Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SINDROM NEFTRITIK AKUT (SNA)

Guna Memenuhi Tugas Keperawatan Anak II

Dosen Pembimbing

Ns. Indra Tri Astuti S.Kep., M.Kep., Sp. Kep.An

Disusun Oleh :

Kelompok 2A

Ajeng Vio A (30901900014) Andini Septiyani (30901900020)


Aldi Eko P (30901900015) Anggita Septivani W (30901900021)
Alfiah Amelia M (30901900016) Anggi Vladea R (30901900022)
Alfina Lutfiyani (30901900017) Anggy Kartika NS (30901900023)
Alfiyatuzzahrina (30901900018) Anis Kurlia (30901900024)
Ambarwati (30901900019)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2021/2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik akut (SNA) sering terjadi pada anak usia 5-12 tahun, jarang
terjadi pada anak dibawah 3 tahun. Sekitar 97% kasus terjadi di negara berkembang dan
berkurang di industri atau negara maju. Terbukti, selama 2-3 tahun terakhir, kejadiannya
telah menurun di Amerika Serikat dan juga di negara lain, seperti Jepang, Eropa Tengah,
Inggris Raya dan Korea Selatan. Hal ini berkaitan dengan kondisi hygien yang baik,
lingkungan yang sehat, serta penggunaan antibiotik. WHO (world health organization)
memperkirakan kasus sindrom nefrotik akut terjadi kira-kira 472.000 kasus setiap
tahunnya secara global dengan 5.000 kematian setiap tahunnya. Kira-kira 404.000 kasus
dilaporkan terjadi pada anak-anak dan 456 terjadi pada negara berkembang.
Penderita Sindrom Nefrotik Akut (SNA) pada anak harus mendapat perawatan
yang cukup selama di rumah sakit. Perawatan anak di rumah sakit merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak, hal ini disebabkan oleh lingkungan
fisik rumah sakit seperti bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih
petugas rumah sakit. Lingkungan sosial rumah sakit seperti interaksi dengan sesama
pasien anak ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan menimbulkan perasaan takut,
cemas, tegang dan perasaan tidak menyenangkan lainnya yang sering dialami oleh anak.
Maka dari itu, anak perlu mendapatkan perhatian khusus dalam proses tumbuh
kembangnya.
Dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien tersebut. Perawat berperan sebagai pemberi asuhan
keperawatan, advokat, edukator, koordinator, kolaborator, konsultan, dan sebagai 4
pembaharu mutlak diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Asuhan keperawatan tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi secara dini masalah-masalah yang dapat timbul serta meningkatkan
pengetahuan keluarga untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada pasien melalui
penyuluhan kesehatan
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1.Definisi
Sindrom Nefriitis Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa
oliguria, edema, hipertensi, yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria
kurang dari 2 gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). SNA merupakan
salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
(GNAPS), dimana terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada
seseorang. GNAPS berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu
stresptokokus beta hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau
saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1-2 minggu untuk infeksi
saluran nafas dan 1-3 minggu untuk infeksi kulit.
2.2.Etiologi
Berdasarkan etiologinya, sindrom nefrotik dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital,
primer atau idiopatik, dan sekunder.
1) Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah :
a. Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
b. Denys-Drash syndrome (WT1)
c. Frasier syndrome (WT1)
d. Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
e. Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
f. Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4; TRPC6)
g. Nail-patella syndrome (LMX1B)
h. Pierson syndrome (LAMB2)
i. Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)
j. Galloway-Mowat syndrome
k. Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
2) Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau
idiopatik adalah sebagai berikut :
a. Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
b. - Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)
c. - Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
d. - Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
e. - Nefropati Membranosa (GNM)
3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sebagai
berikut :
a. Lupus erimatosus sistemik (LES)
b. Keganasan, seperti limfoma dan leukemia
c. Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis dengan
poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis eosinofilik dengan
poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis mikroskopik, purpura Henoch
Schonlein
d. Immune complex mediated, seperti post streptococcal (postinfectious)
e. Glomerulonephritis
2.3.Gejala Klinis
SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali
muncul adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar
wajah dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul
sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di
tungkai dan bisa menjadi hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih
berwarna gelap karena mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak
spesifik seperti letargi, demam, nyeri abdomen, dan malaise. Gejalanya :
1. Onset akut (kurang dari 7 hari)
2. Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30%
ditemukan pada anak-anak
3. Oliguria
4. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak; edema bisa
ditemukan sedang sampai berat.
5. Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.
6. Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.
7. Kadang disertai dengan gejala spesifik; mual dan muntah

2.4.Patofisiologi
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus dengan gambaran klinis kerusakan
glomerulus menunjukkan bahwa proses imunologis memegang peranan penting dalam
patogenesis glomerulonefritis. Mekanisme dasar terjadinya sindrom nefritik akut pasca
infeksi streptokokus adalah adanya suatu proses imunologis yang terjadi antara
antibodi spesifik dengan antigen streptokokus. Proses ini terjadi di dinding kapiler
glomerulus dan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Selanjutnya sistem
komplemen memproduksi aktivator komplemen 5a (C5a) dan mediator-mediator
infamasi lainnya. Sitokin dan faktor pemicu imunitas seluler lainnya akan
menimbulkan respon infamasi dengan manifestasi proliferasi sel dan edema
glomerular. 2,8,9 Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan
koefsien ultrafltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan
ekskresi atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium
dengan air selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan
ekstraselular sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan
bendungan sirkulasi. Edema terjadi pada 85% pasien SNA pasca infeksi streptokokus,
biasanya terjadi mendadak dan pertama kali terjadi di 5 daerah periorbital dan
selanjutnya dapat menjadi edema anasarka. Derajat berat ringannya edema yang terjadi
tergantung pada beberapa faktor yaitu luasnya kerusakan glomorelus yang terjadi,
asupan cairan, dan derajat hipoalbuminemia. Hematuri makrokospis terjadi sekitar 30-
50% pada penderita SNA pasca streptokokus. Manifestasi yang timbul urine dapat
berwarna seperti cola, teh ataupun keruh dan sering dengan oliguri. Hipertensi
merupakan tanda kardinal ketiga bagi SNA pasca infeksi streptokokus, dilaporkan 50 .
90% dari penderita yang dirawat dengan glomeluronefritis akut. Ledingham
mengungkapkan hipotesis terjadinya hipertensi mungkin akibat dari dua atau tiga
faktor berikut yaitu, gangguan keseimbangan natrium, peranan sistem renin
angiotensinogen dan substansi renal medullary hypotensive factors, diduga
prostaglandin. Bendungan sirkulasi banyak terjadi pada penderita yang dirawat di
rumah sakit. Manifestasi klinis yang tampak dapat berupa dyspneu, orthopneu, batuk
dan edema paru. (Syahir 2017)

2.5.Pengobatan Sindrom Nefrotik


Penanganan sindrom nefrotik oleh dokter ginjal akan berbeda-beda untuk tiap
penderita, tergantung pada penyebabnya. Ada beberapa obat yang dapat diberikan
kepada penderita sindrom nefrotik, antara lain:
1. Obat kortikosteroid
Obat ini berfungsi untuk menangani peradangan pada ginjal atau mengobati
penyakit peradangan penyebab sindrom nefrotik, seperti lupus atau amioloidosis.
Contoh obat ini adalah methylprednisolone.
2. Obat antihipertensi
Obat ini berfungsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi yang bisa meningkat
saat terjadi kerusakan ginjal. Selain itu, obat darah tinggi dapat mengurangi jumlah
protein yang terbuang melalui urine. Contoh obat ini adalah obat ACE inhibitor,
seperti enalapril atau catropril.
3. Obat diuretik
Fungsi obat diuretik adalah untuk membuang cairan yang berlebihan dari dalam
tubuh, sehingga dapat mengurangi gejala edema. Contoh obat ini adalah
furosemide.
4. Obat pengencer darah
Fungsi obat ini adalah untuk menurunkan risiko penggumpalan darah yang
merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik. Contoh obat ini adalah heparin.
5. Obat penisilin
Penisilin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mencegah infeksi yang
merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik.
2.6.Pencegahan Sindrom Nefrotik
Hingga saat ini, belum ditemukan bagaimana cara mencegah terjadinya sinfrom
nefrotik. Tapi bisa melakukan perubahan gaya hidup untuk meminimalisir gejala dari
sindrom nefrotik, yaitu dengan cara:
1. Istirahat yang cukup
2. Mengonsumsi makanan yang sehat dan gizi seimbang
3. Mengurangi stress
4. Olahraga yang cukup
5. Kurangi mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein, tinggi lemak,
dan tinggi garam.
2.7.pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Uji urine
a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari), bentuk hialin
dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai 1000 mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum : meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
WOC

Bowel BOne

Tirah
Menekan Edema sal. Baring
saraf pencernaanan
Vagus
dan Tekan
Lambung Absorbsi tdk lama pd
adekuat bag.
edema
Perasaan
kenyang Feses
dan tidak Encer Sirkulasi
nyaman di perifer
epigastrium MK : Diare tdk
adekuat

Anoreksia
Cairan intra MK :
vaskuler MK : Kerusakan
Ketidakseimbangan Integritas
nutrisi kurang dari Kulit
Hipovolemik kebutuhan tubuh

MK : Risiko Syok
Hipovolemik
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan kasus Sindroma Nefrotik meliputi:

1. Identitas,
seperti :nama, tempat tanggal lahir/umur, berat badan lahir, panjang badan lahir, serta apakah
bayi lahir cukup bulan atau tidak, jenis kelamin, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.
2. Keluhan Utama
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya orang tua anak mengeluhkan sembab pada beberapa bagian tubuh anak seperti
pada wajah, mata, tungkai serta bagian genitalia. Orang tua anak biasanya juga
mengeluhkan anaknya mudah demam dan daya tahan tubuh anaknya terbilang rendah.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada orangtua berat badan anak dahulu untuk menilai adanya peningkatan
berat badan. Perlu dikaji riwayat keluarga dengan sindroma nefrotik seperti adakah
saudara-saudaranya yang memiliki riwayat penyakit ginjal dan riwayat tumbuh kembang
anak yang terganggu, apakah anak pernah mengalami diare atau sesak napas sebelumnya,
serta adanya penurunan volume haluaran urine.
c. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Perlu dikaji adanya penyakit pada ibu saat masa kehamilan adakah menderita penyakit
lupus eritematosus sistemik atau kencing manis, konsumsi obat-obatan maupun jamu
tradisional yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama hamil.
d. Riwayat Pertumbuhan
Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena keletihan akibat
lambung yang mengalami tekanan oleh cairan intrastisial dan memberikan persepsi
kenyang pada anak.
e. Riwayat Psikososial dan Perkembangan
Penurunan nilai cardiac output dapat mengakibatkan penurunan perfusi darah ke otak. Hal
ini dapat berdampak pada ketidakseimbangan perfusi jaringan cerebral pada anak.
Sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi tumbuh kembang dengan baik.
3. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
1) Tekanan Darah: Pada masa anak-anak tekanan darah sistole normal 80 sampai 100 mmHg dan
nilai diastole normal 60 mmHg. Anak dengan hipovolemik akan mengalami hipotensi, maka
akan ditemukan tekanan darah kurang dari nilai normal atau dapat ditemukan anak dengan
hipertensi apabila kolesterol anak meningkat.
2) Nadi: berdasarkan usia, frekuensi nadi anak usia 2-6 tahun 105x/ menit, frekuensi nadi anak usia
6-10 tahun 95x/menit, frekuensi nadi anak usia 10-14 tahun 85x/menit dan frekuensi nadi anak
usia 14-18 tahun 82x/menit.
3) Pernapasan: frekuensi napas anak usia 2-6 tahun 21-30x/menit, anak 6 sampai 10 tahun 20-
26x/menit dan anak usia 10-14 tahun 18-22x/menit.
b. Postur
BB Ideal: bagi anak usia 2-12 tahun dengan cara 2n (umur dalam tahun) + 8. Perlu ditanyakan
kepada orangtua, BB anak sebelum sakit untuk menentukan adanya peningkatan BB pada anak
dengan sindroma nefrotik. Edema pada anak juga dapat ditandai dengan peningkatan Berat
Badan >30%.
c. Kepala-leher
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, normalnya Jugularis Vein Distention (JVD)
terletak 2 cm diatas angulus sternalis pada posisi 45ᵒ, pada anak dengan hipovolemik akan
ditemukan JVD datar pada posisi supinasi, namun pada anak dengan hipervolemik akan
ditemukan JVD melebar sampai ke angulus mandibularis pada posisi anak 45ᵒ.
d. Mata
Biasanya pada pasien dengan Sindroma Nefrotik mengalami edema pada periorbital yang akan
muncul pada pagi hari setelah bangun tidur atau konjunctiva terlihat kering pada anak dengan
hipovolemik.
e. Hidung
Pada pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak dengan Sindroma
Nefrotik biasanya akan memiliki pola napas yang tidak teratur sehingga akan ditemukan
pernapasan cuping hidung.
f. Mulut
Terkadang dapat ditemukan sianosis pada bibir anak akibat penurunan saturasi oksigen. Selain
itu dapat ditemukan pula bibir kering serta pecah-pecah pada anak dengan hipovolemik .
g. Kardiovaskuler
1. Inspeksi, biasanya tampak retraksi dinding dada akibat pola napas yang tidak teratur
2. Palpasi, biasanya terjadi peningkatan atau penurunan denyut jantung
3. Perkusi, biasanya tidak ditemukan masalah
4. Auskultasi, biasanya auskultasi akan terdengar ronki serta penurunan bunyi napas pada lobus
bagian bawah Bila dilakukan EKG, maka akan ditemukan aritmia, pendataran gelombang T,
penurunan segmen ST, pelebaran QRS, serta peningkatan interval PR.
h. Paru-Paru
1. Inspeksi, biasanya tidak ditemukan kelainan
2. Palpasi, biasanya dapat ditemukan pergerakan fremitus tidak simetris bila anak mengalami
dispnea
3. Perkusi, biasanya ditemukan sonor
4. Auskultasi, biasanya tidak ditemukan bunyi napas tambahan. Namun, frekuensi napas lebih
dari normal akibat tekanan abdomen kerongga dada.
i. Abdomen
1. Inspeksi, biasanya kulit abdomen terlihat tegang dan mengkilat bila anak asites
2. Palpasi, biasanya teraba adanya distensi abdomen dan bila diukur lingkar perut anak akan
terjadi abnormalitas ukuran
3. Perkusi, biasanya tidak ada kelainan
4. Auskultasi, pada anak dengan asites akan dijumpai shifting dullness
j. Kulit
Biasanya, pada anak Sindroma Nefrotik yang mengalami diare akan tampak pucat serta keringat
berlebihan, ditemukan kulit anak tegang akibat edema dan berdampak pada risiko kerusakan
integritas kulit.
k. Ekstremitas
Biasanya anak akan mengalami edema sampai ketungkai bila edema anasarka atau hanya edema
lokal pada ektremitas saja. Selain itu dapat ditemukan CRT > 2 detik akibat dehidrasi.
l. Genitalia
Biasanya pada anak laki-laki akan mengalami edema pada skrotum dan pada anak perempuan
akan mengalami edema pada labia mayora.
4. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Urine
1) Urinalisis
 Proteinuria, dapat ditemukan sejumlah protein dalam urine lebih dari 2 gr/m2/hari.
 Ditemukan bentuk hialin dan granular.
 Terkadang pasien mengalami hematuri.
2) Uji Dipstick urine, hasil positif bila ditemukan protein dan darah.
3) Berat jenis urine akan meningkat palsu karena adanya proteinuria ( normalnya 50-1.400
mOsm).
4) Osmolaritas urine akan meningkat.
B. Uji Darah
1) Kadar albumin serum akan menurun, dengan hasil kurang dari 2 gr/dl (normalnya 3,5-5,5
gr/dl).
2) Kadar kolesterol serum akan meningkat, dapat mencapai 450-1000 mg/dl (normalnya <200
mg/dl).
3) Kadar hemoglobin dan hematokrit akan meningkat atau mengalami hemokonsentrasi (
normalnya Ht pada laki-laki 44-52% dan pada Perempuan 39-47% ).
4) Kadar trombosit akan meningkat, mencapai 500.000- 1.000.000/ μl (normalnya 150.000-
400.000/μl).
5) Kadar elektrolit serum bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan (normalnya K+
3,5-5,0 mEq/L, Na+ 135-145 mEq/L, Kalsium 4-5,5 mEq/L, Klorida 98-106 mEq/L )
C. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal dapat dilakukan hanya untuk mengindikasikan status glomerular, jenis sindrom
nefrotik, respon terhadap penatalaksanaan medis dan melihat proses perjalanan penyakit. (Betz
& Sowden, 2009)
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik koloid
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan.
3. Nyeri Kronis berhubungan dengan agen biologis.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekuder,imunosupresan.
5. Diare berhubungan dengan edema mukosa usus.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
biologis.
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan imunologik.
C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1. Kelebihan volume cairan 1. Keseimbangan 1. Manajemen cairan
Batasan Karakteristik : cairan a. Timbang berat badan setiap hari
1) Gangguan elektrolit Kriteria Hasil: dan monitor status pasien
2) Anasarka 1) Keseimbangan intake b. Jaga dan catat intake/output
3) Perubahan tekanan dan output dalam 24 c. Monitor status hidrasi
darah jam d. Monitor tanda tanda vital pasien
4) Perubahan pola napas 2) Berat badan stabil e. Monitor kelebihan cairan atau
5) Penuruna hematokrit 3) Turgor kulit retensi (misalnya edema,
6) Penurunan hemoglobin 4) Asites distensi vena jugularis dan
7) Edema 5) Edema perifer edema)
8) Asupan melebihi 2. Eliminasi urine f. Kaji luas dan lokasi edema
haluaran Kriteria hasil : g. Monitor status gizi
9) Oliguri 1) Pola eliminasi h. Berikan cairan dengan tepat
10) Distensi vena jugularis 2) Bau urine i. Berikan diuretik yang
11) Efusi pleura 3) Jumlah urine diresepkan
12) Penambahan berat 4) 4. Warna urine 2. Monitor Cairan
badan dalam waktu a. Tentukan riwayat, jumlah dan
singkat tipe intake/output
Faktor Berhubungan b. Monitor serum dan elektrolit
dengan : urine
1. Gangguan c. Monitor TD, HR dan RR
mekanisme d. Catat intake/output akurat
regulasi 3. Monitor tanda-tanda
2. Kelebihan asupan Vital
cairan a. Monitor tekanan darah, nadi,
3. Kelebihan asupan suhu dan status pernapasan
Natrium dengan tepat
b. Monitor irama dan laju
pernapasan
c. Monitor warna kulit, suhu dan
kelembaban
d. Monitor sianosis sentral dan
perifer
2. Ketidakefektifan pola Status pernapasan 1. Monitor pernapasan
napas Kriteria hasil : a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
Batasan 1) Frekuensi kesulitan dalam bernapas
Karakteristik : pernapasan b. Catat pergerakan dada, catat
1) Bradipnea 2) Irama ketidaksimetrisan, penggunaan otot otot
2) Penurunan pernapasan bantu pernapasan dan retraksi dada
tekanan ekspirasi 3) Kedalaman c. Monitor suara napas tambahan seperti
3) Pernapasan inspirasi ngorok
cuping hidung 4) Suara d. Monitor pola napas (misalnya:bradipnea
4) Fase ekspirasi auskultasi ,takipnea, hiperventilasi, kusmaul)
memanjang pernapasan e. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5) Pernapasan bibir 5) Penggunaan f. Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan
Faktor otot bantu dan kekurangan udara pada pasien
Berhubungan napas 2. Manajemen Jalan Napas
dengan : 6) Retraksi a. Atur posisi pasien untuk memaksimalkan
1. Obesitas dinding dada ventilasi
2. Nyeri 7) Sianosis b. Catat adanya suara napas tambahan
3. Posisi tubuh 8) Pernapasan 3. Monitor tanda-tanda vital
cuping hidung a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
status pernapasan dengan tepat
b. Monitor irama dan laju pernapasan
c. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
d. Monitor sianosis sentral dan perifer
3. Nyeri Akut 1. Kontrol nyeri 1. Manajemen nyeri
Batasan Kriteria Hasil :
Karakteristik : 1) Mengenali a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
1. Perubahan kapan terjadi yang meliputi lokasi, karakteristik, durasi,
tekanan darah nyeri frekuensi,kualitas,intensitas dan faktor
2. Perubahan 2) Menggunakan pencetus
frekuensi tindakan b. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
pernapasan pengurangan mempengaruhi terjadinya nyeri seperti suhu
3. Mengekspresikan nyeri non c. Ajarkan prinsip managemen nyeri (teknik
dengan perilaku analgetik relaksasi)
4. Melaporkan nyeri 3) Melaporkan d. Dukung istirahat yang adekuat untuk
secara verbal nyeri yang mengurangi nyeri
Faktor yang terkontrol e. Monitor kepuasan klien terhadap
berhubungan : 2. Tingkat nyeri managemen nyeri yang diberikan kepada
1. Agen cedera Kriteria Hasil : klien
biologis 1) Nyeri yang 2. Pemberian analgetik
dilaporkan
2) Ekspresi nyeri a. Cek perintah pengobatan meliputi nama,
wajah dosis dan frekuensi
b. Cek adanya riwayat alergi obat
c. Monitor tanda vital
4. Risiko infeksi 1. Kontrol risiko: Kontrol Infeksi
Batasan proses infeksi a. Batasi jumlah pengunjung
Karakteristik : Kriteria Hasil : b. Anjurkan pasien mengenai teknik cuci tangan
1) Krusakan 1) Mengidentifikasi yang benar
integritas kulit faktor risiko c. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan
2) Statis cairan tubuh infeksi saat memasuki dan meninggalkan ruangan
3) Penurunan 2) Mengidntifikasi pasien
hemoglobin tanda dan gejala
4) Vaksinasi tidak infeksi
adekuat 3) Menggunakan
alat pelindung
diri
4) Mencuci tangan
5. Diare Eliminasi 1. Manajemen Diare
Batasan Usus a. Tentukan riwayat diare
Karakteristik : Kriteria Hasil: b. Intruksikan pasien atau anggota keluarga
1) Bising usus 1) Pola eliminasi untuk mencatat warna, volume, frekuensi dan
hiperaktif 2) Warna feses konsistensi tinja
2) Nyeri abdomen 3) Suara bising c. Anjurkan pasien menghindari makanan pedas
sedikitnya tiga kali usus dan yang menimbulkan gas dalam perut
defekasi perhari d. Monitor tanda dan gejala diare
3) Kram e. Monitor kulit perinium terhadap adaya iritasi
Faktor yang dan ulserasi
berhubungan : f. Ukur diare atau output pencernaan
1. Proses infeksi dan g. Timbang pasien secara berkala
parasit h. Beritahu dokter jika terjadi peningkatan
2. malabsorbsi frekuensi atau suara perut
2. Manajemen cairan
a. Timbang berat badan setiap hari dan monitor
status pasien
b. Jaga intake dengan akurat dan hitung output
pasien
c. Monitor status hidrasi
d. Monitor tanda tanda vital pasien
3. Pengecekan Kulit
a. Amati warna kulit
b. Monitor suhu kulit
c. Monitor kulit dan selaput lendir
d. Monitor adanya kelembaban atau kekeringan
yang berlebihan
e. Dokumentasi membran mukosa
6. Ketidakseimbangan Status 1. Terapi nutrisi
nutrisi kurang dari nutrisi a. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai
kebutuhan tubuh Kriteia Hasil : kebutuhan
Batasan 1) Asupan gizi b. Monitor intruksi diet yang sesuai untuk
Karakteristik : 2) Asupan makanan memenuhi kebutuhan nutrisi pasien perhari
1) Nyeri abdomen 3) Asupan cairan sesuai kebutuhan
2) Diare 4) Energi c. Berikan nutrisi yang dibutuhkan sesuai
3) Bising usus 5) Rasio berat dengan batasan anjuran diet
4) Hiperaktif badan/ tinggi 2. Monitor nutrisi
5) Membran badan a. Timbang berat badan pasien
mukosa pucat 6) Hidrasi b. Lakukan pengukuran antropometrik pada
6) Tonus otot komposisi tubuh
menurun c. Monitor Kecenderungan naik dan turunnya
Faktor yang berat badan anak
Berhubungan : d. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
1. Faktor psikologis e. Monitor adanya mual dan muntah
f. Identifikasi abnormalitas eliminasi bowel
g. Monitor diet dan asupan kalori
h. Identifikasi perubahan nafsu makan dan
aktivitas akhir akhir ini
i. Tentukan pola makan (misalnya makanan
yang disukai dan tidak disukai, konsumsi
makanan cepat saji, makan tergesa-gesa)
7. Kerusakan integritas Integritas jaringan: 1. Manajemen tekanan
kulit Kulit & Membran a. Berikan pakaian yang tidak ketat pada
Batasan mukosa pasien
Karakteristik : Kriteria Hasil : b. Monitor area kulit yang mengalami
1) Kerusakan 1) Suhu kulit kemerahan dan pecah-pecah
lapisan kulit 2) Sensasi c. Monitor mobilitas dan aktivitas pasien
2) Gangguan 3) Elastisitas d. Monitor sumber tekanan dan gesekan
3) permukaan kulit 4) Keringat 2. Pengecekan Kulit
Faktor yang 5) Tekstur a. Amati warna, kehangatan, bengkak,
Berhubungan : 6) Ketebalan pulsasi, tekstur, edema dan ulserasi pada
1. Perubahan turgor 7) Perfusi jaringan ekstremitas
2. Kondisi gangguan 8) Lesi pada kulit b. Monitor warna dan suhu kulit
metabolik 9) Pengelupasan c. Monitor warna kulit untuk memeriksa
kulit adanya ruam atau lecet
d. Monitor kulit untuk adanya kekeringan
atau kelembaban
e. Monitor infeksi, terutama dari daerah
edema
DAFTAR PUSTAKA

Syahir, Ahmad. 2017. “Sindrom Nefritik Akut.” Convention Center Di Kota Tegal 4(80): 4.

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar Pelayanan
Medik Anak. Makassar. 2009

Wahyuni, Betri. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Sindroma Nefrotik Di Ruangan
Rawat Irna Kebidanan Dan Anak Rsup Dr. M. Djamil Padang.”

https://www.alodokter.com/sindrom-nefrotik

http://eprints.undip.ac.idhttps://www.sehatq.com/forum/cara-mencegah-sindrom-nefrotik-agar-
tidak-kambuh

https://pdfcoffee.com/qdownload/lp-dan-askep-sindrom-nefritis-akut-sna-pdf-free.html

http://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/new_gabungan_ok(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai