Anda di halaman 1dari 33

Ketua

: Aswan Bagastoro

1102014045

Sekretaris

: Indah Mutiara Agustilla

1102014129

Anggota

: Dyas Modesty

1102013090

Santi Dwi Rahmawati

1102013262

Ananda Umica Ressapati


1102014022
Bunga Fiskalina
Dimas Aji Kusuma
Faza Aditya Kencana

1102014059
1102014073
1102014097

Indah Permata Sari


1102014130
Irene Novita

Demam Sore Hari

1102014133

SKENARIO 1

Demam Sore Hari

Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan
lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik
kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00
WIB), lidah terlihat kotor (coateed tongue). Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk
membantu menegakkan diagnosis dan cara penanganannya.

Kata Sulit
1. Somnolen: keadaan mengantuk; perasaan mengantuk yang berlebihan.
2. Bradikardia: kondisi jantung berdetak lebih lambat dari normal (<60x/menit).
3. Hiperpireksia: keadaan suhu tubuh di atas normal (>41,2 oC).
4. Coated tongue: lidah kotor.
Rumusan Masalah
1. Mengapa demam terjadi pada malam hari?
2. Apa yang menyebabkan demam?
3. Apa saja ciri-ciri demam?
4. Bagaimana penanganan demam?
5. Apa yang menyebabkan nadi bradikardia?
6. Pemeriksaan darah apa yang dilakukan untuk kasus tersebut?
7. Mengapa pasien mengalami kesadaran somnolen?
8. Apa saja jenis-jenis demam?
9. Apa saja pola demam?
10. Apa yang menyebabkan coated tongue?

Analisis Masalah
1. Karena faktor suhu lingkungan.
- Karena kelembapan suhu tubuh.
- Karena pengaruh bakteri.
- Pada malam hari, kuman lebih mudah untuk berkembangbiak.
2. Masuknya mikroorganisme asing ke dalam tubuh seperti infeksi melalu udara, air, makanan, atau individu lain.
3. Meningkatnya suhu tubuh disertai keringat. Suhu di rektal lebih dari 38 o C, suhu di oral lebih dari 37, 5o C, suhu di axilla lebih dari 37,2o C.
4. Dengan cara dikompres menggunakan air panas, diberikan obat antibiotik, istirahat yang cukup, perbanyak minum air putih.
5. Suhu tubuh yang tinggi menyebabkan vasodilatasi membuat aliran darah melambat dan mengakibatkan jantung berdetak lebih lambat.
6. Uji Widal, Uji TUBEX, Uji Typhidot, Uji IgM Dipstick, Kultur Darah.
7. Aliran darah yang rendah menyebabkan suplai oksigen ke otak rendah dan mengakibatkan kesadaran somnolen.
8. Demam dengan localization: penyakit demam akut dengan infeksi yang dapat didiagnosis.
- Demam tanpa localization: penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis maupun pemeriksaa
9. - Demam kontinyu ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam.
- Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5 oC per 24 jam.
- Demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari.
- Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang
sangat besar.
10. Karena bakteri masuk per oral, sehingga menyebabkan imunitas menurun dan bakteri lain mudah masuk.

Hipotesa
Salmonella typhi menyebabkan demam typhoid dengan gejala somnolen, hiperpireksia,
bradikardia,dan couted tongue, diagnosa dapat diketahui melalui pemeriksaan darah, dan
penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotik dan istirahat yang cukup.

Sasaran Belajar:
LI 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN BAKTERI SALMONELLA TYPHI
LO 1.1 Morfologi Salmonella typhi
LO 1.2 Sifat Salmonella typhi
LO 1.3 Transmisi Salmonella typhi

LI 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM


LO 2.1 Definisi Demam
LO 2.2 Etiologi Demam
LO 2.3 Klasifikasi Demam
LO 2.4 Patogenesis Demam

LI 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM TYPHOID


LO 3.1 Definisi Demam Typhoid
LO 3.2 Etiologi Demam Typhoid
LO 3.3 Patogenesis Demam Typhoid
LO 3.4 Manifestasi Klinis Demam Typhoid
LO 3.5 Diagnosis Banding Demam Typhoid
LO 3.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Typhoid
LO 3.7 Penatalaksanaan Demam Typhoid
LO 3.8 Pencegahan Demam Typhoid
LO 3.9 Komplikasi Demam Typhoid

LI 4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN FARMAKOLOGI DEMAM TYPHOID


LO 4.1 Farmakokinetik
LO 4.2 Farmakodinamik

LI 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN BAKTERI SALMONELLA TYPHY

LO 1.1 Morfologi Salmonella typhi


Berbentuk batang
bergram negatif,
fakultatif aerob,
bergerak dengan flagel pertrich,
mudah tumbuh pada perbenihan biasa dan tumbuh baik pada perbenihan yang mengandung empedu
Di alam bebas Salmonella typhi dapat tahan hidup lama dalam air, tanah atau pada bahan makanan.
Di dalam feses, di luar tubuh manusia Salmonella typhi bertahan hidup 1-2 bulan. Salmonella typhi juga dapat memperoleh
plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik

LO 1.2 Sifat Bakteri Salmonella typhi

Salmonella typhi memiliki kombinasi karakteristik yang menjadikannya patogen efektif. Selain itu, S. typhi
memiliki kemampuan menghambat tekanan oksidatif leukosit, yang menjadikan sistem respons imun manusia
menjadi tidak efektif.
Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan
lipid. Sering disebut endotoksin.
Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae dan pili dari kuman, berstruktur kimia protein.
Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur
kimia protein.

LO 1.3 Transmisi Salmonella typhi

Pertemuan manusia untuk S. typhi dilakukan melalui rute fecal-oral dari individu yang terinfeksi kepada orang
sehat.
Masuknya spesies ini ke dalam tubuh manusia yang paling sering dicapai dengan konsumsi, dengan pentingnya
diketahui transmisi aerosol. Setelah tertelan, organisme berkembang biak di usus kecil selama periode 1-3
minggu, sungsang dinding usus, dan menyebar ke sistem organ dan jaringan lain. Transmisi S. typhi hanya
terbukti terjadi dengan rute fecal-oral, sering dari individuasimtomatik. 2-5% dari individu yang terinfeksi
sebelumnya menjadi carrier kronis yang tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, tetapi aktif gudang organisme
layak mampu menginfeksi orang lain.

LI 2 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM


LO 2.1 Definisi Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh dari normalnya yang ditengahi oleh kenaikan titik-ambang regulasi panas
hipotalamus. Pusat regulasi/pengatur panas hipotalamus mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan
sinyal dari reseptor neuronal perifer dingin dan panas dimana suhu dapat diukur melalui axila, oral, dan rectal.

Jenis termometer

Rentang; rerata suhu


normal (oC)

Demam

Aksila

Air raksa, elektronik

34,7 37,3; 36,4

37,4

Sublingual

Air raksa, elektronik

35,5 37,5; 36,6

37,6

Rektal

Air raksa, elektronik

36,6 37,9; 37

38

Telinga

Emisi infra merah

35,7 37,5; 36,6

37,6

Tempat
pengukuran

(oC)

LO 2.2 Etiologi Demam

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi / faktor non-infeksi.


2.2.1 Faktor infeksi.
Infeksi bakteri
Infeksi virus
Infeksi jamur
Infeksi parasit
2.2.2 Faktor non infeksi.
Faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal terlalu tinggi, keadaan tumbuh tinggi).
Penyakit autoimun (vaskulitis, systemic lupus erythrmatosus, arthritis).
Keganasan (penyakit Hodgkin, limfoma nonhodgkin, leukemia).
Pemakaian obat-obatan (antibiotic, antihistamin, dll).

LO 2.3 Klasifikasi Demam


Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan
atau tanpa localizing signs.
Istilah
Demam dengan localization
Demam tanpa localization
Letargi
Toxic appearance
Infeksi bakteri serius

Bakteremia dan septicemia

Definisi
Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat
didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik
Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan
pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya
Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis,
hipo atau hiperventilasi
Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa.
Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi,
enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia
Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan
dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya
invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ

Berikut adalah pola demam:


Demam Kontinyu : ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC
selama periode 24 jam.
Demam Remiten : ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi
melebihi 0,5oC per 24 jam.
Demam Intermiten : suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang
hari
Demam Septik atau Hektik : terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara
puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Demam Quotidian : disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.
Demam Quotidian Ganda : memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam).
Demam Lama : satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya >
10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.
Demam Rekuren : demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan
organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel
Undulant Fever : peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara
perlahan turun menjadi normal

2.4 pathogenesis demam

LI 3 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN DEMAM TYPHOID


LO 3.1 Definisi Demam Typhoid
Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi.
Penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari dan ditandai oleh panas
berkepanjangan.
LO 3.2 Etiologi Demam Typhoid
Penyebab utamanya adalah mikroorganisme Salmonella Typhosa dan Salmonella Typhi, A, B, dan C.
Mikroorganisme ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia dan makanan atau minuman yang terkena
mikroorganisme yang di bawa oleh lalat.
Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat.

3.3 pathogenesis demam typhoid

Masuknya kuman Salmonella thypi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan
yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung dan sebagian lolos
masuk kedalam usus dan berkembang biak. Bila imunitas mukosa (IgA) usus kurang
baik. Maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-sel M) dan selanjutnya
ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel
fagosit terutama di makrofag. Kuman yang berkembang biak di makrofag selanjutnya
dibawa ke plak pyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening. Kemudian
kuman yang hidup di makrofag masuk ke dalam sirkulasi darah yang mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimtomatik dan kemudian menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan berkembang biak diluar sel dan selanjutnya masuk lagi kedalam sirkulasi
darah mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik.

LO 3.4 Manifestasi Klinis Demam Typhoid

Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu
pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,
pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan
merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti.

Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Umumnya terjadi gangguan
pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa,
perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus,
dan mulai kacau jika berkomunikasi.

Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun
demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk
terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium
atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.

Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini
dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada
mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan
kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari
demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

LO 3.5 Diagnosis Banding Demam Typhoid


3.5.1 Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan suhu tubuh, debar jantung relative lambat (bradikardi),
lidah kotor, pembesaran hati dan limpa (hepatomegali dan splenomegali), kembung (meteorismus), radang paru (pneumonia), dan kadangkadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi), radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.
3.5.2 Pemeriksaan Widal : Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi
aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut agglutinin. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu:
Aglutinin O (dari tubuh kuman).
Aglutinin H (flagela kuman).
Aglutinin Vi (simpai kuman).
3.5.3 Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan
menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit ;
Hematologi
Urinalis
Tinja
Kimia Klinik
3.5.4 Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
3.5.5 Mikrobiologi
3.5.6 Biologi Molekular

LO 3.6 Pemeriksaan Penunjang Demam Typhoid :


Pemeriksaan Darah Tepi
Uji Serologis Widal
Isolasi Kuman
Uji Tubex
Uji Typhidot
Uji IgM Dipstick
Kultur Darah

LO 3.7 Penatalaksanaan Demam


Typhoid
Trilogi penatalaksanaan Demam Tifoid, yaitu:
Pemberian Antibiotik
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Obat yang
sering digunakan adalah :
Kloramfenikol100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari.
Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
Kotrimoksazol 480 mg, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
Sefalosporin generasi II dan III ( Ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6 hari; ofloxacin 600
mg/hari selama 7 hari; ceftriaxone 4 gr/hari selama 3 hari ).

Istirahat dan perawatan


Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah komplikasi. Penderita sebaiknya istirahat
total di tempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari demam. Mobilisasi dilakukan
secara bertahap, sesuai dengan keadaan penderita,. Mengingat mekanisme penularan
penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga karena ketidakberdayaan pasien
untuk buang air besar dan kecil

Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet


Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi makan berupa
bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat dan
akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi
dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.

LO 3.8 Pencegahan Demam


Typhoid

3.8 PENCEGAHAN

Kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan demam tifoid. Merebus air minum dan
makanan sampai mendidih juga sangat membantu. Sanitasi lingkungan, termasuk pembuangan sampah dan
imunisasi berguna untuk mencegah penyakit ini. Secara lebih detail, pencegahan demam tifoid mencakup halhal berikut :

Penyediaan sumber air minum yang baik

Penyediaan jamban yang sehat

Sosialisasi budaya cuci tangan

Sosialisasi budaya merebus air sampai mendidih sebelum diminum

Pemberantasan lalat

Pengawasan kepada para penjual makanan dan minuman

Sosialisasi pemberian asi pada ibu menyusui

Imunisasi

LO 3.9 Komplikasi Demam Typhoid


Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu meningitis,
kolesistitis, ensefelopati dan lain-lain.Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia.
Komplikasi kardiovaskuler : gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis.
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, KID, rthritis.
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
Komplikasi hepatobilier : hepatitis, kolesistitis.
Komplikasi ginjal : glumerolunofritis, pielonefritis, perinefritis.
Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, arthritis.
Komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik.

LI 4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN


FARMOKOLOGI DEMAM TYPHOID
LO 4.1 Farmakokinetik
4.1.1 Kloramfenikol
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai
dalam 2 jam. Masa paruh eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur
kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam, kira-kira 50% kloramfenikol terikat dengan albumin dalam
darah dan didistribusikan secara baik ke seluruh jaringan termasuk jaringan otak, cairan
serebrospinal dan mata.
4.1.2 Kotrimoksazol
Rasio kadar sulfametoktsazol dan trimetropim yang ingin dicapai dalam darah ialah sekitar 20 : 1.
Karena sifatnya yang lipofilik, trimetropim mempunyai volume distribusi yang lebih besar
daripada sulfametoksazol. Dengan memberikan sulfametoksazol 800 mg dan trimetropim 160 mg
per oral (rasio sulfametoksazol: trimetropim = 5 : 1) dapat diperoleh rasio kadar kedua obat
tersebut dalam darah kurang lebih 20 : 1.

4.1.3 Sefalosporin
Kebanyakan sefalosporin diekskresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan
proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui
empedu. Karena itu dosis sefalosporin umumnya harus dikurangi pada pasien
insufisiensi ginjal
4.1.4 Fluorokuinolon
Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam
nalidiksat.Ofloksasin, levofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah
fluorokuinolon yang diserap baik sekali pada pemberian oral.

4.2 Farmakodinamik
4.2.1 Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat
pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan
peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol bersifat
bakteriostatik.Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid
terhadap kuman-kuman tertentu.
4.2.2 Kotrimoksazol
Kombinasi trinetoprin dengan sulfmotoksazol menghambat reaksi enzim obligat
sehingga memberi efek sinergi.kombinasi ini dikenal dengan nama kontrimoksazol.
Sulfanamid menghambat masuknya molekul PA BA ke dalam molekul asam folat dan
trimetropin yang menghambat terjadinya reduksi dari dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat. Trimetoprin menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara
sangat selektif.

4.2.3 Fluorokuinolon
Fluorokuinolon bekerja dengan mekanismeyang sama dengan kelompok kuinolon
terdahulu. Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II (= DNA girase) dan IV
pada kuman. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang
mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang berlebihan) pada waktu
transkripsi dalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan
DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Behrman R.E. et al. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. ab.A.Samik Wahab. Jakarta: EGC.

Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffets Pediatric
infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.

http://eprints.undip.ac.id/43747/4/CAROLINA_INNESA_G2A009119_BAB2KTI.pdf diambil pada 25 Maret 2015.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122730-S09021fk-Gambaran%20pengetahuan-Literatur.pdf diambil pada 25 Maret


2015.

http://www.medicastore.com/apotik_online/antibiotika/sefalosporin.htm diambil pada 25 Maret April 2015.

http://www.medicalcriteria.com/criteria/inf_fuo.htm diambil pada 25 Maret 2015

Samuelson, John. (2008). Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam Brooks, G.F., Butel, Janet S., Morse, S.A.
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Santillan RM,Gracia GR, Bevente IH, Garcia EM. 2000. Efficacy of cefixime in the treatment of typhoid fever. Proc
West Pharmacol Soc; 43: 65-66.

Setyabudi, Rianto. (2008).Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai PenerbitFKUI.

Sherwood, Lauralee, 2012, fisiologi manusia : dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai