Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
Aswan Bagastoro
23.03.2015
1.2 Sifat
Bentuk batang, gram negatif, bergerk dengan flagel peritrich,mudah tumbuh pada
perbenihan biasa dan tumbuh baik pada perbenihan yang mengandung
empedu,sebagian besar salmonella sp bersifat pathogen pada binatang dan merupakan
sumber infeksi bagi manusia.Binatang itu antara lain tikus,ternak,anjing,kucing, di
alam bebas salmonella dapat tahan hidup lama dalam air, tanah atau pada
bahan makanan.
1.3 Transmisi
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri, hal ini dapat terjadi
antara lain:
1.melaluiair untuk kepentingan rumah tangga ynag tidak memenuhi syarat kesehatan
2.daging,telur,susus yang berasal dari hewan sakit yang dimasak kurang matang
3.makanan dan minuman berhubungan dengan binatang yang mengandung bakteri
salmonelle thpy,seperti lalat,tikus,kucing dan ayam
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.
Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau
kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.
Istilah
Definisi
Demam dengan
localization
Letargi
Toxic appearance
Bakteremia dan
septicemia
Klasifikasi
Demam dengan localizing
signs
Penyebab tersering
Infeksi saluran nafas atas
signs
kemih
Lama demam
pada umumnya
<1 minggu
<1minggu
>1 minggu
Pola Demam
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial
dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali,
walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi
petunjuk diagnosis yang berguna.
Pola demam
Penyakit
Kontinyu
Remitten
Intermiten
Quotidian
Double quotidian
Demam rekuren
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak
mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini
merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri
dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi,
khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada
pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan
jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat
besar.
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme
demam yang terjadi setiap hari.
Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren
yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 5.)dan
ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tibatiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi
yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan
39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut,
dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai JarishHerxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya
mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat
organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah
mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis,
Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue
sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus
dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu
sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 6.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein
pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH).
Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini,
tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari
demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam
durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan
dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.
2.3 Etiologi
2.4 Patogenesis
Demam timbul sebagai respons terhadap pembentukan sitokin tertentu,
termasuk interleukin-1, interleukin-6, dan faktor nekrosis tumor. Sitokin ini disebut
pirogen endogen (penghasil panas). Sitokin pirogenik dilepaskan oleh beberapa sel
berbeda, termasuk monosit, makrofag, sel T helper, dan fibroblast dalam berespons
terhadap infeksi atau cedera jaringan. Pirogen endogen menyebabkan demam dengan
menghasilkan prostaglandin, mungkin PGE, yang meningkatkan titik patokan
termoregulasi hipotalamus.
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya
telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau
merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi.
Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah suatu protein identic dengan interleukin-1.
Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam prostaglandin E2 yang
langsung dapat menyebabkan suatu pireksia. Pengaruh pengaturan autonom akan
mengakibatkan terjadinya vasokontriksi perifer sehingga pengeluaran (dissipation)
panas menurun dan pasien merasa demam. Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi
karena meningkatnya aktivitas metabolism yang juga mengakibatkan penambahan
produksi panas dan karena kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa
demam bertambah pada seorang pasien.
3.2 Etiologi
Penyebab typhoid timbil akibat dari infeksi oleh bakterigolongan Salmonella
yang memasuki tubuh penderita memlalui saluran pencernaan. Sumber utama yang
terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.
Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella di dalam
kandung empedunya atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak
akan menjadi carrier sementara, sedangkan 2% yang lain akan menjadi carrier yang
menahun. Sebagian besar dari carrier tersebut merupakan carrier intestinal (intestinal
type), sedangkan yang lain merupakan urinary type. Kekambuhan yang ringan pada
carrier demam tifoid, terutama pada carrie jenis intestinal, sukar diketahui karena
gejala dan keluhannya tidak jelas.
3.3 Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S.
paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa
(IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M)
dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama
yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotelial tubuh terutama
hati dan limpa.
Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam
sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakiy infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke lumen usus. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setalah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialga, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia
jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dpat terjadi akibat
erosi pembuluh darah sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan
hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis
otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan,
dan gangguan organ lainnya.
kepala (pusing) yang sering dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal,
insomnia, mual dan muntah. Pada minggu ke-2 intenditas demam makin tinggi,
kadang-kadang terus-menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada
minggu ke-3 suhu badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada minggu ke3. Namun perlu diperhatikan bahwa demam khas tifoid tersebut tidak selalu ada. Tipe
demam dapat menjadi tidak beraturan. Hal ini mungkin karena intervensi pengobatan
atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal.
2. Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering
dan kadang-kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih.
Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor (coated tongue atau selaput putih), dan
pada penderita anak jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering mengeluh
nyeri perut, terutama regio epidastrik (nyeri ulu hati), disertai mual dan muntah. Pada
awal sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya kadang-kadang
timbul diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan
kesadaran ringan. Sering ditemukan kesadaran apatis dengan kesadaran seperti
berkabut (tifoid). Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma
atau dengan gejala-gejala psikosis (Organic Brain Syndrome). Pada penderita dengan
toksik, gejala delirium lebih menonjol.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan limpa ditemukan sering membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri tekan.
5. Bradikardi relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang
sulit dilakukan. Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti
oleh frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan
suhu 1C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demem tifoid adalah rose spot yang
biasanya ditemukan di regio abdomen atas, serta gejala-gejala klinis yang
berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.
kadang dapat timbul gangguan jiwa, pendarahan usus, dinding usus bocor (perforasi),
radang selaput perut (peritonitis), serta gagal ginjal.
Pemeriksaan penunjang/ pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia
klinik, imunoreologi, mikrobiologi,dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk menegakkan diagnosis (bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan
prognosis, memantau perjalanan penyakit, dan hasil pengobatan serta timbulnya
penyulit.
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi pendarahan
usus atau perforasi
Hitung leukosit rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau
tinggi
Hitung jenis leukosit: neutropenia dengan limfositosis relatif
LED (laju endap darah): meningkat
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia)
2. Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai yang positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi
gejala lainnya
3. Kimia klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan adanya gambaran
peradangan samapai hepatitis akut.
4. Imunorologi
Uji Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody
(didalam darah) terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratyphi.
Sebagai uji cepat (rapid test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil
positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibody jenis
ini dikenal sebagai Febrile agglutinin. Hasil uji ini dipengaruhi oleh
banyak faktor sehingga dapat memberikan hasil postif palsu atau
negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh faktor-faktor,
antara lainpernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan spesies
lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestic (pernah sakit), dan
adanya faktorrheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan
oelh karena antara lain penderita sudah mendapatkan antibiotika,
waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum
pasien yang buruk, dan adanya jamur imunologik lain.
Diagnosis demam tifoid/paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160,
bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi
mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O
setelah akhir minggu.
3.7 Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan.
Demam pada umumnya mengalami lisis pada hari ke-3 atau menjelang hari
ke-4. Hasil penurunan demam sedikit lebih lambat pada penggunaan norfloksasin
yang merupakan fluorokuinolon pertama yang memiliki bioavailabilitas tidak sebaik
fluorokuinolon yang dikembangkan kemudian.
Azitromisin. Tinjauan yang dilakukan oleh Eeva EW dan Bukirwa H pada
tahun 2008 terhadap 7 penelitian yang membandingkan penggunaan azitromisin
(dosis 2 x 500 mg) menunjukkan bahwa penggunaan obat ini jika dibandingkan
dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan mengurangi kegagalan klinis
dan durasi rawat inap, terutama jika penelitian mengikutsertakan pula strain MDR
(multi drug resistance) maupum NARST
(Nalidixic Acid Resistant S. typhi).
Jika dibandingkan dengan ceftriakson, penggunaan azitromisin dapat
mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam
jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika
ini menjadi ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi oleh S. typhi yang
merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam
bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.
3.8 Pencegahan
Secara garis besar ada 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid,
yaitu: 1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid
maupun kasus karier tifoid, 2. Pencegahan transmisi langsung dan pasien terinfeksi S.
typhi akut maupun karier, 3. Proteksi pada orang yang beresiko terinfeksi.
Identifikasi dan eradikasi S. typhi pada pasien tifoid asimtomatik, karier,
dan akut.
Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S. typhi ini cukup
besar baik ditinjau dari pribadi maupun skala nasional. Cara pelaksanaannya dapat
secara aktif yang mendatangi sasaran maupun yang pasif menunggu bila ada
penerimaan pegawai di suatu instansi atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan
pada populasi tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik tingkat usaha
rumah tangga , restoran, hotel sampai, pabrik beserta distributornya. Sasaran lainnya
adalah yang terkait dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan, guru,
petugas kebersihan, pengelola sarana umum lainnya.
Pencegahan transmisi langsung dari penderita penderita terinfeksi S. typhi
akut maupun karier.
Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di rumah dan
lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman S. typhi.
Proteksi pada orang yang beresiko tinggi tertular dan terinfeksi.
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi tifoid di
daerah endemic maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya
endemis atau non-endemis, tingat resiko tertularnya yaitu berdasarkan tingkat
hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya, serta golongan individu beresiko,
yaitu golongan imunokompromais maupun golongan rentan.
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
1. Daerah non-endemik. Tanpa ada kejadian outbreak atau epidemic.
Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
Penyaringan pengelola pembuatan/ distributor/ penjualan makananminuman
Pencarian dan pengobatan kasus tifoid karier
Bila ada kejadian epidemic tifoid
2. Daerah endemik
Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang
memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan > 570C, iodisasi,
dan kloronisasi)
Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui
pendidihan, menjauhi makanan segar (sayur/ buah)
Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat setempat maupun
pengunjung.
Jenis vaksinasi yang tersedia adalah:
1. Vaksin parenteral utuh
Berasal dari sel S.typhi utuh yang sudah mati. Setiap cc vaksin mengandung
sekitar 1 miliar kuman. Dosis untuk anak usia 1-5 tahun adalah 0,1 cc, anak
usia 6-12 tahun 0,25 cc, dan dewasa 0,5 cc. Dosis diberikan 2 kali dengan
interval 4 minggu. Karena efek samping dan tingkat perlindungannya yang
pendek, vaksin jenis ini sudah tidak beredar lagi.
2. Vaksin oral Ty21a
Ini adalah vaksin oral yang mengandung S. typhi strain Ty21a hidup . vaksin
diberikan pada usia minimal 6 tahun dengan dosis 1 kapsul setiap 2 hari
selama 1 minggu. Menurut laporan, vaksin oral Ty21a bias memberikan
perlindungan selama 5 tahun.
3. Vaksin parenteral polisakarida
Vaksin ini berasal dari polisakarida Vi dari kuman Salmonella. Vaksin
diberikan secara parenteral dengan dosis tunggal 0,5 cc intramuscular pada
usia mulai 2 tahun dengan dosis ulangan (booster) setiap 3 tahun. Lama
perlindungan sekitar 60-70%. Jenis vaksin ini menjadi pilihan utama karena
relative paling aman.
3.9 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu:
1. Komplikasi intestinal: perdarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik,
pankreatitis.
2. Komplikasi ekstra-intestinal
Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koagulasi
intravaskular diseminata (KID), thrombosis.
Komplikasi paru: pneumonia, empyema, pleuritis.
Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis.
Komplikasi ginjal: glomerulonephritis, pielonefritis, perinefritis.
Komplikasi tulang: osteomyelitis, periostitis, spondylitis, artritis.
Komplikasi neuropsikiatrik/ tifoid toksik
Kloramfenikol
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar
puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak biasanya diberikan
bentuk ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang rasanya tidak pahit
dan akan mengalami hidrolisis dalam usus untuk membebaskan
kloramfenikol. Untuk pemberian secara parenteral digunakan
kloramfenikol suksinat yang akan dihidrolisis dalam jaringan. Masa paruh
eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur
kurang dari 2 minggu sekitar 24 jam, kira-kira 50% kloramfenikol terikat
dengan albumin dalam darah dan didistribusikan secara baik ke seluruh
jaringan termasuk jaringan otak, cairan serebrospinal dan mata.
Kotrimoksazol
Rasio kadar sulfametoktsazol dan trimetropim yang ingin dicapai dalam
darah ialah sekitar 20 : 1. Karena sifatnya yang lipofilik, trimetropim
mempunyai volume distribusi yang lebih besar daripada sulfametoksazol.
Dengan memberikan sulfametoksazol 800 mg dan trimetropim 160 mg
per oral (rasio sulfametoksazol: trimetropim = 5 : 1) dapat diperoleh rasio
kadar kedua obat tersebut dalam darah kurang lebih 20 : 1.
Trimetropim cepat didistribusikan ke dalam jaringan dan kira-kira 40%
terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. Volume
distribusi trimetropim hamper 9 kali lebih besar daripada
sulfametoksazol. Obat masuk ke CSS dan saliva dengan mudah. Masingmasing komponen juga ditemukan dalam kadar tinggi di dalam empedu.
Kira-kira 65% sulfametoksazol terikat pada protein plasma. Sampai 60%
trimetropim dan 25-50% sulfametoksazol diekskresik melalui urin dalam
24 jam setelah pemberian. Dia-pertiga dari sulfonamid tidak mengalami
konjugasi. Metabolit trimetropim ditemukan juga di urin. Pada pasien
uremia, kecepatan ekskresikan dan kadar urin kedua obat jelas menurun.
Sefalosporin
Dari sifat farmakokinetiknya sefalosporin dibedakan dalam 2 golongan.
Sefaleksin, sefradin, sefaklor, sefadroksil, lorakarbef, sefprozil, sefiksim,
sefpodoksim proksetil, seftibuten dan sefuroksim aksetil yang dapat
diberikan per oral karena diabsorbsi melalui saluran cerna. Sefatolin dan
sefapirin umunya diberikan secara intravena karena menyebabkan iritasi
local dan nyeri pada pemberian intramuscular.
Sefalosporin lain yang diberikan secara suntikan IM atau IV. Beberapa
sefalosporin generasi ketiga misalnya aefuroksim, seftriakson, sefepim,
sefotaksim dan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan
serebospinal (CSS), sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan
meningitis parulenta. Selain itu sefalosporin juga melewati sawar darah
uri, mencapai kadar tinggi di cairan synovial dan cairan pericardium.
Fluorokuinolon
Asam nalidiksat diserap baik melalui saluran cerna tetap diekskresi
dengan cepat melalui ginjal. Obat ini tidka bermanfaat untuk infeksi
sistemik. Fluorokuinolon diserap lebih baik melalui saluran cerna
dibandingkan dengan asam nalidiksat. Ofloksasin, levofloksasin,
gatifloksasin dan moksifloksasin adalah fluorokuinolon yang diserap baik
sekali pada pemberian oral.
4.2 Farmakodinamik
Kloramfenikol
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat
ini terikat pada ribosom sub unit 50s dan menghambat enzim peptidil
transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis
protein kuman.
Kloramfenikol bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi
kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman
tertentu. Spektrum anti bakteri meliputi D.pneumoniae, S. Pyogenes,
S.viridans, Neisseria, Haemophillus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella,
Brucella, P. Multocida, C.diphteria, Chlamidya, Mycoplasma, Rickettsia,
Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.
Kotrimoksazol
Aktivitas antibakteri kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya pada dua
tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam
tetrahidrofolat.sulfonamid menghambat masuknya molekul PABA ke
dalam molekul asam folat dan trimetroprim menghambat terjadinya reaksi
reduksi dan dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting
untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti pembentukan basa
purin (adenine, guanine, dan timidin) dan beberapa asam amino
(metionin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan folat jadi yang terdapat
dalam makanan dan tidak mensintesis senyawa tersebut. Trimetropim
menghambat enzim dihidrofolat reduktase mikroba secara sangat selektif.
Hal ini penting, karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia.
Fluorokuinolon