Skenario 1
Disusun Oleh:
Ketua : M. Dinung Adi Y 1613010047
Sekretaris : Risda Yuniarti 1613010019
Anggota : Gilang Indra Oktaviana 1613010015
Nida Rizqi Amalia 1613010020
Dela Putri Salsabila 1613010023
Arifia Prima Putri K 1613010024
Miftahul Jannah 1613010036
Raden Muhammad Agung S 1613010042
Winda Nur Himawati 1613010043
Dita juantika 1613010044
PROGRAM SARJANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
SKENARIO 1
An 11-year-old boy was brought to a hospital complained of high fever, malaise, loss of
appetite and headache. The following day he refused to drink with his medicine, and became
more anxious. That might he began to hallucinate. He also was salivating and had difficulty
breathing. Two days later, he had experienced two episodes of general seizure.
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
sehari–hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di
hipotalamus (Dinarello, 2005).
Demam tinggi atau Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan
suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah
tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan perdarahan sistem saraf
pusat (Dinarello, 2005)
2. Malaise
perasaan tidak enak karena kondisi yang kurang sehat. Biasanya terkait
dengan berbagai kondisi medis yang berbeda dan sering menjadi tanda
pertama penyakit yang berbeda seperti infeksi virus (Dorland, 2008).
3. Nyeri kepala
Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh
daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala
(Sjahrir, 2008)
4. Salivating
Hipersalivasi adalah suatu gejala terjadinya produksi saliva yang
berlebihan (Triakoso, 2008).
5. Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002).
6. Anxious (cemas)
Respon terhadap situasi yang mengancam, dan merupakan hal normal
yang terjadi menyertai pekembangan, perubahan, pengalaman baru atau
yang belum pernah dilakukan
(Kaplan, Saddock., 2007)
BAB 2
IDENTIFIKASI MASALAH
2.1 Mengapa pasien mengeluh demam tinggi, malaise, penurunan nafsu makan dan
sakit kepala?
2.2 Mengapa pasien mejadi halusinasi?
2.3 Mengapa pasien menjadi kejang ?
2.4 Mengapa pasien hiper saliva ?
2.5 Mengapa pasien kehilangan nafsu makan ?
BAB 3
ANALISA MASALAH
Definisi
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
sehari–hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu
di hipotalamus. Suhu normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat
suhu yang dapat dikatakan demam pada temperatur rectal adalah
≥38,0°C, sedangkan dikatakan demam pada temperatur oral adalah
≥37,5°C dan pada temperatur axilla adalah ≥37,2°C (Kaneshiro,
2010).
Pengaturan Suhu Tubuh Secara Normal
Secara normal, proses pengaturan suhu tubuh diatur oleh suatu
mekanisme yang meliputi susunan saraf, biokimia, dan hormonal.
Suhu adalah hasil produksi metabolisme tubuh yang diperlukan untuk
kelancaran aliran darah dan menjaga agar reaksi kimia tubuh dapat
berjalan baik (enzim hanya bekerja pada suhu tertentu). Proses
pelepasan panas ini diatur di hipothalamus.
Hipotalamus menerima informasi suhu tubuh dari bagian dalam
dan bagian luar. Dari bagian dalam, hipothalamus mendapatkan
informasi dari suhu darah yang masuk ke otak sedangkan informasi
suhu luar tubuh didapatkan dari reseptor panas dikulit, kemudian
suhu dipertahankan untuk menjaga pembentukan atau pelepasan
panas.
Hipotalamus posterior merupakan pusat pengatur yang bertugas
meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas
bila suhu luar lebih rendah. Hipotalamus anterior merupakan pusat
pengatur pengeluaran panas bila suhu di luar tubuh lebih tinggi.
Proses terjadinya demam
Demam terjadi berkaitan dengan rantaian infeksi. Rantai infeksi
tersebut adalah agen (mikroorganisme), resevoir, port de entry, cara
penularan, port de exit, host/pejamu dan kembali lagi ke agen. Proses
infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme pertahananm
hospes. Pertahanan hospes yang lemah akan mengakibatkan
timbulnya suatu penyakit. Namun tidak semua penyakit akan
menimbulkan demam.
Demam akan muncul ketika hipothalamus mempresepsikan
tubuh dalam keadaan dingin sehingga meningkatkan suhu tubuh
padahal, suhu tubuh normal. Hal ini terjadi karena adanya proses
reaksi pirogen endogen dan eksogen.
1) Faktor Infeksi
a) Bakteri
1. TBC
2. Difteri
3. Pertusis
4. Tetanus
5. Tifoid
d) Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk
kelompok parasit adalah protozoa, cacing dan arthropoda.
Penyakit yang disebabkan oleh parasit:
1. Malaria disebabkan oleh Plasmodium melalui nyamuk
anopheles betina
2. Pediculosis disebabkan oleh kutu penghisap
darah,serangga dan parasit lainnya
3. Schistosomoasis disebabkan oleh parasit Trematoda
4. Amebiasis disebabkan oleh Amoeba
5. Ascariasis disebabkan oleh parasit Ascaris Lumbricoides
6. Anchilostomiasis disebabkan oleh parasit Ancylostoma
Duodenale
7. Enterobiasis disebabkan oleh parasit Enterobius
Vermicularis
8. Trichuriasis disebabkan oleh parasit Trichuris Trichuira
9. Taeniasis disebabkan oleh parasit Taenia Solium
10. Strongiloiddiasis disebabkan oleh parasit strongiloides
stercoralis
11. Trichinosis disebabkan oleh parasit trichinella spiralis
12. Filariasis disebabkan oleh parasit Brugia Malayi
2) Faktor Non Infeksi (Kaneshiro, 2010)
B. Malaise
-Temperatur:
RPS:
40,80C
Demam Tinggi
-Hiper reflex
Malaise
plantar Pemeriksaan Darah Lengkap
Penurunan Nafsu
-Tonus WBC:15.300
Makan
meningkat di ke Limfosit: 99%
Sakit Kepala
empat Monosit: 1%
Tidak mau minum
ekstremitas Lumbal Punction
Gelisah
Halusinasi CSF: 72 mg/dL
Hypersaliva Protein: 140 mg/dL
Sulit Bernapas RBC: 3 sel/ ml3
Kejang WBC: 38 sel/ ml3
CT- Scan
BAB 4 Non-Enchanting Simetrical
hypodensitas di kedua ganglia
SISTEMATIKA MASALAH basalis
RPD:
Antibodi
Digigit anjing enam
IgG: 1 : 2048
bulan yang lalu
IgM: 1: 2512
RFFIT: 0,44
Diagnosis:
Rabies
LEARNING OBJECTIVE
BERBAGI INFORMASI
Epidemiologi
Hewan-hewan utama yang menularkan rabies (HPR = Hewan Penular
Rabies) pada umumnya berbeda setiap benua.
a. Eropa : rubah dan kelelawar;
b. Timur tengah : serigala dan anjing;
c. Afrika : anjing dan antelop;
d. Asia : anjing;
e. Amerika utara : rubah, rakun;
f. Amerika selatan : anjing dan kelelawar;
(Pusdatin, 2016)
Kasus rabies di Indonesia pada manusia mengalami penurunan dari
tahun 2010 yaitu 206 kasus menjadi 98 kasus pada tahun 2014 dan
meningkat kembali pada tahun 2015. Salah satu penyebab peningkatan
tahun 2015 adalah kenaikan kasus rabies di Provinsi Bali, Kalimantan
Barat, dan Kalimantan Tengah (Pusdatin, 2016).
Etiologi
Virus rabies merupakan propotipe dari genus Lyssa-virus dari family
Rhabdoviridae. Virus rabies adalah single stranded RNA, berbentuk
seperti peluru berukuran 180 x 75 µm. genotip 1 merupakan penyebab
rabies yang paling banyak di dunia.
Gambar
Rhabdoviridae
Virus ini bersifat labil dan tidak viable bila berada diluar inang. Virus
menjadi tidak aktif bila terpapar sinar matahari,sinar ultraviolet,
pemanasan 1 jam selama 50 menit, pengeringan, dan sangat peka
terhadap pelarut alkalis seperti sabun, desinfektan, serta alkohol 70%.
Reservoir utama rabies adalah anjing domestik. (Jawetz,2010).
Faktor Risiko
Patofisiologi
1) Stadium Prodromal
Tabel
Perjalanan Penyakit Penderita Rabies
Lamanya (%
Stadium kasus) Manifestasi klinis
Paralisis flaksid
Autonomic instability,
hipoventilasi, apnea, henti
2-7 hari nafas,
hipotermia/hipertermia,
Parali
hipotensi, disfungsi
tik
pituitari, rhabdomiolisis,
0-14 hari
aritmia dan henti jantung
Koma
- Hiperreflek
- Sesak Nafas yang diakibatkan spasme laring
Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan serologi
- Uji fluoresensi
Penatalaksanaan
Bagan
Vaksin I II
PVRV
terdiri dari vaksin kering dalam vial dan pelarut sebanyak 0,5 ml
dalam syringe.
Vaksin I II
PVRV
Suckling Mice
Brain Vaccine
(SMBV)
Cara dan intrakutan dibagian fleksor lengan
Lokasi bawah.
pemberian
Komplikasi
Pencegahan
a. Daerah endemik :
- Setiap gigitan hewan liar, luka gigitan segera dibersihkan dan diberi
obat luar anti infeksi
8.1 Kesimpulan
Betz, L.C. & Sowden, A.L. 2002. Keperawatan Pediatric: alih bahasa, Yan Tambayong;
editor edisi bahasa Indonesia, Sari Kurnia Ningsih. Monica Este, Jakarta: EGC
Dewi, Elmerillia Farah. 2008. Hubungan antara cakupan imunisasi campak dengan kejadian
29 Oktober 2017)
Dinarello, C.A., and Gelfand, J.A., 2005. Fever and Hyperthermia. In: Kasper, D.L., et. al.,
ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. Singapore: The McGraw-Hill
Company
Habif, Thomas P., 2004. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infections. In: Clinical
Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th Edition. Philadelphia,
Pennsylvania: Mosby.381-389.
Handoko, Ronny P., 2010. Herpes Simpleks. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M.,
Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 380-382.
Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington. Available from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm.
Kaplan, H.I., Sadock, B.J. 2007. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Penerjemah (W.M.
Roan). Jakarta: Widya Medika.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Flow Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan
Tersangka/ Rabies. Jakarta: Subdit Pengendalian Zoonosis, DIT PPBB, DITJEN
PP & PL.. Available at
pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Flow_Chart_Rabies.pdf. Diakses pada 29
November 2019.
Kementerian Kesehatan (2014) InfoDATIN: Situasi dan Analisi Hepatitis. Pusat Data dan
Informasi.p.8.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Flow Chart Penatalaksanaan Kasus Gigitan Hewan
Tersangka/ Rabies. Jakarta: Subdit Pengendalian Zoonosis, DIT PPBB, DITJEN PP &
PL.. Available at pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Flow_Chart_Rabies.pdf. Diakses
pada 02 November 2016.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Infodatin: Situasi dan Analisis Rabies. Jakarta: Pusat Data
dan Informasi Kemenkes RI.
Available at www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-rabies.pdf.
Diakses pada 02 November 2016.
Lestari, Ida., dan Dewa Made Ngurah Dharma. 2010. Lokakarya Nasional Penyakit
Zoonosis: Review Rabies. Jakarta: Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat
Hewan. Available at http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/lkzo05-
20.pdf. Diakses pada 02 November 2016.
Nugroho. D. K, Pudjiatmoko, Diarmitha. I. K, Tum. S., Schoonman. S. 2013. Analisa Data
Surveilans Rabies (2008-2011) di Propinsi Bali. OSIR,Volume 6, Issue 2, hal 8-12
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2016. Jangan Ada Lagi Kematian Akibat
Triakoso, N. 2008. Bahan Ajar Ilmu Penyakit Bahan Ajar Ilmu Penyakit dalam
Penyakit Sistem Penyakit Sistem Digesti Veteriner Ii. Bagian Klinik Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlanggasurabaya: FKH airlangga
Toit DR, Ward KN, Brown DWG, Mirev E. Measles and rubella misdiagnosed as exanthema
Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit. Jakarta: EGC
Sjahrir H. 2008. Patofisiologi nyeri kepala. In: Nyeri kepala dan vertigo. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press; 2008.
Soedarto. 2012. Penyakit Zoonosis Manusia Ditularkan oleh Hewan. Jakarta: Sagung Seto.
Triakoso, N. 2008. Bahan Ajar Ilmu Penyakit Bahan Ajar Ilmu Penyakit dalam Penyakit
Sistem Penyakit Sistem Digesti Veteriner Ii. Bagian Klinik Veteriner Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlanggasurabaya: FKH airlangga