Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 10 MODUL 1
PENYAKIT INFEKSI PROTOZOA

KELOMPOK 2

ATUR PUJA GUSTI NIM. 1710015010


LAILY MULYANI NIM. 1710015111
BUDI SANTOSO NONG ULIR NIM. 1710015027
RIZKI PRATAMA NURBI NIM. 1710015108
ANNISA FITRIANI NIM. 1710015090
FADILLAH HANA HAFIFAH NIM. 1710015112
MONIKA WIDI SHERINA NIM. 1710015011
FARID BUDIMANSYAH NIM. 1710015107
KHOIRUNNISAA NABILA NIM. 1710015110
NANDHA SHELLVIANA HARUN NIM. 1710015026
CINDY LIDYA SIAHAAN NIM. 1710015095

Tutor :
dr. Loly Rotua D. Siagian, M.Kes, Sp.PK
NIP: 197006212002122001

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
lindungan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan diskusi kelompok tentang “Penyakit
Infeksi Protozoa” dengan lancar. Laporan ini dibuat sebagai hasil diskusi kelompok kecil
kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Loly Rotua D. Siagian, M.Kes, Sp.PK
selaku pembimbing diskusi kami dan juga semua pihak yang terlibat dalam proses belajar
kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami. Sebagai penutup kami berharap, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
setiap pembaca.

Samarinda, 31 Januari 2019

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI
Kata pengantar ……………………………………………………………….…… 2
Daftar isi ………………………………………………………..………………… 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..……………………………………………………………….. 4
1.2 Tujuan …………. …...…………………………………………….………..…. 4
1.3 Manfaat .…………..…………………………………………………………… 4

BAB II ISI
2.1 Skenario ..…………………………………………………………………….... 5
2.2 Identifikasi istilah…...…...…………………………………………………...… 5
2.3 Identifikasi masalah………………………………………………..…………... 5
2.4 Analisis masalah………………………………………………………............. 6
2.5 Strukturisasi konsep……………………………………………………………. 7
2.6 Learning Objective..……...…………………………………….......................... 8
2.7 Belajar mandiri…………………………………………………………………. 8
2.8 Sintesis………..……...……………………………………………………...…. 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan …………………………………………………………………….. 28
B. Saran ……………………………………………………..................................... 28
Daftar pustaka…………………………………………............................................ 29

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. Malaria merupakan
suatu penyakit protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Pada manusia terdapat 4 spesis Plasmodium yaitu falciparum, vivax,
malariae dan ovale yang di mana masing masing memiliki siklus hidup yang berbeda dan
berbeda juga gejala klinis nya jika menyerang manusia. Infeksi malaria memberikan gejala
berupa demam yang khas biasa disebut dengan trias malaria dan beberapa gejala klinis lainnya
yaitu nyeri otot, pusing, anemia dan splenomegaly.

Malaria termasuk penyakit yang mematikan jika tidak ditangani dengan baik atau
penanganannya lambat. Selain itu, tumbuh dan menyebarnya resistensi terhadap semua obat
antimalaria lapis pertama yang dipakai pada pengobatan dan pencegahan malaria telah
menimbulkan masalah besar pada program penanggulangan malaria.

2. TUJUAN

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan :

 Definisi
 Etiologi
 Patogenesis
 Manisfestasi klinis
 Diagnosis
 Penatalaksanaan dan Pencegahan

3. MANFAAT
Kami berharap laporan diskusi kelompok kecil kami dapat bermanfaat dan membantu
dalam mempelajari organogenesis dan mengetahui sebagian kecil penyebab-penyebab
dari beberapa anomali kongenital.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Skenario
Pergi Kerja di tambang pulang bawa penyakit

Amir seorang pekerja tambang di suatu daerah pedalaman Kalimantan


Timur, datang ke puskesmas daerah tempatnya bekerja karena keluhan demam.
Demam dirasakan sejak 1 minggu sebelumnya. Demam bersifat hilang timbul
setiap 2 hari sekali dan setiap akan demam amir menggigil dan berkeringat.
Karena bersifat hilang timbul, jika tidak demam, Amir masih dapat melakukan
aktifitas pekerjaan di Pertambangan. Selain demam Amir juga merasakan mual
muntah serta sakit kepala dan seluruh tubuhnya terasa sakit. Di puskesmas amir
diperiksa oleh dokter dan hasilnya menunjukkan tanda vital tekanan darah 110/80
mmHg. Temperatur 38,9oC denyut nadi 98x/menit dan frekuensi pernafasan
20x/menit. Hasil laboraturium menunjukkan hasil kadar haemoglobin 10,5 gr/dl,
Leukosit 7.800 /µL, Trombosit 65.000/µL hematrokit 35% . Dokter kemudian
merujuk amir ke rumah sakit tipe C untuk diadakan beberapa pemeriksaan
penunjang lainnya yaitu widal, antibody dengue, dan DDR.

2.2 Step 1 Identifikasi Istilah


1. Widal : Tes yang digunakan untuk menemukannya adanya Salmonella
typhii penyebab penyakit tifoid
2. DDR : Pemeriksaan untuk menemukannya Plasmodium sp. dengan
menggunakan hapusan darah tepi
3. Antibody Dengue : Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya infeksi
Dengue

2.3 Step 2 Identifikasi Masalah


1. Apa hubungan antara lingkungan kerja dengan keluhan sakit?
2. Kenapa Demam Amir Hilang Timbul?
3. Kenapa amir mengalami respon tubuh yang berlawanan yaitu demam dan
menggigil?
4. Kenapa Amir Mual Muntah sakit kepala dan nyeri?
5. Apakah tanda vital Amir Setelah diperiksa Normal?
6. Apakah Hasil Lab amir Normal
7. Apa alasan dilakukan pemeriksaan penunjang widal DDR dan antibody dengue?

5
2.4 Step 3 Analisa Masalah
1. Kemungkinan Amir mengalami kelelahan saat bekerja sehingga dai bisa
mengalami nyeri, atau kebersihan di daerah pertambangan yang kurang bersih
dapat menyebabkan terjadinya penyakit infeksi mikroorganisme karena bakteri
menyenangi tempat yang kurang bersih sehingga amir dapat muntah, mual,
anoreksia dan demam. Ataupun infeksi dari vector nyamuk dikarenakan
pertambangan terdapat banyak genangan air yang mnjadi sarang nyamuk
berkembang biak,
2. Ini bisa terjadi akibat adanya onfeksi mikroorganisme yang memiliki pola demam
yang hilang timbul. dapat juga diakibatkan oleh aktivitas fisik yang berlebih dapat
menyebabkan demam dan menurunkan sistem imun
3. Demam dimulai dengan menggigil dikarenakan naiknya set point di hipotalamus
akibat infeksi mikroorganisme. maka hipotalamus mengirimkan sinyal untuk
memproduksi panas yaitu dengan cara menggigil lalu dilanjutkan dengan
demamnya.
4. Pola Hidup yang kurang sehat dan kebersihan lingkungan dapat mengakibatkan
timbulnya infeksi yang toksinnya dapat mengakibatkan refleks mual dan muntah,
lalu nyeri dapat pula diakibatkan karena infeksi sistemik akibat dari pelepasasan
PGE2 parifer menyebabkan ujung saraf bebas menjadi tersensitisasi maka dapat
timbul gejala nyeri
5. Tekanan Darah normal, Temperatur meningkat, Denyut nadi normal, frekuensi
nafas cepat.
6. Jumlah leukosit normal, Trombosit terjadi penurunan, Hemoglobin terjadi
penurunan, Hematokrit terjadi penurunan.
7. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dari penyakit yang diderita oleh amir dari
gejala ada 3 diagnosis bandingnya yaitu malaria, demam tifoid, dan Demam
dengue maka dari itu digunakan pemeriksaan ini.

6
2.5 Step 4 Strukturisasi Konsep

-demam hilang timbul

-mengigil
Faktor Lingkungan
Penyebab Gejala Klinis -sakit kepala

-mual muntah

-nyeri seluruh tubuh

Anamnesis dan -Trombosit


Pemeriksaan Fisik
-Hb

Hct

Pemeriksaan Lab

Diagnosis Sementara
(Penyakit Infeksi Tropis)

Pemeriksaan Penunjang
(Widal, Antibodi Dengue,
DDR)

Diagnosis Pasti

7
2.6 Step 5 Sintesis

1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang definisi, etiologi, patofisiologi,


manifestasi klinis, diagnosis serta penatalaksanaan dan pencegahan dari malaria
2. Mahasiswa mampu mengetahui tentang perbedaan antara malaria dengan
demam dengue

2.7 Step 6 Belajar Mandiri

2.8 Step 7 Pembahasan Learning Objektif


Learning Objective I
definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis serta penatalaksanaan dan
pengobatan dari malaria
Definisi

Dalam buku Ilmu Penyakit Dalam (Harijanto, 2017) dijelaskan bahwa penyakit
malaria (malaria disease) ialah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
plasmodium di dalam eritrosit dan biasanya disertai dengan gejala demam.

Etiologi

Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Terdapat empat plasmodium yang dapat menginfeksi manusia,
yaitu:
 Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana dan sering dijumpai di
Indonesia.
 Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika sering dijumpai di
Indonesia.
 Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana pernah dijumpai
pada kasus di Indonesia tetapi sangat jarang.
 Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, dan
pulau Owi (utara Irian Jaya).
Sejak tahun 2004 telah dilaporkan munculnya malaria baru dikenal sebagai malaria
ke-5 yang disebabkan oleh Plasmodium knowlesi yang sbelumnya hanya
menginfeksi monyet berekor panjang, namun sekarang dapat pula menginfeksi
manusia. Parasit ini belum banyak dilaporkan di Indonesia (Harijanto, 2017).

8
Patofisiologi

Dalam buku Parasitologi Kedokteran (Sutanto, 2009) dijelaskan bahwa daur hidup
keempat spesies Plasmodium pada manusia umumnya sama. Proses tersebut terdiri
atas :
1) Fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh manusia mempunyai dua daur, yaitu :
a) Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit).
Pada infeksi P.falciparum dan P.malariae hanya terdapat satu generasi
aseksual dalam hati sebelum daur dalam darah dimulai, sesudah itu daur
dalam hati tidak dilanjutkan lagi.
Pada infeksi P.vivax dan P.ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus sampai
bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung
lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps. Hal ini diakibatkan sporozoit
yang dormant selama periode tertentu (disebut hipnozoit), sampai menjadi
aktif kembali dan mengalami skizogoni.
b) Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit).
Skizon hati yang pecah akan mengeluarkan merozoite ke sirkulasi darah dan
menyerang eritrosit yang masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Dalam
eritrosit merozoite berubah menjadi trofozoit yang kemudian akan
membentuk skizon di eritrosit. Apabila skizon pecah akan melepaskan
merozoite dan menyerang eritrosit lainnya.
2) Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk
Di dalam darah sebagian parasite akan membentuk gamet jantan dan betina,
dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus
seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot
dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinete yang menembus dinding perut
nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi matang dan
mengeluarkan sporozoite yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan
siap menginfeksi manusia (Harijanto, 2017).

9
Dalam buku Ilmu Penyakit Dalam (Harijanto, 2017) dijelaskan bahwa patogenesis
malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria yang disebabkan oleh P.
falciparum. Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1) Faktor parasit : intensitas transmisi, densitas parasite dan virulensi parasit.
2) Faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia,
status nutrisi dan status imunologi.
Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2
stadium, yaitu :
1) Stadium cincin pada 24 jam I; permukaan EP stadium ini akan menampilkan
antigen RESA (Ring-erythrocyte surface antigen).
2) Stadium matur pada 24 jam ke II; permukaan membran EP stadium ini akan
mengalami penonjolan dan membentuk knob
Selanjutnya bila EP tersebut berubah menjadi merozoite, akan dilepaskan toksin
malaria berupa GPI (glikosilfosfatidilinositol) yang merangsang pelepasan TNF-alpha
dan IL-1 dari makrofag.
Parasit dalam eritrosit yang berpotensi (EP) bisa mengalami beberapa fenomena,
yaitu :

10
1) Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan
endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak
dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak
dipermukaan endotel vaskular.
2) Sekuestrasi adalah parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P.
falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya
seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada
organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi ini
diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
3) Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih
eritrosit yang non-parasit. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal
dalam jaringan.
Dari penjelasan di atas, proses yang dialami akan menyebabkan perubahan jaringan
bahkan yang lebih penting lagi ialah keadaan mikrovaskular dimana parasit malaria
berada. Beberapa organ yang terlibat, yaitu :
1) Otak; dijumpai otak membengkak dengan perdarahan petekie yang multipel
pada substansi putih (white matter). Hampir seluruh pembuluh kapiler dan vena
penuh dengan parasit.
2) Jantung; jantung rekatif normal, bila anemia tampak pucat dan dilatasi.
3) Paru; dijumpai gambaran edema paru, pembentukan membran hialin, adanya
agregasi leukosit.
4) Ginjal; tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler
glomerulus, proliferasi sel mesangial dan endotel.
5) Saluran cerna bagian atas; dapat terjadi perdarahan karena erosi, selain
sekuestrasi juga dijumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut.
6) Pada sumsum tulang; dijumpai diseritropoesis, makrofag mengandung banyak
pigmen dan eritrofagositosis.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita dan tingginya


transmisi infeksi malaria. Adapun berat atau ringannya infeksi dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu (FKUI, 2017):

11
- Jenis plasmodium (Plasmodium Falciparum sering memberikan komplikasi)
- Daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan)
- Umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat)
- Ada dugaan konstitusi genetik
- Keadaan kesehatan dan nutrisi
- Kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya

Manifestasi Umum Malaria

Malaria memiliki gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan splenomegali.


Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi
sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit punggung, merasa
dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, sakit perut, diare ringan
dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada malaria akibat Plasmodium
vivax dan ovale, sedangkan pada Plasmodium falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak
jelas bahkan gejala dapat mendadak (FKUI, 2017).

Gejala klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan, yaitu :

 Periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri
dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-geligi
saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur
 Periode panas : wajah penderita merah, nadi cepat, suhu badan tetap
tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat
 Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan
penderita merasa sehat.

Trias malaria lebih sering terjadi pada infeki Plasmodium vivax. Periode tidak panas
berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam pada Plasmodium vivax dan ovale,
60 jam pada Plasmodium malariae. Timbulnya gejala trias malaria ini juga dipengaruhi tingginya
kadar TNF-alfa (FKUI, 2015).

Gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi malaria yaitu anemia. Beberapa
mekanisme terjadinya malaria ialah (FKUI, 2017) :

- Pengrusakan eritrosit oleh parasit


- Hambatan sementara eritropoiesis

12
- Hemolisis oleh karena kompleks imun yang diperantarai komplemen
- Eritrofagositosis
- Penghambatan pengeluaran retikulosit
- Pengaruh sitokin

Splenomegali atau pembesaran limpa sering dijumpai pada penderita malaria, limpa
akan teraba setelah 3- hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Beberapa keadaan klinik dalam infeksi malaria yaitu (FKUI, 2017) :

 Serangan primer : keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan berkeringat.
 Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi di antara dua keadaan paroksismal.
 Rekrudesensi : berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8
minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
 Rekurens : berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.
 Relaps / Rechute : berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih
lama dari waktu di antara serangan periodik dari infeksi primer atau setelah
periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun).

 Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M. Vivax/ M. Benign


Pada hari-hari pertama panas ireguler, kadang remiten atau intermiten. Serangan
paroksismal biasanya terjadi pada waktu sore hari. Pada minggu kedua limpa mulai
teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih bisa membesar dan
panas masih berlangsung (FKUI, 2015).

 Manifestasi Klinis Malaria Malariae / Malaria Quartana


Malaria malariae banyak dijumpai di daerah Afrika, Amerika latin, sebagian Asia. Masa
inkubasi 18-40 hari. Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotika dilaporkan pada infeksi
plasmodium malariae pada anak-anak Afrika. Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh
karena deposit kompleks imun pada glomerulus ginjal (FKUI, 2017).

 Maniestasi Klinis Malaria Ovale

13
Merupakan bentuk paling ringan. Masa inkubasi 11-16 hari, serangan paroksismal 3-4
hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10x walau tanpa terapi (FKUI, 2017)

 Manifestasi Klinis Malaria Tropika/ Malaria falciparum


Merupakan bentuk paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia,
splenomegali, parasitemia yang sering dijumpai dan sering terjadi komplikasi. Masa
inkubasi 9-14 hari. Gejala prodromalnya yaitu sakit kepala, nyeri tungkai/punggung,
lesu, perasaan dingin, mual, muntah, diare (FKUI, 2017).

 Manifestasi Klinis Plasmodium Knowlesi


Malaria ini dikenal sebagai Simian malaria yang menginfeksi kera berekor panjang
dikenal sebagai Mosccaca, M. Nemestrina, dan juga Presbytis femoralis. Diagnosis pasti
malaria knowlesi saat ini hnaya de b. Diagnosis pasti malaria knowlesi saat ini hanya
dengan pemeriksaan analisis DNA dengan pemeriksaan PCR (FKUI, 2017).

Diangnosis Malaria

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan laboratorium. Diagnosis pasti infeksi malaria dilakukan dengan
menemukan parasit dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop. Peranan diagnosis
laboratorium terutama untuk menunjang penanganan klinis. (Depkes RI, 2008)

1. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

a. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.

b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.

c. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

d. Riwayat sakit malaria.

e. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

14
f. Riwayat mendapat transfusi darah.

Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan berupa
gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, keadaan umum yang lemah, kejang-kejang,
panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan hidung, gusi, atau saluran
pencernaan. Pada penderita malaria berat sering ditemukan nafas cepat dan atau sesak nafas,
muntah terus-menerus dan tidak dapat makan minum, warna air seni seperti teh tua dan dapat
sampai kehitaman, jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria). (Depkes RI,
2008)

2. Pemeriksaaan Fisik :

a. Demam (T ≥ 37,5°C).

b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.

c. Pembesaran limpa (splenomegali).

d. Pembesaran hati (hepatomegali).

(Depkes RI, 2008)

3. Pemeriksaan Laboratorium

1. Tetesan preparat darah tebal


Cara ini adalah cara terbaik untuk menemukan parasit malaria. Pemeriksaan dilakukan
selama 5 menit dan dinyatakan negatif bila setelah pemeriksaan 100 lapangan pandang
dengan perbesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Cara ini terutama
digunakkan untuk menilai kepadatan parasit dengan intepretasi sebagai berikut:
+ : 1-10 parasit per 100 lapangan pandang
++ : 11-100 parasit per 100 lapangan pandang
+++ : 1-10 parasit per satu lapang pandang
++++ : 11-100 parasit per satu lapang pandang
(Depkes RI, 2008)

15
Selain itu dapat juga dilakukan hitung parasit dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah leukosit/μl

200
(Depkes RI, 2008)

2. Tetesan darah tipis


Pemeriksaan ini digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium. Hitung jumlah parasit
dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah eritrosit/μl

total eritrosit dalam 25 lapangan pandang

Bila jumlah parasit >100.000/ul darah menandakan infeksi berat.


(Depkes RI, 2008)

3. Tes antigen : P-F test


Tes ini berguna untuk mendeteksi antigen dari plasmodium falciparum (Histidin Rich
Protein II). Selain itu juga ada deteksi untuk P. Vivax dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase dari plasmodium dengan cara immunochromatographi. (Harijanto, 2009)
4. Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada
keadaan dimana parasit sangat minimal. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian
epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:2000 dianggap sebagai infeksi
baru, dan tes > 1:20 dinyatakan positif. (Harijanto, 2009)

5. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)


Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, waktu dipakai
cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifisitasnya tinggi. Keunggulan tes ini adalah
dapat mendeteksi parasit dalam jumlah minimal, tetapi pemeriksaan PCR belum dipakai
sebagai alat pemeriksaan rutin. (Harijanto, 2009)

16
Penanganan Malaria

Penanganan Malaria Tanpa Komplikasi

Prinsip pengobatan malaria :

1. Penderita tergolong malaria tanpa komplikasi diobati dengan ACT (Artemisinin base
Combination Therapy)

2. Penderita malaria berat diobati dengan Artesunate intra venous

3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan darah


mikroskopik positif atau RDT yang positif

4. Pengobatan harus radikal dengan penambahan primakuin(Ilmu Penyakit Dalam,


2014).

Pengobatan Malaria

Secara global WHO telah menetapkan pengobatan malaria tanpa komplikasi dengan memakai
obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih
sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan
pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium
termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. Falciparum, P. Vivax, maupun
lainnya. Kegagalan dini terhadap ART belum dilaporkan saat ini.

Golongan Artemisinin : Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam
bahasa Cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok seskuisterpen lakton mempunyai
beberapa formula seperti : artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik dan
dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut
dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal darah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian artemisinin sebagai obat tunggal


menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi
obat lain. Dengan demikian juga akan memperpendek lama pemakaian obat. Obat ini cepat
diubah dalam bentuk aktifnya (dihidroartemisinin) dan penyediaan ada yang oral,
perenteral/injeksi, dan suppositoria(Ilmu Penyakit Dalam, 2017).

17
PENGOBATAN ACT (ARTEMISININ BASE COMBINATION THERAPY)

Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi mudah mengakibatkan terjadinya


rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan
mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base
Combination Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose
combination = FDC) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose combination). Sampai dengan
tahun 2010 WHO telah merekomendasikan 5 jenis ACT, yaitu :

 Artemether + Lumefantrine (FDC)

 Artesunate + Mefloquine

 Artesunate + Amodiaqine

 Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine

 Dihidroartemisinin + Piperakuine (FDC)

ACT merupakan kombinasi pengobatan yang unik, karena artemisinin memiliki kemampuan
:

 Menurunkan biomass parasite dengan cepat

 Menghilangkan simptom dengan cepat

 Efectif terhadap parasit multi-drug resisten, semua bentuk/stadium parasit dari


bentuk muda sampai tua yang berkuestrasi pada pembuluh kapiler.

 Menurunkan pembawa gamet, menghambat transmisi

 Belum ada resistensi terhadap artemisinin

 Efek samping yang minimal

Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate +
amodiakuin dengan nama dagang “Artesdiaquine” atau “Arsuamoon”, tiap tablet artesunate
berisi 50 mg dan tiap tablet amodiakuin berisi 200 mg. Di dalam kemasan blister terdiri dari 4
tablet artesunate (warna putih) dan 4 tablet amodiakuin (warna kuning). Pada dosis orang
dewasa dengan BB diatas 50 kg diberikan dosis pengobatan hari I sampai dengan hari ketiga

18
masing-masing minum 8 tablet yang terdiri dari 4 tablet artesunate dan 4 tablet amodiakuin.
Pengobatan ACT saat ini memakai dosis pemberian selama 3 hari.

ACT yang ke-2 ialah kombinasi dihydroartemisinin + piperakuin (DHP), dengan nama
dagang “Arterekin” atau “Darplex” atau “Artekin” atau “Artep”, merupakan kombinasi dosis tetap
(FDC) dimana tiap tablet terdiri dari dihidroartemisinin 40 mg dan piperakuin 320 mg. Pada
orang dewasa diatas 50 kg diberikan dosis 4 tablet/hari selama 3 hari. Kedua kombinasi ACT ini
tersedia di semua fasilitas kesehatan pemerintah karena merupakan obat program pada
eliminasi malaria.

ACT yang ke-3 ialah kombinasi dosis tetap (FDC) dimana tiap tablet terdiri dari artemeter
20 mg dan lumefantrine 120 mg, nama dagangnya ialah “Coartem”. Dosis orang dewasa diatas
50 kg ialah 4 tablet, 2x sehari selama 3 hari. Kombinasi ini tersedia di Indonesia bukan sebagai
obat program tetapi tersedia untuk fasilitas swasta (tersedia di Apotek) dan juga termasuk obat
dalam daftar ASKES(Ilmu Penyakit Dalam, 2017).

Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Menurut Kelompok Umur


dengan Artesunat-Amodiaquin

Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur

0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 - 9 10 - 14 > 15
Hari Jenis obat bulan bulan tahun tahun tahun tahun

0 - 4 kg 4 - 10 10 - 20 20 – 40 40 – 60 > 60 kg
kg kg kg kg

1 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ 1 2 3 4

Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3

2 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4

19
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4

Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB dan Artesunat = 4 mg/kgBB.

Primakuin = 0,75 mg/kgBB

(Ilmu Penyakit Dalam, 2014)

Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Menurut Kelompok Umur


dengan Dihydro-Artemisinin + Piperaquin (Dhp)

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 - 9 10 - 14 > 15
Jenis
Hari bulan bulan tahun tahun tahun tahun
obat
0 - 5 kg 6 - 10 11 - 17 18 - 30 31 - 60 > 61 kg
kg kg kg kg

1 DHP ¼ ½ 1 1,5 2 3–4

Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3

2-3 DHP ¼ ½ 1 1,5 2 3–4

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 – 4 mg/kgBB

Piperaquin = 16 – 32 mg/kgBB

Primakuin = 0,75 mg/kgBB

(Ilmu Penyakit Dalam, 2014)

Dosis penggunaan artemeter-lumefantrine (A-L) untuk Malaria


Falsiparum
Hari Jenis Umur < 3 > 3 - 8 > 9 - 14 > 14
obat tahun tahun tahun tahun

Berat Jam 5 – 14 kg 15 – 24 25 – 34 > 34 kg


Badan

20
(Kg) kg kg

1 A-L 0 jam 1 2 3 4

A-L 8 jam 1 2 3 4

Primakuin 12 jam ¾ 1½ 2 2–3

2 A-L 24 jam 1 2 3 4

A-L 36 jam 1 2 3 4

3 A-L 48 jam 1 2 3 4

A–L 60 jam 1 2 3 4

Pengobatan malaria Vivaks dengan Dihydroartemisinin + Piperaquin


(DHP)
Jumlah teblet perhari menurut kelompok umur

0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 – 9 10 – 14 > 15
Jenis
Hari bulan bulan tahun tahun tahun tahun
obat
0 – 5 6 – 10 11 – 17 18 – 30 31 – 60 > 60 kg
kg kg kg kg kg

1-3 DHP ¼ ½ 1 1,5 2 3–4

1 - 14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

(Ilmu Penyakit Dalam, 2014)

Klasifikasi Respons Pengobatan Menurut WHO 2001, 2003, 2009

Respons Keterangan

Kegagalan Pengobatan Bila penderita berkembang dengan salah satu


Dini (ETF = Early keadaan :
Treatment Failure)
Ada tanda bahaya/malaria berat pada H1, H2, H3,

21
dan parasitemia.

Parasitemia pada H2 > H0.

Parasitemia pada H3 > = 25 % H0.

Parasitemia pada H3 dengan Temp. > 37,50C

Kegagalan Pengobatan Bila penderita berkembang dengan salah satu


Kasep keadaan sbb pada H4-H28 yang sebelumnya tidak
ada persaratan ETF sbb:
(LTF = Late Treatment
Failure) Ada tanda/bahaya malaria berat setelah H3 dan
parasitemia (jenis parasit = H0).

Parasitemia pada H4-H28 (H42) disertai temperatur


> 37,50C (disebut Late Clinical Failure = LCF)

Parasitemia pada H7 – H28 (H42) (jenis parasit =


H0), tanpa demam disebut Late Parasitological
Failure (LPF)

Respon Klinis Memadai Bila penderita sebelumnya tidak berkembang


dengan salah satu persaratan ETF dan LTF, dan
(ACR = Appropriate Clinical
tidak ada parasitemia selama diikuti sampai H28
Respon)
(H42).

(Ilmu Penyakit Dalam, 2014)

PENGOBATAN NON-ACT

Di beberapa daerah di Indonesia, kebanyakan sudah resisten terhadap pengobatan non-


ACT. Namun, masih ada obat non-ACT yang efektif digunakan di beberapa daerah, seperti
klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin, namun harus dengan monitoring yang tepat. Obat-obat
non-ACT yang digunakan meliputi :

Klorokuin difosfat/sulfat. 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kgBB untuk 3 hari,
terbagi menjadi 10 mg/kgBB untuk hari pertama dan kedua, dilanjutkan 5 mg/kgBB untuk

22
hari ketiga. Untuk orang dewasa dapat dipakai 4 tablet untuk hari pertama dan kedua, dan 2
tablet untuk hari ketiga. Obat ini efektif untuk P.falciparum dan P.vivax.

Sulfadoksin-Pirimetamin. Mengandung 500 mg Sulfadoksin dan 25 mg pirimetamin. Dosis untuk


orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Dosis anak menggunakan takaran pirimetamin
1,25 mg/kgBB. Obat ini dipakai untuk P.falciparum dan tidak efektif untuk P.vivax. Obat ini
dipakai bila terjadi kegagalan dalam penggunaan klorokuin.

Kina Sulfat. 1 tablet mengandung 220 mg kina. Dosis yang dianjurkan adalah 3 x 10 mg/kgBB
elam 7 hari. Efektif untuk P.falciparum dan P.vivax. Kina digunakan jika terjadi kegagalan
dalam penggunaan klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.

Primakuin. 1 tablet mengandung 15 mg primakuin. Digunakan sebagai obat pelengkap terhadap


pengobatan P.vivax dan P.falciparum. Pada P.falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis
tunggal untuk membunuh gametosit, sedangkan untuk plasmodium vivax dosisnya 15
mg/hari selama 14 hari untuk membunuh gametosit dan hipnozoit (anti-relaps).

PENGOBATAN KOMBINASI NON-ACT

Apabila resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, belum tersedianya
golongan obat artemisinin, dapat digunakan obat non-ACT kombinasi. Bbeberapa kombinasi
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

 Klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin

 Sulfadoksin-pirimetamin + kina

 Klorokuin + doksisiklin

 Klorokuin + tetrasiklin

 Sulfadoksin-pirimetamin + doksisiklin

 Sulfadoksin-pirimetamin + tetrasiklin

 Kina + doksisiklin

 Kina + tetrasiklin

 Kina + klindamisin

23
Pemakain obat-obat di atas harus selalu dimonitoring dengan tepat agar dapat mencegah
resistensi yang luas.

Untuk Plasmodium Falciparum :

Lini I : Artesunat + Amodiakin (Ilmu Penyakit Dalam, 2017)


Artesunat 50 mg per tablet dan Amodiakin 200 mg per tablet selama 3 hari.
4 mg/ kgBB/ hari untuk srtesunat dan 10 mg/kgBB/hari untuk amodiakin.
Lini II : Kina + Deoxiciklin/tetrasiklin/kindalin.
Tablet kina yang beredar di Indonesia sekarang mengandung 200 mg kina fosfat atau
sulfat. Kina diberikan secara per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mb/kgbb/kali selama 7
hari. (Ilmu Penyakit Dalam, 2017)

Untuk Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale :

Lini I : Artesunat + Amodiakin


Artesunat 50 mg per tablet dan Amodiakin 200 mg per tablet selama 3 hari.
4 mg/ kgBB/ hari untuk srtesunat dan 10 mg/kgBB/hari untuk amodiakin. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2017)
Lini II : Kina + Primakuin
Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kgbb/hari yang diberikan selama 14 hari. Tablet kina
yang beredar di Indonesia sekarang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina
diberikan secara per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mb/kgbb/kali selama 7 hari. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2017)

Untuk Plasmodium Malariae :

Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari dengan dosis
yang sama dengan pengobatan malaria lainnya. (Ilmu Penyakit Dalam, 2017)

Pencegahan Malaria

Dapat dilakukan dengan :

24
1. Menghindari gigitan nyamuk Anopheles

Yang perlu dilakukan :

 Mengaktifkan obat nyamuk : bakar, spray, elektrik;


 Memakai kelambu
 Memakai pakaian yang dapat menutupi badan, dari mata kaki hingga pergelangan
tangan;
 Mengolesi badan dengan obat anti nyamuk
 Memasang kawat kasa
 Menjauhkan kandang ternak dari rumah
 Menghindari berada diluar rumah pada malam hari. (Harjanto,Malaria)

2. Membersihkan tempat hinggap/peristirahatan nyamuk Anopheles

Yang perlu dilakukan :

 Membersihkan semak-semak;
 Melipat kain-kain yang bergantungan;
 Membuka jendela dan memasang genteng kaca;
 Mengecat rumah dengan warna terang. (Harjanto,Malaria)

3. Meniadakan tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles

Yang perlu dilakukan :

 Mengalirkan air tergenang;


 Menimbun lubang/kubangan/cekungan tanah yang dapat menampung air;
 Membersihkan lumut di daerah lagun;
 Membersihkan sampah (misalnya dedaunan) yang ada di air;
 Mengatur rotasi pola tanam sawah (misalnya padi dan palawija)
 Tidak melakukan penambangan liar yang menyebabkan adanya genangan liar yang
tidak terpelihara. (Harjanto,Malaria)
4. Kemoprofilaksis perlu diketahui sensitivitas plasmodium di tempat tujuan

25
Yang perlu dilakukan :

 Bila daerah dengan klorokuin sensitive cukup profilaksis dengan 2 tablet klorokuin
(250mg klorokuin diphospat) tiap minggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah
kembali.
 Pada daerah resistensi dengan klorokuin dianjurkan dosisiklin 100mg/hari atau
mefloquin 250mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/minggu ditambah proguanil 200mg/hari.
Obat paru yang dipakaiuntuk pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5mg/kg BB/hari;
etaquin, atovaquone/proguanil (malarone) dan azitromycin. (Harjanto,Malaria)

VAKSINASI MALARIA

Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan
ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing bentuk
stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P. falciparum sekarang
baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap P. falciparum. Pada dasarnya
ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan, yaitu vaksin sporozoit (bentuk intrahepatik), vaksin
terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit.
Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba ialah SPF66 atau yang dikenal sebagai vaksin
Patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat dibuktikan manfaatnya. Vaksin
sporozoit bertujuan mencegah sporozoit menginfeksi sel hati sehingga diharapkan infeksi tidak
terjadi. Vaksin ini dikembangkan melalui ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada
manusia tampaknya memberikan perlindungan yang bermanfaat, walaupun demikian uji
lapangan sedang dalam persiapan. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal ialah
vaksin yang multi-stage (sporozoit, aseksual), multivalent (terdiri dari beberapa antigen)
sehingga memberikan respon multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA akan diharapkan
memberikan respons terbaik dan harga yang kurang mahal(Ilmu Penyakit Dalam, 2017).

Learning Objective II
Perbedaan antara malaria dengan demam dengue

Perbedaan manifestasi klinis dari malaria dan infeksi viruse dengue dapat dilihat dari
karakteristik demamnya. Karakteristik demam pada malaria adalah demam periodik
sedangkan demam pada Infeksi Virus Dengue yaitu demam tinggi yang mendadak.
Pada demam dengue, setelah demam mendadak kemudian di lanjutkan dengan fase
penyembuhan yang ditandai dengan suhu tubuh kembali normal. Berbeda dengan
demam berdarah dengue, setelah demam tinggi kemudian akan memasuki fase kritis

26
ditandai dengan suhu tubuh yang menurun yang kemudian dilanjutkan dengan suhu
tubuh yang kembali meningkat (demam bifasik).

Selain dari krakteristik demamnya, malaria dan infeksi demam dengue juga memiliki
perbedaan lainnya diantaranya, yaitu pada malaria ditandai dengan adanya anemia,
dan splenomegali. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit punggung, merasa dingin di punggung, nyeri sendi
dan tulang, demam ringan, anoreksia, sakit perut, diare ringan dan kadang-kadang
dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada malaria akibat Plasmodium vivax dan
ovale, sedangkan pada Plasmodium falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak
jelas bahkan gejala dapat mendadak.

Manifestasi klinis lainnya dari Infeksi Virus Dengue yaitu perdarahan, terutama
perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terdapat
perdarahan kulit, uji tournique positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan
darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila seringkali
ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang
lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain,
seperti perdarahan subkonjungvita kadang – kadang ditemukan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

27
Berdasarkan pembahasan dari bab-bab terdahulu, dapat disimpulkan bahwa
pathogenesis malaria sangat kompleks. Malaria disebabkan oleh terinfeksinya manusia
oleh salah satu spesies atau gabungan spesies Plasmodium sp. Adapun factor yang
mempengaruhi derajat penyakit malaria adalah factor parasit, hospes, dan lingkungan.
Gejala malaria yang disebut dengan cardinal sign of malaria antara lain demam
paroxysmal, anemia, dan spleinomegali.
Pengobatan yang tepat akan sangat berguna untuk penanganan malaria agar tidak
terjadi komplikasi atau relaps pada kemudian hari. Pencegahan bisa dilakukan dengan
edukasi dan upaya proteksi diri untuk mencegah gigitan nyamuk.

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan adalah bahwa dalam modul ini sudah
seharusnya kami selaku mahasiswa fakultas kedokteran mempelajari semua aspek penyakit
infeksi protozoa, khususnya malaria, baik dari segi etiologi, pathogenesis, gejala klinis,
hingga penatalaksanaan dan usaha preventif yang dilakukan.

Daftar Pustaka

28
Harijanto, P.N., dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Susanto I., dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran FK UI. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

29

Anda mungkin juga menyukai