DISUSUN OLEH :
Nim : 0402020023
T.A 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) ialah keadaan klinis yang ditandai oleh proteinuria
masif,hipoproteinemia, edema, dan dapat disertai dengan hiperlipidemia. Angka kejadian
SN di Amerika dan Inggris berkisar antara 2-7 per 100.000 anak berusia di bawah 18
tahun per tahun, sedangkan di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 anak per tahun,
dengan perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.Sindrom nefrotik merupakan
penyebab kunjungan sebagian besar pasien di Poliklinik Khusus Nefrologi, dan
merupakan penyebab tersering gagal ginjal anak yang dirawat antara tahun 1995-
2000.Semua penyakit yang mengubah fungsi glomerulus sehingga mengakibatkan
kebocoran protein (khususnya albumin) ke dalam ruang Bowman akan menyebabkan
terjadinya sindrom ini.
Etiologi SN secara garis besar dapat dibagi 3, yaitu kongenital,glomerulopati
primer/idiopatik, dan sekunder mengikuti penyakit sistemik seperti pada purpura
Henoch-Schonlein dan lupus eritematosus sitemik. Sindrom nefrotik pada tahun pertama
kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6 bulan, merupakan
kelainankongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk. Pada tulisan
ini hanyaakan dibicarakan SN idiopatik.
1.1 Tujuan
2.2 Etiologi
Penyakit SNA sering ditemukan pada anak berumur 3 – 7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi
ekstra renal, terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman
Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 49. Antara infeksi
bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari. Dari tipe
tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. GNA juga
dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), penyakit amiloid,
trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous
1. Infeksi; Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi
pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus haemolyticus;
sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah
GNA pasca streptokokus. (Pardede dkk, 2005)
2. Faktor genetik berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan
HLADR.
3. Respon yang berlebihan dari sistem imun pejamu pada stimulus antigen dengan
produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang
nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistem
komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang
dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus
2.4 Patofisiologi
Diagnosis banding terdekat sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus
adalah penyebab lain dari sindrom nefritik akut yaitu penyakit-penyakit parenkim ginjal
baik primer maupun sekunder, seperti glomerulonefritis akut non streptokokus, nefropati
Ig A, sistemik lupus eritematosus, purpura Henoch-Schoenlein, sindroma Good-Pasture,
dan granulomatosis Wegener.
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis
kerusakan glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan
penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang
terjadi antara antibodi spesifik dengan antigen streptokokus.
Proses ini terjadi di dinding kapiler glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen. Selanjutnya sistem komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a)
dan mediator-mediator inflamasi lainnya. Sitokin dan factor pemicu imunitas seluler
lainnya akan menimbulkan respon inflamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema
glomerular.
Penurunan laju filltrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi atau kenaikan
reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air selanjutnya akan
diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular sehingga akan timbul
gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan sirkulasi.
Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus, biasanya terjadi
mendadak dan pertama kali terjadi di daerah periorbital dan selanjutnya dapat menjadi
edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi tergantung pada beberapa
factor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi, asupan cairan, dan derajat
hypoalbuminemia (Rena dan Suwitra, 2010).
Komplek antigen-antibodi dalam darah terjebak didalam glomerulus sehingga
menstimulasi proses inflamasi yang menyebabkan cedera pada ginjal. Glomerulonefritis
dapat pula terjadi menyusul impetigo ( infeksi kulit) dan infeksi virus akut (infeksi
saluran nafas atas, gondongan, virus varisela zoster, virus Epstein-Barr, hepatits B).
(Smeltzer, 2011).
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan
terjadinya :
1. Hematuria dan Proteinuria
Proteinuria terjadi karena Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti
peningkatan filtrasi dari protein plasma normal terutama albumin. Kegagalan tubulus
mengabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi, Filtrasi glomerulus dari
sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight Protein (LMWP) dalam jumlah melebihi
kapasitas reabsorbsi tubulus serta adanya sekresi yang meningkat dari makuloprotein
uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin A) dalam respon untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme jejas
pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara normal
melewati kapiler glomerulus tetapi tidak memasuki urin. Hematuria terjadi karena sel
darah merah dapat masuk ke ruang urinari dari glomerulus atau, jarang dari tubulus
renalis. Gangguan barier filtrasi glomerulus dapat disebabkan abnormalitas turunan
atau didapat pada struktur dan integritas dinding kapiler glomerulus. Sel darah merah
ini dapat terjebak pada mukoprotein tamm-horsfall dan akan bermanifestasi sebagai
silinder sel darah merah pada urin.
Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan darah
berasal dari glomerulus. Hematuria tanpa proteinuria atau silinder diistilahkan sebagai
hematuria terisolasi (isolated hematuria). Setiap yang mengganggu epitelium seperti
iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat mengakibatkan adanya sel darah normal pada urin.
Gangguan lain termasuk keganasan, batu ginjal, trauma, infeksi, dan medikasi.
Penyebab kehilangan darah non glomerular, seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark
dan malformasi arteri-vena, dapat menyebabkan hilangnya darah masuk kedalam
ruang urinari
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun.
Hal ini berakibat terjadinya oliguria dan terjadi retensi air dan garam akibat
kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti
vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),
azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan
hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin.
Angiotensin 2 yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan
menyebabkan perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun
disamping timbulnya hipertensi. Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang
kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam
ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.
4. Edema Anasarka
Edema anasarka adalah adanya pembengkakan pada berat pada seluruh tubuh, baik
di tangan, kaki, wajah dan bagian tubuh lainnya akibat retensi garam dan air.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya
cairan plasma sehingga terjadi hypovolemia dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi air dan natrium. Mekanisme kompensasi akan
memperbaiki volume inravaskular tetapi juga mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. (menurut Prodjosudjadi, 2006
dalam Yuktina Sarma 2017)
Retensi natrium sebagai defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal
menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan laju
filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah terjadinya retensi natrium
dan edema. Kedua mekanisme tersebut ditemukan pada pasien SN. Faktor seperti
asupan natrium, efek diuretik atau terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis
lesi glomerulus, dan keterkaitan dengan penyakit jantung dan hati akan menentukan
mekanisme mana yang lebih berperan.
Pathway
↓LFG Kerusakan
membrann kapiler
Retensi urin
Oliguri Proteinuria &
& garam
hematuria
edema Gangguan
hipertensi eliminasi urin Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatn
a. Gangguan Eliminasi Urin
b. Kelebihan Volume Cairan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
d. Kerusakan integritas kulit
3. Intervensi Keperawatan
3.1 Kesimpulan
Sindrom Nefritis Akut (SNA) / Glomerulonefritis Akut (GNA) adalah suatu
sindrom yang ditandai dengan gejala hematuria, hipertensi, edema, dan berbagai derajat
insufisiensi ginjal. SNA disebabkan oleh faktor infeksi (paling sering diakibatkan oleh
glomerulonefritis akut pasca streptokokus), penyakit multisistemik (vaskulitis, SLE,
Henoch-Schonlein Purpura), penyakit ginjal lain dan Nefropati IgA. Penyakit ini timbul
setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi
saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan
perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Gejala : edema di wajah terutama kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan
di tungkai dan bisa menjadi hebat, berkurangnya volume air kemih dan air kemih
berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak
spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise.
3.2 Saran
a. Bagi institusi pendidikan
Setiap institusi pendidikan di harapkan dapat menjadikan Resume ini sebagai
masukan ilmu pengetahuan dalam proses belajar mengajar ataupun perkuliahan
b. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang konsep dasar dan konsep
keperawatan, serta dapat menjadikannya sebagai panduan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria M. dkk. (eds). 2016. Nursing Interventions Clasification (NIC) 6th Edision.
Singapore: Elsevier.
Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Medow, Sir Roy, Simon J Newwel. 2005. Lecture Notes: Pediatrika edisi 7. Jakarta:
Erlangga.
Moorhead, Sue dkk. (Eds). 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edision.
Singapore: Elsevier.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction