KELOMPOK A12
Anggota:
1. Adhe Sukma Kirana Sari (1102015005)
2. Asyifa Nurani (1102015037)
3. Balqish Trisnania Rahma (1102015045)
4. Farah Zahida (1102014091)
5. Gufta Safira Aliya Alif (1102015087)
6. Hasna Luthfiah Fitriani (1102015090)
7. Ika Tri Rahayu (1102014124)
8. Indah Mutiara Agustilla (1102014129)
9. Kartilia Nurani Putri (1102015111)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015
1
DAFTAR ISI
Daftar
Isi………………………………………………………………………………….2
Skenario…………………………………………………………………………...4
Kata Sulit………………………………………………………………………….5
Pertanyaan………………………………………………………………………...5
Jawaban…………………………………………………………………………...5
Hipotesis Sementara……………………………………………………………....7
Sasaran Belajar……………………………………………………………………8
LI 1. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Demam
LO 1.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Definisi Demam………………9
LO 1.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam………………9
LO 1.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Demam………….10
LO 1.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam………..10
LO 1.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tata Laksana Demam……….11
2
LO 3.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam
Typhoid…………………………………………………………………........16
LO 3.6. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Demam
Typhoid………………………………………………………………………17
LO 3.7. Dapat Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Demam Typhoid….18
LO 3.8. Dapat Memahami dan Menjelaskan Prognosis Demam Typhoid….19
LO 3.9. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid..19
Daftar Pustaka…………………………………………………………………...30
3
SKENARIO 1
DEMAM SORE HARI
Seorang wanita 30 tahun , mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam
dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari. Dibandingkan pagi hari. Pada
pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardi, suhu tubuh hiperpireksia (
pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat kotor (coated tongue). Dokter
menyarankan pemeriksaan darah untuk membantu menegakkan diagnosis dan
cara penanganannya.
4
KATA SULIT
Nadi Bradikardi : Kelambatan denyut nadi yang ditandai dengan pelambatan
frekuensi denyut jantung kurang dari 60x/ menit.
Hiperpireksia : Peningkatan suhu tubuh sampai setinggi 41,2 0C / lebih.
Peningkatan suhu normal ini akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di
hipotalamus yang di pengaruhi IL-1
Coated Tongue : Keadaan dimana permukaan lidah terlihat berwarna putih /
lain yang merupakan tumpukan dari dermis, sisa makanan &
mikroorganisme yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.
Kesadaran Somnolen : Keadaan mengantuk yang masih bias pulih bila
dirangsang, tapi bila rangsangan berhenti pasien akan tertidur kembali,
keadaannya mengantuk berlebihan, respon psikomotornya menurun, dan
pasien mampu memberikan jawaban secara verbal.
PERTANYAAN
1. Apa penyebab terjadinya demam ?
2. Mengapa pada sore hari demam lebih tinggi ?
3. Apa yang menyebabkan lidah kotor ?
4. Mengapa pada pemeriksaan fisik nadi bradikardi ?
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat membantu menegakkan diagnosis?
6. Bagaimana pola demam?
7. Bagaimana mekanisme demam ?
8. Kenapa harus dilakukan pemeriksaan darah ?
9. Bagaimana penaganan demam sore hari ?
10. Mengapa pengukuran suhu dilakukan dimalam hari ?
11. Apa diagnosis pasien ? dan disebabkan oleh apa?
12. Bagaimana cara kerja obat penurun panas?
JAWABAN
1. Stress fisiologi, sekresi hormone tiroid berlebih, gangguan pengeluaran
panas, inflamasi, pirogen endogen dan pirogen eksogen
2. Karena pada sore dan malam hari, proses metabolism tubuh menurun
sehingga proses infeksi lebih cepat.
3. Adanya tumpukan dari dermis, sisa makanan & mikroorganisme yang
terdapat pada permukaan dorsal lidah.
4. Pada minggu ke 2, orang yang terkena demam typhoid memiliki gejala
nadi bradikardi relative.
5. Pemeriksaan darah perifer, uji widal dan uji typhidot.
6. Pola-pola demam :
a. Demam Septik: suhu badan berangsur naik ketingkat tinggi pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi
hari.
b. Demam remiten : suhu badan turun setiap hari tapi tidak sampai
normal.
c. Demam intermiten : suhu badan turun ke normal selama beberapa
jam.
5
d. Demam kontinyu : variasi suhu badan tidak berbeda >10C
e. Demam siklik : kenaikan suhu badan selama beberapa hari diikuti
periode bebas demam.
7. Bakteri gram (-) mengeluarkan pirogen eksogen berupa endotoksin ,
kemudia merangsang pirogen endogen yang nantinya akan menyebabkan
demam.
8. Untuk menegannan diagnosis, untuk mengetahui keadaan leukosit dalam
darah, untuk mengetahui apakah darah mengandung bakteri.
9. Istirahat dan perawatan, terapi penunjang, pemberian antimikroba.
10. Karena pada sore dan malam hari, proses metabolism tubuh menurun
sehingga proses infeksi lebih cepat.
11. Berdasarkan gejala yang sudah dipaparkan, wanita tersebut mengalami
penyakit demam typhoid yang dibeabkan oleh Salmonella typhi.
12. Memutus induksi prostaglandin karena induksi prostaglandin tersebut
rentan terhadap obat penurun panas.
6
HIPOTESA SEMENTARA
Wanita tersebut didiagnosis terkena demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Dapat dilihat melalui gejala yang timbul seperti demam, nadi
bradikardi, lidah kotor, dan hiperpireksia. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah perifer, uji widal, uji tubex, uji
typhidot, uji IgM dipstick dan kultur darah dan penyakit ini dapat ditangani
dengan istirahat dan perawatan, terapi penunjang dan penggunaan antimikroba.
7
SASARAN BELAJAR
8
LO 4.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Pemberian Antimikroba
LI 1. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Demam
9
Faktor infeksi maupun factor non infeksi tersebut menyebabkan pelepasan
pirogen endogen ( dari dalam leukosit). Pirogen merupakan suatu protein yang
identik dengan Interleukin-1 dan didalam hipotalamus zat ini merangsang
pelepasan asam arakidonat yang menyebabkan peningkatan sintesis
Prostaglandin E2, yang nantinya langsung menyebabkan pireksia. Demam
tersebut dapat diperparah karena peningkatan aktivitas metabolism yang
mengakibatkan penambahan produksi panas dan kurang adekuatnya
penyalurannya ke permukaan.
10
sintesis prostaglandin E2. Setelah itu, prostaglandin E2 tersebut akan
meningkatkan patokan thermostat di pusat thermoregulasi hipotalamus
anterior dan hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari
pada patokannya sehingga tubuh memicu untuk meningkatkan panas dengan
cara menggigil, vasokontriksi pembuluh darah dan mekanisme volunteer
seperti memakai selimut atau pakaian yang dapat menghangatkan. Hal ini
menyebabkan meningkatnya produksi panas yang diikuti dengan minimnya
pengeluaran panas yang pada akhirnya menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru atau bias disebut dengan demam.
Demam memiliki tiga fase yaitu :
a. Fase pertama merupakan fase kedinginan. Pada fase ini terjadi
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokkontriksi
pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha
untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan kemudian akan menggigil.
b. Fase kedua merupakan fase demam. Pada fase ini terjadi fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas
dititik patokan suhu yang baru.
c. Fase ketiga merupakan fase kemerahan. Ini merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh
darah dan berkeringat untuk menghilangkan panas sehingga
membuat tubuh berwarna kemerahan.
11
2) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan.
Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat
memberikan rasa nyaman kepada penderita.
b. Terapi Farmakologi
12
LI 2. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella
typhi
LO 2.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Morfologi dan Struktur
Salmonella typhi
Salmonella memiliki panjang yang bervariasi. Sebagian besar isolate
bersifat motil dengan flagella peritriks Salmonella mudah tumbuh pada
medium sederhana, tetapi tidak pernah memfermentasi laktosa atau sukrosa.
Bakteri ini membentuk asam dan terkadang membentuk gas dari glukosa dan
manosa. Mereka umumnya menghasilkan H2S . Organisme ini dapat bertahan
hidup pad air yang beku untuk periode yang lama. Salmonella resisten
terhadap zat kimia tertentu (misalnya, brilliant green, natrium tetrahionat,
natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lain, dengan demikian,
penambahan zat tersebut kedalam medium bermanfaat untuk mengisolasi
salmonella dari feses.
13
6) obat “rekreasional”
obat mariyuana dan obat lainnya.
7) pewarna hewani
pewarna (misalnya karmina) digunakan dalam obat, makanan, dan
kosmetik
b. Endotoksin
Kemampuan Salmonella yang hidup intra seluler diduga karena memiliki
antigen permukaan (antigen Vi), simpai sel Salmonella mengandung
kompleks lipopolisakarida (LPS) yang berfungsi sebagai endotoksin dan
merupakan factor virulensi. Endotoksin dapat merangsang pelepasan zat
pirogen dari sel-sel makrofag dan sel-sel polimorfonunuklear (PMN)
sehingga mengakibatkan demam. Selain itu, endotoksin dapat merangsang
aktifitas system komplemen, pelepasan kinin, dan mempengaruhi limfosit.
Sirkulasi endotoksin dalam peredaran darah dapat menyebabkan kejang
akibat infeksi.
14
Toksin lain yang dihasilkan oleh Salmonella adalah endotoksin dan
sitoksin. Kedua toksin ini diduga juga dapat meningkatkan daya invasi dan
merupakan factor virulensi Salmonella.
a) Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala berupa : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epikstasis.
15
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat, demam
meningkat perlahan-lahan terutama pada sore dan malam hari.
b) Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa :
demam,bradikardia relatif (peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang kotor di tengah, tepi,
dan ujung merah dan tremor, heptomegali, splenomegali, gangguan mental
berupa somnolen, spoor, koma, delirium, atau psikosis.
16
LO 3.6. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Demam
Typhoid
a) Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh,debar
jantung relative lambat (bradikardi),lidah kotor,pembesaran hati dan
limpa (hepatomegaly dan splenomegali),kembung
(meteorismus),radang paru (pneumonia),dan kadang-kadang dapat
timbul gangguan jiwa,perdarahan usus,dinding usus bocor
(perforasi),radang selaput perut (peritonitis),serta gagal ginjal.
b) Pemeriksaan penunjang :
1) Pemeriksaan darah perifer : leukopenia atau normal atau
leukositosis,anemia ringan,trombositopenia,peningkatan laju endap
darah dan peningkatan SGOT atau SGPT
2) Uji widal : dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap S.typhii.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
S.typhii dengan antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji ini adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan. Tujuannya adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita typhoid yaitu:
17
c. Agltinin Vi (simpai kuman)
3) Uji tubex : uji semikuantitatif kolometrik untuk mendeteksi anti S.
typhii 09. Hasil positif menunjukkan infeksi Salmonella typhii.
4) Uji typhidot : mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membrane luar Salmonella typhii. Hasil positif pada
uji ini didapatkan 2-3 hari setelah infeksi.
5) Uji IgM Dipstick : uji ini secara khusus mendeteksiantibodi IgM
spesifik terhadap S.typhii pada spesimen serum atau whole blood.
Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipolisakarida
(LPS) S.typhii daan anti IgM (sebagai kontrol),reagen deteksi yang
mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks
pewarna,cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen
dan serum pasien,tabung uji.
6) Kultur darah : hasil biakan darah yang positif memastikan
demam typhoid,akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan
demam typhoid mungkin disebabkan oleh:
a. Telah mendapat terapi antibiotic
b. Volume darah yang kurang
c. Riwayat vaksinasi
d. Waktu pengambilan darah setelah minggu pertama,pada
saat aglutinin semakin meningkat
18
adalah pemeriksaan serologi Vi,dilaporkan bahwa sensitivitas 75% dan
spesifisitas 92% bila ditemukan kadar titer antibodi Vi sebesar 160.
Diagnosis Banding yang dapat dibandingkan adalah dengan demam
paratyphoid. Pada demam paratyphoid ini,gejala dan tanda-tanda kurang
lebih sama dengan demam typhoid,hanya saja manifestasi klinis pada
demam paratyphoid ini lebih ringan daripada demam typhoid. Demam
typhoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang mempunyai
antigen H,O,dan Vi kalau kita melakukan pemeriksaan widal. Demam
paratyphoid yang disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi A,B,dan C
dan saat dilakukan pemeriksaan widal,peningkatan antigen K lah yang
dilihat.
19
3) Pencarian dan eliminasi sumber penularan
4) Pemeriksaan air munum dan MCK
5) Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada masyarakat
6) Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang
memenuhi standar prosedur kesehatan ( perebusan > 570C, iodisasi dan
klorinisasi )
7) Vaksinasi secara menyeluruh
Vaksin typhoid memiliki keberhasilan proteksi sebesar 51-88 %
( WHO). Ada dua vaksin yang tersedia di Amerika Serikat : vaksin hidup
yang dilemahkan sedian peroral (Ty21a) dan vaksin polisakarida kapsuler
Vi (VICPS) untuk pemberian intramuskular. Adapun indikasi vaksinasi
bila hendak mengunjungi daerah endemik yang berisiko terkenan demam
typhoid tinggi, orang yang terpapar dengan penderita demam typhoid
carier dan petugas laboratorium. Adapun efek samping vaksin Ty21a
adalah demam, sedangkan pada ViCPS adalah demam, malaise, sakit
kepala, rash, reaksi nyeri local, nyeri kepala dan edema. Bahkan reaksi
berat seperti hipotensi, nyeri dada dan syok dapat terjadi namun sangat
jarang.
20
LI 4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Tata
Laksana Demam Typhoid
LO 4.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Istirahat dan Perawatan
Tujuan : mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah
baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minu,
mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat
masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat
tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi
untuk mencegah decubitus pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
Farmakodinamik
Kloramfenikol menghambat sintesis protein pada bakteri, dan
sebagian besar, pada sel eukariot. Kloramfenikol berikatan secara
reversible pada subunit ribosom 50S ( dekat situs pengikatan untuk
antibiotic makrolida dan klindamisin). Obat ini mencegah ikatan ujung
tRNA aminoasil yang mengandung asam amino pada tempat akseptor di
subunit ribosom 50S. Interaksi antara peptidil transferase dan substrat
asam aminonya diblok, menghambat pembentukan ikatan peptide dalam
kata lain kloramfenikol menghambat enzim peptidil transferase yang
21
berperan sebai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada
proses sintesis protein bakteri.
Kloramfenikol juga menghambat sintesis protein pada mitokondria
mamalia melalui mekanisme yang mirip, kemungkinan akibat ribosom
mamalia agak menyerupai ribosom bakteri; sel eritropoietin sangat
sensitif.
Resistensi terhadap kloramfenikol biasanya disebabkan oleh
asetiltransferase terkode-plasmid yang menginaktivasi obat dengan
mencegah ikatannya pada ribosom bakteri. Resisfensl juga dapat
dihasilkan dari penurunan permeabilitas atau mutasi ribosom.
Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar
puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Masa paruh pada orang dewasa
kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24
jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin.
Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk
jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Didalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan
asam glukoronat oleh enzim glukoroniltransferase.
Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang
diberikan oral telah diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh
kloramfenikol yang diekskresikan melalui urin, hanya 5-10% dalam
bentuk aktif, sisanya dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat yang tidak
aktif. Bentuk aktifnya diekskresikan melalui filtrate glomerulus,
sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.
Dosis
4 x 500 mg per hari, dapat diberikan secara per oral atau intravena.
Diberikan selama 2-3 minggu.
Untuk anak diberikan dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam
beberapa dosis selama 10 hari. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan
oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan
terasa nyeri.
Efek Samping
Reaksi Alergi :
22
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angiudem,
urtikaria dan anafilaksis.
Reaksi Neurologik :
Depresi, bingung, delirium dan sakit kepala, neuritis perifer.
B. Tiamfenikol
Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan
kloramfenikol, sehingga memiliki mekanisme kerja yang sama dengan
kloramfenikol.
Farmakokinetik
Obat ini diserap dengan baik pada pemberian per oral dan
penetrasinya baik ke cairan serebrospinal, tulang dan sputum. Obat ini
sebagian besar diekskresikan secara utuh lewat urin
Dosis
Pada dewasa 1 g sehari dibagi dalam 4 dosis, sedangkan untuk
anak-anak digunakan pelarut 60 ml dan bubuk tiamfenikol 1,5 g yang
setelah dilarutkan mengandung 125 mg tiamfenikol setiap 5 mlnya,
diberikan 25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
Efek samping
Depresi sumsum tulang yang reversible, depresi eritropoesis,
leukopenia, trombositopenia dan peningkatan kadar serum iron.
C. Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupaka kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol yang berfungsi menghambat reakzi enzimatik obligat
pada dua tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi ini dapat
memberikan efek yang sinergi dan dapat meningkatkan efektivitas.
Farmakodinamik
Sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA ke dalam
molekul asam folat dan trimethoprim menghambat terjadinya reaksi
reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan suatu atom
C, seperti pembentukan basa purin dan beberapa asam amino ( metionin,
glisin). Trimetoprim menghambat enzim dihirofolat reduktase pada
mikroba secara selektif. Rasio kadar sulfametoksazol : trimetropim yang
optimal ialah 20:1.
Farmakokinetik
Karena siftanyanya yang lipofilik, trimethoprim mempunyai volume
distribusi yang lebih besar dari pada sulfametoksazol. Trimetropim cepat
didistribusi kedalam jaringan kira-kira 40% terikat pada protein plasma
dengan adanya sulfametoksazol. Volume distribusi trimetropim hamper 9
23
kali lebih besar dari pada sulfametoksazol. Obat masuk ke CSS dan saliva
dengan mudah.
Kira-kira 65% sulfametoksazol terikat pada protein plasma.
Sampai 60% trimetropim dan 25-50% sulfametoksazol di ekskresi melalui
urin dalam 24 jam setelah pemberian.
Dosis
Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet ( pertabletnya
mengandung 400 mg sulfametoksizol dan 160 mg trimetropim) setiap 12
jam dan diberikan selama 2 minggu. Karena rasio kadar sulfametoksazol
dan trimetropim yang ingin dicapai adalah 20:1, dibutuhkan
sulfametoksazol 800 mg dan trimetropim 160 mg per oralnya. Untuk
pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetroprim per 5 ml.
Dosis untuk anak0anak trimetropim 8 mg/kgBB/hari dan
sulfametoksazol 40 mg/kgBB/hari yang diberikan dalam 2 dosis. Tidak
dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dibawah usia 2 tahun
Efek Samping
Defisiensi folat, megaloblastosis, leukopenia, atau
trombositopenia.
Reaksi Hematologik :
Anemia (aplastic, hemolitik dan makrostitik), ganggaun koagulasi,
granulositopenia, lein, dan sulfhemoglobinemia, trombositopenia ( bila
sebelumnya atau bersamaan dengan pemberian diuretic).
24
Farmakodinamik
Menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk
sintesis dinding sel mikroba dan akan mengkasilkan efek bakterisid pada
mikroba yang yang sedang aktif membelah.
Pertama-tama obat bergabung dengan penicillin-binding
protein pada kuman, kemudian terjadilah hambatan sintesis dinding sel
kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu,
lalu terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel. Ampisilin tahan
asam sehingga dapat diberikan per oral.
Farmakokinetik
Jumlah ampisilin yang diabrorbsi pada pemberian oral dipengaruhi
oleh besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna.
Adanya makanan pada saluran cerna dapat menghambat abrobsi obat.
Ampisilin didistibusikan luas dalam tubuh dan
pengikatannya oleh protein plasma hanya 20%. Ampisilin yang masuk
kedalam empedu mengalami simulasi enterohepatik, tetapi yang
diekskresikan bersama tinja jumlahnya cukup tinggi. Distribusi
amoksisilin secara garis besar sama dengan ampisilin, hanya saja
amoksisilin di absorbs lebih cepat dan makanan tidak mengganggu
absorbs amoksisilin dan diekskresikan aktif dalam bentuk urine.
Dosis
Ampisilin : Untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk tablet atau
kapsul (125 mg, 250mg, 500mg dan 1000mg), sedangkan untuk bubuk
suspense sirup mengandung 125 atau 500 mg/5 ml. Dalam bentuk suntikan
( 0,1; 0,25; 0,5; dan 1 g per vial). Pada dewasa 2-4 g sehari dibagi untuk 4
kali pemberian. Untuk anak-anak dengan berat badan kurang dari 20 kg
diberikan per oral : 50-100 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam 4 dosis,
sedangkan untuk intramuscular 100-200 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam
4 dosis
Amoksilin : Tersedia dalam bentuk kapsul atau tablet ( 125, 250,
dan 500 mg) dan sirup 125 mg/5ml. Dapat diberikan 3 kali sehari 250-500
mg karena absorbsinya lebih baik dari ampisilin.
25
Efek Samping
Reaksi Alergi :
Kemerahan kulit, dermatitis kontak, glositis, demam disertai
menggigil
Farmakodinamik
Mekanisme kerja sefalosprorin adalah dengan menghambat sintesis
dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap
26
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel ( cara yang sama
seperti penisilin).
Farmakokinetik
Sekitar 83-96% seftriakson berikatan dengan protein plasma dan
memiliki waktu paruh 8 jam.
Diekskresikan dalam urin sekitar 60-80%, sisanya dieleminasi memalui
sekresi empedu.
Dosis
Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari melalui intramuscular atau
intravena dalam dosis tunggal atapun dibagi dalam 2 dosis. Tersedia dalam
bentuk bubuk obat suntik 0,25 ; 0,5 dan 1 g. Pemberian intratekal tidak
dianjurkan.
Pada anak-anak diberikan dosis 50-75 mg/kgBB/hari yang dibagi
dalam 2 dosis.
Efek Samping
F. Fluorokuinolon
Farmakodinamik
Menghambat kerja enzim DNA girase pada bakteri dan bersifat
bakterisidal dimana fungsi dari DNA girase adalah menimbulkan negative
supercooling untuk mencegah terjadinya puntiran berlebihan pada double
helix DNA pada saat memisahkan double helix DNA menjadi 2 utas pada
saat replikasi dan transkripsi.
Farmakokinetik
Fluorokuinolon diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar
puncaknya adalah 1-2 jam setelah pemberin obat. Penyerapan terhambat
bila diberikan bersama antasida. Fluorokuinolon hanya sedikit terikat
dengan protein plasma. Didistribusikan dengan baik pada berbagai organ
tubuh. Salah satu sifatnya asalah obat ini mampun mencapai kadar tinggi
dalam jaringan prostat dan cairan serebrospinal. Memiliki masa paruh
eliminasi yang panjang. Kebanyakan dimetabolisme di hati dan
diekskresikan di ginjal dan sebagian kecil di ekskresi melalui empedu
27
Dosis
Efek Samping
Reaksi saluran cerna :
Mual, hilang nafsu makan
Reaksi susunan saraf :
Sakit kepala, vertigo, insomnia, reaksi psikotik, halusinasi, depresi,
kejang, aterioslerosis sampai epilepsies
Reaksi Hipersensitivitas :
Eritmia dan pruriutus
G. Azitromisin
28
Farmakodinamik
Menghambat sintesi protein dengan berikatan secara reversible
pada subunit ribosom 50S organisme yang sensitive. Menghambat tahap
translokasi ketika rantai peptide yang baru muncul yang tinggal sementara
pada tempat A reaksi transferase gagal untuk pindah ke tempat P. Obat ini
menyebabkan perubahan konformasi yang menghentikan sintesis protein
dengan mengganggu transpeptidasi dan translokasi secara tidak langsung.
Farmakokinetik
Azitromisin yang diberikan secara oral cepat diabrobsi dan
terdistribusi luas ke seluruh tubuh kecuali ke otak dan CSF. Kira-kira 70-
80% berikatan dengan protein. Hanya 2-5 % yang diberikan dalam bentuk
oral dikeluarkan lewat urin dalam bentuk aktif. Obat ini terkonsentrasi
dihati dan diekskresikan di empedu dimana ini merupakan eliminasi
utama. Waktu paruhnya 40-68 jam. Azitromisin mengalami metabolism
hepatic menjadi metabolit inaktif
Dosis
1g satukali sehari. Sebaiknya diberika 1 jam sebelum makan atau 2
jam setelah makan. Tidak boleh diberikan bersama makanan
Efek Samping
Demam, eosinophilia dan ruam, aritmia jantung, gangguan
epigastrik, hepatitis kolestatik.
29
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Geo F., et al. 2013. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &
Adelberg, Ed.23, Translation of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical
Microbiology, 25th Ed. Alih bahasa oleh Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC
Brunton, Laurence., et al. 2011. Goodman and Gilman : Manual Farmakologi dan
Terapi. Jakarta : EGC.
Dalal, S., and Zhukovsky D.S., 2006. Pathophysiology and Management of Fever.
J Support Oncol., 2006 (4), 9–16. Diakses dari :
www.supportiveoncology.net/journal/articles/0401009.pdf pada 24 Maret 2016.
Dinarello, C.A., and Gelfand, J.A., 2005. Fever and Hyperthermia. In: Kasper,
th
D.L., et. al., ed. Harrison’ s Principles of Internal Medicine. 16 ed. Singapore:
The McGraw-Hill Company.
Guyton CA, Hall JE. 2014. Fisiologi Kedokteran Ed. 12. Elsevier : Singapore.
Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a
focus. Dalam : Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman,
th
R.E., ed. Nelson Essentials of Pediatrics. 5 ed. New York: Elsevier.
Nelwan, R.H., 2014. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.
Sherwood L. 2010. Human Physiology from Cells to System: Fluid and Acid Base
Balance. 7th ed. Canada: Brooks/Cole Cengage Learning.
30
Tanto, Chris, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4. Jakarta : Media
Aesculapius.
Widodo, Djoko. 2014. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.
31