Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN TUTORIAL KELOMPOK 2

DEMAM BERDARAH DENGUE DERAJAT II DAN ANKILOSTOMIASIS

Tutor : dr. Frizky Arlind

M. Ridho Rifansyah G1A112004

Wulandari G1A112005

Stellla Rossa G1A112006

Maizola Putri G1A112031

Lestari Anisa Fadila G1A112033

Yorazaki Maessa G1A112034

Nurfazillah G1A112073

Iffanisa Surya G1A112074

Anggi Junita Endamia G1A111072

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2014/2015
Skenario 1

Apa yang terjadi padaku?

An.B, 10 tahun dengan berat badan 20 kg, dibawa oleh ibunya ke tempat praktek dokter umum,
dengan keluhan demam. Demam dikeluhkan sejak 3 hari yang lalu, naik turun, kadang kala
disertai dengan menggigil. Menurut pengakuan sang ibu, An.B mulai lemas dan sering diam sejak
1 hari yang terakhir. Beberapa minggu sebelumnya An.B tidak nafsu makan dan cenderung malas
beraktivitas, perutnya buncit dan sering mengeluh gatal pada anusnya.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, tampak lemah, kesadaran compos mentis, TD : 100/60
mmHg, nadi : 100 kali/menit, nafsa : 25 kali/menit, temp : 39,5’C. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan, konjungtiva palpebra anemis +/+, THT dalam batas normal, typhoid tongue (-),
tampak ptechiae pada daerah dada, abdomen, dan ekstremitas, pada pemeriksaan paru :
terdapat suara vesikular normal pada kedua daerah paru, abdomen membuncit, shiftting
dullness (-) dan turgor kulit sedikit menurun dan tidak terdapat edem tungkai.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb : 8 gr/dl, Ht : 30%, Leu : 3600/ul, Tr : 100.000/ul;


Ur/Cl : 95/1,2 mg/dl. Pada pemeriksaan feses didapatkan adanya cacing ancylostoma duodenale.

Sebagai dokter di pelayanan primer, apa yang anda lakukan pada An.B ini?
I. Klarifikasi Istilah1
1. Demam : Kenaikan suhu tubuh di atas normal
2. Menggigil : gemetar karena kedinginan, demam atau sikap tubuh. Suatu reaksi
pertahanan tubuh
3. Compos mentis : Kesadaran normal, sadar sepenuhnya, kejernihan pikiran, waras
4. Konjungtiva palpebral anemis : Kekurangan Hb dalam darah <12g di belakang kelopak
mata dan melekat erat pada tarsus
5. Typoid tongue : Lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi hiperemis
6. Ptechiae : Bintik merah kecil akibat keluarnya sejumlah kecil darah
7. Suara vesikular : Suara bernada rendah terdengar lebih panjang pada fase inspirasi
daripada ekspirasi
8. Shifting dullness : suara pekak yang berpindah pada suatu perkusi
9. Turgor : Elastisitas kulit yang menggambarkan keadaan keseimbangan cairan tubuh
10. Edema : Pengumpulan cairan secara abnormal dalam ruang interstitial tubuh
II. Identifikasi Masalah
1. Apa penyebab terjadinya demam?
2. Apa saja tipe-tipe demam?
3. Bagaimana mekanisme dari demam?
4. Penyakit apa saja yang ditandai dengan demam pada anak?
5. Apa makna klinis demam 3 hari yang lalu, naik turun kadang disertai menggigil?
6. Apa makna klinis An.B mulai lemas dan sering diam sejak 1 hari terakhir?
7. Apa makna klinis An.B tidak nafsu makan dan cenderung malas beraktivitas, perut buncit
dan sering mengeluh gatal pada anusnya?
8. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik An.B?
9. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
10. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan feses?
11. Bagaimana alur penegakkan diagnosis?
12. Apa saja diagnosis banding dari penyakit An.B?
13. Apa yang terjadi pada An.B?
14. Apa definisi dari penyakit An.B?
15. Apa epidemiologi dari penyakit An.B?
16. Apa etiologi dari penyakit An.B?
17. Apa saja klasifikasi dari penyakit An.B?
18. Bagaimana pathogenesis dari penyakit An.B?
19. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit An.B?
20. Bagaimana tatalaksana dari penyakit An.B?
21. Apa saja komplikasi dari penyakit An.B?
22. Apa saja edukasi dan pencegahan dari penyakit An.B?
23. Bagaimana prognosis dari penyakit An.B?
III. Analisis Masalah
1. Apa penyebab terjadinya demam?2
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit. Demam
akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll.
Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari
pemberian imunisasi selama ±1-10 hari

2. Apa saja tipe-tipe demam?2

Jenis demam Penjelasan

Demam septik Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke


tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi
hari.
Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur aik ke
tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali ke tingkat yang normal pada pagi
hari
Demam remiten Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap
hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal
Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang
Demam intermiten normal selama beberapa jam dalam satu hari.
Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang
hari yang tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Demam Kontinyu Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama
beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas
demam untuk beberapa hari yang kemudian
Demam Siklik diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

3. Bagaimana mekanisme dari demam?2


Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen.Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen
eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya.
Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh
bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan
pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain
IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah
monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen
endogen jika terstimulasi.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal
dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus
untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan
menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini
memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan
terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik.

4. Penyakit apa saja yang ditandai dengan demam pada anak?

 Infeksi bakteri: pneumonia, bronkitis, appendicitis, demam typhoid


 Infeksi virus: influenza, DBD, chikungunya, H1N1
 Infeksi jamur: coccidroides imitis, criptoccosis
 Infeksi parasit: malaria, toksoplasmosis, helmintiasis

5. Apa makna klinis demam 3 hari yang lalu, naik turun kadang disertai menggigil?2,3
Demam 3 hari yg lalu naik turun tersebut merupakan manifestasi klinis penyakit
demam dengue di mana gejala klinis DBD terjadi demam tinggi selama 2-7 hari. Demam
disertai menggigil terjadi karena apabila set point pusat pengatur suhu hipothalamus
berubah dari normal ke tinggi (akibat penghancuran jaringan, zat pirogen, dehidrasi)
maka dibutuhkan waktu beberapa jam agar suhu tubuh dapat mencapai set point suhu
yang baru dengan suhu hipotalamus yang tinggi dan darah yang menurun terjadilah reaksi
umum yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh (orang akan menggigil dan merasa sangat
kedinginan untuk menyamakan suhu di hipotalamus) seperti: menggigil, kulit dingin
karena vasokontriksi dan gemetar dan jika suhu telah sama dengan hipotalamus pasien
tidak merasa dingin atau panas walaupun suhu tubuh atau darah tinggi.

6. Apa makna klinis An.B mulai lemas dan sering diam sejak 1 hari terakhir?
Adanya cacing dalam usus membuat pasien kehilangan zat besi sehingga kurang
gizi dan anemia (kadar hb menurun) oleh karena itu, suplay darah ke otak menurun dan
terjadilah lemas. An.B sering diam sejak 1 hari terakhir disebabkan karena anoreksia yg
terjadi pada anak menyebabkan asupan nutrisi menurun seperti energi, protein, zat besi
itu semua dapat menurunkan aktivitas fisik pada An.B

7. Apa makna klinis An.B tidak nafsu makan dan cenderung malas beraktivitas, perut buncit
dan sering mengeluh gatal pada anusnya?
 Makna klinis tidak nafsu makan : nafsu makan berkurang karena An.B
merasa tidak nyaman pada perutnya
 Makna klinis malas beraktivitas : An.B malas beraktivitas dikarenakan
menderita anemia akibat dari infeksi ancylostoma duodenalis, kurangnya asupan
gizi akibat tidak nafsu makan dan mengalami dehidrasi akibat demam.
 Makna klinis perut buncit : Perut membucit akibat jumlah ancylostoma duodenum
yang terdapat di perut
 Makna klinis gatal pada anus : Rasa gatal pada anus disebabkan adanya larva yang
menembus kulit dan terjadi kontak antara feses yang mengandung telur
ancylostoma dan kulit disekitar anus

8. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik An.B?


Kesadaran compos mentis : kesadaran normal
TD 100/60 mmHg : normal
Nadi 100 kali/menit : normal
Nafas 25 kali/menit : normal
Temperatur 39,5’C : febris
Konjunctiva palpebra anemis +/+: anemia
Typoid tangue (-) : bukan demam typoid
Ptechiae di dada dan abdomen : terjadi perdarahan dibawah kulit
Suara vesicular pada paru : kedua paru normal
Abdomen membuncit : adanya populasi cacing didalam abdomen
Shifting dullness (-) : tidak adanya cairan didalam abdomen
Turgor kulit menurun : dehidrasi ringan
Akral tidak dingin : tidak terjadi syok
Tidak ada edema tungkai : tidak adanya penumpukan cairan

9. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?


 Hb 8 gr/dl : lebih rendah dari nilai normal (nilai normal anak 11 – 16 gram/dL )
karena adanya perdarahan
 Ht 30% : turun
 Leu 3600/ul : lebih rendah dari normal ( nilai normal anak 4500 – 13500/mm3)
karena infeksi virus dengue
 Tr 100.000/ul : lebih rendah dari nilai normal (nilai normal anak 150.000 – 450.000
sel/mm3 ) karena infeksi virus dengue
 Ur/Cr 95/1,2 mg/dl : ureum meningkat, kreatinin normal

10. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan feses?


Pemeriksaan feses terdapat cacing ancylostoma duodenale : terinfeksi cacing
ancylostoma duodenal

11. Bagaimana alur penegakkan diagnosis?


 Anamnesis
 Identitas
 Nama : An. B
 Umur : 10 tahun
 Keluhan utama
 Demam
 Riwayat penyakit sekarang
 Demam sejak 3 hari yang lalu, naik turun
 Kadang disertai menggigil
 Lemas dan sering diam sejak 1 hari terakhir
 Beberapa hari sebelumnya tidak nafsu makan dan cenderung malas
beraktifitas
 Perutnya buncit
 Sering gatal pada anus
 Riwayat penyakit dahulu :-
 Riwayat penyakit keluarga : -
 Kebiasaan dan lingkungan : -
 Keluhan sistem :-

 Pemeriksaan fisik
 Tampak lemas
 Kesadaran : compos mentis
 TD : 100/60 mmHg
 Nadi : 100 X/menit
 Suhu : 39,5
 Konj. Palpebral : anemis +/+
 THT : batas normal
 Typoid tongue :-
 Ptechiae : daerah dada dan abdomen
 Pem. Paru : suara vesikuler normal
 Abdomen : membuncit
 Shifting dullness: -
 Turgor kulit sedikit menurun
 Akral tidak dingin
 Tidak terdapat edem tungkai
 Pemeriksaan laboratorium
 Hb : 8 gr/dl
 Ht : 30 %
 Leukosit : 3600/ul
 Tr : 100.000/ul
 Ur/Cr : 95/1,2 mg/dl
 Pem. Feses: ada cacing ancylostoma duodenale

12. Apa saja diagnosis banding dari penyakit An.B?4


 Demam Berdarah Dengue
Gejala klinis berupa demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari,
perdarahan, hepatomegali, syok
 Ankilostomiasis
Gejala klinis anemia, lemah, lesu, nafsu makan berkurang, pusing
 Demam Dengue
Gejala klinis demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan timbul ruam
 Demam Typhoid
Gejala klinis demam, gangguan pada saluran pencernaan, gangguan kesadaran
 Malaria
Gejala klinis demam disertai menggigil, berkeringat banyak

13. Apa yang terjadi pada An.B


An.B mengalami suspect DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) dan Ankilostomiasis.

14. Apa definisi dari penyakit An.B?2,4


Demam Berdarah Dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematocrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Ankilostomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus.

15. Apa epidemiologi dari penyakit An.B?2,5


Demam Berdarah Dengue tersebar diwilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat &
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah
air.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti & A. albopictus).
Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan
virus dengue yaitu :
1. Vector : perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector di lingkungan,
transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. Penjamu : terdapatnya penderita dilingkungan atau keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia & jenis kelamin.
3. Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi & kepadatan penduduk.

Ankilostomiasis penyebaran tersering di Indonesia ditemukan di daerah yang


mempunyai tanah lembab & teduh seperti dalam tambang – tambang atau perkebunan.
Penyakit ini merupakan yang endemic di Indonesia & banyak ditemukan pada orang
dengan keadaan social ekonimi yang rendah.
Beberapa aspek dari penyakit ini yang menjamin prevalensinya yang paling
penting adalah : fasilitas kebersihan yang kurang disertai oleh kebiasaan masyarakat yang
berulang kali membuang tinja di sembarang tempat sehingga dapat menginfeksi manusia
lainnya apabila tidak memakai alas kaki ketika berjalan di tanah.

16. Apa etiologi dari penyakit An.B?4,5


Demam Berdarah Dengue disebkan oleh virus yang termasuk dalam delus Flavirus
keluarga Flaviridae. Terdapat empat serotype vitus ini, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4.
Ankilostomiasis disebabkan oleh cacing filum nematoda, kelas secernentea, ordo
strongiloidae, keluarga ancylostomatidae, genus ancylostoma, dan spesies ancylostoma
duodenale.
Morfologinya
Cacing silinder kecil, bewarna putih keabu-abuan.
Ukurannya agak lebih besar dan panjang dibandingkan necator americanus.
-jantan 8-11mm dengan diameter 0,4-0,5mm
-betina 10-13mm dengn diameter 0,6mm
Pada waktu istirahat curvature anterior searah dengan lengkung tubuh sehingga
menyerupai huruf C. Betina memiliki caudal spine. Ujung posterior pada jantan
mempunyai bursa copulatrix yang berbentuk khas. Cacing betina dapat memproduksi
10.000-30.000 telur perhari. Jangka hidup rata-rata satu tahun

17. Apa saja klasifikasi dari penyakit An.B?6


Demam Berdarah Dengue
 DBD derajat I: gejala DD ditambah uji bending positif (perdarahan di profokasi).
Laboraturium: trombositopenia(<100rb/ul), ada bukti kebocoran plasma
 DBD II: gejala diatas ditambah perdarahan spontan.
Laboraturium: trombositopenia(<100rb/ul), ada bukti kebocoran plasma
 DBD III : gejala DBD II ditambah kegagalan sirkulasi/syok.
Laboraturium: trombositopenia(<100rb/ul), ada bukti kebocoran plasma.
 DBD IV : syok berat disertai dengn tekanan darah dan nadi yang tidak teratur.
Laboraturium: trombositopenia (<100rb/ul), ada bukti kebocoran plasma.

18. Bagaimana patogenesis dari penyakit An.B?4,5


DBD
Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan The secondary Heterologous
Infection Hypothesis dapat dilihat dari rumusan yang dikemukakan oleh Suvatte ( 1977 ),
yaitu akibat infeksi kedua oleh tipe virus yang lain pada seorang penderita dengan kadar
antibody antidengue yang rendah, respon antibody anamnestic yang akan terjadi dalam
waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue. Di samping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga dalam limfosit yang beertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen- anibodi (
virus-antibodi kompleks ) yang selanjutnya :
1. Akan mengaktivasi system komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5
menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan menghilangnya plasma
dari endotel dinding itu. Renjatan yang tidak di tanggulangi secara adekuat akan
menimbulkan anoksia jaringan, asidosis, metabollik, dan berakhir dengan kematian.
2. Dengan terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan
trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorphosis, sehingga
dimusnahkan oleh system RE dengan akibat terjadinya trombositopeniahebat dan
perdarahan. Di samping itu, trombosit yang mengalami metamorphosis akan melepaskan
factor trombosit 3 yang mengaktivasi system koagulasi.
3. Akibat aktivasi factor hegeman ( factor XII ) yang selanjutnya juga mengaktivasi system
koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan intravascular yang meluas. Dalam proses
aktivasi ini plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada
pembentukan anafilaktosin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product
( FDP ).

Di samping aktivasi, factor XII akan menggiatkan juga system kinin yang berperan dalam
roses meningginya permeabiitas dinding pembuluh darah.

Menurunnya factor koagulasi dan kerusakan hati akan menambah baratnya perdarahan.

Ankilostomiasis

Cara penularan

Cara penularan penyakit cacing tambang adalah melalui larva cacing yang terdapat
ditanah yang menembus kulit ( biasanya diantara jari-jari kaki ), cacing ini akan berpindah
keparu kemudian ke tenggorokan dan akan tertelan masuk ke saluran cerna.

Patogenesis Ankilostomiasis

Larva stdium infektif secara aktif menembus kulit kapan saja mereka kontak. Pada
tempat masuk kerusakan adalah minimal tetapi penetrasi dari larva menyebabkan
perasaan gatal.dalam beberapa jam, reaksi alergi terhadap cacing atau produknya
menyebabkan pruritus, rash, papula eritematosus yang dapat menjadi vesikel.

Larva dapat juga tertelan dan langsung masuk ke usus halus, tetapi larva-larva lain
menembus membrane mukosa mulut dan faring menyebabkan migrasi ke paru.

Dalam usus halus, cacing ini melekatkan diri pada mukosa usus dengan kapsul
temporer kemudian berubah menjadi kapsul permanen. Kemudian menghisap darah dari
jaringan, tetapi lebih banyak yang hilang akibat perdarahan di tempat perlengketan.
Cacing ini menghisap darah hospes, dalam waktu 24 jam sebanyak 0,026 – 0,200 mL darah
dapat diisap oleh seekor cacing.

Beratnya infeksi secara klinis sangat berhubungan dengan banyaknya cacing.


Jumlah telur yang kurang dari 5/mg feses jarang bermanifestasi klinis, sedangkan 20/mg
feses sering berkaitan dengan anemia dan pada infeksi yang berat jumlah telur lebih dari
50/mg feses.

Infeksi ankilostoma berlangsung selama 6-8 tahun bahkan lebih sedangkan


necator kebanyakan menghilang dalam waktu 2 tahun tetapi ada yang dapat bertahan
sampai 4-5 tahun.
19. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit An.B?4,5
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, dengan sebab yang
tidak jelas dan hampir tidak dapat dipengaruhi oleh antipiretik maupun surface
cooling.
2. Manifestasi perdarahan
 Dengan manipulas, yaitu uji tourniquet positif
 Spontan, yaitu petekie,ekimosis,epistaksis,perdarahan gusi,hematemesis atau
melena
3. Pembesaran hati
4. Syok yang ditandai dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tak teraba, tekanan
nadi menurun menjadi 20 mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun menjadi
80 mmHg atau smapai nol, disertai kulit yang teraba lembab dan dingin, terutama
pada ujung jari kaki, tangan dan hidung, penderita menjadi lemas,gelisah sampai
menurunnya kesadaran dan timbul sianosis di sekitar mulut.

Gejala klinis ankilostomiasis

1. Perasaan gatal ketika cacing menembus kulit


2. Gejala awal yang terlihat setelah tertelannya larva adalah : mual, muntah, hipersaliva,
gatal dalam faring dan suara parau. Beberapa hari kemudian timbul gejala batuk,
sesak napas, mual, muntah dan hipereosinofilia.
3. Lema, lesu, pusing dan kafsu makan berkurang
4. Anemia jika sudah berat
20. Bagaimana tatalaksana dari penyakit An.B?5
Ankilostomiasis
Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik; suplemen
preparat besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila
ditemukan bersama-sama dengan anemia
Obat untuk infeksi cacing tambang adalah :
 Pyrantel pamoate
Obat pilihan utama untuk dosis tunggal 10mg/kgBB untuk Ankilostoma,
sedangkan untuk Necator selama tiga hari berturut-turut.
 Mebendazole
Drug of choice untuk Necator dan Ankilostoma. Dosis yang diberikan
adalah 100mg 2 kali sehari selama 3 hari tanpa pencahar. Obat ini aman
diberikan pada penderita anemia dan malnutrisi.
 Albendazole
Obat ini efektif untuk cacing dewasa, larva dan telur cacing. Dosis yang
diberikan adalah 400mg dosis tunggal untuk orang dewasa dan 200mg
untuk anak.

21. Apa saja komplikasi dari penyakit An.B?4,5


DBD
Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita adalah gangguan keseimbangan
elektrolit, overhidrasi, kelainan ginjal dan edema paru
Ankilostomiasis
Komplikasi yang terjadi dapat berupa anemia berat, gangguan pertumbuhan dan
dermatitis berat.

22. Apa saja edukasi dan pencegahan dari penyakit An.B?7


Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu
Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. Sebagai contoh:
a. Menguras bak mandi atau penampungan air sekurang kurangnya sekali
seminggu.
b. Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali
c. Menutup rapat tempat penampungan air.
d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan
lain sebagainya

Pencegahan ankilostomiasis

- Menggunakan alas kaki jika berjalan di daerah endemic


- Tidak BAB disembarang tempat dan menggunakan system pembuangan
limbah yang efektif
- Hindari kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi
- Perbaiki sanitasi karena sanitasi yang buruk merupakan faktor resiko

23. Bagaimana prognosis dari penyakit An.B?2


DBD. Bila tidak disertai renjatan maka prognosis baik, biasanya dalam 24-36 jam
cepat menjadi baik. Apabila lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan maka
kemungkinan sembuh kecil dan prognosis menjadi jelek
Ankilostomiasis. Dengan pengobatan yang adekuat meskipun telah terjadi
komplikasi baik. Apabila tinggal didaerah endemic infeksi mungkin terjadi.
MIND MAPPING
Anamnesis : Demam Pemeriksaan fisik : compos
sejak 3IV.
hari yang lalu, nak mentis, lemah, TD
turun kadang disertai An. B
V. 160mmHg, nadi
menggigil, lemas, tidak 100x/menit, nafas
VI. perut bunci,
nafsu makan, 25x/menit, suhu 39,5oC,
gatal pada
VII.anus konjungtiva palpebral
anemis (+), ptechia pada
VIII. Pemeriksaan Lab : Hb dada dan abdomen,
8gr/dl, Ht 30%, leu abdomen membuncit,
3600/ul, Tr 100000/ul,
IX. turgor kulit menurun
ur/cr 95/1,2 mg/dl, feses
adanya cacingX.
AncylostomaXI.Duodenale

DBD Derajat II,


dan
Ankilostomiasis

Definisi, Epidemiologi, Etiologi, Manifestasi Klinis,


Patofiologi, Diagnosa Banding, Penatalaksanaan,
Komplikasi, Pencegahan & Edukasi, Prognosis

Hipotesis

An.B umur 10 tahun mengalami demam berdarah dengue dan ankilostomiasis


SINTESIS2,4,5,6

Demam Berdarah Dengue

Definisi DBD

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh
virus dengue, melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus

Virus Penyebab DBD

DBD disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. Keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2. Struktur antigen ke-4 serotipe
ini sangat mirip satu dengan yang lain, tetapi antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak
dapat saling memberikan perlindungan silang. Hal tersebut karena variasi genetik yang berbeda
pada keempat serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga didalam serotipe
itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Pada masing-masing segmen kodon,
variasi diantara serotipe dapat mencapai 2,6-11,0% pada tingkat nukleotida dan mencapai 1,3-
7,7% untuk tingkat protein.

Cara Penularan DBD

Penularan DBD terjadi ketika nyamuk terinfeksi virus pada saat menggigit manusia yang
pada darahnya mengandung virus dengue (viremia), selanjutnya pada usus nyamuk virus akan
mengalami replikasi dan berkembang biak kemudian akan migrasi sampai pada kelenjar ludah.
Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk menembus kulit, dengan waktu inkubasi
empat hari virus akan bereplikasi dan berkembang biak pada jaringan dekat titik inokulasi atau
Lymph node dengan cepat dan apabila jumlahnya sudah cukup virus akan masuk ke dalam
sirkulasi darah yang akan ditandai gejala klinis berupa demam

Patogenesis dan Patofisiologi

Patogenesis terjadinya DBD hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang
ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya DBD
dan sindrom renjatan dengue

1. Mekanisme imunopatologis
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah:

a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.
Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada
monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut Antibody Dependent Enhancement (ADE).
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler
terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi INFγ, IL-2 dan
limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10.
c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi.
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin
oleh makrofag.
d. Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan
C5a

Diagnosis

Menurut WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan
laboratorium

1. Kriteria Klinis

a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-
7 hari.

b. Manifestasi perdarahan, termasuk Uji Turniket positif, petekie, ekomosis, epistaksis,


perdarahan gusi, hematemesis dan melena.

c. Pembesaran hati.

d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

2. Kriteria Laboratorium

a. Trombositopenia (< 100.000/μl).

b. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% menurut standar umur
dan jenis kelamin.

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan dua kriteria klinis pertama ditambah


trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO membagi menjadi 4 derajat, yaitu (WHO, 1997):

 Derajat I
Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi perdarahan satu-
satunya adalah Uji Turniket positif.
 Derajat II
Gejala-gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan atau manifestasi
perdarahan yang lebih berat.
 Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (<
20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
 Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Penatalaksanaan

Terapi DBD dibagi menjadi 4 bagian, (1) Tersangka infeksi dengue, (2) DBD derajat I atau
II tanpa peningkatan hematokrit, (3) DBD derajat II dengan peningkatan hematokrit > 20%, (4)
DBD derajat III dan IV (Dengue Syock Syndrom)

1. DBD tanpa syok (derajat I dan II)

a. Medikamentosa

i. Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.

ii. Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misal antasid,
antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.

iii. Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan


saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.

iv. Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

b. Suportif

i. Kehilangnan cairan plasma perlu diatasi sebagai upaya meningkatkan


permeabilitas dinding pembuluh darah.

ii. Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan untuk mengatasi masa peralihan
dari fase demam ke fase penurunan suhu dengan baik.

iii. Cairan intravena diperlukan apabila a) Anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi, dehidrasi dapat mempercepat terjadinya syok, b) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
2. DBD disertai syok (Dengue Syock Syndrom, derajat III dan IV)

a. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena larutan ringer laktat 10-20 ml/kg
secara bolus diberikan dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi tetap
diberikan ringer laktat 20 ml/kg ditambah koloid 20-30 ml/kg/jam, maksimal 1500
ml/hari.

b. Pemberian cairan 10 ml/kg tetap diberikan sampai 24 jam pasca syok. Volume cairan
diturunkan menjadi 7 ml/kg dan selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda vital baik dan
adanya penurunan Ht.

c. Jumlah urin > 2 ml/kg/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik.

d. Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam setelah syok teratasi.

e. Oksigen diberikan 2-4 l/menit pada DBD syok.

f. Perlu koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok.

g. Indikasi pemberian darah:

i. Terdapat perdarahan secara klinis.

ii. Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit
turun, diduga telah terjadi perdarahan, berikan darah segar 10 cc/kg.

iii. Apabila kadar hematokrit tetap > 40 vol%, maka berikan darah dalam volume
kecil.

iv. Plasma segar beku dan suspensi trombosit digunakan untuk koreksi gangguan
koagulopati pada kadar trombosit < 50.000/mm yang disertai perdarahan atau
KID pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.

v. Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai dengan
plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah
perdarahan lebih berat.

3. Pemantauan

Hal yang vital dalam tata laksana DBD derajat apapun adalah pemantauan.

a. Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah pembesaran hati, tanda
perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati, harus dimonitor dan dievaluasi untuk
menilai hasil pengobatan.

b. Kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit tiap 6 jam, maksimal tiap 12 jam.
c. Keseimbangan cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung dan jumlah
perdarahan.

Pada DBD dengan syok, lakukan cross match darah untuk persiapan transfuse darah apabila
diperlukan. Pasien DBD perlu dirujuk ke ICU anak atas indikasi:

a. Syok berkepanjangan (syok yang tidak teratasi > 60 menit).

b. Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal).

c. Perdarahan saluran cerna berat.

d. DBD ensefalopati.

Pencegahan

Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu


nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu

Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan


Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain
rumah. Sebagai contoh:

a. Menguras bak mandi atau penampungan air sekurang kurangnya sekali seminggu.

b. Mengganti atau menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.

c. Menutup rapat tempat penampungan air.

d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain
sebagainya.

Prognosis

Bila tidak disertai renjatan maka prognosis baik, biasanya dalam 24-36 jam cepat menjadi
baik. Apabila lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan maka kemungkinan sembuh
kecil dan prognosis menjadi jelek
Ankilostomiasis

Definisi

Ankilostomiasis adalah penyakit cacing tambang yang disebabkan oleh Ancylostoma


duodenale

Etiologi

Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil TransmittedHelminth yang
masih menjadi masalah kesehatan, yaitu Ascaris lumbricoides,Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis dan cacing tambang (Necatoramericanus dan Ancylostoma sp). Infeksi
cacing tambang masih merupakanmasalah kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan anemia
defisiensi besi danhipoproteinemia.

Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing Necator americanus, Ancylostoma


duodenale, dan jarang disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninum,
Ancylostoma malayanum. Penyakitnya disebut juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis

Daur hidup Ancylostoma duodenale:


Patofisiologi

Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar memalui tinja. Bila telur tersebut jatuh ke
tembat yang hangat, lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi larva yang infektif.
Dan jika larva tersebut kontak dengan kulit, bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun
ke usus halus; di sini larva berkembang menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi jika larva filariform
menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga mungkin dengan menelan larva filariform

Gejala Klinis

Stadium larva:

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut grown itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.

Stadium dewasa:

Gejala tergantung pada spesies, jumlah cacing, dan keadaan gizi penderita (Fe dan
Protein). Tiap cacing A.duodenale menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,08-0,34 cc sehari.
Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti
adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian,
tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun

Rasa tidak enak pada perut, kembung, sering mengeluarkan gas (flatus), mencret-
mencret merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang dua
minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit. Anemia akan terjadi 10-20 minggu
setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk
menimbulkan anemia tersebut tentunya tergantung pada keadaan gizi pasien

Diagnosis

Untuk kepentingan diagnosis infeksi cacing tambang dapat dilakukan secara klinis dan
epidemiologis. Secara klinis dengan mengamati gejala klinis yang terjadi pada penderita
sementara secara epidemiologis didasarkan atas berbagai catatan dan informasi terkait dengan
kejadian infeksi pada area yang sama dengan tempat tinggal penderita periode sebelumnya.
Pemeriksaan penunjang saat awal infeksi (fase migrasi larva) mendapatkan: a) eosinofilia (1.000-
4.000 sel/ml), b) feses normal, c) infiltrat patchy pada foto toraks dan d) peningkatan kadar IgE.
Pemeriksaan feses basah dengan fiksasi formalin 10% dilakukan secara langsung dengan
mikroskop cahaya. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan N. Americanus dan A. duodenale.
Pemeriksaan yang dapat membedakan kedua spesies ini ialah dengan faecal smear pada
filter paper strip Harada-Mori. Kadang-kadang perlu dibedakan secara mikroskopis
antara infeksi larva rhabditiform (L2) cacing tambang dengan larva
cacing strongyloides stercoralis
Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan ditemukannya telur cacing tambang di dalam
tinja pasien. Selain tinja, larva juga bisa ditemukan dalam sputum. Kadang-kadang terdapat darah
dalam tinja

Ankilostomiasis dan Anemia

Cacing tambang memiliki alat pengait seperti gunting yang membantu melekatkan dirinya
pada mukosa dan submukosa jaringan intestinal. Setelah terjadi pelekatan, otot esofagus cacing
menyebabkan tekanan negatif yang menyedot gumpalan jaringan intestinal ke dalam kapsul
bukal cacing. Akibat kaitan ini terjadi ruptur kapiler dan arteriol yang menyebabkan
perdarahan. Pelepasan enzim hidrolitik oleh cacing tambang akan memperberat
kerusakan pembuluh darah. Hal itu ditambah lagi dengan sekresi berbagai
antikoagulan termasuk diantaranyainhibitor faktor VIIa (tissue inhibitory factor). Cacing
ini kemudian mencernasebagian darah yang dihisapnya dengan bantuan enzim hemoglobinase,
sedangkansebagian lagi dari darah tersebut akan keluar melalui saluran cerna. Terjadinyaanemia
defisiensi besi pada infeksi cacing tambang tergantung pada status besi tubuh dan gizi pejamu,
beratnya infeksi (jumlah cacing dalam usus penderita), serta spesies cacing tambang dalam usus.
Infeksi A. duodenale menyebabkan perdarahan yang lebih banyak dibandingkan N. americanus.

Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing.
terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan
darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja.
Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak
yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia

Penatalaksanaan

Perawatan umum dilakukan dengan memberikan nutrisi yang baik; suplemen preparat
besi diperlukan oleh pasien dengan gejala klinis yang berat, terutama bila ditemukan bersama-
sama dengan anemia. Obat untuk infeksi cacing tambang adalah Pyrantel pamoate (Combantrin,
Pyrantin), Mebendazole (Vermox, Vermona, Vircid), Albendazole

Pencegahan ankilostomiasis

- Menggunakan alas kaki jika berjalan di daerah endemic


- Tidak BAB disembarang tempat dan menggunakan system pembuangan limbah yang
efektif
- Hindari kontak kulit dengan tanah yang terkontaminasi
- Perbaiki sanitasi karena sanitasi yang buruk merupakan faktor resiko
Daftar Pustaka

1. Dorlan, W.A. Newman ; Alih Bahas, Huriawati, Hartanto,dkk : 2002; Kamus Kedokteran
Dorland, Edisi 29, Jakarta, EGC
2. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi keempat. 2006. Jakarta : Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Guyton, Arthur C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2008. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
4. Hassan,Rusepno. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:ECG
5. Rampengan, T.H., Laurentz, I.R. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta: EGC
6. WHO. 1997. Guide for diagnosis, treatment and control of dengue hemorrhagic fever. 2nd
ed. Geneva.
7. Departemen Kesehatan (Depkes) RI. 2002. Profil Kesehatan 2001. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai