Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FARMAKOTERAPI HEMATOLOGI

DEMAM BERDARAH

Dosen Pengampu : dr. Ary Nahdiyani Amalia

Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Anun Arfani (19/FAM/170)
2. Fransiska Dwi Astari (19/FAM/171)
3. Marcello Ferrel Firmansyah (19/FAM/172)
4. Anggi Saputri (19/FAM/173)
5. Mei Nurti Haryani (19/FAM/174)
6. Dwi Adelia Saputri (19/FAM/175)
7. Imron Rosadi (19/FAM/176)
8. Nuzul Putmaeni (19/FAM/177)
9. Dicky Hermawan Syafrudin (19/FAM/178)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES IBNU SINA AJIBARANG
2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan Praktikum.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Definisi Penyakit....................................................................................3
B. Klasifikasi Penyakit................................................................................3
C. Kasus.......................................................................................................3
D. Etiologi....................................................................................................9
E. Manifestasi Klinis...................................................................................9
F. Patofisiologi...........................................................................................10
G. Penatalaksanaan..................................................................................12
H. Diagnosis...............................................................................................15
I. Pencegahan.............................................................................................16
J. Pengobatan............................................................................................17
K. KIE........................................................................................................17
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
A. Kesimpulan...........................................................................................19
B. Saran......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan utama di 100
negara-negara tropis dan subtropis di Asia Tenggara, Pasifik Barat, Amerika
Tengah, dan Amerika Selatan. Kira-kira 50 juta kasus baru terjadi di seluruh
dunia setiap tahunnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan
penyebaran kasus dengue ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya kontrol
terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan peningkatan sarana
transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat.
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam
dua dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia di daerah tropis dan sub
tropis beresiko terkena DHF.
Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik di Indonesia sejak tiga
dekade terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan sampai terjadi
wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia4. Sampai saat ini 200 kota telah
melaporkan kejadian luar biasa. Insiden rate meningkat dari 0,005 per 100.000
penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar 6-27 per 100.000 penduduk pada
tahun terakhir ini. Jumlah kasus Dengue Hemorragic Fever ( DHF ) di
Indonesia sejak Januari s/d Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 29,7 per 100.000
penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1 %).
DHF dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DHF
berdasarkan umur di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi
pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun.DHF masih sulit diberantas
karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan penatalaksanaannya hanya
bersifat suportif. Keberhasilan penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan
mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada poin latar belakang tersebut, maka dalam
makalah ini penulis merumuskan beberapa masalah terkait dengan apa itu DHF
dan bagaimana penatalaksanaan kasus DHF tersebut.

C. Tujuan
Tujuan dilakukannya penulisan makalah ini yaitu agar pembaca dapat
mengetahui dan memahami apa itu infeksi DHF beserta penatalaksanaan dari
kasus tersebut.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue dengan genusnya adalah favivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe
yang di kenal dengan DEN- 1, DEN- 2, DEN- 3, dan DEN- 4, yang di tularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem
pembekuan darah, sehinggamengakibatkan perdarahan – perdarahan.
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari
disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan
laboratorium menunjukkan trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal.

B. Klasifikasi Penyakit
WHO dalam buku Nurarif (2013) membagi DBD/DHF menjadi 4 derajat, yaitu
sebagai berikut:
1. Derajat I. Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan(ujitourniquiet positif).
2. Derajat II. Seperti derajat I disertai perdaarahan spontan di kulit dan
perdarhan lain.
3. Derajat III. Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dgn adanya nadi cepat dn
lmah, tekanan darah meurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotnsi disrtai
kulit yang dingin dan lembab, gelisah
4. Derajat IV. Rnjatan berat dengan nadi tak terba dan tekanan darah yang tidak
dapat diukur

C. Kasus :
1. Identitas Pasien
Nama : EYA
Umur : 36 Tahun

3
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Bali
Agama : Hindu
Status Perkawinan : Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Tidak Memiliki Pekerjaan
Alamat : Jalan Tukad Petanu No 12 Sidakarya
Tanggal MRS : 24 Agustus 2015
Tanggal Pelaksanaan PBL : 29 Agustus 2015
2. Keluhan Utama
Panas badan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien ditemui di rumahnya dalam keadaan baik dan sehat tetapi
pasien mengatakan masih dalam keadaan lemas dan nafsu makan pasien
belum kembali seperti semula. Pasien pulang dari RSUP Sanglah pada
tanggal 27 Agustus 2015. Pasien dirawat di Rumah Sakit pada 24 Agustus
2015 dengan keluhan panas badan. Keluhan panas badan dikatakan oleh
pasien pertama kali dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan panas badan tersebut dirasakan muncul mendadak tinggi dan
dirasakan terus menerus oleh pasien. Pasien mengatakan keluhan panas badan
sempat hilang setelah pasien minum obat penurun panas sejak 2 hari SMRS
namun kemudian timbul kembali beberapa jam setelah pasien minum obat.
Pasien juga mengeluh nyeri sendi yang dirasakan di seluruh tubuh.
Keluhan ini muncul bersamaan dengan panas badan. Nyeri sendi dirasakan
seperti tertusuk-tusuk dan ngilu. Nyeri dirasakan memberat saat panas badan
dirasakan meningkat dan membaik jika panas badan dirasakan menurun.
Pasien juga mengeluh mual yang dirasakan sejak dua hari SMRS. Mual
dirasakan sepanjang hari, tidak berkurang meskipun pasien istirahat, dan
menyebabkan nafsu makan pasien berkurang. Riwayat nyeri kepala, mimisan,
gusi berdarah, nyeri perut, muntah, menstruasi dan berak kehitaman disangkal
oleh pasien.
 Riwayat Pengobatan
Sebelumnya saat 3 hari SMRS pasien sempat berobat di seorang bidan
dekat rumahnya. Pada saat itu pasien diberikan obat penurun panas berupa

4
parasetamol 3 x 500 gram. Obat tersebut diminum 3 kali dalam sehari,
dikatakan setelah meminum obat tersebut panas badan pasien menurun
namun dalam beberapa jam timbul kembali setelah efek obat tersebut
hilang.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan panas badan yang
sama. Riwayat penyakit demam berdarah disangkal oleh pasien.
 Riwayat Keluarga
Sebelumnya keluarga pasien tidak ada yang mengalami demam dengan
gejala sama yang dikatakan oleh pasien.

 Riwayat Sosial
Pasien tidak bekerja, Pasien hanya membantu kegiatan yang ada di
lingkungan keluarganya seperti mencuci, mengurus keponakan dan
membersihkan lingkungan rumahnya. Pasien merupakan anak kedua dari 3
orang bersaudara. Kakaknya yang pertama sudah menikah dan mempunyai
keluarga. Adik perempuan pasien masih belum Menikah. Pasien tinggal
dengan suami dan dua orang anaknya. Kehidupan keluarga pasien
bergantung pada pekerjaan suaminya yang bekerja sebagai buruh
bangunan bersama kakaknya. Di sekitar lingkungannya juga, dijelaskan
oleh pasien ada yang mengalami keluhan demam tinggi dan dikatakan
mengidap penyakit demam berdarah.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) GCS : E4V5M6
4) Tekanan darah : 120/80 mmHg
5) Nadi : 80 x/menit
6) Respirasi : 20 x/menit
7) Temperatur : 36,8ºC
8) BB / TB : 59 kg / 152 cm
9) BMI : 25,53 kg/m2

5
10) Status Gizi : Overweight
b. Status General
1) Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-)
2) THT : pendarahan gusi (-), epistaksis (-)
3) Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)
4) Thoraks : simetris
5) Cor: Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
6) Palpasi : iktus kordis tidak teraba
7) Perkusi : batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung parasternal line
dekstra, batas kiri jantung midclavicular line sinistra ICS V
8) Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
9) Pulmo: Inspeksi : Simetris statis & dinamis, retraksi (-)
10) Palpasi : Vokal fremitus N|N, N|N, N|N
11) Perkusi : sonor | sonor
12) Auskultasi : vesikuler +|+, ronkhi -|-, wheezing -|-
c. Abdomen
1) Inspeksi : Distensi (-),
2) Auskultasi : Bising usus (+) normal
3) Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
4) Ballottement (-)
5) Perkusi : Timpani, Troube Space : timpani
6) Ekstremitas : Hangat +|+ edema -|-
5. Diagnosis
Demam Berdarah Dengue (Hari ke-7)
6. Planning
a. Terapi
1) Bed Rest
2) IVFD RL 10 tetes per menit
3) Diet TKTP, 2100 kalori per hari, protein 44 gr/hari
4) Paracetamol 3x500mg P.O. (k/p)
5) Minum semampunya
b. Diagnostik
-

6
c. Monitoring:
1) Keluhan
2) Tanda vital : Kesadaran, Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi
3) DL Serial @24 jam
7. Prognosis
Dubius ad bonam
8. Problem List
a. Pengetahuan pasien mengenai penyakit demam berdarah, baik itu gejala,
factor resiko serta hal yang harus diwaspadai apabila terserang penyakit
demam berdarah.
b. Pasien dengan IMT 25,53 kg/m2 sehingga tergolong obese
c. Lingkungan rumah pasien yang merupakan kawasan padat penduduk dan
Sanitasi lingkungan yang kurang baik dari pasien dapat dilihat dari
beberapa tempat penampungan air yang berpotensi menjadi tempat
perkembangbiakan vector
9. Analisis Kebutuhan Pasien
Kebutuhan fisik biomedis:
a. Kecukupan gizi
Asupan makanan sehari-hari pasien dapat dikatakan cukup. Pasien
mengatakan bahwa harinya pasien dapat makan 3 kali dalam sehari tapi
lauk yang dapat dikonsumsi hanya sayur dan tahu tempe hanya terkadang
pasien dapat mengkonsumsi ikan ataupun daging ayam. Hal ini suami
yang berprofesi sebagai buruh bangunan memperoleh hasil yang pas-
pasan. Semenjak demam, nafsu makan pasien juga berkurang sehingga
pasien dalam satu hari cuma satu kali makan dan mengakibatkan kondisi
lemah dari tubuh pasien. Saat dilakukan kunjungan, kondisi pasien sudah
sehat dan nafsu makan pasien sudah kembali normal
b. Akses pelayanan kesehatan
Pasien saat ini tinggal di Jalan Tukad Petanu No. 12 Sidakarya. Daerah
rumah pasien termasuk cukup strategis untuk memperoleh pelayanan
kesehatan dimana jarak rumah pasien cukup dekat ke RSUP Sanglah, ke
puskesmas dan juga di dekat rumah pasien ada bidan yang biasa didatangi
oleh pasien jika ingin berobat. Namun pasien lebih sering ke bidan dan

7
jarang ke puskesmas ataupun rumah sakit. Lokasi yang cukup strategis ini
dalam akses pelayanan kesehatan sebenarnya sudah cukup baik bagi
kehidupan pasien hanya saja dana tetap menjadi hambatan dalam pasien
untuk pengelolaan berobat bagi pasien.
c. Lingkungan (tempat tinggal)
Pasien tinggal di sebuah Rumah dengan lingkungan yang cukup padat. Hal
ini tampak pada jalan masuk kearah rumah pasien yang kecil dengan
dalam satu gang buntu ini berisikan 3 rumah yang hanya berbatasan
tembok. Dalam rumah pasien terdapat 3 Ruang tidur, 1 Dapur, 1 kamar
mandi, serta Bale bengong yang digunakan berkumpul. Dalam rumah
pasien banyak terdapat sampah plastik ataupun kaleng yang tergelatak
dalam pot tanaman pasien. Di rumah pasien juga berisikan banyak pot
tanaman yang bisa menjadi sumber genangan untuk tempat berkembang
biak vektor nyamuk. Banyak juga terdapat rumah burung yang tergantung
dan jarang dibersihkan. Pasien tinggal dalam satu kamar yang sering
digunakan tidur bersama anaknya. Dalam kamar tersebut dibelakang pintu
terdapat gantungan baju yang tampak banyak tergantung disana dengan
suasana cukup lembab berisikan satu kipas angin. Selain itu di depan
rumah pasien terdapat got dengan genangan air yang cukup kotor dan tidak
mengalir dengan lancar.
Analisis biopsikososial :
a. Lingkungan biologis Berat badan pasien 59 kg dan tinggi badan pasien
152 cm sehingga berat badan ideal pasien adalah BBI=90% (TB-100) =
46,8 kg. Kebutuhan kalori pasien per harinya didapatkan 2100 kalori.
Menurut pengakuan pasien, dalam sehari pasien makan tidak tentu, kadang
2 kali dalam sehari, kadang 3 kali, bahkan kadang 1 kali sehari. Komposisi
makanan pasien lebih sering berupa nasi dengan lauk tahu/tempe, pasien
jarang makan daging dan sayuran.
b. Faktor Psikososialekonomi. Hubungan pasien dengan suami beserta
anaknya terlihat baik-baik saja dan cukup harmonis. Hal ini dapat dilihat
dari saat kami berkunjung disambut baik oleh seluruh keluarga. Hubungan
pasien dengan lingkungan sekitar tempat tinggal dan lingkungan kerja juga
dikatakan baik, pasien merupakan orang yang mudah bergaul dan memiliki
banyak teman. Keluarga pasien termasuk golongan ekonomi menengah ke

8
bawah dimana pasien tidak memiliki penghasilan, sehari-hari kebutuhan
pasien ditanggung suami dan kakak laki-laki.

D. Etiologi
DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan
RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul
lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae,
genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter
45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil,
sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada
suhu 70oC4,7. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN
3, DEN 4.
Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu
sendiri, terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor
perantara. Virus dengue dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih
rendah. Penelitian di Afrika menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus
ini. Transmisi vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di
Bangladesh dan Thailand. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes
aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina. Ciri-ciri nyamuk
penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti) :
1. Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
2. Hidup di dalam dan di sekitar rumah
3. Menggigit/menghisap darah pada siang hari
4. Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
5. Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah
bukan di got/comberan
6. Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung,
dan lain-lain
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes
aegypti, maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya.
Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar
virus akan berada dalam kelenjar air liur nyamuk. Jika nyamuk tersebut
menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk (proboscis) menemukan kapiler

9
darah, sebelum darah orang itu diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air
liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku. Bersama dengan air liur
inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.

E. Manifestasi Klinis
1. Gejala dari demam berdarah dengue:
i. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari dan biasanya bifasik.
ii. Ada minimal satu manifestasi perdarahan seperti (Bintik merah/ petekie,
perdarahan gusi, perdarahan hidung, menstruasi pada wanita, muntah
darah, BAB berwarna hitam).
iii. Gejala penyerta seperti : Nyeri kepala, nyeri retro orbital, Nyeri sendi atau
otot, dan Ruam kulit.
2. DHF memiliki ciri klinis sebagai berikut :
1. Lebih sering terjadi pada anak yang lebih besar.
2. Gejala hampir sama dengan demam dengue.
3. Flashing pada daerah muka.
4. Nyeri epigastrium, anoreksia, dan muntah.
5. Hepatomegali.
6. Kemungkinana perdarahan => petechiae, hematuria, hematemesis,
apistaksis, melena, perdarahan gusi.
7. Uji rumple leed (+).
8. Komplikasi merupakan fase kritis yang terjadi setelah demam turun yang
bila tidak mendapat penanganan dan pengawasan ketat akan menyebabkan
gangguan sirkulasi => DSS.

F. Patofisiologi dan Patogenesis


Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi
renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena
proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis
demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan
berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag.

10
Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah
lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap
virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper
dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3
jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini
bersifat ringan. Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah
yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue
seperti juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun
pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom
virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang
dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling
virulen.
Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan
bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,
justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor
dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodydependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan

11
infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary heterologous infection) sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue.
Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody
complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma
dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan
permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara
adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal,
oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

G. Penatalaksanaan
Berdasarkan panduan WHO 2009, pasien dengan infeksi dengue
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok yaitu Grup A, B, dan C.5 Pasien yang
termasuk Grup A dapat menjalani rawat jalan. Sedangkan pasien yang termasuk
Grup B atau C harus menjalani perawatan di rumah sakit. Sampai saat ini belum
tersedia terapi antiviral untuk infeksi dengue. Prinsip terapi bersifat simptomatis
dan suportif.
1. Grup A
Yang termasuk Grup A adalah pasien yang tanpa disertai warning signs dan
mampu mempertahankan asupan oral cairan yang adekuat dan memproduksi

12
urine minimal sekali dalam 6 jam. Sebelum diputuskan rawat jalan,
pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan. Pasien dengan hematokrit yang
stabil dapat dipulangkan. Terapi di rumah untuk pasien Grup A meliputi
edukasi mengenai istirahat atau tirah baring dan asupan cairan oral yang
cukup, serta pemberian parasetamol. Pasien beserta keluarganya harus
diberikan KIE tentang warning signs secara jelas dan diberikan instruksi agar
secepatnya kembali ke rumah sakit jika timbul warning signs selama
perawatan di rumah.
2. Grup B
Yang termasuk Grup B meliputi pasien dengan warning signs dan pasien
dengan kondisi penyerta khusus (co-existing conditions). Pasien dengan
kondisi penyerta khusus seperti kehamilan, bayi, usia tua, diabetes mellitus,
gagal ginjal atau dengan indikasi sosial seperti tempat tinggal yang jauh dari
RS atau tinggal sendiri harus dirawat di rumah sakit. Jika pasien tidak mampu
mentoleransi asupan cairan secara oral dalam jumlah yang cukup, terapi
cairan intravena dapat dimulai dengan memberikan larutan NaCl 0,9% atau
Ringer’s Lactate dengan kecepatan tetes maintenance. Monitoring meliputi
pola suhu, balans cairan (cairan masuk dan cairan keluar), produksi urine, dan
warning signs.
Tatalaksana pasien infeksi dengue dengan warning signs adalah sebagai
berikut:
a. Mulai dengan pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam
selama 2-4 jam, dan kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai
respons klinis.
b. Nilai kembali status klinis dan evaluasi nilai hematokrit. Jika hematokrit
stabil atau hanya meningkat sedikit, lanjutkan terapi cairan dengan
kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam.
c. Jika terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan cepat nilai HCT,
tingkatkan kecepatan tetes menjdai 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam
d. Nilai kembali status klinis, evaluasi nilai hematokrit dan evaluasi
kecepatan tetes infuse. Kurangi kecepatan tetes secara gradual ketika
mendekati akhir fase kritis yang diindikasikan oleh adanya produksi urine

13
dan asupan cairan yang adekuat dan nilai hematokrit di bawah nilai
baseline.
e. Monitor tanda vital dan perfusi perifer (setiap 1-4 jam sampai pasien
melewati fase kritis), produksi urine, hematokrit (sebelum dan sesudah
terapi pengganti cairan, kemudian setiap 6-12 jam), gula darah, dan fungsi
organ lainnya (profil ginjal, hati, dan fungsi koagulasi sesuai indikasi).
3. Grup C
Yang termasuk Grup C adalah pasien dengan kebocoran plasma (plasma
leakage) berat yang menimbulkan syok dan/atau akumulasi cairan abnormal
dengan distres nafas, perdarahan berat, atau gangguan fungsi organ berat.
Terapi terbagi menjadi terapi syok terkompensasi (compensated shock) dan
terapi syok hipotensif (hypotensive shock).
a. Terapi cairan pada pasien dengan syok terkompensasi meliputi:
1) Mulai resusitasi dengan larutan kristaloid isotonik 5-10 ml/kg/jam
selama 1 jam. Nilai kembali kondisi pasien, jika terdapat perbaikan,
turunkan kecepatan tetes secara gradual menjadi 5-7 ml/kg/jam selama
1-2 jam, kemudian 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-3
ml/kg/jam selama 2-4 jam dan selanjutnya sesuai status hemodinamik
pasien. Terapi cairan intravena dipertahankan selama 24-48 jam.
2) Jika pasien masih tidak stabil, cek nilai hematokrit setelah bolus cairan
pertama. Jika nilai hematorit meningkat atau masih tinggi (>50%),
ulangi bolus cairan kedua atau larutan kristaloid 10-20 ml/kg/jam
selama 1 jam. Jika membaik dengan bolus kedua, kurangi kecepatan
tetes menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam dan lanjutkan
pengurangan kecepatan tetes secara gradual seperti dijelaskan pada poin
sebelumnya.
3) Jika nilai hematokrit menurun, hal ini mengindikasikan adanya
perdarahan dan memerlukan transfusi darah (PRC atau whole blood).
b. Terapi cairan pada pasien dengan syok hipotensif meliputi:
1) Mulai dengan larutan kristaloid isotonik intravena 20 ml/kg/jam sebagai
bolus diberikan dalam 15 menit.
2) Jika terdapat perbaikan, berikan cairan kristaloid atau koloid 10
ml/kg/jam selama 1 jam, kemudian turunkan kecepatan tetes secara
gradual.

14
3) Jika tidak terdapat perbaikan atau pasien masih tidak stabil, evaluasi
nilai hematocrit sebelum bolus cairan. Jika hematokrit rendah (<40%),
hal ini menandakan adanya perdarahan, siapkan cross-match dan
transfusi. Jika hematokrit tinggi dibandingkan nilai basal, ganti cairan
dengan cairan koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus kedua selama 30
menit sampai 1 jam, nilai ulang setelah bolus kedua.
4) Jika terdapat perbaikan, kurangi kecepatan tetes menjadi 7-10
ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian kembali ke cairan kristaloid dan
kurangi kecepatan tetes seperti poin penjelasan sebelumnya.
5) Jika pasien masih tidak stabil, evaluasi ulang nilai hematokrit setelah
bolus cairan kedua. Jika nilai hematokrit menurun, hal ini menandakan
adanya perdarahan. Jika hematokrit tetap tinggi atau bahkan meningkat
(>50%), lanjutkan infus koloid 10-20 ml/kg/jam sebagai bolus ketiga
selama 1 jam, kemudian kurangi menjadi 7-10 ml/kg/jam selama 1-2
jam, kemudian ganti dengan cairan kristaloid dan kurangi kecepatan
tetes.
6) Jika terdapat perdarahan, berikan 5-10 ml/kg/jam transfusi PRC segar
atau 10-20 ml/kg/jam whole blood segar.

H. Diagnosis
Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign)
dan severe dengue.

15
I. Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN
(Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh,
murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai
berikut :
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,
dan lainlain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas
kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-
kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.

Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10


liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE
digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
Setelah dibubuhkan ABATE maka :
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik
Aedes aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding
tempat penampungan air tersebut

16
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.

J. Pengobatan
1. Bed Rest.
2. Diet TKTP, 2100 kalori per hari, protein 44 gr/hari.
3. Pemberian obat penurun demam, Paracetamol 3x500mg P.O. (k/p).
4. Pemberian larutan isotonic (NS atau RL) 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam,
kemudian kurangi kecepatan tetes menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan
kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam sesuai respons klinis.

K. KIE
Edukasi yang diberikan pada pasien ini yaitu memberikan pengertian
bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami bahwa
mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan keterbatasan
gerak serta fungsi. Selain itu juga diberikan pemahaman bahwa hal tersebut
perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Pasien
dapat mengurangi aktivitas/pekerjaannya, sehingga tidak terlalu banyak
menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan
untuk kontrol kembali, sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah
membaik atau ternyata ada efek samping akibat obat yang diberikan.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Demam dengue / DF dan demam berdarah dengue / DBD (dengue
haemorrhagic fever/ DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfoadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan degue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan (syok). Beberapa faktor diketahui
berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan mengigit, kepadatan vektor di
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain;
2. Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan
paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin;
3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk

B. Saran
Saran dari kami yaitu perlu adanya pengarahan lengkap, efektif, dan
efisien, yang berupa sikap atau contoh gerakan bebas Demam Berdarah Dengue
lebih lanjut tentang demam Demam Berdarah Dengue dengan sasaran yang tepat
dan perbaikan perilaku yang lebih efisien terhadap komunitas. Adanya
pengarahan terhadap pasien yang lebih ditekankan pada aspek perubahan
perilaku, di antaranya tentang tindakan pencegahan, 3M, penggunaan abate, dan
pengetahuan tentang fogging. Diharapkan dapat membantu pasien mencegah
penyebaran DHF di lingkungan pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention


and control. New Edition 2009.

WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India

Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta

Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72

https://hellosehat.com/infeksi/demam-berdarah/demam-berdarah-dengue-dbd/ (diakses
tanggal 18 November 2021)

Anda mungkin juga menyukai