Disusun Oleh:
Kelompok 4
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
“Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik” ini dengan
lancar serta tepat pada waktunya. Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
ini dibuat untuk Tugas “Sistem Urologi”.
Akhir kata semoga ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya, tidak
hanya sekarang tapi sampai nanti.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan
BAB II LaporanPendahuluan
3
BAB I
PENDAHULUAN
Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan
prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat,
luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap
pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun.
Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua
kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun
dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.Bayi dengan
sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan
transplantasi ginjal.
Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan
insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun
sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29
pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong
dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden
sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per tahun.Di negara berkembang,
insidennya lebih tinggi.Dilaporkan, insiden sindrom nefrotik pada anak di
Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun. (Tika Putri,
http://one.indoskripsi.com ) Dengan adanya insiden ini, diharapkan perawat lebih
mengenali tentang penyakit nefrotik dan mengaplikasikan rencana keperawatan
terhadap pasien nefrotik.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Anatomi dan Fisiologi Ginjal ?
2. Apa Definisi dari Sindrom Nefrotik ?
3. Apa Etiologi dari Sindrom Nefrotik?
4. Apa Klasifikasi dari Sindrom Nefrotik?
5. Bagaimana Patofisiologi dari Sindrom Nefrotik?
6. Bagaimana WOC dari Sindrom Nefrotik ?
7. Apa Manifestasi Klinis dari Sindrom Nefrotik?
8. Apa Pemeriksaan Penunjang Sindrom Nefrotik?
9. Bagaimana Penatalaksanaan dari Sindrom Nefrotik?
10. Apa Komplikasi dari Sindrom Nefrotik?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Sindrom Nefrotik ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahuiAnatomi dan Fisiologi Ginjal
2. Untuk mengetahuiDefinisi dari Sindrom Nefrotik
3. Untuk mengetahui Etiologi dari Sindrom Nefrotik
4. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Sindrom Nefrotik
5. Untuk mengetahui Patofisiologi dari Sindrom Nefrotik
6. Untuk mengetahui WOC Sindrom Nefrotik
7. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis dari Sindrom Nefrotik
8. Untukmengetahui Pemeriksaan PenunjangSindrom Nefrotik
9. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari Sindrom Nefrotik
10. Untuk mengetahui Komplikasi dari Sindrom Nefrotik
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien Sindrom Nefrotik
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih
kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang
sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam
glomerulus.Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi
ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
7
Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya,
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid, Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis,
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air
raksa, Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
3) Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik
primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :
Kelainan minimal
Nefropati membranosa
Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis membranoproliferatif
8
Glomerulosklerosis fokal segmental
9
Sindrom Nefrotik menurut terjadinya (2,3)
a) Sindrom Nefrotik Kongenital
Pertama kali dilaporkan di Finlandia, sehingga disebut juga SN tipe
Finlandia. Kelainan ini diturunkan melalui gen resesif. Biasanya anak lahir
premature (90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari berat
badan).Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus.Gejala pertama berupa
edema, asites, biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu
pertama.Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai hipoproteinemia,
proteinuria massif dan hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa
kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata
lebar, telinga letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan
meninggal Karenainfeksi sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara
untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini adalah
pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya
meninggi.
b) Sindrom Nefrotik yang didapat:
Termasuk disini sindrom nefrotik primer yang idiopatik dan sekunder.
10
juga menstimulasi pelepasan hormon antidiuretik (ADH) yang akan
meningkatkan reabsorpsi air di tubulus kolektivus.
11
2.6 WOC Sindrom Nefrotik
12
2.7 Manifestasi Klinis dari Sindrom Nefrotik
13
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
a) Protein
terdiri dari albumin saja dengan berat molekul rendah atau non
yaitu IgG. Pada kasus ini didapatkan hasil laborat proteinuria +++
(positif 3).
b) Sedimen
penuh/ LPK.
c) Elektrolit
sesuai intake.
2. Darah
14
bahkan dapat < 1 gr / dl. Elektroforesis menunjukkan tidak hanya
mg/100 mL.
b) Lemak
lipoprotein.
15
c) Urea, Kreatinin, Elektrolit
biasanya tetap dalam batas normal. Pada kasus ini didapatkan hasil
d) Hematologi
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi.
A. Penatalaksanaan Medis
16
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik
dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
- Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan
adanya TBC
- Diuretikum
- Obat simvastatin
Berdasarkan jurnal dengan judul “simvastatin in Nephrotic
Syndrome” bahwa simvastatin dapan menurunkan kadar lipid dalam
darah
- Kortikosteroid
- Diet
17
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan
edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi
ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama
protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran
protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.
- Kemoterapi:
Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang
mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari
hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.
Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat
dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus,
konvulsi dan hipertensi.
Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk
mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan
spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-
18
obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan
penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
B. Penatalaksanaan Keperawatan
- Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna
mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya
cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas
bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan
memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih
rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
- Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan
output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk
mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.
- Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan
kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang
sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong
urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut
dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga
tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok
yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
- Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema
kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka
harus diswab dengan air hangat.
- Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri
abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan
memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
- Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik
cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun
infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan
steroid dan siklofosfamid.
19
- Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang
tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan
dekubitus.
- Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali
tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini
merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan
yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk
rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang
tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini.
Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
- Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum
untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah
terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab
kematian pasien).
20
g. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk
kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
h. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
i. Kerusakan kulit
j. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
k. Hipovolemia
l. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan
arteri ekstremitas dan trombosis arteri serebral
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
21
3.1 Pengkajian
a) Identitas klien:
- Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah
(3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh
dan kelainan genetik sejak lahir.
- Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada
fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan
dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa
ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
- Agama
- Suku/bangsa
- Status
- Pendidikan
- Pekerjaan
b) Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c) Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites).
- Riwayat kesehatan sekarang
22
Kaji adanya anoreksia pada klien
Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
- Riwayat kesehatan dahulu
d) Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
- Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
- Pola eliminasi: diare, oliguria.
- Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
- Pola istirahat tidur: susah tidur
- Pola mekanisme koping : cemas, maladaptive
- Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
e) Pemeriksaan Fisik
- Status kesehatan umum
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Kesadaran: biasanya compos mentis
TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
- Pemeriksaan sistem tubuh
B1 (Breathing)
23
nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema
pulmoner dan efusi pleura.
B2 (Blood)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
f) Pengkajian Diagnostik
24
3.2 Diagnosa keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu
makan.
25
3.3 Intervensi Keperawatan
Ketidakseimbangan nutrisi Tujuan : Dalam waktu 3x24 o Catat intake dan output makanan secara akurat
kuruang dari kebutuhan jam kebutuhan nutrisi akan o Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare.
berhubungan dengan terpenuhi R : Diare sebagai reaksi edema intestinalMencegah status
malnutrisi sekunder nutrisi menjadi lebih buruk.
terhadap kehilangan Kriteria Hasil : o Batasi natrium selama edema dan trerapi kortikosteroid
protein dan penurunan · Napsu makan baik Tidak o R: Asupan natrium dapat memperberat edema usus yang
26
napsu makan. terjadi hipoprtoeinemia Porsi menyebabkan hilangnya nafsu makan anak
makan yang dihidangkan o Beri lingkungan yang menyenangkan, bersih, dan rileks pada
dihabiskan Edema dan ascites saat makan
tidak ada. R : mendorong agar pasien mau makan
o Beri makanan dalam porsi sedikit pada awalnya dan Beri
makanan dengan cara yang menarik
R: untuk menrangsang nafsu makan agar pasien dapat
menerima makanan degan baik
h.
27
3.3 Evaluasi
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi
15.Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid
1, Media Aesculapius: Jakarta
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.
30
31