Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL KASUS 1

TROPICAL MEDICINE SYSTEM


DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF) /
DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS), SECONDARY INFECTION

Dosen Tutor :
Dr. Yani Triyani, dr., SpPK., M.Kes.

Disusun oleh:
KELOMPOK 1

Danii Nur Farhan 10100116011


Nuha Afiifah Parwoko 10100116051
Nadya Putri Utami S 10100116059
R. Muhammad Alfath Fadilah 10100116102
Adegita Nadhira Nur Fitriani 10100116103
Gina Novian 10100116110
Nada Maudy 10100116138
Sukmawati Azzahra Sidi U 10100116160
Annisa Desnita Lestari 10100116162
Hery Haryanto Setyawan 10100116164
Zahra Trimuldaniaputri Sutisna 10100116184

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyusun laporan tutorial kasus 1 “Dengue
Haemorrhagic Fever (DHF) / Dengue Shock Syndrome (DSS), Secondary
Infection” ini. Laporan ini disusun guna memenuhi tugas kelompok tutorial
tingkat 3 di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Kami haturkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut membantu
dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini, terutama kepada Dr. Yani Triyani,
dr., SpPK., M.Kes selaku dosen tutor. Laporan ini masih jauh dari sempurna,
karena kami manusia yang tidak bisa lepas dari kesalahan, kami hanya dapat
berusaha untuk mencoba sedikit lebih baik, karena itu kami bersedia untuk
menampung setiap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang berarti
bagi penyusun, pembaca, dan seluruh kalangan masyarakat. Aamin.

Bandung, Mei 2019


Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2

BAB I : OVERVIEW CASE .......................................................................................... 3

1.1. Review Case ............................................................................................................ 3

1.2. Learning Issue .......................................................................................................... 4

BAB II : ISI ...................................................................................................................... 6

2.1. Basic Science ........................................................................................................... 6

2.1.1. Fisiologi .............................................................................................................. 6

2.1.2. Demam .............................................................................................................. 17

2.1.3. Interpretasi ........................................................................................................ 20

2.1.4. Mikrobiologi ..................................................................................................... 20

2.1.5. Entomologi ........................................................................................................ 23

2.2. Clinical Science ..................................................................................................... 25

2.2.1. Dengue Viral Infection ..................................................................................... 25

2.2.2. Dengue Fever .................................................................................................... 25

2.2.3. Dengue Hemorrhagic Fever .............................................................................. 28

2.3. Patomekanisme ...................................................................................................... 34

2.4. BHP & IIMC ......................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 36

2
BAB I
OVERVIEW CASE

1.1.OVERVIEW CASE

Defi, 14 tahun, perempuan


Chief Complaint :
Demam tinggi yang muncul secara tiba-tiba selama 4 hari terakhir. Demam
muncul sepanjang hari, dengan suhu tubuh berada pada kisaran 38,9-39,5°C.
Additional Complaint :
1. Facial flush
2. Nyeri kepala
3. Nyeri otot dan sendi
4. Nyeri di area epigastrik
Past History :
 Satu orang tetangga dekat rumah pasien meninggal dunia setelah demam
tinggi akut selama 6 hari.
 Sering ditemukan banyak nyamuk pada siang hari di rumah pasien.
 Satu hari sebelumnya, pasien pergi ke dokter umum dan hasil Tourniquet
test menunjukkan hasil positif. Pada pemeriksaan lab ditemukan
leukopenia, trombositopenia, limfositosis, NS1 (+). Sehingga, defi
dirujuk ke rumah sakit.
Physical Examination :
 Nampak sakit sedang, PR : 110x / menit (↑), temperature : 37,8°C (↑)
 BB : 40 kg, TB : 140 cm
 Hepar terpalpasi 4 cm di bawah costal margin.
Demam Hari ke-5 :
Pasien muntah, dokter memberi cairan Ringer’s Lactate i.v. dan
Acetaminophen 500 mg setiap 4-6 jam. Lalu diambil darah untuk hitung
platelet dan hematokrit.
Sebelum hasil keluar, suhu tubuh pasien menurun hingga 35,5°C,
hipotensi (85/70 mmHg) dengan narrowing pulse pressure, RR : 32x / menit
(↑), PR : 140x / menit, denyut lemah. Pasien diberi bolus lactated ringer 20

3
cc/kgBB selama 1 jam. Hitung platelet dan hematokrit dilakukan setiap 4 jam.
Pasien dipindahkan ke PICU (Pediatric Intensive Care Unit).
Pemeriksaan Lab dan Penunjang :
 Sebelum shock, platelet count : 48.000/mm³, Ht : 52%.
 Chest X-Ray : Efusi pleura pada paru kanan.
 Empat jam setelah recovery shock, platelet count : 52.000/mm³, Ht :
39%, IgG (+), IgM Anti Dengue (+)
Setelah vital sign stabil, infusion rate diturunkan secara gradual.
Demam Hari ke-6 :
24 jam setelah recovery shock, cairan infus dihentikan, pasien
dikembalikan ke pediatric ward. Vital sign stabil, namun temperatur : 38°C
(↑). Pasien diberi obat antipiretik. Platelet count : 72.000/mm³, Ht : 35%.
Setelah 24 jam tanpa obat antipiretik, pasien dipulangkan dalam kondisi
baik. Pasien diminta untuk datang follow-up satu minggu kemudian.
Satu minggu kemudian :
Kondisi baik. Kasus Defi dilaporkan ke puskesmas sebagai confirmed case
DHF/DSS, secondary infection.

1.2.LEARNING ISSUE
1.2.1. Fisiologi
 Berapa suhu normal tubuh? Pada suhu berapa disebut hipotermia dan
hipertermia?
 Bagaimana proses fisiologis termoregulasi?
 Disebut apakah penyebab yang mengganggu termoregulasi? Bisa berasal
darimana saja?
 Apa itu demam patologis dan fisiologis?
1.2.2. Demam & Interpretasi
 Bagaimana cara menentukan suatu demam akut atau kronis? Apa
batasannya?
 Apa saja jenis-jenis demam? Range dan derajatnya? Apa penyebabnya?
 Berapa batas atas dan batas bawah termometer?
 Tiap kenaikan suhu 1°C, berapa kali peningkatan pulse rate?

4
1.2.3. Mikrobiologi & Entomologi
 Bagaimana siklus hidup Aedes aegypti dan nyamuk-nyamuk anthropod
borne lainnya?
 Bagaimana virologi dari virus dengue?
1.2.4. Clinical Case
 Apa saja indikasi rawat dan indikasi pulang pada pasien infeksi virus
dengue?
 Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis infeksi
virus dengue?
 Bagaimana guideline WHO untuk infeksi virus dengue?
 Jelaskan all about dengue virus infection!
 Apa hubungan hepatomegaly dengan dengue? Mengapa suhu sempat
turun?
 Bagaimana waktu pengulangan pemeriksaan platelet count dan hematokrit
pada pasien infeksi virus dengue?
 Berapa nilai hematokrit yang dianggap berbahaya? Klasifikasinya?
 Bagaimana terapi pada pasien? Sudah tepatkah?
 Bagaimana cara kerja obat-obat antipiretik?
 Apa saja tanda-tanda shock?
 Apa saja warning sign pada pasien infeksi virus dengue?
 Bagaimana cara pengambilan sampel darah pada pasien yang diharuskan
selama 4 jam sekali?
 Ada berapakah grade untuk DHF?
 Apa yang dimaksud dengan DSS?
 Bagaimana pencegahannya?
1.2.5. Patomekanisme, BHP, IIMC

5
BAB II
ISI

2.1.BASIC SCIENCE
2.1.1. Fisiologi Termoregulasi
2.1.1.1.Definisi Suhu Tubuh

Menurut Guyton, suhu tubuh normal pada manusia berada pada rentang 36-
37,5°C. Suhu tubuh merupakan hasil dari aktivitas metabolisme sel-sel tubuh, di
mana suhu tubuh sendiri dibedakan menjadi dua macam :
1. Suhu inti (core temperature)
Suhu jaringan dalam tubuh yaitu "inti" tubuh dipertahankan sangat
konstan, sekitar ±1°F (± 0,6°C) kecuali bila seseorang mengalami demam.
Bahkan, pada orang yang telanjang dapat terpajan pada suhu yang rendah
sampai 55°F atau suhu yang tinggi sampai 130°F dalam udara kering, dan
tetap dapat mempertahankan suhu inti yang hampir mendekati konstan.
2. Suhu kulit
Berbeda dengan suhu inti, dapat naik dan turun sesuai dengan suhu
lingkungan atau dengan kata lain suhu kulit dipengaruhi oleh suhu
lingkungan. Suhu kulit penting apabila kita merujuk pada kemampuan kulit
untuk melepaskan panas ke lingkungan.
Dalam satu hari, suhu tubuh tidaklah konstan. Suhu tubuh dapat meningkat
maupun menurun secara normal, yang disebut dengan irama sirkadian yang
ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.

6
Suhu tubuh pada manusia akan dipertahankan dalam rentang suhu normal
apabila terjadi peningkatan maupun penurunan suhu tubuh, melalui suatu
mekanisme yaitu “homeostasis suhu tubuh” yang akan tercapai apabila :

HOMEOSTASIS

HEAT
PRODUCTION HEAT LOSS

2.1.1.2.Heat Production
Pembentukan panas adalah produk utama metabolisme. Faktor-faktor yang
paling penting di sini: (1) kecepatan metabolisme basal semua sel tubuh; (2)
kecepatan metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk
kontraksi otot yang disebabkan oleh menggigil; (3) metabolisme tambahan yang
disebabkan oleh pengaruh tiroksin (dan sebagian kecil hormon lain, seperti
hormon pertumbuhan dan testosteron) terhadap sel; (4) metabolisme tambahan
yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan
simpatis terhadap sel; dan (5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh

7
meningkatnya aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri, terutama bila suhu di dalam
sel meningkat; (6) metabolisme tambahan yang diperlukan untuk pencernaan,
absorpsi, dan penyimpanan makanan (efek termogenik makanan).

2.1.1.3.Heat Loss
Sebagian besar pembentukan panas di dalam tubuh dihasilkan di organ
dalam, terutama di hati, otak, jantung, dan otot rangka selama bekerja. Kemudian
panas ini dihantarkan dari organ dan jaringan yang lebih dalam ke kulit, yang
kemudian dibuang ke udara dan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, kecepatan
pengeluaran panas hampir seluruhnya ditentukan oleh dua faktor: (1) seberapa
cepat panas yang dapat dikonduksi dari tempat asal panas dihasilkan, yakni dari
dalam inti tubuh ke kulit dan (2) seberapa cepat panas kemudian dapat
dihantarkan dari kulit ke lingkungan. Marilah kita mulai dengan mendiskusikan
sistem yang menyekat inti dari permukaan kulit.

2.1.1.4.Sistem Insulator Tubuh


Kulit, jaringan subkutan, dan terutama lemak di jaringan subkutan bekerja
secara bersama-sama sebagai insulator panas tubuh. Lemak penting karena
penyaluran panas disini hanya sepertiga bila dibandingkan jaringan lain. Bila tidak
ada darah yang mengalir dari organ dalam yang panas ke kulit, daya penyekat
yang dimiliki oleh tubuh laki-laki normal kira-kira sebanding dengan tiga
perempat daya penyekat pada pakaian biasa. Pada perempuan, daya penyekatan
ini bahkan lebih baik. Penyekatan di bawah kulit merupakan cara yang efektif
untuk mempertahankan suhu inti internal yang normal, meskipun penyekatan
tersebut memungkinkan suhu kulit mendekati suhu lingkungan.

2.1.1.5.Sistem Regulasi Suhu Tubuh


Aliran Darah ke Kulit dari Inti Tubuh Membantu Transfer Panas
Pembuluh darah tersebar dengan sangat luas di bawah kulit. Bagian yang
penting terutama adalah pleksus venosus yang disuplai oleh aliran darah dari
kapiler kulit, seperti diperlihatkan pada Gambar 73-2. Pada daerah tubuh yang
paling banyak terpajan tangan, kaki, dan telinga darah juga disu-plai langsung ke
pleksus dari arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang memiliki lapisan
otot yang tebal. Kecepatan aliran darah ke dalam pleksus venosus di kulit dapat

8
sangat berbeda diawali dari sedikit di atas nol sampai sebesar 30 persen dari total
curah jantung. Kecepatan aliran darah yang tinggi di kulit menyebabkan konduksi
panas yang disalurkan dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien, sedangkan
penurunan kecepatan aliran darah akan sedikit menurunkan konduksi panas dari
inti tubuh.

Pengaturan Konduksi Panas ke Kulit oleh Sistem Saraf Simpatis


Konduksi panas ke kulit oleh darah diatur oleh derajat vasokonstriksi
arteriol dan anastomosis arteriovenosa yang menyuplai darah ke pleksus venosus
kulit. Vasokonstriksi ini hampir seluruhnya dikontrol oleh sistem saraf simpatis
yang memberikan respons terhadap perubahan suhu inti tubuh dan perubahan
suhu lingkungan. Beberapa cara proses pertukaran panas dalam tubuh :

9
a. Radiasi
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 73-4, pada orang telanjang yang
sedang duduk pada suhu kamar yang normal, sekitar 60 persen pengeluaran panas
total adalah melalui radiasi. Pengeluaran panas melalui radiasi berarti
pengeluaran dalam bentuk gelombang panas inframerah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik. Sebagian besar gelombang panas inframerah yang memancar
dari tubuh memiliki panjang gelombang 5 sampai 20 µm sekitar 10 sampai 30
kali panjang gelombang cahaya. Semua benda yang tidak berada pada suhu nol
absolut memancarkan panas seperti gelombang tersebut. Tubuh manusia
menyebarkan gelombang panas ke segala penjuru. Gelombang panas juga
dipancarkan dari dinding ruangan dan benda-benda lain ke tubuh. Bila suhu
tubuh lebih tinggi dari suhu lingkungan, jumlah panas yang dipancarkan keluar
dari tubuh lebih besar daripada yang dipancarkan ke tubuh.

b. Konduksi
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 73-4, hanya sejumlah kecil panas,
yakni sekitar 3 persen, yang biasanya keluar dari tubuh melalui konduksi

10
langsung dari permukaan tubuh ke benda-benda padat, seperti kursi atau tempat
tidur. Sebaliknya, pengeluaran panas melalui konduksi ke udara mencerminkan
pengeluaran panas tubuh yang cukup besar (kira-kira 15 persen) walaupun dalam
keadaan normal. Diingatkan kembali bahwa panas sebenarnya adalah energi
kinetik dari pergerakan molekul, dan molekul-molekul yang menyusun kulit
terus-menerus mengalami gerakan vibrasi. Sebagian besar energi dari gerakan ini
dapat dipindahkan ke udara bila suhu udara lebih dingin dari kulit, sehingga
meningkatkan kecepatan gerakan molekul-molekul udara. Segera setelah suhu
udara yang bersentuhan dengan kulit menjadi sama dengan suhu kulit, tidak
terjadi lagi pengeluaran panas dari tubuh ke udara, karena sekarang jumlah panas
yang dikonduksikan dari udara ke tubuh berada dalam keadaan seimbang. Oleh
karena itu, konduksi panas dari tubuh ke udara mempunyai keterbatasan, kecuali
udara panas bergerak menjauhi kulit, sehingga udara baru, yang tidak panas
secara terus-menerus bersentuhan dengan kulit, fenomena ini disebut konveksi
udara.
c. Konveksi.
Perpindahan panas dari tubuh melalui aliran udara konveksi secara umum
disebut pengeluaran panas melalui konveksi. Sebenarnya, panas pertama-tama
harus dikonduksi ke udara dan kemudian dibawa melalui aliran udara konveksi.
Sejumlah kecil konveksi hampir selalu terjadi di sekitar tubuh akibat
kecenderungan udara di sekitar kulit untuk naik ketika menjadi panas. Oleh
karena itu, pada orang telanjang yang duduk di ruangan yang nyaman tanpa
gerakan udara yang besar, akan kehilangan sekitar 15 persen dari total panas yang
keluar melalui konduksi ke udara dan kemudian melalui konveksi udara yang
menjauhi tubuhnya.
d. Evaporasi
Evaporasi merupakan Mekanisme Pendinginan yang Dibutuhkan pada Suhu
Udara yang SangatTinggi. Selama suhu kulit lebih tinggi dari suhu lingkungan,
panas dapat keluar melalui radiasi dan konduksi. Tetapi ketika suhu lingkungan
menjadi lebih tinggi dari suhu kulit, bukan mengeluarkan panas, melainkan justru
tubuh memperoleh panas melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini
satu-satunya cara agar tubuh dapat melepaskan panas adalah dengan evaporasi.

11
Oleh sebab itu, setiap faktor yang mencegah evaporasi yang adekuat ketika
suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu kulit akan menyebabkan suhu tubuh
internal meningkat. Hal ini kadang terjadi pada manusia yang dilahirkan dengan
kelainan kelenjar keringat kongenital. Orang ini dapat tahan terhadap suhu dingin
seperti halnya orang normal, tetapi orang tersebut hampir mati akibat heatstroke di
daerah tropis, karena tanpa sistem pendinginan evaporatif, orang ini tidak dapat
mencegah peningkatan suhu tubuh ketika suhu udara lebih tinggi dari suhu tubuh.

Pusat Pengaturan Suhu Tubuh


- Deteksi Suhu oleh Reseptor di Kulit dan Jaringan Tubuh Bagian Dalam
Walaupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu di hipotalamus sangat
kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu di bagian lain tubuh mempunyai
peran tambahan dalam pengaturan suhu. Hal ini terjadi pada reseptor suhu di kulit
dan beberapa jaringan khusus di tubuh bagian dalam. Diingatkan kembali dari
pembicaraan mengenai reseptor sensorik di Bab 48 bahwa kulit dilengkapi
dengan reseptor dingin dan panas. Reseptor dingin terdapat jauh lebih banyak
daripada reseptor panas; tepatnya, terdapat 10 kali lebih banyak di seluruh kulit.
Oleh karena itu, deteksi suhu bagian perifer terutama menyangkut deteksi
suhu sejuk dan dingin daripada suhu panas. Apabila kulit di seluruh tubuh
kedinginan, terjadi pengaruh refleks yang segera dibangkitkan dan mulai
meningkatkan suhu tubuh melalui beberapa cara: (1) dengan memberikan
rangsang kuat sehingga menyebabkan menggigil, yang akhirnya meningkatkan

12
kecepatan pembentukan panas tubuh; (2) dengan menghambat proses berkeringat
bila hal ini sudah terjadi, dan (3) dengan meningkatkan vasokonstriksi kulit untuk
menghilangkan pemindahan panas tubuh dari kulit. Reseptor suhu tubuh bagian
dalam terutama ditemukan di medula spinalis, di organ dalam abdomen, dan di
dalam atau di sekitar vena-vena besar di abdomen bagian atas dan rongga dada.
Reseptor dalam ini berbeda fungsinya dengan reseptor kulit, karena reseptor
tersebut lebih banyak terpajan pada suhu inti tubuh daripada suhu permukaan
tubuh. Namun, seperti halnya reseptor suhu kulit, reseptor tersebut lebih banyak
mendeteksi dingin daripada panas. Kemungkinan bahwa baik reseptor kulit
maupun reseptor tubuh bagian dalam lebih berperan untuk mencegah hipotermia
yaitu, mencegah suhu tubuh yang rendah.
- Hipotalamus Posterior Menggabungkan Sinyal Sensorik Suhu Pusat dan
Perifer
Walaupun banyak sinyal sensorik suhu berasal dari reseptor perifer, sinyal ini
membantu pengaturan suhu tubuh terutama melalui hipotalamus. Area
hipotalamus yang dirangsang oleh sinyal sensorik terletak secara bilateral pada
hipotalamus posterior kira-kira setinggi korpus mamilaris. Sinyal sensorik suhu
dari area preoptik di hipotalamus anterior juga dihantarkan ke dalam area
hipotalamus posterior ini. Di sini sinyal dari area preoptik dan sinyal dari bagian
tubuh yang lain dikombinasikan dan digabung untuk mengatur reaksi
pembentukan panas atau reaksi penyimpanan panas di dalam tubuh.

- Mekanisme Efektor Neuron yang Menurunkan atau Meningkatkan Suhu


Tubuh
Bila pusat suhu hipotalamus mendeteksi bahwa suhu tubuh terlalu panas atau
terlalu dingin, hipotalamus akan memberikan prosedur penurunan atau
peningkatan suhu yang sesuai. Pembaca mungkin lebih banyak mengetahui hal
ini dari pengalaman pribadi, tetapi gambaran khususnya adalah sebagai berikut.

Mekanisme Penurunan-Suhu Bila Tubuh Terlalu Panas


Sistem pengatur suhu menggunakan tiga mekanisme penting untuk
menurunkan panas tubuh ketika suhu tubuh menjadi sangat tinggi, yaitu sebagai
berikut. 1. Vasodilatasi pembuluh darah kulit. Pada hampir semua area di dalam
tubuh, pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat. Hal ini disebabkan oleh

13
hambatan pusat simpatis di hipotalamus posterior yang menyebabkan
vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan pemindahan
panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat. 2. Berkeringat. Efek peningkatan suhu
tubuh yang menyebabkan berkeringat digambarkan oleh kurva abu-abu terang
pada Gambar 73-7, yang memperlihatkan peningkatan yang tajam pada kecepatan
pengeluaran panas melalui evaporasi, yang dihasilkan dari berkeringat ketika suhu
inti tubuh meningkat di atas nilai kritis 37°C (98,6°F). Peningkatan suhu tubuh
tambahan sebesar 1°C, menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak
untuk membuang 10 kali kecepatan pembentukan panas tubuh 3. Penurunan
pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas yang
berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat

Mekanisme Peningkatan-Suhu Saat Tubuh Terlalu Dingin


Ketika tubuh terlalu dingin, sistem pengaturan suhu mengadakan prosedur
yang tepat berlawanan. Yaitu sebagai berikut. 1. Vasokonstriksi kulit di seluruh
tubuh. Hal ini disebabkan oleh rangsangan dari pusat simpatis hipotalamus
posterior. 2. Piloereksi. Piloereksi berarti rambut "berdiri pada akarnya:"
Rangsang-simpatis menyebabkan otot arektor pili yang melekat ke folikel rambut
berkontraksi, yang menyebabkan ramUnit XIII Metabolisme dan Pengaturan Suhu
Bab 73 Pengaturan Suhu Tubuh dan Dernani 873 Unit X III -but berdiri tegak. Hal
ini tidak penting pada manusia, tetapi pada hewan yang lebih rendah, berdirinya
rambut memungkinkan hewan tersebut untuk membentuk lapisan tebal "isolator
udara" yang bersebelahan dengan kulit, sehingga pemindahan panas ke
lingkungan sangat ditekan. 3. Peningkatan termogenesis (pembentukan panas).
Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat dengan memicu

14
terjadinya menggigil, rangsang simpatis untuk pembentukan panas, dan sekresi
tiroksin. Mekanisme ketiga cara tersebut dalam meningkatkan panas,
membutuhkan penjelasan tambahan, sebagai berikut.

Rangsang Hipotalamus terhadap Menggigil.


Terletak pada bagian dorsomedial dari hipotalamus posterior dekat dinding
ventrikel ketiga adalah suatu area yang disebut pusat motorik primer untuk
menggigil. Area ini normalnya dihambat oleh sinyal dari pusat panas di area
preoptik-hipotalamus anterior tetapi dirangsang oleh sinyal dingin dari kulit dan
medula spinalis. Oleh karena itu, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan
"produksi panas" yang tiba-tiba (lihat kurva abu-abu pada Gambar 73-7), pusat ini
teraktivasi ketika suhu tubuh turun meskipun hanya beberapa derajat di bawah
nilai suhu kritis. Pusat ini kemudian meneruskan sinyal yang menyebabkan
menggigil melalui traktus bilateral turun ke batang otak, kemudian ke dalam
kolumna lateralis medula spinalis, dan akhirnya ke neuron-neuron motorik
anterior. Sinyal ini tidak teratur, dan tidak menyebabkan gerakan otot yang
sebenarnya. Sebaliknya, sinyal tersebut meningkatkan tonus otot rangka di seluruh
tubuh dengan meningkatkan aktivitas neuron-neuron motorik anterior. Ketika
tonus meningkat di atas nilai kritis tertentu, proses menggigil dimulai.
Kemungkinan hal tersebut dihasilkan dari osilasi umpan balik mekanisme refleks
regangan gelondong otot, yang telah dibicarakan di Bab 54. Selama proses
menggigil maksimum, pembentukan panas tubuh dapat meningkat hingga sebesar
empat sampai lima kali lipat dari normal.

Eksitasi Simpati Kimiawi pada Pembentukan Panas


Peningkatan perangsangan simpatis maupun norepinefrin dan epinefrin dalam
darah dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme seluler dengan
cepat. Efek ini disebut termogenesis kimia atau termogenesis tanpa menggigil.
Hal tersebut sebagian dihasilkan dari kemampuan norepinefrin dan epinefrin
untuk memisahkan fosforilasi oksidatif, yang berarti bahwa kelebihan makanan
akan dioksidasi dan dengan cara tersebut akan melepaskan energi dalam bentuk
panas tanpa menyebabkan pembentukan ATP. Derajat termogenesis kimia yang
terjadi pada hewan hampir selalu sebanding dengan jumlah lemak cokelat dalam
jaringan hewan. Lemak ini merupakan jenis lemak yang banyak mengandung

15
mitokondria khusus tempat terjadinya pemisahan oksidasi. Lemak cokelat sangat
kaya akan saraf-saraf simpatis yang melepaskan norepinefrin, yang merangsang
ekspresi jaringan mitochondrial uncoupling protein (disebut juga termogenin) dan
meningkatkan termogenesis. Proses penyesuaian diri terhadap iklim sangat
memengaruhi intensitas termogenesis kimia; beberapa hewan, seperti tikus, yang
telah terpajan pada yang dingin selama beberapa minggu, memperlihatkan
peningkatan pembentukan panas sebesar 100 sampai 500 persen bila terpajan
secara tiba-tiba pada dingin, sebaliknya, pada hewan yang tidak dapat
menyesuaikan diri dengan iklim, memberikan respons dengan meningkatkan
pembentukan panas kira-kira sebesar sepertiganya. Peningkatan termogenesis ini
secara bersamaan juga meningkatkan asupan makanan. Pada manusia dewasa,
yang hampir tidak memiliki lemak cokelat, jarang sekali termogenesis kimia
meningkatkan kecepatan pembentukan panas lebih dari 10 sampai 15 persen.
Akan tetapi, pada bayi, yang memang memiliki sejumlah kecil lemak cokelat pada
ruang interskapula, termogenesis kimia dapat meningkatkan kecepatan
pembentukan panas sebesar 100 persen, yang kemungkinan merupakan faktor
penting dalam mempertahankan suhu tubuh yang normal pada neonatus.

Peningkatan Keluaran Tiroksin sebagai Penyebab Peningkatan


Pembentukan Panas Jangka Panjang.
Pendinginan di area preoptik-hipotalamus anterior juga meningkatkan
pembentukan hormon neurosekretorik thyrotropin-releasing hormone (hormon
pelepas tirotropin) oleh hipotalamus. Hormon ini diangkut melalui vena porta
hipotalamus ke kelenjar hipofisis anterior, tempat hormon merangsang sekresi
thyroidstimulating hormone (hormon perangsang tiroid). Selanjutnya thyroid-
stimulating hormone merangsang peningkatan keluaran tiroksin oleh kelenjar
tiroid. Peningkatan tiroksin akan menggiatkan uncoupling protein dan
meningkatkan kecepatan metabolisme seluler di seluruh tubuh, yang merupakan
mekanisme lain termogenesis kimia. Peningkatan metabolisme ini tidak terjadi
segera tetapi membutuhkan waktu beberapa minggu pajanan terhadap dingin
untuk membuat kelenjar tiroid menjadi hipertrofi dan mencapai tingkat sekresi
tiroksin yang baru. Hewan yang terpajan pada udara dingin yang ekstrem selama
beberapa minggu dapat menyebabkan ukuran kelenjar tiroidnya membesar 20

16
sampai 40 persen. Akan tetapi, manusia jarang membiarkan dirinya terpajan pada
udara dingin pada derajat yang sama seperti yang terjadi pada hewan. Oleh karena
itu, kita masih tidak mengetahui secara kuantitatif, seberapa penting mekanisme
adaptasi tiroid terhadap dingin pada manusia. Pengukuran yang terpisah telah
memperlihatkan bahwa anggota militer yang ditugaskan di kutub selama beberapa
bulan mengalami peningkatan kecepatan metabolisme; beberapa orang lnuit
(Eskimo) juga memiliki kelainan kecepatan metabolisme basal yang tinggi. Lebih
lanjut, efek rangsangan udara dingin yang terus-menerus pada kelenjar tiroid
mungkin dapat menjelaskan insiden goiter tiroid toksik yang jauh lebih tinggi
pada orang yang tinggal di iklim yang lebih dingin daripada orang yang tinggal di
iklim yang lebih panas.

Konsep "Set-Point"untuk Pengaturan Suhu


Sangat jelas bahwa pada suhu inti tubuh yang kritis, sekitar 37,1°C (98,8°F),
akan menyebabkan perubahan drastis kecepatan pengeluaran panas dan
pembentukan panas. Pada suhu di atas nilai ini, kecepatan pengeluaran panas lebih
besar dari kecepatan pembentukan panas, sehingga suhu tubuh turun dan
mendekati nilai 37,1°C. Pada suhu di bawah nilai ini, kecepatan pembentukan
panas lebih besar dari kecepatan pengeluaran panas, sehingga suhu kini meningkat
dan sekali lagi mendekati nilai 37,1°C. Nilai suhu kritis ini disebut "set-point"
pada mekanisme pengaturan suhu. Yaitu, semua mekanisme pengaturan suhu
secara terus-menerus berupaya untuk mengembalikan suhu tubuh kembali ke nilai
set-point.

2.1.2. Demam
2.1.2.1.Definisi
Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh di atas batas normal, dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang
memengaruhi pusat pengaturan-suhu. Regulasi respon demam tergantung pada
pyrogenic dan cryogenic
a. Pyrogen
Diklasifikasikan menjadi eksogen dan endogen.
 Eksogen: Diproduksi di luar host, produk mikroorganisme seperti toxin.

17
 Endogen: Diproduksi di dalam tubuh yang akan di produksi oleh sel-sel
imun. Sitokin pirogenik (IL-6, IL-1, INF, TNF)
b. Cryogenic
Termasuk sitokin, hormone, neuroendokrin, sitokrom p-450 yang akan
membuat efek anti piretik dengan menghambat sintesis sitokin pirogenik dan
memblokade reseptor sitokin.

2.1.2.2.Etiologi

Infeksi Non-Infeksi Lainnya

a. Virus a. Malignansi a. Heat stroke


b. Bakteri b. Trauma b. Drug fever
c. Parasit c. Autoimun c. Demam yang tidak diketahui
d. Jamur d. Metabolik hormonal penyebabnya persistent fever
(lebih 3 minggu)

2.1.2.3.Klasifikasi dan Tipe

Klasifikasi berdasarkan durasi :


a. Akut: durasi < 7 hari, contoh : malaria, terkait virus ISPA.
b. Sub-Akut: tidak lebih dari 2 minggu, contoh : typhoid fever, abses
intrabdominal.
c. Kronis/ persisten: durasi > 14 hari, contoh : TBC, HIV, dan kanker

Klasifikasi berdasarkan ketinggian suhu tubuh :

18
Tipe demam :
a. Continous/Sustained
Demam yang tidak berfluktuasi lebih dari sekitar 1oC selama 24 jam tetapi
tidak menyentuh normal. Contoh : lobar dan gram negative pneumonia,
typhoid fever, acute bacterial meningitis, dan UTI

b. Intermittent Fever
Demam yang muncul beberapa jam di siang hari. Contoh : malaria, pyogenic
infections, TB, leptospira, borrelia.
c. Remittent Fever
Demam dengan fluktuasi harian >2oC tetapi tidak menyentuh normal. Contoh
: malignant hipertemia, rickettsiae, brucellosis.

d. Biphasic Fever
Dengan beberapa hari demam da nada gap menurun suhunya sekitar satu
hari lalu hari selanjutnya meningkat kembali. Contoh : dengue, yellow
fever, dan infeksi virus.

19
2.1.3. Interpretasi
Termometer

Batas bawah : 35°C


Batas atas : 42°C

2.1.4. Mikrobiologi
2.1.4.1.Arthropod Borne Virus
Arthropod borne virus merupakan virus yang ditrasnmisikan kepada
manusia melalui serangga penghisap darah yang terinfeks yaitu nyamuk, lalat,
ticks, dan sebagainya. Family virus yang termasuk ke dalam tipe ini adalah
togavirus, flavivirus, bunyavirus, dan reovirus.

2.1.4.2.Flavivirus

Taksonomi :
 Family : Flaviviridae
 Genus : Flavivirus
Karakteristik :
 Genom RNA
 Bentuk kapsid icosahedral

20
 Envelop virus
 Diameternya sekitar 40-50 nm
 Genomnya di kelilingi oleh Capsid, membrane lipid bilayer, dan terdapat
envelop

Siklus hidup :
Virus-virus ini mempertahankan diri agar tetap hidup melalui 3 cara berikut:
1. Memperpanjang viremia yang terjadi pada reservoir seperti vertebrata,
mamalia kecil, burung, ular, dan kuda yang kemudian akan di hisap darahnya
oleh arthropod yang baru matur.
2. Hibernasi yang dilakukan oleh arthropod matur yang sudah terinfeksi
sehingga virus dapat hidup dari satu musim ke musim lainnya.
3. Transovarial, arthropod betina yang terinfeksi akan mentransmisikan virusnya
pada telurnya.

Terdapat tiga siklus spesifik:


1. Urban
Manusia-nyamuk-manusia-nyamuk

21
2. Sylavasic
Melibatkan reservoir selain manusia contohnya seperti monyet, kuda, burung,
ular.
3. Arthropod sustained
Transmisi melalui transovarial, yang paling banyak melakukan siklus ini
adalah pada ticks.

2.1.4.3.Virus Dengue
Taksonomi :
 Genus : Flavivirus
 Family : Flaviviridae
Karakteristik :
 Ukuran 50 nm diameternya.
 Genom single strain RNA.
 Terdapar nukleokapsid dengan kubik asimetris dalam protein berenvelope.
 Genomnya 11 644 nukleokapsid.
 Terdapat 3 protein structural .
1. Nukleokapsid atau core protein
2. Membrane-assosiated protein
3. Enveloped protein
 Terdapat 7 Nonstruktural protein yaitu NS1, NS2, NS3, NS4, NS5, NS6, dan
NS7.
 Terdapat 4 stereotype
1. DENV-1
2. DENV-2
3. DENV-3
4. DENV-4

Replikasi :
Virus dapat memasuki sel target via reseptor-mediated endositosis atau
melalui berikatannya dengan reseptor FC makrofag, monosit, atau antibody sel
lainnya. Virus dengue memiliki genome RNA positif sense yang akan produksi
genom length m-RNA pada saat transkripsi. Genom length ini akan menghasilkan

22
precursor polyprotein ketika proses translasi, yang nantinya akan mengalami
pembelahan melalui penyatuan imun kompleks antigen-antibodi untuk
membentuk structural dan non struktyral proetein virus. Maka akan terbentuklah
protease, RNA-dependent-polymerase, kapsid, dan envelop. Envelop akan
mengalami budding ke dalam vesikel intrasel lalu terjadilah maturasi glikoprotein.
Virion akan mengalami fusi dengan membrane plasma lalu release untuk
menginfeksi sel lain.

2.1.5. Entomologi
2.1.5.1.Nyamuk Aedes aegypti
Taksonomi :
 Kingdom : Animalia
 Pyhlum : Arhtropoda
 Class : Insecta
 Ordo : Diptera
 Family : Culicidae
 Genus : Aedes
 Species : Aedes aegypti

Karakteristik :
 Ditemukan di daerah tropis dan subtropis.

23
 Vektor primer di dengue fever, chikungunha dan yellow fever.
 Kecil, bewarna hitam dengan bintik putih di kaki.

 Tinggal di daerah tropis dan subtropis di Asia Tenggara.

Siklus hidup :
Pada siang hari aktif, aktif 2 jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum
matahari tenggelam.

24
2.2.CLINICAL SCIENCE
2.2.1. Dengue Viral Infection
Definisi
Dengue viral infection adalah mosquito borne disease.
Klasifikasi

2.2.2. Dengue Fever


Definisi Dengue fever adalah infeksi yang disebabkan oleh dengue virus
dari famili flaviviridae
Epidemiologi 1. Endemis pada zona tropisdan subtropis
2. Di area endemis dengue, sering terjadi pada anak-anak usia
2-15 tahun.
3. Severe dengue biasanya berhubungan dengan secondary
dengue infection
Etiologi Dengue virus ditransmisikan oleh nyamuk Aedes.
Serotype:
1. DENV 1
2. DENV 2
3. DENV 3
4. DENV 4
Faktor Risiko 1. Bayi
2. Obesitas

25
3. Wanita hamil
4. Peptic ulcer disease
5. Wanita yang mengalami menstruasi
6. Haemolytic disease (Thalasemia)
7. Congenital heart disease
8. Chronic disease (DM, Hypertension, asthma, chronic renal
failure, liver cirrhosis)
9. Pasien mendapat terapi steroid/NSAID
Manifestasi Setelah masa inkubasi 4-6 hari (kisaran 3-14 hari) berbagai
Klinis gejala akan timbul diantaranya
1. Demam kenaikan suhu yang tajam 39˚C-40˚C, Biphasic dan
pada umumnya demambertahan selama 5-7 hari
2. Rash 2-3 hari (maculopapular) dan petechiae
3. Haemorrhagic manifestation
- (+) Tourniquet test/or petechiae
- Epistaksis
- Hypermenorrhea
- GI bleeding
- Trombositopenia
4. Headache (retro-orbital)
Diagnosis

26
Differential
Diagnosis

Komplikasi 1. Peptic ulcer


2. Severe thrombocytopenia
3. Trauma
Manajemen

27
2.2.3. Dengue Hemorrhagic Fever
Definisi Infeksi dengue yang disebabkan oleh virus dengue dan
bermanifestasi sebagai demam, perdarahan dan kebocoran
plasma.
Epidemiologi Angka kematian DHF yang dirawat di 6 rumah sakit pendidikan,
tahun 2008-2018 terdapat 5.844 jumlah kasus dan jumlah yang
meninggal adalah 21)
Sedangkan di Indonesia pada tahun:
 2008 : Jumlah kasus 137.469, Jumlah meninggal: 0,86%
 2009 : Jumlah kasus 154.855, Jumlah meninggal: 0,89%
 2010 : Jumlah kasus 156.086, Jumlah meninggal: 0,87%
 2011 : Jumlah kaus 65.725, Jumlah meninggal : 0,80%

Etiologi Disebabkan oleh virus dengue


Faktor  Perubahan demografi & sosial : Urbanisasi yang tidak
Risiko terkontrol dan tidak terencana, sehingga menyebabkan
masalah seperti pasokan air dan pembuangan limbah padat

28
sehingga meningkatkan potensi pembiakan spesies vektor
 Water supply : Distribusi air menjadi tidak adekuat
 Solid Waste Management : Pengumpulan dan pengelolaan
samapah yang tidak terkendali
 Mosquito control infrastructure : Kurangnya infrastruktur
pengendalian nyamuk
 Terdapat Pasien yang memiliki resiko tinggi :
1. Infant dan elderly
2. Obesity
3. Pregnant
4. Peptic ulcer disease
5. CHD
6. Chronic disease
Klasifikasi

29
Manifestasi
Klinis

1. Fase Demam
 High Grade Fever Suddenly
 Facial Flushing
 Skin Erythema
 Myalgia
 Athralgia
 Headache
 Ptechiae
 Mucosal Membrane Bleeding
 Retroorbital Pain
2. Fase Kritis
 Demam menurun
 Terjadi kebocoran plasma sehingga pasien mengalami

30
syok hipovolemi
 Harus diawasi adanya “warning sign” yang umumnya
terjadi pada hari ke -3-7.
3. Fase Penyembuhan/Repair
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung
sekitar 24-48 jam terjadi reabsorpsi cairan dari ruang
ekstravaskular ke dalam ruang intravascular yang
berlangsung secara bertahap pada 48072 jam berikutnya.
Diagnosis

Manajemen a. Pengganti cairan


Cairan kristaloid, volume yang diberikan disesuaikan dengan
berat badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium.
Pemberian cairan dihentikan bila keadaan umum stabil dan
telah melewati fase kritis.

b. Pemantauan
 Vital sign setiap 2-4 jam

31
 Perfusi perifer
 CBC
 Volume urin, diupayakan ≥1,0 mL/kgBB/jam
 CXR untuk menilai adanya efusi pleura
Komplikasi 1. DSS
2. DIC
3. Multiple Organ Failure
Prognosis Prognosis jika tanpa komplikasi umumnya dubia ad bonam,
karena hal ini tergantung dari derajat beratnya penyakit.

Patogenesis
Transmisi dengue virus

Nyamuk menggigit host

Nyamuk mengeluarkan saliva ke dalam tubuh host

Virus meninfeksi sistem imun yang ada dikulit (sel dendritik)


migrasi ke lymph node

Aktivasi seluler dan humoral immune response


replikasi virus

Menyebar ke sirkulasi darah


viremia

Mengganggu permeabilitasi kapiler

Plasma leakage

DHF

32
Patofisiologi

33
2.3.PATOMEKANISME

2.4.BHP DAN IIMC


2.4.1. BHP
a. Terapi hingga tuntas dan istirahat yang cukup
b. Konseling dan edukasi penyakit juga treatment
c. Control sumber dari nyamuk
 Dilakukan foging
 Dilakukan 3M (+)
 Menguras
 Menutup
 Mengubur dan memelihara barang bekas

34
 Memelihara ikan predator
 Menabur larvasida
d. Menjaga kebersihan lingkungan
e. Mengurangi tempat gelap dan lembab
f. Follow-up dan monitoring treatment
g. Melakukan pelaporan kejadian pada puskesmas

2.4.2. IIMC
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah: “Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu
Jarir, ayat ini mencakup seluruh perkara itu bersamaan dengan kesucian hati.”
Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim di dalam ayat ini.

“Abu Malik Al Asy‘ary radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu


‘alaihi wasallam bersabda: “Bersuci adalah setengah dari keimanan” HR.
Muslim
Ibnu Al Atsir rahimahullah berkata,

“Karena keimanan membersihkan kotorannya batin dan bersuci dengan air


membersihkan kotoran lahir.” (Lihat kitab An Nihayah Fi Gharib Al Hadits).

“Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersihkanlah jasad-jasad ini
semoga Allah membersihkan kalian, karena sesungguhnya tidaklah seorang
hamba bermalam suatau malam dalam keadaan suci melainkan seorang malaikat
akan bermalam bersamanya di dalam selimutnya, tidaklah dia bergerak pada
suatu waktu dari malam melainkan malaikat itu berdoa: “Wahai Allah,
ampunilah untuk hamba-Mu sesungguhnya dia tidur malam dalam keadaan suci.”
(HR. Ath Thabrani dan dihasankan oleh Al Albani di dalam kitab shahih Al Jami’,
no. 3936).

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Hall, J. E. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13th


edition. St.Louis: Elsevier.
2. Sherwood, L. 2016. Human Physiology: From Cells to Systems, 9th edition.
Canada: Cengage Learning.
3. Widmaier, Eric P. 2014. Vander’s Human Physiology : The Mechanisms of
Body Function, 13th edition. New York : The McGraw-Hill Companies.
4. World Health Organization (WHO). Compherensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. India:
WHO Library Cataloguing-in-Publication data; 2011.
5. Ogoina D. Fever , fever patterns and diseases called ‘ fever ’ — A review. J
Infect Public Health [Internet]. 2011;4(3):108–24. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jiph.2011.05.002
6. Carroll KC. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology. 27th editi.
New York: McGraw-Hill Education; 2016.
7. Ryan KJ. Sherris Medical Microbiology. 7th editio. New York: McGraw-Hill
Education; 2018.
8. CDC. Mosquito life cycle : Aedes aegypti. Natl Cent Emerg Zoonotic Infect
Dis.
9. Saunders E, editor. Manson’s Tropical Diseases. 23rd editi. China; 2014.
10. Wilder-smith A, Ooi E, Horstick O, Wills B. Dengue Buletin. 2019;393.

36

Anda mungkin juga menyukai