Anda di halaman 1dari 16

SINDROM NEFRITIK AKUT (GNA)

A. PENDAHULUAN
Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di
glomerulus akibat suatu proses imunologis. Istilah glomerulonefritis akut pasca
infeksi termasuk grup yang besar dari glomerulonefritis akut sebagai akibat dari
bermacam-macam agen infeksi. Pada glomerulonefritis pasca infeksi, proses
inflamasi terjadi dalam glomerulus yang dipicu oleh adanya reaksi antigen
antibodi, selanjutnya menyebabkan aktifasi lokal dari sistem komplemen dan
kaskade koagulasi. Kompleks imun dapat terjadi dalam sirkulasi atau in situ pada
membrane basalis glomerulus.
Glomerulonefritis akut yang paling sering terjadi pada anak di negara
berkembang adalah setelah infeksi bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A,
yaitu Glomerulonefritis Akut Pasca infeksi Streptokokus (GNAPS). Manifestasi
klinis yang paling sering dari GNAPS berupa sindrom nefritik akut, manifestasi
klinis lainnya dapat berupa sindrom nefrotik, atau glomerulonefritis progresif
cepat.
Sindrom nefritis akut merupakan kumpulan gejala klinis akibat penurunan
secara tiba-tiba dari laju filtrasi glomerulus dengan disertai retensi air dan garam,
pada analisis urin ditemukan eritrosit, cast eritrosit dan albumin. Meskipun
penyebab umum (80%) dari sindrom nefritis akut adalah GNAPS, tetapi karena
penyebabnya beragam, maka perlu difikirkan diagnosa diferensial yang lain.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL


Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitoneal dengan panjang ±11-12 cm, disamping kiri dan kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya
hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas

1
atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis
III. Pada fetus dan infant, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi
makin kurang, sehingga waktu dewasa menghilang. Parenkim ginjal terdiri atas
korteks dan medulla. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-
kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. inilah keluar ureter. Korteks sendiri terdiri atas
glomenrulus dan tubuli, sedangkan pada medulla hanya terdapat tubuli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat di
mulai, filtrat adalah isotonik dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir
tubulus proksimal 80% filtrat telah di absorbsi, meskipun konsentrasinya masih
tetap sebesar 285 mosmol. 5,6,8

Gambar 1. Anatomi Ginjal


Tiga tahap pembentukan urine 5,6,8
a. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrat plasma pada glomerulus, seperti
kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel
terhadap protein plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan
larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa
nitrogen.

2
b. Reabsorbsi
Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu: non elektrolit dan
air. Setelah filtrate langka kedua adalah rebasobsi selektif zat-zat tersebut
kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan tranforaktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus ke dalam filtrat. Banyak substansi yang disekkresi tidak
terjadi secara alamia dalam tubuh (misalnya penisilin). Substatnsi yang secara
alamia terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion
hidrogen. Pada tubulus distalis, tranfor aktif natrium sitstem carier yang
terlibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular.
Pada anak-anak jumlah urine dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur:
1). 1-2 hari: 30-60ml
2). 3-10: 100-300ml
3). 10 hari-2 bulan : 250-450
4). 2 bulan-1 tahun: 400-500ml
5). 1-3 tahun: 500-600ml
6). 3-5 tahun : 500-600
7). 5-8 tahun: 650-800 ml
8). 8-14 tahun: 800-1400ml

C. DEFINISI
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik
berupa proteinuria, hematuria, azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi
(PHAROH) yang terjadi secara akut.(7)
Sindrom Nefritik Akut (Glomerulonefritis Akut, Glomerulonefritis Pasca
Infeksi) adalah suatu peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria

3
(darah dalam air kemih), dengan gumpalan sel darah merah dan proteinuria
(protein dalam air kemih) yang jumlahnya bervariasi
Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut
(GNA). GNA ini adalah suatu istilah yang sifatnya lebih umum dan lebih
menggambarkan proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel
glomeruli akibat proses imunologik. Jadi, SNA merupakan istilah yang bersifat
klinik dan GNA merupakan istilah yang lebih bersifat histologik.(7)
Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain: (7,9)
 Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
 Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria:
o Glomerulonefritis fokal
o Nefritis heriditer (sindrom Alport)
o Nefropati Ig-A Ig-G (Maladie de Berger)
o Benign recurrent hematuria
 Glomerulonefritis progresif cepat
 Penyakit-penyakit sistemik:
o Purpura Henoch-Schoenlein (HSP)
o Lupus erythematosus sistemik (SLE)
o Endokarditis bakterial subakut (SBE) (7,9)
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.(1)

4
D. EPIDEMIOLOGI
Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang
anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin
berkurang. Paling sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih
sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan
antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak
dibawah usia 3 tahun. Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada
musim semi. Paling sering pada anak-anak usia sekolah.(1,9, 10)

E. ETIOLOGI
1. Faktor Infeksi
a. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus
(Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa
timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat
(radang tenggorokan). Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca
streptokokus. Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen
dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang
menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan
mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-
rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati,
sehingga pemberian antibiotik akan efektif. (9)
b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis
bakterialis subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya
adalah virus dan parasit, penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis,
pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus:
Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella.
Jamur dan parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll. (9)

5
2. Penyakit multisistemik, antara lain :
a. Lupus Eritematosus Sistemik
b. Purpura Henoch Schonlein (PHS) (7,9)
3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain :
a. Nefropati IgA (7)

F. PATOGENESIS 6,10
Mekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS
sampai sekarang belum diketahui, namun diduga terdapat sejumlah faktor host
dan faktor kuman streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS
GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang
terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya
inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai
berikut:
 Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh
streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen.
 Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya
kedalam glomerulus.
 Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan
dengan molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang
menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang
bersifat autoantigen).

6
Gambar 2. mekanisme imunopatogenik GNAPS

G. GEJALA KLINIS
Gejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 7-4 hari setelah infeksi saluran
nafas atas faringitis atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi). Gambaran
klinis GNAPS sangat bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau tanpa gejala
sama sekali. Gejala yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai
pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan kelopak mata (infeksi post
streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan
kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat.
Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena
mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti
letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya: (9)
1. Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)
2. Edema. Paling sering dan hampir selalu ada, biasanya mulai di Palpebra pada
waktu bangun pagi, disusul tungkai, abdomen (asites), dan genitalia.
3. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti
teh tua / air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri
makroskopik muncul pada 30–50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik
ditemui pada hampir semua kasus

7
4. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan
timbul dalam minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-
10% kasus). Dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau
diastolik tiga kali berturut-turut di atas persentil 95 menurut umur dan jenis
kelamin. Praktisnya:
a. Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg
b. Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg
c. Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg
5. Oligouri. Terdapat pada 5-10% kasus. Dikatakan oligouri bila produksi urin
kurang dari atau sama dengan 1 cc/kgBB/jam. Umumnya terjadi pada minggu
pertama dan menghilang bersama dengan diuresis pada akhir minggu pertama.
6. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
7. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
8. Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah, purpura pada
Henoch- Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus
Erythematosus (SLE). (1,5,9,)
Gejala lain yang mungkin muncul :
a. Pengelihatan kabur
b. Batuk berdahak
c. Penurunan kesadaran
d. Malaise
e. Sesak napas (8)
Pemeriksaan Urine terdapat sedimen eritrosit (+) sampai (++++), juga torak
eritrosit (+) pada 60-85% kasus. Pada pemeriksaan darah, didapatkan titer ASO
meningkat dan kadar C3 menurun. Pada pemeriksaan ‘throat swab’ atau ‘skin
swab’ dapat ditemukan streptokokkus. Pemeriksaan foto thorax PA tegak dan
lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa kardiomegali, edema
paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). (4)

8
H. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan oleh beberapa hal diantaranya
a. Anamnesis berdasarkan gejala klinis
b. Pemeriksaan Laboratorium(4)
1. Sedimen Urin
1.1. Eritrosit (+) sampai (++++)
1.2. Torak eritrosit (+) pada 60 – 85% kasus
2. Darah
2.1. Titer ASO meningkat pada 80 – 95% kasus.
2.2. Kadar C3 (B1C globulin) turun pada 80 – 90% kasus.
c. Pemeriksaan Penunjang(4)
1. Laboratorium
1.1. Darah
 LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan
diulangi tiap minggu
 Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu
masuk rumah sakit dan diulangi bila perlu
 Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk
rumah sakit.
1.2. Urin
Proteinuri diperiksa tiap hari
 Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
 Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m2/24 jam
 Volume ditampung 24 jam setiap hari
1.3. Bakteriologi:
Pada “Throat swab” atau skin swab dapat ditemukan streptokokkus
pada 10-15% kasus

9
2. Pencitraan.
Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto
thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan
berupa kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura
(nephritic lung). Foto thorax diperiksa waktu masuk rumah sakit dan
diulang 7 hari kemudian bila ada kelainan.
Diagnosis GNAPS ditegakkan:
o Bila ≥ dari empat gejala klinik kardinal (edema, hematuri, hipertensi,
oligouri) disertai meningkatnya kadar ASO dan turunnya kadar C3.
Juga dapat ditegakkan bila keempat gejala kardinal muncul bersamaan
(full blown case).(4)

I. KOMPLIKASI
1. Fase Akut :
Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan
ke arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis
Akut tahap perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat.(7)
Komplikasi lain dapat berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem
saraf pusat dan kardiopulmoner, bisa berkembang dengan pasien hipertensi
berat, encephalopati, dan pulmonary edema. Komplikasinya antara lain :
a. Retinopati hipertensi
b. Encephalopati hipertensif
c. Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)
d. Edema Paru
e. Glomerulonefritis progresif (8)
2. Jangka Panjang:
1. Abnormalitas urinalisis (microhematuria)
2. Gagal ginjal kronik
3. Sindrom nefrotik (7,8)

10
J. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan
mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik
ataupun terapi lainnya.(4)
1. Tira baring
Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi.
Sesudah fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan
berlebihan. Penderita dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya
setelah 10-14 hari perawatan.(9)
2. Diet
a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1
gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila
anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan =
jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan
cairan setiap kenaikan suhu dari normal (10cc/kgBB/hari])(4)
3. Medikamentosa
a. Antibiotik
Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau
ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50
mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman.
Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau tanda-tanda infeksi
lainnya.(3)
b. Anti Hipertensi
 Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah
akan normal dalam 1 minggu setelah diuresis.

11
 Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari
dan furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral.(4)
4. Tindakan Khusus
a. Edema Paru Akut:
Dikatakan edema paru akut bila disertai batuk, sesak napas, sianosis,
dan pemeriksaan fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang
dilakukan adalah:(4)
 Stop Intake peroral.
 IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
 Pemberian oksigen 2-5 L/menit
 Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai
maksimal 10 mg/kgBB/hari.
 Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik. yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan
benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah,
pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh
untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga
berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara
mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. jika tubuh terus-
menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis
berat dan berakhir dengan keadaan koma.2
b. Hipertensi Ensefalopati:
Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥
120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit
kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang.

12
Tindakan yang dilakukan adalah:(4)
1. Stop Intake peroral.
2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu.
Atau klonidin 0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2
sampai 3 jam, maksimal 0,05mg/kgBB/hari.
4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai
maksimal 10 mg/kgBB/hari.
5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg,
dilanjutkan dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-
2mg/kgBB/hari.
6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan. (6)

K. PEMANTAUAN (MONITORING)4
Setelah penderita diizinkan pulang dianjurkan pemantauan lanjut:
1. Selama 6 bulan pertama tiap 4-6 minggu
2. Selama 6 bulan kedua tiap 3 bulan, bila hematuri dan protein telah (-)
3. Bila hematuri dan proteinuri tetap (-) pemantauan setiap tahun selama 3 tahun
4. Bila hematuri dan proteinuri masih (+) selama 6 bulan kedua dianjurkan
biopsy ginjal. Umumnya pada GNAPS tidak dilakukan biopsi ginjal, kecuali
pada keadaan:
a. Penderita masuk rumah sakit dengan manifestasi atipik
 Tidak adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya, titer ASO
normal, kadar C3 normal
 Tanda-tanda sindrom nefrotik
b. Oliguri atau azotemia berlangsung > 2 minggu
c. Hipertensi menetap > 3 minggu
d. Gross hematuri menetap > 3 minggu
e. Komplemen C3 tetap rendah > 6 minggu

13
f. Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan urin lengkap (aspek protein dan
sedimen) dilakukan secara rutin setiap kali penderita dating berobat

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonima.
Glomerulonefritis Akut. [serial online] 2010. cited 2015 march 15]
Available from: URL: http://www.scribd.com/mobile/doc/48862772
2. Artikel Kesehatan dan informasi kesehatan.
Gejala Asidosis Metabolik. serial online] 2010. cited 2015 march 18]
Available from: URL. http://www.spesialis.info/?gejala-asidosis-
metabolik,180
3. Charles Silberberg, Valhalla, NY. David Zieve
Acute nephritic syndrome
[serial online] 2012 [cited 2015 april 5] Available from: URL:
http://www2.niddk.nih.gov/NIDDKLabs/Glomerular_Disease_Primer/Kidn
eyDisease.htm
4. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:
Standar Pelayanan Medik Anak.
Sindrom nefritis akut
Makassar. 2009.hal. 195-196
5. Guyton dan Hall. 2007.
Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
Jakarta: EGC
6. Konsensus IDAI
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta.
7. Maria, Marella.
Penegakan Diagnosos Glomerulonefritis Akut pada Anak, [serial online],
[cited 2015 april 5] Available from
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penegakan+Diagnosis+G
lomerulonefritis+Akut+pada+Pasien+Anak

15
8. Pearce, Efelin C.
Anatomi dan fisiologi untuk paramedic Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. 2006
9. Sjaifullah Noer, Muhammad. Niniek Soemyarso.
Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokkus.
[serial online], 2011. [cited 2015 april 5] Available
from:URL:http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&
direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-puzf261.htm
10. Silberberg. C.
Acute Neprhritic syndrome. [serial online] 2013 agust 9 [cited 2015 march
5] Available from: URL:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000495.htm

16

Anda mungkin juga menyukai