Anda di halaman 1dari 31

WRAP UP PBL SKENARIO 1

DEMAM SORE HARI

KELOMPOK A12

Anggota:
1. Adhe Sukma Kirana Sari (1102015005)
2. Asyifa Nurani (1102015037)
3. Balqish Trisnania Rahma (1102015045)
4. Farah Zahida (1102014091)
5. Gufta Safira Aliya Alif (1102015087)
6. Hasna Luthfiah Fitriani (1102015090)
7. Ika Tri Rahayu (1102014124)
8. Indah Mutiara Agustilla (1102014129)
9. Kartilia Nurani Putri (1102015111)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015

1
DAFTAR ISI

Daftar
Isi………………………………………………………………………………….2
Skenario…………………………………………………………………………...4
Kata Sulit………………………………………………………………………….5
Pertanyaan………………………………………………………………………...5
Jawaban…………………………………………………………………………...5
Hipotesis Sementara……………………………………………………………....7
Sasaran Belajar……………………………………………………………………8
LI 1. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Demam
LO 1.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Definisi Demam………………9
LO 1.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam………………9
LO 1.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Demam………….10
LO 1.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam………..10
LO 1.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tata Laksana Demam……….11

LI 2. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella typhi


LO 2.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Morfologi dan Struktur
Salmonella typhi…………………………………………………………..13
LO 2.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Cara Penyebaran Salmonella
typhi………………………………………………………………………………….13
LO 2.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Habitat Salmonella typhi……13
LO 2.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Perbedaan Salmonella typhi
dengan Salmonella entericha……………………………………………14
LO 2.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Faktor Virulensi
Salmonella typhi……………………………………………………………14

LI 3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid


LO 3.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Definisi Demam Typhoid…..15
LO 3.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam Typhoid…..15
LO 3.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Demam
Typhoid…………………………………………………………………….15
LO 3.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Demam
Typhoid…………………………………………………………………….15

2
LO 3.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam
Typhoid…………………………………………………………………........16
LO 3.6. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Demam
Typhoid………………………………………………………………………17
LO 3.7. Dapat Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Demam Typhoid….18
LO 3.8. Dapat Memahami dan Menjelaskan Prognosis Demam Typhoid….19
LO 3.9. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid..19

LI 4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Tata Laksana Demam


Typhoid
LO 4.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Istirahat dan
Perawatan………………………………………………………………..21
LO 4.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Diet dan Terapi
Penunjang……………………………………………………………………21
LO 4.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Pemberian
Antimikroba…………………………………………………………………21

Daftar Pustaka…………………………………………………………………...30

3
SKENARIO 1
DEMAM SORE HARI

Seorang wanita 30 tahun , mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam
dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari. Dibandingkan pagi hari. Pada
pemeriksaan fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardi, suhu tubuh hiperpireksia (
pengukuran jam 20.00 WIB), lidah terlihat kotor (coated tongue). Dokter
menyarankan pemeriksaan darah untuk membantu menegakkan diagnosis dan
cara penanganannya.

4
KATA SULIT
Nadi Bradikardi : Kelambatan denyut nadi yang ditandai dengan pelambatan
frekuensi denyut jantung kurang dari 60x/ menit.
Hiperpireksia : Peningkatan suhu tubuh sampai setinggi 41,2 0C / lebih.
Peningkatan suhu normal ini akibat peningkatan pusat pengaturan suhu di
hipotalamus yang di pengaruhi IL-1
Coated Tongue : Keadaan dimana permukaan lidah terlihat berwarna putih /
lain yang merupakan tumpukan dari dermis, sisa makanan &
mikroorganisme yang terdapat pada permukaan dorsal lidah.
Kesadaran Somnolen : Keadaan mengantuk yang masih bias pulih bila
dirangsang, tapi bila rangsangan berhenti pasien akan tertidur kembali,
keadaannya mengantuk berlebihan, respon psikomotornya menurun, dan
pasien mampu memberikan jawaban secara verbal.

PERTANYAAN
1. Apa penyebab terjadinya demam ?
2. Mengapa pada sore hari demam lebih tinggi ?
3. Apa yang menyebabkan lidah kotor ?
4. Mengapa pada pemeriksaan fisik nadi bradikardi ?
5. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat membantu menegakkan diagnosis?
6. Bagaimana pola demam?
7. Bagaimana mekanisme demam ?
8. Kenapa harus dilakukan pemeriksaan darah ?
9. Bagaimana penaganan demam sore hari ?
10. Mengapa pengukuran suhu dilakukan dimalam hari ?
11. Apa diagnosis pasien ? dan disebabkan oleh apa?
12. Bagaimana cara kerja obat penurun panas?

JAWABAN
1. Stress fisiologi, sekresi hormone tiroid berlebih, gangguan pengeluaran
panas, inflamasi, pirogen endogen dan pirogen eksogen
2. Karena pada sore dan malam hari, proses metabolism tubuh menurun
sehingga proses infeksi lebih cepat.
3. Adanya tumpukan dari dermis, sisa makanan & mikroorganisme yang
terdapat pada permukaan dorsal lidah.
4. Pada minggu ke 2, orang yang terkena demam typhoid memiliki gejala
nadi bradikardi relative.
5. Pemeriksaan darah perifer, uji widal dan uji typhidot.
6. Pola-pola demam :
a. Demam Septik: suhu badan berangsur naik ketingkat tinggi pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi
hari.
b. Demam remiten : suhu badan turun setiap hari tapi tidak sampai
normal.
c. Demam intermiten : suhu badan turun ke normal selama beberapa
jam.

5
d. Demam kontinyu : variasi suhu badan tidak berbeda >10C
e. Demam siklik : kenaikan suhu badan selama beberapa hari diikuti
periode bebas demam.
7. Bakteri gram (-) mengeluarkan pirogen eksogen berupa endotoksin ,
kemudia merangsang pirogen endogen yang nantinya akan menyebabkan
demam.
8. Untuk menegannan diagnosis, untuk mengetahui keadaan leukosit dalam
darah, untuk mengetahui apakah darah mengandung bakteri.
9. Istirahat dan perawatan, terapi penunjang, pemberian antimikroba.
10. Karena pada sore dan malam hari, proses metabolism tubuh menurun
sehingga proses infeksi lebih cepat.
11. Berdasarkan gejala yang sudah dipaparkan, wanita tersebut mengalami
penyakit demam typhoid yang dibeabkan oleh Salmonella typhi.
12. Memutus induksi prostaglandin karena induksi prostaglandin tersebut
rentan terhadap obat penurun panas.

6
HIPOTESA SEMENTARA

Wanita tersebut didiagnosis terkena demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella typhi. Dapat dilihat melalui gejala yang timbul seperti demam, nadi
bradikardi, lidah kotor, dan hiperpireksia. Diagnosis dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah perifer, uji widal, uji tubex, uji
typhidot, uji IgM dipstick dan kultur darah dan penyakit ini dapat ditangani
dengan istirahat dan perawatan, terapi penunjang dan penggunaan antimikroba.

7
SASARAN BELAJAR

LI 1. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Demam

LO 1.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Definisi Demam


LO 1.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam
LO 1.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Demam
LO 1.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam
LO 1.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tata Laksana Demam

LI 2. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella typhi


LO 2.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Morfologi dan Struktur
Salmonella typhi
LO 2.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Cara Penyebaran Salmonella
typhi
LO 2.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Habitat Salmonella typhi
LO 2.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Perbedaan Salmonella typhi
dengan Salmonella entericha
LO 2.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Faktor Virulensi
Salmonella typhi

LI 3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid

LO 3.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Definisi Demam Typhoid


LO 3.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam Typhoid
LO 3.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Demam Typhoid
LO 3.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Demam
Typhoid
LO 3.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam Typhoid
LO 3.6. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Demam
Typhoid
LO 3.7. Dapat Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Demam Typhoid
LO 3.8. Dapat Memahami dan Menjelaskan Prognosis Demam Typhoid
LO 3.9. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid

LI 4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Tata Laksana Demam


Typhoid
LO 4.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Istirahat dan Perawatan
LO 4.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Diet dan Terapi
Penunjang

8
LO 4.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Pemberian Antimikroba
LI 1. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Demam

LO 1.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Definisi Demam


Menurut buku ajar fisiologi Guyton and Hall, demam merupakan
peningkatan suhu tubuh di atas batas normal yang dapat disebabkan oleh
kelainan di dalam otak atau oleh bahan-bahan toksik yang mempengaruhi
pusat pengaturan suhu. Menurut Dinarello & Gelfand dalam bukunya Fever
and Hyperthermia, demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu
normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu
di hipotalamus. Lauralee Sherwood, dalam bukunya Fisiologi Manusia,
mengatakan bahwa suhu tubuh normal yang diukur dimulut sebesar 37 0C
( 98,6 0F). Keadaan normal tubuh pada umumnya berkisar antara 36,5 0C –
37,2 0C, sedangkan dalam keadaan hiperpireksia suhu tubuh mencapai ≥ 41,2
0
C.

LO 1.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam


Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan
demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis,
appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis,
meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-
lain. Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral
pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan
virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-
lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal
antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu
tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-
hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,
difenilhidantoin, dan antihistamin). Juga gangguan pada pusat regulasi suhu
sentral dapat menyebabkan peninggian temperatur seperti pada heat stroke,
perdarahan otak, koma atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan
internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah dapat pula menyebabkan
peningkatan temperatur.
Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek
samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain
yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah
gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma,
cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya.

9
Faktor infeksi maupun factor non infeksi tersebut menyebabkan pelepasan
pirogen endogen ( dari dalam leukosit). Pirogen merupakan suatu protein yang
identik dengan Interleukin-1 dan didalam hipotalamus zat ini merangsang
pelepasan asam arakidonat yang menyebabkan peningkatan sintesis
Prostaglandin E2, yang nantinya langsung menyebabkan pireksia. Demam
tersebut dapat diperparah karena peningkatan aktivitas metabolism yang
mengakibatkan penambahan produksi panas dan kurang adekuatnya
penyalurannya ke permukaan.

LO 1.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Demam


Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara lain:
a. Demam Septik
Dimana suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi
sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas
normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan
berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat
yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam Remiten
Dimana suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin
tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
c. Demam Intermiten
Dimana suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari
bebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
d. Demam Kontinyu
Dimana variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi
sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam Siklik
Dimana terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula.

LO 1.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam


Demam terjadi karena pelepasan pirogen endogen (suatu protein yang
identik dengan interleukin-1) dari dalam leukosit yang sebelumnya telah
terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau
merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi.
Sebagai respon masuknya mikroba, sel-sel fagositik ( makrofag )
mengeluarkan pirogen endogen berupa sitokin interleukin-1 yang merupakan
reseptor hipotalamus anterior sehingga dapat mengaktivasi phospholipase A.
Kemudian Phospolipase A melepaskan Asam Arakidonat yang meningkatkan

10
sintesis prostaglandin E2. Setelah itu, prostaglandin E2 tersebut akan
meningkatkan patokan thermostat di pusat thermoregulasi hipotalamus
anterior dan hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari
pada patokannya sehingga tubuh memicu untuk meningkatkan panas dengan
cara menggigil, vasokontriksi pembuluh darah dan mekanisme volunteer
seperti memakai selimut atau pakaian yang dapat menghangatkan. Hal ini
menyebabkan meningkatnya produksi panas yang diikuti dengan minimnya
pengeluaran panas yang pada akhirnya menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru atau bias disebut dengan demam.
Demam memiliki tiga fase yaitu :
a. Fase pertama merupakan fase kedinginan. Pada fase ini terjadi
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokkontriksi
pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha
untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan kemudian akan menggigil.
b. Fase kedua merupakan fase demam. Pada fase ini terjadi fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas
dititik patokan suhu yang baru.
c. Fase ketiga merupakan fase kemerahan. Ini merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh
darah dan berkeringat untuk menghilangkan panas sehingga
membuat tubuh berwarna kemerahan.

LO 1.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tata Laksana Demam


Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis
terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam
bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk
menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua
garis besar yaitu: non-farmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan
penanganan demam secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan
umur < 3 bulan dengan suhu rektal > 38°C, penderita dengan umur 3-12 bulan
dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu > 40,5°C, dan demam dengan
suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam.
a. Terapi Non-farmakologi

Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari


penatalaksanaan demam:

1) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan


beristirahat yang cukup.

11
2) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan.
Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat
memberikan rasa nyaman kepada penderita.

3) Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat


efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin
karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali
suhu inti.

b. Terapi Farmakologi

Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik)


adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat
bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek
kerja yang lama. Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian
parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan
dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada
anak-anak. Dosis parasetamol juga dapat disederhanakan menjadi:

Umur Dosis paracetamol tiap pemberian (mg)


< 1 tahun 60
1-3 tahun 60-125
4-6 tahun 125-250
6-12 tahun 250-500
Selain pemberian antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai
pemberian obat untuk mengatasi penyebab terjadinya demam. Antibiotik
dapat diberikan untuk mengatasi infeksi bakteri. Pemberian antibiotik
hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur bakteri apabila
memungkinkan.

12
LI 2. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Salmonella
typhi
LO 2.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Morfologi dan Struktur
Salmonella typhi
Salmonella memiliki panjang yang bervariasi. Sebagian besar isolate
bersifat motil dengan flagella peritriks Salmonella mudah tumbuh pada
medium sederhana, tetapi tidak pernah memfermentasi laktosa atau sukrosa.
Bakteri ini membentuk asam dan terkadang membentuk gas dari glukosa dan
manosa. Mereka umumnya menghasilkan H2S . Organisme ini dapat bertahan
hidup pad air yang beku untuk periode yang lama. Salmonella resisten
terhadap zat kimia tertentu (misalnya, brilliant green, natrium tetrahionat,
natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lain, dengan demikian,
penambahan zat tersebut kedalam medium bermanfaat untuk mengisolasi
salmonella dari feses.

LO 2.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Cara Penyebaran Salmonella


typhi
Feses seorang dengan penyakit subklinis yang tampak sehat atau feses dari
seorang karier merupakan sumber kontaminasi yang lebih penting
dibandingkan kasus klinis yang tampak jelas dan diisolasi segera, misalnya
jika karier tersebut bekerja di industri jasa boga dan “menyebarkan”
organisme banyak hewan, termasuk ternak, hewan pengetat, dan unggas,
terinfeksi secara alami oleh beragam salmonella dan mengandung infeksi
secara alami oleh beragam salmonella dan mengandung bakteri tersebut dalam
jaringan (daging), ekskreta, atau telur mereka.

LO 2.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Habitat Salmonella typhi


1) Air
Kontaminasi feses sering menyebabkan wabah yang luas
2) susu dan produk susu lain (es krim, keju, krim)
kontaminasi feses dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau
pengelolahan yang tidak layak. Sebagian wabah dapat ditelusuri
sumbernya.
3) kerang
dari air yang terkontaminasi salmonella
4) telur yang dikeringkan atau dibekukan
dari ungags yang terinfeksi atau telur yang terkontaminasi saat
pemrosesan
5) daging dan produk daging
dari hewan (ungags) yang terinfeksi atau terkontaminasi feses hewan
pengerat atau manusia

13
6) obat “rekreasional”
obat mariyuana dan obat lainnya.

7) pewarna hewani
pewarna (misalnya karmina) digunakan dalam obat, makanan, dan
kosmetik

LO 2.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Perbedaan Salmonella typhi


dengan Salmonella entericha
Klasifikasi salmonella bersifat kompleks karena organisme ini
merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, dan bukan satu spesies
umum. Anggota genus Salmonella awalnya diklasifikasikan berdasarkan
epidemiologi, pejamu, reaksi biokimia, dan struktur antigen O,H, dan Vi (jika
ada). Dahulu nama anggota genus (misalnya Salmonella typhi, Salmonella
typhimurium) dituliskan seperti halnya nama genus dan spesies, bentuk
nomenklatur ini masih banyak dipergunakan meskipun penggunaannya tidak
tepat. Penelitian hibridasi DNA telah menunjukan adanya tujuh kelompok
evolusioner. Saat ini genus Salmonella dibagi menjadi dua spesies yang
masing-masing terbagi atas banyak subspecies dan serotype. Kedua spesies
tersebut adalah Salmonella entericha dan Salmonella bongori (dahulu disebut
subspesies V).

LO 2.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan tentang Faktor Virulensi


Salmonella typhi
Ada tiga factor yang menentukan virulensi Salmonella, yaitu :
a. Daya invasi
Dalam usus halus, bakteri Salmonella yang berpenetrasi di epitel dan
masuk ke dalam jaringan sub-epitel sampai lamina propia. Mekanisme
biokimia yang terjadi saat penetrasi belum diketahui dengan jelas, tetapi
prosesnya meyerupai fagositosis. Setelah penetrasi, bakteri difagosit oleh
makrofag, berkembang biak, dan dibawa oleh makrofag ke bagian tubuh
yang lain.

b. Endotoksin
Kemampuan Salmonella yang hidup intra seluler diduga karena memiliki
antigen permukaan (antigen Vi), simpai sel Salmonella mengandung
kompleks lipopolisakarida (LPS) yang berfungsi sebagai endotoksin dan
merupakan factor virulensi. Endotoksin dapat merangsang pelepasan zat
pirogen dari sel-sel makrofag dan sel-sel polimorfonunuklear (PMN)
sehingga mengakibatkan demam. Selain itu, endotoksin dapat merangsang
aktifitas system komplemen, pelepasan kinin, dan mempengaruhi limfosit.
Sirkulasi endotoksin dalam peredaran darah dapat menyebabkan kejang
akibat infeksi.

c. Enterotoksin dan sitoksin

14
Toksin lain yang dihasilkan oleh Salmonella adalah endotoksin dan
sitoksin. Kedua toksin ini diduga juga dapat meningkatkan daya invasi dan
merupakan factor virulensi Salmonella.

LI 3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid

LO 3.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Definisi Demam Typhoid


Demam typhoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella enterik serotype typhi atau paratyphi. Penyakit ini biasanya
menyebar melalui ingesti makanan dan air yang tercemar.
Penyakit ini mencakup bakteremia berkepanjangan disertai invasi oleh
pathogen dan multiplikasinya di dalam sel fagosit makronukleus di
hati,limpa,kelenjar getah bening,dan plak peyeri ileum; demam hektik
berkepanjangan dengan malaise dan kemudian delirium; ruam transien kulit
khas yang dikenal sebagai rose spot, nyeri perut, splenomegali, leukopenia,
dan bradikardia.

LO 3.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Etiologi Demam Typhoid


Etiologi demam typhoid adalah Salmonella typhii atau Salmonella
paratyphii bioserotipe A, B atau C. Kedua spesies Salmonella ini berbentuk
batang, berflagel, aerobic, serta gram negatif.

LO 3.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Demam Typhoid


Di Indonesia,insidens demam typhoid banyak dijumpai pada populasi
yang berusia 3-19 tahun. Kejadian demam typhoid di Indonesia juga berkaitan
dengan rumah tangga, yaitu adanya anggita keluarga dengan riwayat terkena
demam typhoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan
piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar
dalam rumah. Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen
kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam typhoid menempati urutan ke-3
dari10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di
Indonesia (41.081 kasus).

LO 3.4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Demam


Typhoid
Masa inkubasi deman typhoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala
klinis bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimptomatik hingga
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.

a) Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala berupa : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epikstasis.

15
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat, demam
meningkat perlahan-lahan terutama pada sore dan malam hari.
b) Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa :
demam,bradikardia relatif (peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang kotor di tengah, tepi,
dan ujung merah dan tremor, heptomegali, splenomegali, gangguan mental
berupa somnolen, spoor, koma, delirium, atau psikosis.

LO 3.5. Dapat Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Demam Typhoid


Masuknya kuman Salmonella typhii dan Salmonella paratyphii ke dalam
tubuh manusia terjaadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik,maka kuman
akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M)dan selanjutnya ke lamina
propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutaman makrofag. Di dalam makrofag kuman dapat hidup dan
berkembang biak dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Kemudian kuman masuk ke
sirkulasi darah melalui ductus torasikus yang menyebabkan bakteremia
pertama yang asimptomatik,dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa dimana kuman dapat meninggalkan sel-sel
fagosit dan kemudia berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid. Setelah
itu masuk ke sirkulasi darah dan mengakibatkan bakteremia yang kedua
dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.

16
LO 3.6. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Demam
Typhoid
a) Pemeriksaan fisik:
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh,debar
jantung relative lambat (bradikardi),lidah kotor,pembesaran hati dan
limpa (hepatomegaly dan splenomegali),kembung
(meteorismus),radang paru (pneumonia),dan kadang-kadang dapat
timbul gangguan jiwa,perdarahan usus,dinding usus bocor
(perforasi),radang selaput perut (peritonitis),serta gagal ginjal.
b) Pemeriksaan penunjang :
1) Pemeriksaan darah perifer : leukopenia atau normal atau
leukositosis,anemia ringan,trombositopenia,peningkatan laju endap
darah dan peningkatan SGOT atau SGPT
2) Uji widal : dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap S.typhii.
Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
S.typhii dengan antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji ini adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan. Tujuannya adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita typhoid yaitu:

a. Aglutinin O (dari tubuh kuman)


b. Aglutinin H (flagel kuman)

17
c. Agltinin Vi (simpai kuman)
3) Uji tubex : uji semikuantitatif kolometrik untuk mendeteksi anti S.
typhii 09. Hasil positif menunjukkan infeksi Salmonella typhii.
4) Uji typhidot : mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat
pada protein membrane luar Salmonella typhii. Hasil positif pada
uji ini didapatkan 2-3 hari setelah infeksi.
5) Uji IgM Dipstick : uji ini secara khusus mendeteksiantibodi IgM
spesifik terhadap S.typhii pada spesimen serum atau whole blood.
Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipolisakarida
(LPS) S.typhii daan anti IgM (sebagai kontrol),reagen deteksi yang
mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks
pewarna,cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen
dan serum pasien,tabung uji.
6) Kultur darah : hasil biakan darah yang positif memastikan
demam typhoid,akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan
demam typhoid mungkin disebabkan oleh:
a. Telah mendapat terapi antibiotic
b. Volume darah yang kurang
c. Riwayat vaksinasi
d. Waktu pengambilan darah setelah minggu pertama,pada
saat aglutinin semakin meningkat

LO 3.7. Dapat Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Demam Typhoid


Penegakkan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar bisa
diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan komplikasi. Pengetahuan
gambaran klinis penyakit ini sangat penting untuk membantu mendeteksi
secara dini,yang memiliki gejalan pokok seperti:
a) Demam berkepanjangan. Demam berkepanjangan dimana demam
terjadi lebih dari 7 hari ini merupakan gejala paling menonjol.
Demam ini juga bias diikuti oleh gejala lain seperti anorexia atau
batuk
b) Gangguan system pencernaan. Gangguan yang sering terjadi itu
berupa konstipasi dan ostipasi atau sembelit,diare pun bisa
terjadi,hal yang lain seperti mual,muntah,atau perasaan tidak enak
di perut juga bias terjadi.
c) Gangguan kesadaran. Kalau demam typhoid ini semakin
parah,dapat disertai gangguan kesadaran yang berupa penurunan
kesadaran ringa,apatis,somnolen,bahkan bisa koma.
Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan tambahan
untuk membantu menegakkan diagnosis. Ditegakkan atas dasar
ditemukannya kuman Salmonella typhi pada biakan feses atau pun urin
pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1
tahun pasca-demam typhoid. Sarana lain untuk menegakkan diagnosis

18
adalah pemeriksaan serologi Vi,dilaporkan bahwa sensitivitas 75% dan
spesifisitas 92% bila ditemukan kadar titer antibodi Vi sebesar 160.
Diagnosis Banding yang dapat dibandingkan adalah dengan demam
paratyphoid. Pada demam paratyphoid ini,gejala dan tanda-tanda kurang
lebih sama dengan demam typhoid,hanya saja manifestasi klinis pada
demam paratyphoid ini lebih ringan daripada demam typhoid. Demam
typhoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang mempunyai
antigen H,O,dan Vi kalau kita melakukan pemeriksaan widal. Demam
paratyphoid yang disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi A,B,dan C
dan saat dilakukan pemeriksaan widal,peningkatan antigen K lah yang
dilihat.

LO 3.8. Dapat Memahami dan Menjelaskan Prognosis Demam Typhoid


Prognosis tergantung pada ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya dan komplikasi. Angka kematian pada anak-anak 2,6% dan pada
orang dewasa 7,4%. Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat
gejala klinis berat seperti panas tinggi ( hiperpireksia) atau febris continual,
kesadaran menurun sekali, terdapat komplikasi berat misalnya dehidrasi dan
asidosis serta keadaan gizi penderita buruk ( malnutrisi protein ).

LO 3.9. Dapat Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid


Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakkan
kasus luar biasa (KLB) demam typhoid mencakup banyak aspek, mulai dari
segi kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu (host)
serta faktor lingkungan. Secara garis besar ada tiga strategi pokok untuk
memutuskan transmisi tifoid, yaitu :
1) Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam
typhoid maupun kasus karier typhoid. Cara pelaksanaanya dapat secara
aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif menunggu bila ada
penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta.
2) Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi Salmonella
typhi akut maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik
maupun lingkungan sekitar orang yang menderita.
3) Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan terinfeksi.
Dengan cara vaksinasi typhoid didaerah endemic ataupun
hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya endemis atau
non-endemis, tingkat risiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat
hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan
individu beresiko yaitu golongan imunokompromais maupun golongan
rentan.
Tingkatan preventif berdsarkan lokasi adalah sebagai berikut:
1) Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
2) Pencarian dan pengobatan kasus demam typhoid karier

19
3) Pencarian dan eliminasi sumber penularan
4) Pemeriksaan air munum dan MCK
5) Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada masyarakat
6) Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang
memenuhi standar prosedur kesehatan ( perebusan > 570C, iodisasi dan
klorinisasi )
7) Vaksinasi secara menyeluruh
Vaksin typhoid memiliki keberhasilan proteksi sebesar 51-88 %
( WHO). Ada dua vaksin yang tersedia di Amerika Serikat : vaksin hidup
yang dilemahkan sedian peroral (Ty21a) dan vaksin polisakarida kapsuler
Vi (VICPS) untuk pemberian intramuskular. Adapun indikasi vaksinasi
bila hendak mengunjungi daerah endemik yang berisiko terkenan demam
typhoid tinggi, orang yang terpapar dengan penderita demam typhoid
carier dan petugas laboratorium. Adapun efek samping vaksin Ty21a
adalah demam, sedangkan pada ViCPS adalah demam, malaise, sakit
kepala, rash, reaksi nyeri local, nyeri kepala dan edema. Bahkan reaksi
berat seperti hipotensi, nyeri dada dan syok dapat terjadi namun sangat
jarang.

20
LI 4. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Tata
Laksana Demam Typhoid
LO 4.1. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Istirahat dan Perawatan
Tujuan : mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah
baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minu,
mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat
masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat
tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi
untuk mencegah decubitus pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

LO 4.2. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Diet dan Terapi


Penunjang
Tujuan : mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara
optimal. Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan
penyakit demam typhoid. Pemberian bubur saring bertujuan untuk
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Selain
pemberian bubur, makanan padat seperti nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa dapat diberikan dengan aman.

LO 4.3. Dapat Memahami dan Menjelaskan Tentang Pemberian Antimikroba


A. Kloramfenikol
Kloramfenikol memiliki struktur sebagai berikut :

Farmakodinamik
Kloramfenikol menghambat sintesis protein pada bakteri, dan
sebagian besar, pada sel eukariot. Kloramfenikol berikatan secara
reversible pada subunit ribosom 50S ( dekat situs pengikatan untuk
antibiotic makrolida dan klindamisin). Obat ini mencegah ikatan ujung
tRNA aminoasil yang mengandung asam amino pada tempat akseptor di
subunit ribosom 50S. Interaksi antara peptidil transferase dan substrat
asam aminonya diblok, menghambat pembentukan ikatan peptide dalam
kata lain kloramfenikol menghambat enzim peptidil transferase yang

21
berperan sebai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptide pada
proses sintesis protein bakteri.
Kloramfenikol juga menghambat sintesis protein pada mitokondria
mamalia melalui mekanisme yang mirip, kemungkinan akibat ribosom
mamalia agak menyerupai ribosom bakteri; sel eritropoietin sangat
sensitif.
Resistensi terhadap kloramfenikol biasanya disebabkan oleh
asetiltransferase terkode-plasmid yang menginaktivasi obat dengan
mencegah ikatannya pada ribosom bakteri. Resisfensl juga dapat
dihasilkan dari penurunan permeabilitas atau mutasi ribosom.

Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar
puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Masa paruh pada orang dewasa
kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2 minggu sekitar 24
jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin.
Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk
jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Didalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan
asam glukoronat oleh enzim glukoroniltransferase.
Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang
diberikan oral telah diekskresikan melalui ginjal. Dari seluruh
kloramfenikol yang diekskresikan melalui urin, hanya 5-10% dalam
bentuk aktif, sisanya dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat yang tidak
aktif. Bentuk aktifnya diekskresikan melalui filtrate glomerulus,
sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.

Dosis
4 x 500 mg per hari, dapat diberikan secara per oral atau intravena.
Diberikan selama 2-3 minggu.
Untuk anak diberikan dosis 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam
beberapa dosis selama 10 hari. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan
oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan
terasa nyeri.

Efek Samping

Toksisitas Hematologis (Reaksi Hematologik) :


Kloramfenikol menyebabkan toksisitas terkait-dosis yang tampak
sebagai depresi sumsum tulang belakang, anemia aplastik, leukopenia atau
trombositopenia dan juga pansitopenia fatal.

Reaksi saluran cerna :


Mual dan muntah, rasa tidak enak, diare, glositis, enterokolitisdan
iritasi perineal dapat menyertai pemberian oral kloramfenikol.

Reaksi Alergi :

22
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angiudem,
urtikaria dan anafilaksis.

Reaksi Neurologik :
Depresi, bingung, delirium dan sakit kepala, neuritis perifer.

B. Tiamfenikol
Tiamfenikol digunakan untuk indikasi yang sama dengan
kloramfenikol, sehingga memiliki mekanisme kerja yang sama dengan
kloramfenikol.

Farmakokinetik
Obat ini diserap dengan baik pada pemberian per oral dan
penetrasinya baik ke cairan serebrospinal, tulang dan sputum. Obat ini
sebagian besar diekskresikan secara utuh lewat urin

Dosis
Pada dewasa 1 g sehari dibagi dalam 4 dosis, sedangkan untuk
anak-anak digunakan pelarut 60 ml dan bubuk tiamfenikol 1,5 g yang
setelah dilarutkan mengandung 125 mg tiamfenikol setiap 5 mlnya,
diberikan 25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

Efek samping
Depresi sumsum tulang yang reversible, depresi eritropoesis,
leukopenia, trombositopenia dan peningkatan kadar serum iron.

C. Kotrimoksazol
Kotrimoksazol merupaka kombinasi trimetoprim dan
sulfametoksazol yang berfungsi menghambat reakzi enzimatik obligat
pada dua tahap yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi ini dapat
memberikan efek yang sinergi dan dapat meningkatkan efektivitas.

Farmakodinamik
Sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA ke dalam
molekul asam folat dan trimethoprim menghambat terjadinya reaksi
reduksi dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat.
Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi pemindahan suatu atom
C, seperti pembentukan basa purin dan beberapa asam amino ( metionin,
glisin). Trimetoprim menghambat enzim dihirofolat reduktase pada
mikroba secara selektif. Rasio kadar sulfametoksazol : trimetropim yang
optimal ialah 20:1.

Farmakokinetik
Karena siftanyanya yang lipofilik, trimethoprim mempunyai volume
distribusi yang lebih besar dari pada sulfametoksazol. Trimetropim cepat
didistribusi kedalam jaringan kira-kira 40% terikat pada protein plasma
dengan adanya sulfametoksazol. Volume distribusi trimetropim hamper 9

23
kali lebih besar dari pada sulfametoksazol. Obat masuk ke CSS dan saliva
dengan mudah.
Kira-kira 65% sulfametoksazol terikat pada protein plasma.
Sampai 60% trimetropim dan 25-50% sulfametoksazol di ekskresi melalui
urin dalam 24 jam setelah pemberian.

Dosis
Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 2 tablet ( pertabletnya
mengandung 400 mg sulfametoksizol dan 160 mg trimetropim) setiap 12
jam dan diberikan selama 2 minggu. Karena rasio kadar sulfametoksazol
dan trimetropim yang ingin dicapai adalah 20:1, dibutuhkan
sulfametoksazol 800 mg dan trimetropim 160 mg per oralnya. Untuk
pemberian intravena tersedia sediaan infus yang mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetroprim per 5 ml.
Dosis untuk anak0anak trimetropim 8 mg/kgBB/hari dan
sulfametoksazol 40 mg/kgBB/hari yang diberikan dalam 2 dosis. Tidak
dianjurkan untuk ibu hamil dan anak dibawah usia 2 tahun

Efek Samping
Defisiensi folat, megaloblastosis, leukopenia, atau
trombositopenia.

Reaksi pada kulit :


75% efek samping terjadi pada kulit seperti dermatitis eksfoliatif,
sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal necrolysis, namun jarang
terjadi.

Reaksi saluran cerna :


Mual, muntah, diare, glositis dan stomatitis, icterus.

Reaksi susunan saraf :


Sakit kepala, depresi dan halusinasi

Reaksi Hematologik :
Anemia (aplastic, hemolitik dan makrostitik), ganggaun koagulasi,
granulositopenia, lein, dan sulfhemoglobinemia, trombositopenia ( bila
sebelumnya atau bersamaan dengan pemberian diuretic).

D. Ampisilin dan amoksisilin


Berikut adalah struktur dari ampisilin dan amoksisilin:

24
Farmakodinamik
Menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk
sintesis dinding sel mikroba dan akan mengkasilkan efek bakterisid pada
mikroba yang yang sedang aktif membelah.
Pertama-tama obat bergabung dengan penicillin-binding
protein pada kuman, kemudian terjadilah hambatan sintesis dinding sel
kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu,
lalu terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel. Ampisilin tahan
asam sehingga dapat diberikan per oral.

Farmakokinetik
Jumlah ampisilin yang diabrorbsi pada pemberian oral dipengaruhi
oleh besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna.
Adanya makanan pada saluran cerna dapat menghambat abrobsi obat.
Ampisilin didistibusikan luas dalam tubuh dan
pengikatannya oleh protein plasma hanya 20%. Ampisilin yang masuk
kedalam empedu mengalami simulasi enterohepatik, tetapi yang
diekskresikan bersama tinja jumlahnya cukup tinggi. Distribusi
amoksisilin secara garis besar sama dengan ampisilin, hanya saja
amoksisilin di absorbs lebih cepat dan makanan tidak mengganggu
absorbs amoksisilin dan diekskresikan aktif dalam bentuk urine.

Dosis
Ampisilin : Untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk tablet atau
kapsul (125 mg, 250mg, 500mg dan 1000mg), sedangkan untuk bubuk
suspense sirup mengandung 125 atau 500 mg/5 ml. Dalam bentuk suntikan
( 0,1; 0,25; 0,5; dan 1 g per vial). Pada dewasa 2-4 g sehari dibagi untuk 4
kali pemberian. Untuk anak-anak dengan berat badan kurang dari 20 kg
diberikan per oral : 50-100 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam 4 dosis,
sedangkan untuk intramuscular 100-200 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam
4 dosis
Amoksilin : Tersedia dalam bentuk kapsul atau tablet ( 125, 250,
dan 500 mg) dan sirup 125 mg/5ml. Dapat diberikan 3 kali sehari 250-500
mg karena absorbsinya lebih baik dari ampisilin.

25
Efek Samping
Reaksi Alergi :
Kemerahan kulit, dermatitis kontak, glositis, demam disertai
menggigil

Reaksi Toksik dan Iritasi Lokal :


Kemerahan kulit yan terjadi karena reaksi toksik. Kemerahan ini
bersifat difus, tidak gatal, berbentuk makulo popular dan bersifat
nonurtikarial. Kemerahan kulit sering timbul 7-10 hari setelah dimulainya
terapi dan biasanya hilang sendiri. Bisa terjadi reaksi peradangan di tempat
suntikan ( intra muscular) sedangkan dapat terjadi flebitis atau
tromboflebitis pada suntikan intravena.

Reaksi Saluran cerna :


mual, muntah, diare

E. Sefalosporin Generasi ketiga ( Seftriakson)


Struktur seftriakson sebagai berikut :

Farmakodinamik
Mekanisme kerja sefalosprorin adalah dengan menghambat sintesis
dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap

26
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel ( cara yang sama
seperti penisilin).

Farmakokinetik
Sekitar 83-96% seftriakson berikatan dengan protein plasma dan
memiliki waktu paruh 8 jam.
Diekskresikan dalam urin sekitar 60-80%, sisanya dieleminasi memalui
sekresi empedu.

Dosis
Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari melalui intramuscular atau
intravena dalam dosis tunggal atapun dibagi dalam 2 dosis. Tersedia dalam
bentuk bubuk obat suntik 0,25 ; 0,5 dan 1 g. Pemberian intratekal tidak
dianjurkan.
Pada anak-anak diberikan dosis 50-75 mg/kgBB/hari yang dibagi
dalam 2 dosis.

Efek Samping

Efek samping yang dapat timbul adalah anemia hemolitik, syok


anafilaktik, neutropenia, leukositopenia, kenaikan SGOT dan nitrogen urea
darah, Superinfeksi oleh bakteri, Nefroktoksisitas sampai tromboflebitis.
Namun efek samping tersebut jarang terjadi dan beberapa bersifat
reversible.

F. Fluorokuinolon
Farmakodinamik
Menghambat kerja enzim DNA girase pada bakteri dan bersifat
bakterisidal dimana fungsi dari DNA girase adalah menimbulkan negative
supercooling untuk mencegah terjadinya puntiran berlebihan pada double
helix DNA pada saat memisahkan double helix DNA menjadi 2 utas pada
saat replikasi dan transkripsi.

Farmakokinetik
Fluorokuinolon diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar
puncaknya adalah 1-2 jam setelah pemberin obat. Penyerapan terhambat
bila diberikan bersama antasida. Fluorokuinolon hanya sedikit terikat
dengan protein plasma. Didistribusikan dengan baik pada berbagai organ
tubuh. Salah satu sifatnya asalah obat ini mampun mencapai kadar tinggi
dalam jaringan prostat dan cairan serebrospinal. Memiliki masa paruh
eliminasi yang panjang. Kebanyakan dimetabolisme di hati dan
diekskresikan di ginjal dan sebagian kecil di ekskresi melalui empedu

27
Dosis

Jenis Fluorokuinolon Dosis Sediaan


Siprofloksasin Oral : 2 kali 250-750 Tablet ( 250,500, 750
mg/hari mg)
Parenteral : 2 kali 100- Cairan infus ( 200
200 mg/hari mg/100ml)
(intravena)
Norfloksasin Oral : 2 kali 400 Tablet 400 mg
mg/hari
Ofloksasin Oral : 2 kali 100-300 Tablet 200 mg
mg/hari
Pefloksasin Oral : 2 kali 400 Tablet ( 400 mg)
mg/hari Cairan infus ( 400
Parenteral : 2 kali 400 mg/5ml)
mg/hari ( Intravena)
Pada norfloksasin diberikan selama 14 hari, pada siprofloksasin
selama 6 hari dan pada ofloksasin, pefloksasin dan fleroksasin diberikan
selama 7 hari.

Efek Samping
Reaksi saluran cerna :
Mual, hilang nafsu makan
Reaksi susunan saraf :
Sakit kepala, vertigo, insomnia, reaksi psikotik, halusinasi, depresi,
kejang, aterioslerosis sampai epilepsies
Reaksi Hipersensitivitas :
Eritmia dan pruriutus

G. Azitromisin

28
Farmakodinamik
Menghambat sintesi protein dengan berikatan secara reversible
pada subunit ribosom 50S organisme yang sensitive. Menghambat tahap
translokasi ketika rantai peptide yang baru muncul yang tinggal sementara
pada tempat A reaksi transferase gagal untuk pindah ke tempat P. Obat ini
menyebabkan perubahan konformasi yang menghentikan sintesis protein
dengan mengganggu transpeptidasi dan translokasi secara tidak langsung.

Farmakokinetik
Azitromisin yang diberikan secara oral cepat diabrobsi dan
terdistribusi luas ke seluruh tubuh kecuali ke otak dan CSF. Kira-kira 70-
80% berikatan dengan protein. Hanya 2-5 % yang diberikan dalam bentuk
oral dikeluarkan lewat urin dalam bentuk aktif. Obat ini terkonsentrasi
dihati dan diekskresikan di empedu dimana ini merupakan eliminasi
utama. Waktu paruhnya 40-68 jam. Azitromisin mengalami metabolism
hepatic menjadi metabolit inaktif

Dosis
1g satukali sehari. Sebaiknya diberika 1 jam sebelum makan atau 2
jam setelah makan. Tidak boleh diberikan bersama makanan

Efek Samping
Demam, eosinophilia dan ruam, aritmia jantung, gangguan
epigastrik, hepatitis kolestatik.

Pengobatan Demam Typhoid pada Wanita Hamil


Tidak boleh menggunakan : Kloramfenikol, Tiamfenikol, Fluorokuinolon
dan Kotrimoksazol
Boleh menggunakan : Ampisilin, Amoksisilin dan seftriakson

29
DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Geo F., et al. 2013. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, &
Adelberg, Ed.23, Translation of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical
Microbiology, 25th Ed. Alih bahasa oleh Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC

Brunton, Laurence., et al. 2011. Goodman and Gilman : Manual Farmakologi dan
Terapi. Jakarta : EGC.

Dalal, S., and Zhukovsky D.S., 2006. Pathophysiology and Management of Fever.
J Support Oncol., 2006 (4), 9–16. Diakses dari :
www.supportiveoncology.net/journal/articles/0401009.pdf pada 24 Maret 2016.

Dinarello, C.A., and Gelfand, J.A., 2005. Fever and Hyperthermia. In: Kasper,
th
D.L., et. al., ed. Harrison’ s Principles of Internal Medicine. 16 ed. Singapore:
The McGraw-Hill Company.

Ganiswarna, Sulistia G. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia .

Graneto, J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of


Midwestern University. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/801598-overview pada 24 Maret 2016.

Guyton CA, Hall JE. 2014. Fisiologi Kedokteran Ed. 12. Elsevier : Singapore.

Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a
focus. Dalam : Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman,
th
R.E., ed. Nelson Essentials of Pediatrics. 5 ed. New York: Elsevier.

Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington. Diakses


dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm Pada 24 Maret
2016.

Nelwan, R.H., 2014. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.

Novak, Patricia D.2000. Kamus Kedokteran Dorland. Ed.29. Jakarta : EGC.

Sherwood L. 2010. Human Physiology from Cells to System: Fluid and Acid Base
Balance. 7th ed. Canada: Brooks/Cole Cengage Learning.

30
Tanto, Chris, et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4. Jakarta : Media
Aesculapius.

Widodo, Djoko. 2014. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.

31

Anda mungkin juga menyukai