BLOK 10 MODUL 1
PENYAKIT INFEKSI PROTOZOA
KELOMPOK 2
Tutor :
dr. Loly Rotua D. Siagian, M.Kes, Sp.PK
NIP: 197006212002122001
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
lindungan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan diskusi kelompok tentang “Penyakit
Infeksi Protozoa” dengan lancar. Laporan ini dibuat sebagai hasil diskusi kelompok kecil
kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Loly Rotua D. Siagian, M.Kes, Sp.PK
selaku pembimbing diskusi kami dan juga semua pihak yang terlibat dalam proses belajar
kami sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada
kami. Sebagai penutup kami berharap, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi
setiap pembaca.
Kelompok 2
2
DAFTAR ISI
Kata pengantar ……………………………………………………………….…… 2
Daftar isi ………………………………………………………..………………… 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..……………………………………………………………….. 4
1.2 Tujuan …………. …...…………………………………………….………..…. 4
1.3 Manfaat .…………..…………………………………………………………… 4
BAB II ISI
2.1 Skenario ..…………………………………………………………………….... 5
2.2 Identifikasi istilah…...…...…………………………………………………...… 5
2.3 Identifikasi masalah………………………………………………..…………... 5
2.4 Analisis masalah………………………………………………………............. 6
2.5 Strukturisasi konsep……………………………………………………………. 7
2.6 Learning Objective..……...…………………………………….......................... 8
2.7 Belajar mandiri…………………………………………………………………. 8
2.8 Sintesis………..……...……………………………………………………...…. 8
3
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah. Malaria merupakan
suatu penyakit protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Pada manusia terdapat 4 spesis Plasmodium yaitu falciparum, vivax,
malariae dan ovale yang di mana masing masing memiliki siklus hidup yang berbeda dan
berbeda juga gejala klinis nya jika menyerang manusia. Infeksi malaria memberikan gejala
berupa demam yang khas biasa disebut dengan trias malaria dan beberapa gejala klinis lainnya
yaitu nyeri otot, pusing, anemia dan splenomegaly.
Malaria termasuk penyakit yang mematikan jika tidak ditangani dengan baik atau
penanganannya lambat. Selain itu, tumbuh dan menyebarnya resistensi terhadap semua obat
antimalaria lapis pertama yang dipakai pada pengobatan dan pencegahan malaria telah
menimbulkan masalah besar pada program penanggulangan malaria.
2. TUJUAN
Definisi
Etiologi
Patogenesis
Manisfestasi klinis
Diagnosis
Penatalaksanaan dan Pencegahan
3. MANFAAT
Kami berharap laporan diskusi kelompok kecil kami dapat bermanfaat dan membantu
dalam mempelajari organogenesis dan mengetahui sebagian kecil penyebab-penyebab
dari beberapa anomali kongenital.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skenario
Pergi Kerja di tambang pulang bawa penyakit
5
2.4 Step 3 Analisa Masalah
1. Kemungkinan Amir mengalami kelelahan saat bekerja sehingga dai bisa
mengalami nyeri, atau kebersihan di daerah pertambangan yang kurang bersih
dapat menyebabkan terjadinya penyakit infeksi mikroorganisme karena bakteri
menyenangi tempat yang kurang bersih sehingga amir dapat muntah, mual,
anoreksia dan demam. Ataupun infeksi dari vector nyamuk dikarenakan
pertambangan terdapat banyak genangan air yang mnjadi sarang nyamuk
berkembang biak,
2. Ini bisa terjadi akibat adanya onfeksi mikroorganisme yang memiliki pola demam
yang hilang timbul. dapat juga diakibatkan oleh aktivitas fisik yang berlebih dapat
menyebabkan demam dan menurunkan sistem imun
3. Demam dimulai dengan menggigil dikarenakan naiknya set point di hipotalamus
akibat infeksi mikroorganisme. maka hipotalamus mengirimkan sinyal untuk
memproduksi panas yaitu dengan cara menggigil lalu dilanjutkan dengan
demamnya.
4. Pola Hidup yang kurang sehat dan kebersihan lingkungan dapat mengakibatkan
timbulnya infeksi yang toksinnya dapat mengakibatkan refleks mual dan muntah,
lalu nyeri dapat pula diakibatkan karena infeksi sistemik akibat dari pelepasasan
PGE2 parifer menyebabkan ujung saraf bebas menjadi tersensitisasi maka dapat
timbul gejala nyeri
5. Tekanan Darah normal, Temperatur meningkat, Denyut nadi normal, frekuensi
nafas cepat.
6. Jumlah leukosit normal, Trombosit terjadi penurunan, Hemoglobin terjadi
penurunan, Hematokrit terjadi penurunan.
7. Untuk menyingkirkan diagnosis banding dari penyakit yang diderita oleh amir dari
gejala ada 3 diagnosis bandingnya yaitu malaria, demam tifoid, dan Demam
dengue maka dari itu digunakan pemeriksaan ini.
6
2.5 Step 4 Strukturisasi Konsep
-mengigil
Faktor Lingkungan
Penyebab Gejala Klinis -sakit kepala
-mual muntah
Hct
Pemeriksaan Lab
Diagnosis Sementara
(Penyakit Infeksi Tropis)
Pemeriksaan Penunjang
(Widal, Antibodi Dengue,
DDR)
Diagnosis Pasti
7
2.6 Step 5 Sintesis
Dalam buku Ilmu Penyakit Dalam (Harijanto, 2017) dijelaskan bahwa penyakit
malaria (malaria disease) ialah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
plasmodium di dalam eritrosit dan biasanya disertai dengan gejala demam.
Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Terdapat empat plasmodium yang dapat menginfeksi manusia,
yaitu:
Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana dan sering dijumpai di
Indonesia.
Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika sering dijumpai di
Indonesia.
Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana pernah dijumpai
pada kasus di Indonesia tetapi sangat jarang.
Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, dan
pulau Owi (utara Irian Jaya).
Sejak tahun 2004 telah dilaporkan munculnya malaria baru dikenal sebagai malaria
ke-5 yang disebabkan oleh Plasmodium knowlesi yang sbelumnya hanya
menginfeksi monyet berekor panjang, namun sekarang dapat pula menginfeksi
manusia. Parasit ini belum banyak dilaporkan di Indonesia (Harijanto, 2017).
8
Patofisiologi
Dalam buku Parasitologi Kedokteran (Sutanto, 2009) dijelaskan bahwa daur hidup
keempat spesies Plasmodium pada manusia umumnya sama. Proses tersebut terdiri
atas :
1) Fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh manusia mempunyai dua daur, yaitu :
a) Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit).
Pada infeksi P.falciparum dan P.malariae hanya terdapat satu generasi
aseksual dalam hati sebelum daur dalam darah dimulai, sesudah itu daur
dalam hati tidak dilanjutkan lagi.
Pada infeksi P.vivax dan P.ovale daur eksoeritrosit berlangsung terus sampai
bertahun-tahun melengkapi perjalanan penyakit yang dapat berlangsung
lama (bila tidak diobati) disertai banyak relaps. Hal ini diakibatkan sporozoit
yang dormant selama periode tertentu (disebut hipnozoit), sampai menjadi
aktif kembali dan mengalami skizogoni.
b) Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit).
Skizon hati yang pecah akan mengeluarkan merozoite ke sirkulasi darah dan
menyerang eritrosit yang masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Dalam
eritrosit merozoite berubah menjadi trofozoit yang kemudian akan
membentuk skizon di eritrosit. Apabila skizon pecah akan melepaskan
merozoite dan menyerang eritrosit lainnya.
2) Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh nyamuk
Di dalam darah sebagian parasite akan membentuk gamet jantan dan betina,
dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus
seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot
dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinete yang menembus dinding perut
nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi matang dan
mengeluarkan sporozoite yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan
siap menginfeksi manusia (Harijanto, 2017).
9
Dalam buku Ilmu Penyakit Dalam (Harijanto, 2017) dijelaskan bahwa patogenesis
malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria yang disebabkan oleh P.
falciparum. Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1) Faktor parasit : intensitas transmisi, densitas parasite dan virulensi parasit.
2) Faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia,
status nutrisi dan status imunologi.
Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2
stadium, yaitu :
1) Stadium cincin pada 24 jam I; permukaan EP stadium ini akan menampilkan
antigen RESA (Ring-erythrocyte surface antigen).
2) Stadium matur pada 24 jam ke II; permukaan membran EP stadium ini akan
mengalami penonjolan dan membentuk knob
Selanjutnya bila EP tersebut berubah menjadi merozoite, akan dilepaskan toksin
malaria berupa GPI (glikosilfosfatidilinositol) yang merangsang pelepasan TNF-alpha
dan IL-1 dari makrofag.
Parasit dalam eritrosit yang berpotensi (EP) bisa mengalami beberapa fenomena,
yaitu :
10
1) Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan
endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak
dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak
dipermukaan endotel vaskular.
2) Sekuestrasi adalah parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P.
falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada plasmodium lainnya
seluruh siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekuestrasi terjadi pada
organ-organ vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi ini
diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
3) Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih
eritrosit yang non-parasit. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah lokal
dalam jaringan.
Dari penjelasan di atas, proses yang dialami akan menyebabkan perubahan jaringan
bahkan yang lebih penting lagi ialah keadaan mikrovaskular dimana parasit malaria
berada. Beberapa organ yang terlibat, yaitu :
1) Otak; dijumpai otak membengkak dengan perdarahan petekie yang multipel
pada substansi putih (white matter). Hampir seluruh pembuluh kapiler dan vena
penuh dengan parasit.
2) Jantung; jantung rekatif normal, bila anemia tampak pucat dan dilatasi.
3) Paru; dijumpai gambaran edema paru, pembentukan membran hialin, adanya
agregasi leukosit.
4) Ginjal; tampak bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler
glomerulus, proliferasi sel mesangial dan endotel.
5) Saluran cerna bagian atas; dapat terjadi perdarahan karena erosi, selain
sekuestrasi juga dijumpai iskemia yang menyebabkan nyeri perut.
6) Pada sumsum tulang; dijumpai diseritropoesis, makrofag mengandung banyak
pigmen dan eritrofagositosis.
Manifestasi Klinis
11
- Jenis plasmodium (Plasmodium Falciparum sering memberikan komplikasi)
- Daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan)
- Umur (usia lanjut dan bayi sering lebih berat)
- Ada dugaan konstitusi genetik
- Keadaan kesehatan dan nutrisi
- Kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya
Periode dingin (15-60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri
dengan selimut dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-geligi
saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur
Periode panas : wajah penderita merah, nadi cepat, suhu badan tetap
tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat
Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan
penderita merasa sehat.
Trias malaria lebih sering terjadi pada infeki Plasmodium vivax. Periode tidak panas
berlangsung 12 jam pada Plasmodium falciparum, 36 jam pada Plasmodium vivax dan ovale,
60 jam pada Plasmodium malariae. Timbulnya gejala trias malaria ini juga dipengaruhi tingginya
kadar TNF-alfa (FKUI, 2015).
Gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi malaria yaitu anemia. Beberapa
mekanisme terjadinya malaria ialah (FKUI, 2017) :
12
- Hemolisis oleh karena kompleks imun yang diperantarai komplemen
- Eritrofagositosis
- Penghambatan pengeluaran retikulosit
- Pengaruh sitokin
Splenomegali atau pembesaran limpa sering dijumpai pada penderita malaria, limpa
akan teraba setelah 3- hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Beberapa keadaan klinik dalam infeksi malaria yaitu (FKUI, 2017) :
Serangan primer : keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan berkeringat.
Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi di antara dua keadaan paroksismal.
Rekrudesensi : berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8
minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
Rekurens : berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24
minggu berakhirnya serangan primer.
Relaps / Rechute : berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih
lama dari waktu di antara serangan periodik dari infeksi primer atau setelah
periode yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun).
13
Merupakan bentuk paling ringan. Masa inkubasi 11-16 hari, serangan paroksismal 3-4
hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10x walau tanpa terapi (FKUI, 2017)
Diangnosis Malaria
1. Anamnesis
a. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
b. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.
14
f. Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal diatas pada penderita tersangka malaria berat, dapat ditemukan keadaan berupa
gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, keadaan umum yang lemah, kejang-kejang,
panas sangat tinggi, mata atau tubuh kuning, perdarahan hidung, gusi, atau saluran
pencernaan. Pada penderita malaria berat sering ditemukan nafas cepat dan atau sesak nafas,
muntah terus-menerus dan tidak dapat makan minum, warna air seni seperti teh tua dan dapat
sampai kehitaman, jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria). (Depkes RI,
2008)
2. Pemeriksaaan Fisik :
a. Demam (T ≥ 37,5°C).
3. Pemeriksaan Laboratorium
15
Selain itu dapat juga dilakukan hitung parasit dengan rumus sebagai berikut:
200
(Depkes RI, 2008)
16
Penanganan Malaria
1. Penderita tergolong malaria tanpa komplikasi diobati dengan ACT (Artemisinin base
Combination Therapy)
Pengobatan Malaria
Secara global WHO telah menetapkan pengobatan malaria tanpa komplikasi dengan memakai
obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih
sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan
pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium
termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. Falciparum, P. Vivax, maupun
lainnya. Kegagalan dini terhadap ART belum dilaporkan saat ini.
Golongan Artemisinin : Berasal dari tanaman Artemisia annua. L yang disebut dalam
bahasa Cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok seskuisterpen lakton mempunyai
beberapa formula seperti : artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik dan
dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut
dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal darah.
17
PENGOBATAN ACT (ARTEMISININ BASE COMBINATION THERAPY)
Artesunate + Mefloquine
Artesunate + Amodiaqine
Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
ACT merupakan kombinasi pengobatan yang unik, karena artemisinin memiliki kemampuan
:
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate +
amodiakuin dengan nama dagang “Artesdiaquine” atau “Arsuamoon”, tiap tablet artesunate
berisi 50 mg dan tiap tablet amodiakuin berisi 200 mg. Di dalam kemasan blister terdiri dari 4
tablet artesunate (warna putih) dan 4 tablet amodiakuin (warna kuning). Pada dosis orang
dewasa dengan BB diatas 50 kg diberikan dosis pengobatan hari I sampai dengan hari ketiga
18
masing-masing minum 8 tablet yang terdiri dari 4 tablet artesunate dan 4 tablet amodiakuin.
Pengobatan ACT saat ini memakai dosis pemberian selama 3 hari.
ACT yang ke-2 ialah kombinasi dihydroartemisinin + piperakuin (DHP), dengan nama
dagang “Arterekin” atau “Darplex” atau “Artekin” atau “Artep”, merupakan kombinasi dosis tetap
(FDC) dimana tiap tablet terdiri dari dihidroartemisinin 40 mg dan piperakuin 320 mg. Pada
orang dewasa diatas 50 kg diberikan dosis 4 tablet/hari selama 3 hari. Kedua kombinasi ACT ini
tersedia di semua fasilitas kesehatan pemerintah karena merupakan obat program pada
eliminasi malaria.
ACT yang ke-3 ialah kombinasi dosis tetap (FDC) dimana tiap tablet terdiri dari artemeter
20 mg dan lumefantrine 120 mg, nama dagangnya ialah “Coartem”. Dosis orang dewasa diatas
50 kg ialah 4 tablet, 2x sehari selama 3 hari. Kombinasi ini tersedia di Indonesia bukan sebagai
obat program tetapi tersedia untuk fasilitas swasta (tersedia di Apotek) dan juga termasuk obat
dalam daftar ASKES(Ilmu Penyakit Dalam, 2017).
0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 - 9 10 - 14 > 15
Hari Jenis obat bulan bulan tahun tahun tahun tahun
0 - 4 kg 4 - 10 10 - 20 20 – 40 40 – 60 > 60 kg
kg kg kg kg
1 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ 1 2 3 4
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
2 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
19
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 - 9 10 - 14 > 15
Jenis
Hari bulan bulan tahun tahun tahun tahun
obat
0 - 5 kg 6 - 10 11 - 17 18 - 30 31 - 60 > 61 kg
kg kg kg kg
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2–3
Piperaquin = 16 – 32 mg/kgBB
20
(Kg) kg kg
1 A-L 0 jam 1 2 3 4
A-L 8 jam 1 2 3 4
2 A-L 24 jam 1 2 3 4
A-L 36 jam 1 2 3 4
3 A-L 48 jam 1 2 3 4
A–L 60 jam 1 2 3 4
0 - 1 2 - 11 1 - 4 5 – 9 10 – 14 > 15
Jenis
Hari bulan bulan tahun tahun tahun tahun
obat
0 – 5 6 – 10 11 – 17 18 – 30 31 – 60 > 60 kg
kg kg kg kg kg
1 - 14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
Respons Keterangan
21
dan parasitemia.
PENGOBATAN NON-ACT
Klorokuin difosfat/sulfat. 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kgBB untuk 3 hari,
terbagi menjadi 10 mg/kgBB untuk hari pertama dan kedua, dilanjutkan 5 mg/kgBB untuk
22
hari ketiga. Untuk orang dewasa dapat dipakai 4 tablet untuk hari pertama dan kedua, dan 2
tablet untuk hari ketiga. Obat ini efektif untuk P.falciparum dan P.vivax.
Kina Sulfat. 1 tablet mengandung 220 mg kina. Dosis yang dianjurkan adalah 3 x 10 mg/kgBB
elam 7 hari. Efektif untuk P.falciparum dan P.vivax. Kina digunakan jika terjadi kegagalan
dalam penggunaan klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.
Apabila resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi, belum tersedianya
golongan obat artemisinin, dapat digunakan obat non-ACT kombinasi. Bbeberapa kombinasi
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
Klorokuin + sulfadoksin-pirimetamin
Sulfadoksin-pirimetamin + kina
Klorokuin + doksisiklin
Klorokuin + tetrasiklin
Sulfadoksin-pirimetamin + doksisiklin
Sulfadoksin-pirimetamin + tetrasiklin
Kina + doksisiklin
Kina + tetrasiklin
Kina + klindamisin
23
Pemakain obat-obat di atas harus selalu dimonitoring dengan tepat agar dapat mencegah
resistensi yang luas.
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari dengan dosis
yang sama dengan pengobatan malaria lainnya. (Ilmu Penyakit Dalam, 2017)
Pencegahan Malaria
24
1. Menghindari gigitan nyamuk Anopheles
Membersihkan semak-semak;
Melipat kain-kain yang bergantungan;
Membuka jendela dan memasang genteng kaca;
Mengecat rumah dengan warna terang. (Harjanto,Malaria)
25
Yang perlu dilakukan :
Bila daerah dengan klorokuin sensitive cukup profilaksis dengan 2 tablet klorokuin
(250mg klorokuin diphospat) tiap minggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah
kembali.
Pada daerah resistensi dengan klorokuin dianjurkan dosisiklin 100mg/hari atau
mefloquin 250mg/minggu atau klorokuin 2 tablet/minggu ditambah proguanil 200mg/hari.
Obat paru yang dipakaiuntuk pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5mg/kg BB/hari;
etaquin, atovaquone/proguanil (malarone) dan azitromycin. (Harjanto,Malaria)
VAKSINASI MALARIA
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan
ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain pada masing-masing bentuk
stadium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P. falciparum sekarang
baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap P. falciparum. Pada dasarnya
ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan, yaitu vaksin sporozoit (bentuk intrahepatik), vaksin
terhadap bentuk aseksual dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit.
Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba ialah SPF66 atau yang dikenal sebagai vaksin
Patarroyo, yang pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat dibuktikan manfaatnya. Vaksin
sporozoit bertujuan mencegah sporozoit menginfeksi sel hati sehingga diharapkan infeksi tidak
terjadi. Vaksin ini dikembangkan melalui ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada
manusia tampaknya memberikan perlindungan yang bermanfaat, walaupun demikian uji
lapangan sedang dalam persiapan. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin yang ideal ialah
vaksin yang multi-stage (sporozoit, aseksual), multivalent (terdiri dari beberapa antigen)
sehingga memberikan respon multi-imun. Vaksin ini dengan teknologi DNA akan diharapkan
memberikan respons terbaik dan harga yang kurang mahal(Ilmu Penyakit Dalam, 2017).
Learning Objective II
Perbedaan antara malaria dengan demam dengue
Perbedaan manifestasi klinis dari malaria dan infeksi viruse dengue dapat dilihat dari
karakteristik demamnya. Karakteristik demam pada malaria adalah demam periodik
sedangkan demam pada Infeksi Virus Dengue yaitu demam tinggi yang mendadak.
Pada demam dengue, setelah demam mendadak kemudian di lanjutkan dengan fase
penyembuhan yang ditandai dengan suhu tubuh kembali normal. Berbeda dengan
demam berdarah dengue, setelah demam tinggi kemudian akan memasuki fase kritis
26
ditandai dengan suhu tubuh yang menurun yang kemudian dilanjutkan dengan suhu
tubuh yang kembali meningkat (demam bifasik).
Selain dari krakteristik demamnya, malaria dan infeksi demam dengue juga memiliki
perbedaan lainnya diantaranya, yaitu pada malaria ditandai dengan adanya anemia,
dan splenomegali. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa
kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit punggung, merasa dingin di punggung, nyeri sendi
dan tulang, demam ringan, anoreksia, sakit perut, diare ringan dan kadang-kadang
dingin. Keluhan prodromal sering terjadi pada malaria akibat Plasmodium vivax dan
ovale, sedangkan pada Plasmodium falciparum dan malariae keluhan prodromal tidak
jelas bahkan gejala dapat mendadak.
Manifestasi klinis lainnya dari Infeksi Virus Dengue yaitu perdarahan, terutama
perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan
DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya
volume plasma, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terdapat
perdarahan kulit, uji tournique positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan
darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila seringkali
ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang
lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain,
seperti perdarahan subkonjungvita kadang – kadang ditemukan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
Berdasarkan pembahasan dari bab-bab terdahulu, dapat disimpulkan bahwa
pathogenesis malaria sangat kompleks. Malaria disebabkan oleh terinfeksinya manusia
oleh salah satu spesies atau gabungan spesies Plasmodium sp. Adapun factor yang
mempengaruhi derajat penyakit malaria adalah factor parasit, hospes, dan lingkungan.
Gejala malaria yang disebut dengan cardinal sign of malaria antara lain demam
paroxysmal, anemia, dan spleinomegali.
Pengobatan yang tepat akan sangat berguna untuk penanganan malaria agar tidak
terjadi komplikasi atau relaps pada kemudian hari. Pencegahan bisa dilakukan dengan
edukasi dan upaya proteksi diri untuk mencegah gigitan nyamuk.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah bahwa dalam modul ini sudah
seharusnya kami selaku mahasiswa fakultas kedokteran mempelajari semua aspek penyakit
infeksi protozoa, khususnya malaria, baik dari segi etiologi, pathogenesis, gejala klinis,
hingga penatalaksanaan dan usaha preventif yang dilakukan.
Daftar Pustaka
28
Harijanto, P.N., dkk. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.
Susanto I., dkk. 2009. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran FK UI. Edisi IV. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
29