Anda di halaman 1dari 32

Sasaran Belajar

Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi

Aswan Bagastoro
27.09.2015

LO.1 Memahami dan Menjelaskan


Tentang Anatomi dan Kinesiologi
1.1 Femur
Makroskopik Femur

Mikroskopik Femur
1.

Femur
Diafisi (batang)
Tersusun dari tulang kompak silinder tebal yang
membungkus medula atau rongga sumsum sentral
yang besar.
a. Rongga sumsum berisi sumsum tulang kuning
atau sumsum merah tergantung usia.
b. Endosteum melapisi rongga sumsum.
c. Periosteum membungkus diafisis.
a) periosteum adalah lembaran jaringan
ikat yang terdiri dari dua lapisan;
lapisan luar adalah jaringan ikat fibrosa
rapat; lapisan dalam bersifat osteogenik
dan terdiri dari satu lapisan osteoblast.
b) Serat sharpey (serat jaringan ikat)
mengikat periosteum ke tulang.
c) Periosteum membungkus semua tulang
kecuali sesamoid.
d) Fungsi periosteum antara lain:
1) Pertumbuhan tulang dalam ukuran
lebarnya.
2) Nutrisi tulang karena periosteum
sangat tervaskularisasi dan
merupakan jalur masuk pembuluh
darah untuk menembus tulang.
3) Regenerasi tulang setelah terjadi
fraktur.
4) Sarana perlekatan untuk tendon
dan ligamen.

1.2 Coxae
Makroskopik Coxae
Os coxae, terdiri dari ilium,iskium,pubis. Coxae terletak di
sebelah depan dan samping dari Pelvis wanita. Os Coxae terdiri dari
3 buah tulang penyusun, yaitu os Ilium, os Ischium, dan os Pubis.
A) Os Ilium merupakan tulang terbesar dari panggul dan
membentuk bagian atas dan belakang panggul. .Memiliki
permukaan anterior berbentuk konkaf yang disebut fossa iliaca.
Bagian atasnya disebut Krista iliaca. Ujung-ujung disebut Spina
Iliaca anterior superior dan spina Iliaca posterior superior.Terdapat
tonjolan memanjang di bagian dalam os ilium yang membagi pelvis
mayor dan pelvis minor disebut lineainnominata (linea terminalis).
B) Os Ischium Terdapat disebelah bawah os ilium.Merupakan tulang
yang tebal dengan tiga tepi di belakang foramen obturator.Os
Ichium merupakan bagian terendah dari Os Coxae. Memiliki tonjolan

di bawah tulang duduk yang sangat tebal disebut Tuber Ischii


berfungsi penyangga tubuh sewaktu duduk.
C) Os PubisTerdapat disebelah bawah dan depan os ilium.Dengan
tulang duduk dibatasi oleh foramen obturatum.Terdiri atas korpus
(mengembang ke bagian anterior).Os Pubis terdiri dari ramus
superior (meluas dari korpus ke asetabulum) dan ramus inferior
(meluas ke belakang dan beratdengan ramus ischium). Ramus
superior os pubis berhubungan dengan dengan os ilium, sedangkan
ramus inferior kanandan kiri membentuk arkus pubis. Ramus inferior
berhubungan dengan os ischium

MIkroskopik Coxae
Articulatio coxae merupakan sendi diartrosis. Pada jenis sendi
ini permukaan sendi dari tulang ditutupi tulang rawan hialin yang
dibungkus dalam simpai sendi. Simpai sendi ini terdiri atas lapis
fibrosa luar dari jaringan ikat padat yang menyatu dengan
periosteum tulang. Lapis dalamnya adalah lapisan sinovial. Jaringan
ikat pada sinovial langsung berhubungan dengan cairan sinovial
dalam rongga sendi.
Pada permukaan atau di dekatnya ditemukan
sel mirip fibroblas yang menghasilkan kolagen,
proteoglikan, dan komponen lain dari interstitium; sel
makrofag yang membersihkan debris akibat aus dari
sendi. Bisa terdapat limfosit pada lapisan yang lebih
dalam.
Pendarahan sampai ujung os femur pada
Art.Coxae dibentuk oleh tiga kelompok besar:

a. Cincin arteri Ekstracapsuler yang berada pada


dasar collum femoris. Terdiri dari arteri
circumleksa femoral medialis dan arteri
circumfleksa femoral lateralis yang menjalar
secara anterior maupun posterior.
b. Percabangan dari cincin arteri ascenden menjalar
ke atas yang berada pada permukaan collum
femoris sepanjang linea intertrochanterica.
c. Arteri pada Ligamentum teres dan pembuluh
darah metafisial inferior bergabung membentuk
pembuluh darah epifisial. Sehingga terbentuknya
pembuluh cincin kedua sebagai pemasok darah
pada caput femori
Pada fraktur collum femoris sering terjadi
terganggunya aliran darah ke caput femori. Pembuluh
darah Retinacular superior dan pembuluh epifisial
merupakan sumber terpenting untuk suplai darah. Pada
fraktur terbuka dapat menyebabkan kerusakan jaringan
sekitarnya termasuk pembuluh darah dan sinovial.

1.3 Kinesiologi
Articulatio membri inferior terdiri dari :
1. Articulatio cinguli pelvici (gelang panggul)
1.1 Articulatio sacroiliaca
a) Tulang antara fascies auricularis sacri dan fascies auricularis
ilei.
b) Jenis sendinya adalah amphiarthrosis.
c) Penguat sendi terdiri dari ligamentum sacroiliaca anterior,
interoaaea, sacroiliaca posterior, ligamentum sacrotubular,
dan ligamentum sacrospinale.
1.2 Symphysis pubica
a) Tulang antara tulang pubis kedua sisi.
b) Jenis sendi adalah synchondrosis.
c) Penguat sendi terdiri dari ligamentum pubicum superius,
ligamentum arcuatum pubis dan discus interpubica
2. Articulatio inferioris liberi
2.1
Articulatio coxae
Antara caput femoris dan acetabulum.Jenis sendinya
adalah spheroidea (ball and socket).Sendi di perkuat oleh tulang
rawan yang terdapat pada fascies lunata.Articulatio ini di perkuat
juga oleh tulang rawan. Ligamen yang memperkujatnya adalah
ilio femorale yang berfungsi menghambat rotasi femur,
mencegah badan berputar kebelakang pada saat berdiri, dan
mempertahankan ekstensi, ischio femorale mencegah endorotasi/

eksorotasi interna, pubofemurale mencegah abduksi, ekstensi


dan rotasi eksterna, transersum acetabuloi dan capitis femoris.
Tulang : Antara caput femoris dan acetabulum
Jenis sendi : Enarthrosis spheroidea
Penguat sendi : Terdapat tulang rawan pada
facies lunata, kelenjar Havers
terdapat pada acetabuli
Ligamentum iliofemorale yang berfungsi mempertahankan art.
coxae tetap extensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang
badan berputar ke belakang pada waktu berdiri sehingga
mengurangi kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan
posisi regak.
Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi
interna.
Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi,
ekstensi, dan rotasi externa. Selain itu diperkuat juga oleh
Ligamentum transversum acetabuli dan Ligamentum
capitisfemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis.
Capsula articularis
: membentang dari lingkaran acetabulum ke
linea intertrochanterica dan crista intertrochanterica.
Gerak sendi:
a. Fleksi: m. iliopsoas, m. pectinus, m. rectus femoris, m. adductor
longus, m. adductor brevis, m. adductor magnus pars anterior
tensor fascia lata
b. Ekstensi : m. gluteus maximus, m. semitendinosis, m.
semimembranosus, m. biceps femoris caput longum, m.
adductor magnus pars posterior
c. Abduksi : m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m.
pirirformis, m. sartorius, m. tensor fasciae lata
d. Adduksi : m. adductor magnus, m. adductor longus, m.
adductor brevis, m. gracilis, m. pectineus, m. obturator
externus, m. quadratus femoris
e. Rotasi medialis : m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m.
tensor fasciae latae, m. adductor magnus (pars posterior)
f. Rotasi lateralis : m. piriformis, m. obturator internus, mm.
gameli, m. obturator externus, m. quadratus femoris, m.
gluteus maximus dan mm. adductores.
Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri
dari jaringan ikat fibrosa. Capsula articularis berjalan dari pinggir
acetabulum os. coxae menyebar ke latero-inferior mengelilingi
colum femoris untuk melekat pada linea introchanterica bagian

depan dan meliputi pertengahan bagian posterior colum femoris


kira-kira sebesar jari di aytas crista introchanterica.
Oleh karena itu, bagian lateral dan distal belakang colum
femoris adalah di luar capsula articularis. Sehubungan dengan itu
fraktur colum femoris dapat extracapsular dan dapat pula
intracapsular.
Dislokasi anterior dan posterior
Dislokasi anterior : bila caput femoris terletak di depan ilium
maka pada art. Coxae terjadi fleksi, eksorotasi, dan abduksi
Dislokasi posterior
: bila caput femoris terletak di
belakang maka pada art. Coxae terjadi fleksi, endorotasi, adduksi.
Pada orang tua terutama perempuan sering terjadi fraktur
collum femoris 10 kali lebih banyak daripada laki-laki. Selain
daripada kondisi tulang itu sendiri (osteoporosis) juga ditentukan
oleh sudut inklinasi (antara aksis collum femoris dan aksis corpus
femoris). Sudut inklinasi yang normal kurang lebih 126o. Bila sudut
inklinasi lebih kecil (coxa vare) lebih sering terjadi fraktur collum
femoris dibandingkan pada sudut yang lebih besar (coxa volga).

LO.2 Memahami dan Menjelaskan


Tentang Fraktur
2.1 Definisi
Fraktur adalah pemecahan atau patahnya suatu bagian,
biasanya tulang (Dorland, Ed.31). Fraktur juga dapat diartikan
sebagai terputusnya kontinuitas jaringan tulang. (Buku Ajar Ilmu
Bedah 2004.)
Fraktur collum femoris adalah fraktur yang terjadi pada daerah
collum tulang femur.

2.2 Etiologi
Fraktur pada regio femur umumnya disebabkan oleh
beberapa faktor :
a. Osteoporosis
b. Kecelakaan lalu lintas
c. Jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi ( seperti
terpeleset di kamar mandi)
d. Trauma memuntir
e. Trauma yang hebat
f. Jatuh dari tempat yang tinggi
g. Trauma langsung

h. Trauma angulasi
i. Tekanan varus/valgus
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun
cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat :

a. Peristiwa trauma tunggal


Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan
yang tiba tiba dan berlebihan, yang dapat berupa
benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau
terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau
penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah
pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti
rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya; penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tidak langsung tulang dapat
mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak di
tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur
spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung)
yang menyebabkan fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan
fraktur sebagian melintang tetapi disertai
fragmen kupu kupu berbentuk segitiga yang
terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan
penekanan yang menyebabkan fraktur obliq
pendek
5. Penarikan dimana tendon atau ligamen benar
benar menarik tulang sampai terpisah
b. Tekanan yang berulang ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya
pada logam dan benda lain, akibat tekanan berulang
ulang.
c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal


kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau
kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
paget )
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2001)
penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cidera Traumatik
Cidera traumatic pada tulang dapat di sebakan oleh :
1) Cedera langsung bearti pukulan langsung
terhadap tulang sehingga tulang patah secara
spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintangdan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung bearti pukulan langsung
berada jauh dari lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang
mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit
dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan
fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan
progesif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi
sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai sebagai salah satu proses yang
progesif, lambat dan nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang
disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan oleh
kegagalan absorbs Vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
Secara spontan : disebakan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran

2.3 Klasifikasi
Fraktur secara umum diklasifikasikan menjadi beberapa
jenis:
a. Berdasarkan hubungan dengan udara bebas
a) Fraktur tertutup, bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar atau
bagian eksternal tubuh

b) Fraktur terbuka, terjadi bila terdapat


hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di
kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat
(Menurut R. Gustillo), yaitu :
Deraj
at
I
II
III

Luka

Fraktur

< 2 cm, Keruskan jaringan lunak


sedikit, tidak ada tanda luka
remuk. Kontaminasi minimal
> 2 cm , kontusi oto di sekitarnya

Sederhana, dislokasi
ringan minimal

Luka lebar, hilangnya jaringan


disekitarnya

Dislokasi fragmen
jelas
Kominutif, segmental,
fragmen tulang ada
yang hilang

b. Komplit dan tidak komplit


a) Fraktur komplit : bila garis patah melalui
seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang.
b) Fraktur tidak komplit : bila garis patah tidak
melalui seluruh penampang tulang (greenstick)
c) Hairline fracture : patah retak rambut
d) Buckle fracture/ Torus fracture : bila terjadi
lipatan dari korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya. Biasanya pada distal
radius anak-anak.
e) Greenstick fracture: fraktur tidak sempurna,
korteks tulangnya sebagian masih utuh,
demikian juga periosteumnya. Sering terjadi
pada anak-anak. Fraktur ini akan segera
sembuh dan segera mengalami remodelling ke
bentuk fungsi normal.

c. Sudut patah
a) Fraktur transversal : garis patahnya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur
semacam ini, segmen-segmen tulang yang
patah direposisi/ direduksi kembali ke
tempatnya semula.

b) Farktur oblik : garis patahnya membentuk


sudut. Fraktur ini tidak stabil dan sulit
diperbaiki.

c) Fraktur spiral : akibat trauma rotasi. Garis


patah tulang membentuk spiral. Fraktur
cenderung cepat sembuh.

d) Fraktur longitudinal

c. Jumlah garis patah


a) Fraktur kominutif
: garis patah lebih dari 1
dan saling berhubungan.

b) Fraktur segmental : garis patah lebih dari 1


tetapi tidak saling berhubungan.
c) Fraktur multiple : garis patah lebih dari 1 tetapi
pada tulang yang berlainan.
d. Trauma
a) Fraktur kompresi
: 2 tulang menumbuk
tulang ke-3 yang berada diantaranya.
b) Fraktur avulse : trauma tarikan, suatu fragmen
tulang pada tempat insersi tendon ataupun
ligamen.
c) Fraktur spiral
e. Bergeser dan tidak bergeser

a) Fraktur undisplaced : garis patah komplit tetapi


ke-2 fragmen tidak bergeser, periosteumnya
masih utuh.
b) Fraktur displaced
: terjadi pergeseran
fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut
lokasi fragmen. Terbagi atas:
i.
Dislokasi ad longitudinal cum contractionum:
pergeseran searah sumbu dan overlapping.
ii.
Dislokasi ad axim: pergeseran yang
membentuk sudut.
iii.
Dislokasi ad latus: pergeseran di mana
kedua fragmen saling menjauh.
Klasifikasi Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma
langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi
miring dimana daerah trochanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun
disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena
gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
a. Fraktur intrakapsuler, fraktur ini terjadi di kapsul sendi
pinggul (Fraktur collum femur)
1. Mekanisme fraktur : fraktur intrakapsuler ini
(collum femur) dapat disebabkan oleh trauma
langsung dan trauma tidak langsung
2. Trauma langsung : biasanya penderita terjatuh
dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras
3. Trauma tidak lansung : disebabkan gerakan
exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Karena kepala femur terikat kuat dengan ligament
di dalam acetabulum oleh ligament iliofemoral dan
kapsul sendi, mengakibatkan fraktur di daerah
collum femur
4. Pemeriksaan fisik : pada penderita muda
ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat.
Pada penderita usia tua biasanya traumanya
ringan. Penderita tak dapat berdiri karena rasa
sakit sekali pada panggul. Posisi panggul dalam
keadaan fleksi dan eksorotasi. Didapatkan juga
adanya perpendekan dari tungkai yang cedera.
Pada palpasi sering ditemukan adanya haematoma
di panggul
b. Fraktur extrakapsuler, fraktur ini terjadi di luar kapsul
sendi pinggul (Fraktur intertrochanter femur)

Merupakan fraktur antara trochanter mayor dan


trochanter minor. Fraktur ini termasuk fraktur
ekstrakapsuler. Banyak terjadi pada orang tua
terutama pada wanita (di atas umur 60 tahun).
Biasanya traumanya ringan, jatuh kepleset, daerah
pangkal paha kebentur lantai.
Gejala klinis : biasanya penderita wanita tua
dengan riwayat setelah jatuh kepleset , penderita tak
dapat jalan. Pada pemeriksaan kaki yang cedera
dalam posisi external rotasi. Tungkai yang cedera
lebih pendek. Pada pangkal paha sakit dan bengkak.
Menurut Gardens fraktur collum fmoeris terbagi menjadi

Gambar 2.1. klasifikasi frajtur collum femur menurut


Gardens
a. Grade I : Fraktur inkomplit (abduksi dan
terimpaksi)
b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
fragmen tulang
c. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran
sebagian fragmen fraktur (varus malaligment).
d. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh
fragmen tanpa ada bagian segmen yang
bersinggungan

2.4 Patofisiologi

Ketika tulang mengalami fraktur, maka


periosteum, pembuluh darah di korteks, sumsum tulang,
dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan
kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuklah
hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler
dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya., menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat
berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari

periosteum. Sel ini menghasilkan endapan garam kalsium


dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian
secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui
pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar
patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya
pembuluh darah pada tulang dan periosteum, fase ini
disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan
menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis
dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang
menyebabkan fragmen tulang-tulang saling menempel,
fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan
kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini
kemudianjuga tumbuh sel jaringan mesenkin yang
bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel
kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan
bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mulamula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto
rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau
osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa
berubah menjadi kalus tulang.

2.5 Manifestasi Klinik


Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare
(2001) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen
tulang berpindah dari tempatnya perubahan
keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak
c. Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Ekimosis dari perdarahan subculaneous


Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
Tenderness
Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah
tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di
daerah yang berdekatan.
Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari
rusaknya saraf/ perdarahan).
Pergerakan abnormal
Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
Krepitasi

2.6 Pemeriksaan
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya
patah tulang terdiri atas empat langkah: tanyakan
(anamnesis, adakah cedera khas), lihat (inspeksi,
bandingkan kiri dan kanan), raba (analisis nyeri), dan
gerakan (akif dan/atau pasif).
1. Riwayat pasien
Sering kali pasien datang sudah dengan keluhan
bahwa tulangnya patah karena jelasnya keadaan patah
tulang tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin,
fraktur tidak disadari oleh penderita dan mereka datang
dengan keluhan keseleo, terutama patah yang disertai
dislokasi fragmen yang minimal. Dalam persepsi
penderita trauma tersebut bisa dirasa berat meskipun
sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasakan ringan
meskipun sebenarnya berat.
Diagnosis fraktur juga dimulai dengan anamnesis
adanya trauma tertentu, seperti jatuh, terputar,
tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut.
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme
cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan cedera tersebut. Selain riwayat
trauma, biasanya didapati keluhan nyeri meskipun fraktur
yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak
menimbulkan keluhan nyeri. Banyak fraktur mempunyai
cedera yang khas.
Perlu ditanyakan mengenai keluhan penderita dan
lokasi keluhannya. Keluhan klasik fraktur komplet adalah
sakit, bengkak, deformitas, dan penurunan fungsi. Sakit
akan bertambah apabila bagian yang patah digerakkan.
Deformitas fraktur harus dijelaskan dengan lengkap. Kita
harus mengetahui bagaimana terjadinya kecelakaan,
tempat yang terkena dan kemungkinan adanya faktor
presipitasi fraktur (misal, tumor tulang, dll). Untuk itu,
perlu ditanyakan riwayat pasien sebelumnya, apakah
pasien mengalami osteoporosis, hipertensi,
mengkonsumsi kortikosteroid, dll. Perlu pula diketahui
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial
ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dikonsumsi,
merokok, riwayat alergi, dan riwayat osteoporosis serta
penyakit lain.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / look
Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan
inspeksi dan terlihat adanya asimetris pada kontur
atau postur, pembengkakan, dan perubahan
warna local. Pasien merasa kesakitan, mencoba

melindungi anggota badannya yang patah,


terdapat pembengkakan, perubahan bentuk
berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga
terdapat gerakan yang tidak normal. Adanya luka
kulit, laserasi atau abrasi, dan perubahan warna di
bagian distal luka meningkatkan kecurigaan
adanya fraktur terbuka. Pasien diinstruksikan
untuk menggerakkan bagian distal lesi,
bandingkan dengan sisi yang sehat.
b. Palpasi / feel
Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam
anamnesis, didapat juga secara objektif pada
palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya
sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada waktu
menekan atau menarik dengan hati-hati anggota
badan yang patah searah dengan sumbunya.
Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi
yang tepat sama.
Status neurologis dan vaskuler di bagian
distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada
daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera,
daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi.
Neurovaskularisasi yang perlu diperhatikan pada
bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri,
warna kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary
refill test), sensibilitas.
Palpasi harus dilakukan di sekitar lesi untuk
melihat apakah ada nyeri tekan, gerakan
abnormal, kontinuitas tulang, dan krepitasi. Juga
untuk mengetahui status vaskuler di bagian distal
lesi. Keadaan vaskuler ini dapat diperoleh dengan
memeriksa warna kulit dan suhu di distal fraktur.
Pada tes gerakan, yang digerakkan adalah
sendinya. Jika ada keluhan, mungkin sudah terjadi
perluasan fraktur.
c. Gerakan / moving
Gerakan antar fragmen harus dihindari pada
pemeriksaan karena menimbulkan nyeri dan
mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan
gerak persendian secara aktif termasuk dalam
pemeriksaan rutin fraktur. Gerakan sendi terbatas
karena nyeri, akibat fungsi terganggu (Loss of
function).
3. Pemeriksaan penunjang
A. Plain radiografi

Radiografi polos sebagai langkah awal dalam


hasil pemeriksaan patah tulang panggul. Tujuan
utama film x-ray adalah untuk menyingkirkan setiap
patah tulang yang jelas dan untuk menentukan
lokasi dan luasnya fraktur. radiografi polos memiliki
kepekaan yang kurang. Adanya pembentukan tulang
periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat
menunjukkan fraktur stres, namun, radiograf polos
mungkin tampak normal pada pasien dengan fraktur
leher femur stress. Radiografi dapat menunjukkan
garis fraktur pada aspek superior dari leher femur,
yang merupakan lokasi ketegangan patah tulang.
tensionfraktur harus dibedakan dari patah tulang
kompresi, yang menurut Devas dan Fullerton dan
Snowdy, biasanya terletak pada aspek inferior dari
leher femur.
Pemeriksaan radiografi standar pinggul
mencakup pandangan anteroposterior panggul dan
lateral panggul. Jika fraktur leher femur disarankan
untuk melakukan rotasi internal panggul sehingga
dapat membantu untuk mengidentifikasi dampak
nondisplaced atau patah tulang impaksi. Jika patah
tulang pinggul namun tidak terlihat pada film x-ray
standar, scan tulang atau magnetic resonance
imaging (MRI) harus dilakukan. (7)
Pada pemeriksaan radiologis dengan
pembuatan foto Rontgen dua arah 90o didapatkan
gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya
mengalami dislokasi, gambaran garis patah biasanya
jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologis tidak
dimaksudkan untuk diagnostik karena pemeriksaan
klinisnya sudah jelas, tetapi untuk menentukan
pengelolaan yang tepat dan optimal. Sehingga
pemeriksaan radiologi untuk fraktur ini dapat
digunakan untuk diagnosis, konfirmasi diagnosis dan
perencanaan terapi, serta untuk mengetahui
prognosis trauma.
Pada tulang, panjang persendian proksimal
maupun yang distal harus turut difoto. Bila ada
kesangsian atas adanya fraktur atau tidak, sebaiknya
dibuat foto yang sama dari anggota gerak yang sehat
untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian
adanya kelainan, seperti fisura, sebaiknya foto
diulang setelah satu minggu, retak akan menjadi
nyata karena hiperemia setempat sekitar tulang yang
retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of
two, terdiri dari :

a. Memuat 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan


lateral
b. Memuat 2 sendi di proksimal dan distal fraktur
c. Memuat gambaran foto 2 ekstremitas, yaitu
ekstremitas yang tidak terkena cedera (pada anak)
d. Dilakukan foto sebanyak 2 kali, yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan ketidaknyamanan.
Nyeri sering berkurang dengan istirahat dan aktivitas
berkurang
B.

Bone

scanning
Bone scan dapat membantu ketika patah stres,
tumor, atau infeksi. Bone scan adalah indikator yang
paling sensitif dari stres tulang, tetapi mereka
memiliki kekhususan. Shin et al melaporkan bahwa
scan tulang memiliki prediksi positif 68%.Bone scan
dibatasi oleh resolusi spasial relatif kurang pada
anatomi pinggul. Di masa lalu, bone scan dianggap
tidak dapat dipercaya sebelum 48-72 jam setelah
patah tulang, namun, sebuah studi oleh Pemegang
et al menemukan sensitivitas 93%, tanpa
memandang waktu dari cedera. (7)

C. MRI
Telah terbukti akurat dalam penilaian okultisme
patah tulang dan dapat diandalkan apabila dilakukan
dalam waktu 24 jam dari cedera, namun mahal.
Dengan MRI, fraktur stress biasanya muncul sebagai
garis patahan pada korteks dikelilingi oleh zona
intens edema di rongga medula. Dalam sebuah studi
oleh Quinn dan McCarthy, T1-tertimbang MRI temuan

yang ditemukan menjadi 100% sensitive. MRI


menunjukkan bahwa temuan yang 100% sensitif,
spesifik, dan akurat dalam mengidentifikasi fraktur
leher femur.

Pemeriksaan darah lengkap: Ht


mungkinmeningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel),
Peningkatan Sel darah putih adalah respon stres
normal setelah trauma.
Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban
kreatinin untuk klirens ginjal

2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat
mekanisme terjadinya cidera, posisi tubuh saat
berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya,
pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok,
riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat
penyakit lainnya.
Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999)
pemeriksaan diagnostic pada pasien fraktur adalah
sebagai berikut :
A. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur
tulang
B. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur
stress.
Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan
kelainan berikut :
Diagnosis Banding
Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan
kelainan berikut :
a.Osteitis Pubis
Sejak 1924, osteitis pubis telah dikenal sebagai
peradangan menular dari simfisis pubis (juga dikenal
sebagai simfisis pubis, simfisis pubis, atau simfisis
pubica), menyebabkan berbagai tingkat nyeri perut
dan panggul lebih rendah.
Gejala pubis osteitis dapat mencakup hilangnya
fleksibilitas di daerah selangkangan, sakit kusam nyeri
di selangkangan, atau dalam kasus yang lebih berat,
rasa sakit menusuk tajam ketika menjalankan,
menendang, arah perubahan, atau bahkan selama
kegiatan rutin seperti berdiri atau keluar dari mobil.
b.Slipped Capital Femoral Epiphysis
istilah yang merujuk patah tulang melalui physis
(lempeng pertumbuhan), yang menghasilkan selip
epiphysis atasnya.

kepala femur harus duduk tepat di leher femoralis.


Abnormal pergerakan sepanjang hasil pertumbuhan
piring di slip. Seringkali kondisi ini akan hadir dalam
obesitas remaja laki-laki , laki-laki kulit hitam
khususnya kaum muda, dan kadang-kadang
perempuan , dengan onset berbahaya nyeri paha atau
lutut dengan pincang menyakitkan. Gerak pinggul akan
dibatasi, terutama rotasi internal.
c.Snapping Hip Syndrome
Adalah suatu kondisi medis yang ditandai oleh
sensasi gertakan terasa saat pinggul yang tertekuk dan
diperpanjang. Hal ini dapat disertai oleh gertakan
terdengar atau muncul kebisingan

2.8 Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001)
yaitu :
a. Komplikasi segera (immediate)
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara
lain syok neurogenik, syok hipovolemik (karena
perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak), kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri
atau perlukaan kulit, trombo emboli vena
(Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi
otot/bedrest). osteomelitis, emboli, nekrosis, dan
syndrome compartemen

b. Komplikasi lambat
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara
lain stiffnes (kaku sendi), degenerasi sendi,
penyembuhan tulang terganggu (malunion)
a) Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari
yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses
ini berhubungan dengan proses infeksi.
Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang
b) Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi
pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union
atau pseudoarthrosis
c) Mal union

Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak


memuaskan (ada perubahan bentuk)
d) Nekrosis avaskuler di tulang karena suplai darah
menurun sehingga menurunkan fungsi tulang

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan, maka diperlukan :
1. Pertolongan pertama
Membebaskan jalan nafas, menutup luka dengan
perban bersih, steril dan imobilisasi fraktur pada
anggota gerak yang terkena agar penderita merasa
nyaman dan mengurangi nyeri sebelum ambulans
datang.
2. Penilaian klinis
Misalnya apakah luka terkena tulang, atau ada trauma
pembuluh darah atau saraf
3. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan cidera fraktur multipel
datang dengan keadaan syok, sehingga diperlukan
resusitasi berupa cairan infus atau transfusi darah
serta obat-obat anti nyeri

A. Terapi konservatif
a. Proteksi saja
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit
dan fraktur dengan kedudukan baik
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Reposisi dapat dengan anestesi umum atau
anestesi local dengan menyuntikkan obat anestesi
dalam hematoa fraktur
d. Traksi (penarikan)
Traksi dapat digunakan untuk reposisi secara
perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dapat
juga dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Traksi
kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban <5kg
a.
b.
c.

B. Terapi operatif
Reposisi tertutup fiksasi eksterna
Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi
interna
Reposisi terbuka dengan fiksasi interna

a) ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)


keuntungan nya adalah reposisi anatomis
dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar
b) Indikasi:
1) Fraktur yang tidak bisa sembuh seperti
fraktur collum femur
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi
tertutup sperti fraktur dislokasi
3) Fraktur yang dapat direposisi tapi sulit
dipertahankan seperti fracture
antebrachii
c) Excisional Arthroplasty yaitu membuang
fragmen yang patah yang membentuk sendi
contohnya pada fracture collum femoris
yang dilakukan operasi Girdlestone
d) Excisi fragmen dan pemasangan
endoprosthesis

Ada lima konsep dasar yang harus


diperhatikan/pertimbangkan pada waktu menangani
fraktur:
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada
tempat kejadian kecelakaan dan kemudian di
rumah sakit.

Riwayat kecelakaan

Parah tidaknya luka

Diskripsi kejadian oleh pasien

Menentukan kemungkinan tulang yang patah

Krepitus

2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin


dengan letak normalnya. Reduksi terbagi menjadi
dua yaitu:
a) Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang
secara manual dengan traksi atau gips
b) Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat
dan diluruskan melalui pembedahan, biasanya
melalui internal fiksasi dengan alat misalnya; pin,
plat yang langsung kedalam medula tulang.
3. Immobilisasi: Setelah fraktur di reduksi, fragmen
tulang harus dimobilisasi untuk membantu tulang
pada posisi yang benar hingga menyambung
kembali.
4. Retensi: menyatakan metode-metode yang
dilaksanakan untuk mempertahankan fragmenfragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
5. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah
dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan
fraktur karena sering kali pengaruh cidera dan
program pengobatan hasilnya kurang sempurna
(latihan gerak dengan kruck)
Terapi pada Fraktur Terbuka
Banyak pasien dengan fraktur terbuka mengalami cidera
ganda dan syok hebat. Bagi mereka, terapi di tempat
seperti pada prinsip diatas merupakan hal penting.
Semua fraktur terbuka, tak peduli seberapa ringannya
harus dianggap terkontaminasi karena itu penting untuk
mencegahnya dari infeksi.
Untuk hal ini, ada beberapa hal yang penting :
1) Pembalutan luka dengan segera
2) Profilaksis antibiotik
3) Debridemen luka sedini mungkin

Pengangkatan benda asing atau jaringan yang


mati misalnya kulit, Fasia, Otot mati (makanan
bagi bakteri), vaskuler, nervous, Tendon dan
tulang
4) Stabilisasi fraktur
a. Penutupan luka
Pada luka setelah debridemen, dapat ditutup
dengan dijahit, atau dengan cangkokan kulit.
b. Perawatan setelahnya
Tungkai ditinggikan di atas tempat tidur, jika
luka dibiarkan terbuka, periksa setelah 5-7
hari, jika terjadi toksemia atau septikemia
dilakukan drainase.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
a. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan
kassa steril serta pembidaian anggota gerak,
kemudian anggota gerak ditinggikan.
b. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan
kedudukan fraktur serta tindakan reposisi
terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan
dalam waktu kurang dari 6 jam (golden period
4 jam)
c. penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus
human globulin.
Terapi Pada Fraktur Collum Femur Tertutup
Perawatan fraktur leher femur tergantung pada
usia pasien. Pada anak-anak di bawah usia 16 tahun
dengan fraktur undisplaced dan berdampak patah
tulang dapat ditangani dengan gips atau traksi. Untuk
mendeteksi dislokasi, pemeriksaan Roentgen sangat
penting pada setiap minggu selama satu bulan. Jika
fraktur terdapat dislokasi maka harus tetap dilakukan
pembedahan dengan pin atau sekrup.
Antara umur16 sampai 60 tahun (orang yang aktif
dengan deposit tulang baik) dengan patah leher femur
baik yang tidak ada dislokasi dan ada dislokasi tetap
dilakukan fiksasi dengan sekrup pinggul dinamis
(Kompresi platewith plat) atau beberapa sekrup.

Gambar 8.1. Dynamic hip screw


Fraktur impaksi dapat dirawat dengan istirahat
dan traksi untuk beberapa minggu diikuti dengan latihan
yang lembut.Jika bagian fraktur terpisah maka operasi
dilakukan.
Di luar usia 60 tahun (orang yang kuang aktif atau
dengan deposit tulang yang sedikit) semua patah leher
femur undisplaced dan dislokasi dilakukan perawatan
dengan pemindahan kepala femoralis dan penggantian
dengan prostesis (ujung atas femur tulang buatan)
seperti Austin Moore atau bipolar. Fraktur impaksi
dirawat sama dengan sebelumnya.

Gambar 8.2. Prosthesis Austin Moore


Berikut foto sinar x menunjukkan fraktur leher
femur pada anak laki-laki berusia 13 tahun.Foto
pertama diambil 20 hari setelah fraktur.Anda dapat
melihat rekahan dislokasi.Foto selanjutnya diambil 1 hari
setelah pembedahan memperbaiki fraktur dengan
sekrup.Foto yang paling bawah menunjukkan fraktur
bersatu setelah 2 bulan.

Berikut foto seorang pasien laki-laki berusia 35


tahun yang datang berobat 1 bulan setelah
mempertahankan fraktur leher femur dislokasi. Foto
pertama menunjukkan fraktur. Dia berhasil dioperasi
dengan osteotomy valgus (berbentuk baji memotong
tulang) dan fiksasi dari fraktur dengan plat samping dan
sekrup.Foto kedua diambil 2 bulan setelahnya.Sekarang
memungkinkan pasien untuk berjalan dengan bantalan
berat parsial pada ekstremitas. Foto ketiga diambil lima
bulan setelah operasi. Sekarang fraktur telah bersatu.

Gambar 8.5. Fraktur dan 2 bulan setelah pemasangan


sekrup

Gambar 8.6.Lima bulan setelah pemasangan sekrup

Gambar 8.7. Fraktur leher femur dan penatalaksanaan


Proses penyembuhan tulang sebagai berikut:
1. Tahap Inflamasi.
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan
hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan
nyeri.Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera
dan pembentukan hematoma di tempat patah
tulang.Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera
kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah
putih besar), yang akan membersihkan daerah
tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan
nyeri.
2. Tahap Proliferasi Sel.
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami
organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam
jendalan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.
Fibroblast dan osteoklast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan
menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk
jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid).Dari
periosteum, tampak pertumbuhan melingkar.Kalus
tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan
mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi
gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh
menunjukkan potensial elektronegatif.

3. Tahap Pembentukan Kalus


Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi
lain sampai celah sudah
terhubungkan. Fragmen
patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang
rawan, dan tulang serat
matur.Bentuk kalus dan
volume dibutuhkan untuk
menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan
pergeseran tulang.Perlu waktu tiga sampai empat
minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus.Secara klinis fargmen tulang
tidak bisa lagi digerakkan.
4. Tahap Osifikasi
Pembentukan kalus
mulai mengalami
penulangan dalam
dua sampai tiga
minggu patah tulang,
melalui proses
penulangan
endokondral. Patah
tulang panjang orang
dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga
sampai empat bulan.Mineral terus menerus ditimbun
sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan
keras.Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif.
5. Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling)
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi
pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru
ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun
tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang
dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang
melibatkan tulang kompak dan kanselus stres
fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami
penyembuhan dan remodeling lebih cepat daripada
tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak

langsung.Selama
pertumbuhan
memanjang tulang,
maka daerah
metafisis
mengalamiremodelin
g (pembentukan) dan
pada saat yang
bersamaan epifisis
menjauhi batang tulang secara progresif. Remodeling
tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan
resorpsi osteoblastik tulang secara bersamaan. Proses
remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup,
dimana pada anak-anak dalam masa pertumbuhan
terjadi keseimbangan (balance) yang positif, sedangkan
pada orang dewasa terjadi keseimbangan yang
negative. Remodeling juga terjadi setelah penyembuhan
suatu fraktur.(Rasjad. C, 1998)

2.10 Prognosis

Anda mungkin juga menyukai