlu membaca sandi (decoding) atau menginterpretasi makna dari
stimulus itu. Hal ini dilakukan secara otomatis dengan mengambil data
dari pikiran bawah sadar yang merupakan tempat penyimpanan memori.
Data-data itu telah disimpan di sana melalui berbagai pengalaman di
masa lampau. Pembacaan sandi atau decoding dilakukan dengan cara
membandingkan data yang didapat dengan stimulus yang diterima
melalui panca indra.
c. Pemahaman (Understanding)
Kesadaran atau awareness berlangsung di pikiran sadar, yaitu ketika
signal-signal hasil decoding diterima oleh pikiran sadar maka terjadilah
pemahaman.
d. Penguatan (Reinforcement)
Apa pun yang telah dipahami dalam pikiran sadar lalu disimpan kembali
dalam pikiran bawah sadar dan selanjutnya hal itu menjadi penguatan
atau reinforcement bagi data yang sudah tersimpan dalam pikiran bawah
sadar, Hal ini akan membantu proses interpretasi selanjutnya terhadap
rangsangan yang di terima melalui panca indra.
e. Modifikasi Pemahaman melalui indra Ke-enam (Modificauon of
Understanding through the Sixth Sense)
Pikiran sadar bisa menerima informasi melalui indra ke-enam pada saat
bersamaan dengan menerima rangsangan dari panca indra. Contohnya,
kata-kata yang terucap diterima sebagai stimulus melalui panca indra dan
diinterpretasikan seperti yang dijelaskan dalam langkah (2). Akan tetapi,
indra ke-enam dapat mendeteksi pemikiran | pembicara yang mungkin
bertentangan dengan kata-kata yang diucapkannya.
f. Modifikasi Pemahaman - Diskriminasi (Modification of Understanding -
Discrimination)
Pikiran sadar memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan melakukan
diskriminasi (memilah-milah). Siswa harus selalu bertanya sebelum
bertindak atas dorongan impuls yang diterima dari panca indera.
g. Intuisi dan hati nurani — Pikiran Super Sadar (Intuition and Conscience
The Super-Conscious Mind)
Dengan mengangkat pikiran sadar lebih tinggi melalui doa dan duduk
hening akan memungkinkan siswa berhubungan dengan pikiran super
sadar. Selanjutnya, pikiran super sadar akan bisa memberikan
pengetahuan dan kebijaksanaan melalui intuisi atau sekilas pencerahan.
Intuisi berada di atas proses berpikir.

Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh sekolah dari masyarakat
dan sebaliknya yang bisa diperoleh oleh masyarakat dari hadirnya sekolah
itu. Antara sekolah dan masyarakat harus mengadakan banyak interaksi.
Beberapa komponen masyarakat yang bisa terlibat dalam proses belajar
sekolah, yaitu : 1. orang tua, 2. masyarakat, yaitu tempat-tempat ibadah,
rumah sakit, polisi, media lokal, pasar, pengusaha, dan kerabat siswa.
a. Peran Orang tua. Agar Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan
Terpadu benar-benar berhasil, kita membutuhkan orang tua yang benar-
benar menjadi partner yang berkomitmen tinggi terhadap proses belajar
anak-anak mereka. Orang tua adalah guru di rumah, karenanya mereka
harus menganut visi yang sama dengan sekolah demikian pula dengan
tujuan sekolah. Orang tua mesti setuju dengan tujuan sekolah untuk
menghasilkan anak-anak yang baik yang memiliki nilai-nilai
kemanusiaan. Sekolah mesti memberikan pelatihan mengenai Human
Vajlues Parenting atau Menjadi orang tua yang baik kepada semua ayah
dan ibu atau yang mengantar anak-anak. Ketika siswa berada di rumah,
orang tua mesti meluangkan waktu bertemu bersama anak-anak mereka
dan memberikan cinta kasih dan kehangatan.
Orang tua dan guru mesti mengadakan pertemuan reguler untuk
mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi siswa dan mesti
membuat rencana untuk membantu memecahkan masalah-masalah itu.
Para orang tua harus berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di sekolah
dan membagikan pengetahuan dan pengalaman mereka kepada para
siswa dan guru.
b. Komunitas atau mas arakat sekitar: temat-tem at ibadah rumah sakit
polisi media setemsat »asar »-n:usaha dan kerabat sara siswa. Dari
Gambar 10, dapat dilihat dengan jelas bahwa ada kaitan erat antara
sekolah dan komunitas. Sekolah harus diperlakukan sebagai sebuah
sistem hidup yang terus-menerus tumbuh dan berkembang. Sekolah juga
sedang dalam proses belajar karena selalu ada interaksi antara setiap
orang di sekolah dan komunitas. Guru dan siswa selalu berhubungan
dengan orang tua dan kerabat mereka di masyarakat.
Kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para orang tua dapat memainkan
peranan penting dalam pengembangan sekolah. Setiap orang di sekolah
termasuk semua staf sangat dipengaruhi oleh tempat-tempat ibadah
seperti masjid, gereja, pura, vihara, kuil, klenteng, dil, yang ada dalam
komunitas juga termasuk rumah sakit, kantor polisi, pasar, dan media
lokal.
Sebagai bagian dari pembelajaran, siswa harus belajar melayani
komunitas atau masyarakat dalam pengembangannya. Mereka mesti turut
serta dalam kegiatan pelayanan yang diadakan tempat-tempat ibadah.
c. Sekolah mesti membantu komunitas untuk mengembangkan dan
membantu pendidikan orang-orang dalam komunitas. Ketika komunitas
menjadi sebuah komunitas belajar atau learning communities, sekolah
akan mendapatkan manfaat besar dari komunitas seperti itu.
.
3. BUKTI – BUKTI EFEKTIVITAS MODEL – MODEL INI DI
LAPANGAN
a. Pelatihan para guru dalam Konsep Belajar Nilai-nilai Kemanusiaan
Terpadu Studi dokumen respon peserta terhadap pelatihan sejak konsep
ini diperkenalkan di Thailand tahun 1987 menunjukkan bahwa dari
jawaban peserta terhadap formujir evaluasi sebanyak 7,854 buah, rata-
rata 92,6fc peserta menyatakan bahwa pelatihannya "Sangat bagus” atau
“bagus” Materi dari pelatihan juga “bagus” atau "Sangat bagus”
sebanyak 92,39. Rata-rata 869 guru mengatakan bisa menerapkan
konsep ini dalam mengajar di sekolah mereka. Sebanyak 744 guru-guru
mengatakan bahwa konsep tersebut bermanfaat dalam hidup mereka.
Lebih lanjut guru-guru menyarankan agar jenis pelatihan seperti ini
diteruskan kepada semua pihak di masyarakat,
b. Dokumentasi Laporan-laporan dari Sathya Sai School di negara-negara
lain Contoh-contoh transformasi dilaporkan terjadi di Sekolah-sekolah
Sathya Sai di negara lain, diantaranya di Venezuela, Singapora, Kenya,
dan Zambia. Transformasi terjadi pada para siswa, guru, dan orang tua.
Semuanya adalah umpan balik yang sangat positip mengenai konsep
belajar itu.
c. Mantan Siswa Asing peserta pelatihan di Thailand. Laporan-laporan
dokumentasi diperoleh dari 25 mantan mahasiswa dari 17 negara
(Australia, India, Indonesia, Israel, Belanda, Jepang, Malaysia, Mexico,
Moroko, Oatar, Singapore, Spanyol, Sri Lanka, Swedia, Inggris,
Amerika Serikat dan Venezuela). Sebanyak 1004 berkata bahwa mereka
berubah setelah tinggal di Sekolah dan Institute of Sathya Sai, Lopburi,
Thailand. Mereka menyebutkan banyak penyebab perubahan itu
termasuk, cinta kasih, doa, dan duduk hening, teladan para tutor, serta
kebaikan hati guru-guru dan anak-anak di sekolah. Mereka mengatakan
memperoleh banyak manfaat bagi hidup mereka.
d. Fase 3 Riset Ex Post Facto pengaruh penerapan model ini di Sekolah
Sathya Sai, Lopburi, Thailand. Penelitian terhadap 286 siswa yang
sedang menuntut ilmu di Sekolah Sathya Sai Thailand menunjukkan
bahwa semua siswa berubah atau mengalami transformasi setelah
bersekolah di sekolah ini. Mereka memperlihatkan lebih banyak nilai-
nilai kemanusiaan. Anak-anak SD paling banyak memperlihatkan nilai
kebajikan dan kasih sayang, sedangkan siswa SLTP dan SMA
menunjukkan nilai kedamaian sebagai nilai yang paling penting.
Penyebab utama disebutkan adalah guru-guru yang baik untuk anak-
anak SD, doa dan duduk hening bagi para siswa SMP dan SMA.
Penyebab-penyebab lain adalah teman-teman dan suasana sekolah.
e. Penelitian terhadap Guru-guru di Sekolah Sathya Sai.Semua guru
mengatakan bahwa hidup mereka berubah setelah mengajar di Sekolah
Sathya Sai. Mereka memiliki lebih banyak nilai-nilai kemanusiaan,
Menurut mereka, penyebab perubahan itu adalah doa dan duduk hening
setiap hari, rekan sesama guru, anak-anak yang penuh cinta kasih,
suasana sekolah, dan teladan pimpinan di sekolah.

4. IMPLIKASI DAN REKOMENDASI


a. Implikasi
Konsep Belajar Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu yang diperoleh melalui
intuisi penulis. telah diterima secara luas di seluruh dunia. Peneliti lalu
mengembangkan Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu
yang kemudian di ujicoba. Jelas, Model ini telah terbukti sangat efektif
dalam membangkitkan nilai-nilai kemanusiaan dan menimbulkan
transformasi pada diri siswa. Di Thailand dimana reformasi pendidikan
sedang maju dengan pesat terutama dj bidang teknologi informasi,
Undang-undang Dasar Thailand mensyaratkan bahwa pendidikan harus
menyampaikan pengetahuan yang terpadu dengan nilai-nilai.
b. Rekomendasi
a. Semua pemerintah mesti melakukan tugas mentransformasi anak-anak
dan pemuda di negaranya. Dalam melakukan hal itu, guru-guru juga
ditransformasi. Karena anakanak mengalami transformasi, mereka lalu
akan mempengaruhi orang tua mereka di rumah untuk melakukan
transformasi. Itu berarti komunitas dan masyarakat akan mengalami
transformasi. Hal ini akan memastikan kedamaian bagi seluruh dunia.
b. Guru-guru memiliki tugas yang paling penting untuk mentransformasi
para siswa asuhan mereka. Guru memegang masa depan bangsa.
Tetapi guru-guru pertama-tama harus mengubah diri mereka sendiri.
c. Orang tua adalah guru di rumah. Orang tua dan guru harus bekerja
bersama-sama agar berhasil dalam tugas membantu anak-anak mereka
memperoleh kedamaian di dunia.
d. Pemerintah mesti memberi dukungan penuh pada upaya
mentransformasi masyarakat. Investasi terbaik untuk masa yang akan
datang adalah investasi pendidikan untuk anak-anak dan para pemuda.
e. Pemerintah mesti menciptakan lingkungan yang kondusif bagi proses
belajar yang akan menghasilkan orang-orang baik di masyarakat
daripada hanya menghasilkan orang-orang hebat tanpa nilai-nilai
kemanusiaan.

Anda mungkin juga menyukai