Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTOR KASUS I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEMAM TIFOID

DOSEN PEMBIMBING : DR. MUTHIA MUTMAINNAH, M. Kep., Sp. Mat

DISUSUN OLEH :

SILVANA MEDILIA CAESAR G1B119035


NANDA PONIAR G1B119036
SORCHA OPHELIA NANDA SAPUTRA G1B119037
NURMADIAH G1B119039
TASYA NABILA G1B119040
PUTRY RAHMANI JUFIRA G1B119077
ASSYAFIAH HARNUM G1B119078
FARISKA RIAN ELFANDES G1B119086
TIARA ANNISA G1B119087
MITA AMALIA G1B119088
DIMAS HENDRI PUTRA G1B119089

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT zat penguasa alam semesta yang telah
memberikan taufiq, rahmat, hidayah serta inayahnya sehingga kami dapat untuk
menyusun dan menyelesaikan Laporan tentang “ Asuhan Keperawatan pada Demam
Tifoid”.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan
Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin. Dan akhirnya semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca.Terimakasih.

Jambi, 18 Februari 2021

Kelompok 8
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh salmonella thypii. Penyakit ini dapat ditularkan
melalui makanan, atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella
thypii (Hidayat, 2008, hal:120). Demam thypoid dijumpai secara luas di
berbagai negara berkembang terutamaterletak di daerah tropis dan subtropis
dengan angka kejadian masih sangat tinggi yaitu 500 per 100.000
(Widagdo,2011, hal: 218).
Menurut dataWorld Health Organization(WHO) tahun 2003, terdapat 17
juta kasus demam thypoid di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai
600.000 kasus. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan
21,6 juta kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam
tifoid tinggi (>100 kasus per100.000 populasi per tahun) dicatat di
AsiaTengah dan Selatan, Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika
Selatanyang tergolongsedang (10 – 100 kasus per 100.000 populasi pertahun)
di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali Australia dan
Selandia Baru), serta yang termasuk rendah (<10 kasus per100.000 populasi
per tahun) di bagian dunia lainnya.
Kejadian demam thypoid didunia sekitar 21,6 juta kasus dan terbanyak di
Asia, Afrika dan Amerika Latin dengan angka kematian sebesar 200.000.
Setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi di Asia Tenggara, dengan angka
kematian 600.000 orang. Hingga saat ini penyakit demam tifoid masih
merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia
dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus pertahun, dan angka
kematian 3,1 sampai 10,4% (WHO, 2004). Sedangkan data World Health
Organization (WHO) tahun (2009), memperkirakan terdapat sekitar 17 juta
kasus demam thypoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Demam Tifoid?
2. Apa penyebab dari terjadinya demam tifoid?
3. Bagaimana awal permulaan dari terjadinya demam tifoid?
4. Apa saja nursing diagnosis yang sering muncul pada demam tifoid?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada demam tifoid?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan laporan ini adalah untuk mengetahui cara
penanganan dan perawatan pada pasien dengan permasalahan demam
tifoid.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan demam tifoid
b. Untuk mengetahui apa saja nursing diagnosis yang sering muncul dari
permasalahan dengan demam tifoid
c. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari permasalahan
yang berhubungan dengan demam tifoid
D. Manfaat

Manfaat pembuatan laporan ini adalah :

1. Bagi Ilmu Pengetahuan


Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam
penanganan demam thypoid
2. Bagi Mahasiswa
a. Untuk meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan demam
thypoid
b. Untuk meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan demam
thypoid.
3. Bagi Pasien
4. Dapat dijadikan sebagai bahan informasi atau pedoman untuk menangani
kasus demam thypoid.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella typhosa atau
Salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga menyebabkan
gastroenteritis (radang lambung). Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan
nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau
Thypus abdominalis karena berhubungan dengan usus di dalam perut (Widoyono,
2002).
B. Etiologi
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan
melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa,
(food and water borne disease). Seseorang yang sering menderita penyakit tifus
menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk
dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis Gamma proteobakteria,
Ordo Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus Salmonella.
Salmonella thyposa adalah bakteri gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella)
dan antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam serum penderita terdapat zat
anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut (Zulkhoni, 2011).
C. Patofisiologi
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang
baru terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan
oleh asam lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal
(usus bisa terjadi iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan
darah mengandung bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah
dan jaringan limpoid plaque menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman sehingga menimbulkan tukakberkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan
perforasi usus. Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan demikian
akan meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh
dijaga tetap baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan
seperti ini, kuman typhus akan mati dan penderita berangsurangsur sembuh
(Zulkoni.2011).

D. Masalah yang lazim muncul

1. Ketidakefektifan termoregulasi b.d fluktuasi suhu lingkungan, proses penyakit


2. Nyeri akut b.d proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh
5. Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus gastrointestinal (penurunan motilitas
usus)
E. Intervensi

NO. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Hipertermia NOC (Nursing NIC (Nursing


berhubungan dengan Outcome Intervention
proses penyakit. Classification) Classification) :
Batasan karakteristik: Kriteria hasil : 1. Kaji warna kulit
 Konvulsi  Suhu tubuh dalam 2. Monitor suhu
 Kulit kemerahan rentang normal, tubuh minimal
 Peningkatan suhu antara 36,5 - 37,5 tiap 2 jam.
tubuh di atas kisaran derajat celsius. 3. Monitor TD, N
normal.  Nadi dan dan RR.
 Kejang pernafasan dalam 4. Identifikasi
 Takikardi rentang normal. adanya
 Takipnea  Tidak ada penurunan
 Kulit terasa hangat. perubahan warna tingkat
kulit dan tidak ada kesadaran.
pusing 5. Tingkatkan
intake cairan dan
nutrisi.
6. Beri kompres
hangat pada
sekitar axilla dan
lipatan paha.
7. Beri pakaian
yang tipis dan
menyerap
keringat.
8. Kolaborasi
pemberian oabt
antiperetik.
2. Ketidakefektifan NOC : NIC :
termoregulasi b.d  Hidration Pain management
fluktuasi suhu  Adhetence behavior 1. Monitor suhu
lingkungan, proses  Immucestatus minimal tiap 2
penyakit.  Risk control jam
Definisi : fruktuasi suhu  Risk detection 2. Rencanakan
diantara hiportemi dan Kriteria hasil : monitoring suhu
hipertermia. 1. Keseimbangan secara kontinyu
Batasan karakteristik : antara produksi 3. Monitor TD,nadi,
 Dasar kuku sianostik panas, panas yang dan RR
 Fruktuasi suhu diterima, dan 4. Monitor warna
tumbuh diatas dan kehilangan panas dan suhu kulit
dibawah kisaran 2. Seimbang antara 5. Monitor tanda-
normal produksi panas, tanda hipertermi
 Kulit kemerahan panas yang dan hipotermi
 Hipertensi diterima, dan 6. Tingkatnkan
 Peningkatan suhu kehilangan panas intake cairan dan
tubuh diatas kisaran selama 28 hari nutrisi
normal pertama kehidupan 7. Selimuti pasien
 Peningkatan frekuensi 3. Keseimbangan untuk mencegah
pernapasan asam basa bayi hilangnya
baru lahir kehangatan tubuh
 Sedikit menggingil,
4. Temperature stabil 8. Ajarkan pada
kejang
: 36,5-37°C pasien cara
 Pucat sedang
5. Tidak ada kejang mencegah
 Piloereksi
 Penurunan suhu tubuh 6. Tidak ada keletihan akibat
dibawah kisaran perubahan warna panas
normal kulit 9. Diskusikan
 Kulit dingin, kulit 7. Glukosa darah tentang
hangat stabil pentingnya
 Pengisian ulang 8. Pengendalian pengaturan suhu
kapiler yang lambat, risiko : hipertermia dan kemungkinan
takikardi 9. Pengendalian efek negative dari
Faktor berhubungan : risiko : kedinginan
 Usia yang ekstrem hypothermia 10.Beritahu tentang
 Fluktuasi suhu 10. Pengendalian indikasiterjadinya
lingkungan risiko : proses keletihan dan
 Trauma menular penanganan
Pengendalian risiko : emergency yang
 Penyakit
paparan sinar diperlukan
matahari. 11.Ajarkan indikasi
dari hipotermi
dan penanganan
yang diperlukan
12.Berikan anti
piretik jika perlu

F. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
a. Bed rest
b. Diet, diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien, Diet berupa makanan rendah serat
2. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian
oral atau IV selama 14 hari
b. Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg//kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama
hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian, oral selama 14 hari.
c. Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kgBB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sekali sehari, intravena,
selama 5-7 hari.
d. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
G. Manifestasi Klinis
Penyakit Typhoid Fever (TF) atau masyarakat awam mengenalnya dengan
tifus ialah penyakit demam karena adanya infeksi bakteri Salmonella typhi yang
menyebar ke seluruh tubuh. Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman
pathogen penyebab demam tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan
gambaran demam yang berlangsung lama, adanya bacteremia disertai inflamasi
yang dapat merusak usus dan organ-organ hati.
Gejala penyakit ini berkembang selama satu sampai dua minggu setelah
seorang pasien terinfeksi oleh bakteri tersebut. Gejala umum yang terjadi pada
penyakit tifoid adalah Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu
demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama
sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi
atau diare. Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul
pada semua penderita demam tifoid.
Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan
gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada S. typhi. Sakit kepala hebat yang menyertai demam
tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di sisi lain S. Typhi juga dapat
menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala
mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik
atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis. Pada
tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasi usus.

H. Kasus Tutor 2 KMB II


Seorang laki-laki berumur 32 tahun baru saja masuk dirawat di Bangsal interne RS.
Hasil anamnesis, pasien mengatakan bahwa ia menderita demam khususnya sore dan
malam hari sejak 7 hari yang lalu, makan hanya sedikit, dalam 3 hari ini tiap makan hanya
habis 3 sendok, namun minumnya seperti biasa. Keluarga mengatakan  bahwa pasien baru
sekali ini dirawat di RS. Sewaktu dilakukan anamnesa pasien mengatakan mual, tidak
selera makan dan berat badan turun 5kg dalam seminggu. Selain itu pasien mengeluh
pusing, lemas dan mual. Sudah 4 hari tidak buang air  besar, nyeri daerah perut. Sewaktu
dilakukan pengkajian nyeri, pasien mengalami nyeri sedang.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum: sadar penuh (Compos
mentis), anak lemah, lidahnya kotor. Hasil pemeriksaan lain menunjukkan BB=40kg,
TB=120 cm, suhu=390C, Nadi=98 kali/menit, Respirasi=28 kali/menit, Tekanan
darah=110/70 mmHg. Turgor kulit kembali segera, membran mukosa lembab. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan Haemoglobin : 12,2 gr/dl, Haematokrit : 37 ,
Trombosit : 210.000/ mm3, Leukosit : 9.500/ µl, Salmonella typhi O= 1/160, Salmonella
typhi H = 1/80, Salmonella paratyphi= 1/80. Hasil pemeriksaan tes widal didapatkan hasil
widal positif.

Step 1 Kata sulit

1. Hemoglobin
2. Lidah kotor
3. Tes widal
4. Bangsal interne
5. Salmonella
6. Hematokrit
7. Salmonella paratyphi
8. Salmonella typhi
9. Turgor kulit
10. Compos mentis
11. Membran mukosa

Jawab :
1. Hemoglobin (Hb) adalah protein kaya zat besi dalam sel darah merah yang bertugas
membawa oksigen ke seluruh tubuh. Protein ini juga berfungsi memberi warna
merah pada darah
2. Lidah kotor adalah Lidah berwarna keputihan dapat disebabkan karena kebersihan
lidah yang tidak terjaga. Lapisan putih pada lidah yang merupakan kumpulan sel-sel
epitel yang lepas, debris atau kotoran dari sisa makanan, dan bakteri.Lidah berwarna
putih dapat juga disebabkan candidiasis (infeksi jamur Candida). lidah kotor juga
bisa merupakan sebuah gejala dari penyakit lain, misalnya demam tifoid atau gejala
tipes.
3. Tes widal adalah salah satu metode pemeriksaan untuk mendiagnosis demam tifoid
atau lebih dikenal dengan istilah tipes di Indonesia.
4. Bangsal interne adalah suatu ruangan dimana terdapat beberapa orang didalamnya
dengan penyakit dalam
5. salmonella adalah sejenis bakteri yang bisa menyebabkan penyakit tifus
6. Hematokrit adalah kadar sel darah merah dalam darah. Hematokrit (Ht) menunjukkan
jumlah persentase perbandingan sel darah merah terhadap volume darah.
7. Salmonella parathypi merupakan bakteri yang menginfeksi dan menyebabkan
demam paratifus atau paratifoid
8. Salmonella typhi (S. typhi) adalah salah satu bakteri Gram Negatif yang
menyebabkan demam tifoid. Demam tifoid sangat endemik di Indonesia. Hal ini
terjadi terus menerus di seluruh daerah dengan angka morbitas 157/100.000
penduduk di daerah semi perkotaan
9. Turgor Kulit adalah elastisitas kulit atau tingkat kelenturan kulit untuk menentukan
apakah kekurangan cairan atau tidak
10. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
11. Membran mukosa atau selaput lendir adalah lapisan kulit dalam, yang tertutup pada
epitelium, dan terlibat dalam proses absorpsi dan proses sekresi. Membran ini
melapisi berbagai rongga tubuh yang memiliki kontak dengan lingkungan luar, dan
organ internal.

Step 2
1. Diketahui pada kasus pasien merasa nyeri, bagaimana cara mengatasi nyeri pada
pasien tersebut
2. Apakah ada tingkatan tingkatan kesadaran jika ada tolong jelaskan
3. Apa yang menyebabkan pasien mengalami penurunan berat badan
4. Apakah susah dapat dipastikan bahwa pasien tersebut terserang demam tifoid
5. Sebagai perawat apa yang harus kita lakukan kpda pasien pada kasus tersebut agar
Kebutuhan nutrisi tubuh pasien terpenuhi
Step 3

1. Cara mengatasi/mengurangi nyeri brdsrkan kasus :


a. Mengajurkan pasien Istirahat yang cukup.
b. Makan teratur dengan porsi sedikit, tapi dalam frekuensi yang cukup sering.
c. Perbanyak minum air putih.
2. Tingkatan kesadaran
a. Compos mentis
b. Apatis
c. Delirium
d. Somnolen
e. Soporous
f. Semi koma
g. Koma
Tambahan :
a. Compas Mentis
(Normal) : Sadar, mengantuk atau tidur. Bila tidur dapat disadarkan dengan
memberi rangsangan
b. Apatis
c. (Acuh Tak Acuh) : Sadar tapi tidak koeperatif
d. Somnolent
(Ngantuk) : Sadar tapi kadang-kadang tertidur, penderita mudah dibengunkan,
mampu memberikan jawaban verbal dan menangkis rangsangan nyeri
e. Derilium
(Menggigau) : Gaduh, gelisah, kacau, berteriak-teriak, meronta-ronta, aktivitas
motoriknya meningkat dan disorientasi
f. Koma (Sapor)
(tidak Sadar) : Tidak adanya jawaban terhadap rangsangan yang diberikan.
3. Demam tifoid memang dapat membuat berat badan turun. Berat badan yang turun
pada saat mengalami tifus dapat disebabkan karena turun nya asupan makanan, dan
mungkin terjadi diare pada saat tifus. Namun biasanya setelah tifus sudah sembuh,
berat badan biasanya akan meningkat kembali seiring dengan bertambahnya nafsu
makan
4. Untuk memastikan apakah pasien menderita tifus, salah satu jenis tes yang
direkomendasikan oleh dokter adalah tes Widal. Dalam pemeriksaan Widal, pasien
akan diminta menjalani proses pengambilan darah. Setelah itu, sampel darah akan
dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.
Di laboratorium, sampel darah akan ditetesi dengan bakteri Salmonella yang
sudah dimatikan dalam bentuk antigen O (badan bakteri) dan antigen H (ekor atau
flagel bakteri). Kedua bahan uji ini diperlukan karena antibodi untuk badan bakteri
dan flagel bakteri berbeda.
Selanjutnya, sampel darah diencerkan sebanyak puluhan hingga ratusan kali. Bila
setelah diencerkan berkali-kali, antibodi terhadap Salmonella terbukti positif, pasien
dapat dianggap mengalami demam tifoid atau tifus.
Hanya saja, standar pembacaan tes ini bervariasi di berbagai wilayah, tergantung
pada tingkat endemis dari penyakit tifus di wilayah itu. Di Indonesia, pembacaan
widal umumnya dapat dianggap sebagai data kuat untuk mendukung diagnosis tifus,
saat antibodi Salmonella tetap ditemukan pada pengenceran 320 kali (1:320) atau
lebih. Diagnosis tifus dapat dipastikan melalui tes widal ulang, yang dilakukan 5-7
hari setelah tes pertama. Pasien dinyatakan positif menderita tifus bila jumlah
antibodi Salmonella naik sampai empat kali lipat dibandingkan tes pertama.
Tes widal sebenarnya cukup akurat, namun ada beberapa faktor yang dapat
memengaruhi tingkat akurasinya. Beberapa di antaranya adalah kualitas sampel
darah dan antigen yang digunakan, atau cara pemeriksaan dan pembacaan hasil tes.
Selain itu, seseorang bisa saja mendapatkan hasil positif pada tes Widal meski
tidak menderita tifus. Hal ini bisa terjadi bila pasien adalah pembawa (karier) bakteri
penyebab tifus atau belum lama melakukan vaksinasi tifus. Orang yang belum lama
sembuh dari tifus juga bisa mendapatkan hasil positif, karena antibodi terhadap
bakteri Salmonella bisa tetap berada di dalam tubuh hingga dua tahun. Di sisi lain,
hasil widal negatif juga belum tentu menandakan seseorang tidak menderita tifus.
5. Tujuan : Setelah dilakukan pengkajian 1 x 24 jam masalah devisit nutrisi dapat
teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Berat badan
b. Nafsu makan
c. Membran mukosa
d. Diare
e. Manajemen Nutrisi
f. Tindakan :
O:
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan yang disukai
d. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
e. Monitor asupan makanan
f. Monitor hasil pemeriksan laboratorium
g. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
h. Fasilitasi menentukan pedoman diet
i. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
j. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
k. Berikan makanan tingi kalori dan tinggi protein
l. Berikan suplemen makanan, jika perlu
E:
a. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
b. Ajarkan diet yang diprogramkan
K:
a. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika perlu
c. Manajemen Reaksi Alergi
Step 4
MIND MAPPING

Laki-laki 32 tahun
DAFTAR PUSTAKA

Dirawat di RS bangsal interne

DS: DO :

1. Demam di sore dan 1. Compos mentis


malam hari 7 hari 2. Anak lemah
terkahir 3. Lidah kotor
2. Makan hanya sedikit 3 4. BB 40 Kg, TB
sendok 3 hari 120 cm
3. Minum normal 5. T = 39℃, Nadi
4. Pertama kali dirawat di = 98x/mnt, RR =
RS 28x/mnt, TD =
5. Mual 110/70 mmHg
6. Tidak selera makan 6. Turgor kulit
7. BB turun dalam 1 kembali segera
minggu 7. Membrane
8. Pusing, lemas mukosa lembab
8. Haemoglobin :
12,2 gr/dl,
9. Haematokrit : 37
,
10. Trombosit :

Demam Tifoid

Step 5
- - - LO- - -
ASKEP

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 32 Tahun
Agama :-
Pendidikan :-
Alamat :-
Status perkawinan :-
Suku bangsa : Indonesia
Pekerjaan :-
Tanggal Masuk :-
Tanggal Pengkajian :-
Jam Masuk :-
Jam Pengkajian :-
B. Riwayat Kesehatan Pasien
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh demam khususnya pada sore dan malam hari sejak 7 hari
yang lalu, makan hanya sedikit, dalam 3 hari ini tiap makan hanya habis 3
sendok.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan mual, tidak selera maka, dan berat badan turun 5 kg dalam
1 minggu.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Pasien mengatakan belum pernah menderita sakit seperti ini dan tidak pernah
dirawat di rumah sakit.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
-
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis, pasien lemah.
TTV : TD 110/70 mmHg
N : 98x/ menit
T : 39 C
RR : 28x/ menit
BB sebelum sakit : 45 Kg
BB saat dikaji : 40 Kg

Data Penunjang
o Jenis Pemeriksaan Hasil
1 S-Thypi O 1 / 160
2 S-Thypi H 1 / 80
3 S-Parathypi 1/80
4 Hemogblobin 12,2 gr/dl
5 Haematokrit 37
6 Trombosit 210.000/mm3
7 Leukosit 9500/ µl

Tes widal : Positif (+)


ANALISI DATA

Nama : Tn. A
Ruang : Interne
Umur : 32th

NO ANALISIS DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS: Proses penyakit Hipertermi
1. Demam sejak 7 hari
terakhir terutama sore dan
malam hari
2. Pasien mengatakan pusing
dan lemas

DO:
1. Badan pasien teraba
panas
2. Turgor kulit kembali
segera
3. Lidah Kotor
4. TTV
T: 39O C
Nadi: 98x/menit
TD: 110/70 mmHg
RR: 28X/menit
2. DS: Intake yang tidak Resiko
1. Makan hanya sedikit, 3 adekuat ketidakseimbangan
sendok dalam 3 hari nutrisi dari
2. Minum normal kebutuhan tubuh
3. Mual
4. Tidak selera makan
5. Berat badan turun 5 kg
dalam 1 minggu
6. 4 hari tidak BAB
7. Nyeri daerah perut
DO:
1. Pasien lemah
Berat badan turun dari 45 kg ke
40 kg

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi b/d proses penyakit


2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat

INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Hipertermia NOC NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji warna
proses penyakit. keperawatan 6x24 jam kulit
diharapkan hipertermi 2. Monitor suhu
DS: dengan tubuh minimal
1. Demam sejak 7
Kriteria hasil : tiap 2 jam.
hari terakhir
terutama sore 1. Suhu tubuh dalam 3. Monitor TD, N
dan malam hari
rentang normal, dan RR.
2. Pasien
mengatakan antara 36,5 - 37,5 4. Identifikasi
pusing dan
derajat celsius. adanya
lemas
DO : 2. Nadi dan penurunan
1. Badan pernafasan dalam tingkat
pasien
rentang normal. kesadaran.
teraba panas
2. Turgor kulit 3. Tidak ada 5. Tingkatkan
kembali
perubahan warna intake cairan
segera
3. Lidah Kotor kulit dan tidak dan nutrisi.
4. TTV
ada pusing. 6. Beri kompres
T: 39O C
Nadi: hangat pada
98x/menit
sekitar axilla
TD: 110/70
mmHg dan lipatan
RR:
paha.
28X/menit
7. Beri pakaian
yang tipis dan
menyerap
keringat.
8. Kolaborasi
pemberian
oabt
antiperetik.
2. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan Pain management
kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 1. Kaji adanya
intake yang tidak 6x24 jam diharapkan alergi makanan
adekuat. Ketidakseimbangan 2. Kolaborasi
nutrisi kurang dari dengan ahli
DS: kebutuhan tubuh dengan gizi untuk
1. Makan hanya kriteria hasil : menentukan
sedikit, 3 1. Adanya jumlah kalori
sendok dalam 3 peningkatan berat dan nutrisi
hari badan sesuai yang
2. Minum normal dengan tujuan dibutuhkan
3. Mual 2. Berat badan ideal pasien
4. Tidak selera sesuai dengan 3. Anjurkan
makan tinggi badan pasien untuk
5. Berat badan 3. Mampu meningkatkan
turun 5 kg mengidentifikasi protein dan
dalam 1 minggu
6. 4 hari tidak kebutuhan nutrisi vitamin C
BAB 4. Tidak ada tanda 4. Berikan
7. Nyeri daerah tanda malnutrisi substansi gula
perut 5. Menunjukkan 5. Yakinkan diet
peningkatan yang dimakan
DO: fungsi mengandung
1. Pasien lemah pengecapan dan tinggi serat
2. Berat badan menelan untuk
turun dari 45 kg 6. Tidak terjadi mencegah
ke 40 kg penurunan berat konstipasi
badan yang 6. Berikan
berarti makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasika
n dengan ahli
gizi)
7. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian
8. Monitor
jumlah nutrisi
dari
kandungan
kalori
9. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
10. Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
:
11. Berat badan
dalam batas
normal
12. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
13. Monitor tipe
dan jumlah
aktivitas yang
biasa
dilakukan
14. Monitor
interaksi anak
atau orangtua
selama makan
15. Jadwalkan
pengobatan
dan Tindakan
tidak selama
jam makan
16. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
17. Monitor turgor
kulit
18. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
19. Monitor mual
dan muntah
20. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb,
dan kadar Ht
21. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
22. Monitor pucat,
kemerahan,
dan kekeringan
jaringan
konjungtiva
23. Monitor kalori
edema,
hiperemik,
hipertonik
papilla lidah
dan cavitas
oral
24. Catat jika lidah
berwarna
magenta,
scarlet.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam tifoid adalah suatu  infeksi akut pada usus kecil yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi. Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak
diperkirakan 800/100.000 penduduk per tahun, tersebar dimana-mana, dan
ditemukan hamper sepanjang tahun.

Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering
pada anak besar, umur 5-9 tahun. Dengan keadaan seperti ini, adalah penting
melakukan pengenalan dini demam tifoid, yaitu adanya 3 komponen utama :
Demam yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), Gangguan susunan saraf pusat /
kesadaran

B. Saran

Dari uraian makalah yang telah disajikan maka kami dapat memberikan saran
untuk selalu menjaga kebersih lingkungan , makanan yang dikonsumsi harus
higiene dan perlunya penyuluhan kepada masyarakat tentang demam tifoid.

Daftar Pustaka
Entjang, I., 2003, Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan
Sekolah Tenaga Kesehatan, Hal 52-54, Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
Bandung.

FKUI, 2005, Ilmu Kesehatan Anak, Hal 594-597, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
Gunawan,S.G.,2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi Kelima, Penerbit Departemen
Farmakologi dan Therapeutik FKUI, Jakarta.
Hammad, O. M., Hifnawy, T., Omran, D., Tantawi, M. A. & Girgis, N. I., 2011,
Ceftriaxone versus Chloramphenicol for Treatment of Acute Typhoid Fever,
Life Science Journal, 8(2), 100-105.
Hatta, M. & Ratnawati., 2008, Enteric Fever In Endemic Areas of Indonesia: An
Increasing Problem of Resistence, J Infect Developing Countries, 2 (4), 279-
282.

Juwono, R., 2004, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Kalra, SP., Naithani, N., Mehta, SR. & Swamy, AJ., 2003, Current Trends in
the Management of Typhoid Fever, MJAFI, 59 (2), 130-135.

Anda mungkin juga menyukai