2017
HALAMAN PENGESAHAN
Melaporkan kasus seorang Perempuan 23 tahun dengan Rinitis Alergi Persisten Ringan
Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas
Mengetahui
Prof. Dr. dr. Suprihati, Sp. THT-KL(K), MSc dr. Atik Masdarinah
3
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................. 3
1.3 Manfaat........................................................................... 3
3.1 Definisi........................................................................... 13
3.6 Diagnosis........................................................................ 19
3.8 Penatalaksanaan.............................................................. 22
3.9 Komplikasi..................................................................... 26
3.10 Prognosis...................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 29
4
BAB I
PENDAHULUAN
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi pada mukosa nasal yang diinisiasi
oleh respon imun alergi terhadap alergen pada pasien atopi yang sebelumnya
sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator
tersumbat, serta adanya post nasal drip yang cepat membaik setelah serangan atau
setelah pengobatan.1
Prevalensi rinitis alergi saat ini mencapai 40% dari total seluruh populasi
Indonesia sendiri, belum diketahui angka pasti penderitanya, tetapi sampai saat ini
tahunnya. Di Indonesia alergen inhalan tersering adalah tungau rumah, dan tungau
debu.1
5
yang diluar penanganan yang boleh dilakukan oleh dokter umum maka harus
Kepala Leher.
6
1.2 Tujuan
ringan.
1.3 Manfaat
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. M
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
No. CM : B411351
2. Discharge serous 8
3. Hidung gatal 8
6. Allergic shiners 8
7. Alergic salute 8
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 29 Mei 2017 pukul 14.30 WIB di Poli THT RSUP
Pasien datang ke Poli THT RSUP Dr. Kariadi Semarang dengan keluhan
bersin bersin setiap pagi hari. Sejak 10 tahun yang lalu pasien mengeluh
bersin-bersin pada pagi hari, dalam satu minggu keluhan dapat terjadi 5-7
hari. Keluhan dirasakan hampir setiap hari, hilang timbul terutama saat pagi
sewaktu bangun tidur dan saat akan tidur. Setiap kali serangan pasien
mengalami bersin lebih dari lima kali. Pasien juga mengalami gejala lain
yaitu hidung gatal, hidung tersumbat, keluar ingus encer warna bening dan
tidak berbau, pusing (-), demam (-), telinga gatal (+), penciuman berkurang
(-/-), mata gatal (-/-) saat sedang serangan, mata berair (-/-), nyeri wajah dan
dahi (-), batuk (-), terasa lendir ditengorokan (-), keluhan bertambah berat
siang hari. Pasien tidak memiliki hewan peliharaan, pasien tidur dengan kasus
busa dan bantal kapuk dengan sprei yang diganti 4 minggu sekali. Keluhan
Riwayat keluarga yang tinggal satu rumah mengalami keluhan yang sama
disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesen
Kepala : Mesosefal
Telinga:
Gambar:
Retroaurikula fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
Mastoid nyeri ketok (-), fistel (-), nyeri ketok (-), fistel (-),
CAE / MAE hiperemis (-), furunkel (-), hiperemis (-), furunkel (-),
discharge (-) discharge (-)
Membran Perforasi (-),granulasi(-), Perforasi (-),granulasi(-),
timpani reflek cahaya (+) arah jam 5, reflek cahaya (+) arah jam 7
Hidung:
Gambar :
Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, deformitas
Tenggorok:
Gambar:
Orofaring Keterangan
Dinding Faring
Granulasi (-), Post nasal drip (-)
Posterior
Palatum Bombans (-), hiperemis (-)
Arkus Faring Simetris, uvula ditengah, hiperemis (-)
Mukosa Hiperemis (-)
Tonsil Ukuran T1, hiperemis (-), Ukuran T2, hiperemis (-),
Kepala : Mesosefal
Lain-lain : (-)
Gigi geligi : Karies (-), gigi lubang (-), gigi goyang (-)
RINGKASAN
bersin setiap pagi hari. Sejak 10 tahun yang lalu pasien mengeluh bersin-
bersin pada pagi hari, dalam satu minggu keluhan dapat terjadi 5-7 hari.
Keluhan dirasakan hampir setiap hari, hilang timbul terutama saat pagi
sewaktu bangun tidur dan saat akan tidur. Setiap kali serangan pasien
mengalami bersin lebih dari lima kali. Pasien juga mengalami gejala lain
yaitu hidung gatal, hidung tersumbat, keluar ingus encer warna bening,
telinga gatal (+), keluhan bertambah berat saat terpapar debu ketika
dengan kasus busa dan bantal kapuk dengan sprei yang diganti 4 minggu
Dari pemeriksaan fisik ditemukan discharge (+) serous, mukosa livid (+/
DIAGNOSIS BANDING:
Rinitis vasomotor
DIAGNOSIS SEMENTARA:
RENCANA PENGELOLAAN:
1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Terapi:
Medikamentosa:
3. Pemantauan
- Keadaan Umum
- Tanda vital
- Discharge hidung
- Progresifitas penyakit
4. Edukasi:
5. Prognosis:
Quo ad sanam ad bonam
Quo ad vitam ad bonam
Quo ad fungsionam ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi pada mukosa nasal yang diinisiasi
oleh respon imun alergi terhadap allergen yang diperantarai oleh antibodi IgE
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama
serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rinitis and its Impact on Asthma)
tahun 2010 adalah penyakit dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, hidung
tersumbat dan post nasal drip yang membaik secara spontan atau setelah
pengobatan setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.6
Rinitis alergi adalah penyakit kronik saluran pernapasan dengan angka kejadian
berdampak pada sosial ekonomi, serta dapat berkaitan dengan penyakit asma.2
tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi
terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi
Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas)
protein yang diperoleh dari udara termasuk serbuk sari, partikel fekal tungau
debu, residu kecoa, dan partikel binatang. Setelah partikel tersebut terhirup, maka
Proses sensitisasi dimulai dari jaringan hidung ketika sel penyaji/ antigen-
presenting cells (APC), yang utamanya adalah sel dendritik, menangkap alergen
tersebut akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul
kelenjar limfe dan dipresentasikan ke sel Th0 (sel limfosit T CD4+ yang belum
pernah terpapar antigen). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti
1 dan Th 2.8,9
sel limfosit B menjadi aktif dan alkan memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE
di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi
aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang
tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang
sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi
degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya
bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5,
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga
akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung
menyebabkan akumulasi eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini tidak
berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6 - 8
jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan
jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di
mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte
Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase
(EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non
spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang,
Bed) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat
Diagnosis dan pengelompokan yang tepat pada pasien dengan rinitis alergi
penting untuk menginisiasi terapi yang tepat. Gejala gejala rinitis alergi
termasuk rinorea, obstruksi nasal, gatal pada hidung, dan bersin, yang dapat
Menurut Allergic Rinitis and its Impact on Asthma (ARIA) 2007, rinitis
1 Intermiten: bila gejala muncul kurang dari 4 hari dalam seminggu atau
dikelompokkan menjadi:
1 Ringan: bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas sehari
*Gangguan tidur
4 hari/minggu
Sedang- berat
dan > 4 minggu
Gejala klinis pada rinitis alergi adalah bersin berulang pada pagi hari,
keluar ingus (rinore) yang encer, tidak berbau, dan berwarna bening, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, dan post nasal drip yang membaik secara
Awitan gejala timbul cepat setelah paparan alergen dapat berupa bersin,
mata atau palatum yang gatal berair, rinore, hidung gatal, hidung tersumbat. 4,5,8
Pada mata dapat menunjukan gejala berupa mata merah, gatal, konjungtivitis,
mata terasa terbakar, dan lakrimasi Pada. telinga bisa dijumpai gangguan fungsi
3.6 DIAGNOSIS
menyerang hidung dan sinus, anamnesis, pemeriksaan fisik, dan bila diperlukan
obstruksi/ kongesti hidung, keluarnya cairan dari hidung, bersin berulang, dan
gatal pada hidung. Gejala pada mata dapat pula muncul pada pasien rinitis
alergi yaitu berupa konjungtivitis (mata berair dan gatal). Onset pada usia
muda (< 20 tahun) mendominasi, serta dapat pula disertai penyakit atopi yang
lain yaitu dermatitis atopik, asma, alergi makanan, dan obstructtive sleep
apneu syndrome (OSAS).11 Selain itu pertanyaan lain yang harus ditanyakan
ke pasien adalah durasi dan lama serangan, derajat keparahan, sifat gejala,
hidung luar dan area maksilofasial. Terdapat 3 tanda khas yang dapat
ditemukan pada penderita rinitis alergi yaitu adanya allergic shiners berupa
yaitu menggosok hidung dengan punggung tangan, dan allergic crease berupa
pucat (livid), selain itu dapat pula ditemukan discharge yang berwarna jernih
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay
Test). Pemeriksaan sitologi dari sekret hidung atau kerokan mukosa dapat
kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-
Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan
1 Rinitis Infeksi
2 Rinitis Vasomotor
3 Rinitis Medikamentosa
3.8 PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologi
Tata laksana yang paling utama pada pasien dengan alergi adalah pemberian
alergi.6,7,9
2. Farmakologi
Prinsip dari terapi farmakologikal adalah pendekatan bertahap sesuai dengan
generasi II tidak lebih efektif untuk mengkontrol gejala rinitis alergi bila
efek samping terhadap sistem saraf pusat juga menjadi lebih rendah. 10,11
Antihistamin oral lebih efektif untuk terapi rinorea, bersin, gatal pada
hidung, dan gejala mata, namun kurang efektif untuk obstruksi hidung. 10
lebih sedikit efek samping sistemik. Obat ini bekerja dengan menghambat
reaksi cepat dan lambat serta menurunkan produksi IgE dan eosinofil
dengan cara menghambat sekresi sitokin termasuk IL-4, IL-5, dan IL-13.
mengatasi semua gejala rinitis alergi, terutama obstruksi hidung dan gejala
Penghindaran
alergen
Intermite Persisten
Gagal
Tindaka
n
operatif
Penghindaran terhadap alergen dan iritan
konjungtivitis ditambahkan : antihistamin H1 oral, atau antihistamin H1 intraokuler, atau kromon in
bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak dapat dikecilkan dengan cara
dan sudah berlangsung lama, serta dengan pengobatan cara lain tidak
pembentukan IgG blocking antibody dan penurunan IgE. Ada dua metode yang
3.9 KOMPLIKASI
3. Sinusitis Paranasal
3.10 PROGNOSIS
Kebanyakan gejala rinitis alergi dapat diobati. Pada kasus yang parah dapat
diobati dengan imunoterapi. Pada anak anak seiring dengan bertambahnya usia
membuat lebih tidak sensitif terhadap paparan alergen, namun jika suatu individu
mengalami alergi terhadap zat tertentu zat tersebut dapat membuat individu
PEMBAHASAN
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi pada mukosa nasal yang diinisiasi
oleh respon imun alergi terhadap allergen yang diperantarai oleh antibodi IgE
alergen spesifik tersebut. Gejala yang timbul berupa bersin-bersin, rinore, hidung
terasa gatal dan hidung tersumbat. Penegakan diagnosis rinitis alergi didasarkan
pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini
didapatkan keluhan bersin-bersin setiap pagi hari sejak 10 tahun yang lalu,
dalam satu minggu keluhan dapat terjadi 5-7, hilang timbul terutama saat pagi
sewaktu bangun tidur dan saat akan tidur. Setiap kali serangan pasien mengalami
bersin lebih dari lima kali. Pasien juga mengalami gejala lain yaitu hidung gatal,
hidung tersumbat, keluar ingus encer warna bening (rinore) dan tidak berbau. Hal
ini sesuai dengan teori mengenai gejala klinis rinitis alergi yaitu bersin-bersin
berulang, hidung gatal, hidung tersumbat, dan rinore. Pada pasien Nn. M ini
termasuk klasifikasi rinitis alergi persisten ringan karena gejala yang timbul lebih
dari 4 hari dalam seminggu dan lebih dari 4 minggu dan tidak didapatkan
shinner dan allergic salute, tetapi tidak didapatkan nasal crease. Kemudian pada
pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan hasil yaitu mukosa berwarna livid (+)
pada hidung kanan dan kiri, adanya discharge yang jernih dan encer, akan tetapi
tidak didapatkan konka yang edema. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik maka
hal-hal tersebut sedikit berbeda dengan dengan buku ilmu ajar kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala leher edisi ketujuh dan ARIA 2010 dimana tanda rinitis
alergi pada rinoskopi anterior selain didapatkan mukosa berwarna pucat atau livid
disertai adanya sekret encer yang banyak, juga didapatkan konka yang edema dan
bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. Hal ini disebabkan karena
membantu menegakkan diagnosis pasti, disarankan dilakukan tes cukit kulit atau
Skin Prick Test (SPT) untuk mengetahui alergen pencetus rinitis pada pasien.
sesuai dari hasil skin prick test (SPT) apabila sudah dilakukan, menjaga
menjemur kasur dan bantal secara rutin dan mengupayakan sinar matahari masuk
ARIA yang dianjurkan untuk penderita rinitis alergi persisten ringan adalah
kortikosteroid intranasal atau antileukotrien (jika disertai asma). Pada kasus ini
dipilih yaitu cetirizine 10 mg / 24 jam per oral, dan Triamcinolon acetonide spray
1 puff/24 jam pada hidung kanan dan kiri,serta cuci hidung menggunakan NaCl
kedua adalah efek samping obat lebih minimal seperti tidak menyebabkan
beraktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
2014;4153(July):18.
5. Greiner AN, Hellings PW, Rotiroti G, Scadding GK. Allergic rinitis. Lancet
http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(11)60130-X
Diseases R, et al. Allergic Rinitis and its Impact on Asthma ( ARIA ) 2010
Revision. 2010;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4324099/
9. ARIA At-A-Glance Pocket Reference. 2007;
Allergy. 2010;2(2):6576.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21364228