Anda di halaman 1dari 20

RESUME

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK TENTANG


SINDROM NEFRITIS AKUT

DISUSUN OLEH :

Nama :Yenni Kristiwati Saragih

Nim : 0402020023

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHAP AKADEMIK JALUR TRANSFER

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN

T.A 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria
masif,hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian
SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18
tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun,
dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.Sindrom nefrotik merupakan
penyebab kunjungan sebagian besar  pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan
merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-
2000.Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini.
Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital,glomerulopati
primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura
Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama
kehidupan, terlebih pada bayi berusia  kurang dari 6 bulan, merupakan
kelainankongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada tulisan
ini hanyaakan dibicarakan SN idiopatik.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yaitu “Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien anak yang menderita SNA?”

1.1 Tujuan

Tujuan penyusunan Resume ini adalah untuk memberikan pengetahuan dapat


memberikan informasi  dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada pasien anak
yang menderita SNA
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Konsep Sindrome Nefritis Akut
2.1 Definisi
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria,
edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang dari 2
gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA merupakan salah satu manifestasi
klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses
inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi
streptokokus pada seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu
yaitu streptokokus ß hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran
nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan
1 . 3 minggu untuk infeksi kulit. (Rena dan Suwitra, 2010).

Glomerulonefritis pascastreptococus kadang disebut Nefritis Akut yang dapat


menyerang anak yang mengalami infeksi sterptococus hemolitikus beta, biasanya
faringitis 2-3 minggu sebelumnya. Kompleks imun terdiri dari streptokokus, antibodi, dan
komplemen yang terdeposit di glomerulus.

2.2 Etiologi
Penyakit SNA sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibandingkan anak wanita.  Timbulnya GNA didahului oleh infeksi
ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman
Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Antara infeksi
bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari.  Dari tipe
tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. GNA juga
dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid,
trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous
1. Infeksi; Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi
pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus  haemolyticus;
sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah
GNA pasca streptokokus. (Pardede dkk, 2005)
2. Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan
HLADR.
3. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen dengan
produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang
nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistem
komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang
dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus

2.3 Manifestasi Klinis


Sindrom nefritik akut memiliki distribusi usia dengan puncaknya pada usia 7
tahun. Anak terlihat sehat sampai pada saat terjadi onset mendadak penyakit dan
didapatkan urin berwarna merah terang atau kecoklatan. Edema wajah, terutama pada
kelopak mata umum terjadi, dan mungkin didapatkan nyeri abdomen atau pangkal paha
Bersama dengan nyeri tekan pinggang. Tekanan darah biasanya meningkat (Meadow dan
Newell, 2005).
SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali
muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar
wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai
pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai.
Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung
darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri
abdomen, dan malaise. Gejalanya :
1. Onset akut (kurang dari 7 hari)
2. Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30%
ditemukan pada anak-anak.
3. Oliguria
4. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa
ditemukan sedang sampai berat.
5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo.
7. Kadang disertai dengan gejala spesifik : mual dan muntah, purpura pada Henoch-
Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Gejala lain yang mungkin muncul :
1. Pengelihatan kabur
2. Batuk berdahak
3. Penurunan kesadaran
4. Malaise
5. Sesak napas

2.4 Patofisiologi
Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus
adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakit-penyakit parenkim ginjal
baik primer maupun sekunder, seperti glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati
Ig A, sistemik lupus eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture,
dan granulomatosis Wegener.
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis
kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan
penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang
terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus.
Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a)
dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan factor pemicu imunitas seluler
lainnya akan menimbulkan respon inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema
glomerular.
Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan
reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air selanjutnya akan
diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular sehingga akan timbul
gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan sirkulasi.
Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi
mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi
edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi tergantung pada beberapa
factor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat
hypoalbuminemia (Rena dan Suwitra, 2010).
Komplek antigen-antibodi dalam darah terjebak didalam glomerulus sehingga
menstimulasi proses inflamasi yang menyebabkan cedera pada ginjal. Glomerulonefritis
dapat pula terjadi menyusul impetigo ( infeksi kulit) dan infeksi virus akut (infeksi
saluran nafas atas, gondongan, virus varisela zoster, virus Epstein-Barr, hepatits B).
(Smeltzer, 2011).
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan
terjadinya :
1. Hematuria dan Proteinuria
Proteinuria terjadi karena Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti
peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin. Kegagalan tubulus
mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi, Filtrasi glomerulus dari
sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi
kapasitas reabsorbsi tubulus serta adanya sekresi yang meningkat dari makuloprotein
uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme jejas
pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara normal
melewati kapiler glomerulus tetapi tidak memasuki urin. Hematuria terjadi karena sel
darah merah dapat masuk ke ruang urinari dari glomerulus atau, jarang dari tubulus
renalis. Gangguan barier filtrasi glomerulus dapat disebabkan abnormalitas turunan
atau didapat pada struktur dan integritas dinding kapiler glomerulus. Sel darah merah
ini dapat terjebak pada mukoprotein tamm-horsfall dan akan bermanifestasi sebagai
silinder sel darah merah pada urin.
Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan darah
berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau silinder diistilahkan sebagai
hematuria terisolasi (isolated hematuria). Setiap yang mengganggu epitelium seperti
iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin.
Gangguan lain termasuk keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi.
Penyebab kehilangan darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark
dan malformasi arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya darah masuk kedalam
ruang urinari
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun.
Hal ini berakibat terjadinya oliguria dan terjadi retensi air dan garam akibat
kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti
vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),
azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin.
Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan
menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun
disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang
kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam
ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.
4. Edema Anasarka
Edema anasarka adalah adanya pembengkakan pada berat pada seluruh tubuh, baik
di tangan, kaki, wajah dan bagian tubuh lainnya akibat retensi garam dan air.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya
cairan plasma sehingga terjadi hypovolemia dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi akan
memperbaiki volume inravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. (menurut Prodjosudjadi, 2006
dalam Yuktina Sarma 2017)
Retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju
filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium
dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti
asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis
lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan
mekanisme mana yang lebih berperan.

Pathway

Infeksi saluran napas atas karena bakteri Streptokokus


(faringitis)
IgG endogen diubah Terbentuk komplemen
menjadi autoantibodi Ag-Ab

Kompleks imun & Melintas di memebran basal


bersirkulasi glomerulus

Mengendap di ginjal Aktivasi sistem komplemen


yang melepas susbtansi
menarik netrofil

Diproduksi enzim lisosom

Poliferasi Sel & kerusakan glomerulus

↓LFG Kerusakan
membrann kapiler

Retensi urin
Oliguri Proteinuria &
& garam
hematuria

edema Gangguan
hipertensi eliminasi urin Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Kelebihan volume cairan Kerusakan


Integritas Kulit
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Penting dilakukan pengkajian terhadap klien secara holistik (Biologis, Psikologis,


Sosial, dan Spiritual) untuk mendapatkan data yang lengkap dan sistematis. Adapun metode
yang dapat dipakai dalam proses pengkajian yaitu :
a. Pengkajian Umum
1) Keluhan Utama
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat kesehatan sekarang
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine
menurun
3) Riwayat kesehatan lalu
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi
biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
5) Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan
6) Riwayat kesehatan lingkungan
Endemik malaria sering terjadi kasus SNA
7) Riwayat imunisasi
Tidak ada hubungan
8) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8 Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
a) Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki
lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan
ayah.
b) Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
c) Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-
alat sederhana.
d) Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
b. Konsep Keperawatan Menurut Gordon
Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon.
Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi:
1) Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan keluarga melanjutkan perawatan anak atau pasien di rumah.
2) Pola nutrisi – Metabolik
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik)
3) Pola Eliminasi
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri. Diare, napsu makan
menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia
umbilikalis, prolaps anii.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Tidak ada masalah dalam pola aktivitas dan latihan pada SNA
5) Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa
lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. riwayat penyakit yang di derita
oleh anak
6) Pola Tidur dan Istirahat
Tidak ada masalah dalam pola tidur dan istirahat
7) Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort oleh
Keluarga pasien.
8) Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
9) Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
10) Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah.
11) Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah.
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien  lemah dan terlihat saki berat dengan tingkat kesadaran biasanya
composmentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
B1 (Breatihing). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut
di dapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons edema
pilmonerdan efusi fleura.
B2 (Blood ). Sering ditemukan penurunan cura jantung respons sekunder dari peningkatan
beban volume.
B3 (Branin). Didapatkan adanya edema wajah terutama periorbital, seklera tidak ikteri
status neurologi mengalami perubahan sesuai dengan tingkat paranya azotemia pada
sistem saraf pusat.
B4 (Bladder). Perubahan warna urine output seperti warna urune warnanya kola.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi kurang dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 (Bone). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum.

2. Diagnosa Keperawatn
a. Gangguan Eliminasi Urin
b. Kelebihan Volume Cairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Kerusakan integritas kulit
3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSIS NOC NIC


KEPERAWATAN

Gangguan Eliminasi Urine  Urinanry elimination Urinary Retention Care


 Urinary conntinuence
Definisi: disfungsi pada Kriteria hasil:  Lakukan penilaian
eliminasi urine kemih yang
 Kandung kemih komprehdnsif
Batasan Karakteristik: berfokus pada
kosong secara penuh
- Disuria  Tidak ada residu inkontinensia
- Sering berkemih urine ≥100-200cc (misalnya, output
- Anyang-anyangan  Intake cairan dalam urine, pola
- Inkontinensia rentang normal berkemih, fungsi
- Nokturia  Bebas dari ISK kognitif, dan
- Retensi  Tidak ada spasme masalah kencing
- Dorongan bladder praeksisten)
Factor yang berhubungan  Balance cairan  Memantau
seimbang penggunaan obat
- Obstruksi anatomic dengan sifat
- Penyebab multiple antikolinergik atau
- Gangguan sensori property alpha
motorik agonis
- Infeksi saluran kemih  Memonitor efek dari
obat-obatan yang
diresepkan, seperti
calcium channe
blockers dan
antikolinergik
 Menyediakan
penghapusan privasi
 Gunakan kekuatan
sugesti dengan
menjalankan air
atau disiram toilet
 Merangsang refleks
kandung kemih
dengan menerapkan
dingin untuk perut
membelai tinggi
batin, atau air
 Sediakan waktu
yang cukup untuk
pengosongan
kandung kemih (10
menit)
 Gunakan spirit
wintergreen di
pispot atau urinal
 Menyediakan
maneuver crede,
yang diperlukan
 Gunakan double-
void teknik
 Masukkan kateter
kemih
 Anjurkan
pasien/keluarga
untuk merekam
output urine
 Intruksikan cara-
cara untuk
menghindari
konstipasi atau
impaksi tinja
 Memantau asupan
dan keluaran
 Memantau tingkat
distensi kandung
kemih dengan
palpasi dan perkusi
 Membantu dengan
toilet secara berkala
 Memasukkan pipa
ke dlaam lubang
tubuh untuk sisa
 Menerapkan
katerissi intermiten
 Merujuk ke spesialis
kontinensia kemih.
Kelebihan Volume Cairan NOC NIC
Definisi : peningkatan retensi  Electrolit and acid Fluid management
cairan isotonic base balance  Timbang popok atau
Batasan Karakteristik  Fluid balance pembalut jika
 Bunyi nafas adventisius  Hydration diperlukan
 Gangguan elektrolit Kriteria Hasil :  Pertahankan catatan
 Anasarka  Terbebas dari edema, intake dan output
 Ansietas efusi, anaskara yang akurat
 Azotemia  Bunyi nafas bersih,  Pasang urin kateter
 Perubahan tekanan tidak ada jika diperlukan
darah dyspnea/ortopneu  Monitor hasil Hb
 Perubahan status  Terbebas dari distensi yang sesuai dengan
mental vena jugularis, reflek retensi cairan
 Perubahan pola hepatojugular (+) (BUN, Hmt,
pernafasan  Memelihara tekanan osmolalitas urin)
 Penurunan hematocrit vena sentral, tekanan  Monitor status
 Penurunan hemoglobin kapiler paru, output hemodinamik
 Dyspnea jantung dan vital sign termasuk CVP,
 Edema dalam batas normal MAP, PAP, dan
 Peningkatan tekanan  Terbebas dari PCWP
vena sentral kelelahan, kecemasan  Monitor vital sign
 Asupan melebihi atau kebingungan  Monitor indikasi
haluaran  Menjelaskan retensi/kelebihan
 Distensi vena jugularis indikator kelebihan cairan (cracles,
 Oliguria cairan CVP, edema,
 Ortopnea distensi vena leher,
 Efusi pleura asites)
 Refleksi hepatojugular  Kaji lokasi dan luas
positif edema
 Perubahan tekanan  Monitor masukan
arteri pulmonal makanan/cairan dan
 Kengesti pulmunal hitung intake kalori
 Gelisah  Monitor status
nutrisi
 Perubahan berat jenis
urin  Kaloborasi
pemberian diuretic
 Bunyi jantung S3
sesuai intruksi
 Penambahan berat
 Batasi masukan
badan dalam waktu
cairan pada keadaan
sangat singkat
hiponatrermi dilusi
Factor – factor yang
dengan serum Na
berhubungan :
<130 mEq/l
 Gangguan mekanisme
 Kolaborasi dokter
regulasi
jika tanda cairan
 Kelebihan asupan
berlebih muncul
cairan
memburuk
 Kelebihan asupan Fluid Monitoring
natrium
 Tentukan riwayat
jumlah dan tipe
intake cairan dan
eliminasi
 Tentukan
kemungkinan factor
resiko dari
ketidakseimbangan
cairan (hipertermia,
terapi diuretic,
kelainan renal,
gagal jantung,
diaphoresis,
disfungsi hati dll)
 Monitor berat
badan, BP, HR, dan
RR
 Monitor serum dan
osmilalitas urin
 Monitor tekanan
darah orthostatic
dan perubahan
irama jantung
 Monitor parameter
hemodinamik
infasif
 Catat secara akurat
intake dan output
 Monitor adanya
distensi leher,
ronchi, oedem
perifer dan
penambahan BB
 Monitor tanda dan
gejala daro oedema
Ketidakseimbangan nutrisi NOC NIC
kurang dari kebutuhan  Nutritional Status : Nutrition Management
tubuh  Nutritional Status :  Kaji adanya alergi
food and fluid intake makanan
Definisi : Asupan nutrisi tidak  Nutritional Status :  Kolaborasi dengan
cukup untuk memenuhi nutrient intake ahli gizi untuk
kebutuhan metabolic  Weight control menentukan jumlah
Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi
Batasan Karakteristik
 Adanya peningkatan yang dibutuhkan
 Kram abdomen berat badan sesuai pasien
 Nyeri abdomen dengan tujuan  Anjurkan pasien
 Menghindari makanan  Berat badan ideal untuk meningkatkan
 Berat badan 20% atau sesuai dengan tinggi intake Fe
lebih dibawah berat badan  Anjurkan pasien
badan ideal  Mampu untuk meningkatkan
 Kerapuhan kapiler mengidentifikasi protein dan vitamin
kebutuhan nutrisi C
 Diare
 Tidak ada tanda-  Berikan substansi
 Kehilangan rambut
tanda malnutrisi gula
berlebihan
 Menunjukkan  Yakinkan diet yang
 Bising usus hiperaktif
peningkatan fungsi dimakan
 Kurang makanan
pengecapan dari mengandung tinggi
 Kurang informasi serat untuk
menelan
 Kurang minat pada mencegah
makanan  Tidak terjadi
penurunan berat konstipasi
 Penurunan berat badan  Berikan makanan
badan yang berarti
dengan asupan yang terpilih (sudah
makanan adekuat dikonsultasikan
 Kesalahan konsepsi dengan ahli gizi)
 Kesalahan informasi  Ajarkan pasien
 Membrane mukosa bagaimana
pucat membuat catatan
 Ketidakmampuan makanan harian
memakan makanan  Monitor jumlah
 Tonus otot menurun nutrisi dan
 Mengeluh gangguan kandungan kalori
makanan kurang dari  Berikan informasi
RDA (recommended tentang kebutuhan
daily allowance) nutrisi
 Cepat kenyang setelah  Kaji kemampuan
makan pasien untuk
 Sariawan rongga mulut mendapatkan nutrisi
 Steatorea yang dibutuhkan
 Kelemahan otot Nutrition Monitoring
pengunyah  BB pasien dalam
 Kelemahan otot untuk batas normal
menelan  Monitor adanya
Factor yang berhubungan : penurunan berat
 Factor biologis badan
 Factor ekonomi  Monitor tipe dan
 Ketidakmampuan untuk jumlah aktivitas
mengabsorbsi nutrient yang biasa
 Ketidakmampuan untuk dilakukan
mencerna makanan  Monitor interaksi
 Ketidakmampuan anak atau orang tua
menelan makanan selama makan
 Factor psikologis  Monitor lingkungan
selama makan
 Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam makan
 Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor
kekeringan, rambut
kusam, dan mudah
patah
 Monitor mual
muntah
 Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht
 Monitor
pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan
intake nutrisi
 Catat adanya
edema, hiperemik,
hipertonik papilla
lidah dan cavitas
oral
 Catat jika lidah
berwarna magenta
scarlet
Kerusakan Integritas Kulit NOC NIC
 Tissue Integrity : skin Pressure Management
Definisi : Perubahan atau and mucous  Anjurkan pasien
gangguan epidermis dana tau membranes untuk menggunakan
dermis  Hemodyalis akses pakaian yang
Batasan Karakteristik : Kriteria Hasil : longgar
 Kerusakan lapisan kulit  Integritas kulit yang  Hindari kerutan
(dermis) baik bisa pada tempat tidur
 Gangguan permukaan dipertahankan  Jaga kebersihan
kulit (epidermis) (sensasi, elastisitas, kulit agar tetap
temperature, hidrasi, bersih dan kering
 Invasi struktur tubuh
pigmentasi)  Mobilisasi pasien
Faktor yang berhubungan :  Tidak ada luka/lesi (ubah posisi pasien)
 Eksternal pada kulit setiap dua jam
- Zat kimia, radiasi  Perfusi jaringan baik sekali
- Usia yang ekstrim  Menunjukkan  Monitor kulit akan
- Kelembapan pemahaman dalam adanya kemerahan
- Hipertermia, proses perbaikan kulit  Oleskan lotion atau
hipotermia dan mencegah minyak baby oil
- Factor mekanik terjadinya cedera pada daerah yang
- Medikasi berulang tertekan
- Lembab  Mampu melindungi  Monitor aktivitas
- Imobilitas fisik kulit dan dan mobilisasi
 Internal mempertahankan pasien
- Perubahan status kelembabab kulit dan  Monitor status
cairan perawatan alami nutrisi pasien
- Perubahan  Memandikan pasien
pigmentasi dengan sabun dan
- Perubahan turgor air hangat
- Factor Insision site care
perkembangan  Membersihkan,
- Kondisi memantau dan
ketidakseimbangan meningkatkan
nutrisi (mis, obesitas, proses
emasiasi) penyembuhan pada
- Penurunan luka yang ditutup
imunologis dengan jahitan, klip
- Penurunan sirkulasi atau strapless
- Kondisi gangguan  Monitor proses
metabolic kesembuhan area
- Gangguan sensasi insisi
- Tonjolan tulang  Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
 Bersihkan area
sekitar jahitan atau
staples,
menggunakan lidi
kapas steril
 Gunakan preparat
antiseptic sesuai
program
 Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut)
sesuai program
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom Nefritis Akut (SNA) / Glomerulonefritis Akut (GNA) adalah suatu
sindrom yang ditandai dengan gejala hematuria, hipertensi, edema, dan berbagai derajat
insufisiensi ginjal. SNA disebabkan oleh faktor infeksi (paling sering diakibatkan oleh
glomerulonefritis akut pasca streptokokus), penyakit multisistemik (vaskulitis, SLE,
Henoch-Schonlein Purpura), penyakit ginjal lain dan Nefropati IgA. Penyakit ini timbul
setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi
saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan
perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Gejala : edema di wajah terutama kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan
di tungkai dan bisa menjadi hebat, berkurangnya volume air kemih dan air kemih
berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak
spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise.

3.2 Saran
a. Bagi institusi pendidikan
Setiap institusi pendidikan di harapkan dapat menjadikan Resume ini sebagai
masukan ilmu pengetahuan dalam proses belajar mengajar ataupun perkuliahan
b. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar dan konsep
keperawatan, serta dapat menjadikannya sebagai panduan belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M. dkk. (eds). 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC) 6th Edision.
Singapore: Elsevier.
Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Medow, Sir Roy, Simon J Newwel. 2005. Lecture Notes: Pediatrika edisi 7. Jakarta:
Erlangga.
Moorhead, Sue dkk. (Eds). 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edision.
Singapore: Elsevier.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction

Anda mungkin juga menyukai