KELOMPOK 14 :
Dosen Pembimbing :
UNIVERSITAS JAMBI
2020/2021
SKENARIO 1 MAHASISWA BLOK 3.3
Tn. Andi, 56 tahun, datang ke poli paru RS Raden Mattaher dengan keluhan batuk
berdarah sejak 4 hari yang lalu. Tn. Andi mengaku sudah 1 bulan menderita batuk yang tidak
kunjung sembuh. Awalnya batuk berdahak warna kuning kehijauan, tapi tidak disertai darah.
Selain itu Tn. Andi juga merasa sering demam dan berkeringat pada malam hari tanpa
didahului aktivitas. Sejak 1 bulan ini, Ia merasa nafsu makannya juga semakin berkurang dan
mengalami penurunan berat badan akhir akhir ini. Pasien mengaku tetangganya juga
mengalami batuk-batuk sejak 2 bulan. Pasien belum pernah minum obat apapun.
Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan menduga Tn. Andi mengalami infeksi paru
sehingga merencanakan akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk membantu
memastikan penyakit Tn. Andi.
1
I. Identifikasi istilah
- Batuk berdarah : batuk berdahak yang disertai dengan darah,
ekspetorasi darah akibat perdarahan yang terjadi pada salauran pernafasan bawah.
- Batuk berdahak : batuk yang terjadi ketika tubuh menghasilkan lebih
banyak dahak, sifat batuk yang timbul setelah peradangan yang kemudian berubah
menjadi produktif (menghasilkan dahak)
- Demam : kondisi meningkatnya suhu tubuh diatas rata rata suhu
harian.
- Berkeringat : mekanisme alamiah tubuh untuk menurunkan suhu
tubuh
- Infeksi : pertumbuhan satu focus organisme yang dapat/ tidak
menyebabkan perubahan secara klinis.
2
II. Identifikasi masalah
1. Mengapa tn.andi batuk berdarah dan batuk berdahak kuning kehijauan ?
2. Mengapa tn.andi sering demam dan berkeringat pada malam hari?
3. Apa hubungan batuk yang disertai dengan demam?
4. Apa hubungan keluhan pasien dengan berkurangnya nafsu makan dan penurunan
berat badan?
5. Apa yang menyebabkan batuk berdahak menjadi batuk berdarah?
6. Apa saja pemeriksaan fisik dan penunjang yang perlu dilakukan ?
7. Apa diagnose banding tn.andi?
8. Apa diagnose kerja tn.andi?
9. Bagaimana etiologi dari penyakit tn.andi ?
10. Bagaimana epidemiologi dari penyakit tn.andi ?
11. Bagaimana pathogenesis dari penyakit tn.andi?
12. Bagaimana patofisiologi dari penyakit tn.andi?
13. Bagaimana tatalaksana dari penyakit tn.andi?
14. Bagaimana prognosis dari penyakit tn.andi?
15. Bagaimana komplikasi penyakit tn.andi?
16. Penyakit apa saja yang dapat menyebabkan batuk berdarah?
17. Pengaruh penyakit tetangga tn andi terhadap keluhan tn andi?
3
III. Analisis masalah
1. Mengapa Tn.Andi batuk berdarah dan batuk berdahak berwarna kuning
kehijauan?
Batuk dengan dahak bercampur darah (hemoptosis) yang dialami Tn. Andi
menunjukkan adanya luka yang terdapat pada saluran nafas bagian bawah.
Terjadinya reaksi inflamasi kronis pada saluran nafas bagian bawah Tn. Andi
mengakibatkan batuk yang terus berlangsung selama berminggu-minggu sehingga
memicu pecahnya pembuluh disekitar area tersebut.1
4
putih tersebut akan mengeluarkan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus
untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus
akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara
lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai
selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru tersebut. Keringat malam adalah suatu keluhan subyektif
berupa berkeringat pada malam hari yang diakibatkan oleh irama temperatur
sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal manusia memiliki irama
sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu 36.1°C dan
meningkat menjadi 37.4 °C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00.
Kejadian demam/ keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian
ini. Variasi antara suhu tubuh terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda-
beda tetapi konsisten pada setiap orang. 2
Keringat malam ini merupakan salah satu keluhan penderita TB. Belum
diketahui dengan jelas mengapa tuberkulosis menyebabkan demam pada malam
hari. Ada pendapat keringat malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai
respon salahsatu molekul sinyal peptida yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-
α) yang dikeluarkanoleh sel-sel sistem imun di mana mereka bereaksi terhadap
bakteri infeksius(M.tuberculosis). Monosit yang merupakan sumber TNF-α akan
meninggalkan aliran darah menuju kumpulan kuman M.tuberculosis dan menjadi
makrofag migrasi. Walaupun makrofag ini tidak dapat mengeradikasi bakteri
secara keseluruhan, tetapi pada orang imunokompeten makrofag dan sel-sel
sitokin lainnya akan mengelilingi kompleks bakteri tersebut untuk mencegah
penyebaran bakteri lebih lanjut ke jaringan sekitarnya.TNF-α yang dikeluarkan
secara berlebihan sebagai respon imun ini akan menyebabkan demam, keringat
malam, nekrosis, dan penurunan berat badan di mana semua ini merupakan
karakteristik dari tuberkulosis. Demam timbul sebagai akibat respon sinyal kimia
yang bersirkulasi yang menyebabkan hipotalamus mengatur ulang suhu tubuh ke
temperatur yang lebih tinggi untuk sesaat. Selanjutnya suhu tubuh akan kembali
normal dan panas yang berlebihan akan dikeluarkan melalui keringat. Suhu tubuh
5
secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit, walaupun terpapar suhu
lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh diaturoleh hipotalamus yang mengatur
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas. 2
Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik.
Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi.
Dalam keadaan normal termostat dihipotalamus selalu diatur pada set point sekitar
37°C, setelah informasi tentang suhu diolah dihipotalamus selanjutnya ditentukan
pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point .
Hipotalamus posterior bertugas meningkatkan produksi panas dan mengurangi
pengeluaran panas.2
Bila hipotalamus posterior menerima informasi suhu luar lebih rendah dari
suhu tubuh maka pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan
metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk menggigil dan pengeluaran
panas dikurangi dengan vasokontriksi kulit dan pengurangan produksi keringat
sehingga suhu tubuh tetap dipertahankan tetap. Hipotalamus anterior mengatur
suhu tubuh dengan cara mengeluarkan panas. Bila hipotalamus anterior menerima
informasi suhu luar lebih tinggi dari suhu tubuh maka pengeluaran panas
ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.
Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point . Infeksi
bakteri menimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN
untuk membuat pirogenendogen yaitu interleukin-1, interleukin 6 atau tumor
nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerjadi hipotalamus dengan bantuan enzim
siklooksigenase membentuk protaglandin ( PG 1 ) ,selanjutnya prostaglandin
meningkatkan set point hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogendiikuti
oleh pelepasancryogens (antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan
suhu tubuh dan mencegah peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam
jiwa. 2,8
Dorongan primitive untuk mengambil makanan merupakan usaha organism
untuk bertahan hidup yang umumnya dihubungkan dengan lapar murni.Selera
makan tidak perlu punya hubungan apapun dengan keperluan makan untuk
bertahan hidup. Rangsangan selera makan datang dari sumber sumber
beranekaragam seperti distensi lambung, kadar glukosa dalam darah dan asosiasi
psikis seperti bau , melihat, dan mengecap makanan. Daerah hipotalamus yang
bersangkutan dengan respon makan adalah apepttie control system (ACS). ACS
6
juga merupakan control bersama terhadap berat badan, suhu, aktivitas ,siklus
reproduksi wanita, dan energy yang tersedia untuk memutuskan berapa banyak
makanan yang diperlukan hari ini.2
3. Apa hubungan batuk yang disertai dengan demam?
Batuk dengan sputum menunjukkan bahwa terjadi infeksi dari kuman yang
masuk. Bila bakteri ini terdapat didalam jaringan atau dalam darah akan di
fagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit pembunuh
bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya menamai hasil pemecahan bakteri
dan melepaskan zat interleukin I yang disebut pirogen endogen ke dalam cairan
tubuh. Saat interleukin I mencapai hipotalamus segera mengaktifkan proses yang
menimbulkan demam. 3
4. Apa hubungan keluhan pasien dengan berkurangnya nafsu makan dan penurunan
berat badan?
Ada dua system di hipotalamus. Melanocortin (pro-opiomelanocortin)
merupakan systemsaraf serotoninergik. Jika melanocortin dirangsang maka akan
terjadi anorexia (tidak naosumakan). Sebaliknya, NPY bersifat prophagic, artinya
jika dirangsang maka nafsu makan akan meningkat. Interaksi kedua system inilah
yang mengatur imbang asupan dan pemakaian energy.Pada banyak penyakit
sistemik, sitokin factor pemicu proteilisis akan diproduksi oleh seldarah putih, dan
ini akan merangsang pembentukan serotonin dan merangsang melanocortin.Efek
perangsangan ini adalah anoreksia. Serotonin berasal dari triptofan. Triptofan
masuk kedalam system saraf pusat melalui saluran yang sama dengan BCAA
(branch-chained aminoacids). Jadi triptofan bersaing dengan BCAA. Ada bukti
bahwa peningkatan triptofan di otak akan menyebabkan rasa letih (central
fatigue).Pemberian BCAA (leucine, isoleucine, valine) akan memblok masuknya
triptofan, disusul dengan penurunan serotonin. Kemudian nafsu makan akan
meningkat.3,4
5. Apa yang menyebabkan batuk berdahak menjadi batuk berdarah?
Hemoptisis atau batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu
penyakit infeksi. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur
darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi
perdarahan. Batuk darah atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat
perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar
melalui saluran napas bawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda
7
atau gejala dari penyakit dasar sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan
yang lebih teliti. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan berdasarkan volume
darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif memerlukan
penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di paru dan dapat
mengganggun kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak ditangani
dengan baik dapat mengancam jiwa. Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal
dari sirkulasi pulmoner atau sirkulasi bronkial. Hempotisis masif sumber
perdarahan umumnya berasal dari sirkulasi bronkial ( 95 % ). Sirkulasi pulmoner
memperdarahi alveol dan duktus alveol, sistem sirkulasi ini bertekanan rendah
dengan dinding pembuluh darah yang tipis. Sirkulasi bronkial memperdarahi
trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan jaringan penunjang paru, esofagus,
mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri pulmoner. Sirkulasi bronkial ini
terdiri dari arteri bronkialis dan vena bronkialis. 4
Asal anatomis perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu:
(a) Bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa,
(b) TB paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding
kaviti “aneurisma Rassmussen”). atau akibat pecahnya anastomosis
bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri bronkialis,
(c) infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran & proliferasi arteri
bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik,
(d) kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah
berdarah.4
8
- Jaringan fibrotik yang luas => kor-pulmonal dan gagal jantung, tanda-
tanda nya takipnea, takikardia, sianosis, edema, dll.
- TB paru mengenai pleura => efusi pleura => paru sakit tertinggal dalam
pernapasan, perkusi pekak, auskultasi suara napas lemah atau tidak
terdengar sama sekali. 5
(2) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan radiologi.
Pada awal penyakit terdapat sarang-sarang pneumonia yang berupa
bercak-bercak seperti awan dan batas- batas yang tidak tegas mulai
diliputi oleh jaringan ikat dan bayangan akn terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas. Juga sering diiringi dengan penebalan pleura
(pleuritis), efusi pleura, bayangan hitam radiolusen di pinggir
paru/pleura.1
- Pemeriksaan labor
(1) Darah, sering tidak di perhatikan karna hasilnya meragukan dan
tidak spesifik, pemeriksaan darah tepi akan didapati jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dan perhitungan jenisnya terdapat
pergeseran kekiri menandakan adanya reaksi inflamasi.
(2) Sputum BTA, pembacaan hasil pemeriksaan sediaan sputum BTA
dilakukan denga skala IUALTD yakni ;
• Negatif, tidak ditemukannya BTA dalam 100 lapangan
pandang
• Ada 1-9 BTA per 100 lapangan pandang. Sebutkan jumlah
kuman yang ditemukan
• Ada 10-99 BTA per 100 lapangan pandang. Disebut + atai
1+
• Ada 1-10 BTA per lapangan pandang, disebut ++ atau 2+
• Ada >10 BTA per lapangan pandang. Disebut +++ atau
3+.5
- Pemeriksaan dengan biakan
9
- Uji Tuberkulin.
Tes Mantoux dengan menyuntikkan 2 TU (Tuberculin Unit) dalam 0,1
mL PPD-RT3 (rekomendasi WHO dan IUALTD) secara intra kutan.
Dibaca setelah 3 hari, menunjukkan reaksi positif apabila terdapat indurasi
di kulit tempat suntikan dengan diameter besar sama dengan 10mm.
Untuk pasien dengan HIV poesitif, tes Mantoux >5mm sudah dianggap
positif.1,5
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil Tes Mantoux ini dibagi dalam:
10
Gambar 1. Alur diagnosa terduga TB 19
11
7. Apa diagnosis banding dari keluhan yang dialami pasien?
Tabel 1. Diagnosis banding terduga TB 7,8,9,10
Penyakit definisi Gejala klinis
Pneumonia1 Peradangan yang mengenai parenkim paru, - Batuk
distal dari bronkus terminalis yang - Nyeri dada
mencakup bronkiolus respiratorius, dan - demam
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat
Penyakit Paru Penyakit obstruktif jalan nafas karena - Batuk berdahak
Obstruktif bronchitis kronik atau emfisema. - Nafsu makan menurun
kronis (PPOK)2 Obstruktif bersifat progresif, bisa disertai - Penurunan berat badan
hiperaktivitas bronkusdan sebagian
reversible
Abses Paru3 Infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada - Batuk kering, berdahak,
jaringan paru yang terlokalisir sehingga dan berdarah
membentuk kavitas yang berisi nanah - Tidak nafsu makan
dalam parenkim paru pada satu lobus atau - Keringat malam hari
lebih. - Demam intermitten
Asma4 Gangguan inflamasi kronik jalan nafas - Bising mengi (wheezing)
yang melibatkan berbagai sel inflamasi. yang terdengar dengan
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas atau tanpa stetoskop
bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi - Batuk produktif
jalan nafas, dan gejala pernafasan (mengi - Nafas atau dada tertekan
dan sesak)
12
Kasus tuberculosis (TB) diklasifikasikan berdasarkan :
TB EKSTRAPARU
BTA (-)
13
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru, merupakan pasien yang ssebelumnya belum pernah
mendapatkan pengobatan TB atau sudah pernah mendapatkan OAT (Obat
Anti Tuberkulosis) kurang dari satu bulan. Psien dengan hasil dahak BTA
positif atau negative dengan lokasi anatomi penyakit dimanapun.
b. Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya, merupakan pasien yang
sudah pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya minimal selama
satu bulan, dengan hasil dahak BTA positif atau negative dengan lokasi
anatomi penyakit dimanapun.10
15
TB adalah masalah kesehatan dunia, WHO melaporkan sejak dahulu dan
faktanya menurut estimasi WHO prevalensi TB setiap tahun selalu meningkat.
Epidemiologi TB di Indonesia, walaupun prevalensinya menunjukkan penurunan
yang signifikan survey epidemiologi tahun 1980 – 2004 secara nasional telah
mencapai target yang sudah ditetapkan tahun 2015 yaitu 221 per 100.000
penduduk dan WHO memprediksikan kurang lebih 690.000 tau 289/1000 terdapat
penderita TB di Indonesia. TB merupakan penyebab kematian kedua setelah
stroke pada usia 15 tahun ke atas dan penyebab kematian pada bayi dan balita.
Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresikan dari
saluran pernafasan sejumlah besar bakteri M. tuberculosis. Riwayat kontak (
contoh dalam keluarga ) dan sering terpapar ( petugas medis ) menyebabkan
kemungkinan tertular melalui droplet.15,16
16
biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
TBC primer adalah TBC yang terjadi pada seseorang yang belum pernah
kemasukan basil TBC. Bila orang ini mengalami infeksi oleh basil TBC,
walaupun segera difagositosis oleh makrofag, basil TBC tidak akan mati. Dengan
semikian basil TBC ini lalu dapat berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu
pertama di alveolus paru dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam,
sehingga pada infeksi oleh satu basil saja, setelah 2 minggu akan menjadi 100.000
basil. TBC sekunder adalah penyakit TBC yang baru timbul setelah lewat 5 tahun
sejak terjadinya infeksi primer. Kemungkinan suatu TBC primer yang telah
sembuh akan berkelanjutan menjadi TBC sekunder tidaklah besar, diperkirakan
hanya sekitar 10%. Sebaliknya juga suati reinfeksi endogen dan eksogen,
walaupun semula berhasil menyebabkan seseorang menderita penyakit TBC
sekunder, tidak selalu penyakitnya akan berkelanjutan terus secara progresif dan
berakhir dengan kematian.hal ini terutama ditentukan oleh efektivitas sistem
imunitas seluler di satu pihak dan jumlah serta virulensi basil TBC di pihak lain.
Walaupun sudah sampai timbul TBC selama masih minimal, masih ada
kemungkinan bagi tubuh untuk menyembuhkan dirinya sendiri bila sistem
imunitas seluler masih berfungsi dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa TBC
pada anak-anak umumnya adalah TBC primer sedangkan TBC pada orang dewasa
adalah TBC sekunder.
17
Kebanyakan infeksi TBC melalui pintu saluran napas. Mula-muka bakal TBC
yang dapat terbang dari penderita yang sedang berbicara dan bersin terhisap oleh
orang lain. Kemudian basil-basil tersebut langsung masuk melalui jalan napas dan
menempel pada permukaan alveolar dari parenkim pada bagian bawah
lobus/bagian atas lobus bawah. Kemudian leukosit dari tubuh memakan bakteri
tersebut, tetapi bakteri tersebut tidak mati dan infeksi menyebar melalui saluran
getah bening, dan terbentuklah suatu infeksi TB primer, yaitu suatu peradangan
yang terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
mycrobacterium tuberkulosis. Ada beberapa yang akan mengalami penyebaran
eksogen yaitu karena infeksi baru dari luar dan proses ini di sebut TB paru post
primer, pada saat ini kerusakan jaringan lebih cepat karena sudah ada kekebalan
terhadap infeksi basil TB. Fokus infeksi jaringan paru di sebut kavitas. Bila
kavitas tersebut lama - lama diliputi anyaman pembuluh bakteri dan bila pecah
dapat menyebabkan kematian karena saluran napas tersumbat oleh bekuan darah.
Bila daya tahan tubuh melemah, maka basil akan menyebar ke paru lain bahkan
menyebar melalui aliran limfe dan darah ke organ lain.13
13. Bagaimana tatalaksana dari penyakit yang dialami oleh pasien ?
a. Pengobatan tuberculosis
- Mencegah kekambuhan
1. INH
18
2. Rifampisin
3. Pirazinamid
4. Etambutol
5. streptomisin
1. kanamisin
2. kapriomisin
3. amikasin
4. sikloserin
5. etionamid
para-amino salisikat (PAS) Obat lini kedua hanya digunakan untuk kasus
resistensi obat
19
Tabel 2. Jenis dan dosis OAT
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5
- pasien baru panduan obat yang dianjurkan 2 HREZ/4HR dengan pmberian dosis
setiap hari. Bila menggunakan OAT program, maka pemberian dosis setiap hari
padafase intensif dilanjutkan dengan pemberian dosis 3x/minggu dengan
DOT2HRZE/4H3R3.1
20
- pasien riwayat pengobatan lini pertama pengobatan berdasarkan hasi uji kepekaan,
diberikan panduan obat 2HRZES/HRZE/5HRE
21
Tabel 4. Efek samping OAT
Rifampisin
Pirazinamid
Pirazinamid
Rifampisisin
22
Tatalaksana reaksi kutaneus
Apabila tejadi reaksi gatal tanpa kemerahan dan tidak ada penyebab lain, maka
pengobatan yang di rekomandasikan adalah simptomatis seperti menggunakan
antihistamin. Pengobatan dengan OAT dapat diteruskan dengan mengobservasi
pasien. Jika terjadi kemerahan pada kulit, maka OAT dihentikan.14
1. Indikasi mutlak
a. Pasien batuk darah yang massif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasisecara konservatif.
2. Indikasi relative
a. Pasien dengan dahak negative dengan batuk darah berulang
b. Bekrusakan satu paru/lobus dengan keluah
c. Sisa kavitas yang menetapTindakan invasive ( selain pembedahan )
- Bronkoskopi
- Punksi pleura
- Pemasangan WSD
Pembedahan dapat dipertimbangkan sebagai pengobatan dalam TB
ekstraparu.Pembedahan dibutuhkan dalalam komplikasi pada keadaan seperti
hidrosefalus, obstruksi uropati, perkarditis, konstruktif, dan keterlibatan saraf
pada TB tulang belakang (TB spinal). Pada limfa denitis yang besar dan berisi
cairan maka diperlukantindakan drainase atau aspirasi/insisi sebagai salah satu
tindakan terapeutik dan diagnosis.1
e. Evaluasi pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
sampingobat, serta evaluasi keteraturan berovat.Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi secara periodic
- Evaluasi terhadap respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
sertaada tidaknya komplikasi penyakit
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisisEvaluasi
bakteriologi (0-2-6-8 bulan pengobatan)
23
- Untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
- Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis
- Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaanEvaluasi
radiologi (0-2-6/8 bulan pengobatan) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks
dilakukan pada :
1. Sebelum pengobatan
2. Setelah 2 bulan pengobatan
3. Pada akhir pengobatan
24
- Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
- Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
- Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil
obat dari unit pelayanan kesehatan.
4. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya:
- TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
- TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
- Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
- Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
- Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke Fasyankes.1,14
14. Bagaimana prognosis dari penyakit tn.andi?
Prognosis tuberkulosis (TB) tergantung pada diagnosis dini dan pengobatan.
Seorang yang terinfeksi kuman TB memiliki 10% risiko dalam hidupnya jatuh
sakit karena TB. Namun penderita gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti
orang yang terkena HIV, malnutrisi, diabetes, atau perokok, memiliki risiko lebih
tinggi jatuh sakit karena TB.15,16
TB adalah penyakit yang parah dan seringkali mematikan tanpa pengobatan.
Setelah 5 tahun tanpa pengobatan, hasil dari TB paru BTA-positif (PTB) pada
pasien HIV-negatif adalah sebagai berikut:
- 50-60% meninggal (rasio kasus kematian untuk TB yang tidak diobati);
- 20-25% sembuh (sembuh spontan);
- 20-25% mengembangkan TB BTA-positif kronis.15,16
Dengan pengobatan yang memadai, rasio kematian kasus (CFR) sering turun
menjadi kurang dari 2 hingga 3% dalam kondisi optimal. CFR serupa terlihat
dengan EPTB yang tidak diobati dan PTB BTA-negatif, dengan penurunan CFR
yang setara dengan pengobatan yang memadai.TB yang tidak diobati pada pasien
terinfeksi HIV (bukan antiretroviral) hampir selalu berakibat fatal. Bahkan pada
25
antiretroviral, CFR lebih tinggi dibandingkan pada pasien yang tidak terinfeksi
HIV.15,16
15. Bagaimana komplikasi penyakit tn.andi?
Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat
terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun
dinding dada. Komplikasi TB ini dapat terjadi baik pada pasien yang diobati
ataupun tidak. Secara garis besar, komplikasi TB dikategorikan menjadi : 1
1. Lesi Parenkim
- Tuberkuloma dan thin-walled cavity.
- Sikatriks dan destruksi paru.
- Aspergilloma.
- Karsinoma bronkogenik.
3. KomplikasiVaskular
- Trombosis dan vaskulitis.
- Dilatasi arteri bronchial.
- Aneurisma rassmussen.
4. Lesi Mediastinum
- Kalsifikasi nodus limfa.
- Fistula esofagomediastinal.
- Tuberkulosis perikarditis.
5. Lesi Pleura
- Chronic tuberculous empyema dan fibrothorax.
- Fistula bronkopleura.
- Pneumotoraks.
26
6. Lesi dinding dada
- TB kosta.
- Tuberculous spondylitis.
- Keganasan yang berhubungan dengan empyema kronis.
b. Bronkiektasis
c. Infeksi paru
Selain batuk darah, penderita kondisi ini akan mengeluarkan dahak berwarna
kekuningan atau bernanah, serta sesak napas yang disertai demam.
Batuk berdarah biasanya terjadi pada penderita edema paru yang juga
terdiagnosis memiliki masalah pada jantung. Darah yang keluar saat batuk
akan memiliki tekstur berbusa dan berwarna merah muda.
Selain batuk darah, kondisi ini dapat menyebabkan nyeri dada dan sesak napas
secara tiba-tiba.
Ini merupakan golongan infeksi paru-paru parah. Selain batuk darah, TBC
juga dapat menyebabkan penderitanya mengalami demam dan berkeringat
berlebihan.
27
g. Kanker paru-paru
Gejala utama dari kanker paru, terutama pada stadium akhir, adalah batuk
darah, serta sesak napas.
h. Luka berat
misalnya akibat kecelakaan lalu lintas atau terkena senjata.
n. Varises bronkial
Batuk darah bisa terjadi karena pecahnya varises bronkial, pada penderita
sirosis hati dan keadaan hipertensi portal lainnya. Selain kondisi-kondisi
tersebut, batuk darah juga bisa disebabkan oleh pendarahan di dalam
tenggorokan, mulut, atau hidung yang bercampur dengan air liur ketika
penderitanya batuk.
28
aliran udara, dan bila terbang ke tempat yang lembab dan gelap akan membuat
bakteri hidup lebih lama. 18
Penyebaran bakteri juga bisa terjadi ketika sore atau malam hari sehingga
tidak terpapar oleh sinar matahari yang menyebabkan bakteri tetap hidup. Cahaya
matahari langsung dapat mematikan bakteri tuberkulosis (TB) dalam waktu 5
menit. Oleh sebab itu, cara yang paling cocok untuk mencegah tuberkulosis di
daerah tropis dengan memanfaatkan sinar matahari. Tetapi di tempat yang gelap
dan yang tidak terkena sinar matahari kumankuman dapat bertahan hidup selama
bertahun-tahun sehingga memungkinkan terjadi banyak penularan di rumah yang
gelap dan lembab. Jarak waktu sekitar 5 menit tersebut memungkinkan bakteri
berpindah dari rumah penderita ke rumah bukan penderita dengan dibawa angin
bersama dengan debu yang mengandung Mycobacterium tuberculosis. Menurut
Budiarti di dalam ,dengan pemanasan pada suhu 60℃ selama 15-20 menit bakteri
akan mati. Bakteri pada sputum kering yang melekat pada debu dapat bertahan
hidup lebih lama yaitu selama 8-10 hari. Bakteri tuberkulosis dapat dimatikan
dalam waktu 20 menit dengan suhu 60℃ dan dapat dimatikan dalam 5 menit pada
suhu 70℃. Oleh karena bakteri pada sputum kering yang melekat pada debu dapat
bertahan hidup sampai 8-10 hari, penderita TB paru yang meludah sembarangan
dapat menyebarkan Mycobacterium tuberculosis yang terbawa oleh angin bersama
sputum kering yang melekat pada debu dan masuk ke rumah tetangga penderita
TB paru.18
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Pengajar Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 4. Jilid 2.
Jakarta ; Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit dalam FK UI.
2. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses
Proses Penyakit jilid 1. Edisi 6. Jakarta : EGC.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Paru Indonesia.
4. Rasmin M.J. 2009. Hemoptisis. Jurnal Respirologi Indonesia. Departemen
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia SMF Paru RSUP Persahatatan.
5. Setiati S, Alwi I, Sudaya AW, et al, editors. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. Hal : 869
6. Wibowo, Rudi Hendro, dkk. 2018. Situasi Pneumonia di Wilayah Kerja Dinas
kesehatan Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan Tahun 2017. Media Kesehatan
Politeknik kesehatan Makassar, 13(2), 34-35. doi: http://journal.poltekkes-
mks.ac.id/ojs2/index.php/mediakesehatan/article/download/691/259
7. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid I,
Penerbit Media Aesculapius, FK-UI. : 480-481
8. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku Ajar ilmu penyakit
dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing;1653-1654
9. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid
I, Penerbit Media Aesculapius, FK-UI.476-477
10. Sudoyo, Aru W,Dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI Jilid III.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI.
11. Djojodibroto, R Darmanto. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine), Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
12. Darliana Devi. 2011. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru. Idea Nursing journal.
2(1):27-28. Doi: https://core.ac.uk/download/pdf/292076627.pdf
13. Danusantoso, H. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta.
14. Surya Asik, Basri Camelia, dkk. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.
30
http://rspau.ddns.net:8080/perpustakaan/property/uploads/d8c81b3affec9ce9d840d2a5
3d26475a.pdf
15. WHO. 2017. Tuberculosis. [cited 2017 19 January]; Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/.
16. World Health Organization.2010. Multidrug and Extensively Drug-resistant TB
(M/XDR-TB) Global Report on Surveillance and Response. World Health
Organization.Geneva.(WHO/HTM/TB/2010.3).http://www.who.int/tb/publications/20
10/978924599191/en/index.html
17. Manosuthi W, Chottanapand S, Thongyen S, Chaovavanich A, Sungkanuparph S.
2006. Survival rate and risk factors of mortality among HIV/tuberculosis-coinfected
patients with and without antiretroviral therapy. J Acquir Immune Defic Syndr.
LWW;43(1):42–6.
18. Kenedyanti, E., & Sulistyorini, L. 2017. Analisi Mycobacterium Tuberculosis dan
Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberculosis Paru. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Volume 5 Nomor 2, 152-162.
19. Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 tahun 2016 tentang
penanggulangan tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
31