Wulandari G1A112005
Nurfazillah G1A112073
UNIVERSITAS JAMBI
2014/2015
Skenario 1
An.B, 10 tahun dengan berat badan 20 kg, dibawa oleh ibunya ke tempat praktek dokter umum,
dengan keluhan demam. Demam dikeluhkan sejak 3 hari yang lalu, naik turun, kadang kala
disertai dengan menggigil. Menurut pengakuan sang ibu, An.B mulai lemas dan sering diam sejak
1 hari yang terakhir. Beberapa minggu sebelumnya An.B tidak nafsu makan dan cenderung malas
beraktivitas, perutnya buncit dan sering mengeluh gatal pada anusnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan, tampak lemah, kesadaran compos mentis, TD : 100/60
mmHg, nadi : 100 kali/menit, nafsa : 25 kali/menit, temp : 39,5’C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan, konjungtiva palpebra anemis +/+, THT dalam batas normal, typhoid tongue (-),
tampak ptechiae pada daerah dada, abdomen, dan ekstremitas, pada pemeriksaan paru :
terdapat suara vesikular normal pada kedua daerah paru, abdomen membuncit, shiftting
dullness (-) dan turgor kulit sedikit menurun dan tidak terdapat edem tungkai.
Sebagai dokter di pelayanan primer, apa yang anda lakukan pada An.B ini?
I. Klarifikasi Istilah1
1. Demam : Kenaikan suhu tubuh di atas normal
2. Menggigil : gemetar karena kedinginan, demam atau sikap tubuh. Suatu reaksi
pertahanan tubuh
3. Compos mentis : Kesadaran normal, sadar sepenuhnya, kejernihan pikiran, waras
4. Konjungtiva palpebral anemis : Kekurangan Hb dalam darah <12g di belakang kelopak
mata dan melekat erat pada tarsus
5. Typoid tongue : Lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi hiperemis
6. Ptechiae : Bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah
7. Suara vesikular : Suara bernada rendah terdengar lebih panjang pada fase inspirasi
daripada ekspirasi
8. Shifting dullness : suara pekak yang berpindah pada suatu perkusi
9. Turgor : Elastisitas kulit yang menggambarkan keadaan keseimbangan cairan tubuh
10. Edema : Pengumpulan cairan secara abnormal dalam ruang interstitial tubuh
II. Identifikasi Masalah
1. Apa penyebab terjadinya demam?
2. Apa saja tipe-tipe demam?
3. Bagaimana mekanisme dari demam?
4. Penyakit apa saja yang ditandai dengan demam pada anak?
5. Apa makna klinis demam 3 hari yang lalu, naik turun kadang disertai menggigil?
6. Apa makna klinis An.B mulai lemas dan sering diam sejak 1 hari terakhir?
7. Apa makna klinis An.B tidak nafsu makan dan cenderung malas beraktivitas, perut buncit
dan sering mengeluh gatal pada anusnya?
8. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik An.B?
9. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
10. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan feses?
11. Bagaimana alur penegakkan diagnosis?
12. Apa saja diagnosis banding dari penyakit An.B?
13. Apa yang terjadi pada An.B?
14. Apa definisi dari penyakit An.B?
15. Apa epidemiologi dari penyakit An.B?
16. Apa etiologi dari penyakit An.B?
17. Apa saja klasifikasi dari penyakit An.B?
18. Bagaimana pathogenesis dari penyakit An.B?
19. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit An.B?
20. Bagaimana tatalaksana dari penyakit An.B?
21. Apa saja komplikasi dari penyakit An.B?
22. Apa saja edukasi dan pencegahan dari penyakit An.B?
23. Bagaimana prognosis dari penyakit An.B?
III. Analisis Masalah
1. Apa penyebab terjadinya demam?2
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Demam
akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll.
Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari
pemberian imunisasi selama ±1-10 hari
5. Apa makna klinis demam 3 hari yang lalu, naik turun kadang disertai menggigil?2,3
Demam 3 hari yg lalu naik turun tersebut merupakan manifestasi klinis penyakit
demam dengue di mana gejala klinis DBD terjadi demam tinggi selama 2-7 hari. Demam
disertai menggigil terjadi karena apabila set point pusat pengatur suhu hipothalamus
berubah dari normal ke tinggi (akibat penghancuran jaringan, zat pirogen, dehidrasi)
maka dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh dapat mencapai set point suhu
yang baru dengan suhu hipotalamus yang tinggi dan darah yang menurun terjadilah reaksi
umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh (orang akan menggigil dan merasa sangat
kedinginan untuk menyamakan suhu di hipotalamus) seperti: menggigil, kulit dingin
karena vasokontriksi dan gemetar dan jika suhu telah sama dengan hipotalamus pasien
tidak merasa dingin atau panas walaupun suhu tubuh atau darah tinggi.
6. Apa makna klinis An.B mulai lemas dan sering diam sejak 1 hari terakhir?
Adanya cacing dalam usus membuat pasien kehilangan zat besi sehingga kurang
gizi dan anemia (kadar hb menurun) oleh karena itu, suplay darah ke otak menurun dan
terjadilah lemas. An.B sering diam sejak 1 hari terakhir disebabkan karena anoreksia yg
terjadi pada anak menyebabkan asupan nutrisi menurun seperti energi, protein, zat besi
itu semua dapat menurunkan aktivitas fisik pada An.B
7. Apa makna klinis An.B tidak nafsu makan dan cenderung malas beraktivitas, perut buncit
dan sering mengeluh gatal pada anusnya?
Makna klinis tidak nafsu makan : nafsu makan berkurang karena An.B
merasa tidak nyaman pada perutnya
Makna klinis malas beraktivitas : An.B malas beraktivitas dikarenakan
menderita anemia akibat dari infeksi ancylostoma duodenalis, kurangnya asupan
gizi akibat tidak nafsu makan dan mengalami dehidrasi akibat demam.
Makna klinis perut buncit : Perut membucit akibat jumlah ancylostoma duodenum
yang terdapat di perut
Makna klinis gatal pada anus : Rasa gatal pada anus disebabkan adanya larva yang
menembus kulit dan terjadi kontak antara feses yang mengandung telur
ancylostoma dan kulit disekitar anus
Pemeriksaan fisik
Tampak lemas
Kesadaran : compos mentis
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 100 X/menit
Suhu : 39,5
Konj. Palpebral : anemis +/+
THT : batas normal
Typoid tongue :-
Ptechiae : daerah dada dan abdomen
Pem. Paru : suara vesikuler normal
Abdomen : membuncit
Shifting dullness: -
Turgor kulit sedikit menurun
Akral tidak dingin
Tidak terdapat edem tungkai
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 8 gr/dl
Ht : 30 %
Leukosit : 3600/ul
Tr : 100.000/ul
Ur/Cr : 95/1,2 mg/dl
Pem. Feses: ada cacing ancylostoma duodenale
Di samping aktivasi, factor XII akan menggiatkan juga system kinin yang berperan dalam
roses meningginya permeabiitas dinding pembuluh darah.
Menurunnya factor koagulasi dan kerusakan hati akan menambah baratnya perdarahan.
Ankilostomiasis
Cara penularan
Cara penularan penyakit cacing tambang adalah melalui larva cacing yang terdapat
ditanah yang menembus kulit ( biasanya diantara jari-jari kaki ), cacing ini akan berpindah
keparu kemudian ke tenggorokan dan akan tertelan masuk ke saluran cerna.
Patogenesis Ankilostomiasis
Larva stdium infektif secara aktif menembus kulit kapan saja mereka kontak. Pada
tempat masuk kerusakan adalah minimal tetapi penetrasi dari larva menyebabkan
perasaan gatal.dalam beberapa jam, reaksi alergi terhadap cacing atau produknya
menyebabkan pruritus, rash, papula eritematosus yang dapat menjadi vesikel.
Larva dapat juga tertelan dan langsung masuk ke usus halus, tetapi larva-larva lain
menembus membrane mukosa mulut dan faring menyebabkan migrasi ke paru.
Dalam usus halus, cacing ini melekatkan diri pada mukosa usus dengan kapsul
temporer kemudian berubah menjadi kapsul permanen. Kemudian menghisap darah dari
jaringan, tetapi lebih banyak yang hilang akibat perdarahan di tempat perlengketan.
Cacing ini menghisap darah hospes, dalam waktu 24 jam sebanyak 0,026 – 0,200 mL darah
dapat diisap oleh seekor cacing.
Pencegahan ankilostomiasis
Hipotesis
Definisi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus
DBD disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2. Struktur antigen ke-4 serotipe
ini sangat mirip satu dengan yang lain, tetapi antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak
dapat saling memberikan perlindungan silang. Hal tersebut karena variasi genetik yang berbeda
pada keempat serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe
itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Pada masing-masing segmen kodon,
variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6-11,0% pada tingkat nukleotida dan mencapai 1,3-
7,7% untuk tingkat protein.
Penularan DBD terjadi ketika nyamuk terinfeksi virus pada saat menggigit manusia yang
pada darahnya mengandung virus dengue (viremia), selanjutnya pada usus nyamuk virus akan
mengalami replikasi dan berkembang biak kemudian akan migrasi sampai pada kelenjar ludah.
Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk menembus kulit, dengan waktu inkubasi
empat hari virus akan bereplikasi dan berkembang biak pada jaringan dekat titik inokulasi atau
Lymph node dengan cepat dan apabila jumlahnya sudah cukup virus akan masuk ke dalam
sirkulasi darah yang akan ditandai gejala klinis berupa demam
Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang
ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD
dan sindrom renjatan dengue
1. Mekanisme imunopatologis
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:
a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut Antibody Dependent Enhancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler
terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi INFγ, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag.
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a
Diagnosis
Menurut WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan
laboratorium
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-
7 hari.
c. Pembesaran hati.
d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
2. Kriteria Laboratorium
b. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% menurut standar umur
dan jenis kelamin.
Derajat I
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan satu-
satunya adalah Uji Turniket positif.
Derajat II
Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi
perdarahan yang lebih berat.
Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (<
20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Penatalaksanaan
Terapi DBD dibagi menjadi 4 bagian, (1) Tersangka infeksi dengue, (2) DBD derajat I atau
II tanpa peningkatan hematokrit, (3) DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit > 20%, (4)
DBD derajat III dan IV (Dengue Syock Syndrom)
a. Medikamentosa
ii. Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misal antasid,
antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
b. Suportif
ii. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan
dari fase demam ke fase penurunan suhu dengan baik.
iii. Cairan intravena diperlukan apabila a) Anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi, dehidrasi dapat mempercepat terjadinya syok, b) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
2. DBD disertai syok (Dengue Syock Syndrom, derajat III dan IV)
a. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kg
secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap
diberikan ringer laktat 20 ml/kg ditambah koloid 20-30 ml/kg/jam, maksimal 1500
ml/hari.
b. Pemberian cairan 10 ml/kg tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume cairan
diturunkan menjadi 7 ml/kg dan selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda vital baik dan
adanya penurunan Ht.
d. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.
ii. Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit
turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 cc/kg.
iii. Apabila kadar hematokrit tetap > 40 vol%, maka berikan darah dalam volume
kecil.
iv. Plasma segar beku dan suspensi trombosit digunakan untuk koreksi gangguan
koagulopati pada kadar trombosit < 50.000/mm yang disertai perdarahan atau
KID pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
v. Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai dengan
plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah
perdarahan lebih berat.
3. Pemantauan
Hal yang vital dalam tata laksana DBD derajat apapun adalah pemantauan.
a. Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah pembesaran hati, tanda
perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati, harus dimonitor dan dievaluasi untuk
menilai hasil pengobatan.
b. Kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit tiap 6 jam, maksimal tiap 12 jam.
c. Keseimbangan cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung dan jumlah
perdarahan.
Pada DBD dengan syok, lakukan cross match darah untuk persiapan transfuse darah apabila
diperlukan. Pasien DBD perlu dirujuk ke ICU anak atas indikasi:
d. DBD ensefalopati.
Pencegahan
Lingkungan
a. Menguras bak mandi atau penampungan air sekurang kurangnya sekali seminggu.
b. Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.
Prognosis
Bila tidak disertai renjatan maka prognosis baik, biasanya dalam 24-36 jam cepat menjadi
baik. Apabila lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan maka kemungkinan sembuh
kecil dan prognosis menjadi jelek
Ankilostomiasis
Definisi
Etiologi
Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil TransmittedHelminth yang
masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necatoramericanus dan Ancylostoma sp). Infeksi
cacing tambang masih merupakanmasalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia
defisiensi besi danhipoproteinemia.
Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar memalui tinja. Bila telur tersebut jatuh ke
tembat yang hangat, lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif.
Dan jika larva tersebut kontak dengan kulit, bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun
ke usus halus; di sini larva berkembang menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi jika larva filariform
menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform
Gejala Klinis
Stadium larva:
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut grown itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
Stadium dewasa:
Gejala tergantung pada spesies, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita (Fe dan
Protein). Tiap cacing A.duodenale menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,08-0,34 cc sehari.
Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti
adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian,
tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun
Rasa tidak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), mencret-
mencret merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang dua
minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit. Anemia akan terjadi 10-20 minggu
setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk
menimbulkan anemia tersebut tentunya tergantung pada keadaan gizi pasien
Diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan secara klinis dan
epidemiologis. Secara klinis dengan mengamati gejala klinis yang terjadi pada penderita
sementara secara epidemiologis didasarkan atas berbagai catatan dan informasi terkait dengan
kejadian infeksi pada area yang sama dengan tempat tinggal penderita periode sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a) eosinofilia (1.000-
4.000 sel/ml), b) feses normal, c) infiltrat patchy pada foto toraks dan d) peningkatan kadar IgE.
Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10% dilakukan secara langsung dengan
mikroskop cahaya. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. Americanus dan A. duodenale.
Pemeriksaan yang dapat membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada
filter paper strip Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara mikroskopis
antara infeksi larva rhabditiform (L2) cacing tambang dengan larva
cacing strongyloides stercoralis
Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur cacing tambang di dalam
tinja pasien. Selain tinja, larva juga bisa ditemukan dalam sputum. Kadang-kadang terdapat darah
dalam tinja
Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya
pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing
menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul
bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat
kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai
antikoagulan termasuk diantaranyainhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing
ini kemudian mencernasebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase,
sedangkansebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Terjadinyaanemia
defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu,
beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus.
Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus.
Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing.
terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan
darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja.
Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak
yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia
Penatalaksanaan
Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik; suplemen preparat
besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan bersama-
sama dengan anemia. Obat untuk infeksi cacing tambang adalah Pyrantel pamoate (Combantrin,
Pyrantin), Mebendazole (Vermox, Vermona, Vircid), Albendazole
Pencegahan ankilostomiasis
1. Dorlan, W.A. Newman ; Alih Bahas, Huriawati, Hartanto,dkk : 2002; Kamus Kedokteran
Dorland, Edisi 29, Jakarta, EGC
2. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi keempat. 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2008. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
4. Hassan,Rusepno. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:ECG
5. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC
6. WHO. 1997. Guide for diagnosis, treatment and control of dengue hemorrhagic fever. 2nd
ed. Geneva.
7. Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2002. Profil Kesehatan 2001. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.