Anda di halaman 1dari 20

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK INFEKSI & PENYAKIT TROPIK


“Demam Sore Hari”

Kelompok : A1
Ketua : Ida Bagus Eka Narendra (1102016087)
Sekretaris : Aliya Dewayanti (1102016017)
Anggota : Abdul Rozak (1102016002)
Ahmad Nurhadi Hidayat (1102016011)
Angga Rizki Oktavian (1102015022)
Dhea Putri Ardita (1102016052)
Dinda Maharani Augusmiadoni (1102016056)
Febri Irwansyah (1102016070)
Ekki Fhalzimi (1102016059)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21. 424457

0
Daftar Isi
Daftar Isi.................................................................................................................................................. 1
Skenario................................................................................................................................................... 2
Penentuan Kata-Kata Sulit.................................................................................................................... 3
Pertanyaan.............................................................................................................................................. 3
Jawaban................................................................................................................................................... 3
Hipotesis.................................................................................................................................................. 4
Sasaran Belajar....................................................................................................................................... 5
LO. 1. Memahami dan Menjelaskan Demam................................................................................. 6
LI. 1.1 Defenisi............................................................................................................................ 6
LI. 1.2 Klasifikasi........................................................................................................................ 6
LI. 1.3 Patofisiologi..................................................................................................................... 7
LI. 1.4 Etiologi............................................................................................................................. 8
LO. 2. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid................................................................. 9
LI. 2.1 Definisi............................................................................................................................. 9
LI. 2.2 Epidemiologi.................................................................................................................... 9
LI. 2.3 Etiologi.............................................................................................................................10
LI. 2.4 Patofisiologi.....................................................................................................................11
LI. 2.5 Diagnosis..........................................................................................................................12
LI. 2.6 Manifestasi klinik............................................................................................................14
LI. 2.7 Penatalaksanaan..............................................................................................................15
LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Demam Thypoid..........................................18
Daftar pustaka........................................................................................................................................19

1
Demam Sore Hari
Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam
dirasakan lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan
fisik kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00
WIB), lidah terlihat kotor (coated tongue). Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk
membantu menegakkan diagnosis dan cara penanganannya.

2
Kata Sulit
1. Somnolen: Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk berlebihan.
2. Hiperpireksia: Demam dengan suhu tubuh diatas 41,2◦C.
3. Bradikardia: Denyut nadi diatas 60 kali per menit.
4. Coated tongue: Permukaan lidah putih/kuning/coklat karena bakteri/sisa makanan.
Pertanyaan
1. Mengapa demam lebih tinggi pada sore dan malam hari?
2. Mengapa denyut nadi pada pasien bradikardia?
3. Mengapa diperlukan pemeriksaan darah pada pasien untuk membantu menegakkan
diagnosis?
4. Mengapa lidah terlihat kotor?
5. Mengapa demam menyebabkan kesadaran somnolen?
6. Mengapa demam tidak kunjung sembuh selama seminggu?
7. Mengapa demam bisa terjadi?
8. Bagaimana penanganan yang tepat?
Jawaban
1. Bakteri Salmonella typhi menyebabkan 2 fase demam:
a. Pada pagi hari, demam turun karena metabolisme tubuh meningkat.
b. Pada sore hari, demam naik karena metabolisme tubuh menurun.
Waktu peningkatan/penurunan metabolisme tubuh diatur oleh jam biologis tubuh,
jenis demam seperti ini disebut demam remitten.
2. Suhu tubuh meningkat  pembuluh darah vasodilatasi  volume darah meningkat 
jantung memompa darah lebih pelan.
3. Untuk mengetahui ada/tidak adanya bakteri dalam darah serta mengetahui jenis
bakterinya, mengetahui kadar darah normal, pemeriksaan serum.
4. Karena terdapat sisa makanan dan leukosit yang mengandung bakteri, deskuamasi
(pengelupasan) sel epitel.
5. Kesadaran menurun (lemas) saat suhu tubuh meningkat.
6. Dipengaruhi masa inkubasi bakteri penyebab demam.
7. Karena infeksi/peradangan  pirogen eksogen (mikroorganisme)  pirogen endogen
(makrofag)  sel endotel hipotalamus  asam arakhidonat dan prostaglandin
meningkat  set point meningkat.
8. a. Klinis: - pemberian antibiotik
- pemberian ibuprofen
- pemberian infus
b. Non-klinis: - tirah baring
- kompres air hangat
- kontrol asupan nutrisi

3
Hipotesis
Bakteri Salmonella typhi menyebabkan infeksi/peradangan yang dapat menyebabkan
demam tifoid. Pada pemeriksaan fisik, terdapat gejala kesadaran somnolen, nadi
bradikardia, hiperpireksia dan coated tongue. Sedangkan pada pemeriksaan penunjang,
terdapat antigen Salmonella typhi pada darah.

4
Sasaran Belajar

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Demam


LI.1.1 Definisi
LI.1.2 Klasifikasi
LI.1.3 Patofisiologi
LI.1.4 Etiologi
LO 2. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid
LI.2.1 Definisi
LI.2.2 Epidemiologi
LI.2.3 Etiologi
LI.2.4 Patofisiologi
LI.2.5 Diagnosis
LI.2.6 Manifestasi Klinis
LI.2.7 Penatalaksanaan
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid

5
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Demam
LI.1.1 Definisi
Peningkatan temperature tubuh di atas normal (98,6⁰F atau 37⁰C). Setiap penyakit
yang ditandai oleh peningkatan suhu tubuh. Menurut Canadian Pediatric Society
(CPS), suhu tubuh diatas normal pada anak menurut cara pengukurannya sebagai
berikut:

Tempat Jenis thermometer Rentang (rerata Demam (oC)


pengukuran suhu normal (oC)
Aksila Air raksa, elektronik 34,7-37,3 37,4
Sublingual Air raksa, elektronik 35,5-37,5 37,6
Rectal Air raksa, elektronik 36,6-37,9 38
Telinga Emisi infra merah 35,7-37,5 37,6

LI.1.2 Klasifikasi
a. Demam Septik: Suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam tersebut turun ke tingkat
normal disebut juga demam hektik.
b. Demam Remiten: Suhu badan turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai 2 derajat dan
tidak sebesar perbedaan yang dicatat pada demam septik.
c. Demam Intermiten: Suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa
jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari sekali disebut
tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam di antara dua serangan demam
disebut kuartana.
d. Demam Kontinyu: Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu
derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
e. Demam Siklik: Kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula
f. Demam belum terdiagnosis: Suatu keadaan demam yang terus menerus selama 3
minggu dengan suhu badan dia atas 38,3˚C dan belum ditemukan penyebabnya
walaupun sudah diteliti. Demam yang belum terdiagnosis atau Fever Unknown
Origin (FUO) dibagi kedalam 4 kelompok :
1. FUO klasik: Demam yang lebih dari 3 minggu dimana telah diusahakan
diagnostik non-invasif maupun invasif selama satu minggu tanpa hasil yang dapat
menetapkan penyebab demam.
2. FUO nonsokomial: Penderita yang pada permulaan dira at tanpa infeksi di
umah akit dan kemudian menderita demam lebih dari 38 C dan sudah diperiksa
secara intensif untuk menentukan penyebab demam tanpa hasil yang jelas.
3. FUO neutropenik: Penderita yang memiliki jenis neutrofil lebih dari 500 ul
dengan demam lebih dari 38,3˚C dan sudah diusahakan pemeriksaan selama 3 hari
tanpa hasil yang jelas.
4. FUO HIV: Penderita HIV yang menderita demam lebih dari 38,3 C selama 4
minggu pada ra at jalan tanpa dapat menentukan penyebabnya.

6
g. Demam Periodik (Relapsing fever): Demam periodic ditandai oleh episode
demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu
sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal.

Klasifikasi demam berdasarkan localizing signs


1. Demam dengan localizing signs: Demam dengan localizing signs biasanya
berlangsung singkat, baik karena mereda secara spontan atau karena pengobatan
spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis
dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan pemeriksaan sederhana
seperti pemeriksaan foto rontgen dada
2.Demam tanpa localizing signs: Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam
menunjukkan tidak ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab
tersering adalah infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama
kehidupan. Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi
saluran kemih dan bakteremia.
Demam tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang
dari 1 minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh
dokter anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan. Penyebab umum
demam tanpa localizing signs Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)
didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak
ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.

LI.1.3 Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari
pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen
yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen
endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini
pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).

7
Bagan 1. Patofisiologi demam

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi,
atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang
dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan
pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di
pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih
rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme
untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme
volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas
dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh
naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu
tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas
otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan
dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky,
2006).

LI.1.4 Etiologi

8
Demam disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat
infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
- Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara
lain pneumonia, bronchitis, osteomyelitis, appendicitis, tuberculosis, bacteremia,
sepsis, bacterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain.
- Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral
pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-
virus umum seperti H1N1.
- Infeksi jamur yang pada umumnya menimbukan demam antara lain coccidioides
imitis, criptococcosis, dan lain-lain.
- Infeksi parasit yang pada umumnnya menimbulkan demam antara lain malaria,
toksoplasmosis, dan hemintiasis.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal:
- Faktor lingkungan (suhu lingkungan eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh
gigi, dll).
- Penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vasculitis, dll).
- Keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll).
- Pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).

Mekanismenya adalah mikroorganisme mengeluarkan pirogen


eksogen(endotoksin) kemudian merangsang imun tubuh untuk melakukan
mekanisme pertahanan yang nantinya setelah melakukan proses pertahanan berupa
proses fagosit oleh sel-sel makrofag yang akan menghasilkan pirogen endogen.
Pirogen endogen ini akan merangsang hipotalamus anterior yang akan
mengaktifkan Phospholipase A, proses ini akan melepaskan senyawa Asam
arakidonat pada membran plasma yang berfungsi sebagai substrat jalur fosfo-
oksigenase. Yang kemudian akan meningkatkan proses sintesis(pembentukan)
Prostaglandin E2 yang kemudian akan direspon oleh pusat thermoregulasi (pusat
pengaturan suhu), responnya berupa peningkatan set point hypothalamus. Karena
adanya pengingkatan set point (patokan) suhu tubuh, tubuh akan menghasilkan panas
untuk mencapai kenaikan set point(patokan) suhu tubuh yang baru. Proses ini disebut
mekanisme demam.

LO 2. Memahami dan Menjelaskan Demam Typhoid


LI.2.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif
Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
(Darmowandowo, 2006)
LI.2.2 Epidemiologi
Insidens demam tifoid yang tergolong tinggi terjadi diwilayah Asia Tengah, Asia
Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan (insidens > 100 kasus per
100.000 polpulasi per tahun). Insidens tifoid yang tergolong sedang (10-100 kasus per
100.000 populasi per tahun) berada diwilayah Afrika, Amerika Latin, dan Oceania

9
(kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (,10 kasus per
100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.
Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia
3-19 tahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga.
Yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya
sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak
tersedianya tempat buang air besar didalam rumah.
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen kesehatan RI tahun 2010,
melaporkan demam tifoid menempati urutann ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak
pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (41.081 kasus).
Faktor distribusi demam tifoid dipengaruhi oleh :
I. Penyebaran Geografis dan Musim
Kasus-kasus demam tifoid terdapat hampir di seluruh bagian dunia. Penyebarannya
tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah
yang kebersihanlingkungan dan pribadi kurang diperhatikan

II. Penyebaran Usia dan Jenis Kelamin


Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki
atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang
dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau
sembuh sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat
pada tabel di bawah ini.

Usia Persentase
12 – 29 tahun 70 – 80
30 – 39 tahun 10 – 20
> 40 tahun 5 – 10

Insiden demam tifoid tertinggi terjadi diwilayah Asia Tengah,Asia Selatan,Asia


Tenggara, dan Afrika Selatan (> 100 kasus per 100.000 populasi per tahun. Ditjen
bina upaya kesehatan masyarakat departemen kesehatan RI tahun 2010 melaporkan
demam tifoid menempati urutan ke 3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien
rawat inap dirumah sakit di Indonesia (Widodo, 2014)

LI.2.3 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi  yang merupakan basil Gram-
negatif, mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakulatif anaerob,
Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan
asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme Salmonella
typhi tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara anaerob fakultatif. Kebanyakan
spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai
54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap
dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat
bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering dan
bahan tinja. (Karnasih et al, 1994)
Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
1.      Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen
protein, lipopolisakarida dan lipid. Sering disebut endotoksin.

10
2.      Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae danpili dari kuman,
berstruktur kimia protein.
3.      Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi
fagositosis dan berstruktur kimia protein.
Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multipel antibiotik.

LI.2.4 Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh
manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan
dalam lambung, dan sebagiannya lagi lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik,
maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam mikrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (menyebabkan bakteremia pertama yang
asimptomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Kuman bisa masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag yang telah
teraktivasi, hiperaktif; maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut, gangguan
vaskular, mental, dan koagulasi.

11
LI.2.5 Diagnosis
Diagnosis demam typhoid melalui anamnamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Pada anamnesa pasien akan memberitahu keluhan yang dirasakan seperti demam
lebih dari 7 hari, pusing, mual, nafsu makan menurun, lidah terasa pahit dan kotor di
tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor, gangguan pencernaan (diare
dan sembelit) dan ruam kulit (rash) di abdomen, disebut bercak-bercak ros (roseola)
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative
lambat (bradikardi), lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan
splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadang-
kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi),
radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.
c. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus atau perforasi.Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi
pada minggu I sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I : 80-90%, minggu II :
20-25%, minggu III : 10-15%) Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi
dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan
limfositosis relatif. LED meningkat.
2. Mikrobiologi
Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam
tiroid/paratifoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk
demam tifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam
tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak
segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam
minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu
untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada
pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan
pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin
dan tinja.
3. Urinalis
Tes Diazo Positif : Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam
tabung reaksi)→dikocok→buih berwarna merah atau merah muda
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam).Leukosit dan eritrosit
normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi
pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit “carrier”.
4. Tinja (feses)
Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah
(bloody stool).Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II
atau III sakit.

12
5. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai
hepatitis akut.
6. Serologi
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun
mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini
adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan.4 Beberapa
uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : uji Widal; tes
TUBEX®; metode enzyme immunoassay (EIA), metode enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA),dan pemeriksaan dipstik.
Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai penting
dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi masih didapatkan adanya variasi
yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh
karena tergantung pada jenis antigen, jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang
dipakai untuk melacak antigen tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji
(poliklonal atau monoklonal) dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau
lanjut dalam perjalanan penyakit).
a. Pemeriksaan Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut
aglutinin . Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu
1. Aglutinin O (dari tubuh kuman)
2. Aglutinin H (flagela kuman)
3. Aglutinin Vi (simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini.
Widal dinyatakan positif bila :
a) Titer O Widal I 1/320 atau
b) Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau
Titer O Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya.

Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 , bahkan mungkin


sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini
endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.Melihat hal-hal di atas
maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa
hari kurang tepat.Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan
disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya.
b. Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan
spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai
tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui.Diagnosis Demam Tifoid/
Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif
menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.( John,
2008)
c. IDL Tubex® test

13
Tubex® test pemeriksaan yang sederhana dan cepat. Prinsip pemeriksaannya
adalah mendeteksi antibodi pada penderita.Serum yang dicampur 1 menit dengan
larutan A. Kemudian 2 tetes larutan B dicampur selama 12 menit.Tabung ditempelkan
pada magnet khusus.Kemudian pembacaan hasil didasarkan pada warna akibat ikatan
antigen dan antibodi. Yang akan menimbulkan warna dan disamakan dengan warna
pada magnet khusus (WHO, 2003).
d. Typhidot® test
Uji serologi ini untuk mendeteksi adanya IgG dan IgM yang spesifik untuk S.
typhi.Uji ini lebih baik dari pada uji Widal dan merupakan uji Enzyme Immuno Assay
(EIA) ketegasan (75%), kepekaan (95%). Studi evaluasi juga menunjukkan Typhidot-
M® lebih baik dari pada metoda kultur. Walaupun kultur merupakan pemeriksaan
gold standar. Perbandingan kepekaan Typhidot-M® dan metode kultur adalah >93%.
Typhidot-M® sangat bermanfaat untuk diagnosis cepat di daerah endemis demam
tifoid.
e. IgM dipstick test
Pengujian IgM dipstick test demam tifoid dengan mendeteksi adanya antibodi yang
dibentuk karena infeksi S. typhi dalam serum penderita. Pemeriksaan IgM dipstick
dapat menggunakan serum dengan perbandingan 1:50 dan darah 1 : 25. Selanjutnya
diinkubasi 3 jam pada suhu kamar. Kemudian dibilas dengan air biarkan kering..Hasil
dibaca jika ada warna berarti positif dan Hasil negatif jika tidak ada warna.
Interpretasi hasil 1+, 2+, 3+ atau 4+ jika positif lemah (WHO, 2003).
Diagnosis Banding
Influenza, gastroenteritris, bronchitis dan bronkopneumonia. Pada demam tifoid
yang berat maka sepsis, leukemia, limfoma, dan penyakit hodgin dapat dipikirkan.
(Tanto, c. et al, 2014).

LI.2.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan tidak
memerlukan perawatan khusus sampai gejala klinis berat dan memerlukan perawatan
khusus. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan
imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. ( Sumarmo et al, 2010)

Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit
itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi
yang berkepanjangan yaitu setinggi 39º C hingga 40º C, sakit kepala, pusing, pegal-
pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit,
denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut
kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir
minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di
tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh
penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Ruam kulit (rash)
umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan
tidak merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang
dengan sempurna. Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat
setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam.
 Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.Yang semestinya nadi
meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat

14
dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Umumnya terjadi gangguan pendengaran,
lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare
yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan
sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jika
berkomunikasi.
Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di
akhir minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun
demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk
terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium
atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
Tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian
mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal
maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan
keringat dingin, gelisah, sukar bernapas, dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya
memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan
penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu
ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada
mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan
kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari
demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

LI.2.7 Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit demam tifoid  bertujuan
menghentikan invasi kuman, memperpendek perjalanan penyakit, mencegah
terjadinya komplikasi, serta mencegah agar tak kambuh kembali. Pengobatan penyakit
tifus dilakukan dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian,
feses dan urine untuk mencegah penularan.

Nonfarmakologis
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu istirahat
dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian
antimikroba.
Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat  seperti
makan, minum,mandi, buang air kecil, buang air besar akan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian,
dan perlengkapan yang dipakai. (Djoko, 2009)
Diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses
penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan
keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan
menjadi lama. Pemberian bubur saring bertujuan untukk menghindari komplikasi
pendarahan saluran cerna atau perforasi usus. (Djoko, 2009)

Farmakologis

15
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid
adalah sebagai berikut:

Obat Dosis Rute


First-line Kloramfeni 500 mg Oral, IV
Antibiotics kol 4x /hari
Trimetofri 160/800 Oral, IV
m - mg 2x/hari, 
Sulfametakzol 4-20 mg/kg 
bagi 2 dosis
Ampicillin/ 1000- Oral, IV,
Amoxycillin 2000 mg IM
4x/hari ; 50-
100 mg/kg ,
bagi 4 dosis
Second-line Norfloxacin 2 x 400 Oral
Antibiotics mg/hari
( Fluoroquin selama 14
olon) hari
Ciprofloxac 2 x 500 Oral , IV
in mg/hari
selama 6
hari
Ofloxacin 2 x 400 Oral
mg/hari
selama 7
hari
Pefloxacin 400 Oral, IV
mg/hari
selama 7
hari
Fleroxacin 400 Oral
mg/hari
selama 7
hari
Cephalospori Ceftriaxon 1-2 IM, IV
n gr/hari ; 50-
75 mg/kg :
dibagi 1-2
dosis selama
7-10 hari
Cefotaxim 1-2 IM, IV
gr/hari, 40-
80 mg/hari:
dibagi 2-3
dosis selama
14 hari
Cefoperazo 1-2 gr Oral
n 2x/hari 50-

16
100 mg/kg
dibagi 2
dosis selama
14 hari
Antibiotik Aztreonam 1 gr/ 2- IM
lainnya 4x/hari ; 50-
70 mg/kg
Azithromyc 1 gr Oral
in 1x/hari ; 5-
10 mg/kg
(RM. Santillan, 2000)
Pengobatan Demam Tifoid pada Wanita Hamil

Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi

Antibiotik %
Ceftriaxon 92.6
Kloramfenikol 94.1
Tetrasiklin 100
Trimetoprim- Sulfametoksazol 100
Ciprofloksasin 100
Levofloksasin 100

LO 3. Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Demam Typhoid


Kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan demam tifoid.
Merebus air minum dan makanan sampai mendidih juga sangat membantu. Sanitasi
lingkungan, termasuk pembuangan sampah dan imunisasi, berguna untuk mencegah penyakit.
Secara lebih detail, strategi pencegahan demam tifoid mencakup hal-hal berikut:

1. Penyediaan sumber air minum yang baik


2. Penyediaan jamban yang sehat
3. Sosialisasi budaya cuci tangan
4. Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum
5. Pemberantasan lalat
6. Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman
7. Sosialisasi pemberian ASI pada ibu menyusui
8. Imunisasi

Walaupun imunisasi tidak dianjurkan di AS (kecuali pada kelompok yang beresiko


tinggi), imunisasi pencegahan tifoid termasuk dalam program pengembangan imunisasi yang
dianjurkan di Indonesia. Akan tetapi, program ini masih belum diberikan secara gratis karena
keterbatasan sumber daya pemerintah Indonesia. Oleh sebab itu, orangtua harus membayar
biaya imunisasi untuk anaknya.

Jenis vaksinasi yang tersedia adalah:


a. Vaksin parenteral utuh, berasai dari sel S. Typhi utuh yang sudah mati.
Setiap cc vaksin mengandung sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia
1-5 tahun adalah 0,1 cc, anak usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc.

17
Dosis diberikan 2 kali dengan interval 4 minggu. Karena efek samping dan
tingkat perlindungannya yang pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar
lagi.
b. Vaksin oral Ty21a adalah vaksin oral yang mengandung S. Typhi strain
Ty21a hidup. Vaksin diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1
kapsul setiap 2 hari selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a
bisa memberikan perlindungan selama 5 tahun.
c. Vaksin parenteral polisakarida berasal dari polisakarida Vi dari kuman
Salmonella. Vaksin diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc
intramuskular pada usia mulai 2 tahundengan dosis ulangan (booster) setiap
3 tahun. Lama perlindungan sekuat 60-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan
utama karena relatif paling aman.

Imunisasi rutin dengan vaksin tifoid pada orang yang kontak dengan penderita
seperti anggota keluarga dan petugas yang menangani penderita tifoid, dianggap kurang
bermanfaat, tetapi mungkin berguna bagi mereka yang terpapar oleh carrier. Vaksin oral
tifoid juga bisa memberi perlindungan parsial terhadap demam paratifoid, karena sampai saat
ini belum ditemukan vaksin yang efektif untuk demam paratifoid.

18
Daftar Pustaka

Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FKUI. 2007


Hadinegoro, Sri Rezeki S. dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Herlinawati, Sri W. 2016. Gejala dan Tanda Penyakit Infeksi Tropik. Powerpoint slides.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31365/4/Chapter%20II.pdf
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/14-5-1.pdf
http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/typhoid_fever/
http://www.phac-aspc.gc.ca/lab-bio/res/psds-ftss/salmonella-ent-eng.php
Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Tanto, Chris ,dkk . 2014. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 4 . Jakarta: Media Aesculapius.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Widodo. 2006. Demam Tifoid. Dalam: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi,
Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV,
Jakarta: Pusat Penerbitan Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. h. 550-558.

19

Anda mungkin juga menyukai