Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN

SINDROMA NEFRITIK AKUT

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIDYA NUSANTARA PALU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan asuhan keperawatan sindroma
nefritik akut, ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas yang diberikan dosen mata kuliah Keperawatan Anak.

Palu, 15 NOVEMBER 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom nefritik akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria kurang
dari 2gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). Etiologi SNA sangat banyak
diantaranya kelainan glomerulopati primer (idiopati), glomerulopati pasca infeksi, DLE,
vaskulitis dan nefritis herediter (sindroma alport).
SNA merupakan salah satu manifestasi klinis glomerulonephritis akut pasca
streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses inflamasi pada tubulus dan
glomerulus ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus tertentu yaitu
streptokokus B hemolitikus grup A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas.
Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1-3
minggu untuk infeksi kulit.
Mekanisme yang terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun dimana
antibody dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam darah dan
komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun. Kompleks imun yang beredar
dalam darah dalam jumlah yang banyak dan waktu yang singkat melekat pada kapiler-
kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis melalui aktivasi system komplemen,
reaksi peradangan, dan mikrokoagulasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi sindrom nefritik akut ?
2. Apa Epidemiologi sindrom nefritik akut ?
3. Apa Etiologi sindrom nefritik akut ?
4. Apa Manifestasi Klinis sindrom nefritik akut ?
5. Bagaimana Patofisiologi sindrom nefritik akut ?
6. Bagaimana Pemeriksaan penunjang sindrom nefritik akut ?
7. Bagaimana Pentalaksanaan sindrom nefritik akut ?
8. Apa Komplikasi sindrom nefritik akut ?
9. Apa Prognosis sindrom nefritik akut ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi sindrom nefritik akut
2. Untuk mengetahui Apa Epidemiologi sindrom nefritik akut
3. Untuk mengetahui Apa Etiologi sindrom nefritik akut
4. Untuk mengetahui Apa Manifestasi Klinis sindrom nefritik akut
5. Untuk mengetahui Bagaimana Patofisiologi sindrom nefritik akut
6. Untuk mengetahui Bagaimana Pemeriksaan penunjang sindrom nefritik akut
7. Untuk mengetahui Bagaimana Pentalaksanaan sindrom nefritik akut
8. Untuk mengetahui Apa Komplikasi sindrom nefritik akut
9. Untuk mengetahui Apa Prognosis sindrom nefritik akut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Suatu sindrom yang ditandai dengan gejala-gejala seperti hematuria, hipertensi,
edema dan insufisiensi renal. Disebut juga sebagai Glomerulonefritis Akut. Sindrom
Nefritik Akut (SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,
hematuria, azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi yang terjadi secara akut.
Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut (GNA).
GNA  ini adalah suatu istilah yang sifatnya lebih umum dan lebih menggambarkan proses
histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses imunologik.
Jadi, SNA merupakan istilah yang bersifat klinik dan GNA merupakan istilah yang lebih
bersifat histologic. Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA
antara lain:
1. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
2. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria:
a. Glomerulonefritis fokal
b. Nefritis heriditer (sindrom Alport)
c. Nefropati Ig-A Ig-G (Maladie de Berger)
d. Benign recurrent hematuria
3. Glomerulonefritis progresif cepat
4. Penyakit-penyakit sistemik:
a. Purpura Henoch-Schoenlein (HSP)
b. Lupus erythematosus sistemik (SLE)
c. Endokarditis bakterial subakut (SBE)
B. Epidemiologi
Sindrom ini sering menyerang pada anak-anak usia 5-12 tahun, dan jarang pada
usia kurang dari 3 tahun. Prevalensinya lebih sering pada pria dari pada wanita. 90 %
Glomerulonefritits post Streptococcus bermanifestasi menjadi sindrom nefritik akut.
C. Etiologi
1. Faktor Infeksi
a. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus
(Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul
setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep throat (radang
tenggorokan). Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus.
Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan
bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini
membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul
dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri
streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.
b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis
subakut dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan
parasit, penyakit ginjal dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri :
diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus: Cytomegalovirus,
coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit :
Toxoplasma gondii, filariasis, dll.
2. Penyakit multisistemik, antara lain :
1. Lupus Eritematosus Sistemik
2. Purpura Henoch Schonlein (PHS)
3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain : Nefropati IgA
D. Manifestasi Klinis
SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali
muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar
wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai
pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai
dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap
karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti
letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya :
1. Onset biasanya dalam 7-14 hari setelah pharyngitis dan dalam 3-6 minggu setelah
infeksi kulit
2. Edema perifer (85%), edema paru(14%), congestive cardiac failure(2%)
3. Hypertensi(60-80%)
4. Haematuria (berwarna seperti teh)
5. Proteinuria
6. Oliguria, kreatinin plasma meningkat
E. Patofisiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat
nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor
iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan
pasti. Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS
adalah suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-
imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi
plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi
cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan
endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan
molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi
kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG
antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.
Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya
endapan C3 dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan
C5, serta normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi
komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan
mengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses
inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan
sitokin oleh sel glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab
glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membrane basalis ginjal.
Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang
mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau
alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan
terjadinya :
1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)
2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga
menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam
akibat kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia,
kongesti vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi,
kardiomegali), azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia,
dan hiperfosfatemia semakin nyata, bila LFG sangat menurun.
3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2
yang bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan
perfusi ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping
timbulnya hipertensi.
Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan
aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi
hipervolemia dan hipertensi.
F. Pathway
Potensial infeksi Reaksi antigen dan antibodi
(Streptokokus A)
Poliferasi sel dan kerusakan glomerulus
Vasopasme pembuluh darah

Hipertensi
GFR menurun kerusakan
Nyeri akut membrane kapiler

(sakit kepala, pusing) Retensi Na dan air


Proteinuria,

Kelebihan Edema Hematuria


volume cairan
Ketidakseimbangan
Kerusakan
Nutrisi kurang dari
integritas kulit
Kebutuhan tubuh

Lemas

Intoleransi
Aktivitas
G. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Darah
1) LED dan hematokrit diperiksa pada saat masuk rumah sakit dan diulangi tiap
minggu
2) Eiwit spektrum (albumin, globulin) dan kolesterol diperiksa waktu masuk
rumah sakit dan diulangi bila perlu
3) Kadar ureum, kreatinin, klirens kreatinin diperiksa waktu masuk rumah sakit.
b. Urin. Proteinuri diperiksa tiap hari
1) Kualitatif (-) sampai (++), jarang yang sampai (+++)
2) Kuantitatif kurang dari atau sama dengan 2 gram/m2/24 jam
3) Volume ditampung 24 jam setiap hari
c. Bakteriologi. Pada Throat swab atau skin swab dapat ditemukan streptokokkus
pada 10-15% kasus
d. Pencitraan. Foto thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan. Pemeriksaan foto
thorax PA tegak dan lateral dekubitus kanan dapat ditemukan kelainan berupa
kardiomegali, edema paru, kongesti paru, dan efusi pleura (nephritic lung). Foto
thorax diperiksa waktu masuk rumah sakit dan diulang 7 hari kemudian bila ada
kelainan.
H. Pentalaksanaan
Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan
mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik ataupun
terapi lainnya.
1. Tirah baring
Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi. Sesudah
fase akut istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan. Penderita
dipulangkan bila keadaan umumnya baik, biasanya setelah 10-14 hari perawatan.
2. Diet
a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg
BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah
urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap
kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])
3. Medikamentosa
a. Antibiotik
Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau
ampisilin/amoxicillin dosis 100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50
mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman. Pemberian
antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau tanda-tanda infeksi lainnya.
b. Anti Hipertensi
1) Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan
normal dalam 1 minggu setelah diuresis.
2) Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan
furosemide 1-2mg/kgBB/hari per oral.
4. Tindakan Khusus
Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis
paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Stop Intake peroral.
b. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
c. Pemberian oksigen 2-5 L/menit
d. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10
mg/kgBB/hari.
e. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolic
Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg
atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit
kepala, muntah, gangguan pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan
yang dilakukan adalah:
a. Stop Intake peroral.
b. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
c. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin
0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal
0,05mg/kgBB/hari.
d. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10
mg/kgBB/hari.
e. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan
dengan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari.
f. Kejang diatasi dengan antikonvulsan.
I. Komplikasi
1. Fase Akut :
Komplikasi utamanya adalah Gagal Ginjal Akut. Meskipun perkembangan ke
arah sklerosis jarang, pada 0.5%- 2% pasien dengan Glomerulonefritis Akut tahap
perkembangan ke arah gagal ginjal periodenya cepat. Komplikasi lain dapat
berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem saraf pusat dan kardiopulmoner,
bisa berkembang dengan pasien hipertensi berat, encephalopati, dan pulmonary
edema. Komplikasinya antara lain :
a. Retinopati hipertensi
b. Encephalopati hipertensif
c. Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)
d. Edema Paru
e. Glomerulonefritis progresif
2. Jangka Panjang:
a. Abnormalitas urinalisis (microhematuria)
b. Gagal ginjal kronik
c. Sindrom nefrotik
J. Prognosis
Sebanyak 95% pasien sembuh total jika ditangani secara tepat ketika fase akut
kemudian kejadian berulang jarang terjadi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN SINDROME NEFRITIS AKUT (SNA)

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Riwayat Kesehatan Pasien
a. Keluhan Utama Pasien kejang
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
TD :
TB / BB :
BB saat pengkajian :
Temp :
4. Keadaan Gizi Anak ;
BB :
BB sekarang :
5. Aktivitas
a. Kepala dan Leher
b. Mata ( Penglihatan )
c. Telinga ( Pendengaran )
d. Hidung ( Penciuman )
e. Mulut ( Pencekapan )
f. Dada ( Pernafasan )
g. Kulit
h. Abdomen
i. Ekstremitas atas dan bawah
j. Genetalia
6. Pola Makan dan Minum
7. Pola Eliminasi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya tingkat aktivitas
3. Intoleransi aktivitas berhubungan imobilitas.
C. Intervensi dan Rasional
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan natrium
Tujuan dan Kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
hasil (NOC)
Setelah dilakukan 1.Monitor tanda-tanda vital 1. mengetahui tanda-tanda
tindakan keperawatan 2.manajemen elektrolit/cairan vital dan keadaan umum
2x24 jam diharapkan 3. Kolaborasikan dengan tenaga klien
volume cairan kesehatan lainnya 2. mengetahui intake dan
berkurang dengan pengeluaran cairan
kriteria hasil 3. mengetahui tindakan
1.Keseimbangan selanjutnya
cairan

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan menurunnya tingkat aktivitas


Tujuan dan Kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
hasil (NOC)
Setelah dilakukan 1. Monitor Tanda-tanda vital 1. Mengetahui tanda-tanda
tindakan keperawatan 2. Perawatan tirah baring vital dan keadaan umum
2x24 jam diharapkan 3. Pencegahan luka tekan klien
kerusakan integritas 4. Kolaborasi dengan tenaga 2. Mencegah luka
kulit tidak terjadi kesehatan lainnya decubitus
dengan kriteria hasil : 3. Agar tidak terjadi luka
1. kulit tampak decubitus
lembab 4. mengetahui tindakan
2. tidak ada selanjutnya
pengelupasan kulit.
3. pigmentasi normal
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.
Tujuan dan Kriteria
Intervensi (NIC) Rasional
hasil (NOC)
Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda vital 1. mengetahui tanda-tanda
tindakan keperawatan 2. terapi aktivitas vital dan keadaan umum
2x24 jam diharapkan 3. ajarkan keluarga untuk klien
intoleransi aktivitas melakukan terapi aktivitas 2. meningkatkan mekanika
tidak terjadi dengan 4. kolaborasikan dengan tenaga tubuh
kriteria hasil : kesehatan lainnya 3. agar kelurga paham dan
1. toleran terhadap bisa melakukan terapi
aktivitas aktivitas kepada klien
4. mengetahui tindakan
selanjutnya

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefritik akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria kurang
dari 2gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit).

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek,M Gloria.2016.Nursing Interventions Classification (NIC).Singapore:Mocomedia

Ltief, abdul. 2010. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta . Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Keliat, Budi Annat.2018.Nanda I Diagnosis Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020.Jakarta:EGC

Moorhead,Sue.2016.Nursing Outcomes Classification (NOC).Singapore:Mocomedia

Potter, Perry. 2011. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.


Suriadi & Yuliana, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung seto.

Anda mungkin juga menyukai