: Aswan Bagastoro
1102014045
Sekretaris
1102014129
Anggota
: Dyas Modesty
1102013090
1102013262
1102014059
1102014073
1102014097
1102014133
SKENARIO 1
Seorang wanita 30 tahun, mengalami demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan
lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan pagi hari. Pada pemeriksaan fisik
kesadaran somnolen, nadi bradikardia, suhu tubuh hiperpireksia (pengukuran jam 20.00
WIB), lidah terlihat kotor (coateed tongue). Dokter menyarankan pemeriksaan darah untuk
membantu menegakkan diagnosis dan cara penanganannya.
Kata Sulit
1. Somnolen: keadaan mengantuk; perasaan mengantuk yang berlebihan.
2. Bradikardia: kondisi jantung berdetak lebih lambat dari normal (<60x/menit).
3. Hiperpireksia: keadaan suhu tubuh di atas normal (>41,2 oC).
4. Coated tongue: lidah kotor.
Rumusan Masalah
1. Mengapa demam terjadi pada malam hari?
2. Apa yang menyebabkan demam?
3. Apa saja ciri-ciri demam?
4. Bagaimana penanganan demam?
5. Apa yang menyebabkan nadi bradikardia?
6. Pemeriksaan darah apa yang dilakukan untuk kasus tersebut?
7. Mengapa pasien mengalami kesadaran somnolen?
8. Apa saja jenis-jenis demam?
9. Apa saja pola demam?
10. Apa yang menyebabkan coated tongue?
Analisis Masalah
1. Karena faktor suhu lingkungan.
- Karena kelembapan suhu tubuh.
- Karena pengaruh bakteri.
- Pada malam hari, kuman lebih mudah untuk berkembangbiak.
2. Masuknya mikroorganisme asing ke dalam tubuh seperti infeksi melalu udara, air, makanan, atau individu lain.
3. Meningkatnya suhu tubuh disertai keringat. Suhu di rektal lebih dari 38 o C, suhu di oral lebih dari 37, 5o C, suhu di axilla lebih dari 37,2o C.
4. Dengan cara dikompres menggunakan air panas, diberikan obat antibiotik, istirahat yang cukup, perbanyak minum air putih.
5. Suhu tubuh yang tinggi menyebabkan vasodilatasi membuat aliran darah melambat dan mengakibatkan jantung berdetak lebih lambat.
6. Uji Widal, Uji TUBEX, Uji Typhidot, Uji IgM Dipstick, Kultur Darah.
7. Aliran darah yang rendah menyebabkan suplai oksigen ke otak rendah dan mengakibatkan kesadaran somnolen.
8. Demam dengan localization: penyakit demam akut dengan infeksi yang dapat didiagnosis.
- Demam tanpa localization: penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah anamnesis maupun pemeriksaa
9. - Demam kontinyu ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam.
- Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5 oC per 24 jam.
- Demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari.
- Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang
sangat besar.
10. Karena bakteri masuk per oral, sehingga menyebabkan imunitas menurun dan bakteri lain mudah masuk.
Hipotesa
Salmonella typhi menyebabkan demam typhoid dengan gejala somnolen, hiperpireksia,
bradikardia,dan couted tongue, diagnosa dapat diketahui melalui pemeriksaan darah, dan
penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotik dan istirahat yang cukup.
Sasaran Belajar:
LI 1 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN BAKTERI SALMONELLA TYPHI
LO 1.1 Morfologi Salmonella typhi
LO 1.2 Sifat Salmonella typhi
LO 1.3 Transmisi Salmonella typhi
Salmonella typhi memiliki kombinasi karakteristik yang menjadikannya patogen efektif. Selain itu, S. typhi
memiliki kemampuan menghambat tekanan oksidatif leukosit, yang menjadikan sistem respons imun manusia
menjadi tidak efektif.
Kuman ini mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
Antigen O (somatik), terletak pada lapisan luar, yang mempunyai komponen protein, lipopolisakarida dan
lipid. Sering disebut endotoksin.
Antigen H (flagela), terdapat pada flagela, fimbriae dan pili dari kuman, berstruktur kimia protein.
Antigen Vi (antigen permukaan), pada selaput dinding kuman untuk melindungi fagositosis dan berstruktur
kimia protein.
Pertemuan manusia untuk S. typhi dilakukan melalui rute fecal-oral dari individu yang terinfeksi kepada orang
sehat.
Masuknya spesies ini ke dalam tubuh manusia yang paling sering dicapai dengan konsumsi, dengan pentingnya
diketahui transmisi aerosol. Setelah tertelan, organisme berkembang biak di usus kecil selama periode 1-3
minggu, sungsang dinding usus, dan menyebar ke sistem organ dan jaringan lain. Transmisi S. typhi hanya
terbukti terjadi dengan rute fecal-oral, sering dari individuasimtomatik. 2-5% dari individu yang terinfeksi
sebelumnya menjadi carrier kronis yang tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit, tetapi aktif gudang organisme
layak mampu menginfeksi orang lain.
Jenis termometer
Demam
Aksila
37,4
Sublingual
37,6
Rektal
36,6 37,9; 37
38
Telinga
37,6
Tempat
pengukuran
(oC)
Definisi
Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang dapat
didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang jelas setelah
anamnesis dan pemeriksaan fisik
Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi dengan
pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan sekitarnya
Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi buruk, cyanosis,
hipo atau hiperventilasi
Menandakan penyakit yang serius, yang dapat mengancam jiwa.
Contohnya adalah meningitis, sepsis, infeksi tulang dan sendi,
enteritis, infeksi saluran kemih, pneumonia
Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah, dibuktikan
dengan biakan darah yang positif, septikemia menunjukkan adanya
invasi bakteri ke jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ
Masuknya kuman Salmonella thypi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan
yang terkontaminasi. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung dan sebagian lolos
masuk kedalam usus dan berkembang biak. Bila imunitas mukosa (IgA) usus kurang
baik. Maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-sel M) dan selanjutnya
ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel
fagosit terutama di makrofag. Kuman yang berkembang biak di makrofag selanjutnya
dibawa ke plak pyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening. Kemudian
kuman yang hidup di makrofag masuk ke dalam sirkulasi darah yang mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimtomatik dan kemudian menyebar ke seluruh organ
retikuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ ini kuman meninggalkan sel-sel
fagosit dan berkembang biak diluar sel dan selanjutnya masuk lagi kedalam sirkulasi
darah mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda-tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik.
Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu
pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal,
anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali permenit, denyut lemah,
pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan
merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti.
Pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi
(demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari
berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Umumnya terjadi gangguan
pendengaran, lidah tampak kering, nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa,
perut kembung dan sering berbunyi, gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus,
dan mulai kacau jika berkomunikasi.
Pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun, dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu terjadi jika tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun
demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk
terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana septikemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium
atau stupor, otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini
dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Pada
mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan
kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari
demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.
3.8 PENCEGAHAN
Kebersihan makanan dan minuman sangat penting dalam pencegahan demam tifoid. Merebus air minum dan
makanan sampai mendidih juga sangat membantu. Sanitasi lingkungan, termasuk pembuangan sampah dan
imunisasi berguna untuk mencegah penyakit ini. Secara lebih detail, pencegahan demam tifoid mencakup halhal berikut :
Pemberantasan lalat
Imunisasi
4.1.3 Sefalosporin
Kebanyakan sefalosporin diekskresikan dalam bentuk utuh melalui ginjal, dengan
proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi melalui
empedu. Karena itu dosis sefalosporin umumnya harus dikurangi pada pasien
insufisiensi ginjal
4.1.4 Fluorokuinolon
Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna dibandingkan dengan asam
nalidiksat.Ofloksasin, levofloksasin, gatifloksasin dan moksifloksasin adalah
fluorokuinolon yang diserap baik sekali pada pemberian oral.
4.2 Farmakodinamik
4.2.1 Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat
pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan
peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol bersifat
bakteriostatik.Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid
terhadap kuman-kuman tertentu.
4.2.2 Kotrimoksazol
Kombinasi trinetoprin dengan sulfmotoksazol menghambat reaksi enzim obligat
sehingga memberi efek sinergi.kombinasi ini dikenal dengan nama kontrimoksazol.
Sulfanamid menghambat masuknya molekul PA BA ke dalam molekul asam folat dan
trimetropin yang menghambat terjadinya reduksi dari dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat. Trimetoprin menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara
sangat selektif.
4.2.3 Fluorokuinolon
Fluorokuinolon bekerja dengan mekanismeyang sama dengan kelompok kuinolon
terdahulu. Fluorokuinolon baru menghambat topoisomerase II (= DNA girase) dan IV
pada kuman. Enzim topoisomerase II berfungsi menimbulkan relaksasi pada DNA yang
mengalami positive supercoiling (pilinan positif yang berlebihan) pada waktu
transkripsi dalam proses replikasi DNA. Topoisomerase IV berfungsi dalam pemisahan
DNA baru yang terbentuk setelah proses replikasi DNA kuman selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman R.E. et al. (1999). Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. ab.A.Samik Wahab. Jakarta: EGC.
Fisher RG, Boyce TG. Fever and shock syndrome. Dalam: Fisher RG, Boyce TG, penyunting. Moffets Pediatric
infectious diseases: A problem-oriented approach. Edisi ke-4. New York: Lippincott William & Wilkins; 2005.h.318-73.
Samuelson, John. (2008). Patologi Umum Penyakit Infeksi dalam Brooks, G.F., Butel, Janet S., Morse, S.A.
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Santillan RM,Gracia GR, Bevente IH, Garcia EM. 2000. Efficacy of cefixime in the treatment of typhoid fever. Proc
West Pharmacol Soc; 43: 65-66.
Setyabudi, Rianto. (2008).Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai PenerbitFKUI.
Sherwood, Lauralee, 2012, fisiologi manusia : dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta:EGC.