OLEH:
I G N Paramartha W P (0702005123)
PEMBIMBING
Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka putra,SpPD-KR
Atas berkat rahmaTuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan responsi
yang berjudul “Syok Anafilaksis Oleh Karena Obat” tepat pada waktunya.
Tugas ini merupakan salah satu syarat didalam mengikuti Kepanitraan Klinik
Madya di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Banyak berbagai pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan tugas
ini. oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof.Dr.dr.Tjokorda Raka Putra,SpPD-KR selaku pembimbing dan penguji.
2. Dr.dr.Ketut Suega,SpPD-KHOM, selaku kepala bagian di bagian Ilmu
Penyakit Dalam.
3. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Denpasar, 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Penghantar.......................................................................................... ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan.................................................................................... 1
BAB II Laporan Kasus................................................................................ 2
2.1 Identitas Pasien............................................................................ 2
2.2 Anamnesis................................................................................... 2
2.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................ 5
2.4 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 7
2.5 Diagnosis………………………………………………………. 9
2.6 Penatalaksanaan........................................................................... 9
BAB III Pembahasan.................................................................................. 11
3.1 Faktor Predisposisi dan etiologi………………………………… 13
3.2 Patofisiologi…………………………………………………… 16
3.3 Manifestasi Klinis……………………………………………… 17
3.4 Pemeriksaan Penunjang………………………………………… 20
3.5 Diagnosis………………………………………………………… 20
3.6 Penatalaksanaan…………………………………………………. 22
BAB IV Kesimpulan.................................................................................. 25
Daftar Pustaka............................................................................................. 28
Responsi Kasus
I. Pendahuluan
Nama : PK
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 tahun
Alamat : Bedeng Proyek Pt Prada Ungasan, Kuta, Badung
Pekerjaan : Lain- lain
Pendidikan : Tamat SD
Agama : Kristen
Suku : Sumba
Status : Belum Menikah
Tanggal MRS : 05/09/2012
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Sosial :
Pasien adalah seorang perokok berat sejak usia remaja. Pasien dalam sehari
bisa menghabiskan hingga 1-2 bungkus rokok. Pasien berhenti bersekolah
setelah tamat SD dan sejak itu sering melakukan berbagai kerja sementara
seperti bartender di tempat- tempat hiburan dan sering mengkonsumsi
alkohol di tempat kerja. Riwayat penggunaan jarum suntik disangkal oleh
penderita.
Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah : 80/60 mmHg
Nadi : 112 x/menit, lemah, reguler, tidak kuat
angkat Pernafasan : 24 x/menit
Suhu Aksila : 39,1 OC
Pemeriksaan Umum :
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek Pupil +/+ Isokor, Edema Palpebra
+/+
THT : Pembesaran tonsil (-), Hiperemis faring (-), Atrofi lidah
(-), Edema bibir (+)
Leher : JVP PR + 0 cmH2O, Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax : Inspeksi : Simetris, tidak tampak pulsasi iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, Vokal fremitus N / N
Perkusi : Batas atas jantung setinggi ICS II
Batas bawah jantung setinggi ICS V
Batas kanan jantung pada PSL kanan
Batas kiri jantung pada MCL kiri
Auskultasi : Cor: S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Pulmo: Vesikuler +/+, Ronkhi -/- , Wheezing -/-
Abdomen: Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, Nyeri tekan
(-)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas : Hangat ++ / ++ Edema: - -/- -
Eritema generalisata berbatas tidak tegas pada seluruh tubuh (+)
EKG ( 05/09/2012) :
Sinus takikardia
HR: 113 x/menit
Axis normal P-R interval
normal S-T change (-)
2.5 Penatalaksaan
Planning Terapi
- Oksigen 2-4 lpm
- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- Adrenalin 0,3 cc IM
- Methylprednisolone 2 x 62,5 mg IV
- Kompres hangat
Planning Diagnostik
Tes immunology IgE total
Monitoring
Vital sign
Keluhan
Prognosis
Dubius ad bonam
III. Pembahasan
Reaksi anafilaksis adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau tipe cepat, sistemik,
mengancam hidup pada orang yang sensitif terhadap antigen tertentu, yang
timbul dalam beberapa menit setelah terpapar antigen tersebut.1 Menurut
kriteria Sampson HA, et al. JACI 2006 ada tiga kriteria klinis dalam
mendiagnosis anafilaksis yaitu :1
1. Onset yang akut (terjadi dalam beberapa menit sampai jam) dengan
melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya. Contoh gatal diseluruh
permukaan kulit, pembengkakan di bibir, lidah, atau uvula.
Dengan disertai satu dari dua kelainan dibawah :
a. Kelainan sistem respirasi ( dyspnea, wheeze-bronchospasm, stridor,
hypoxemia).
b. Penurunan tekanan darah atau keterlibatan gejala disfungsi organ
(hipotonia, pingsan, inkontinensia).
2. Dua atau lebih gejala dibawah yang terjadi setelah terpapar alergen yang
terjadi dalam beberapa menit sampai jam :
a. Keterlibatan kulit dan mukosa (contoh gatal diseluruh permukaan kulit,
pembengkakan di bibir, lidah, atau uvula )
b. Kelainan respirasi (dyspnea, wheeze-bronchospasm, stridor,
hypoxemia).
c. Penurunan tekanan darah atau keterlibatan gejala disfungsi organ
(hipotonia, pingsan, inkontinensia).
d. Gejala gastrointestinal yang persisten (contoh kram abdomen, nyeri,
atau muntah)
3. Penurunan tekanan darah setalah terpapar alergen dalam beberapa menit
atau jam :
a. Bayi dan anak-anak : tekanan darah sistolik yang rendah atau dibawah
30% dari darah sistolik normal
b. Dewasa : tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan
tekanan darah dibawah 30% dari tekanan darah ormal orang tersebut.
Pada kasus diatas memenuhi ketiga kriteria Sampson HA, et al. JACI 2006.
Pasien terjadi keluhan di kulit dan mukosa seperti gatal-gatal dan kemerahan
diseluruh tubuh, disertai bengkak pada kelopak mata dan bibir. Pasien
diinjeksikan obat secara intravena ± 30 menit yang lalu. Pasien terpapar allergen
dari suntikan tersebut dan keluhan yang terjadi dalam ± 30 menit. Yang artinya
memenuhi kriteria, kejadian terpapar allergen dalam beberapa menit sampai jam.
Pasien juga mengeluhkan adanya sesak nafas yang terjadi bersamaan dengan
keluhan yang lain. Selain itu, terjadi penurunan tekanan darah, saat diperiksa
tekanan darah pasien 80/60 mmHg. Tekanan darah sistolik pasien 80mmHg,
menurut salah satu kriteria Sampson HA, et al. JACI 2006 tekanan darah sistolik
dibawah 90 mmHg, yang artinya pada kasus ini sudah memenuhi salah satu
kriteria. Jadi pada pasien ini memenuhi kriteria Sampson HA, et al. JACI 2006
untuk mendiagnosis anafilaksis secara klinis.
Reaksi anafilaksis terjadi akibat pajanan ulang alergen yang sama yang dimediasi
oleh Ig E spesifik yang melekat pada dinding mastosit dan basofil. Reaksi ini
dapat diperberat dan diperpanjang oleh mediator sekunder yang dikeluarkan oleh
sel-sel radang yang tertarik ke lokasi reaksi.2 Manifestasi klinis yang terjadi
merupakan efek mediator kimia akibat reaksi antigen dengan Ig E yang telah
terbentuk yang menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatnya permeabilitas
kapiler serta hipersekresi kelenjar mucus.2,3 Kejang bronkus gejalanya berupa
sesak. Kadang-kadang kejang bronkus disertai kejang laring. Bila disertai edema
laring keadaan ini bisa sangat gawat karena pasien tidak dapat atau sangat sulit
bernapas. Manifestasi klinis renjatan anafilaksis dapat terjadi dalam waktu 30
menit setelah pemberian obat. Karena hal tersebut mengenai beberapa organ dan
secara potensial membahayakan, reaksi ini sering disebut sebagai anafilaksis.
Pada tipe I ini terjadi beberapa fase yaitu: 2,5
a) Fase sensitasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
b) Fase aktivasi, yaitu fase yang terjadi karena paparan ulang antigen spesifik.
Akibat aktivasi ini sel mast/basofil mengeluarkan kandungan yang
berbentuk granul yang dapat menimbulkan reaksi.
c) Fase efektor, yaitu fase terjadinya respons imun yang kompleks akibat
pelepasan mediator.
3.1 Faktor Predisposisi dan Etiologi
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah sifat
alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan
alergen. Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah
makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang,
ikan kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah
makanan yang biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan
yang bisa menyebabkan anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat
anestesi intravena, relaksan otot, aspirin,, NSAID, opioid, vitamin B1, asam
folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan
cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.1,2,3
Pada kasus diatas pasien dengan infeksi HIV mengalami anafilaksis diduga
karena pemberian obat-obatan seperti Codein, Paracetamol, Asam Tranexamat,
Ceftazidine, Ciprofloxacin, Ambroxol, Cotrimoxasol, dan OAT. Faktor
pencetus anafilakasis karena pasien terinfeksi HIV, yang dikatakan sesuai
dengan epidemiologi lebih banyak terjadi pada pasien HIV dibandingkan yang
non HIV. Pasien juga diberikan antibiotik, menurut kepustakaan, antibiotik
sering dilaporkan merupakan penyebab terjadinya reaksi anafilaksis. Selain itu
pasien juga mendapat NSAID, yaitu paracetamol, golongan NSAID merupakan
salah satu faktor yang bisa mencetuskan terjadinya reaksi anafilaksis.
3.2 Patofisiologi
Pernapasan
Hidung Hidung gatal, bersin dan tersumbat
Lidah Edema
Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi
kadang-kadang langsung berat. Brown SGA et.al membagi berdasarkan derajat
keluhan, dalam derajat ringan, sedang, dan berat.6
1. Ringan (keterlibatan kulit dan jaringan mukosa)
Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat,
rasa sesak dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung,
pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan
gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.
2. Sedang (keterlibatan sistem respirasi, kardiovaskuker, dan gastrointestinal)
Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah
bronkospasme dan edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan
mengi. Wajah kemerahan, hangat, ansietas, dan gatal-gatal juga sering
terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
3. Berat (hypoxia, hipotensi, deficit neurologis)
Sianosis (SpO2≤ 92%, hipotensi (pada dewasa tekanan darah ≤ 90 mmHg),
konfusi, penurunan kesdaran, inkontinesia. Derajat berat mempunyai
awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang
sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat
kearah bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa
diiringi gejala disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-
kejang.
Menurut Brown SGA et.al nomor satu merupakan reaksi hipersensitivitas,
sedangkan nomor dua dan tiga adalah anafilaksis.6
Pada pasien diatas sesuai dengan kriteria Brown SGA et.al termasuk dalam
anafilaksis berat. Pasien dikelompokkan dalam anafilaksis berat karena pada
pasien ditemukan adanya keluhan di kulit dan mukosa seperti gatal-gatal dan
kemerahan diseluruh tubuh, disertai bengkak pada kelopak mata dan bibir.
Kemudian keterlibatan sistem respirasi, yang pada pasien ditemukan adanya
keluhan sesak nafas yang timbul segera setelah terpapar alergen. Selain sistem
respirasi, ditemukan juga keluhan pada sistem gastrointestinal, yaitu pasien
mengeluhkan mencret sudah sebanyak dua kali, dengan konsistensi cair, ampas
dikatakan sedikit, berwarna kuning, volume ±200 cc. Darah segar dikatakan
tidak ada. BAB berwarna coklat juga disangkal oleh pasien. Pada pasien juga
ditemukan hipotensi. Pasien saat diperiksa tekanan darah didapatkan 80/60
mmHg.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan
diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan
untuk memonitor hasil pengbatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung
eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE
total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna untuk
prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga
dengan derajat alergi yang tinggi. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu
IgE spesifik dengan RAST (radio-immunosorbent test) atau ELISA (Enzym
Linked Immunosorbent Assay test), namun memerlukan biaya yang mahal.1,2
3.5 Diagnosis
Menurut kriteria Sampson HA, et al. JACI 2006 ada tiga kriteria klinis dalam
mendiagnosis anafilaksis yaitu :1
a. Onset yang akut (terjadi dalam beberapa menit sampai jam) dengan
melibatkan kulit, jaringan mukosa, atau keduanya. Contoh gatal diseluruh
permukaan kulit, pembengkakan di bibir, lidah, atau uvula.
Dengan disertai satu dari dua kelainan dibawah :
1. Kelainan sistem respirasi ( dyspnea, wheeze-bronchospasm, stridor,
hypoxemia).
2. Penurunan tekanan darah atau keterlibatan gejala disfungsi organ
(hipotonia, pingsan, inkontinensia).
b. Dua atau lebih gejala dibawah yang terjadi setelah terpapar alergen yang
terjadi dalam beberapa menit sampai jam :
1. Keterlibatan kulit dan mukosa (contoh gatal diseluruh permukaan
kulit, pembengkakan di bibir, lidah, atau uvula )
2. Kelainan respirasi (dyspnea, wheeze-bronchospasm, stridor,
hypoxemia).
3. Penurunan tekanan darah atau keterlibatan gejala disfungsi organ
(hipotonia, pingsan, inkontinensia).
4. Gejala gastrointestinal yang persisten (contoh kram abdomen, nyeri,
atau muntah)
c. Penurunan tekanan darah setalah terpapar alergen dalam beberapa menit
atau jam :
1. Bayi dan anak-anak : tekanan darah sistolik yang rendah atau dibawah
30% dari darah sistolik normal
2. Dewasa : tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan
tekanan darah dibawah 30% dari tekanan darah normal orang tersebut.
Pada kasus diatas memenuhi ketiga kriteria Sampson HA, et al. JACI 2006.
Pasien terjadi keluhan di kulit dan mukosa seperti gatal-gatal dan kemerahan
diseluruh tubuh, disertai bengkak pada kelopak mata dan bibir. Pasien
diinjeksikan obat secara intravena ± 30 menit yang lalu. Pasien terpapar
allergen dari suntikan tersebut dan keluhan yang terjadi dalam ± 30 menit.
Yang artinya memenuhi kriteria, kejadian terpapar allergen dalam beberapa
menit sampai jam. Pasien juga mengeluhkan adanya sesak nafas yang terjadi
bersamaan dengan keluhan yang lain. Selain itu, terjadi penurunan tekanan
darah, saat diperiksa tekanan darah pasien 80/60 mmHg. Tekanan darah
sistolik pasien 80mmHg, menurut salah satu kriteria Sampson HA, et al. JACI
2006 tekanan darah sistolik dibawah 90 mmHg, yang artinya pada kasus ini
sudah memenuhi salah satu kriteria. Jadi pada pasien ini memenuhi kriteria
Sampson HA, et al. JACI 2006 untuk mendiagnosis anafilaksis secara klinis.
Karena pasien sempat seperti orang bingung. Keluhan bingung tersebut terjadi
sesaat setelah pasien mengeluh bengkak pada bibir dan mual. Pasien sempat
tidak mengenali penunggunya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah pasien 80/60 mmHg disertai nadi yang cepat 112x/menit maka diagnosis
pasien adalah syok anafilaksis oleh karena obat.
3.6 Penatalaksanaan
Reaksi anafilaksis harus ditanggulangi secara cepat dan tepat. Pasien dengan
simptom anafilaksis yang berat harus diberikan intervensi yang standar.
Intervensi tersebut antara lain pemberian oksigen, cardiac monitoring dan
akses IV.1,2
Langkah-langkah pengobatan :
Pasien dengan inisial PK, 24 tahun mengeluh sesak nafas 6 September 2012
setelah dinjeksikan obat secara intravena di ruangan Nusa Indah RSUP
Sanglah. Sesak dirasakan timbul secara tiba-tiba seperti sulit untuk
mengambil napas dan tidak membaik dengan perubahan posisi. Sesak
awalnya terasa ringan, namun dalam setengah jam semakin memberat.
Pasien mengatakan sesak napas muncul ± 30 menit setelah perawat
memasukkan obat.
Pasien juga mengeluh bengkak di kedua mata dan bibirnya sejak ± 30 menit
setelah perawat memasukkan obat. Mata dirasakan semakin bengkak dan
kemerahan. Sensasi seperti terbakar juga dirasakan pada bibir pasien.
Pasien juga mengeluh gatal dan kemerahan pada seluruh tubuhnya sejak ±
30 menit setelah perawat memasukkan obat terutama pada tangan dan
kakinya. Gatal tidak berkurang dengan garukan.
Pasien juga mengeluh mual setelah timbul kemerahan pada seluruh tubuh ±
40 menit setelah memasukkan obat. Mual tidak disertai dengan muntah.
Mual dirasakan terus menerus, disertai rasa tidak enak pada tenggorokan.
Pasien dikatakan oleh penunggunya sempat dikatakan seperti orang bingung.
Keluhan bingung tersebut terjadi sesaat setelah pasien mengeluh bengkak
pada bibir dan mual. Pasien sempat tidak mengenali penunggunya untuk
beberapa saat.
Pasien juga mengeluhkan mencret sudah sebanyak dua kali sejak tadi pagi
(6/9/2012), dengan konsistensi cair, ampas dikatakan sedikit, berwarna
kuning, volume ±200 cc. Darah segar dikatakan tidak ada. BAB berwarna
coklat juga disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik general dan tanda vital ditemukan edema palpebra
pada pemeriksaan mata. Pada pemeriksaan telinga,hidung dan tenggorokan,
didapati edema pada bibir. Juga didapati pada inspeksi eritema pada seluruh
tubuh pasien. Nadi pasien lemah, regular dan tidak kuat angkat.Temparatur
aksilla pada saat pemeriksaan menunjukkan pasien febris (39,1 C).
Penatalaksaan
Planning Terapi
- Oksigen 2-4 lpm
- Adrenalin 0,3 cc IM
- Methylprednisolone 2 x 62,5 mg IV
- Kompres hangat
Planning Diagnostik
Tes immunology IgE total
Rencana Monitoring:
- Keluhan
- Tanda-tanda alergi
DAFTAR PUSTAKA