- /
8
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
533
534 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan Salah diagnosis paling sering dibuat karena
suhu yang dicatat pada demam septik. pemeriksaan fisis yang tergesa-gesa sehingga kurang
lengkap atau tidak tepat, dan terlalu cepat mendeduksi
Demam intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu
suatu k e s i m p u l a n dari suatu k e a d a a n t e r t e n t u saja
badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
d e n g a n tidak m e l i h a t k a s u s y a n g d i h a d a p i dalam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua
konteks keseluruhan. Beberapa hal yang secara khusus
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
perlu diperhatikan pada d e m a m , adalah cara timbul
demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.
demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam
Demam kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam.
sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada Demam yang tiba-tiba tinggi lebih sering disebabkan
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut oleh penyakit virus. Waktu yang dikorbankan untuk
hiperpireksia. menanyakan riwayat penyakit yang terperinci dan akurat
dalam kenyataannya adalah waktu yang digunakan demi
Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan
kepentingan pasien yang mencari pertolongan sehingga
suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode
dapat terhindar orientasi d i a g n o s i s y a n g salah dan
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
sebagai konsekuensinya mungkin pemberian obat yang
oleh kenaikan suhu seperti semula.
kurang tepat serta permintaan pemeriksaan laboratorium
Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan yang mungkin salah pula, yang kesemuanya merupakan
dengan suatu penyakit tertentu, seperti misalnya tipe beban yang perlu ditanggung pasien. Salah orientasi ini
demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan dalam konteks yang luas merupakan suatu pemborosan
keluhan d e m a m mungkin dapat dihubungkan segera fasilitas kesehatan yang disediakan dan merupakan
dengan suatu sebab yang jelas, seperti misalnya: abses, pengorbanan finansial pasien yang sama sekali tidak
pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria; tetapi diinginkan.
kadang-kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan
dengan suatu sebab yang j e l a s . Bila d e m a m disertai
keadaan seperti sakit otot, rasa lemas, tidak nafsu makan
DEMAM BELUM TERDIAGNOSIS
dan mungkin ada pilek, batuk dan tenggorok sakit,
biasanya digolongkan sebagai influenza atau common
Yang diartikan dengan "demam belum terdiagnosis"
cold. Dalam praktek, 90% dari para pasien dengan demam
adalah suatu keadaan di mana seorang pasien mengalami
yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu
demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu
penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit
b a d a n di atas 3 8 , 3 ° C dan t e t a p b e l u m d i t e m u k a n
virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti bahwa kita
penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu
tidak harus tetap waspada terhadap suatu infeksi bakterial.
secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium
Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan dan penunjang medis lainnya.
oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi Istilah yang digunakan untuk ini antara lain: febris et
terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pada pusat causa ignota, fever of obscure origin, fever of undetermined
regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian origin dan fever of undiagnosed origin (FUO). Penyebab
temperatur seperti pada heat stroke, perdarahan otak,
FUO, sesuai golongan penyakitnya antara lain: infeksi
koma atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan
(40%), neoplasma (20%), penyakit kolagen (20%), penyakit
internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah dapat pula
lain (10%), dan yang tidak diketahui sebabnya (10%). Fever
menyebabkan peningkatan temperatur. Dalam praktek
of unknown origin (FUO) dapat dibagi dalam 4 kelompok:
perlu diketahui penyakit-penyakit infeksi yang endemik
di lingkungan tempat tinggal pasien, dan mengenai FUO Klasik
kemungkinan infeksi impor dapat dinetralisasi dengan Penderita telah diperiksa di Rumah Sakit atau di klinik
p e r t a n y a a n a p a k a h pasien baru p u l a n g dari suatu selama 3 hari berturut-turut tanpa dapat ditetapkan
perjalanan dari daerah mana dan tempat apa saja yang penyebab d e m a m . Definisi lain yang j u g a digunakan
telah dikunjunginya. Pada dasarnya untuk mencapai adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah
ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara d i u s a h a k a n d i a g n o s t i k n o n - i n v a s i f m a u p u n invasif
lain, ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan
pelaksanaan pemeriksaan fisis yang seteliti mungkin, penyebab demam.
observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan
FUO Nosokomial
laboratorium serta penunjang lainnya secara tepat dan
Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di
holistik.
DEMAM: TIPE DAN PENDEKATAN 535
Rumah Sakit dan kemudian menderita demam>38,3°C penyebab demam yang tidak mau turun, pengujian ini
dan sudah diperiksa secara intensif untuk menentukan merupakan penunjang yang sangat bermanfaat. Perlu
penyebab demam tanpa hasil yang jelas. dikuasai interpretasi karena hasil mungkin tidak seklasik
seperti dikemukakan di atas. Untuk penunjang diagnosis
FUO Neutropenik
infeksi akut selalu harus berpedoman pada keberadaan
Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil < 500 ul
i m u n o l o g l o b u l i n M y a n g spesifik atau p e n i n g k a t a n
dengan demam > 38,3°C dan sudah diusakan pemeriksaan
bermakna dari IgG.
intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.
Pemeriksaan-pemeriksaan jenis lainnya yang dapat
FUO HIV membantu adalah pemeriksaan seperti misalnya : faktor
Penderita HIV yang menderita demam >38,3°C selama reumatoid, imunoglobulin, antibodi antinuklear, antigen
4 minggu pada rawat jalan tanpa dapat menentukan otot polos serta tes auto-antibodi lainnya dan imuno-
penyebabnya atau pada penderita yang dirawat di RS elektroforesis.
yang mengalami demam selama lebih dari 3 hari dan telah
dilakukan pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.
Sebelum meningkat ke pemeriksaan lanjutan seperti MIKROBIOLOGI
ultrasonogram, endoskopi atau scanning, masih dapat
diperiksa beberapa uji coba darah, pembiakan kuman Isolasi k u m a n p e n y e b a b infeksi m e r u p a k a n kriteria
dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. diagnosis utama pada pasien yang tersangka demam
Dalam t a h a p berikutnya dapat dipikirkan untuk karena menderita infeksi. Keadaan yang dihadapi
membuat diagnosis dengan lebih pasti melalui biopsi mungkin cukup serius. Pengambilan darah untuk kultur
pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptik dengan
pemeriksaan-pemeriksaan seperti angiografi, aortografi mengambil sekitar 10 ml yang kemudian dilarutkan
atau limfangiografi. dalam media yang masing-masing dapat menumbuhkan
kuman aerob dan kuman anaerob. Sebaiknya usaha untuk
mengambil darah untuk mengisolasi kuman dilaksanakan
DIAGNOSIS SERO-IMUNOLOGI beberapa kali pada hari pertama dan selalu harus dipegang
prinsip pengambilan sesteril mungkin. Selain kultur darah,
Pemeriksaan serologis dapat bermanfaat pada seorang mikroorganisme dalam urin juga penting; dalam hal ini
pasien "demam belum terdiagnosis". Biasanya diperlukan harus dijaga cara pengambilan sampel yang reprsentatif
dua spesimen darah untuk pemeriksaan ini. Hal ini berguna Semua sampel harus segera dibawa ke laboratorium dan
untuk interpretasi titer serologik. Suatu kenaikan titer harus segera dikultur. Isolasi virus biasanya diambil dari
sebesar 4 kali atau lebih mempunyai arti yang sangat sekret hidung, usap tenggorok atau sekresi bronkial.
besar untuk dapat menentukan kemungkinan penyebab Untuk TBC diperlukan pemeriksaan sputum minimal 2 hari
penyakit. Dalam tabel 1 dan 2 dapat dipelajari uji serologis berturut-turut. Untuk infeksi saluran cerna pemeriksaan
untuk virus, bakteri dan jamur yang pada saat ini tersedia. mikroorganisme dari feses diperlukan untuk memantau
Pengujian ini perlu digunakan secara rasional dan bukan spektrum kuman penyebab.
secara global. Untuk mengatasi frustasi dalam mencari
DEMAM DIBUAT-BUAT
REFERENSI
PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI
539
540 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
kompleks virus-antibodi
I
Aktivasi komplemen
Agregasi trombosit Aktivasi
1
Pelepasan faktor ^ Plasmin
fungsi trombosit III platelet Faktor H a g e m a n — • Anafilatoksin
yang terj^ativasi
Pembersihan trombosit oleh
sistem retikulo endotelia Kinin
I Konsumtif
^ i 4
Trombositopenia ^ paktor pi'mbekuan Klni Permeabilitas vaskular
daj-ah FDPt
Syok
Berlebihan
FDP = fibrin degradarion product, produk degradasi fibrin
Respons imun yang diketahui berperan dalam J-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan
patogenesis DBD adalah: a), respons humoral berupa interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi
p e m b e n t u k a n antibodi y a n g berperan dalam proses monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan seperti TNF-a, I L - 1 , PAF {platelet activating factor), IL-6
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan
virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
antibody dependent enhancement {ADE); b). limfosit T baik antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
J-helper (CD4) dan T- sitotoksik (CDS) berperan dalam plasma.
respon imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui
T/?e/per yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, mekanisme: 1). Supresi sumsum tulang, 2). destruksi dan
IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum
IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan
dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis.
itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun meyebabkan Kadar t r o m b o p o i e t i n dalam darah pada saat terjadi
terbentuknya C3a dan C5a. t r o m b o s i t o p e n i a j u s t r u m e n u n j u k k a n k e n a i k a n , hal
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis ini menunjukkan terjadinya stimulasi t r o m b o p o i e s i s
secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus
amnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
kompleks imun yang tinggi. dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 m e r a n g k u m terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 y a n g
infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel.
m a k r o f a g oleh virus d e n g u e m e n y e b a b k a n aktivasi Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
DEMAM BERDARAH DENGUE 541
\ * /
Mo
IFNy, T
' CD4
C 4 -^Z
" O O
«^ Mo 3 •
o o o
DV 0^ Y
..^y^^L.-) T ^ Endothelial
• Mo
^ ' S cells
Platelet Complement °""c^4^ol>r"°^ I7\
activation activation °v
I ^ 1
Asimptomatik Simptomatik
I ' 1 • '
tanpa perdarahan perdarahan Tanpa syok Sindrom syok
abnormal dengue
I \ I
Demam dengue Demam berdarah •
dengue
15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok antigen NS1 berkisar 6 3 % - 93,4% dengan spesifisitas
akan meningkat. 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold
• trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada sfondord kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak
hari ke 3-8. menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan hematokrit > 20% dari Pemeriksaan Radiologis
hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada
demam. hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan
• h e m o s t a s i s : d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n PT, A P T T , plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada
darah. sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat
protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
kebocoran plasma. Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari
• SGOT/SGPT dapat meningkat. (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas
• ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
ginjal.
Demam Dengue (DD) probable dengue. Merupakan
elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian
penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
cairan.
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila
Nyeri kepala.
akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
Nyeri retro-orbital.
imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG
Mialgia
terhadap dengue.
Artralgia.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
Ruam kulit.
minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada
positif).
hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi
Leukopenia.(leuko < 5000)
hari ke-2.
• Trombosit < 150.000
Uji HI: dilakukan p e n g a m b i l a n bahan pada hari
Hematokrit naik 5-10%
pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini
digunakan untuk kepentingan surveilans. Dan p e m e r i k s a a n serologi d e n g u e positif; atau
NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada
hari pertama sampai hari ke delapan. Sensitivitas lokasi dan waktu yang sama.
DEMAM BERDARAH DENGUE 543
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE
WHO 1 9 9 7 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini dipenuhi : Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 - 7 hari, dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti
biasanya bifasik. tertera pada tabel 1 .
terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan
berikut:
Uji bendung positif. PENATALAKSANAAN
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue,
perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat prinsip utama adalah terapi s u p o r t i f Dengan terapi
lain. suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
Hematemesis atau melena. hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul). sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
(kebocoran plasma) sebagai berikut: dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien
Peningkatan hematokrit > 2 0 % dibandingkan tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin. cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
P e n u r u n a n h e m a t o k r i t > 2 0 % setelah m e n d a p a t hemokonsentrasi secara bermakna.
terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
sebelumnya. (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
atau hipoproteinemia. Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan
kriteria:
utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran
p e n a t a l a k s a n a a n y a n g tepat d e n g a n r a n c a n g a n
plasma pada DBD.
tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
praktis dalam pelaksanaannya.
Diagnosis Banding
mempertimbangkan cost effectiveness.
Diagnosis banding perlu d i p e r t i m b a n g k a n bilamana
terdapat kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Protokol 1 (Gambar 4)
Sindrom Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas
untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( < 2 0
Protokol 2 (Gambar 5)
mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit
dingin dan lembab serta gelisah. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang
rawat
Keluhan DBD
(Kriteria WHO 1997)
Gambar 4. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di Unit Gawat Darurat
Suspek DBD
Perdarahan spontan dan masif (-)
Syok (-)
I
Kurangi infus TANDA VFTAL DAN
Infus kristaloid
kristaloid HEMATOKRIT
10 ml/kg/jam
5 ml/kg/jam MEMBURUK
PERBAIKAN
Kurangi infus
kristaloid Infus kristaloid
3 ml/kg/jam 15 ml/kg/jam
PERBAIKAN
KONDISI MEMBURUK
Tanda syok
Terapi cairan
dihentikan 24-48 jam
Tatalaksana sesuai
PERBAIKAN protokol syok dan
perdarahan
KASUS DBD:
Perdarahan spontan dan masif:- Epitaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarahan otak
Syok (-)
i
Hb, Ht, trombo, leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)
Golongan darah, uji cocok serasi
Tetap syok
Perbaikan T
Kristaloid
guyur 20-30 ml/kgBB
20-30 menit
# Kristaloid
7 ml/kgBB/jam
Tetap syok ^
Perbaikan Ht/j
Tanda vital/Ht menurun
Transfunsi darah segar 10
^Kristaloid Koloid 10-20 ml/KgBB
Kembali ml/kgBB dapat diulang
5 ml/kgBB/jam tetes cepat 10-15 menit
ke awal sesuai kebutuhan
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan
100.000 - 150.000, pasien dapat dipulangkan dengan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai
waktu 24 j a m berikutnya (dilakukan pemeriksaan rumus berikut:
Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila
1500 + {20 x ( B B dalam kg - 20)}
keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit
Gawat Darurat. Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 X
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan (55-20)}=2200 ml. Setelah pemberian cairan dilakukan
untuk dirawat. pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 j a m :
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000
juga dianjurkan untuk dirawat. jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas
tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000
Dewasa di Ruang Rawat maka pemberian cairan sesuai dengan protokol
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.
DEMAM BERDARAH DENGUE 547
Protokol 3. P e n a t a l a k s a n a a n DBD dengan PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi
P e n i n g k a t a n Ht > 2 0 % trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan
Meningkatnya Ht > 2 0 % menunjukkan bahwa tubuh perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit
mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan
infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien P r o t o k o l 5. T a t a l a k s a n a S i n d r o m S y o k D e n g u e
kemudian dipantau setelah 3-4 j a m pemberian cairan. pada Dewasa
Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah (SSD) maka hal p e r t a m a yang harus diingat adalah
stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua j a m kemudian penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh
m e n u n j u k k a n p e r b a i k a n m a k a j u m l a h c a i r a n infus kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tampa
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan,
dihentikan 24-48 j a m kemudian. penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan
nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita
kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/ j u g a diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-
kgBB/jam. Dua j a m kemudian dilakukan pemantauan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas
jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum
bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah dan kreatinin.
caira infus dinaikan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak
dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila
dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah
sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan
cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal. volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak
pucat serta diuresis 0,5-lml/kgBB/jam) j u m l a h cairan
P r o t o k o l 4. P e n a t a l a k s a n a a n P e r d a r a h a n S p o n t a n dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-
pada DBD Dewasa 120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian
dewasa adalah: perdarahan hidung/ epistaksis yang tidak keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/
terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, j a m . Bila 24-48 j a m setelah renjatan teratasi tanda-tanda
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
j u m l a h perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan
keadaan seperti ini j u m l a h dan kecepatan pemberian infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema
cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan dan jumlah Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan
urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48
Ht, dan trombosis serta hemostasis harus segera dilakukan j a m pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses
dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan
setiap 4-6 j a m . kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan pembuluh darah setelah 1 j a m saat pemberian). Oleh
laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi
diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu
sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTTyang memanjang). jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. p. 51-8.
Zulkarnain I . Penatalaksanaan demam berdarah dengue pada
Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar
dewasa di R S C M . In : Hadinegoro SR, Demam berdarah
hemoglobin, hematokrit, dan j u m l a h trombosit dapat dengue. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas K e d o k t e r a n
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Universitas Indonesia. 1999.p. 150-66.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata WHO-Searo-2011
REFERENSI
548
73
DEMAM TIFOID
Djoko Widodo
PENDAHULUAN PATOGENESIS
549
550 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Usus
Salmonela .
(anan -/sam lambung- Respons imunttas berkembang^
humoral mukosa
tamlnj biak
(IgA) kurang baik
Stmortella
~—3
•:3
PIek peyeri
illeum distal
Berkemb»ng
i Lamina propia
KGB mesenterika
t
Dukt. torasikus
r
Tanda gejala sistemik
Hati Kandung empedu
Melepas sitokin
reaksi inflamasi Rx. Hipersensitivitas
sistemik tipe lambat Akumulasi
Gejala-gejala mononuklear
di radang usus Feses
sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan koagulasi. normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula
reaksi hiperplasia j a r i n g a n (S. typhi intra m a k r o f a g dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
hiperplasia j a r i n g a n dan nekrosis organ). Perdarahan aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada
saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah demam tifoid dapat meningkat.
sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan
dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji
mengakibatkan perforasi. Widal dan kultur salmonella shigella. Sampai sekarang,
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kultur masih menjadi standar baku dalam penegakkan
kapiler d e n g a n akibat t i m b u l n y a komplikasi seperti diagnostik. Selain uji widal, terdapat beberapa metode
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan
dan gangguan organ lainnya. cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas
lebih baik dari antara lain pemeriksaan serologi IgM/IgG
salmonella.
G A M B A R A N KLINIS
Uji W i d a l
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap
agar bisa diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan k u m a n S. t y p h i . Pada uji Widal terjadi suatu reaksi
komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi
sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan
tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10- menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi tersangka demam tifoid yaitu: a). Aglutinin O (dari tubuh
dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga kuman), b). Aglutinin H (flagela kuman), dan c). Aglutinin
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga Vi (simpai kuman).
kematian. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H
Pada minggu p e r t a m a gejala klinis penyakit ini yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin
ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi
infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri kuman ini.
otot, anoreksia, mual, m u n t a h , obstipasi atau diare, Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. minggu pertama demam, kemudian meningkat secara
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut
terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin
bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan
suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh
menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan
ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, penyakit.
meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, sopor, Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal
koma, delirium, atau psikosis. Roseolaejarang ditemukan yaitu:1). Pengobatan dini dengan antibiotik, 2). Gangguan
pada orang Indonesia. pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid, 3).
Waktu pengambilan darah, 4). Daerah endemik atau non-
endemik, 5). Riwayat vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, yaitu
PEMERIKSAAN LABORATORIUM peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi,
Pemeriksaan Rutin 7). Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering aglutinasi silang, dan strain Salmonella yang digunakan
ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit untuk suspensi antigen.
552 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Saat ini belunn ada kesamaan pendapat mengenai House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti
titer aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam mengenai penggunaan uji ini dibandingkan dengan
tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan pemeriksaan kultur darah di Indonesia dan melaporkan
saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas sebesar 95-
berbeda di berbagai laboratorium setempat. 100%. Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam 1 hari)
dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi
Uji T y p h i d o t hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang setelah timbulnya gejala.
terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi.
Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah Kultur Darah
infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid,
IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam
terdapat pada strip nitroselulosa. tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal seperti
Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas berikut: 1). Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien
sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik,
yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) yang pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian hasil mungkin negatif; 2). Volume darah yang kurang
lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang dibiak
dan spesfisitas uji ini hampir sama dengan uji Tubex yaitu terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif Darah yang diambil
79% dan 8 9 % dengan 78% dan 89%. sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam
Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG) media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman; 3).
teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan
IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat
IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif;
infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada 4). Waktu pengambilan darah setelah minggu pertama,
kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji pada saat aglutinin semakin meningkat.
ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG
pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji
Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan PENATALAKSANAAN
IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Studi evaluasi
yang dilakukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997 terhadap Sampai saat ini trilogi penatalaksanaan demam tifoid,
uji Typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih adalah:
sensitif (sensitivitas mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam)
Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah
dilakukan bila dibandingkan dengan kultur.
komplikasi dan mempercepat penyembuhan
demam tifoid, karena makanan yang kurang akan efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan y a n g dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam
semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi dekstrosa 100 cc diberikan selama Vi j a m perinfus
lama. sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.
Fluorokuinolon.
Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet
Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa
bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur
jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya :
kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan
Norfloksasin dosis 2 x 4 0 0 mg/hari selama 14 hari
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan
Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6
pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk
hari
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau
Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa
Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan
Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk
Levofloksasin dosis 1 x 500 mg/hari selama 5 hari
pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran
• Azitromisin. Azitromisin 2x500 mg menunjukkan
yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien
b a h w a p e n g g u n a a n obat ini j i k a d i b a n d i n g k a n
demam tifoid.
dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan
Pemberian antimikroba. Obat-obat antimikroba yang mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap,
sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah t e r u t a m a j i k a penelitian m e n g i k u t s e r t a k a n pula
sebagai berikut: strain MDR (mu/f/ drug resistance) maupun NARST
Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih {Nalidixic Acid Resistant S.typhi). Jika dibandingkan
merupakan obat pilihan untuk mengobati demam dengan seftriakson, penggunaan azitromisin dapat
tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu
hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi
D i b e r i k a n s a m p a i d e n g a n 7 hari b e b a s p a n a s . walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga
karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam
dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman pengobatan infeksi oleh S. typhi yang merupakan
penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata- kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin
rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan
demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada intravena.
penelitian yang dilakukan selama 2002 hingga 2008
oleh Moehario LH dkk didapatkan 90% kuman masih Kombinasi Obat Antibiotika
memiliki kepekaan terhadap antibiotik ini. Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada
Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis
demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti
tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan kuman Salmonella.
dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan
500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok
sampai ke-6. septik dengan deksametason dosis 3 x 5 mg.
Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir
sama d e n g a n k l o r a m f e n i k o l . Dosis untuk orang Pengobatan D e m a m Tifoid pada Wanita Hamil
dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3
sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus
diberikan selama 2 minggu. prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome
Ampisilin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan
untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan pada trimester pertama kehamilan karena kemungkinan
dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat
antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 disingkirkan. Demikian juga obat golongan fluorokuinolon
minggu. maupun kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk
• S e f a l o s p o r i n G e n e r a s i Ketiga. H i n g g a saat ini mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah
golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.
554 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi Vaksin parenteral: - ViCPS vaksin kapsul polisakarida.
S. Typhi akut maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di
rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar Pemilihan Vaksin
orang yang telah diketahui pengidap kuman S. typhi. Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a yang diberikan
Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% kasus infeksi
terinfeksi. Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan d e m a m tifoid selama 5 t a h u n , laporan lain sebesar
dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun 3 3 % selama 3 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda
hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya efektivitasnya, penurunan insidens sebanyak 5 3 % pada
endemis atau non-endemis, tingkat risiko tertularnya yaitu anak > 10 tahun dan anak usia 5-9 th insidens turun 17%.
berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah Vaksin parenteral n o n - a k t i f relatif lebih s e r i n g
frekuensinya, serta golongan individu berisiko, yaitu menyebabkan efek samping serta tidak seefektif vaksin
golongan imunokompromais maupun golongan rentan. jenis ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal
pemberiannya, yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS.
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
1. Daerah non-endemik. Tanpa ada kejadian outbreak Indikasi V a k s i n a s i
atau epidemi Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung
2. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan pada faktor risiko yang ada, yaitu faktor individual atau
3. Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/ populasi:
penjualan makanan-minuman Populasi: anak usia sekolah di daerah e n d e m i k ,
4. Pencarian dan pengobatan kasus demam tifoid karier personil militer, petugas rumah sakit, laboratorium
5. Bila ada kejadian epidemi tifoid kesehatan, industri makanan/minuman.
6. Pencarian dan eliminasi sumber penularan Individual: pengunjung/wisatawan ke daerah endemik,
7. Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus orang yang kontak erat dengan tifoid karier.
8. Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum Pada anak usia 2-5 tahun toleransi dan respons
daerah tersebut imunologisnya sama denganorang dewasa.
9. Daerah endemik
10. Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan Kontraindikasi Vaksinasi
minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan Vaksin hidup oral Ty21 a secara teoritis dikontraindikasikan
(perebusan > 57°C, iodisasi, dan klorinisasi) pada seseorang yang alergi atau riwayat efek samping
11. Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah berat, p e n u r u n a n i m u n i t a s , dan k e h a m i l a n (karena
melalui pendidihan, menjauhi makanan segar (sayur/ sedikitnya data). Bila diberikan bersamaan dengan obat
buah) anti-malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal
12. V a k s i n a s i s e c a r a m e n y e l u r u h pada m a s y a r a k a t setelah 24 j a m pemberian obat baru dilakukan vaksinasi.
setempat maupun pengunjung Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan
obat sulfonamid atau antimikroba lainnya.
VAKSINASI Efek S a m p i n g V a k s i n a s i
Pemberian vaksin Ty21a menimbulkan demam pada 0-5%,
Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah kasus sakit kepala (0-5%), sedangkan pada ViCPS efek
t a h u n 1960 e f e k t i v i t a s v a k s i n a s i t e l a h d i t e g a k k a n , samping lebih kecil (demam 0,25%; malaise 0,5%, sakit
keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO) dan sebesar kepala 1,5%, rash 5%, reaksi nyeri lokal 17%). Efek samping
67% (Universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri tetapi terbesar pada vaksin parenteral adalah 6,7-24%, nyeri
tidak mampu proteksi bila terpapar 107 bakteri. kepala 9-10% dan reaksi lokal nyeri dan edema 3-35%
Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA , bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri dada, dan
demikian juga di daerah lain. Indikasi vaksinasi adalah bila syok dilaporkan pernah terjadi meskipun sporadis dan
1). hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang sangat jarang terjadi.
demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang
(Amerika Latin, Asia, Afrika), 2). orang yang terpapar Efektivitas V a k s i n a s i
dengan penderita demam tifoid karier, dan 3). petugas Serokonversi (peningkatan titer antibodi 4 kali) setelah
laboratorium/mikrobiologi kesehatan. vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar
15 hari -3 minggu dan 9 0 % bertahan selama 3 tahun.
Jenis Vaksin Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik
Vaksin oral: -Ty21a (Nepal) dan sebesar 60% untuk daerah hiperendemik.
558 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
559
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
dua genotipe yang bersirkulasi di Afrika dan satu atau dua Organ lain dapat terkena seperti kelenjar adrenal, sel
di Amerika Selatan. otak dan pada epidemi di Sudan dan Ethiopia di tahun
1960 banyak ditemukan kasus meningoensefalitis. Pada
kasus berat dapat disertai diatesis hemoragik. Perdarahan
PENULARAN berat dapat terjadi di saluran cerna, paru, limpa, hati dan
ginjal. Kematian terjadi sebagai akibat dari kerusakan
Hospes utama virus yellow fever adalah primata seperti hati dan atau ginjal. Pada pasien yang sembuh jaringan
monyet dan chimpanse yang hidup dihutan-hutan. Di yang hilang langsung mengalami regenerasi dan terjadi
Afrika vektor utamanya adalah nyamuk Aedes seperti hipertrofi pada sel yang bertahan hidup.
Aedes aegypti, Ae. africanus, Ae. opok, Ae.lLuteocephalus,
Ae. furcifer dan Ae.tTaylori. Sedangkan di Amerika terutama
ditularkan oleh Aedes aegypti dan Haemagogus. G A M B A R A N KLINIS
Dikenal ada tiga siklus penularan yaitu tipe demam
kuning hutan {jungle yellow fever), tipe demam kuning Yellow Fever klasik merupakan penyakit bifasik, ada 3
urban {urban yellow fever) dan sylvatic yellow fever. Tipe stadium yaitu: infeksi, remisi dan intoksikasi. Gambaran
silvatik hanya ditemukan di padang savanna Afrika. klinisnya bisa berupa infeksi subklinis, infeksi mirip
Di Amerika siklus jungle yellow fever 6'\Xu\arkau antar influenza atau pada 15-25% kasus dapat terjadi fulminan
kera oleh nyamuk genus Haemogogus dan Sabethes, dan menyebabkan kematian dalam beberapa hari.
sedangkan penularan di perkotaan oleh Aedes aegypti. Setelah masa inkubasi selama 3-6 hari timbul demam
Siklus kera-nyamuk-kera di hutan Afrika dilakukan secara mendadak dan menggigil diikuti dengan sakit
oleh nyamuk Ae africanus, sedangkan sylvatic yellow fever kepala, sakit punggung, mialgia, nausea dan muntah. Bisa
dilakukan oleh beberapa spesies/Aec/es seperti >4e.s/mpsorj/ juga dijumpai muka dan konyungtiva merah, tanda faget
yang menularkan whus yellow fever dan kera ke manusia. dan bradikardi relatif.
Di Afrika siklus urban dipertahankan oleh Ae.aegypti. Setelah 3-4 hari, gejala dan d e m a m menghilang
Lamanya siklus intrinsik pada nyamuk adalah 4 hari s e l a m a b e b e r a p a j a m s a m p a i satu atau 2 hari dan
pada suhu 37°Cdan 18 hari pada suhu 18°C. Nyamuk tetap hanya berulang pada pasien yang berkembang menjadi
infektif selama kira-kira 2- 4 bulan. Telah diperlihatkan intoksikasi fulminan.
kemungkinan adanya penularan transovarial Tipe demam adalah bifasik (dromedaris). Ease demam
pertama berhubungan dengan fase akut penyakit dan
disertai bradikardi relatif Selanjutnya demam menurun
PATOFISIOLOGi DAN PATOLOGI yang berhubungan dengan fase remisi serta meningkat
lagi dan penyakit memberat pada fase intoksikasi.
Virus memasuki sel secara endositosis melalui reseptor Penyakit b e r k e m b a n g menjadi d e m a m berdarah
yang sesuai. Sintesis RNA virus terjadi di sitoplasma, multisistem ditandai dengan badan menjadi kuning
sedangkan protein virus bisa ditemukan di retikulum (sesuai nama penyakit ini), disfungsi renal dan manifestasi
e n d o p l a s m a . V i r i o n m e n j a d i m a t a n g di r e t i k u l u m perdarahan yang dapat menyebabkan hipotensi bahkan
e n d o p l a s m a s e b e l u m k e m u d i a n disekresi ke d a l a m terjadi renjatan yang fatal. Perdarahan mukosa, perdarahan
darah. Pada saat awal, proses ini terjadi di sel retikulo pada luka bekasjarum suntik, perdarahan gastrointestinal
endotelial di limfonodi, sumsum tulang, limpa dan sel hebat dapat terjadi sebagai akibat penurunan sintesis
Kupffer, selanjutnya terjadi viremia kemudian menyebar faktor pembekuan oleh sel hati, disfungsi platelet dan
ke seluruh organ. koagulasi intravaskular diseminata (KID).
Sel hati mengalami degenerasi, ditemukan daerah Oliguri dan azotemia terjadi akibat adanya muntah
nekrosis sentral, badan Councilman dan perlemakan. dan ekstravasasi cairan. Adanya oliguri dan peningkatan
Kerusakan pada hati ini secara klinis ditandai dengan kreatinin mungkin disebabkan oleh nefritis glomerulus
t i m b u l n y a i k t e r u s . Ginjal m e m b e s a r dan b e n g k a k . primer dan nefritis intersisialis, selanjutnya bisa diikuti
G l o m e r u l u s ginjal m e n u n j u k k a n a d a n y a proliferasi oleh tubular nekrosis akut sebagai akibat dari hipotensi.
mesangial dan edema endotel kapiler. Degenerasi dan Miokarditis yang terjadi dapat diketahui dengan
nekrosis sel m i o k a r d i u m s e r t a g a n g g u a n k o n d u k s i pemeriksaan EKG. Adanya gejala enselofati terjadi akibat
dapat ditemui dan antigen virus dapat dideteksi dari sel adanya edema serebri yang berhubungan dengan dengan
miokardium. gagal hati dan ginjal. Infeksi sekunder karena bakteri
Respons selular dan humoral dapat terjadi dan seperti bakteriemi dan pneumonia sering terjadi dan
bertanggung jawab untuk mengeliminasi virus dari tubuh. menyebabkan kematian.
Viremia menghilang setelah 5 hari. A n g k a kematian sekitar 5-10%, sedangkan pada
DEMAM KUNING {YELLOW FEVER) 561
562
AMEBIASIS 563
ETIOLOGI
end
E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup
sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus
besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup ameba ada 2 macam
bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan
bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, trofozoit
komensal (<10 mm) dan trofozoit patogen (>10 mm).
Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus
t a n p a m e n y e b a b k a n g e j a l a p e n y a k i t . Bila p a s i e n
mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama
tinja. Pada pemeriksaan tinja di bawah mikroskop tampak
trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodinya dan
dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Di C D E
di dalam lumen usus besar, dapat berubah menjadi amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang),
patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan disentri ameba berat, disentri ameba kronik.
ulkus. Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit
tersebut sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat MANIFESTASI KLINIS
keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya
mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan Carrier {Cyst Passer)
kerentanan tubuh misalnya k e h a m i l a n , kurang gizi,
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
p e n y a k i t k e g a n a s a n , o b a t - o b a t i m u n o s u p r e s i f , dan
disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen
kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh
usus besar, tidak mengadakan invasi ke dinding usus.
strainnya. Strain ameba di daerah tropis ternyata lebih
ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba
keganasan tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila Ringan)
k e a d a a n l i n g k u n g a n m e n g i z i n k a n . B e b e r a p a faktor Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan.
lingkungan yang diduga berpengaruh, misalnya suasana Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang-
anaerob dan asam (pH 0,6 - 6,5), adanya bakteri, virus kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
dan diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat, dan rendah timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau
protein. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim busuk. Kadang-kadang tinja bercampur darah dan lendir.
fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid. Jarang nyeri di
kerusakan dan nekrosisjaringan dinding usus. Bentuk ulkus daerah epigastrium yang mirip ulkus peptik. Keadaan
ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum
kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar pasien biasanya baik, tanpa atau disertai demam ringan
( m e n g g a u n g ) . Akibatnya terjadi ulkus di permukaan (subfebril). Kadang-kadang terdapat hepatomegali yang
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang tidak atau sedikit nyeri tekan.
yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri
Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri Ameba
basiler, di mana mukosa usus antara ulkus meradang.
Sedang)
Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus. tampak sel
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding
leukosit dalam jumlah banyak, akan tetapi lebih sedikit jika
disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan
dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula kristal
aktivitas sehari-hari, tinja disertai darah dan lendir. Pasien
Charcot Leyden dan kadang-kadang ditemukan trofozoit.
mengeluh perut kram, demam dan lemah badan, disertai
Ulkus y a n g terjadi dapat m e n i m b u l k a n p e r d a r a h a n
hepatomegali yang nyeri ringan.
dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi
perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua
Disentri A m e b a Berat
bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-
urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi. Penderita
sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis. Infeksi kronik mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari
dapat menimbulkan reak-si terbentuknya massa jaringan 15 kali sehari. Demam tinggi (40°C - 40,5°C), disertai mual
granulasi yang disebut ameboma, yang sering terjadi di dan anemia. Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan
daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding pemeriksaan sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan
yang sangat penting. Pada disentri ameba biasanya strain dapat dibiakkan. Oleh karena itu pemeriksaan ini
tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk tidak dikerjakan rutin.
p e m e r i k s a a n m i k r o s k o p i k , perlu tinja y a n g m a s i h Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai
baru (segar). Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis.
berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu, dan sebaiknya Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan
dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Apabila ( i n v a s i f ) . O l e h karena itu uji ini akan positif pada
direncanakan akan dibuat foto kolon dengan barium pasien abses hati dan disentri ameba, dan negatif pada
enema, pemeriksaan tinja harus dikerjakan sebelumnya earner Hasil uji serologi positif belum tentu menderita
atau minimal 3 hari sesudahnya. Pada pemeriksaan tinja amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.
yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk Indirect fluores-cent antibody (IFA) dan enzyme linked
kista, karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji yang paling
Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat, sensitif Juga up indirect fluorescent anti-body (IFA) dan
berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan- agar gel diffusion precipitin. Sedang uji serologi yang
badan kromatoid yang berbentuk batang, dengan ujung cepat hasilnya adalah latex aglutination test dan cellulosa
tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk dapat melihat acetate diffusion. Oleh karena antibodi yang terbentuk
intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol. Sebaliknya lama sekali menghilang, maka nilai diagnostiknya di
badan-badan kromatoid tidak tampak pada sediaan daerah endemis rendah.
dengan lugol ini. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metoda konsentrasi yaitu dengan
larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng
DIAGNOSIS
sulfat, kista akan terapung di permukaan, sedang dengan
larutan eterformalin kista akan mengendap. Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan
Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. dari irritable bowel syndrome (IBS), divertikulitis, enteritis
Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar. Apabila regional, dan hemoroid interna, sedang disentri ameba
pemeriksaan ditunda untuk beberapa j a m , maka tinja sukar dibedakan dengan disentri basilar (shigellosis) atau
dapat disimpan di lemari pendingin (4°C) atau dicampur salmonelosis, kolitis ulserosa, dan skistosomiasis (terutama
di dalam larutan polivinil alkohol. Sebaiknya diambil di daerah endemis). Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja
bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan penderita amebiasis tidak banyak mengandung leukosit,
lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru
masih bergerak aktif seperti keong, dengan menggunakan dapat ditegakkan apabila ditemukan ameba (trofozoit).
pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan Akan tetapi dengan diketemukan ameba tersebut tidak
nampak ameba dengan eritrosit di dalamnya. berarti menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit
Bentuk inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan lain, karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan
dengan larutan eosin. Untuk membedakan dengan leukosit penyakit lain pada seorang pasien. Sering amebiasis
(makrofag), perlu dibuat sediaan dengan cat supravital, terdapat bersamaan dengan karsinoma usus besar. Oleh
misalnya buf-fered methylene blue. Dengan menggunakan karena itu bila pasien amebiasis yang telah mendapat
mikrometer, dapat disingkirkan kemungkinan £ hartmanni. pengobatan spesifik masih tetap mengeluh perutnya sakit,
Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan perlu dilakukan pemeriksaan lain misalnya endoskopi, foto
kolonoskopi berguna untuk membantu diagnosis kolon dengan barium enema, atau biakan tinja.
penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses
pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Pemeriksaan piogenik, neoplasma dan kista hidatidosa. Ultrasonografi
ini tidak berguna untuk carrier Tampak ulkus yang khas dapat m e m b e d a k a n n y a d e n g a n n e o p l a s m a , sedang
dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, ditemukan echinococcus dapat membedakannya dengan
mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. abses piogenik. Salah satu cara adalah dengan pungsi
Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi abses.
jaringan usus akan ditemukan trofozoit.
Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena
sering ulkus tidak tampak. Kadang-kadang pada amebiasis KOMPLIKASI
kronik, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak
ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba,
defect yang mirip karsinoma. baik berat maupun ringan. Sering sumber penyakit di
Ameba hanya dapat dibiakkan pada media khusus, usus sudah tidak menunjukkan gejala lagi atau hanya
misalnya media Boeck Dr. Bohlav. Tetapi tidak semua menunjukkan gejala ringan, sehingga yang menonjol
566 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
adalah gejala penyulitnya (komplikasi). Keadaan ini sering nyeri tekan lokal di daerah antara iga ke-8, ke-9 atau ke-
terjadi pada penyulit ekstra intestinal, yang disebut 10, jarang terjadi ikterus. Pada pemeriksaan laboratorium
amebiasis ekstra intestinal. Berdasarkan lokasinya, penyulit ditemukan leukositosis moderat (15.000- 25000/mm^)
tersebut dapat dibagi menjadi: yang terdiri atas 7 0 % leukosit polimorfonuklear. Faal
hati jarang terganggu dan jarang ditemukan ameba di
K o m p l i k a s i Intestinal dalam tinja. Ameba dapat ditemukan di dalam bahan
cairan aspirasi abses bagian terakhir atau bahan biopsi
Perdarahan usus. Terjadi apabila ameba mengadakan
dinding abses. Pada pemeriksaan penerawangan tampak
invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah.
peninggian hemidiafragma kanan, gerakannya menurun
Bila perdarahan hebat dapat berakibat fatal.
atau kadang-kadang terjadi gerakan paradoksal (pada
Perforasi usus. Terjadi apabila abses menembus lapisan waktu inspirasi diafragma justru bergerak ke atas). Pada
muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan pemeriksaan foto dada postero-anterior maupun lateral
peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat kanan, tampak sudut kostofrenik kanan tumpul di bagian
terjadi akibat pecahnya abses hati ameba. depan (pada abses hati piogenik, tumpul di bagian
belakang).
Ameboma. Terjadi akibat infeksi kronik yang
m e n g a k i b a t k a n reaksi t e r b e n t u k n y a massa j a r i n g a n Amebiasis pleuropulmonal. Dapat terjadi akibat ekspansi
granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid, langsung abses hati. Kira-kira 10-20% abses hati ameba
sukar dibedakan dengan karsinoma usus besar. Sering dapat mengakibatkan penyulit ini. Dapat timbul cairan
mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus. pleura, atelektasis, pneumonia, atau abses paru.
Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) Abses paru dapat pula terjadi akibat embolisasi ameba
yang memerlukan tindakan operasi segera. langsung dari dinding usus besar. Dapat terjadi hiliran
Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri (fistel) hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan
kronik, akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.
ameboma.
Abses otak, limpa, dan organ lain. Abses otak, limpa, dan
organ lain dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung
K o m p l i k a s i Ekstra Intestinal dan dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun
Amebiasis hati. Abses hati ameba merupakan penyulit sangat jarang terjadi.
ekstra intestinal yang paling sering terjadi. Di daerah
tropis, terutama di Asia Tenggara, insidensnya berkisar Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung
5-40%. Lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada dari dinding usus besar, dengan membentuk hiliran (fistel).
wanita, tersering pada usia 30-40 tahun. Abses dapat Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding perut.
timbul beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi
infeksi ameba; kadang-kadang terjadi tanpa diketahui ameba yang berasal dari anus.
menderita disentri ameba sebelumnya. Infeksi di hati
terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar
lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. PENGOBATAN
Mula-mula terjadi "hepatitis ameba" yang merupakan
stadium dini abses hati, kemudian timbul nekrosis fokal Ameba dapat ditemukan di dalam lumen usus, di dalam
kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi dinding usus maupun di luar usus. Hampir semua obat
satu, membentuk abses tunggal yang besar. Dapat pula amebisid tidak dapat bekerja efaktif di semua tempat
terjadi abses majemuk. Sesuai dengan arah aliran vena tersebut, terutama bila diberikan obat tunggal. Oleh
porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat karena itu sering d i g u n a k a n kombinasi obat untuk
di lobus kanan. Abses berisi "nanah" kental yang steril tidak meningkatkan hasil pengobatan.
berbau, berwarna kecoklatan (cho-colatepaste), terdiri atas
jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang- A m e b i a s i s A s i m t o m a t i k ( C a r r i e r A t a u Cyst Passer).
kadang berwarna kuning kehijauan, karena bercampur Carrier atau cysf passer, walaupun tanpa keluhan dan
dengan cairan empedu. gejala klinis, sebaiknya diobati. Hal ini disebabkan karena
Pasien sering mengeluh nyeri spontan di perut kanan ameba yang hidup sebagai komensal di dalam lumen usus
atas, kalau berjalan posisinya membungkuk ke depan besar, sewaktu-waktu dapat berubah menjadi patogen. Di
dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Hati teraba di samping itu carrierjuga merupakan sumber infeksi utama.
bawah lengkung iga, nyeri tekan disertai demam tinggi yang Trofozoit banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa
bersifat intermiten atau remiten. Kadang-kadang terasa atau sedikit sekali menimbulkan kelainan mukosa usus.
AMEBIASIS
567
Ulkus yang ditimbulkan hanya superfisial, tidak mencapai terutama jaringan hati sangat tinggi sehingga dipakai
lapisan submukosa. Kelainan tersebut tidak menyebabkan untuk profilaksis timbulnya abses hati ameba.
gangguan peristaltik usus, sehingga tidak menimbulkan Efek samping obat berupa mual, pusing dan nyeri
keluhan dan gejala klinis. Obat yang diberikan adalah kepala. Pemberian j a n g k a lama dapat mengakibatkan
amebisid luminal, misalnya: retinopati. Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita
hamil, karena dapat mengakibatkan anak lahir tuli.
Diloksanit furoat (diloxanite furoate). Dosis : 3 x 500
mg sehari, selama 10 hari. Saat ini obat ini merupakan Metronidazol. Dosis 35-50 mg/kg berat badan atau 3 x
amebisid luminal pilihan, karena efektivitasnya cukup 500 mg sehari, selama 5 hari.
tinggi (80-85%), sedangkan efek sampingnya sangat
Tinidazol. Dosis 50 mg/kg berat badan atau 2 g sehari,
minimal hanya berupa mual dan kembung.
selama 2-3 hari.
Diyodohidroksikin (Diiodohydroxyquin). Dosis : 3 x 600
Ornidazol. Dosis 50-60 mg/kg berat badan atau 2 gm
mg sehari, selama 10 hari.
sehari, selama 3 hari. Ketiga obat tersebut termasuk
Yodoklorohidroksikin (lodochlorohydroxyquin) atau golongan nitroimidazol yang dapat bekerja baik di dalam
kliokinol (cUoquinol). Dosis : 3 x 250 mg sehari, selama lumen usus, di dalam dinding usus maupun di luar usus
10 hari. (ekstraintestinal).
Kedua obat tersebut termasuk halogenated hydroxy- Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah,
quinoUn yang cukup efektif sebagai amebisid luminal. pusing dan nyeri kepala. Tidak dianjurkan untuk diberikan
Efektivitasnya 60-70%. Efek samping yang terjadi biasanya kepada pasien yang mengidap penyakit darah (blood
ringan, berupa mual, muntah, tetapi dapat j u g a berat, discrasia), j u g a kepada ibu hamil karena terbukti pada
berupa subacute myelooptic neuropathy (SMON). Efek binatang percobaan obat ini mempunyai sifat karsinogenik
s a m p i n g ini hanya terjadi apabila dosis dan j a n g k a dan teratogenik serta dapat mengakibatkan mutasi bakteri.
waktu pemberian obat melebihi aturan pakai yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, obat ini tidak dianjurkan untuk Disentri Ameba Ringan-Sedang
diberikan kepada penderita yang mengidap penyakit Pada pasien ditemukan ulkus di mukosa usus besar
optic neuropathy Juga sebaiknya tidak diberikan kepada yang dapat mencapai lapisan submukosa, dan dapat
penderita yang mengidap penyakit kelenjar gondok, mengakibatkan gangguan peristaltik usus. Pasien akan
karena obat ini dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar mengalami diare atau disentri, tetapi tidak berat, sehingga
gondok. tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau transfusi
darah. Oleh karena didapatkan trofozoit di dalam lumen
Karbarson {Carbarsone). Dosis 3 x 500 mg sehari, selama
dan di dalam dinding usus besar, maka sebagai obat
7 hari.
pilihan adalah metronidazol dengan dosis 3 x 750 mg
Bisthmuth glycoarsanilate. Dosis 3 x 500 mg sehari, sehari selama 5-10 hari. Dapat pula dipakai tinidazol
selama 7 hari. atau ornidazol dengan dosis seperti tersebut di atas.
Oleh karena pada pasien yang sudah sembuh dengan komplikasi. Pada abses hati a m e b a k a d a n g - k a d a n g
pengobatan metronidazol dapat timbul abses hati ameba diperlukan tindakan pungsi untuk mengeluarkan nanah.
dalam jangka waktu 3-4 bulan kemudian, maka dianjurkan Demikian pula dengan amebiasis yang disertai penyulit
untuk menambah dengan obat amebisid luminal. Obat efusi pleura. Prognosis yang kurang baik adalah abses
ini akan memberantas sumber trofozoit di dalam lumen otak ameba.
usus. Dapat dipakai diyodohidroksikin, kliokinol, atau
diloksanid furoat dengan dosis seperti tersebut di atas.
Dapat pula diberi tetrasiklin, dengan dosis 4 x 500 mg PENCEGAHAN
sehari, selama 5 hari.
Makanan, m i n u m a n , dan keadaan lingkungan hidup
Disentri A m e b a B e r a t yang memenuhi syarat kesehatan merupakan sarana
Pasien ini tidak h a n y a m e m e r l u k a n obat a m e b i s i d pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum
saja, tetapi j u g a m e m e r l u k a n infus cairan elektrolit sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan binasa bila air
atau transfusi darah. Selain pengobatan seperti pada dipanaskan 50°C selama 5 menit. Pemberian klor dalam
disentri a m e b a ringan dan s e d a n g perlu d i t a m b a h jumlah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan air
emetin atau dehidroemetin. Obat ini diberikan secara bersih, ternyata tidak dapat membinasakan kista. Penting
suntikan intramuskular atau subkutan yang dalam. Tidak sekali adanya jamban keluarga, isolasi, dan pengobatan
diperbolehkan memberikan secara intravena. Dosis emetin carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau
1 mg/kg berat badan sehari (maksimum 60 mg sehari) segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.
selama 3-5 hari; dehidro-emetin 11,5 mg/kg berat badan Sampai saat ini belum ada vaksin khusus. Pemberian
sehari (maksimum 90 mg sehari) selama 3-5 hari. Penderita kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi
sebaiknya dirawat di rumah sakit dan tirah baring selama daerah endemis tidak dianjurkan. Pengobatan massal
pengobatan. Hal ini disebabkan karena bahaya efek secara berkala dengan metronidazol dan dilosanid furoat
samping emetin terhadap jantung. Pemberian dosis tinggi hanya dikerjakan dalam keadaan tertentu.
dapat mengakibatkan nekrosis otot jantung dan penderita
meninggal mendadak.
Oleh karena itu penderita perlu diobservasi dengan ASPEK KHUSUS
teliti, terutama tekanan darah, denyut nadi, dan
elektrokardiografi. Kelainan EKG yang sering terjadi adalah O l e h k a r e n a a m e b i a s i s erat h u b u n g a n n y a dengan
kelainan gelombang T yang mendatar atau terbalik. Dapat kebersihan individu dan lingkungan hidup maka higiene
pula terjadi aritmia. dan sanitasi merupakan faktor yang penting. Air dari
persediaan air minum (PAM) perlu dimasak dulu sebelum
A m e b i a s i s Elcstra Intestinal d a n A m e b o m a diminum karena kista ameba tahan terhadap kadar klor
Penderita abses hati ameba dapat diberi metronidazol atau standar y a n g ada d i d a l a m n y a . Vaksinasi merupakan
obat lain golongan nitroimidazol dengan dosis seperti p e n c e g a h a n penyakit y a n g ideal bagi individu atau
tersebut di atas. Dapat pula diberi klorokindifosfat dengan masyarakat yang belum memiliki kekebalan terhadap
dosis 1 g sehari, selama 1-2 hari; dilanjutkan dengan 600 amebiasis.
mg sehari, selama 4 minggu. Masing-masing obat tersebut
perlu ditambah dehidroemetin atau emetin dengan dosis
seperti tersebut di atas selama 10 hari. Kadang-kadang REFERENSI
apabila abses hati sangat besar (lebih dari 5 cm), akan
Adam EB, McLeod. Invasive amebiasis. Medicine 1977;56:315-7.
sukar sembuh, sehingga perlu dipertimbangkan tindakan
Akbar N , Sulaiman A , Noer H M . C o m b i n e d treat-ment of
pungsi abses untuk mempercepat penyembuhan. Pada metronidazole and chloroquine in fulminant amebic dysentri
amebiasis ekstraintestinal lainnya dan ameboma obat-obat complicated by hepatic and lung amoebiasis. Acta Medica
tersebut di atas dapat diberikan, kecuali klorokin. Indonesiana 1975:19-25.
Amebae. In: Joklik E K . Willet H P , Bernard Amos D . Zinsser
Microbiology IS"" ed. Norwralk, Connec-ticut: Appleton
Century-crofts 1984:1206-9.
PROGNOSIS Balasegaram M. Amoeblasis: diagnosis and sur-gical treatment
with emphasis on hepatic aspects. Med.Progr 1976; 16-17.
Behrens M M . Optic atrophy in children after diiodohydroxyquin
Prognosis ditentukan oleh berat-ringannya penyakit, therapy. JAMA 1974: 228-693.
diagnosis dan pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan Garcia E G . Treatment of amebiasis in Southeast Asia. Mod. Progr.
1981;8:11-4.
ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya
Hunter G W , Swartzwelder JC, Clyde DR. Amebiasis. In: Trop.
prognosis amebiasis adalah baik terutama yang tanpa Mod. 5»' E d . Philadelphia:WB Saunders;1976.p.323-44.
AMEBIASIS 569
570
DIARE AKUT KARENA INFEKSI 571
Tabel 1. Gejala dan Tanda Diare Akut karena Infeksi Berdasarkan Kausal
Patogens
E.coli
Crypto- E. C.
Klinis Shigella Salmonella Campylobacter Vibrio Cyclospora ... Giardia ^ , ^. ., (Shiga
sporidium Hystolytica Difncile
toksin)
Nyeri perut +/- +/- +/- + +
Demam +/- +/- +/- + + Jarang
Mual munta + + +/- + + + +/- +
Heme (+) pada +/- +/- +/- +/- +
feses
Feses berdarah + + + +/- +/- +
( N a + , K + , CI-). Analisis Gas Darah (bila dicurigai ada mikronutrien dan energi (pemenuhan kebutuhan kalori
KOMPLIKASI
PENCEGAHAN
Meliputi:^
Menjaga kebersihan air, sanitasi makanan dari vektor
penyebar kuman seperti lalat, kebiasaan mencuci
tangan sebelum kontak dengan makanan.
• Mengkonsumsi makanan yang dimasak secara
matang.
Vaksinasi (terutama untuk wisatawan), namun belum
tersedia untuk semua patogen yang ada.
77
DISENTRI BASILER
Rizka Humardewayanti Asdie Nugroho, Harakati Wangi, Soebagjo Loehoeri
ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
Penyebab disentri basiler adalah Shigella sp. dari genus
Shigella, y a n g termasuk bakteri gram negatif dalam Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan
klasifikasi kingdom. Bacteria, phylum Proteobacteria, class manusia dan primata lainnya dimana sejumlah spesies
574
DISENTRI BASILER 575
Sel epitel
Aktivasi NF-kB
disebabkan oleh IL-IS penyebaran dari
dan aktivasi NLR intrase ular sel ke s€'
•P^JpaB sekresi
IL-8 C'^jPf^'tipeni
• IpaA
Disrupsi/perusakan
batas permeabilitas
epitel oleh PMN apoptosis makrofag
Ketahanan terhadap kondisi pH yang rendah menyebabkan mendorong membrane sejauh 20 pm kedalam sel yang
shigella b e r t a h a n melalui barrier l a m b u n g , hal ini berdekatan. Invasi ke enterosit sebelahnya membentuk
menjelaskan mengapa inokulum kecil (sebesar 100 cFU) proyeksi seperti j a r i , yang kemudian akan pinch off,
cukup menyebabkan infeksi. Diare air mendahului sindroma mengganti bakteri kedalam sel baru tetapi dikelilingi
disentri karena sekresi aktif dan reabsorbsi air abnormal, oleh membran ganda. Organisme kemudian melisiskan
efek sekretorik pada j e j u n u m s e p e r t i y a n g terlihat kedua membran dan dilepaskan ke dalam sitoplasma,
pada monyet yang terinfeksi. Purge awal ini mungkin bebas untuk memulai siklus baru.
disebabkan karena aksi kombinasi dari enterotoxin (ShET- Sitokin dilepaskan oleh sejumlah sel epitel intestinal
1) dan inflamasi mukosa. Sindroma disentri, ditandai yang terinfeksi yang menyebabkan kenaikan jumlah sel
dengan berak berdarah dan mukopurulen, merefleksikan imun (terutama lekosit polimorfonuklear) ke tempat
invasi mukosa. y a n g t e r i n f e k s i , y a n g a k a n m e n d e s t a b i l i s a s i barier
Sampai di usus halus, terjadi patogenik fundamental epitel, eksaserbasi inflamasi, dan menyebabkan colitis
yaitu invasi ke mukosa colon. Hal ini memicu respon a k u t y a n g s e s u a i d e n g a n shigellosis. Bukti t e r k i n i
inflamasi akut yang intensif dengan ulserasi mukosa dan menunjukkan beberapa sistem sekresi tipe III - efektor
pembentukan abses. Invasi dan penyebaran merupakan dapat mengkontrol perluasan inflamasi, sehingga
proses yang multipel dan bertahap, dan sama dengan memfasilitasi survival bakteri.
proses yang terjadi pada Shigella dan EIEC I. Proses perluasan sel ke sel secara radial membentuk
Patogenesis Shigella ditentukan terutama oleh virulensi ulkus fokal pada mukosa, terutama pada kolon. Ulkus
plasmid 214 kb terdiri atas 100 gen, yang mengkode 25 menambah komponen perdarahan dan menyebabkan
sistem sekresi tipe III yang memasuki membran sel inang Shigella untuk mencapai lamina propria, dimana mereka
agar efektor dapat transit dari sitoplasma bacterial ke membangkitkan respon inflamasi akut yang intensif.
dalam sitoplasma sel. Bakteri dapat menginvasi sel epitel Perluasan infeksi diluar lamina sangat jarang pada individu
intestinal dengan menginduksi uptake setelah melewati sehat. Diare akibat proses ini merupakan proses inflamasi,
barier epitel melalui sel M terdiri dari volume tinja yang sedikit terdiri atas leukosit,
Shigella melewati membran mukosa dengan memasuki eritrosit, bakteri dan lainnya yang memberikan gambaran
folikel pada sel M (sel epitel translokasi khusus di folikel disentri klasik.
epitel yang menutupi nodul limfoid mukosa) di usus halus, Beberapa Shigella menghasilkan toxin Shiga yang
yang sangat sedikit memiliki brush border absorptive yang berkontribusi t e r h a d a p derajat berat penyakit, dan
terorganisir. Shigella melekat secara selektif pada sel M toksin yang poten adalah toksin yang dihasilkan oleh S.
dan dapat transltosis melalui sel M ke dalam kumpulan sel dysenterlae tipe 1, karena menyebabkan mortalitas yang
fagosit. Bakteri didalam sel M dan makrofag fagositik dapat bermakna pada individu yang sebelumnya sehat. Toxin
menyebabkan kematian mereka dengan mengaktifkan Shiga dihasilkan oleh S. dysenterlae tipe 1 meningkatkan
kematian sel yang terprogram normal (apoptosis). Bakteri keparahan penyakit. Toxin shiga dan toxin Shiga-Uke,
dilepaskan dari sel M pada sisi basolateral enterosit dan m e r u p a k a n kelompok toxin protein A 1 - B 5 , s u b u n i t
mengawali proses invasi yang multiple dan bertahap yang B5 mengikat permukaan sel dan subunit A katalitik
diperantarai oleh antigen invasi (IpaA, IpaB, IpaC). mengekspresikan N-glikosidasi RNA pada ribosom RNA
Shigella m u d a h beradaptasi dengan lingkungan 28S. Hal ini menyebabkan inhibisi ikatan aminoacyl-
intraselular dan hal ini memberikan keunikan dalam tRNA terhadap subunit ribosom 60S dan menghentikan
proses infeksi. Meskipun pada awalnya bakteri dikelilingi secara keseluruhan biosintesis protein sel. Toxin Shiga
oleh vakuola fagositik, mereka dapat lepas dalam waktu ditranslokasi dari usus kedalam sirkulasi. Setelah mengikat
15 menit dan memasuki kompartemen sitoplasma sel reseptor globotrlaosylceramide pada sel target di ginjal,
inang. Dan secara cepat, mereka membentuk paralel toxin diinternalisasi oleh reseptor yang diperantarai oleh
dengan filament aktin sitoskeleteon dari sel dan memulai endositosis dan berinteraksi dengan subselular untuk
proses dimana mereka melakukan kontrol polimerisasi menghambat sintesis protein. Konsekuensi perubahan
monomer yang membuat fibril-fibril aktin. Proses ini patofisiologi ini berakibat sindroma hemolitik uremik.
membentuk ekor aktin pada mikroba, yang akan terlihat Karakteristik masuknya dan interaksi Shigella
d i d a l a m s i t o p l a s m a seperti komet. G a m b a r a n pada dengan elemen selular sangat miripi dengan Listeria
apparatus sitoskeletal ini memberikan shigella yang monocytogenes.
non motil tidak hanya bereplikasi di dalam sel tetapi
dapat bergerak secara efisien didalamnya. Bakteri akan
masuk ke dalam m e m b r a n sel i n a n g , y a n g terletak MANIFESTASI KLINIS
berdekatan dengan enterosit lain. Pada titik ini beberapa
shigella akan mengalami rebound, tetapi yang lain akan Manifestasi klinis dan keparahan shigellosis tergantung
577
rendah dapat dikultur pada media dengan selektifitas atau metabolik (hipoglikemia, hiponatremia, dehidrasi).
tinggi sebelum dilakukan identifikasi lebih lanjut atau Bakteremia sering dilaporkan terjadi pada anak dengan
dapat diidentifikasi secara sistem standard komersial malnutrisi, pasien HIV dan pasien dengan gangguan
yang didasarkan pada glukosa positif (biasanya tanpa pada sistem innate daya tahan tubuh. Megakolon toksik
produksi gas), laktosa negatif, H2S negatif dan tidak disebabkan karena proses inflamasi yang berat hingga
bergerak/non motil. Keempat serogup Shigella (A-D) otot polos usus besar mengalami paralisis dan dilatasi.
dapat dibedakan dengan karakteristik tambahan, tetapi Pasien dengan megakolon akan mengalami distensi dan
pendekatan ini membutuhkan waktu lebih lama dan nyeri tekan abdomen dengan atau tanpa tanda peritonitis.
melalui proses identifikasi yang sulit, sehingga setelah Pemeriksaan foto abdomen ditandai dengan pembesaran
diagnosis presumtif maka penggunaan metode serologi kolon transversum (dengan distensi paling besar terjadi
seperti slide agglutination- dengan antisera spesifik untuk di kolon ascenden dan descenden). Pneumatosis coli
grup dan tipe harus dipertimbangkan. Antisera spesifik dapat pula ditemukan. Jika terjadi perforasi akan tampak
grup tersedia di pasaran untuk antisera spesifik tipe gambaran pneumoperitoneum pada foto abdomennya.
jarang didapatkan dan terbatas sebagai referensi laborat Komplikasi lain adalah sindroma hemolitik uremik,
karena mahal. yaitu suatu mikroangiopati trombotik yang ditandai
Teknik yang lebih canggih untuk diagnosis infeksi dengan anemia hemolitik, trombositopenia dan gagal
shigella telah dikembangkan seperti pengecatan antibodi ginjal oligurik. Sindroma hemolitik uremik sering terjadi
fluoresens S. dysentriae tipe 1, yang memiliki sensitivitas pada infeksi S. dysentriae tipe 1 dan biasanya terjadi
9 2 % dan spesifitas 9 3 % , isolasi immunomagnetik diikuti 1-5 hari setelah disentri mereda atau menghilang. SHU
dengan PCR, antibodi monoklonal untuk identifikasi ini diduga karena toksin Shiga yang diproduksi oleh S.
dan isotope- or enzyme labelled DNA probes untuk dysenterlae type 1.
petanda spesifik virulensi shigella. Hingga sekarang Komplikasi sistemik infeksi shigellosis lainnya adalah
ini belum tersedia uji diagnosis cepat untuk shigella, kejang umum yang dapat terjadi pada beberapa pasien
kecuali pemeriksaan /"mmunoossoy untuk toksin shiga. Uji terutama pada anak-anak. Kejang lebih sering ditemukan
serologis antibodi berguna untuk penelitian epidemiologis pada infeksi S. sonnei, selain itu pasien shigellosis dapat
bukan untuk diagnosis penyakit pada daerah endemik mengalami penurunan kesadaran bahkan dapat koma.
dimana sebagian besar populasinya seropositif akibat P e n u r u n a n k e s a d a r a n ini d a p a t d i s e b a b k a n karena
paparan sebelumnya. gangguan metabolik hipoglikemia dan hiponatremia.
H i p o g l i k e m i a terjadi a k i b a t k e l a p a r a n dan r e s p o n
glukoneogenik yang tidak adekuat. Hiponatremia sering
DIAGNOSIS BANDING ditemukan pada disentri, disebabkan karena hilang akibat
diare dan sekresi hormon antidiuretik dalam jumlah yang
Diagnosis banding pasien dengan sindroma disentri tidak sesuai dengan kadar natrium dalam serum. Yang
tergantung pada klinis dan lingkungan. Pada negara dipicu oleh hipoalbumin dan penurunan tekanan onkotik
berkembang diare infeksius yang disebabkan invasi bakteri intravaskular.
patogen seperti Salmonella enteritidis, Campylobacter Selain itu shigellosis j u g a dapat memberi dampak
jejuni, Clostridium difficile, (Yersmia enterocolitica) atau pada nutrisi terutama pada anak-anak, seperti yang telah
parasit {Entamoeba histolytica) harus dipertimbangkan disebutkan di atas disamping karena konsekuensi akibat
sebagai diagnosis banding shigellosis dan hanya dengan pelepasan sitokin pada proses inflamasi akan menimbulkan
pemeriksaan bakteriologis dan parasitologis feses dapat katabolisme protein otot, gangguan prioritas sintesis
dibedakan penyebab kuman patogen. protein serta penurunan asupan nutrisi karena anoreksia.
Inflammatory bowel disease, seperti Crohn's disease Selain itu penderita kehilangan protein usus akibat
atau kolitis ulseratif harus dipertimbangkan sebagai kematian sel epitel usus, ulserasi dan transudasi serum
diagnosis banding shigellosis di negara-negara industri, ke dalam lumen usus dimana kesemuanya menyebabkan
karena kemiripan gejala, anamnesis yang membedakannya keseimbangan nitrogen negatif.
dengan shigellosis biasanya adalah riwayat bepergian di Komplikasi fase post infeksi akibat imunologis seperti
daerah endemik. arthritis reaktif {Reiter's syndrome) dapat terjadi beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah shigellosis, terutama
pada pasien dengan histocompatibility antigen HLA-B27.
KOMPLIKASI Sekitar 3% penderita yang terinfeksi S. flexneri dapat
mengalami sindrom Reiter dengan arthritis, inflamasi
Komplikasi utama pada shigellosis adalah komplikasi pada okuler dan uretritis - suatu kondisi yang dapat dialami
usus (megakolon toksik, perforasi usus dan prolaps rektum) selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun karena
I
sulit diobati. Arthropathy post infeksi hanya terjadi setelah resistensi. Kloramfenikol dan tetrasiklin sudah tidak efektif
terinfeksi S. Flexneri. untuk shigellosis. Dengan alasan yang sama kotrimoksasol,
dan ampisilin sudah tidak efektif untuk terapi shigellosis
di negara-negara maju. Beberapa obat (seperti cefiksim)
PENATALAKSANAAN secara invitro efektif terhadap shigella tetapi secara invivo
tidak efektif, sehingga pilihan untuk infeksi shigella untuk
Antibiotik merupakan ujung tombak terapi shigellosis. daerah tropis terbatas seperti yang dapat dilihat pada
Tanpa pemberian antibiotika yang efektif maka kematian tabel 1.
akibat infeksi shigella terutama S. dysentriae tipe 1 dapat Di US direkomendasikan bahwa setiap kasus shigellosis
mencapai lebih dari 10% terutama pada anak-anak dan harus diobati dengan antibiotik. Pilihan utama adalah
usia lanjut. Di negara maju meskipun infeksi S. sonnei ciprofloksasin. Sejumlah obat diuji dan efektif untuk sh(ge//o
biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri, Infeksi oleh seperti ceftriakson, azitromisin, pivmecillinam dan generasi
spesies shigella apapun dapat menyebabkan kematian ke lima quinolon. Meskipun infeksi oleh shigella non
pada pasien malnutrisi atau imunokompromis. Pemberian dysentriae pada imunokompeten diberikan terapi antibiotik
antibiotik dalam waktu 72 j a m setelah gejala muncul selama 3 hari, direkomendasikan terapi antibiotik karena
tidak hanya menghilangkan gejala disentri tetapi juga infeksi S. dysenteriae diberikan selama 5 hari dan diberikan
mencegah komplikasi lebih lanjut, serta memperpendek selama 7-10 hari pada pasien imunokompromis.
masa ekskresi mikroorganisme tersebut.
Pasien yang dicurigai disentri basiler dan shigellosis Rehidrasi dan Nutrisi
d i b e r i k a n antibiotik empiris terlebih dahulu sambil Infeksi shigella j a r a n g m e n y e b a b k a n dehidrasi yang
menunggu hasil uji biakan kuman dan uji sensitifitasnya. bermakna. Kasus yang membutuhkan rehidrasi secara
Pada prinsipnya pemilihan antibiotik di negara berkembang agresif j a r a n g d i j u m p a i . Rehidrasi d i b e r i k a n secara
harus mempertimbangkan juga ketersediaan antibiotik, peroral, kecuali pasien dalam keadaan koma. Karena
biaya, pola resistensi di komunitas. Jika setelah diberikan ORS [Oral Rehydration Solution) terbukti efektif maka
antibiotik empiris penderita tidak membaik dalam 48 jam, WHO dan UNICEF merokemendasikan cairan standard
maka harus diperkirakan kuman shigella tersebut resisten, hipoosmoler dengan osmolaritas 245 mOsm/L (natrium
atau terinfeksi dengan organisme lainnya, dan terapi harus 75 mmol/L; chlorida 65 mmol/L; glukosa (anhydrous) 75
diganti dengan alternatif antibiotik lainnya. mmol/L; kalium 20 mmol/L; sitrat 10 mmol/L). Karena pada
Sejak pertengahan tahun 1960an, kenaikan resistensi shigellosis - sebagai penyebab penyakit diare akut infeksius
terhadap beberapa antibiotik merupakan faktor yang tersering - transport natrium ke glukosa atau larutan
mempengaruhi pilihan terapi. Penyebaran klonal strain lainnya sebagian besar tidak terpengaruh, maka ORS
dan transfer secara horizontal terutama melalui plasmid merupakan cara termudah dan efisien untuk rehidrasi.
dan t r a n s p o s o n b e r k o n t r i b u s i t e r h a d a p resistensi Nutrisi harus diberikan sesegera mungkin setelah
berbagai macam antibiotik. Pilihan terapi untuk shigellosis rehidrasi awal selesai. Pemberian makan adalah aman,
di n e g a r a - n e g a r a tropis terbatas karena m u n c u l n y a dapat ditoleransi dan secara klinis menguntungkan.
Terapi Non Spesifik Dupont H.L. Shigella Species (Bacillary Dysentery) in Gerald
L Mandell, John E. Bennett, & Raphael Dolin. Principles
Pemberian agen antimotilitas memberi dampak
and Practice of Infectious Diseases, 6th ed. Volume 1. 2005
memperpanjang demam pada relawan dengan s/7/ge//os/s, Churchill Livingstone, An Imprint of Elsevier.
dan karena dicurigai meningkatkan risiko toksik megakolon Jawetz, E., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, edisi 16,
dan SHU pada anak dengan infeksi strain £ coli yang 303-306, EGC, Jakarta
Kate Stout, Collette Hendler, Joanne Bartelmo. Lippincott's
menghasilkan toksin Shiga, maka pemberian antimotilitas Clinical Guide Infectious Diseases. 2011, Lippincott William
tidak dianjurkan pada kasus diare dengan darah. & Wilkins, China, pp 357-62.
Keusch, G.T., Kopecko, D. J. Shigellosis in Richard L. Geurrant,
David H. Walker, Peter F.Weller (editors). Tropical Infectious
Penatalaksanaan Komplikasi
Diseases: Principles, Pathogens & Practice. 2nd ed. Vol. 1.
Tidak ada konsensus mengenai penanganan terbaik untuk Elsvier. Pp 255-62
megacolon toksik. Pasien harus dinilai berulang kali oleh Parsot, C. Shigella spp. and enteroinvasive Escherichia coli
kedua tim baik tim medis maupun tim bedah. Anemia, pathogenicity factors. FEMS Microbiology Letters 252 (2005)
11-8
dehidrasi dan kehilangan elektrolit (terutama hipokalemia) Ryan, K. J. Enterobacteriaceae in Kenneth J Ryan, C. George Ray
dapat menyebabkan atonia kolon dan harus dikoreksi. (editors). Sherris Medical Microbiology. 2004. McGraw Hill
Aspirasi nasogastrik dapat membantu mengempiskan Companies. Pp 357-62
Sansonetti, P And Bergounioux, J. Shigellosis In Anthony S.
kolon. Terapi parenteral tidak terbukti menguntungkan. Fauci, Dennis L. Kasper, Dan L. Longo, Eugene Braunwald,
Demam yang masih menetap selama 48-72 j a m sangat Stephen L. Hauser, J. Larry Jameson, Joseph Loscaizo
mungkin disebabkan adanya perforasi setempat atau (editors). Harrison's Infectious Diseases. 2010. McGraw Hill
Companies. Pp 531-5
abses. Kebanyakan penelitian menganjurkan kolektomijika
Sansonetti , P. J. Microbes and Microbial Toxins: Paradigms
setelah 48-72 jam distensi kolon menetap. Tetapi banyak for Microbial-Mucosal Interactions III. Shigellosis: from
pula klinisi yang merekomendasikan meneruskan terapi symptoms to molecular pathogenesis. Am J Physiol
medis hingga 7 hari jika secara klinis pasien membaik Gastrointest Liver Physiol 280: G319-G323, 2001
Schroeder, G, N. and Hilbi, H. Molecular Pathogenesis of Shigella
meskipun megakolon menetap tanpa perforasi. Perforasi spp.: Controlling Host Cell Signaling, Invasion, and Death by
usus memerlukan tindakan bedah. Type III Secretion. Clinical Microbiology Reviews, Jan. 2008,
Prolaps rectum diterapi sesegera mungkin. Dengan p. 134-156 Vol. 21, No. 1
Shetty, N. Gastroenteritis in N. Shetty, J.W. Tang, J. Andrews
menggunakan sarung tangan bedah atau dengan baju
(editors). Infectious Disease: Pathogenesis, Prevention, and
y a n g lembut hangat dan basah, pasien pada posisi Case Studies. 1st ed. A John A John Wiley & Sons, Ltd.,
knee-chest position, rectum yang prolaps dimasukkan Publication. 2009, pp212-37
kembali secara pelan-pelan. Jika mukosa usus terlihat Southwick, F. Gastrointestinal and Hepatobiliary Infections in
Frederick S.Southwick (editor) Infectious Diseases A Clinical
membengkak, dapat dikurangi secara osmotic dengan Short Course, 2nd ed McGraw-Hill Companies. Inc. pp
menempelkan suatu alat yang di beri cairan magnesium 190-200
sulfat yang hangat. Prolaps recti dapat kembali relaps. SHU Sur D., Ramamurthy, T., Deen, J. & Bhattacharya, S. K. Shigellosis:
challenges & management issues. Indian J Med Res 120,
harus diterapi dengan restriksi cairan termasuk menyetop
November 2004, pp 454-62.
ORS dan suplemen kaya kalium. Hemofiltrasi biasanya Torres, G. A. Current aspects of Shigella pathogenesis. Rev
dibutuhkan pada kasus ini. Latinoam Microbiol 2004; 46 (3-4): 89-97
PENCEGAHAN
REFERENSI
I
78
ROTAVIRUS
Niniek Budiarti Burhan, Dewi I
581
582 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Walaupun kebanyakan diare sembuh dengan Infeksi yang terjadi pada negara berkembang terjadi
sendirinya dan dehidrasi dapat dikendalikan dengan terapi pada usia yang lebih muda, jarang musiman, dan hasil
rehidrasi oral, akan lebih baik apabila dapat mencegah akhir sering terjadi kematian, sering disebabkan oleh
terjadinya diare, terutama mencegah timbulnya serangan strain virus yang berbeda.^ Penyebab utama terjadinya
yang berat yang dapat menimbulkan komplikasi berat atau kematian pada anak-anak di negara berkembang, sekitar
kematian. Meskipun beberapa strategi pencegahan seperti 2 juta kematian per tahun dan menyebabkan 10-12%
perbaikan kualitas air dan sarana sanitasi dapat diterapkan anak-anak di negara industri mendapatkan perawatan di
dan tanpa perlu mengetahui dengan pasti penyebab diare, rumah sakit.^
cara pencegahan lainnya seperti pemberian vaksin j u g a Rotavirus A, dilaporkan 90% gastroenteritis rotavirus
dapat memberikan pencegahan yang lebih baik.^ pada manusia, menimbulkan endemi di seluruh dunia.
Laki-laki lebih banyak di rawat di rumah sakit daripada
wanita. Di daerah bersuhu dingin, rotavirus sering timbul
DEFINISI terutama pada musim dingin, tetapi pada daerah tropis
muncul sepanjang tahun; perbedaan ini disebabkan oleh
Gastroenteritis viral adalah infeksi intestinal yang disebabkan perubahan suhu dan kelembaban.^
oleh beberapa virus berbeda yang sangat menular.^
PATOGENESIS
EPIDEMIOLOGI
Perjalanan Penyakit
Timbul di seluruh dunia, tersering pada anak-anak usia
Infeksi rotavirus sering mengikuti pola endemik, terutama
3-5 tahun.^'^ Infeksi neonatal seringkali asimptomatik
di daerah tropis, meskipun mencapai puncaknya pada
atau ringan, terutama karena adanya proteksi antibodi
cuaca dingin. Virus ditransmisikan melalui rute fekal-
ibu atau menyusui. Infeksi pertama setelah usia 3 bulan
oral dan dapat bertahan pada feses sampai 3 minggu
seringkali menimbulkan gejala dan insiden penyakit
pada infeksi berat. Pada saat terjadi wabah (pada pusat
mencapai puncaknya pada anak-anak usia 4-23 bulan.
pelayanan), virus tersebut banyak terdapat di mana-
Sering timbul infeksi ulangan, tetapi tingkat keparahan
mana dan infeksi yang kedua timbul antara 16% dan 30%
penyakit menurun dengan adanya infeksi yang berulang.^
(termasuk pada rumah tangga)."
G a m b a r 1. P e r k i r a a n d i s t r i b u s i g l o b a l 8 0 0 . 0 0 0 k e m a t i a n di s e l u r u h d u n i a a k i b a t diare r o t a v i r u s .
Tiap titik menandakan 500 kematian.'
ROTAVIRUS 583
Keterangan Gambar:
1. Virus menennpel pada reseptor host melalui VP4 dan dilakukan endositosis ke dalam vesikel di sel inang.
2. Partikel virus hanya dilapisi sebagian dalam endolisosom (kehilangan VP4-VP7 sebagai lapisan luar), dan penetrasi ke dalam
sitoplasma.
3. Transkripsi awal gen oleh enzim polymerase virus yang timbul di dalam sehingga membentuk partikel dua lapis (double-layered,
DLPs), sehingga dsRNA tidak pernah bersinggungan dengan sitoplasma. RNA (+) menekan sitoplasma dan menyediakan cetakan
bagi sintesis protein virus.
4. Inti sel baru dengan aktivitas replikase diproduksi dalam pabrik virus (juga disebut viroplasma). Menandakan pembentukan pelengkap
RNA (-) dan awal proses morfogenesis virus.
5. Transkripsi akhir terjadi pada inti sel baru ini.
6. Pada batas luar pabrik virus, inti sel dilapisi oleh VP6, membentuk DLPs imatur yang puncaknya melewati membran retikulum
endoplasmik, mendapat membran lemak sementara yang akan dimodifikasi dengan glikoprotein retikulum endoplasmik NSP4 dan
VP7; partikel pembungkus yang mengandung VP4. Partikel ini bergerak menuju bagian dalam retikulum endoplasmik, lapisan lemak
sementara dan protein non struktural NSP4 hilang, sedangkan protein permukaan VP4 dan VP7 akan menyusun kembali lapisan
protein virus terluar, menghasilkan partikel tiga lapis yang matang dan infeksius.
7. Virion matang dilepaskan mengikuti kematian sel dan berhubungan dengan kerusakan membran plasma sel inang.
Mekanisme patogenesis dan imunitas rotavirus belum selama transitosis dalam enterosit. Pada langkah 4, sel T
sepenuhnya dipahami dan terdapat berbagai pendapat spesifik rotavirus sekresi sitokin juga dapat menghambat
tergantung dari penelitian hewan coba. Ringkasan dari replikasi virus. Bila replikasi virus tidak berhenti, seperti
mekanisme potensial patogenesis dan imunitas rotavirus, pada langkah 5, rotavirus memproduksi protein non-
terutama (langkah 3 sampai 5) diketahui dari penelitian struktural 4 (NSP4), yaitu toksin yang menginduksi diare
terhadap tikus. Pada langkah 1, antibodi netral secara sekretori akibat regulator konduksi transmembran non-
langsung bereaksi dengan VP4 d a n / atau VP7 dapat kistik fibrosis (KTNF). Rotavirus j u g a dapat menstimulasi
mencegah penetrasi dan pengikatan virus, mempengaruhi sistem saraf enterik (SSE) seperti pada langkah ke-6,
eksklusi virus. Apabila mekanisme ini gagal, seperti menginduksi diare sekretori dan meningkatkan mortalitas
pada langkah 2, replikasi rotavirus di dalam enterosit usus melalui mekanisme yang belum diketahui (disebutkan
menyebabkan perubahan metabolisme membran protein oleh beberapa penelitian yang NSP4 dependen). Obat-
enterosit menginduksi terjadinya diare malabsorbsi atau obatan yang dapat menghambat SSE berguna untuk
o s m o t i k . Rotavirus j u g a m e n y e b a b k a n p e n i n g k a t a n menerapi diare rotavirus pada anak-anak. Antibodi NSP4
konsentrasi kalsium intasel, yang mana mengganggu juga dapat menghambat dua mekanisme terakhir Pada
sitoskeleton dan celah sempit antar sel, meningkatkan akhir proses tersebut, rotavirus menghancurkan terakhir
permeabilitas paraselular. Saat langkah ke-3, replikasi virus sel inang (seperti pada langkah 7), selanjutnya dapat
intraselular dapat dihambat dengan sekresi IgA anti VP-6 menyebabkan diare osmotik dan malabsorbsi. Meskipun
584 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
merupakan koloni normal di usus, antigen rotavirus, antara gastroenteritis yang disebabkan bakteri dan karena
partikel RNA dua untai dan infeksius dapat ditemukan di virusj
dalam darah anak-anak dan organ sistemik hewan coba.
Peran antigen sistemik dan/ atau virus dalam patogenesis
rotavirus belum diketahui dengan pasti.^° ETIOLOGI
Penyebab
GEJALA DAN TANDA Terdapat lima spesies Rotavirus, yaitu A, B, C, D, dan
E. Rotavirus A yang paling sering, menyebabkan lebih
Penyakit akibat virus ini ditandai dengan adanya muntah
dari 9 0 % infeksi pada manusia.^ Rotavirus merupakan
dan atau diare yang terjadi akut, dapat disertai demam,
anggota famili Reoviridae. Genome viral terdiri dari 11
mual, nyeri perut, penurunan nafsu makan dan lemah segmen double-stranded RNA yang tertutup terdiri dari
badan atau rasa tidak enak. Seperti yang ditunjukkan pada tiga lapisan, nonenveloped, kapsid ikosahedral diameter
tabel 1. Beberapa tanda dan gejala dapat membedakan 75nm. Protein viral 6 (VP6), merupakan protein struktural
Diagnosis Banding
Beberapa virus enterik diketahui sebagai penyebab infeksi
gastroenteritis akut yang penting, seperti yang tampak
pada tabel 27
Gambar 3. Mekanisme Potensial imunitas dan patogenesis
rotavirus^"
PENATALAKSANAAN
DIAGNOSIS
Prinsip Penatalaksanaan
Pendekatan Klinis Gastroenteritis akibat Rotavirus dapat menyebabkan
S e r i n g kali sulit m e n e g a k k a n d i a g n o s a bila h a n y a dehidrasi berat. Oleh karena itu terapi secara adekuat
berdasar gejala klinis dan parameter epidemiologi saja, harus segera dimulai.^ Terapi yang diberikan simptomatik
tes laboratorium j u g a dibutuhkan untuk menegakkan dengan penggantian cairan dan elektrolit. Imunitas lokal
diagnosis.^ usus memberikan proteksi melawan infeksi ikutan."
oral karena sering m u n t a h . Pada anak-anak dengan pencegahan lainnya seperti pemberian vaksin juga dapat
immunocompromised dan infeksi r o t a v i r u s k r o n i k , memberikan pencegahan yang lebih baik.^
pemberian immunoglobulin oral atau kolostrum dapat Upaya mengembangkan vaksin rotavirus merupakan
meringankan gejala, tetapi pemilihan obat beserta dosisnya hal yang terus dikerjakan - diberikan pada negara industri
belum diteliti lebih lanjut. Penggunaan probiotik, subsalisilat dan negara berkembang dimana perbaikan sanitasi dan
bismuth, penghambat enkephalinase dan nitazoxanide kebersihan tidak mampu mengurangi kejadian diare akibat
sebagai terapi telah diteliti tetapi belum diketahui secara rotavirus. Vaksin rotavirus pertama terdapat di Amerika
jelas. Antibiotik dan antimotilitas harus dihindari.^ Serikat tahun 1998 ditarik dari peredaran setelah 1 tahun
dipasarkan karena adanya isu terkait kejadian intususepsi
yaitu suatu obstruksi usus berat.^
KOMPLIKASI Pada 2006, dilaporkan dua vaksin rotavirus baru
yang aman dan menjanjikan dari hasil penelitian multi
center di Amerika Utara, Eropa dan Amerika Latin. Salah
Kejadian Tersering satu dari vaksin ini berbahan dasar campuran serum
sapi - manusia, termasuk yang direkomendasikan pada
Diare m e r u p a k a n p e n y e b a b t e r p e n t i n g terjadinya
bayi di Amerika Serikat pada awal 2006. Vaksin kedua,
angka kesakitan dan kematian pada semua usia dan di
berbahan dasar strain rotavirus manusia yang dilemahkan,
seluruh dunia. Pada diare ringan sampai sedang dapat
tidak dibuat di Amerika Serikat tetapi dimasukkan dalam
menghambat pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan pada
program imunisasi di beberapa negara di Amerika Latin
diare yang lebih berat dapat menyebabkan penderita
dan Eropa.^
dirawat di rumah sakit, komplikasi yang serius seperti
Perbedaan epidemiologi rotavirus dan prevalensi
sindrom Guillain Barre dan hemolitik uremik dan kematian
yang lebih besar terjadinya ko-infeksi dengan patogen
pada beberapa kasus.^
usus lainnya, komorbiditas dan malnutrisi pada negara
berkembang dapat mengurangi efek vaksin rotavirus. Oleh
PENCEGAHAN karena itu, sebelum diberikan rekomendasi pemberian
vaksin, penting untuk mengevaluasi efikasi vaksin rotavirus
Walaupun kebanyakan diare sembuh dengan sendirinya pada negara miskin di Afrika dan Asia.^
dan dehidrasi dapat dikendalikan dengan terapi rehidrasi Dua macam imunisasi oral tersedia di Amerika Serikat
oral, akan lebih baik apabila dapat mencegah terjadinya yaitu : vaksin rotavirus pentavalent human bovine (PRV,
diare, terutama mencegah timbulnya serangan yang berat RotaTeq yang diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan) dan
yang dapat menimbulkan komplikasi berat atau kematian. vaksin rotavirus manusia yang dilemahkan (HRV, Rotarix,
Meskipun beberapa strategi pencegahan seperti perbaikan yang diberikan pada usia 2 dan 4 bulan). Kontraindikasi
kualitas air dan sarana sanitasi dapat diterapkan dan tanpa termasuk alergi terhadap bahan vaksin, riwayat alergi
perlu mengetahui dengan pasti penyebab diare, cara vaksin sebelumnya dan imunodefisiensi."*
ROTAVIRUS 587
REFERENSI
588
KOLERA 589
tidak dapat menyebabkan epidemi. Pada akhir tahun 1992 Pada keadaan epidemis, insiden tidak berbeda pada
ledakan kasus kolera dimulai di India dan Bangladesh yang kelompok umur maupun jenis kelamin tertentu.
disebabkan oleh serogrup V. cholerae yang sebelumnya
belum teridentifikasi, yaitu serogrup 0 1 3 9 atau Bengal.
Keadaan ini dikenal pula sebagai pandemik ke-8. Isolasi PATOGENESIS DAN IMUNITAS
dari Vibrio ini telah dilaporkan dari 11 negara di Asia
Tenggara. Namun masih belum jelas apakah V. cholerae Kolera ditularkan melalui jalur oral. Bila Vibrio berhasil
0 1 3 9 akan m e n y e b a r ke d a e r a h / w i l a y a h lain, dan lolos dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan,
pengawasan epidemiologik yang cermat dari situasi ini bakteri ini akan cepat terbunuh dalam asam lambung
sedang dilakukan. yang tidak diencerkan. Bila vibrio dapat selamat melalui
asam lambung, maka ia akan bekembang di dalam usus
halus. Suasana alkali di bagian usus halus ini merupakan
TRANSMISI medium yang menguntungkan baginya untuk hidup dan
memperbanyak diri. Jumlahnya bisa mencapai sekitar
Pada daerah endemik, air terutama berperan dalam 10 per ml cairan tinja. Langkah awal dari patogenesis
penularan kolera; namun pada epidemi y a n g besar terjadinya kolera yaitu menempelnya vibrio pada mukosa
penularan j u g a terjadi melalui makanan yang usus halus. Penempelan ini dapat terjadi karena karena
terkontaminasi oleh tinja atau air yang mengandung adanya membran protein terluar dan adhesin flagella.
V. cholerae. Khususnya pada kolera El Tor, yang dapat Vibrio c h o l e r a e m e r u p a k a n bakteri non invasif,
bertahan selama beberapa bulan di air Penularan dari patogenesis y a n g mendasari terjadinya penyakit ini
manusia ke manusia dan dari petugas medis jarang terjadi. disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan V. cholerae
Pasien dengan infeksi yang ringan atau asimtomatik yang menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit yang
berperan penting pada penyebaran penyakit ini. masif yang disebabkan oleh kerja toksin pada sel epitel
Perbandingan antara penderita asimtomatik dengan usus halus, terutama pada duodenum dan jejunum.
simtomatik (bermanifestasi klinis yang khas) pada suatu Enterotoksin adalah suatu protein, dengan berat
epidemi diperkirakan 4:1 pada kolera Asiatika, sedangkan molekul 84.000 Dalton, tahan panas dan tak tahan asam,
untuk kolera El Tor, diperkirakan 10:1. Dengan kata lain resisten terhadap tripsin tapi dirusak oleh protease. Toksin
terdapat fenomena gunung es. Hal ini merupakan masalah kolera mengandung 2 sub unit yaitu B (binding) dan A
khususnya dalam upaya pemberantasan kolera El Tor. (active). Sub unit B mengandung 5 polipeptida, dimana
Pada kolera El Tor angka karier sehat (pembawa kuman) masing-masing molekul memiliki berat 11500 dan terikat
mencapai 3 %. Pada karier dewasa Vibrio cholerae hidup pada gangliosid monosialosil yang spesifik, reseptor
dalam kantong empedu. G M 1 , yang terdapat pada sel epitel usus halus. Sub unit
Prevalensi kolera di daerah endemik pada anak lebih A kemudian dapat masuk menembus membran sel epitel.
besar dibandingkan dengan orang dewasa yaitu 10:1. Pada Sub unit ini memiliki aktivitas adenosine diphospate
orang dewasa insiden pada pria lebih tinggi dari wanita. (ADP) ribosyltransferase dan menyebabkan transfer ADP
ribose dari nicotinamide-adenine dinucleotide (NAD) ke Muntah timbul kemudian setelah diare, dan berlangsung
sebuah guanosine triphospate (GTP) binding protein yang tanpa didahului mual. Kejang otot dapat menyusui, baik
nnengatur aktivitas adenilat siklase. Hal ini menyebabkan dalam bentuk fibrilasi atau fasikulasi, maupun kejang
peningkatan produksi cAMP, yang menghambat absorpsi klonik yang nyeri dan mengganggu. Otot-otot yang sering
NaCI dan merangsang ekskresi klorida, yang menyebabkan terlibat iaIah betis, biseps, triseps, pektoralis dan dinding
hilangnya air, NaCI, kalium dan bikarbonat. (Tabel 1) perut. Teriakan ataupun rintihan pasien karena kejang yang
nyeri itu dapat disangka sebagai teriakan nyeri karena
kolik. Kejang otot ini disebabkan karena berkurangnya
Tabel 1. Komposisi Elektrolit Dalam Tinja Pasien Kolera
kalsium dan klorida pada sambungan neuromuskular.
Natrium Kalium Klorida Bikarbonat
Gejala dan tanda kolera terjadi akibat kehilangan
Dewasa 124 16 90 48
cairan dan elektrolit serta asidosis. Pasien berada dalam
Anak 101 27 92 32 keadaan lunglai, tak berdaya, namun kesadarannya relatif
baik dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma baru
akan terjadi pada saat-saat terakhir. Pada kurang lebih
T o k s i n - t o k s i n t a m b a h a n d a n f a k t o r - f a k t o r lain 10% bayi dan anak-anak, dapat dijumpai kejang sentral
sekarang telah diketahui terlibat pada patogenesis kolera. dan stupor, yang disebabkan hipoglikemia. Tanda-tanda
Zonula occludens toxin (Zot) meningkatkan permeabilitas dehidrasi tampak jelas, nadi menjadi cepat, napas menjadi
mukosa usus halus dengan mempengaruhi struktur tight cepat, suara menjadi serak seperti suara bebek Manila {vox
junction interselular. Accessory cholera exotoxin (Ace) cholerlca), turgor kulit menurun (kelopak mata cekung
ditemukan pada tahun 1993 dan diketahui meningkatkan memberi kesan hidung yang mancung dan tipis, tulang
transpor ion transmembran. pipi yang menonjol), mulut menyeringai karena bibir
Imunitas terhadap toksin kolera dan antigen kering, perut cekung (skafoid) tanpa ada steifung maupun
permukaan bakteri sama dengan respon infeksi alami. kontur usus, suara peristaltik usus bila ada jarang sekali.
Kebanyakan studi terhadap respon imun telah mengukur Jari jari tangan dan kaki tampak kurus dengan lipatan-
antibodi bakterial s e r u m , meskipun proteksi in vivo lipatan kulit, terutama ujung jari yang keriput (ivos/ier
kemungkinan besar dimediasi oleh IgA sekretorik. women hand), diuresis berangsur-angsur berkurang dan
Kolera ditandai dengan diare yang sangat berat berakhir dengan anuria. Diare akan bertahan hingga 5 hari
yang dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan pada pasien yang tak diobati.
elektrolit dan h i p o v o l e m i a , d e n g a n angka kematian
{mortality rate) yang berkisar kurang dari 1 % hingga 40%.
Terdapat spektrum yang luas mulai dari yang asimtomatik, TANDA-TANDA GAGAL SIRKULASI
ringan hingga berat.
Berkurangnya volume cairan disertai dengan viskositas
darah yang meningkat, akhirnya menyebabkan kegagalan
MANIFESTASI KLINIS sirkulasi darah. Tanda utama yang dianggap khas adalah
suhu tubuh yang rendah (34 hingga 24,5°C), sekalipun
Ada beberapa perbedaan pada manifestasi klinis kolera sedang berlangsung infeksi. Frekuensi nadi menjadi
baik m e n g e n a i sifat dan b e r a t n y a gejala. Terdapat cepat dengan isi yang kurang dan akhirnya menjadi
perbedaan pada kasus individual maupun pada terjadi cepat dan kecil (filiform). Denyut jantung cepat, suara
epidemi. Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jantung terdengar jauh dan kadang-kadang hanya suara
j a m . Gejala klinis dapat bervariasi mulai dari asimtomatik sistolik yang terdengar, namun dengan irama yang tetap
sampai dengan gejala klinis berupa dehidrasi berat. Infeksi teratur.Tekanan darah menurun sebagai tanda renjatan
terbanyak bersifat asimtomatik atau terjadi diare ringan hipovolemik, akhirnya terukur hanya dengan palpasi.
dan umumnya pasien tidak memerlukan perawatan. Warna kulit, bibir dan selaput mukosa serta kuku jadi
Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan diare ungu akibat sianosis, memberi kesan pasien berwarna
yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa hitam pada orang yang berkulit gelap; pada perabaan kulit
mules maupun tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang terasa lembab. Sianosis yang terjadi adalah bersifat perifer
semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi Asidosis metabolik terjadi akibat kehilangan bikarbonat
cairan putih keruh (seperti air cucian beras), tidak berbau jumlah besar dan metabolisme anaerob akibat kegagalan
busuk maupun amis, tapi 'manis' menusuk. Cairan yang sirkulasi. Tampilan klinis berupa pernapasan yang cepat,
menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mula-mula dangkal, namun akhirnya dalam (Kussmaul).
mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih. Cairan ini akan Perubahan patofisiologis ireversibel lainnya pada organ
keluar berkali-kali dari anus pasien dalam jumlah besar agaknya tidak terjadi, bahkan hemostasis masih tetap
KOLERA 591
dapat dipertahankan atau nnasih mudah dikoreksi. tepat adalah apus rektal {rectal swab) yang diawetkan
Penyakit kolera dapat berakhir dengan penyembuhan dalam media transport carry-blair atau pepton alkali, atau
ad integrum (sehat utuh) atau kematian. Penyulit yang langsung ditanam dalam agar TCBS, akan memberikan
diakibatkan oleh penyakitnya sendiri tidak ada. Penyulit persentase hasil positif yang t i n g g i . V. cholerae 0 1
yang terjadi biasanya disebabkan oleh keterlambatan menghasilkan koloni yang oksidase-positif yang berwarna
pertolongan atau pertolongan yang tidak adekuat, seperti kuning, yang dapat dikonfirmasi dengan tes aglutinasi
uremia dan asidosis yang tidak terkompensasi. Gagal spesifik dengan antiserum.
ginjal dengan anuria yang berkepanjangan terjadi dalam
persentase kecil berupa nekrosis tubular yang akut (ATN)
yang umumnya dapat diatasi dengan terapi konservatif PENATALAKSANAAN
dan tidak memerlukan dialisis.
Penyulit lain yang perlu perhatian iaIah abortus Dengan diketahuinya patogenesis dan patofisiologi penyakit
pada pasien dengan hamil muda, komplikasi iatrogenik kolera, saat ini tidak ada masalah dalam pengobatannya.
seperti gagal j a n t u n g , reaksi infus berupa d e m a m , Dasar pengobatan kolera adalah terapi simtomatik dan
infeksi nosokomial (tromboflebitis, sepsis bakterial). kausal secara simultan. Tatalaksana mencakup penggantian
Pada umumnya dengan pengobatan dini dan adekuat, kehilangan cairan tubuh dengan segera dan cermat, koreksi
prognosis pasien kolera cukup baik dan tidak sampai gangguan elektrolit dan bikarbonat (baik kehilangan cairan
menyebabkan kematian. melalui tinja, muntahan, kemih, keringat, dan kehilangan
insensibel), serta terapi antimikrobial.
Rehidrasi d i l a k s a n a k a n d a l a m dua t a h a p , yaitu
DIAGNOSIS terapi rehidrasi dan rumatan. Pada kedua tahap ini perlu
diperhitungkan kebutuhan harian akan cairan dan nutrisi,
Diagnosis kolera meliputi diagnosis klinis dan bakteriologis. terutama bila diare berlangsung lama dan pada pasien
Tidak sukar untuk menegakkan diagnosis kolera berat, pediatri. Pada dehidrasi berat yang disertai renjatan
terutama di daerah e n d e m i k . Kesulitan menentukan hipovolemik, muntah yang tak terkontrol, atau pasien
diagnosis biasanya terjadi pada kasus ringan dan sedang, dengan penyulit yang berat yang dapat mempengaruhi
terutama di luar endemik atau epidemik. Kolera yang khas keberhasilan pengobatan, terapi rehidrasi harus diberikan
dan berat dapat dikenali dengan gejala diare sering tanpa secara infus intravena. Pada kasus sedang dan ringan,
mulas diikuti dengan muntah tanpa didahului rasa mual, rehidrasi dapat dilakukan secara per oral dengan cairan
cairan tinja serupa air cucian beras, suhu badan tetap rehidrasi oral atau oral rehydration solution (ORS). Sedang
normal atau menurun, dan keadaan bertambah buruk tahap pemeliharaan dapat dilakukan sepenuhnya dengan
secara cepat karena pasien mengalami dehidrasi, renjatan cairan rehidrasi oral, baik pada kasus dehidrasi berat,
sirkulasi dan asidosis. sedang maupun ringan.
Bila gambaran klinis menunjukkan dugaan yang kuat Untuk keperluan rumatan dapat diberikan cairan
ke arah penyakit ini, pengobatan harus segera dimulai, dengan konsentrasi garam yang rendah seperti: air minum
tanpa menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis. Diare biasa, atau susu yang diencerkan, dan air susu ibu terutama
sekretorik lain dengan gambaran klinis mirip dengan untuk bayi dan anak-anak. Petunjuk terapi rehidrasi dan
kolera, dapat disebabkan oleh Enterotoxigenic Eschericia pemeliharaan secara umum dapat dilihat masing-masing
coli (ETEC). Berbagai bakteri penyebab diare sekretorik pada tabel 3 dan 4.
dapat dilihat pada tabel 2.
Jika tinja segar pasien kolera yang tanpa pewarnaan Tabel 3. Petunjuk Terapi Rehidrasi Kolera pada Dewasa
diamati di bawah m i k r o s k o p l a p a n g a n g e l a p , akan Derajat M a c a m Jumlah cairan Jangka waktu
tampak mikroorganisme berbentuk spiral yang memiliki dehidrasi cairan pemberian
pola motilitas seperti shooting star. Untuk pemeriksaan Ringan ORS 50 ml/kgBB Maks. 3-4 jam
biakan, cara pengambilan bahan pemeriksaan tinja yang 750 ml/jam
Sedang ORS 100 ml/kgBB 3 jam
Tabel 2. Bakteri Penyebab Diare Sekretorik Maks. 750 ml/jam
Vibrio cholerae Berat Intravena 110 ml/kgBB 3 j a m pertama
Vibrio cholerae non 0 group 1 Ringer guyur sampai
Escherichia coli Laktat nadi teraba kuat,
Clostridium perfringens sisanya dibagi
Bacillus cereus dalam 2 jam
Staphylococcus aureus berikutnya
592 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
KRITERIA DERAJAT DEHIDRASI (Tabel 5). Kemudian penjumlahan skor tersebut dibagi
dengan nilai skor maksimal yaitu 15. Defisit cairan dihitung
Untuk dapat memberikan panatalaksanaan pengobatan dengan mengkalikan hasil perhitungan tersebut dengan
s e b a i k n y a pada p a s i e n d i a r e akut perlu d i l a k u k a n defisit cairan pada dehidrasi berat yaitu 10% dari berat
penentuan derajat dehidrasinya antara lain berdasarkan: badan. Secara matematis perhitungan tersebut dituangkan
1). Penilaian klinis, 2). Perhitungan skor Daldiyono, 3). Berat dalam rumus empirik:
jenis plasma/p/osmo specific gravity (PSG), 4). Tekanan
Defisit cairan (ml) = Skor/15 x berat badan (Kg) x 0,1 x
vena sentral (CVP).
1000
Penilaian Klinis
Berat Jenis Plasma
Cara menentukan penilaian tingkat dehidrasi yang tepat
Cara penilaian derajat dehidrasi yang lebih tepat untuk
secara klinis sulit didapat karena pengaruh subyektivitas.
mengukur kebutuhan cairan yang akan diberikan iaIah dengan
Secara klinis derajat dehidrasi dibagi menurut tingkatan
menentukan berat jenis plasma, dengan memakai rumus:
dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sesuai kehilangan
cairan 5%, 8% dan 10% dari berat badan. Kriteria ini Berat jenis plasma/0,001 (ml) = 1,025 x berat badan
praktis penggunannya untuk pengobatan massal pada (Kg) X 4 ml
suatu wabah dan dapat dilakukan oleh tenaga paramedik
Cara yang digunakan di rumah sakit ini lebih tepat dan
setelah dilatih.
bila perlu dapat pula diusahakan pemakaiannya di suatu
pusat rehidrasi darurat pada suatu endemi.
Skor Daldiyono
Modifikasi cara penilaian klinis dilakukan Daldiyono
Tekanan Vena Sentral
dengan menilai derajat dehidrasi inisial berdasarkan
Cara menghitung keperluan cairan yang tepat lainnya iaIah
gambaran klinis yang diterjemahkan ke dalam nilai skor
dengan pengukuran tekanan vena sentral (CVP). Cara yang
invasif ini memerlukan keahlian dan tidak dapat diterapkan
di lapangan. Nilai CVP normal adalah 12-14 cm air
Tabel 5. Skor Daldiyono
M e n e n t u k a n p e m i l i h a n j e n i s c a i r a n y a n g akan
Klinis Skor
diberikan adalah langkah berikutnya. Dalam sejarah
Rasa haus / muntah 1
pengobatan kolera sejumlah besar cairan telah diciptakan
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2 orang, kebanyakan tidak memberikan hasil baik karena
Frekuensi nadi >120 x/menit 1 tidak sesuai dengan patofisiologi penyakit ini.
Kesadaran apatis 1 Cairan yang terbukti baik manfaatnya iaIah ringer
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
laktat yang komposisinya kurang lebih sama dengan
Frekuensi napas >30 x/menit 1
Fasies kolerika 2 susunan elektrolit tinja kolera dan terbukti dapat perfusi
Vox cholerica 2 ke sel tubuh dengan baik. Cairan lainnya yang j u g a
Turgor kulit menurun 1 bermanfaat iaIah NaCI fisiologis dan larutan segar isotonik
"Washer woman's hand" tangan keriput seperti bikarbonas natrikus 1 Vz % dalam perbandingan 2:1.
kena air
Sebagai pengganti bikarbonas, dapat pula diberikan
Ekstremitas dingin
Sianosis larutan 1/6 mol Na laktat dalam larutan Darrow glukosa,
Umur 50-60 tahun yang lebih stabil berada dalam larutan daripada bikarbonas
Umur >60 tahun natrikus. Dalam pemakaian jenis cairan ini perlu diberikan
KOLERA 593
substitusi kaium dalam bentuk oral atau parenteral. Susunan pencatatan yang seksama tentang pengeluaran cairan
elektrolit tersebut dapat dilihat pada tabel 6. tinja dan pemasukan cairan oral. Untuk memperkirakan
Suatu perkembangan maju dalam usaha pengobatan volume cairan pemeliharaan, dapat dipakai cholera cot.
kolera iaIah t i n d a k a n rehidrasi oral d e n g a n cairan C a r a p e n g o b a t a n y a n g e f e k t i f ini m e m p u n y a i
khusus rehidrasi oral (ORS). Dasar patofisiologinya iaIah efisiensi dalam segi klinis berupa meminimalkan risiko
kemampuan usus pasien kolera untuk resorpsi elektrolit dan seperti hidrasi berlebihan dengan segala akibatnya, efek
cairan dari dalam lumen bila ditambahkan glukosa dalam samping pada terapi infus, di samping keuntungan dalam
jumlah yang tepat akan meningkatkan resorpsi tersebut. penghematan cairan infus dengan 50-80 %, sekaligus
Suhu suam cairan oral akan membantu tercapainya net memecahkan problem logistik pada keadaan epidemi.
gut balance (balans usus netto) yang maksimal. Selain terapi rehidrasi secara intravena maupun
Rehidrasi oral dengan ORS diberikan sebagai terapi dengan cairan oral pada kolera, tidak kalah pentingnya
inisial pada kasus ringan dan s e d a n g , serta sebagai adalah terapi kausal dengan antibiotika. Terapi antibiotik
terapi pemeliharaan pada kasus berat. Pada keadaan dini mungkin dapat segera mengeradikasi Vibrio dan
terpaksa ORS dapat diberikan pada kasus berat sekalipun. mengurangi frekuensi serta volume diare secara bermakna.
Pemberian secara konsekuen dan sabar terbukti j u g a Tetrasiklin dengan dosis 500 mg 4 kali sehari secara oral
berhasil baik (Tabel 6). selama 3 hari pada umumnya cukup efektif. Sebagai
Terapi rehidrasi dengan cairan oral (ORS) alternatif dapat dipilih obat-obat lain seperti siprofloksasin,
pelaksanaannya sederhana sekali, namun memerlukan doksisklin dan trimetoprim-sulfametoksasol. (Tabel 7).
PENCEGAHAN
REFERENSI
595
596 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
aseksual ini pada P falciparum, P. vivax dan P. ovale iaIah 24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang di lepaskan
48 j a m dan pada R malariae adalah 72 j a m . ^\(Gambar 1) akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami
fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi
dan f a g o s i t o s i s di limpa akan m e n g i n v a s i eritrosit.
Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual
dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit
yang berpotensi (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesis terjadinya malaria pada manusia. Patogenesis
malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria
yang disebabkan oleh P falciparum.^^
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh
faktor parasit dan faktor pejamu {host). Termasuk dalam
faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit
dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam
faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat
Gambar 1. Daur hidup plasmodiumdan mekanisme invasi tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi.
eritrosit. (disalin dari: Miller LH . The pathogenic basis of Malaria. EP secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium
Nature 2 0 0 2 , 4 1 5 : 6 7 3 - 6 7 9 )
cincin pada 24 j a m I dan stadium matur pada 24 jam ke II.
Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk RESA {Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang
gamet jantan dan betina, dan bila nyamuk menghisap setelah parasit masuk stadium matur Permukaan membran
darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam EP stadium matur akan meng-alami penonjolan dan
tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk membentuk knob dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP-1)
zigot dan m e n j a d i lebih bergerak menjadi ookinet sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut
yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya berubah menjadi merozoid, akan dilepaskan toksin malaria
menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan berupa GPI atau glikosilfosfatidilinositol yang merangsang
mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar pelepasan TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag. ^^•^
'^
ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.
Pada surveilens malaria di masyarakat, tingginya slide Sitoaderensi. S i t o a d e r e n s i iaIah p e r l e k a t a n antara
positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah EP stadium matur pada permukaan endotel vaskular.
dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara Perlekatan terjadi molekul adhesif yang terletak
tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi : dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul
adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular.
HIPOENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate
Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif
0 - 10%
disebut P f E M P - 1 , {Pfalciparum erythrocyte membrane
MESOENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate
protein-1). Molekul adhesif dipermukaan sel endotel
10 - 50%
vaskular adalah C D 3 6 , trombospondin, intercellular-
HIPERENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate
adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion
50 - 7 5 %
molecule - 1 (VCAM), endothel leucocyte adhesion
HOLOENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate > 75%
molecule-1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan chondroitin
Parasit rate d a n spleen rate ditentukan pada sulfate A. PfEMP-1 merupakan protein-protein hasil
pemeriksaan anak-anak usia 2 - 9 tahun. Pada daerah ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada
holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR.
berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenik yang
banyak malaria serebral pada usia kanak-kanak ( 2 - 1 0 sangat besar^^^"
tahun), sedangkan pada daerah hipoendemik/daerah tidak
stabil banyak dijumpai malaria serebral, malaria dengan Sekuestrasi. Sitoaderen menyebabkan EP matur tidak
gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal pada beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit
usia dewasa. ^ matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut
EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P falciparum
yang mengalami sekuestrasi, karena pada Plasmodium
lainnya seluruh siklus terjadi pada p e m b u l u h darah
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan
hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi
Setelah melalui jaringan hati P. falciparum melepaskan 18-
598 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru parasit malaria berada. Beberapa organ yang terlibat
jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini diduga nnennegang antara lain otak, jantung-paru, hati-limpa, ginjal, usus,
peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.^^'^^'^" dan sumsum tulang. Pada otopsi dijumpai otak yang
membengkak dengan perdarahan petekie yang multipel
/?05ett(/i9 iaIah berkelompoknya EPmaturyangdiselubungi
pada substansi putih (white matter). Perdarahan jarang
10 atau lebih eritrosit yang tidak mengandung parasit.
pada substansi abu-abu. Tidak dijumpai herniasi. Hampir
Plasmodium yang dapat melakukan sitoaderensi j u g a
seluruh pembuluh kapiler dan vena penuh dengan parasit.
yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan
Pada jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif
obstruksi aliran darah lokal/dalam j a r i n g a n sehingga
normal, bila anemia tampak pucat dan dilatasi. Pada paru
mempermudah terjadinya sitoadheren.^^
dijumpai gambaran edema paru, pembentukan membran
Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel e n d o t e l , monosit hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada Ginjal tampak
dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada
toksin (LPS, GPI ) . Sitokin ini antara lain TNF-a {tumor kapiler glomerulus, proliferasi sel mesangial dan endotel.
necrosis factor-alpha), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 Pada pemeriksaan imunofluoresen dijumpai deposisi
(IL-6), interleukin-3 (IL-3), LT (lymphotoxin) dan interferon- imunoglobulin pada membran basal kapiler glomerulus.
gamma (INF-g). Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa Pada saluran cerna bagian atas dapat terjadi perdarahan
penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan karena erosi, selain sekuestrasi juga dijumpai iskemia yang
komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar menyebabkan nyeri perut. Pada sumsum tulang dijumpai
TNF-a yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi diseritropoesis, makrofag mengandung banyak pigmen,
kadar TNF-a, I L - 1 , IL-6 lebih rendah dari malaria serebral. dan eritrofagositosis.^^
Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena j u g a
dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal/
rendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan
IMUNOLOGI
sitokin yang tinggi. Oleh karenanya diduga adanya peran
dari neurotransmitter yang lain sebagai /ree-rod/co/dalam Imunitas terhadap malaria sangat kompleks, melibatkan
kaskade ini seperti nitrit-oksida sebagai faktor yang hampir seluruh komponen sistem imun baik spesifik
penting dalam patogenesis malaria berat."^" maupun non-spesifik, imunitas humoral maupun selular,
yang timbul secara alami maupun didapat akibat infeksi
Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini banyak diteliti peran
atau v a k s i n a s i . I m u n i t a s spesifik t i m b u l n y a l a m b a t .
mediator nitrit oksid (NO) baik dalam m e n i m b u l k a n
Imunitas hanya bersifat jangka pendek dan barangkali
malaria berat terutama malaria serebral, maupun
tidak ada imunitas yang permanen dan sempurna.
sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena
Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan
m e m b a t a s i p e r k e m b a n g a n parasit d a n m e n u r u n k a n
atas : 1). Imunitas a l a m i a h n o n - i m u n o l o g i s berupa
ekspresi molekuladesi. Diduga produksi NO lokal di organ
kelainan-kelainan genetik polimorfisme yang dikaitkan
terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi
dengan resistensi terhadap malaria. Misalnya: hemoglobin
organ tersebut. Sebaliknya pendapat lain menyatakan
S {sickle cell trait), hemoglobin C, hemoglobin E, talasemia
kadar NO tertentu, memberikan perlindungan terhadap
A/B, defisiensi glukosa-6 pospat dehidrogenase (G6PD),
malaria berat. Justru kadar NO yang rendah mungkin
ovalositosis herediter, g o l o n g a n darah Duffy negatif
menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendahnya
yang kebal terhadap infeksi R vivax, individu dengan
kadar nitrat dan nitrit total pada cairan serebrospiral. Anak-
human leucocyte antigen (HLA) tertentu misalnya HLA
anak penderita malaria serebral di Afrika, mempunyai
Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi
kadar arginine y a n g r e n d a h . Masalah peran sitokin
terhadap malaria berat; 2). Imunitas didapat non-spesifik
proinflamasi dan NO pada patogenesis malaria berat
{non-adaptive/innate). Sporozoit yang masuk darah akan
masih kontroversial, banyak hipotesis yang belum dapat
dengan cepat merangsang respon imun non-spesifik yang
dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian
terutama dilakukan oleh makrofag dan monosit, dengan
sering saling bertentangan.^^
menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL-1 , IL - 2 ,
IL- 4 , IL - 6 , IL-8, IL-10, secara langsung menghambat
pertumbuhan parasit (sitostatik),dan membunuh parasit
PATOLOGI
(sitotoksik); 3). Imunitas didapat spesifik. Tanggapan
sistem imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat
Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria
spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. Imunitas
falsiparum karena kematian biasanya disebabkan oleh P.
terhadap stadium siklus hidup parasit {stage spesific),
falciparum. Selain perubahan jaringan dalam patologi
dibagi menjadi:
malaria yang penting iaIah keadaan mikrovaskular dimana
MALARIA 599
Manifestasi klinik
Gambar 2. Gambaran klinis ditentukan oleh faktor parasit, pejamu dan sosial-geografi. (Sumber: Miller LH,
Baruch D I, Marsk K, Doumbo Ok. The pathogenesis basis of malaria. Nature 2002; 415:673)
600 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
PARASITEMIA
PATEN
1. Masa Inkubasi 3. Masa laten ( masa laten klinis) 5a. Masa laten parasit
2. Masa Pre-paten 4. Rekrudensi 6. RekurensI klinis (relaps ranjang)
3. Serangan primer paroksismal 5. Masa laten 6a. Relaps parasit
gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. p e n d e k dan p e n y e m b u h a n lebih c e p a t . R e s i s t e n s i
Sering disebut relaps waktu panjang. terhadap kloroquin pada malaria vivaks j u g a dilaporkan
di Irian Jaya dan di daerah lainnya (Sumatra). Relaps
Rekurens: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia
sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang
setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer
tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun.
Relaps atau Rechute: yaitu berulangnya gejala klinik atau Malaria vivaks saat ini dapat j u g a berkembang menjadi
parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan malaria berat dan memberikan komplikasi seperti gagal
periodik dari infeksi primer atau setelah periode yang lama pernapasan, malaria serebral, disfungsi hati dan anemia
dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena berat.". 2 6
infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati)
pada malaria vivaks atau ovale. Manifestasi Klinis Malaria Malariae/M. Quartana
M. malariae banyak dijumpai didaerah Afrika, Amerika
Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M.Vivax/ latin, sebagian Asia. Penyebarannya tidak seluas P.vivax
M.Benigna. ^° dan P.falciparum. Masa inkubasi 1 8 - 4 0 hari. Manifestasi
Secara e p i d e m i o l o g i pada tahun 1999 diperkirakan klinik seperti pada malaria vivaks hanya berlangsung
terdapat 72-80 juta penderita malaria vivaks di dunia dan lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering
52 % ada di Asia. Saat ini terjadi peningkatan 2.5 kali lipat dijumpai walaupun ringan. Serangan paroksismal terjadi
jumlah penderita dan secara global beban malaria vivaks tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan parasitemia
adalah 132-391 juta orang per tahun. sangat rendah < 1%.^°
Inkubasi 12-17 hari, bisa lebih panjang 1 2 - 2 0 hari. Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan
Pada hari-hari pertama panas iregular, kadang-kadang pada infeksi Plasmodium malariae pada anak-anak Afrika.
remiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh karena deposit
dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu kompleks imun pada glomerulus ginjal. Hal ini terbukti
tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 j a m dengan adanya peningkatan Ig M bersama peningkatan
dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal titer anti-bodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai
biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit edema, asites, proteinuria yang banyak, hipoproteinaemia,
mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini prognosisnya
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia jelek, respons terhadap pengobatan anti malaria tidak
mulai m e n u r u n setelah 14 hari, limpa masih dapat m e n o l o n g , diet d e n g a n k u r a n g g a r a m dan t i n g g i
membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir protein, dan diuretik boleh dicoba, steroid tidak berguna.
minggu kelima panas mulai turun. Pada malaria vivaks, Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2,5 mg/
limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran kg B.B selama 12 bulan tampaknya memberikan hasil
Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai yang baik; siklofosfamid lebih sering memberikan efek
disebabkan karena h i p o a l b u m i n e m i a . Malaria vivaks toksik. Rekrudesensi sering terjadi pada Plasmodium
sering menyebabkan relaps. Pada penderita yang semi- malariae, parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer,
imun infeksi malaria vivaks tidak spesifik dan ringan sedangkan bentuk diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi
saja; parasitemia hanya rendah; serangan demam hanya pada P malariae ^°
602 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
infeksi lainnya. komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang
2. Bila penderita risiko malaria tinggi, dan transmisi minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau
malaria sangat tinggi, diagnosa berdasar adanya Leishman's, atau Field's dan juga Romanowsky. Pengecatan
demam satu hari disertai adanya anemia, pada anak Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium
sering ditandai dengan pucat di telapak tangan. dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil
yang cukup baik.
Diagnosis pasti dengan menemukan adanya parasit
malaria ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik
Tes A n t i g e n :
sebagai standar baku dan bila tidak d i m u n g k i n k a n
dibantu dengan tes diagnosa cepat {Rapid Diagnosis A d a 2 j e n i s a n t i g e n y a i t u Histidine Rich Protein II
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan 5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya
adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan baik, tidak memerlukan alat khusus. Ada 86 tes RDT
diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak dari 28 perusahaan. Beberapa tes mendeteksi antigen
menyingkirkan diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi spesifik terhdap R Falciparum sedang yang lain deteksi
3 kali dan hasil negatif dapat menyingkirkan kemungkinan pan-spesifik antigen (aldolase atau pan-malaria pLDH).
malaria. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga Sensitivitas sampai 9 5 % dan hasil positif palsu lebih
laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal
p a r a s i t m a l a r i a . P e m e r i k s a a n p a d a saat p e n d e r i t a sebagai tes cepat {Rapid Test). Karena sensitivitas dan
demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan spesivitasnya tinggi tes ini sangat bermanfaat untuk tes
ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi penyaring dan dapat dipakai sebagai tes deteksi parasite
adrenalin 1:1000 tidak j e l a s m a n f a a t n y a dan sering untuk pemberian obat malaria ACT. Tes ini tidak dapat
membahayakan terutama penderita dengan hipertensi. dipakai untuk monitoring maupun mendeteksi adanya
Pemeriksaan parasit malaria melalui aspirasi sumsum hiperparasitemia^^
tulang hanya untuk tujuan penelitian dan tidak sebagai
cara diagnosis yang rutin. Adapun pemeriksaan darah tepi Tes S e r o l o g i
dapat dilakukan melalui : Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan
memakai teknik immuno fluorescent antibody {\fA). Tes ini
Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik
berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
untuk m e n e m u k a n p a r a s i t m a l a r i a k a r e n a t e t e s a n
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat sedikit
d a r a h c u k u p banyak d i b a n d i n g k a n p r e p a r a t d a r a h
j u m l a h n y a . Tes ini k u r a n g b e r m a n f a a t sebagai alat
tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di
diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah 2 minggu
l a p a n g a n . Ketebalan dalam m e m b u a t sediaan perlu
terjadinya infeksi dan menetap 3 - 6 bulan. Tes ini sangat
untuk m e m u d a h k a n identifikasi parasit. Pemeriksaan
spesifik dan sensitif, manfaat tes serologi terutama untuk
parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100
digunakan pada penelitian epidemiologi atau alat uji
lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat
saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
dinyatakan negatip bila setelah diperiksa 200 lapang
infeksi baru; dan test > 1: 20 dinyatakan positif terinfeksi.
pandangan dengan pembesaran kuat (700-1000) kali tidak
Metode tes serologi lain adalah indirect haemagglutlnation
ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada
test, immuno-precipitation techniques, ELISA test, radio-
tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200
immunoassay.^^
leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya
iaIah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit
Tes D i a g n o s i s M o l e k u l a r
per mikro-liter darah.
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi
H a p u s a n darah Tipis. Digunakan untuk identifikasi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan
j e n i s P l a s m o d i u m , bila dengan preparat darah tebal sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan
sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai tes ini walaupun j u m l a h parasit sangat sedikit dapat
hitung parasit {parasite count), dapat dilakukan berdasar memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai
jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
darah merah. Bila j u m l a h parasit > 100.000/ul darah Termasuk dalam tes ini: PCR (Polymerase Chain Reaction),
menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting LAMP (Loop-mediated Isothermal Amplification),
untuk menentukan prognosis penderita malaria, walaupun Microarray, Mass Spectrometry (MS), flow cytometric
604 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Malaria berat: Komplikasi malaria umumnya disebabkan 4. Ikterik (bilirubin > 3 mg%) bila disertai gagal organ lain
karena P. falciparum dan sering di sebut pernicious 5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40 ^ C) pada orang
Malaria lebih sering dijumpai pada kehamilan trimester I tenaga dokter sering tidak terbiasa/ berpengalaman
dan II dibandingkan pada wanita yang tidak hamil. Malaria dalam deteksi malaria sehingga sering terlambat diagnosis
berat j u g a lebih sering pada wanita hamil dan masa ataupun tidak tersedianya sarana ataupun sumberdaya
puerperium di daerah mesoendemik dan hipoendemik. manusia untuk deteksi parasit malaria dan kesulitan
Hal ini disebabkan karena penurunan imunitas selama dalam ketersediaan obat-obat antimalaria. Pengobatan
kehamilan. Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya yang dianjurkan ialah kombinasi artemether-lumefantrine,
respons imun pada kehamilan seperti : peningkatan atovaquon-proguanil atau kina + doksisiklin/ tetrasiklin/
hormon steroid dan gonodotropin, alfa foetoprotein dan clindamycin. Penderita malaria berat pada pelancong
penurunan limfosit menyebabkan mudahnya terjadi infeksi diobati dengan artesunate i.v, artemeter i.m, atau kina
malaria. Ibu hamil dengan infeksi HIV lebih mudah terkena parenteral
infeksi malaria dan sering didapatkan malaria kongenital
pada bayinya dan berat bayi lahir rendah. D. Malaria oleh karena Trasfusi Darah
Komplikasi pada kehamilan karena infeksi Malaria karena transfusi darah dari donor yang terinfeksi
malaria ialah abortus, penyulit pada partus (anemia, m a l a r i a c u k u p s e r i n g t e r u t a m a pada d a e r a h y a n g
hepatosplenomegali), bayi lahir dengan berat badan menggunakan donor komersial. Dilaporkan 3500 kasus
rendah, anemia, gangguan fungsi ginjal, edema paru, malaria oleh karena transfusi darah dalam 65 tahun
hipoglikemia dan malaria kongenital. Oleh karenanya terakhir. Parasit malaria tetap hidup dalam darah donor
perlu pemberian obat pencegahan terhadap malaria pada kira-kira satu minggu bila dipakai anti-koagulan yang
wanita hamil di daerah endemik. Pencegahan terhadap m e n g a n d u n g d e k s t r o s e dapat sampai 10 hari. Bila
malaria pada ibu hamil dengan pemberian klorokuin 250 komponen darah dilakukan cryopreserved, parasit dapat
mg tiap minggu mulai dari kehamilan trimester III sampai hidup sampai 2 tahun. Inkubasi tergantung banyak faktor,
satu bulan post-partum. asal darah, berapa banyak darah dipakai, apa darah yang
disimpan di Bank Darah, dan sensitivitas dari penerima
B. Malaria dengan HIV/AIDS '° darah. Umumnya inkubasi berkisar 1 6 - 2 3 hari (bervariasi
S e c a r a g e o g r a p h i s infeksi Malaria dan infeksi HIV P. falciparum 8 - 29 hari, P vivax 8 - 30 hari).
menempati area yang sama misalnya daerah Afrika, Bila seseorang pernah mendapat transfusi darah, dan
P a p u a d s b . P e n d e r i t a HIV bila m e n g a l a m i infeksi setelah 3 bulan terjadi demam yang tak jelas penyebabnya,
malaria akan cenderung menjadi berat. Juga penderita h a r u s d i b u k t i k a n t e r h a d a p infeksi m a l a r i a d e n g a n
HIV yang hamil bila terinfeksi malaria akan cenderung pemeriksaan darah tepi berkali-kali tiap 6-8 j a m .
menjadi berat dan mortalitasnya tinggi. Pengaruh obat
Pencegahan terhadap malaria akibat transfusi:
malaria seperti ACT terhadap infeksi HIV masih kurang
Deteksi darah donor dengan pemeriksaan tetes t e b a l :
dilaporkan. Laporan pendahuluan yang diketahui
biasanya sulit karena parasit malaria biasanya hanya
bahwa malaria pada penderita HIV menurunkan respon
sedikit.
pengobatan, menurunkan imunitas dan meningkatkan
Pemeriksaan serologis donor dengan metode indirect
beban parasitemia. Masih kurang informasi tentang
fluorescent antibody (IFA), bila negatif boleh sebagai
interaksi obat antiretroviral dengan obat anti malaria,
donor, bila hasil 1: 256 tidak boleh sebagai donor
Laporan awal pengobatan ACT pada penderita malaria
(infeksi baru).
masih cukup efektif, hanya saja ditemukan 7-8 kali lipat
Pengobatan pencegahan untuk semua donor darah
lebih banyak kejadian neutropenia pada penderita HIV
rutin. Pengobatan terhadap donor segera, 48 j a m
d i b a n d i n g k a n non-HIV. Kejadian n e u t r o p e n i a lebih
sebelum darah diambil.
banyak dijumpai pada pemakai zidovudine. Kejadian
Pengobatan terhadap recipient (penerima darah)
hepatotoksisitas lebih banyak dijumpai pada pemakai
efaviren dengan artesunate + amodiakuin. Sebaiknya
penderita HIV yang memakai zidovudine atau efavirens
bila menderita malaria sebaiknya tidak memakai ACT yang PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN
memakai amodiakuin sebagai kombinasinya. MALARIA
Perkembangan (Jam)
1 i i I
• •
0 1
2 24 36 4f
ft'
• >• •
•
•
Artemisinin
Quinin
Gambar 1. Siklus hidup intraeritrosit dari P falciparum. Sel darah merah yang
mengandung parasit bersirkulasi pada 1/3 awal siklus 48-jam danseq kemudian
bersekuestrasi pada kapiler dan venula. Arteminsinin menghambat perkembangan
parasit dengan rentang umur yang lebih lebar dibandingkan dengan quinine dan obat
antimalaria lainnya. Efek pada cincin yang masih muda mencegah perkembangan
parasit ke bentuk sekuestrasi matur yang lebih patologis.
MALARIA 607
2 Artemeter O r a l : 40mg/ 50mg 4mg/kg dibagi 2 dosis hari I; 2mg/kg/ hari untuk 6 hari
Injeksi 80 mg/amp 3,2 mg/kg BB pada hari I; 1,6 mg/kg selama 3 hari/ bisa minum oral
3 Artemisinin Oral 250mg 20mg/kg dibagi 2 dosis hrl; lOmg/kg untuk 6 hari
Suppositoria: 100/200/300 / 400/ 2800mg/ 3 hari; yaitu 600 mg dan 400mg hari I dan 2 x 400 mg ,
500mg/supp 2 hari berikutnya
3. D i h i d r o - Oral : 20/60/80 mg 2mg/kg BB/dosis 2 x sehari hari I dan 1 x sehari 4 hari selanjutnya
artemisinin
Suppositoria : 80 mg/ sup
4 Artheether Injeksi i.m : 150mg/amp b arteeher (artemotil): 4,8 dan 1,6 mg/kg 6 jam kemudian dan hari
I; 1,6 mg/kg 4 hari selanjutnya
608 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
dengan kombinasi obat lain,. Dengan demikian j u g a Menurunkan biomass parasite dengan cepat
akan memperpendek lama pemakaian obat. Obat ini Menghilangkan simptom dengan cepat
cepat diubah dalam bentuk aktifnya (dihidroartemisinin) Efectif terhadap parasit multi-drug resisten, semua
dan penyediaan ada yang oral, parenteral/ injeksi dan bentuk/ stadium parasit dari bentuk muda sampai tua
suppositoria. yang berkuestrasi pada pembuluh kapiler.
• Menurunkan pembawa gamet, menghambat transmisi
Belum ada resistensi terhadap artemisinin
PENGOBATAN A C T (ARTEMISININ BASE • Efek samping yg minimal
COMBINATION THERAPY)
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia
saat ini iaIah kombinasi artesunate + amodiakuin dengan
Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi
nama dagang " Artesdiaquine" atau " Arsuamoon ", tiap
mudah mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya
tablet artesunate berisi 50mg dan tiap tablet amodiakuin
W H O memberikan petunjuk penggunaan artemisinin
berisi 200mg. Didalam kemasan blister terdiri dari 4 tablet
dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang
artesunate(warna putih) dan 4 tablet amodiakuin (warna
lain. Hal ini disebut Artemisinin base Combination Therapy
kuning). Pada dosis orang dewasa dengan BB diatas 50
(ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis
kg diberikan dosis peng-obatan hari I sampai dengan hari
tetap (fixed dose combination = FDQ atau kombinasi tidak
ketiga masing minum 8 tablet yang terdiri dari 4 tablet
tetap (non-fixed dose combination). Sampai dengan tahun
artesunate dan 4 tablet amodiakuin. Pengobatan ACT saat
2010 WHO telah merekomendasikan 5 jenis ACT yaitu : ^°
ini memakai dosis pemberian selama 3 hari.
1. Artemether + Lumefantrine (FDC)
ACT yang ke-2 iaIah kombinasi dihydroartemisinin
2. Artesunate + Mefloquine
+ piperakuin (DHP), dengan nama dagang " Arterekin"
3. Artesunate + Amodiaqine
atau "Darplex" atau "Artekin" atau "Artep", merupakan
4. Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
kombinasi dosis tetap (FDC) dimana tiap tablet terdiri
5. Dihidroartemisinin+ Piperakuine (FDC)
dari dihidroartemisinin 40mg dan piperakuin 320mg. Pada
ACT merupakan kombinasi pengobatan yang unik, orang dewasa diatas 50 Kg diberikan dosis 4 tablet/ hari
karena artemisinin memiliki kemampuan : selama 3 hari. Kedua kombinasi ACT ini tersedia disemua
Pengobatan Uni Pertama Malaria Falsiparum Menurut Kelompok Umur dengan Artesunat - Amodiaquin
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat 0 -1 Bulan 2 -11 bulan 1 - 4 tahun 5 - 9 tahun 10 -14 tahun > 15 tahun
0-4 kg 4-10 kg 10-20 kg 20-40 kg 40-60 kg >60 kg
Artesunat 1/4 Vi 1 2 3 4
1 Amodiakuin Vi 1 2 3 4
Primakuin - - VA 1 V2 2 2-3
Artesunat 1 2 3 4
£.
Amodiakuin Vi 1 2 3 4
Artesunat VA V2 1 2 3 4
Amodiakuin VA Vi 1 2 3 4
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.
Primakuin = 0,75 mg / kgBB
Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Menurut Kelompok Umur dengan Dihydro-Artemisinin + Piperaquin ( D h p ) "
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat 0 -1 Bulan 2 -11 bulan 1 - 4 Tahun 5 - 9 tahun 10 -14 tahun > 15 tahun
0-5 kg 6-10 kg 1 1 - 7 kg 18-30 kg 31-60 kg >61 kg
DHP 1 1,5 2 3-4
1 VA 2
Primakuin VA 1 V2 2- 3
2-3 DHP V2 1 1,5 2 3- 4
VA
Dosis obat: Dihydroartemisinin 2- 4 mg /kgBB
Piperaquin 16-32 mg/kgBB
Primakuin 0,75 mg/kgBB
MALARIA 609
Jenis obat Umur < 3 tahun >L 3 - 8 tahun > 9 - 14th > 14 th
Hari Berat Badan (Kg) Jam 5 - 1 4 kg 1 5 - 2 4 kg 25 - 34 kg > 34 kg
1 A -L 0 jam 1 2 3 4
A -L 8 jam 1 2 3 4
Primakuin 12 j a m VA 1 V2 2 2 -3
2 A -L 24 j a m 1 2 3 4
A-L 36 j a m 1 2 3 4
3 A -L 48 j a m 1 2 3 4
A-L 60 j a m 1 2 3 4
fasilitas kesehatan pemerintah karena merupakan obat selama 3 hari. Kombinasi ini tersedia di Indonesia bukan
program pada eliminasi malaria. sebagai obat program tetapi tersedia untuk fasilitas swasta
ACT yang ke-3 iaIah kombinasi dosis tetap (FDC) (tersedia di Apotek) dan juga termasuk obat dalam daftar
dimana tiap tablet terdiri dari artemeter 2 0 m g dan ASKES.
lumefantrine 120mg, nama dagangnya iaIah " Coartem".
Dosis orang dewasa diatas 50 Kg iaIah 4tablet, 2 x sehari
PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI oleh re-infeksi (digigit kembali oleh nyamuk dan terjadi
MENURUTPEDOMANDEPARTEMEN KESEHATAN infeksi) a t a u r e k r u d e n s i . K e a d a a n ini h a n y a d a p a t
Rl dibedakan dengan PCR {Polymerase Chain Reaction) yang
tidak tersedia di laboratorium klinik biasa.
Departemen Kesehatan Rl, melalui konnisi ahli malaria
telah merekomendasikan pedoman pengobatan malaria
di Indonesia sebagai berikut: PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA
1. Pengobatan Malaria di Indonesia sebagai line pertama
Lebih dari 100 negara di dunia merupakan daerah yang
baik untuk malaria falsiparum dan malaria vivax telah
memberikan transmisi infeksi malaria dan u m u m n y a
menggunakan obat ACT dengan primakuin sesuai
atau sebagian besar adalah daerah dengan resistensi
dengan jenis plasmodiumnya.
obat m a l a r i a . P e n c e g a h a n t e r h a d a p infeksi malaria
2. Untuk p e n g g u n a a n ACT harus dipastikan bahwa
diperlukan untuk melindungi p e n d a t a n g dalam arti
infeksi malaria memang terbukti dengan pemeriksaan
turis domestik/ international a t a u p u n pelaku bisnis
mikroskopik malaria atau dengan tes cepat (RDT=Rapid
yang umumnya iaIah pendatang yang tinggal dalam
Diagnosis Test)
waktu pendek. Sebagian lain iaIah pendatang sebagai
3. Para dokter d i m i n t a untuk tidak menggunakan
pekerja ataupun pendatang yang akan tinggal tetap baik
pengobatan monoterapi untuk mencegah timbulnya
berupa migrasi spontan maupun program transmigrasi.
resitensi/ kegagalan pengobatan
Tindakan pencegahan umumnya diperlukan karena untuk
4. Untuk malaria berat memakai derivat artemisinin
menghindari infeksi dari kelompok yang rentan terhadap
dan yang disiapkan iaIah obat injeksi artesunate dan
infeksi malaria dimana umumnya tidak memiliki kekebalan
artemeter, apabila tidak tersedia obat tersebut dapat
sehingga manifestasi malaria sangat mungkin berlaku
menggunakan kina HCI injeksi. berat dan dapat menyebabkan kematian.
K e m u n g k i n a n terjangkitan infeksi malaria pada
pendatang tergantung risiko transmisi di suatu daerah,
MONITORING RESPON PENGOBATAN
dari studi terbaru di dapatkan relative risk di Asia Tenggara
(termasuk Indonesia) iaIah 11.5 (8.3 - 15.8), di Asia Selatan
P e m a k a i a n o b a t - o b a t k o m b i n a s i ini j u g a harus 53.8 (37.4-77.4) dan tertinggi di Afrika 207.6 (164.7 -
dilakukan monitoring t e r h a d a p respon p e n g o b a t a n 261.8). Umumnya gejala klinis malaria pada pelancong
sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria timbul 30 hari setelah kembali dari perjalanan (95%); akan
b e r l a n g s u n g c e p a t d a n m e l u a s . U n t u k itu s e m u a tetapi dapat terjadi pada kurun waktu 12 hari sampai
pengobatan malaria harus dilakukan monitoring sesuai berbulan bulan.
dengan pedoman WHO 2 0 0 1 , 2003, dan 2009 sebagai
Manajemen pencegahan terdiri d a r i :
berikut:
1. Tingkah laku dan intervensi non-obat : ini meliputi
Dalam pedoman W H O 2010, dituliskan bahwa sejak
pengetahuan tentang transmisi malaria di daerah
digunakannya ACT sebagai pengobatan malaria belum
kunjungan, pengetahuan tentang infeksi malaria,
pernah ditemukan kegagalan obat dini (dalam 3 hari
menghindarkan dari gigitan nyamuk.
pertama). Majoritas kegagalan pengobatan dengan ACT
2. Pemilihan obat kemoprofilaktis tergantung dari pola
terjadi setelah 14 hari. Dari 39 trial pengobatan dengan
resistensi daerah kunjungan, usia pelancong, lama
artemisinin, yang melibatkan 6124 penderita, pada 32 trial
kunjungan, kehamilan, kondisi penyakit tertentu
dengan 4917 penderita tidak pernah terjadi kegagalan
penderita, tolerensi obat dan faktor ekonomi
pengobatan sampai hari ke - 1 4 , sisanya pada 7 trial terjadi
3. Obat kemoprofilaktis: yang dapat dipakai sebagai obat
kegagalan pada hari ke-14 sekitar 1-7%. Kegagalan yang
pencegahan iaIah atovaquone-proguanil(Malarone),
terjadi dalam waktu 14 hari harus diobati dengan obat lini
doksisiklin, kloroquine dan mefloquine. Obat yang
ke -2, yang berdasarkan WHO ada 3 pilihan yaitu :
ideal iaIah Malarone karena berefek pada parasit
1. ACT lain yang diketahui lebih efektif
yang beredar didarah dan juga yang di hati karenanya
2. Artesunate dengan kombinasi doksisiklin, terasiklin
boleh dihentikan 1 minggu setelah selesai perjalanan,
atau klindamisin selama 7 hari
Sedang obat yang lain doksisiklin, kloroquine dan
3. Kina tablet dengan kombinasi doksisiklin, terasiklin
m e f l o q u i n e harus d i t e r u s k a n s a m p a i 4 m i n g g u
atau klindamisin selama 7 hari.
selesai perjalanan. Malarone dan doksisiklin dapat
Apabila terjadi kegagalan sesudah 14 hari dari mulai dimulai 1 - 2 hari sebelum perjalanan sedangkan
pengobatan ACT, timbulnya parasit ini dapat disebabkan untuk klorokuin harus mulai 1 minggu sebelum mulai
MALARIA 611
perjalanan, sedangkan mefloquine harus mulai 2 - 3 Malaria. Epidemiologi, Patogenesa, Manifestasi klinik dan
Penanganan, EGC, 2000 : 1 -16
minggu sebelum perjalanan. Primakuin merupakan
S E Q U A M A T : Artesunate versus quinine for treatment of severe
obat yang dapat digunakan untuk profilaksis dengan falciparum malaria : a randomised trial. The Lancet 2005 ;
risiko terjadinya hemolisis k a r e n a n y a dianjurkan 366: 717-25.
pemeriksaan enzim G-6-PD sebelum memakai AQU A M A T : Artesunate versus Quinine in the treatment of severe
falciparum malaria in African Children (AQU A M A T ) , Lancet
profilaksis primakuin. Dapat dimulai 1 hari sebelum
2010 :13; 376(9753): 1647-57.
b e r a n g k a t dan 7 hari setelah selesai perjalanan WHO: A global strategy for malaria control, Geneve, World Health
(minimal 14 hari).''° Organization : Geneva, 1993
White NJ.: Malaria. In : Cook GC (Ed). Manson's Tropical Disease,
Pada daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan 20th ed.,London: W.B. Saunders; 1996 : 1087 - 64
doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250 m g / minggu Miller L H . The pathogenic basis of Malaria. Nature 2002, 415 :
673-9
atau klorokuin 2 tablet/ minggu ditambah proguanil 200
Langi J, Harijanto, Richie T L : L Patogenesa Malaria Berat. Dalam
mg/hari. Obat lain yang dipakai untuk pencegahan yaitu Harijanto P N (ed). Malaria. Epidemiologi, Patogenesa,
primakuin dosis 0,5 mg/kg BB/ hari; Etaquin, Atovaquone/ Manifestasi klinik dan Penanganan, EGC, 2000 :118 - 27.
Proguanil (Malarone) dan Azitromisin. Tambayong, E H : Patobiologi Malaria. EGC 2000 : 54 - 117.
Noviyanti Rintis: Patogenesis Molekuler Plasmodium falciparum
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam Malaris: Struktur Genom dan implikasinya. Dalam. Harijanto
pengembangan. Hal yang menyulitkan iaIah banyaknya PN, Nugroho A, Gunawan C A . Malaria. Dari Molekuler ke
antigen yang terdapat pada P l a s m o d i u m selain pada Klinis. EGC 2010 :
Agung Nugroho : Patogenesis Malaria Berat. Dalam. Harijanto
masing-masing bentuk stadium pada daur Plasmodium.
PN, Nugroho A , Gunawan C A . Malaria. Dari Molekuler ke
Oleh karena yang berbahaya adalah P.falciparum sekarang Klinis. EGC 2010 :38 - 63
baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi Nugroho A, Harijanto PN, Datau A E : Imunologi pada Malaria.
Dalam. Harijanto PN (ed). Malaria. Epidemiologi, Patogenesa,
tehadap P.falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin
Manifestasi klinik dan Penanganan, EGC, 2000 :128 - 50
yang dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra White NJ: Plasmodium Knowlesi : The Fifth H u m a n Malaria
hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin Parasite, (editorial )Clinical Infectious Diseases 2008; 46:172-3.
transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. Cox-Singh J, Davis T M , Lee K-S, et al. P l a s m o d i u m k n o w l e s i
malaria in humans is widely distributed and potentially life
Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba iaIah SPF-
threatening. Clin. Infect Dis 2008; 46:165-71
66 atau yang dikenal sebagai vaksin Patarroyo, yang Fairhurst RM, WellemsTE: Plasmodium spesies (Malaria). In. G.L.
pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat dibuktikan Mandell, J.E. Bennett, R. Dolin (eds). Mandell, Douglas and
Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases..7th
manfaatnya. Vaksin sporozoit bertujuan mencegah
edition. U.S.A: Churchill Livingstone; 2010.p. 3437 - 62.
s p o r o z o i t m e n g i n f e k s i sel hati s e h i n g g a diharapkan Harinasuta T & Bunnag D : The clinical features of malaria. In:
infeksi tidak terjadi. Vaksin ini dikembangkan melalui Wernsdorfer W H & McGregor SI (eds). Malaria. Principles
ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada and Practice of Malariology, Churchill Livingstone, London,
1988, vol.1:709-34.
manusia t a m p a k n y a m e m b e r i k a n perlindungan yang
Price RN, Tjitra E, Guerra C A et all: Vivax Malaria . Negleted and
bermanfaat, w a l a u p u n demikian uji lapangan sedang not benign. A m J Trop Med Hyg. 2007; 77(6 Suppl): 79-87.
dalam persiapkan. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin Sutanto I , Endawat D, L i e m H u i Ling et all : Evaluation of
y a n g ideal iaIah vaksin y a n g multi-stage (sporozoit, chloroquine therapy for vivax and falciparum malaria in
southern Sumatra western Indonesia. Malaria journal 2010;
aseksual), mu/f/vo/e/if (terdiri beberapa antigen) sehingga
9: 52 - 9
m e m b e r i k a n r e s p o n m u l t i - i m u n . Vaksin ini d e n g a n Siswantoro H, Ratcliff A, Kenangalem E et all: Efficacy of existing
teknologi DNA akan diharapkan memberikan respons antimalria drugs for uncomplicated malaria in Timika, Papua
Indonesia . Med J Indones 2006 ;15 : 221 - 58
terbaik dan harga yang kurang mahal.
Ratcliff A , SiswantoroH, Kenangalem E et all : Therapeutic
response of multidrug-resistant Plasmodium falciparum and
P. vivax to chloroquine and sulphadoxine-pirimethamine
in southern Papua Indonesia. Trans. R Soc. Trop.Med H y g
REFERENSI 2007; 101 : 351 -9
Tjitra E , Anstey N M , Sugiarto P et all : Multidrug-resistant
WHO : World Malaria Report 2010. Plasmodium Vivax Associated with severe and fatal Malaria
P2M : Country report ( Indonesia ) on Workshop on malaria : A Prospective study in Papua, Indonesia. Plos Medicine
treatment policy and drug resistance monitoring in S E A 2008; 5 (6) : 890-9
countries, Bali, 2010 Archna Sharma & Uma Khanduri :How benign is benign tertian
WHO : Parasitological confirmation of malaria diagnosis., 2010 malaria ? J. Vector Borne Dis 2009, 49 :141-4
Taylor T E , Strickland G T : Malaria. In. Strickland G T . Hunter's Daneshvar C , D a v i s T M E , Cox-Singh et all. : Clinical and
Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases, 8"" Laboratory Features of Human Malaria Knowlesi Infection.
edition., WB Saunders, U S A , 2000 : 614 - 43 Clinical Infectious Diseases 2009; 49 : 852 -60.
Marcus B : Deadly Disease and Epidemic. Malaria. 2 nd edition, William T, Menon J, Rajahram G et all : Severe Plasmodium
Chelsea House, USA, 2009 Knowlesi Malaria in a Tertiary Care Hospital, Sabah Malaysia.
Suriadi G : Epidemiologi Malaria. Dalam. Harijanto P N (ed). Emerging Infect Dis 2011,17 (7): 1248 - 55.
612 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
613
614 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
di Indonesia sering dalann keadaan deliriunn;2). kelemahan Seperti pada penyakit-penyakit infeksi lainnya faktor-
otot (tak bisa duduk/ berjalan) tanpa kelainan neurologik; faktor yang berperan dalam terjadinya malaria berat
3). hiperparasitemia > 2% pada daerah hipoendemik atau antara lain: a). Faktor Parasit antara lain meliputi intensitas
daearah tak stabil malaria dan parasit >5% pada daerah transmisi, dan virulensi parasit. Densitas parasit dengan
hyperendemik; 4). ikterik (bilirubin > 3 mg/dl) bila disertai semakin tingginya derajat parasitemia berhubungan
gagal oragan lain; 5). hiperpireksia (temperatur rektal > dengan semakin tingginya mortalitas, demikian pula
400 C) pada orang dewasa/anak. halnya dengan virulensi parasit; b). Faktor host meliputi
Pada kriteria W H O 2010 telah direvisi kriteria malaria endemisitas, genetik, umur, status nutrisi dan imunologi.
berat d e n g a n m e n a m b a h k a n malaria d e n g a n klinis Pada d a e r a h e n d e m i s m a l a r i a y a n g s t a b i l , m a l a r i a
you/i£//ce/iktorik harus disertai kegagalan organ lain malaria berat terutama terdapat pada anak kecil, sedangkan di
dengan kadar laktat >5 mmol/L. daerah endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa
memandang usia.
PATOGENESIS
MEKANISME PATOGENESIS
Penelitian patogenesis malaria berat terutama malaria
serebral berkembang pesat akhir-akhir ini, meskipun Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopheles
demikian penyebab yang pasti masih belum diketahui menggigit manusia selanjutnya akan masuk kedalam sel-
dengan jelas. Perhatian utama dalam patogenesis malaria sel hati (hepatosit) dan kemudian terjadi skizogoni ekstra
berat adalah sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit eritrositer. Skizon hati yang matang selanjutnya akan
stadium matang kedalam mikrovaskular organ-organ vital. pecah (ruptur) dan selanjutnya merozoit akan menginvasi
Faktor lain seperti induksi sitokin TNF-a dan sitokin-sitokin sel e r i t r o s i t d a n terjadi s k i z o g o n i intra eritrositer,
lainnya oleh toksin parasit malaria dan produksi nitrik oksid menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit (EP)
(NO) juga diduga mempunyai peranan penting dalam mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk
patogenesa malaria berat. (Gambar 1) mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut
Gambar 1, Interaksi sel-sel utama dalam patogenesis malaria.(Sumber: Elsevier. Infectious diseases. 2nd
edition, www. idreference.com 2004)
MALARIA BERAT 615
meliputi mekanisme transpot membran sel, penurunan normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal refleks
deformabilitas, perubahan reologi, pembentukan knob, dapat hilang. Refleks abdomen dan kremaster normal,
ekspresi varian neoantigen dipermukaan sel, sitoaderen, sedang Babinsky abnormal pada 50% penderita. Pada
rosseting dan sekuestras' Skizon yang matang akan pecah, keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi
melepaskan toksin malaria yang akan menstimulasi sistem (lengan flexi dan tungkai extensi), decerebrasi (lengan dan
RES dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF tungkai extensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan
alfa dan sitokin lainnya dan mengubah aliran darah lokal lateral. Keadaan ini sering disertai dengan hiperventilasi.
dan endotelium vaskular, mengubah biokimia sistemik, Lama koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang
menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ. pada anak satu hari.
Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan
kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia
GEJALA KLINIS otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
m e n g a n d u n g parasit sulit melalui pembuluh kapiler
M a n i f e s t a s i m a l a r i a berat b e r v a r i a s i , dari k e l a i n a n karena proses sitoaderensi dan sekuestrasi parasit. Akan
kesadaran sampai gangguan organ-organ tertentu tetapi penelitian Warrell DA menyatakan bahwa tidak
dan g a n g g u a n m e t a b o l i s m e . M a n i f e s t a s i ini d a p a t ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vasculer
b e r b e d a - b e d a menurut katagori umur pada daerah resistence, ataupun cerebral metabolic rate for oxygen pada
tertentu berdasarkan endemisitas setempat. Pada daerah penderita koma dibandingkan penderita yang telah pulih
hipoendemik malaria serebral dapat terjadi dari usia anak kesadarannya. Kadar laktat pada cairan serebro-spinal
sampai dewasa. (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu > 2.2 mmol/l
Faktor predisposisi terjadinya malaria berat: 1). Anak- (19,6 mg/dl) dan dapat dijadikan indikator prognosis; yaitu
anak usia balita; 2). Wanita hamil; 3). Penderita dengan daya bila kadar laktat > 6 mmol/l mempunyai prognosa yang
tahan tubuh yang rendah, misalnya penderita penyakit fatal. Pada pengukuran tekanan intrakranial meningkat
keganasan, HIV, penderita dalam pengobatan kortiko pada anak-anak (80%), sedangkan pada penderita dewasa
streroid; 4). Penduduk dari daerah endemis malaria yang biasanya normal. Pada pemeriksaan CT scan biasanya
telah lama meninggalkan daerah tersebut dan kembali ke normal, adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-
daerah asalnya; 5). Orang yang belum pernah /tinggal di kasus yang agonal. Pada malaria serebral biasanya dapat
daerah malaria. Gejala-gejala klinis meliputi : disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal
ginjal, hipoglikemia dan edema paru. Bila terjadi lebih dari
Malaria Serebral 3 komplikasi organ, maka prognosa kematian > 75%.
Terjadi kira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun
demikian masih sering dijumpai pula didaerah endemik Gagal Ginjal Akut (GGA)
seperti di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria
dan Irian Jaya. Secara sporadikjuga ditemui pada beberapa dewasa. Kelainan fungsi ginjal dapat pre-renal karena
kota besar di Indonesia umumnya sebagai kasus import. dehidrasi (> 50%) dan hanya 5-10% disebabkan nekrosis
M e r u p a k a n k o m p l i k a s i y a n g paling b e r b a h a y a dan tubulus akut. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya
memberikan mortalitas 2 0 - 5 0 % dengan pengobatan. anoksia karena penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari
Penelitian di Indonesia mortalitas berkisar 21,5%- 30,5%. sumbatan kapiler, sehingga terjadi penurunan filtrasi pada
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang glomerulus. Secara klinis dapatterjadi fase oliguria ataupun
tak bisa dibangunkan, bila dinilai dengan GCS {Glasgow poliuria. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yaitu
Coma Scale) iaIah di bawah 7 atau equal dengan keadaan urin mikroskopik, berat jenis urin, natrium urin, serum
klinis soporous. Sebagian penderita terjadi gangguan natrium, kalium, ureum, kreatinin, analisa gas darah
kesadaran yang lebih ringan seperti apati, somnolen, serta produksi urin. Apabila berat jenis (B.J) urin < 1.010
delirium dan perubahan tingkah laku (penderita tidak mau menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedangkan
bicara). Dalam praktek keadaan ini harus ditangani sebagai urin yang pekat B.J. > 1,015, rasio urea urin: darah > 4 : 1 ,
malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan. natrium urin < 20 mmol/l menunjukkan keadaan dehidrasi.
Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 Beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya GGA
menit, tidak sementara panas atau hipoglikemi membantu iaIah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuri.
meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku kuduk Penanganan penderita dengan kelainan fungsi ginjal di
dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Minahasa memberikan mortalitas 48%. Dialisis merupakan
Pada pemeriksaan neurologik reaksi mata divergen, pupil pilihan pengobatan untuk menurunkan mortalitas.
ukuran normal dan reaktif, funduskopi normal atau dapat Dikarenakan gagal ginjal akut yang terjadi pada
terjadi perdarahan. Papiledema j a r a n g , refleks kornea penderita malaria berat sering membaik menjadi normal,
616 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
maka istilah gagal ginjal akut sudah ditinggalkan dan > 2 mg/dl - 3mg/dl pada 13 penderita (12%) dengan
digantikan dengan istilah Malaria related Acute Kidney mortalitas 2 9 % serta bilirubin > 3 mg/dl dijumpai pada
Injury (MAKI), yang didefinisikan sebagai perubahan 51 penderita (46%) dan mortalitasnya 33%. Serum SGOT
mendadak (48 jam) dari fungsi ginjal yang mempunyai bervariasi dari 6 -243 u/l sedangkan SGPT bervariasi dari
karakteristik sebagai berikut: 4 - 154 u/l. Alkali fosfatase bervariasi dari 5 - 534 u/l dan
1. Meningkatnya serum kreatinin 0,3 mg/dl atau lebih gamma-GT bervariasi 4 - 603 u/l. White (1996) memakai
dari hasil sebelumnya. batas bilirubin >2,5 mg/dl, SGOT/ SGPT > 3 x normal
2. Meningkatnya persentase (%) dari serum kreatinin 50% menunjukkan prognosis yang jelek. Penderita malaria
atau lebih dari nilai dasar dengan ikterus termasuk dalam kriteria malaria berat.
3. Penurunan produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam selama Dalam pedoman W H O 2010, adanya ikterik pada
lebih dari 6 j a m malaria berat harus disertai dengan tanda kegagalan
MAKI dapat terjadi melalui 2 cara yaitu: 1. Sebagai fungsi organ lain.
bagian dari disfungsi multi organ, atau 2. Sebagai dari AKI
sendiri. Bila MAKI merupakan bagian dari disfungsi multi Hipoglikemia
organ sering terjadi pada saat didiagnosa malaria berat Hipoglikemi dilaporkan sebagai keadaan terminal pada
dan prognosanya jelek. Dipihak lain bila hanya terjadi AKI binatang dengan malaria berat. Hal ini disebabkan karena
mempunyai prognosa lebih baik. Biasanya terjadi pada kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan
penderita malaria berat yang sadar dan terjadi oliguria, cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa
ensefalopati, hiperkalemia, asidosis tanpa komplikasi organ gejala pada penderita dengan keadaan umum yang
lain. Oliguria biasanya menetap 5-10 hari kadang-kadang berat ataupun penurunan kesadaran. Pada penderita
produksi urin dapat normal atau bahkan meningkat pada dengan malaria cerebral di Thailand dilaporkan adanya
beberapa pasien. Karenanya oliguria sendiri sebaiknya hipoglikemi sebanyak 12,5%, sedangkan di Minahasa
tidak dipakai untuk mendiagnosa AKI. Oleh karenanya insiden hipoglikemia berkisar 17,4%-21,8%. Penyebab
diperlukan pemeriksaan uren/ BUN dan kreatinin secara terjadinya hipoglikemi yang paling sering iaIah karena
serial (setiap hari). Dehidrasi, hipotensi dan syok dapat pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 j a m setelah infus
terjadi. Dehidrasi dapat terjadi pada lebih dari separo jumlah kina). Penyebab lainnya iaIah kegagalan glukoneogenesis
pasien dan hipotensi dapat terjadi pada sepertiga jumlah pada penderita dengan ikterik, hiperparasitemia oleh karena
pasien. Hipotensi dapat disebabkan karena kekurangan parasit mengkonsumsi karbo-hidrat, dan pada TNF-a yang
intake cairan, hilangnya cairan melalui panas dan muntah, meningkat. Hipoglikemi dapat pula terjadi pada primigravida
vasodilatasi arteri dan efek dari sitokin. Proteinuria biasanya dengan malaria tanpa komplikasi. Hipoglikemia kadang-
tidak menonjol, tetapi dapat terjadi proteinuria sampai 1 kadang sulit diobati dengan cara konvensionil, disebabkan
gram/ 24 j a m pada sepertiga pasien dengan MAKI dan hipoglikemia yang persisten karena hiperinsulinemia akibat
biasanya menjadi normal setelah penyembuhan dari fungsi kina. Mungkin dengan pemberian diazoksid dimana terjadi
ginjal. Adanya proteinuria yang menetap dapat menjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara pengobatan yang
tanda adanya penyakit glomerular. dapat dipertimbangkan.
t a h a n a n perifer dan b e r k u r a n g n y a perfusi j a r i n g a n . Adanya edema paru berdasarkan pedoman WHO 2010
Gambaran klinik berupa perasaan dingin dan basah pada juga dapat dideteksi dengan gambaran radiologik. ARDS
kulit, temperatur rektal tinggi, kulit tidak elastik, pucat. merupakan manifestasi klinik lebih berat dibandingkan
Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun ALI. Adapun gambaran ARDS iaIah sesak napas yang
dan sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang tiba-tiba, batuk dan merasa berat di dada yang progresif
normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya dalam beberapa j a m dan menyebabkan hipoksia. Terjadi
septisemia gram negatif . Hipotensi biasanya berespon pola gangguan kesadaran berupa disorientasi dan agitasi.
dengan pemberian NaCI 0,9% dan obat inotropik. Pemeriksaan fisik berupa bernapas dengan menggunakan
mulut, bernapas m e n g g u n a k a n otot-otot t a m b a h a n ,
Kecenderungan Perdarahan pernapasan dengan retraksi kosta, sianosis sentral dan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perifer, krepitasi basal dan wheezing ekspiratoar Pada
perdarahan di bawah kulit berupa petekie, purpura, pasien ini dapat disertai dengan parasitemia yang tinggi,
hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropika. gagal ginjal akut, hipoglikemia, asidosis metabolik,
Perdarahan ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau koagulasi intravaskular diseminata dan sepsis bakterial.
gangguan koagulasi intravaskular ataupun gangguan Diagnosa berdasarkan ditemukannya parasit, analisa gas
koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia darah yang menunjukkan hipoksemia dan gambaran
disebabkan karena pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi asidosis metabolik serta pemeriksaan foto toraks.
intravaskular jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari
suatu infeksi P.falciparum yang berat. Manifestasi Gastro-intestinal
Manifestasi gastro-intestinal sering dijumpai pada malaria,
Edema Paru/ARDS gejala-gejalanya iaIah : tak enak diperut, flatulensi, mual,
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. muntah, diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala
Edema paru merupakan komplikasi yang paling berat menjadi berat berupa sindroma billious remittent fever
dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian. yaitu gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali, ikterik
Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau (hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal
Acute respiratory distress syndrome. Beberapa faktor yang ginjal, malaria disenteri menyerupai disenteri basiler, dan
memudahkan timbulnya edema paru iaIah kelebihan malaria kolera yang jarang pada P falciparum berupa diare
cairan, kehamilan, malaria serebral, hiperparasitemi, cairyang banyak, muntah, kramp otot dan dehidrasi
hipotensi, asidosis dan uremi . A d a n y a peningkatan
respirasi merupakan gejala awal, bila frekwensi pernapasan Hiponatremia
> 35 kali/menit prognosanya jelek. Pada otopsi dijumpai Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria
adanya kombinasi edema yang difus, kongestif paru, falsiparum dan biasanya bersamaan dengan penurunan
perdarahan, dan pembentukan membran hialin. Oleh o s m o l a r i t a s p l a s m a . Terjadinya h i p o n a t r e m i a dapat
karenanya istilah edema paru mungkin kurang tepat, disebabkan karena kehilangan cairan dan garam
bahkan sering disebut sebagai insuffisiensi paru akut atau melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya
acute respiratory distress syndrome. sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD),
Di samping bronkitis, pneumonia dan bronkopneumonia akan tetapi pengukuran hormon diuretik yang pernah
sebagai manifestasi paru pada infeksi malaria, acute lung dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara
injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) 17 penderita.
merupakan manifestasi klinik pada malaria berat. Keadaan Dalam penelitian pengukuran serum copeptin
ini dapat disebabkan baik oleh Plasmodium falsiparum, dibuktikan bahwa pada hiponatremia kasus malaria terjadi
vivax maupun knowlesi. Baik ALI maupun ARDS termasuk peningkatan AVP ( ) baik " " maupun " "
respiratory distress yang disebabkan oleh malaria di mana
WHO hanya mendefinisikan sebagai pernapasan yang Gangguan Metabolik Lainnya
dalam dan peningkatan frekuensi respirasi.(tabel 1) Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi
Kelainan Onset PaO^/FiOj SpO^/FiO^ Foto Toraks PA Tekanan Baji Arteri Pulmonalis
<. 18 mmHg atau tidak ada bukti terjadinya hipertensi
ALI akut :< 300 mmHg ^315 Infiltrat bilateral
atrium kiri
ARDS akut < 200 mmHg :< 235 Infiltrat bilateral <. 18 mmHg atau tidak ada bukti terjadinya hipertensi
atrium kiri
618 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
(pernapasan Kussmaul), peningkatan asam laktat, pH 3). kipas dengan kipas angin/kertas 4). baju yang tipis/
turun dan peningkatan bikarbonat. Asidosis biasanya terbuka, 5). cairan cukup
disertai edema paru, hiperparasitemia, syok, gagal ginjal 8. Pemberian cairan :
dan hipoglikemia. Gangguan metabolik lainnya berupa : Pemberian cairan merupakan bagian yang
Hipokalsemia dan hipophosphatemia penting dalam penanganan malaria berat.
Hipermagnesemia Pemberian cairan yang tidak adekuat (kurang)
Hiperkalemia (pada gagal ginjal) akan menyebabkan timbulnya tubuler nekrosis
Hipoalbuminemia ginjal akut. Sebaliknya pemberian cairan yang
Hiperfosfolipedemia berlebihan dapat menyebabkan edema paru.
Hipertrigliseremia dan hipokolesterolemia Pada sebagian penderita malaria berat sudah
T-4 r e n d a h , T S H basal n o r m a l {sick euthyroid mengalami sakit beberapa hari lamanya sehingga
syndrome) mungkin masukan sudah kurang, penderita juga
sering muntah-muntah, dan bila panas tinggi
akan m e m p e r b e r a t keadaan dehidrasi. Ideal
P E N A N G A N A N PENDERITA MALARIA BERAT bila pemberian cairan dapat diperhitungkan
secara lebih tepat, dengan cara : 1). Maintenence
Malaria berat adalah suatu kegawatn darurat karenanya cairan diperhitungkan berdasar BB, misal untuk
perlu penanganan yang cepat dan tepat. Penanganan BB 50 kg dibutuhkan cairan 1500 cc. (30 ml/
malaria berat t e r g a n t u n g kecepatan dan ketepatan kg BB). Derajat dehidrasinya: dehidrasi ringan
dalam melakukan diagnosa seawal mungkin. Sebaiknya d i t a m b a h 10 %, dehidrasi sedang d i t a m b a h
penderita yang diduga menderita malaria berat dirawat 2 0 % dan dehidrasi berat ditambah 3 0 % dari
pada bilik intensif untuk dapat dilakukan pengawasan kebutuhan maintenence, 2). Setiap kenaikan
serta tindakan-tindakan yang tepat. suhu 1° ditambah 10% kebutuhan maintenence,
Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan 3). Monitoring pemberian cairan yang akurat
p e n a n g a n a n dan p e n g o b a t a n y a n g perlu dilakukan dilakukan dengan pemasangan CVP line, cara
adalah: ini tidak selalu dapat dilakukan pada fasilitas
Tindakan umum/suportif kesehatan tingkat Puskesmas/RS Kabupaten.
Pengobatan simptomatik Sering kali pemberian cairan dengan perkiraan ,
Pemberian obat anti malaria misalnya 1500 - 2000 cc/ 24 j a m dapat sebagai
Pengobatan komplikasi p e g a n g a n . Mashaal m e m b a t a s i cairan 1500
cc / 24 j a m untuk menghindari edema paru.
Cairan yang sering dipakai iaIah 5% Dekstros
Tindakan Umum/Suportif:
untuk menghindari hipoglikemi khususnya pada
Apabila fasilitas tidak/kurang m e m u n g k i n k a n untuk
pemberian kina. Bila dapat diukur kadar elektrolit
m e r a w a t p e n d e r i t a malaria berat maka p e r s i a p k a n
(natrium) dan natrium rendah (<120 meq/L), perlu
penderita dirujuk ke rumah sakit/fasilitas pelayanan yang
dipertimbangan pemberian cairan NaCI.
lebih tinggi, yang memiliki fasilitas perawatan intensif.
Tindakan tersebut antara lain : 9. Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat
1. Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, kesadaran, ke dan garam.
butuhan oksigen, cairan dan nutrisi. 10. Perhatikan kebersihan mulut
2. Hindarkan trauma : dekubitus, j a t u h dari tempat 11. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi.
tidur 12. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan.
3. Hati-hati komplikasi dari tindakan kateterisasi, infus 13. Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan
yang dapat memberikan infeksi nosokomial dan kain/gaas lembab.
kelebihan cairan yang menyebabkan edema paru 14. Perawatan pasien tidak sadar/ koma meliputi :
4. Monitoring : temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap Selalu memakai prinsip ABC (A=>A<>woy, B=Breathing,
1 -2 j a m . Perhatikan timbulnya ikterus dan per darahan, C=Circulation) + D=Drug {defibrUasi)
ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot. Airway (jalan napas ). 1). Jaga jalan napas agar
5. Baringkan/ posisi tidur sesuai dengan kebutuhan selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :
6. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi, lakukan posisi Bersihkan jalan napas dari saliva, muntahan, dll, 2).
Tredenlenburg's; perhatikan warna dan temperatur Pasien posisi lateral, 3). Tempat tidur datar/tanpa
kulit bantal, 4). Mencegah aspirasi cairan lambung
7. Cegah hiperpireksi: 1). tidak pernah memakai botol masuk ke saluran pernapasan, dengan jalan :
panas/ selimut listrik, 2). kompres air/air es/alkohol. posisi lateral dan pemasangan NGT {naso gastric
MALARIA BERAT 619
untuk m e n c e g a h luka dekubitus dan Artesunate injeksi ( 1 flacon - 60 mg), Dosis i.v 2,4 mg/
pneumonia hipostatik. kg BB/ kali pemberian.
Hal-hal yang perlu dimonitor : 1). Tensi, Pemberian intravenous : dilarutkan pada pelarutnya
nadi, suhu dan pernapasan setiap 1-2 j a m , 1ml 5% bikarbonat dan diencerkan dengan 5-10 cc
2). Pemeriksaan derajat kesadaran dengan 5% dekstrose disuntikan bolus intravena. Pemberian
modifikasi Glasgow coma scale (GCS) setiap pada j a m 0, 12 j a m , 24 j a m dan seterusnya tiap
6 j a m , 3). Hitung parasit setiap 12-24 j a m , 4). 24 j a m sampai penderita sadar (gambar 2). Dosis
Hb, lekosit, bilirubin dan kreatinin pada hari tiap kali pemberian 2,4 mg/kgBB. Bila sadar diganti
ke III, dan VII, 5). Gula darah setiap 4 j a m , 6). dengan tablet artesunate oral 2 mg/kgBB sampai hari
Parameter lain sesuai indikasi (misal: ureum, ke-7 mulai pemberian parenteral. Untuk mencegah
kreatinin dan kalium darah pada komplikasi rekrudensi dikombinasikan dengan doksisiklin
gagal ginjal). 2 X 100 mg/hari selama 7 hari atau pada wanita
620 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
rn r
jantung dan kematian.
Skema pemberian artesunate:
Bila karena alasan kina tidak dapat diberikan melalui
Jam ke 0 12 24
i
43
i
72 dst
infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang
sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2
dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada
bokong). Bila mungkin untuk pemakaian IM, kina
Gambar 2. Skema pemberian artesunate
diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml
hamil/ anak diberikan klindamisin 2 x 1 0 mg/kg Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian
BB. Pada pemakaian artesunate TIDAK memerlukan 48 j a m kina parenteral, maka dosis maintenance
penyesuaian dosis bila gagal organ berlanjut. Obat kina diturunkan 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan
lanjutan setelah parenteral dapat menggunakan obat parasitologi serta evaluasi klinik terhadap kemungkinan
ACT. Pemberian parenteral minimal 3 x pemberian. diagnosis lain.
A r t e m e t e r i.m (1 ampul 80 mg). Diberikan atas Monitoring pada pengobatan kina parenteral iaIah:
indikasi: 1). Tidak boleh pemberian intravena/ infus, 1). Kadar gula darah tiap 8 jam, 2). Tekanan darah dan
2) . Tidak ada manifestasi perdarahan ( purpura dsb), nadi, bila nadi ireguler buat EKG, 3). Serum bilirubin dan
3) . Pada malaria berat di RS perifer/Puskesmas, 4). kreatinin pada hari ke-3, 4). Hitung parasit tiap hari
Dosis artemeter : Hari I : 1,6 mg/kg BB tiap 12 j a m ,
Hari-2 - 5 : 1,6 mg/kg BB. TransfusI g a n t i : (exchange transfusion)
Kina HCI (1 ampul = 500 mg/ 2 ml). 1). Cara Kina 8 Indikasi transfusi ganti iaIah:
j a m berkesinambungan : Dosis 10 mg/Kg BB ( 500 mg 1. Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat
untuk BB 40-50 Kg) dalam infus 5% dekstrose 500 cc 2. Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat seperti:
selama 8 j a m secara terus menerus sampai penderita serebral malaria, ARE, ARDS, jaundice (bilirubin total
sadar dan diganti Kina dosis oral. 2). Cara lain : Kina > 25 mg%) dan anemia berat.
HCL 25 % (perinfus) dilarutkan dalam 500 cc dextrose 3. Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah
5 %, dosis lOmg/Kg BB/dosis/4jam diberikan setiap 12-24 j a m anti malaria.
8 j a m , diulang dengan cairan dan dosis yang sama 4. Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (lanjut
setiap 8 j a m sampai penderita dapat minum obat dan usia, late stage parasites/sk\zon pada darah perifer).
diganti dosis oral.(Gambar 3). Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV,
Hepatitis)
dan kalori diberikan dengan diet karbohidrat 200 g/hari. infus. Monitor gula darah tiap 4-6 j a m , bila gula darah
Hemodialisis lebih baik dari peritoneal-dialisis karena efek masih di bawah 40 mg/dl, diulang pemberian bolus 50
samping perdarahan dan infeksi. Indikasi dialisis antara ml Dextrose 40%. Bila perlu obat yang menekan produksi
lain iaIah gejala uremia, gejala kelebihan cairan seperti insulin seperti diazokside, glukagon atau somatostatin
edema paru atau gagal jantung kongestif, adanya bising analogue.
gesek perikard, hiperkalemia, asidosis H C 0 3 < 15 meq/l.
Bila terjadi hiperkalemia, diberikan regular insulin 10 unit Penanganan Malaria Algid
per infus.m bersama-sama 500 ml dekstrose 5%, monitor Tujuan dalam penanganan malaria algid/malaria dengan
gula darah dan serum kalium. Sebagai pilihan lain dapat syok y a i t u m e m p e r b a i k i g a n g g u a n hemodinamik.
diberikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% i.v pelan-pelan. Diberikan cairan infus plasma atau NaCI 0,9% untuk
Alternatif lain yaitu resonium A 15 g/8 j a m per oral atau mengembalikan volume darah (1 L cairan mengandung
resonium enema 30 g/8 j a m . Bila pemeriksaan kadar dekstran/plasma diberikan dalam 1 jam). Bila belum ada
kalium darah tak tersedia dapat dilakukan monitoring perbaikan tekanan darah dan denyut jantung, di berikan
dengan pemeriksaan elektrokardiografi. lagi 1 L cairan isotonis (NaCI 0,9%). Hipotensi biasanya
H i p o k a l e m i terjadi 4 0 % dari p e n d e r i t a m a l a r i a berespon terhadap cairan. Bila tak berhasil dapat dipakai
serebral. Bila kalium 3,0 - 3,5 meq/l diberikan KCI per dopamin dengan dosis 2-4 ampul dopamin ( l a m p = 200
infus 25 meq; kalium 2,0 - 2,9 meq/l diberikan KCI per mg) dalam 500 ml Dekstrose 5%, dengan tetesan infus
infus 50-75 meq. Pemberian KCI tidak melebihi 100 meq/ mulai 1-2 mcg/kg/menit. Tetesan sampai 5 mcg/kg/menit
hari dan tidak diberikan i.v bolus. Hiponatremi dapat dopamin menyebabkan vasodilatasi dan memperbaiki
memberikan penurunan kesadaran. Kebutuhan Natrium sirkulasi ginjal.
dapat dihitung: BB (kg) x 60% x Na. defisit (meq/l). Satu liter
NaCI 0,9% = 154 meq; 1 g NaCI puyer = 17 meq. Asidosis Penanganan Edema Paru
(pH < 7,15) merupakan komplikasi akhir dari malaria Edema paru merupakan komplikasi yang fatal, pada
berat dan sering bersama-sama dengan kegagalan fungsi malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk
ginjal. Pengobatannya dengan pemberian bikarbonat. mencegah terjadinya e d e m a paru. Pemberian cairan
Kebutuhan Bikarbonat (meq) = 1/3 B.B(kg) x defisit dibatasi, sebaiknya menggunakan monitoring dengan
bikarbonat dikonfersikan dalam jumlah ml 8,4% N a H C 0 3 . CVP line. Pemberian cairan melebihi 1500 ml cenderung
Bila pemberian natrium dikuatirkan terjadinya edema paru, memberikan edema paru. Bila ada anemi, transfusi darah
dapat diberikan THAM (tris-hydroxymethyl-aminomethan) diberikan perlahan-lahan. (1 unit darah dalam 4 j a m ) .
atau pyruvate dehydrogenase activator dichloroacetate. Mengurangi beban jantung kanan dengan tidur setengah
Dialisis merupakan pilihan terbaik. duduk, pada edema paru karena kelebihan cairan dapat
Garis besar penanganan malaria pada AKI iaIah 1. mulai diberikan diuretika, yaitu furosemide 40 mg i.v. Untuk
dengan anti malaria yang efektif; 2. perbaiki kebutuhan memperbaiki hipoksia diberikan oksigen konsentrasi
cairan dan elektrolit; 3. dialisis dini; 4. p e n g o b a t a n tinggi (6-8 !/menit) dan bila mungkin dengan bantuan
terhadap komplikasi yang lain; 5. pengobatan infeksi; 6. respirator mekanik.
hindari obat 'metroteksat'
Penanganan Anemi
Tindakan Terhadap Malaria Biliosa Bila anemi kurang dari 5 g/dl atau hematokrit kurang dari
Vitamin K dapat diberikan 10 mg/hari i.v selama 3 hari 15% diberikan tranfusi darah whole blood atau packed cells.
untuk memperbaiki faktor koagulasi yang tergantung Darah segar lebih baik dibanding darah biasa. Transfusi
vitamin K. Gangguan faktor koagulasi lebih sering dijumpai sebaiknya pelan-pelan, kalau perlu dengan monitoring
pada penderita dengan ikterik yang berat. Hati-hati CVP line atau dengan memberikan furosemid 20 mg
dengan obat-obatan yang mengganggu fungsi hati seperti sebelum transfusi.
parasetamol, tetrasiklin.
Penanganan Terhadap Infeksi Sekunder/Sepsis
Infeksi sekunder yang sering terjadi yaitu pneumonia
HIPOGLIKEMIA karena aspirasi, sepsis yang berasal dari infeksi perut
dan infeksi saluran kencing karena pemasangan kateter.
Periksa kadar gula darah secara cepat dengan glukometer Antibiotika yang dianjurkan sebelum diperoleh hasil
pada setiap penderita malaria berat (malaria serebral, kultur iaIah kombinasi ampisilin dan gentamisin, atau
malaria dengan kehamilan,malaria biliosa). Bila kadar bila mungkin sefalosporin generasi ke III (seftizoksim,
gula darah kurang dari 40 mg/dl, maka diberikan 50 ml seftriakson atau ceftazidime), atau karbapenem
Dekstrose 40%i.v dilanjutkan dengan glukosa 10% per
MALARIA BERAT
623
REFERENSI
624
TOKSOPLASMOSIS 625
demikian, dengan kontrol viremia plasma dengan terapi gondii. Wanita hamil tidak dianjurkan untuk bekerja
antiretroviral yang efektif, bahkan pada individu dengan dengan Tgondiiyang hidup. Infeksi dengan Tgondii
CD4 yang sangat rendah, telah dapat meningkatkan juga pernah terjadi waktu mengerjakan autopsi.
survival meskipun jumlah CD4nya tidak meningkat secara infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari
signifikan. donor yang menderita toksoplasmosis laten.
Oleh karena itu infeksi oportunistik seperti Toxoplasma transfusi darah lengkap j u g a dapat menyebabkan
gondii mudah menyerang penderita HIV/AIDS yang tidak infeksi.
mendapatkan terapi antiretroviral yang efektif. Imunitas Walaupun makan daging kurang matang merupakan
selular menjadi sangat penting dalam mengontrol infeksi cara transmisi yang penting untuk T gondii, transmisi
Toksoplasma dengan bantuan dari imunitas humoral. melalui ookista tidak dapat diabaikan. Seekor kucing
Interferon gamma dan lnterleukin-12 (IL-12) merupakan dapat mengeluarkan sampai 10 juta butir ookista sehari
substansi pertahanan tubuh yang sangat penting untuk selama 2 minggu. Ookista menjadi matang dalam waktu
menghadapi infeksi. 1 -5 hari dan dapat hidup lebih dari setahun di tanah yang
Interferon gamma menstimulasi aktivitas anti Tgondii, panas dan lembab. Ookista mati pada suhu 45°-55°C,
tidak hanya makrofag tetapi juga sel non fagosit. Produksi juga mati bila dikeringkan atau bila bercampur formalin,
Interferon g a m m a dan IL-12 distimulasi oleh CD154 amonia, atau larutan iodium. Transmisi melalui bentuk
(diekspresikan pada sel CD4 y a n g teraktivasi) y a n g ookista menunjukkan infeksi T gondii pada orang yang
bertindak dengan menstimulasi sel dendritik dan makrofag tidak senang makan daging atau terjadi pada binatang
untuk memproduksi IL-12 dan produksi Interferon gamma herbivora.
oleh sel T.
Pada pasien dengan demam yang berkepanjangan
dan tubuh yang terasa lemah terdapat limfositosis, PATOLOGI
peningkatan sel T supresor dan penurunan ratio sel T
helper-sel T supresor. Pada pasien ini memiliki jumlah sel Kematian sel dan nekrosis fokal sebagai akibat replikasi
T helper yang lebih sedikit. Pada pasien dengan infeksi takizoit menginduksi respon inflamasi mononukleus di
yang berat terjadi penurunan yang sangat drastis jumlah semua jaringan atau sel yang khas terinfeksi. Takizoit jarang
sel T helper dan ratio sel T helper dibanding dengan sel terlihat pada pewarnaan histopatologik rutin lesi inflamasi.
T supresor. Mekanisme timbulnya infeksi oportunistik Namun, pewarnaan imunofluoresensi dengan antibodi
dalam hal ini Toxoplasma gondii pada pasien HIV/AIDS spesifik antigen parasit dapat menampakkan organisme
sifatnya multipel. Mekanisme ini termasuk penurunan atau a n t i g e n . S e b a l i k n y a , kista y a n g mengandung
kadar sel CD4, gangguan produksi IL-12 dan interferon bradizoit hanya menyebabkan inflamasi pada tahap awal
gamma, serta gangguan fungsi limfosit T sitotoksik. Fungsi perkembangan. Saat kista mencapai maturitas, proses
dan jumlah sel pertahanan tubuh pada pasien HIV/AIDS inflamasi tidak dapat terdeteksi lagi, dan kista menetap
terutama IL-12, interferon gamma, serta sel CD154 yang di otak sampai mengalami ruptur.
menurun sebagai respons terhadap Toxoplasma gondii.
Defisiensi sistem imun ini memegang peranan dalam Kelenjar Getah Bening (KGB)
timbulnya infeksi Toxoplasma gondii. Selama terjadinya infeksi akut, biopsi KGB menunjukkan
Toxoplasma gondii dapat menular ke manusia melalui gambaran khas termasuk hiperplasia folikular dan kluster tidak
beberapa rute, yaitu: beraturan makrofag jaringan dengan sitoplasma eosinofilik.
pada toksoplasmosis kongenital transmisi Toksoplasma Granuloma jarang ditemukan. Meski takizoit biasanya tidak
kepada janin terjadi in utero melalui plasenta, bila terlihat, mereka dapat terlihat dengan subinokulasi jaringan
ibunya mendapat infeksi primer waktu ia hamil terinfeksi ke mencit atau dengan PCR.
pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi,
bila makan daging mentah atau kurang matang Mata
(misalnya sate), kalau daging tersebut mengandung Pada mata, infiltrat monosit, limfosit, dan sel plasma
kista jaringan atau takizoit Toksoplasma. Pada orang d a p a t m e n g h a s i l k a n lesi uni a t a u m u l t i f o k a l . Lesi
yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi granulomatosa dan korioretinitis dapat dilihat di bilik
bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja kucing mata belakang mengikuti kejadian retinitis nekrotik akut.
tertelan. Komplikasi infeksi lainnya termasuk iridosiklitis, katarak,
infeksi juga dapat terjadi di laboratorium pada orang dan glaukoma.
y a n g bekerja d e n g a n binatang percobaan y a n g
diinfeksi dengan T gondii, melalui jarum suntik dan SSP
alat laboratorium lain yang terkontaminasi dengan T. Jika SSP terlibat, dapat terjadi meningoensefalitis lokal
TOKSOPLASMOSIS 627
m a u p u n difus d e n g a n ciri khas nekrosis dan nodul mungkin untuk seumur hidup. Kerusakan yang terjadi
mikroglia. Ensefalitis nekrotikans pada pasien tanpa pada jaringan tubuh, tergantung pada: 1). umur, pada
AIDS memiliki ciri khas lesi difus berukuran kecil dengan bayi kerusakan lebih berat daripada orang dewasa; 2).
perivascular cuffing pada daerah berdekatan. Pada pasien virulensi strain Toksoplasma, 3). jumlah parasit, dan 4).
AIDS, selain monosit, limfosit, dan sel plasma dapat pula organ yang diserang.
ditemukan leukosit PMN. Kista mengandung bradizoit Lesi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya
sering d i t e m u k a n b e r s e b e l a h a n d e n g a n perbatasan lebih berat dan permanen, oleh karena jaringan ini tidak
jaringan nekrotik. mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Kelainan pada
susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai dengan
Paru kalsifikasi. Penyumbatan akuaduktus Sylvii oleh karena
Di a n t a r a pasien AIDS yang meninggal akibat ependimitis mengakibatkan hidrosefalus pada bayi.
toksoplasmosis, sekitar 4 0 - 7 0 % memiliki keterlibatan P a d a i n f e k s i a k u t di r e t i n a d i t e m u k a n reaksi
pada jantung dan parunya. Pneumonitis interstisial dapat peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit
terjadi pada neonatus dan pasien imunokompromais. yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada
Tampak penebalan dan edema septum alveolus yang proses penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan
terinfiltrasi dengan sel mononukleus dan sel plasma. atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi. Di otot
Inflamasi ini dapat meluas ke dinding endotel. Takizoit jantung dan otot bergaris dapat ditemukan T. gondii tanpa
dan kista yang mengandung bradizoit ditemukan pada menimbulkan peradangan. Di alat tubuh lainnya, seperti
membran alveolus. Bronkopneumonia superimposed limpa dan hati, parasit ini lebih jarang ditemukan.
dapat disebabkan oleh mikroba lain. Untuk kemudahan dalam penanganan klinis,
toksoplasmosis dapat dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu :
Jantung 1). Infeksi pada pasien imunokompeten {ci\dapat/ acquired,
Kista dan parasit yang m e n g a l a m i agregasi di otot baru dan kronik); 2). Infeksi pada pasien imunokompromais
jantung ditemukan pada pasien AIDS yang meninggal (didapat dan reaktifitas); 3). Infeksi mata (okular); 4). Infeksi
akibat toksoplasmosis. Nekrosis fokal yang dikelilingi sel kongenital.
inflamasi berhubungan dengan terjadinya nekrosis hialin
dan kekacauan struktur sel miokardium. Perikarditis terjadi Infeksi Akut pada Pasien Imunokompeten
pada beberapa pasien. Pada orang dewasa hanya 10-20% kasus toksoplasmosis
yang menunjukkan gejala. Sisanya asimtomatik dan tidak
Lain-lain sampai menimbulkan gejala konstitusional. Tersering
Otot lurik, pankreas, lambung, dan ginjal pasien AIDS adalah limfadenopati leher, tetapi mungkin juga didapatkan
dapat terlibat disertai nekrosis, invasi sel inflamasi, dan pembesaran getah bening mulut atau pembesaran satu
ditemukannya takizoit pada pewarnaan rutin (jarang). gugus kelenjar. Kelenjar-kelenjar biasanya terpisah atau
Lesi nekrosis besar dapat menyebabkan destruksi jaringan tersebar, ukurannya jarang lebih besar dari 3 cm, tidak
secara l a n g s u n g . Efek sekunder infeksi akut o r g a n - nyeri, kekenyalannya bervariasi dan tidak bernanah.
organ tersebut antara lain pankreatitis, miositis, dan Adenopati kelenjar mesentrial atau retroperitoneal dapat
glomerulonefritis. menyebabkan nyeri abdomen.
Gejala dan tanda-tanda berikutnya yang mungkin
d i j u m p a i a d a l a h d e m a m , m a l a i s e , keringat m a l a m ,
G A M B A R A N KLINIS nyeri otot, sakit tenggorok, eritema makulopapular,
hepatomegali, splenomegali. Gambaran klinis u m u m
Setelah invasi yang biasanya terjadi di usus, maka parasit seperti yang disebabkan infeksi virus mungkin j u g a
memasuki sel atau difagositosis. Sebagian parasit mati dijumpai.
setelah difagositosis, sebagian lain berkembang biak Korioretinitis dapat terjadi pada infeksi akut yang baru,
dalam sel, menyebabkan sel hospes pecah dan menyerang biasanya unilateral. Berbeda dengan korioretinitis bilateral
sel-sel lain. Dengan adanya parasit di dalam makrofag pada toksoplasmosis kongenital. Perjalanan penyakit pada
dan limfosit, maka penyebaran secara hematogen dan pasien yang imunokompeten seperti yang diterangkan
limfogen ke seluruh badan mudah terjadi. Parasitemia terdahulu bersifat membatasi diri {self limiting). Gejala-
berlangsung selama beberapa minggu. T. gondii dapat gejala bila ada, menghilang dalam beberapa minggu atau
menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes, bulan dan jarang di atas 12 bulan.
kecuali sel darah merah (tidak berinti). Limfadenopati dapat b e r t a m b a h atau menyusut
Kista jaringan dibentuk bila sudah ada kekebalan atau menetap dalam waktu lebih dari satu tahun. Pada
dan dapat ditemukan di berbagai alat dan j a r i n g a n , orang yang kelihatannya sehat, jarang sekali penyakit ini
628 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
menjadi terbuka atau meluas mengancam maut. Karena Pneumonitis akibat Toxoplasma gondii juga makin
manifestasi klinis toksoplasmosis tidak khas, diagnosis meningkat akibat kurangnya penggunaan obat antiretroviral
banding limfadenopati yang perlu diperhatikan antara lain serta profilaksis pengobatan toksoplasma pada penderita
tuberkulosis, limfoma, mononukleosis infeksiosa, infeksi HIV/AIDS. Pneumonitis ini biasanya terjadi pada pasien
virus sitomegalo, penyakit gigitan kucing {cat bite fever, dengan gejala AIDS yang sudah lanjut dengan gejala
tularemia), penyakit cakaran kucing {cat scratch fever), demam yang berkepanjangan dengan batuk dan sesak
sarkoidosis, dan sebagainya. napas. Gejala klinis tersebut kadang susah dibedakan
T o k s o p l a m o s i s y a n g m e l i b a t k a n banyak o r g a n dengan pneumonia akibat Pneumocystis carinii dengan
tubuh dapat menyerupai gambaran penyakit hepatitis, angka kematian sekitar 3 5 % meski sudah diterapi dengan
miokarditis, polimiositis dengan penyebab lain atau baik.
demam berkepanjangan yang tidak diketahui sebabnya Gejala lain yang juga sering timbul adalah gangguan
(F.U.O). Amat disayangkan bahwa limfadenopati kurang pada mata. Biasanya timbul korioretinitis dengan gejala
banyak diingat sebagai diagnosis b a n d i n g , padahal seperti penurunan tajam penglihatan, rasa nyeri pada
toksoplasmosis merupakan 7-10% dari limfadenopati mata, melihat benda beterbangan, serta fotofobia. Pada
y a n g klinis j e l a s . Titer tes serologi untuk diagnosis pemeriksaan funduskopik terdapat daerah nekrosis yang
toksoplasmosis akut biasanya didapatkan sesudah biopsi multifokal atau bilateral. Keterlibatan n. Optikus terjadi
kelenjar yang dicurigai sebagai toksoplasmosis. pada 10% kasus.
Gejala klinis lain yang jarang timbul pada pasien HIV/
Infeksi Akut Toksoplasmosis pada Pasien AIDS dengan toksoplasmosis yaitu panhipopituari dan
Imunokompromais diabetes insipidus, gangguan gastrointestinal dengan
Pasien imunokompromais mempunyai risiko tinggi untuk nyeri perut, asites, serta diare. Gagal hati akut dan
mengidap toksoplasmosis yang berat dan sering fatal gangguan muskuloskeletal juga dapat timbul. Kegagalan
akibat infeksi baru maupun reaktifitas. Penyakitnya dapat m u l t i o r g a n dapat terjadi d e n g a n m a n i f e s t a s i klinis
berkembang dalam berbagai bentuk penyakit susunan gagal napas akut serta gangguan hemodinamik yang
saraf pusat seperti ensefalitis, meningoensefalitis atau menyerupai syok sepsis.
space occupiying lesion (SOL). Selanjutnya dapat pula P a d a p e m e r i k s a a n fisik b i a s a n y a ditemukan
miokarditis atau pneumonitis, pada transplantasi jantung pembesaran KGB yang kenyal, tidak nyeri, berkonfluens,
toksoplasmosis timbul pada pasien seronegatif yang dan paling sering timbul di daerah servikal. Pemeriksaan
m e n e r i m a j a n t u n g dari donor yang seropositif, dan fisik lain b i a s a n y a m e n u n j u k k a n low grade fever,
manifestasinya dapat menyerupai rejeksi organ seperti hepato-splenomegali dan timbul rash pada kulit. Pada
yang terbukti dengan biopsi endomiokard. Penemuan lain pemeriksaan funduskopik menunjukkan multiple yellowish
iaIah bahwa pasien yang menerima jantung dari donor white, bercak menyerupai wol dengan batas yang tidak
seropositif menunjukkan titer antibodi IgM dan IgG yang jelas di daerah kutub posterior. Pada ET pemeriksaan
meningkat sesudah transplantasi. Pada pasien dengan fisik yang mendukung adalah gangguan status mental,
transplantasi sumsum tulang, toksoplasmosis timbul kejang, kelemahan otot, ganggguan nervus kranialis,
sebagai akibat reaktivitas infeksi yang laten. tanda-tanda gangguan serebelum, meningismus, serta
Pada pasien HIV, manifestasi klinis terjadi bila jumlah movement disorder.
limfosit CD4 < 100/ml. Manifestasi klinis yang tersering pada Sebenarnya dalam klinik dewasa, toksoplasmosis
pasien HIV/AIDS adalah ensefalitis. Ensefalitis terjadi pada ini s a n g a t underdiagnosed pada pasien-pasien
sekitar 80% kasus. Rabaud et al. menunjukkan bahwa selain imunokompromais. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus-
otak terdapat beberapa lokasi lain yang sering terkena, yaitu kasusyang terdiagnosis pada beberapa institusi, besarnya
mata (50%), paru-paru {26%), darah tepi (3%), jantung {3%), jumlah kasus positif pada laporan-laporan otopsi, dan dari
sumsum tulang (3%), dan kandung kemih (1%). persentase toksoplasma yang non spesifik dan beraneka
Pada pasien dengan ET, gejala-gejala yang sering ragam ini. Infeksi akut susunan saraf pusat harus dibedakan
terjadi adalah gangguan mental (75%), defisit neurologik dengan meningoensefalitis oleh penyebab lainnya seperti
(70%), sakit kepala (50%), demam (45%), tubuh terasa herpes simpleks, fungus dan tuberkulosis, abses otak,
lemah serta gangguan nervus kranialis. Gejala lain yang lupus, dan sebagainya. Pada pasien imunokompromais,
juga sering terdapatyaitu gejala parkinson, focal dystonia, bila ditemukan pleiositosis mononuklear dengan kadar
rubral tremor, hemikorea-hemibalismus, dan gangguan protein tinggi, tidak adanya tanda-tanda bakteri atau
pada batang otak. Medula spinalis juga dapat terkena fungus perlu dipertimbangkan adanya toksoplasmosis.
dengan gejala seperti gangguan motorik dan sensorik di
daerah tungkai, gangguan berkemih dan defekasi. Onset Toksoplasmosis Mata pada Orang Dewasa
dari gejala ini biasanya subakut. Infeksi toksoplasma menyebabkan korioretinitis. Bagian
TOKSOPLASMOSIS 629
t e r b e s a r k a s u s - k a s u s k o r i o r e t i n i t i s ini nnerupakan adanya infeksi akut, tetapi isolasi dari jaringan hanya
akibat infeksi kongenital. Pasien-pasien ini biasanya menunjukkan adanya kista dan tidak memastikan adanya
tidak nnenunjukkan gejala-gejala sampai usia lanjut. infeksi akut.
Korioretinitis pada infeksi baru bersifat khas unilateral, Tes serologi dapat menunjang diagnosis
s e d a n g korioretinitis y a n g terdiagnosis w a k t u lahir t o k s o p l a s m o s i s . Tes y a n g dapat dipakai adalah tes
khasnya bilateral. Gejala-gejala korioretinitis akut adalah warna Sabin Feldman {Sabin-Feldman dye test) dan tes
: penglihatan kabur, skotoma, nyeri, fotofobia dan epifora. hemaglutinasi tidak langsung (IHA), untuk deteksi antibodi
Gangguan atau kehilangan sentral terjadi bila terkena IgG, tes anti T. gondii fluoresen tidak langsung (IFA), dan
makula. Dengan membaiknya peradangan, visus pun tes ELISA untuk deteksi antibodi IgG dan IgM. Tes Sabin-
membaik, namun sering tidak s e m p u r n a . Panuveitis Feldman didasarkan oleh rupturnya T. gondii yang hidup
dapat menyertai korioretinitis. Papilitis dapat ditemukan dengan antibodi spesifik dan komplemen di dalam serum
apabila ada kelainan susunan saraf pusat yang jelas. yang diperiksa. Pemeriksaan ini masih merupakan rujukan
Diagnosis banding adalah tuberkulosis, sifilis, lepra, atau pemeriksaan serologi. Hasil serologi menjadi positif
histoplasmosis. dalam 2 minggu setelah infeksi, dan menurun setelah
1-2 tahun.
Infeksi Kongenital Serologi IgG banyak digunakan untuk infeksi lama.
Toksoplasmosis yang didapat dalam kehamilan dapat A w a l n y a IgM muncul terlebih dahulu s e b e l u m IgG,
bersifat asimtomatik atau dapat memberikan gejala kemudian menurun cepat, dan merupakan petanda infeksi
setelah lahir. Risiko toksoplasmosis kongenital bergantung dini. Pada kasus limfadenopati toksoplasmosis, 90% di
pada saat didapatnya infeksi akut ibu. Transmisi T. gondii antaranya memiliki IgM positif saat diperiksa dalam 4
meningkat seiring dengan usia kehamilan (15-25% dalam bulan setelah onset limfadenopati. 2 2 % di antaranya
trimester I, 30-54% dalam trimester II, 6 0 - 6 5 % dalam tetap positif saat diperiksa lebih dari 12 tahun setelah
trimester III). Sebaliknya, derajat keparahan penyakit onset. Pada beberapa kasus, IgM reaktif tidak dapat
kongenital m e n i n g k a t j i k a infeksi terjadi pada awal terdeteksi. Anti-lgE immunosorbent agglutination assay
kehamilan. Tanda-tanda infeksi saat persalinan ditemukan diduga merupakan pemeriksaan yang lebih akurat untuk
pada 21-28% dari mereka yang terinfeksi pada trimester II, mendeteksi toksoplasmosis akut. Namun, pemeriksaan ini
dan kurang dari 1 1 % pada trimester III. Ringkasnya, 10% masih perlu penelitian lebih lanjut.
mengalami infeksi berat. Pemeriksaan CT Scan otak pada pasien dengan
Manifestasi klinis toksoplasmosis kongenital termasuk ensefalitis toksoplasma (ET) menunjukkan gambaran
strabismus, korioretinitis, ensefalitis, mikrosefalus, menyerupai cincin yang multipel pada 70-80% kasus.
hidrosefalus, retardasi psikomotor, kejang, anemia, ikterus, Pada pasien dengan AIDS yang telah terdeteksi dengan
hipotermia, trombositopenia, diare, dan pneumonitis. IgG Toxoplasma gondii dan gambaran cincin yang multipel
Trias karakteristik yang terdiri dari hidrosefalus, kalsifikasi pada CT Scan sekitar 80% merupakan TE. Lesi tersebut
serebral, dan korioretinitis berakibat retardasi mental, terutama berada pada ganglia basal dan corticomeduUary
epilepsi, dan gangguan penglihatan. Hal ini merupakan junction.
bentuk ekstrim dan paling berat dari penyakit ini. MRI merupakan prosedur diagnostik yang lebih baik
Korioretinitis pada pasien imunokompeten hampir dari CT Scan dan sering menunjukkan lesi-lesi yang tidak
selalu akibat sekunder dari infeksi kongenital. Diperkirakan terdeteksi dengan CT Scon. Oleh karena itu MRI merupakan
2/3 individu dengan infeksi kongenital asimtomatik prosedur baku bila memungkinkan terutama bila pada
mengalami korioretinitis dalam hidupnya (biasanya dalam CT Scan menunjukkan gambaran lesi tunggal. Namun
4 dekade). Lebih dari 3 0 % mengalami relaps setelah gambaran yang terdapat pada MRI dan CT Scan tidak
terapi. patognomonik untuk ET. Salah satu diagnosis banding
yang penting adalah limfoma dengan lesi multipel pada
4 0 % kasus.
DIAGNOSIS Penggunaan Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam
mendeteksi Toxoplasma gondii telah digunakan dewasa ini.
Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dipastikan bila Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis dini yang cepat
menemukan takizoit dalam biopsi otak atau sumsum dan tepat untuk toksoplasmosis kongenital prenatal dan
tulang, cairan serebrospinal dan ventrikel. Tetapi dengan postnatal dan infeksi toksoplasmosis akut pada wanita
cara lapusan yang biasa takizoit sukar ditemukan dalam hamil dan penderita imunokompromais. Spesimen tubuh
spesimen ini. Isolasi parasit dapat dilakukan dengan yang digunakan adalah cairan tubuh termasuk cairan
inokulasi pada mencit, tetapi hal ini memerlukan waktu serebrospinal, cairan amnion, dan darah. Jose E Vidal et
lama. Isolasi parasit dari cairan badan menunjukkan al mendapatkan bahwa PCR memiliki sensitivitas yang
630 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
tinggi yaitu 100% dengan spesifitas 94,4%. Lamoril J et al keganasan) yang terjangkit toksoplasmosis akut harus
menunjukkan bahwa PCR memiliki spesifitas yang rendah diberi pengobatan.
(16%) bila bahan yang diambil berasal dari darah. PCR juga
menjadi negatif apabila sebelum dilakukan PCR pasien Infeksi pada Kehamilan dan Kongenital
telah diberikan pengobatan. Pada t o k s o p l a s m o s i s k e h a m i l a n , p e n g o b a t a n dapat
ditujukan untuk ibu, janin, atau bayi baru lahir. Spiramisin
merupakan antibiotik makrolid yang terkonsentrasi di
PENATALAKSANAAN plasenta, sehingga mengurangi infeksi plasenta sebesar
60%. Obat ini tidak secara terus-menerus melalui barier
Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh plasenta dan digunakan untuk mengurangi transmisi
bentuk takizoit T. gondii dan tidak membasmi bentuk vertikal. Spiramisin 3 g/hari dalam dosis terbagi 3 selama
kistanya, sehingga obat-obat ini dapat memberantas 3 minggu diberikan pada wanita hamil yang mengalami
infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi infeksi akut sejak diagnosis ditegakkan hingga kelahiran,
menahun, yang dapat menjadi aktif kembali. kecuali terbukti terjadi infeksi pada j a n i n . Pada kasus
Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik, d e m i k i a n , regimen terapi diubah ke sulfadiazin 4 g
maka dipakai sebagai kombinasi selama 3 minggu atau dan pirimetamin 25 mg, serta asam folat 15 mg/hari
sebulan. Pirimetamin menekan hemopoiesis dan dapat hingga persalinan. Risiko m e n g i d a p penyakit serius
menyebabkan trombositopenia dan leukopenia. Untuk pada kehamilan dini membawa risiko efek teratogenik
mencegah efek sampingan ini, dapat ditambahkan asam antifolat. Semua bayi baru lahir yang terinfeksi harus
folinik atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik, maka mendapat pengobatan anti T. gondii (sulfadiazin 50 mg/
obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil. kg 2 kali per hari dan pirimetamin 1 mg/kgBB/hari, serta
Pirimetamin diberikan dengan dosis 50-75 mg sehari asam folat 5 mg/kgBB/hari selama sedikitnya 6 bulan).
untuk dewasa selam 3 hari dan kemudian dikurangi Belum ada pengobatan yang menurunkan angka kejadian
menjadi 25 mg sehari (0,5-1 mg/kgBB/hari) selama korioretinitis.
beberapa minggu pada penyakit berat. Karena half-lifenya Untuk memastikan terjadinya infeksi janin, diperlukan
adalah 4-5 hari, pirimetamin dapat diberikan 2 kali/hari pemeriksaan USG dan cairan amnion untuk pemeriksaan
atau 3-4 kali sekali. Asam folinik diberikan 2-4 mg sehari. PCR dan kultur T. gondii. Pengambilan darah janin dengan
Sulfonamide dapat menyebabkan trombositopenia dan kordosentesis telah sering digunakan untuk mendeteksi
hematuria, diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari antibodi janin dan kultur T. gondii. Pengakhiran kehamilan
selama beberapa minggu atau bulan. biasanya ditawarkan pada wanita dengan serokonversi
Spiramisin adalah antibiotika makrolid, yang tidak dalam 8 minggu pertama kehamilan dan mereka yang
menembus plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi mengalami infeksi dalam 22 minggu pertama jika infeksi
tinggi di plasenta. Spiramisin diberikan dengan dosis 100 janin terbukti. Pendekatan yang lebih konservatif untuk
mg/kgBB/hari selama 30-45 hari. Obat ini dapat diberikan menganjurkan aborsi adalah hanya jika pada USG didapat
pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai hidrosefalus, meski hanya kasus dalam presentasi kecil
obat profilaktik untuk mencegah transmisi T. gondii \(.e'}ar\\n mengalami gangguan neurologik pada saat lahir.
dalam kandungannya.
Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, Infeksi pada Pasien Imunokompromais
tetapi dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa atau Pasien AIDS harus diterapi untuk toksoplasmosisnya,
kolitis ulserativa, maka tidak dianjurkan untuk pengobatan karena pada pasien imunokompromais infeksi dapat
rutin pada bayi dan wanita hamil. Kortikosteroid digunakan menjadi fatal bila tidak diobati. Regimen untuk pasien
untuk mengurangi peradangan pada mata, tetapi tidak dengan ensefalitis adalah pirimetamin (dosis awal 200 mg,
dapat diberikan sebagai obat tunggal. lanjutan 50-75 mg/hari) dan sulfadiazin (4-6 g/hari dosis
Obat makrolid lain yang efektif terhadap T. gondii terbagi 4) selama 4-6 minggu sampai tampak perbaikan
adalah klaritromisin dan azitromisin y a n g diberikan radiologik. Leucovorin (calcium folinate, 10-15 mg/hari)
b e r s a m a p i r i m e t a m i n pada penderita AIDS d e n g a n diberikan untuk pencegahan toksisitas sumsum tulang
ensefalitis t o k s o p l a s m a . Obat yang baru adalah berkaitan dengan pirimetamin. Baik pirimetamin maupun
hidroksinaftokuinon (atovaquone) yang bila dikombinasi sulfadiazin melewati sawar darah-otak. Komplikasi obat ini
dengan sulfadiazin atau obat lain yang aktif terhadap antara lain gangguan hematologik, kristaluria, hematuria,
T. gondii, dapat membunuh kista jaringan pada mencit. batu ginjal radiolusen, dan nefrotoksisitas.
Tetapi hasil penelitian pada manusia masih ditunggu. P i r i m e t a m i n dan s u l f a d i a z i n h a n y a aktif untuk
Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu takizoit, sehingga pada pasien imunokompromais terapi
diberikan pengobatan. Penderita imunokompromais (AIDS, awal harus diberikan selama 4-6 minggu. Mereka juga
TOKSOPLASMOSIS 631
harus mendapat terapi supresif seumur hidup dengan yang diturunkan sebelum terjadi konsepsi melindungi
pirimetamin (25-50 mg/hari) dan sulfadiazin (2-4 g / j a n i n dari i n f e k s i . P a s i e n i m u n o k o m p r o m a i s yang
hari). Jika sulfadiazin tidak dapat ditoleransi, kombinasi mendapat kotrimoksazol sebagai profilaksis untuk infeksi
pirimetamin (75 mg/hari) dan klindamisin (450 mg 3 kali pneumosistis juga terlindungi dari toksoplasmosis.
per hari) dapat digunakan. Serologi IgG untuk T. gondii harus dilakukan pasien
Dapsone (diaminodiphenylsulfone) merupakan sebelum dilakukannya transplantasi organ. Transplantasi
alternatif efektif pengganti sulfadiazin karena memiliki organ padat dari donor seropositif ke resipien seronegatif
waktu paruh lebih lama dan berkurangnya toksisitas. harus dihindari. Jika transplantasi seperti itu dilakukan,
Spiramisin diberikan untuk mengurangi transmisi plasenta. maka resipien harus mendapat terapi anti T. gondii
Klindamisin diabsorbsi baik oleh saluran cerna dan kadar setidaknya selama 2 bulan.
puncak dalam serum tercapai 1 -2 j a m setelah pemberian. Individu dengan HIV dan yang memiliki seronegatif
Kombinasi pirimetamin oral (25-75 mg/hari) beserta harus dihindari dari pajanan dengan parasit. Skrining
klindamisin intravena (1200-4800 mg/hari) terbukti efektif maternal masih merupakan kontroversi. Skrining serologik
untuk pasien AIDS dengan ensefalitis toksoplasmosis. Efek ditujukan untuk mendeteksi infeksi maternal akut. Namun,
samping klindamisin termasuk mual, muntah, netropenia, kadang sulit untuk menentukan apakah benar terjadi
ruam, dan kolitis pseudomembranosa. infeksi maternal akut dan janin. Saat diagnosis infeksi
Penelitian menunjukkan bahwa makrolid tunggal tidak akut ditegakkan pada wanita hamil, terapi anti T. gondii
efektif, namun kombinasi pirimetamin dan klaritromisin dan pemeriksaan lanjutan atas kemungkinan infeksi pada
tampaknya efektif. Atovaquone (750 mg 3-4 kali per janin diberikan, dan aborsi ditawarkan.
hari) merupakan pilihan bagi mereka yang intoleransi
obat lain. Glukokortikoid dapat digunakan untuk terapi
edema intraserebral. Antikonvulsan kadang diperlukan PROGNOSIS
untuk mengatasi kejang, namun harus diperhatikan
interaksi potensial antara sulfadiazin dan fenitoin. Regimen Toksoplasma akut untuk pasien imunokompeten
kotrimoksazol atau dapson beserta pirimetamin dengan mempunyai prognosis yang baik. Toksoplasmosis pada
leukovorin dapat mencegah perkembangan ensefalitis bayi dan janin dapat berkembang menjadi retinokoroiditis.
pada pasien HIV dengan seropositif T. gondii setelah Toksoplasmosis kronik asimtomatik dengan titer antibodi
jumlah limfosit CD4 berkurang hingga mencapai 100/ul. yang persisten, umumnya mempunyai prognosis yang
baik dan berhubungan erat dengan imunitas seseorang.
Toksoplasmosis pada pasien imunodefisiensi mempunyai
PENCEGAHAN prognosis yang buruk.
DEFINISI
633
634 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai
manusia iaiah L icterohaemorrhaglca dengan reservoar mikroskop biasa dapat dideteksi adanya gerakan
tikus, L canicola dengan reservoar anjing dan L. pomona leptospira dalam urine. Diagnostik pasti ditegakkan
dengan reservoar sapi dan babi. dengan ditemukannya leptospira pada darah atau urine
atau ditemukannya hasil serologi positip. Untuk dapat
berkembang biaknya leptospira memerlukan lingkungan
EPIDEMIOLOGI optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat,
PH air/tanah yang netral, dimana kondisi ini ditemukan
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, disemua benua sepanjang tahun di daerah tropis.
kecuali benua A n t a r t i k a , n a m u n terbanyak didapati
didaerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang
piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut PENULARAN
atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai,
musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau
binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal/ tanah, lumpuryang telah terkontaminasi oleh urine binatang
air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
L. icterohaemorrhaglca penyebab leptospirosis pada terjadi luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air
manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urin
membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan
tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus dan ikut penyakit ini, bahkan air yang deraspun dapat berperan.
mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang
di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama pada
adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi utuh j u g a dapat menularkan leprospira. Orang-orang
terjadi selama musim hujan. yang mempunyai risiko tinggi mendapat penyakit ini
Leptospirosis mengenai paling kurang 160 spesies adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan,
mamalia. Ada berbagai jenis pejamu dari leptospira, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong
mulai dari mamalia yang berukuran kecil di mana manusia hewan atau orang-orang yang mengadakan perkemahan
dapat kontak dengannya, misalnya landak, kelinci, tikus di hutan, dokter hewan. Faktor risiko tertular leptospirosis
sawah, tikus rumah, tupai, musang, sampai dengan reptil terdapat pada tabel 1.
(berbagai jenis katak dan ular), babi, sapi, kucing,dan
anjing. Binatang pengerat terutama tikus merupakan
l^bei iTRIsiko Penularan Leptospirosis
reservoar paling banyak. Leptospira membentuk
Kelompok Kelompok
h u b u n g a n s i m b i o s i s d e n g a n p e j a m u n y a dan dapat Kelompok Pekerjaan
Aktivitas Lingkungan
menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan
Petani dan peternak Berenang Anjing piaraan
bahkan bertahun-tahun. Beberapa serovar berhubungan
Tukang potong hewan di sungai Ternak
dengan binatang tertentu, seperti L. icterohaemoragiae/
P e n a n g k a p / p e n j e r a t Bersampan Genangan air hujan
copenhageni dengan tikus, L grippotyphosa dengan voles hewan Kemping Lingkungan tikus
(sejenis tikus), L hardjo dengan sapi, L canicola dengan Dokter/Mantri Hewan Berburu Banjir
anjing dan L. pomona dengan babi. Penebang kayu Kegiatan
International Leptospirosis Society menyatakan Pekerja selokan di hutan
Pekerja perkebunan
Indonesia sebagai negara dengan insidens leptospirosis
tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera PATOGENESIS
Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput
Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu
di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
leptospirosis dengan 20 kematian. respon imunologi baik secara selular maupun humoral
Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi
berupa kesulitan dalam melakukan diagnostik a w a l . spesifik. walaupun demikian beberapa organisme ini masih
LEPTOSPIROSIS 635
bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi J a n t u n g . Epikardium, endokardium dan miokardium
seperti di dalam ginjal di mana sebagian mikro organisme dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus
akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan berupa intersitital edema dengan infiltrasi sel mononuklear
dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi
air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium
infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun- dan endokardium
tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan
Otot rangka. Pada otot rangka, terjadi p e r u b a h a n -
fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan
p e r u b a h a n b e r u p a lokal n e k r o t i s , v a k u o l i s a s i d a n
cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin.
kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme
d i s e b a b k a n invasi l a n g s u n g l e p t o s p i r a . Dapat j u g a
hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
ditemukan antigen leptospira pada otot.
Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu
Tiga m e k a n i s m e y a n g terlibat pada patogenese IMata. Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata
leptospirosis: invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan
spesifik, dan reaksi imunologi. walaupun antibodi yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini
akan menyebabkan uveitis.
^ b e l 2.' (SamEKsranlclfnlls^ paSta Leptospirosis ^ nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik,
d e m a m y a n g tidak diketahui asalnya dan diatetesis
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus,
hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai
anoreksia, mialgia, conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikerus, hepatomegali, ruam kulit, foto pobi pankreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang
riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan,
risiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul
diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, periferal
neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimidis, hematemesis, mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri
asites, miokarditis otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai d e m a m , bradikardia, nyeri
dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa tekan otot, hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan
sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal
dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju
dengan hiperestesi kulit, d e m a m tinggi yang disertai endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai protein
menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah uria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat,
disertai mencret, bahkan pada sekitar 2 5 % kasus disertai bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase.
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit BUN, ureum dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi
berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke komplikasi pada ginjal.Trombositopenia terdapat pada
3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk cairan tubuh dan serologi.
makular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang
Kultur. Dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS
dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati.
segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan
Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien
kultur g a n d a d a n m e n g a m b i l s p e s i m e n p a d a fase
akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan
leptospiremia serta belum diberi antibiotik. Kultur urine
organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal
diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Pada spesimen
3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih
yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan.
berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Serologi. Jenis uji serologi dapat dilihat pada tabel 3.
Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun. Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan
cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Fase Imun Reaction (PCR), silver stain atau fluroscent antibody stain,
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dan mikroskop lapangan gelap.
dapat timbul demam yang mencapai suhu 400 C disertai
menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang Tabel 3. Jenis Uji Serologi pada Leptospirosis
menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama
Microscopic Agglutination Macroscopic Slide
otot betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala
Test {MAT) Agglutination Test (IVISAT)
kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan
Uji carik celup : Enzyme linked immunosorbant
paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, petechiae,
- Lepto Dipstick ossoy (ELISA)
epistaksis, p e r d a r a h a n gusi m e r u p a k a n manifestasi
- LeptoTek Lateral Flow Microcapsule agglutination test
perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan
Aglutinasi lateks kering Patoc - slide agglutination test
conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda
{LeptoTek Dry-Dot) (PSAT)
patognomosis untuk leptospirosis.
Indirect fluorescent antibody Sensitized erythrocyte lysis test
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini,
test (IFAT) (SEL)
walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi
Indirect haemagglutination Counter immune electrophoresis
pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-
test (IHA) (CIE)
tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu,
Uji aglutinasi lateks
tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini
Complement fixation test (CFT)
leptospira dapat dijumpai dalam urin.
DIAGNOSIS PENGOBATAN
Pada umumnya diagnosis awal leptosirosis sulit, karena Pengobatan s u p o r t i f d e n g a n o b s e r v a s i ketat untuk
pasien biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi,
LEPTOSPIROSIS
637
1999; 61 : 731-4,.
Widarso, Gasem M H , Purba W, Suharto T, Ganefa S (Editor)
: Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus
Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Sub Direktorat
Zoonosis, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen
Kesehatan, 2004
Syam A F , Pohan H T , Zulkarnain I. Patogenesis dan Diagnosis
Leptospirosis, M K I , 1997: 47 (12) : 636 - 39.
W i d o d o DJ. Manifestasi K l i n i k d a n K e m a t i a n P e n d e r i t a
Leptospirosis di R S C M dan RS Persahabatan Jakarta tahun
1992 - 1996. Dexa Media, 1998 (11): 10 - 3.
Zulkamaen I. Leptospirosis at Dr. Cipto Mangunkusumo and
Persahabatan Hospital, Review of 104 cases MJI, 2000 : 9 (4)
: 271 - 75.
G i l l G V , Beeching NJ : Lecture notes on Tropical Medicine,
5th Edition, Blackwell Science Ltd, Blackwell Publishing
Company, Massachusetts, 2004, p.272 - 4
Everard C O R , Everard JD. Leptospirosis In : G o l d s m i t h R,
Heynemen D (eds). Tropical Medicine and Parasitology.
London : P H I Inc; 1992.p. 155 - 9.
Haake D A , Dundoo M, Cader R, et a l : Leptospirosis, water sport
and chemoprophylaxis, C I D , 2002 (34): 40 - 3.
Bal A E , G r a v e k a m p C , H a r t s k e e r l R A , et al : Detection
of Leptospires in urine by P C R for early diagnosis of
Leptospirosis, JCM, 1994 (32), No.8.
Lomar A V , Diament D, Torres JR: Leptospirosis in Latin America,
I D C of North America, 2000.
Faine S. Leptospira and Leptospirosis. Florida. C R C Press. 1997
: 1 -17.
Daher E , Dirce M, Zanetta T (eds) : Risk faktor for death and
changing pattern in Leptospirosis. Acute renal failure,
American J. Europ. Med, 1999 : 630 - 4.
Chaparro S, Montoya J G : Borrelia & Leptospira Species, In Wilson
WR, Sande M A (Eds) : Current Diagnosis & Treatment in
Infectious Diseases, International Edition. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill, Medical Publishing Division;
2001.p.686 -8.
84
TETANUS
Gatoet Ismanoe
639
640 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
anaerob yang ditenriukan di tanah dan kotoran binatang. patogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara
Berbentuk batang dan mennproduksi spora, memberikan umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang
gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
terlihat.^ C.tetani merupakan bakteri yang motile karena Tetanospasmin adalah protein tunggal dengan berat
memiliki flagella, dimana menurut antigen flagella nya, molekul 150 kDa, yang terbagi menjadi 2 rantai, rantai
dibagi menjadi 11 strain. Namun ke sebelas strain tersebut berat (100 kDa) dan rantai ringan (50 kDa), dihubungkan
m e m p r o d u k s i neurotoksin y a n g sama.^ Spora y a n g oleh ikatan disulfida.Toksin ini ditransportasikan secara
diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen intra axonal menuju nuklei motorik dari saraf pusat.
desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora, Sekuensi asam amino dari tetanospasmin ini identik
C.tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa dengan toksin yang dihasilkan Clostridium botulism,
menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 121 °C namun pada C.botulism, toksin tidak ditransportasikan
selama 15-20 menit) ^^Gambar 1). ke susunan saraf pusat sehingga memiliki gejala klinis
yang berbeda.^^
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf melalui otot
dimana terdapat suasana anaerobic yang memungkinkan
C.tetani untuk hidup dan m e m p r o d u k s i toksin. Lalu
setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan
d i t r a n s p o r t a s i k a n s e c a r a retrograde menuju saraf
presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja.
Toksin tersebut akan menghambat pelepasan
transmitter inhibisi dan secara efektif m e n g h a m b a t
inhibisi sinyal interneuron. Tapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid
(GABA) yang spesifik menginhibisi neuron motorik. Hal
tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari
sistem saraf motorik. Selain sistem saraf motorik, sistem
saraf otonomikjuga terganggu. Peningkatan katekolamine
Gambar 1. Clostridium tetani, dengan bentukan khas "drum- mengakibatkan komplikasi kardiovaskular^^
stick" pada bagian bakteri yang berbentuk bulat tersebut spora
dari C.tetani dibentuk. (dengan pembesaran mikroskop 3000x).
(Sumber: http://www2.cedarcrest.edu/academic/bio/hale/biot_eid/lec-
tures/tetanus-pathogen.html) G A M B A R A N DAN TANDA KLINIS
diperantarai oleli susunan saraf perifer bagian bawah. Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Tetanus Berdasar
Biasa terjadi setelah kecelakaan pada daerah wajah dan Ablet'
leher.Sering gejalanya agak membingungkan, seperti
Derajat ^"9**^* Gejala
disfagia, trisnnus dan focal cranial neuropathy. Namun Keparahan
dengan perjalanan penyakit dapat timbul parese wajah, 1 Ringan Trismus ringan, kekakuan general,
disfagia serta gangguan pada otot ekstraokular. Pada tanpa gangguan respirasi, tanpa
beberapa kasus tetanus cephalic mengakibatkan tetanus disfagia maupun spasme
ophthalmologic, supranuclear oculomotor palsy serta 2 Sedang Trismus sedang, kekakuan, disertai
sindroma Horner. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena spasme namun hanya sebentar,
disfagia ringan, gangguan respirasi
proses kebersihan saat melahirkan tidak bersih. Biasa
sedang, frekuensi napas > 30x/menit
terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai oleh
3 Berat Trismus berat, kekakuan disertai
k e l e m a h a n dan k e t i d a k m a m p u a n m e n y u s u , kadang
spasme yang berlangsung terus
disertai opistotonus. " Pada tetanus sering juga disertai menerus, disfagia berat, frekuensi
gangguan otonomik berupa tekanan darah yang labil napas > 40x/menit, kadang disertai
(takikardia maupun bradikardia), peningkatan respirasi periode apneu, frekuensi nadi >
serta juga hiperpireksia. ^ 120x/menit
4 Sangat Grade 3 disertai gangguan otonomik
berat
Keterangan: Berdasar klasifikasi ini derajat lebih dari 2,
DIAGNOSIS kemungkinan terjadi obstruksi jalan napas tinggi, sehingga pada
pasien dengan derajat 2 atau lebih, trakeostomi dini berguna
Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya d e n g a n mencegah obstruksi jalan napas atau kesulitan dalam mengatasi
berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan fisik. masalah sekresi
Pemeriksaan kultur C.tetani pada luka, hanya merupakan
penunjang diagnosis. Menurut WHO, adanya trismus, tunggal secara intramuskular sudah cukup, namun hati-
atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri serta hati reaksi anafilaktoid.^
biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup untuk Antibiotik :, pilihan antibiotik adalah metronidazole
menegakkan diagnosis ^ 500 mg setiap 6 jam (baik secara IV maupun secara oral)
selama 7 hari. Alternatif lain adalah Penicillin G 100.000-
200.000 lU/kgBB/hari secara intravena, terbagi 2-4 dosis.
KLASIFIKASI Tetrasiklin, makrolid, klindamisin, sefalosporin serta
kotrimoksasole juga cukup efektif. ^
Menurut derajat keparahannya tetanus dapat dibagi Pengontrolan spasme otot : Benzodiazepin lebih
menjadi 4 (menurut klasifikasi Ablet), yaitu ringan, sedang, disukai. Diazepam dapat ditingkatkan dititrasi perlahan 5
berat dan sangat berat. (tabel 1) mg atau lorazepam 2 mg, sampai tercapai kontrol spasme
tanpa sedasi maupun depresi napas yang berlebihan
(maksimal 600 mg/hari). Pada anak, dosis dapat dimulai
PENATALAKSANAAN dari 0,1-0,2 m g / k g berat b a d a n , d i n a i k k a n s a m p a i
tercapai kontrol spasme yang baik. Magnesium sulfat
Manajemen penanganan tetanus secara umum adalah bersama dengan benzodiazepin dapat digunakan untuk
suportif Strategi utamanya adalah menghambat pelepasan mengontrol spasme dan gangguan autonomik dengan
toksin, untuk menetralkan toksin yang belum terikat, dosis loading 5 gram (75mg/kgBB) secara intravena,
meminimalkan efek dari toksin dengan mempertahankan dilanjutkan dengan dosis 2-3 gram/jam sampai spasme
jalan napas yang adekuat.^ terkontrol. Untuk mencegah overdosis diperlukan monitor
Penanganan umum, sebisa mungkin tempat perawatan refiek patelan Jika refiek patelar menghilang maka dosis
pasien tetanus dipisahkan, sebaiknya ditempatkan pada obat harus diturunkan. Obat lain yang dapat digunakan
ruangan khusus. Ruangan yang tenang serta terlindungi adalah klorpromasin (50-150 mg secara intramuskular
dari stimulasi taktil dan suara. Luka yang merupakan tiap 4-6 j a m pada dewasa, atau 4-12 mg IM , tiap 4-6 j a m
sumber infeksi sebaiknya segera dibersihkan.^ pada anak-anak) ^
Imunoterapi : jika memungkinkan berikan tetanus Kontrol gangguan autonomik : magnesium sulfat
immunoglobulin manusia (TIG) 500 unit secara IM atau seperti diatas, penggunaan beta bloker, seperti propranolol,
IV (tergantung sediaan) sesegera mungkin. ^ Pemberian saat ini kurang direkomendasikan karena berhubungan
equine antitoksin juga bisa untuk menginaktifkan toksin. dengan kematian. Penggunaan labetalol (penghambat
Pemberian 10.000-20.000 U equine antitoksin dosis reseptor adrenergik alfa dan beta) secara parenteral.
642 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
PENDAHULUAN mulai dari yang paling ringan seperti gejala influensa biasa
sampai obstruksi saluran napas yang dapat menyebabkan
Difteri adalah infeksi akut yang terjadi secara lokal pada kematian.
m e m b r a n a nnukosa atau kulit yang disebabkan oleh
bakteri dari genus Corynebacteria yang terdiri dari spesies
Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacteria non- DEFINISI
difteri . Corynebacteria berasal dari bahasa Yunani yaitu
koryne yang berarti gada dan bacterion, yang berarti Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang terjadi
batang kecil. Corynebacteria adalah bakteri grann positif, secara lokal pada mukosa atau kulit, yang disebabkan
aerobik atau anaerob fakultatif dan pada u m u m n y a oleh basil Gram positif Corynebacterium diphtheriae dan
bersifat nonmotil.^ Corynebacteria ulcerans yang ditandai oleh terbentuknya
Peyakit ini pertama kali dilaporkan pada abad ke-5 eksudat berbentuk membran pada tempat infeksi dan
SM oleh Hippocrates. Difteri sering bermanifestasi pada diikuti gejala umum yang ditimbulkan eksotoksin yang
saluran p e r n a p a s a n atas dan kulit. Infeksi biasanya diproduksi oleh basil ini.^
terjadi pada musim semi atau musim dingin. Difteri
tanpa pengobatan antibiotik dapat menular selama 2-6
minggu. EPIDEMIOLOGI
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
epidemi difteri tetap menjadi ancaman kesehatan di Difteri tetap endemik di beberapa negara pada tahun
negara berkembang.^ Epidemi terbesar y a n g terjadi 1970-an, dengan tingkat kejadian yang dilaporkan lebih
sejak pelaksanaan program-program vaksin secara luas 1,0 per juta penduduk di Alaska, Arizona, Montana, New
di 1990-1995, adalah epidemi difteri di Federasi Rusia, Mexico, South Dakota, dan Washington \ Sebagian besar
yang menyebar ke semua negara yang baru merdeka dan infeksi ini dikaitkan dengan vaksinasi lengkap. Di Amerika
daerah baltik. WHO melaporkan epidemi ini menyebabkan Serikat, saat ini terjadi secara sporadis, sebagian besar
lebih dari 157.000 kasus dengan 5000 kematian (80%) dari terjadi di antara penduduk asli Amerika, tunawisma,
kasus yang dilaporkan di seluruh dunia selama periode kelompok sosioekonomi rendah, dan pecandu alkohol^.
1990-1995, dengan tingkat kematian tertinggi terjadi pada Di Amerika Serikat sejak pengenalan dan meluasnya
usia > 40 tahun. penggunaan toksoid difteri pada tahun 1920, difteri
Populasi yang paling rentan terhadap infeksi adalah pernapasan telah terkontrol dengan baik, dengan kejadian
mereka yang tidak diimunisasi, atau memiliki kadar sekitar 1000 kasus setiap tahunnya. Sebelum vaksinasi,
antibodi antitoksin yang rendah, atau orang yang terpapar terjadi 200.000 kasus terjadi setiap tahun . ^
dengan individu yang sakit atau carrier. Carrier adalah Sejak tahun 1980 infeksi diphtheria pada orang
seseorang dengan kultur positif untuk spesies difteri tetapi yang diimunisasi, telah menurun (<5 kasus per 100.000
tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala. Manifestasi penduduk), meskipun pada orang yang diimunisasi, dapat
klinis tergantung lokasi infeksi, imunitas penderita dan ada/ terjadi infeksi kejadian penyakitnya menurun demikian juga
tidaknya toksin yang beredar dalam sirkulasi darah. Gejala keparahan penyakit. Orang yang belum pernah diimunisasi
643
644 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
atau yang tidak lengkap diimunisasi merupakan kelompok kekebalan yang berasal dari ibu berkurang ^^Setelah
y a n g berisiko infeksi. Di A m e r i k a Serikat, kelompok program vaksinasi, difteri pada anak menurun secara
ini t e r u t a m a terdiri dari i n d i v i d u miskin dan k a u m dramatis. Saat ini, kejadian, difteri meningkat pada remaja
imigran. Infeksi yang disebabkan oleh Corynebacteria dan usia 40 atau lebih tua Hal ini berhubungan dengan
nondiphtherial yang dilaporkan umumnya berhubungan status imunisasi yaitu imunisasi yang tidak lengkap, tidak
dengan alat- alat medis seperti kateter intravaskular, katup pernah diimunisasi, vaksin tidak efektif atau tidak respon
buatan, Moazzez et al (2007) menemukan bahwa 16% dari terhadap vaksinasi, dan tidak menerima booster setelah
abses payudara di sebuah rumah sakit daerah perkotaan vaksinasi sebelumnya. Menurut penelitian imunologi,
dikarenakan infeksi difteri" seseorang harus memiliki tingkat antitoksin lebih besar
Pada epidemi di Latvia tahun 1993-2003, dilaporkan 0,1 IU / I mL untuk kekebalan yang optimaP"
1359 kasus difteri dengan 101 kematian. Jumlah kasus Untuk memenuhi kadar ini dibutuhkan booster pada
menurun dari 3,9 kasus per 100.000 kasus pada 2001 usia 11-12tahun dan setiap l O t a h u n sesudahnya. Booster
menjadi 1,12 kasus per 100.000 penduduk pada tahun toksoid, tanpa tetanus, disetujui untuk wanita hamil jika
2003. Kasus yang terjadi umumnya pada orang dewasa titer antitoksin mereka kurang dari 0,1 IU /mL ^^^^
yang tidak divaksinasi. Di Inggris pada tahun 1995-2002,
dilapotkan 17 kasus difteri kulit'
Pada awal tahun 1990, Organisasi Kesehatan Dunia PATOGENESIS
(WHO) melaporkan endemik difteri di beberapa bagian
dunia (Brasil, Nigeria, India, Indonesia, Filipina, beberapa Kepadatan penduduk, higiene dan sanitasi yang buruk,
bagian dari Uni Soviet khususnya St Petersburg dan mobilisasi, imunisasi tidak lengkap, fasilitas kesehatan
M o s k o w ) . ' Republik Kyrgyz antara 1994-1998 t a h u n yang kurang dan pasien immunocompromised, merupakan
terjadi peningkatan epidemiologi difteri dilaporkan 676 faktor risiko penularan penyakit ini^ Manusia merupakan
pasien difteri pernapasan. Insiden tertinggi terjadi pada host utama dari infeksi ini, namun dilaporkan penyakit ini
umur 15-34 tahun, 70% kasus berusia datas 15 tahun. juga dapat menyerang ternak^^^^ Pasien yang terinfeksi
Miokarditis terjadi pada 151 pasien (22%), dan 19 pasien dan karier dapat menularkan C. difteri langsung melalui
meninggal (3%).^° droplet pernapasan, dan sekret nasofaring dan secara
E p i d e m i di R e p u b l i k G e o r g i a dari 1993-1996, tidak langsung melalui debu, baju, ataupun benda yang
dilaporkan 659 kasus dengan 68 kasus meninggal (10%). terkontaminasi.^'^ Pada difteri kulit, penyebarannya melalui
Lebih dari 50% kasus kematian pada anak usia kurang kontak dengan eksudat dan sekret saluran pernapasan
dari 14 tahun (tingkat fatalitas kasus 16%) dan pada Bakteri biasanya memasuki tubuh melalui saluran
orang dewasa berusia 40-49 tahun (tingkat fatalitas kasus pernapasan bagian atas, tapi dapatjuga masuk melalui kulit,
19%). " saluran genital, atau mata. Permukaan se\C difteri memiliki
Di .RS. Dr M.Jamil Padang selama 3 tahun (1990- 3 struktur pilus yang berbeda: poros pilus utama (SpaA)
1992) ditemukan 48 kasus ,sedangkan di RS.Dr.Wahidin dan 2 pili kecil (SpaB, Spac). Kepekaan terhadap sel epitel
Ujung Pandang didapatkan 39 kasus selama 3 tahun pernapasan dapat sangat berkurang dengan menghalangi
(1987-19890)12 produksi dari dua pili kecil atau dengan menggunakan
Sebelum penggunaan vaksin pada tahun 1920, insiden antibodi yang diarahkan terhadap mereka^
penyakit pernapasan adalah 100-200 kasus per 100.000 C. difteri dalam hidung atau mulut, berkembang pada
penduduk di Amerika Serikat dan menurun menjadi 0,001 sel epitel mukosa saluran napas atas terutama pada tonsil,
kasus per 100.000 penduduk^ kadang- kadang ditemukan di kulit dan konjungtiva atau
Angka kematian karena difteri berkisar antara 5-10%, genital. Basil ini kemudian menghasilkan eksotoksin, yang
lebih tinggi sampai 2 0 % pada anak-anak dengan usia dilepaskan oleh endosom,sehingga menyebabkan reaksi
kurang dari< 5 tahun dan dewasa usia lebih dari 40 inflamasi lokal, selanjutnya terjadi kerusakan jaringan
tahun. Imunisasi berpengaruh besar terhadap angka dan nekrosis. Toksin terdiri dari dua fragmen protein
kematian. Sebagian besar kematian terjadi pada hari 3-4, pembentuk^ Fragmen B berikatan dengan reseptor pada
karena asfiksia akibat infeksi membran faring atau karena permukaan sel pejamu yang rentan, dan sifat proteolitiknya
miokarditis. Pada keadaan sepsis mortalitas mencapai memotong lapisan membran lipid, sehingga membantu
30-40%« fragmen A masuk ke dalam sel pejamu. Selanjutnya
Predileksi ras untuk difteri telah dilaporkan,berdasarkan akan terjadi peradangan dan destruksi sel epitel yang
jenis kelamin. Tidak ada perbedaan kejadian difteri pada akan diikuti nekrosis. Pada daerah nekrosis ini terbentuk
laki-laki dan perempuan. Difteri merupakan penyakit pada fibrin, yang kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih,
anak-anak, terutama pada usia kurang dari 12 tahun. Bayi akibatnya terbentuk patchy exudat yang pada awalnya
rentan terhadap penyakit ini pada usia 6-12 bulan, setelah dapat terkelupas. ^
DIFTERI 645
Pada keadaan lebih lanjut toksin yang diproduksi Gen fox diatur oleh zat besi yang berikatan dengan
lebih banyak,sehingga daerah nekrosis makin luas dan corynebacterial represor {DtxR). Dengan adanya besi ferro,
dalam sehingga terbentuk eksudat fibrosa (membran kompleks DtxR-besi menempel pada operon gen fox,
palsu) yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, selanjutnya transkripsi terhambat, molekul DtxR dilepaskan
sel lekosit, sel eritrosit yang berwarna abu-abu sampai dan gen fox ditranskripsi. Pengikatan besi ferro menjadi
hitam. Membran ini sulit terkelupas, kalau dipaksa akan molekul DtxR m e m b e n t u k kompleks y a n g mengikat
menimbulkan perdarahan^ operator gen fox dan menghambat transkripsi. ^
Pada u m u m n y a infeksi C diphtheriae tumbuh Toksin adalah polipeptida tunggal yang terdiri dari
secara lokal dan menghasilkan racun yang menyebar domain (A) yang aktif, domain (B) yang berikatan, dan
secara homogen. Karakteristik membran difteri tebal, segmen hidrofobik yang dikenal sebagai domain T, yang
kasar, berwarna kelabu-biru atau putih dan terdiri dari membantu melepaskan bagian aktif dari polipeptida ke
bakteri, epitel nekrotik, makrofag, dan fibrin. Membran dalam sitoplasma. Pada sitosol, domain A mengkatalisis
melekat pada dasar mukosa. Membran dapat menyebar transfer molekul adenosin difosfat-ribosa sebagai
ke bronkial, menyebabkan obstruksi saluran pernapasan faktor elongasi (misalnya, pemanjangan faktor 2 [EF2])
dan d i s p n e u l bertanggung j a w a b untuk sintesis protein, akibatnya
Kekebalan karena vaksinasi akan berkurang dari terjadi k e m a t i a n sel karena sintesis s e m u a protein
waktu ke waktu, hal ini, mengakibatkan peningkatan dalam sel terhambat. Pada tahun 1890, von Behring dan
risiko tertular penyakit dari karrier, meskipun imunisasi Kitasato menunjukkan bahwa dosis toksin sub-letal dapat
sebelumnya lengkap . Dengan meluasnya cakupan menginduksi terbentuknya antibodi penetralisir terhadap
vaksinasi, kasus strain penyakit invasif nontoksikogenik racun, hal ini kemudian digunakan sebagai anti serum
meningkat.i^ pasif untuk melindungi hewan terhadap kematian setelah
K e r u s a k a n j a r i n g a n lokal m e n y e b a b k a n t o k s i n infeksi ^
menyebar melalui aliran limpa dan hematogen ke organ Pada awal 1900-an, penggunaan panas dan formalin
lain, seperti miokardium, ginjal, dan sistem saraf. Strain terbukti dapat membuat toksin tidak beracun. Ketika
nontoksikogenik cenderung menyebabkan infeksi ringan, disuntikkan ke p e n e r i m a , toksin dapat m e n g i n d u k s i
tetapi dengan berjalannya program imunisasi dilaporkan antibodi. Pada tahun 1930-an, banyak negara Barat mulai
kasus strain nontoksikogenik difteri C dapat menyebabkan menggunakan program imunisasi toksoid ini.''
penyakit invasif ^ Toksin dapat menyerang j a n t u n g , ginjal, dan
Infeksi C diphtheriae ditandai peradangan lokal, saraf perifer. Pada j a n t u n g terjadi pembesaran karena
di saluran pernapasan bagian atas, dan berhubungan m i o k a r d i t i s , ginjal m e m b e n g k a k karena p e r u b a h a n
dengan toksin pada jantung dan penyakit saraf. Strain jaringan interstisial. Pada saraf perifer motor dan serat
C diphtheriae terdiri dari : gravis, intermedius, dan mitis. s e n s o r i k terjadi p e r u b a h a n d e g e n e r a t i f lemak dan
Semua strain menghasilkan toksin yang identik, strain disintegrasi selubung meduler. Demikian j u g a sel-sel
gravis lebih virulen karena terbentuk toksin lebih cepat tanduk anterior dan kolom posterior medulla spinalis ,
dan menguras pasokan besi lokal, sehingga produksi dapat terjadi tanda-tanda perdarahan, meningitis, dan
toksin awal lebih besar Produksi racun dikodekan pada ensefalitis. Kematian terutama disebabkan obstruksi
gen tox, yang, dilanjutkan oleh fag beta lisogenik. Ketika pernapasan oleh membran atau efek toksik pada sistem
DNA fag terintegrasi ke materi genetik bakteri, bakteri jantung atau saraf.^"
akan meningkatkan kemampuan memproduksi toksin
polipeptida. ^
GEJALA DAN TANDA
tox gene
Onset gejala difteri umumnya memiliki masa inkubasi
• Transcription
2-5 hari (kisaran, 1-10 hari) Gejala awalnya bersifat
DtxR u m u m dan tidak spesifik, sering menyerupai infeksi
virus pernapasan atas. Kelainan pernapasan dimulai
toxPO
dengan sakit tenggorokan dan radang faring ringan.
2*
Pembentukan pseudomembran lokal atau penggabungan
tox gene
DteR dapat terjadi pada bagian m a n a p u n dari saluran
• Transcription
p e r n a p a s a n . P s e u d o m e m b r a n ini d i t a n d a i d e n g a n
DtxR
pembentukan lapisan abu-abu padat yang terdiri dari
campuran sel-sel mati, fibrin, sel darah merah, leukosit,
Gambar 1. Mekanisme kerja toksin C diphtheriae dan organisme.2°2'
646 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Pembentukan membran tebal adalah karakteristik irama jantung mendua (pansistolik gallop) dan aritmia
untuk infeksi difteri pada faring posterior. Pelepasan (fibrilasi atrium). Pada pemeriksaan elektrokardiografi
membran akan menyebabkan perdarahan dan edema ditemukan tanda- tanda miokarditis berupa low voltage,
m u k o s a . Distribusi m e m b r a n bervariasi dari daerah depresi segmen ST, gelombang T terbalik dan tanda-tanda
lokal (misalnya, tonsil atau, faring) sampai meluas ke blok mulai dari pemanjangan interval PR sampai blok
trakeobronkial. Membran ini sangat menular, sehingga AV total. Penyembuhan miokarditis sampai sempurna
tindakan pencegahan harus dilakukan ketika memeriksa membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan.
atau merawat pasien yang terinfeksi. Kombinasi adenopati Kelainan sistem saraf bisa terjadi pada 7 5 % pada
mukosa leher dan pembengkakan limfe menyebabkan penderita difteri yang berat. Saat timbulnya kelainan
t a m p i l a n seperti "buffalo humps" pada pasien y a n g ini bervariasi tergantung kepada j u m l a h toksin yang
terinfeksi. Penyebab kematian yang paling sering adalah diproduksi, dan cepat/lambatnya pemberian anti toksin.
obstruksi jalan napas atau sesak napas berikut aspirasi Biasanya terjadi paralisis secara bilateral, motorik lebih
pseudomembran dominan dari sensorik. Daerah yang pertama kali terkena
Difteri kulit adalah penyakit yang ditandai dengan adalah palatum. Umumnya terjadi pada minggu ke-2
ulkus yang ditutupi membran a b u - a b u . Ulkus sering sampai dengan ke-8 setelah terinfeksi, ditandai dengan
koinfeksi dengan Staphylococcus aureus dan streptokokus gejala-gejala suara (sengau), kesulitan menelan dan
grup A. Bentuk difteri kulit sering ditemukan di daerah regurgitasi cairan ke rongga hidung sewaktu menelan.
d e n g a n populasi miskin dan p e c a n d u a l k o h o l . Lesi Pada pemeriksaan fisik ditemukan gerakan palatum
kulit difteri menular, dan bakteri dari lesi kulit dapat b e r k u r a n g , paralisis otot m a t a y a n g m e n i m b u l k a n
menyebabkan infeksi faring sehingga menjadi reservoir penglihatan ganda, kesukaran akomodasi, dan strabismus
untuk infeksi. i n t e r n a l , s e r t a paralisis n e r v u s f r e n i k u s y a n g d a p a t
Pasien dengan difteri pada umumnya datang dengan menimbulkan paralisis d i a f r a g m a . Selanjutnya dapat
keluhan-keluhan berikut: terjadi paralisis ekstremitas inferior disertai kehilangan
Demam (jarang > 103° F) (50-85%) dan kadang- refleks tendon dan peningkatan kadar protein cairan
kadang menggigil cerebrospinal, sehingga secara klinis sukar dibedakan
Malaise dengan sindroma Guillain Barre.^"'^'
Sakit tenggorokan (85-90%) Organ tubuh lain yang mungkin terlibat adalah:
Sakit kepala Mukosa membran saluran urogenital, saluran cerna
Limfadenopati saluran pernapasan dan pembentukan dan konjungtiva. Perdarahan pada konjungtiva dan
pseudomembran (sekitar 50%) disolusi kofnea juga bisa terjadi.
Suara serak, disfagia (26-40%) Nekrosis pada ginjal, hati dan kelenjar adrenal.
Dispnea, stridor pernapasan, mengi, batuk. Pada kasus-kasus berat yang terjadi secara sporadik,
dapat timbul artritis, osteomielitis dan abses limpa,
Difteri pernapasan cepat berlanjut menjadi gagal
yang tidak j a r a n g menimbulkan bakteriemia dan
pernapasan karena obstruksi jalan napas atau aspirasi dari
sepsis.
pseudomembran ke trakeobronkial. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kesulitan bernapas, takikardi dan pucat. Pada difteri nasal anterior keluhan dan gejala terjadi
Pada saluran pernapasan ditemukan pseudomemberan secara perlahan- lahan dan terselubung,dimulai dengan
yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Mukosa serangan seperti gejala common cold (demam, lesu dan
membran edema, hiperemis dengan epitel yang nekrosis, rhinorea), diikuti oleh produksi nasal discharge, yang
2. Biasanya berbentuk berkelompok, tebal, fibrinous dan bersifat serosanguineu, kemudian menjadi purulen disertai
berwarna abu- abu kecoklatan yang terdiri dari lekosit, krusta sehingga terjadi ekskoriasi pada lubang hidung dan
eritrosit sel epitel saluran napas yang mati, dan mudah bibir atas. Membran bisa terbentuk pada salah satu atau
berdarah bila dilepas dari dasarnya."^^^^ kedua rongga hidung. Absorpsi toksin kedalam sirkulasi
Membran ini biasa ditemukan di palatum, faring, darah terjadi secara perlahan lahan dalam jumlah yang
epiglotis, laring, trakea sampai daerah trakeobronkus. kecil, sehingga miokarditis dan paralisis jarang terjadi. Tipe
Pada pemeriksaan leher ditemukan edema tonsil, uvula, difteri ini sangat berbahaya bagi masyarakat karena sangat
daerah submandibular, dan leher bagian depan, diikuti infektif, sedangkan gejala-gejalanya ringan , sehingga
dengan gejala suara parau, stridor, dan bisa ditemukan kadang- kadang tidak terdiagnosis.
pembesaran kelenjar getah bening servikalis anterior. Pada keadaan berat (difteri hipertoksik, malignant),
Miokarditis bisa terjadi pada 6 5 % dari penderita difteri, dan terutama pada difteri f a u s i a l , terlihat pasien g a d u h
10-25% diantaranya mengalami disfungsi miokard dengan gelisah, pucat, mulut terbuka, tidak mau minum/makan,
manifestasi klinis berupa takikardi, suara jantung melemah. pembesaran kelenjar getah bening leher, priodontitis,
DIFTERI 647
pembengkakan jaringan lunak daerah leher ,sehingga Elekprecipitin test, telah mulai dilakukan sejak tahun
menyerupai leher sapi j a n t a n {buUneck), nadi cepat, 1949, dan masih dipakai sampai sekarang, walaupun
tekanan darah menurun, refiek tendon melemah, paralisis sudah dimodifikasi
palatum, napas cepat dan dangkal, sianosis, dan berakhir Polymerase Chain Pig Inoculation Test ( PCR)
dengan kematian karena sumbatan saluran napas atau Rapid Enzyme limmunoassay (Rapid EIA), pemeriksaan
kegagalan jantung. ini hanya membutuhkan waktu 3 j a m , lebih singkat
Difteri kulit sering berkembang di tempat trauma dibandingkan dengan cara Elekprecipitin test yang
sebelumnya atau penyakit kulit lain. Biasanya berlangsung membutuhkan waktu 24 j a m .
beberapa minggu sampai bulan. Kadang-kadang, dapat
Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini
menyebabkan difteri pernapasan. ^^^
' "^
'^
kadang kadang dikacaukan adanya basil difteroid yang
bentuknya mirip dengan basil difteri, misalnya basil
Hoffman dan Corynebacterium xerosis.^°'^^
ETIOLOGI
P e n y e b a b p e n y a k i t difteri a d a l a h Corynebacterium
DIAGNOSIS
dyphtheriae (Klebsloeffler). Basil ini termasuk kuman batang
Gram positif pleomorfik tersusun berpasangan (palisade),
Untuk menegakkan diagnosis infeksi C. diphtheriae, adalah
tidak bergerak, tidak membentuk spora (kapsul), aerobik
dengan mengisolasi C. diphtheriae baik dalam media kultur
dan dapat memproduksi eksotoksin. Bentuknya seperti
atau mengidentifikasi toksinnya.^Diagnosa awal cepat
palu (pembesaran pada salah satu ujung), diameternya
{Presumtive diagnosis) dapat dilakukan dengan pewarnaan
0,1-1 mm dan panjangnya beberapa mm.
Gram dimana akan ditemukan bakteri berbentuk batang.
Basil ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti:
Gram positif ,tidak berkapsul, berkelompok dan tidak
medium Loeffler, medium tellurite, medium fermentasi
bergerak. Pewarnaan immunofluorescent atau metilen biru
glukosa, dan agar Tindale. Pada medium Loeffler, basil ini kadang-kadang dapat digunakan untuk identifikasi cepat.
tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni kecil,
Diagnosa definitif dan identifikasi basil C. diphtheriae
granular, berwarna hitam dan dilingkari warna abu-abu
dengan kultur melalui media tellurite atau Loeffler dengan
coklat.
sampel yang diambil dari pseudomembran di orofaring
M e n u r u t b e n t u k , besar dan w a r n a koloni y a n g
hidung, tonsil kriptus, atau ulserasi, di rongga mulut.
terbentuk, dapat dibedakan 3 j e n i s basil yang dapat
Pemeriksaan toksin bertujuan untuk menentukan
memproduksi toksin yaitu :
adanya produksi toksin oleh C. diphtheria.
Gravis: koloninya besar, kasar, irreguler, berwarna abu-
Dikerjakan secara invitro dengan melakukan Elekplate
abu dan tidak menimbulkan hemolisis eritrosit.
tes dan polimerase pig inoculation kemudian mendeteksi
• Mitis: koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks dan
pembentukan sebuah garis pada kertas filter yang diresapi
dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
dengan antitoksin dan kemudian diletakkan di atas kultur
Intermediate: koloninya kecil, halus, mempunyai bintik
agar dari organisme yang diuji.^ Pemeriksaan serum
hitam ditengahnya dan dapat menimbulkan hemolisis
terhadap antibodi untuk toksin difteri juga dapat dilakukan
eritrosit.
dengan Shick test^°
Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan Pemeriksaan lain dengan metode Polymerase Chain
dengan jenis mitis. Karakteristik jenis gravis adalah dapat Reaction (PCR) untuk deteksi urutan DNA encoding subunit
memfermentasikan tepung kanji dan glikogen sedangkan A tox+ strain pemeriksaan ini cepat dan sensitif Pada
dua jenis lainnya tidak. Semua jenis bakteri ini dapat pemeriksaan laboratorium lain ditemukan pada darah
memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya tepi leukositosis moderat, trombositopenia, dan urinalisis
berbeda. dapat menunjukkan proteinuria sementara.^. Kadar serum
S e b a g i a n besar j e n i s y a n g tidak virulen a d a l a h troponin I berkorelasi, dengan miokarditis, kelainan
termasuk grup mitis, kadang kadang ada bentuk gravis EKG bila ada kelainan j a n t u n g , pemeriksaan radiologi
atau intermediate yang tidak virulen pada manusia. Strain ditemukan hiper inflasi.
toksigenik ini mungkin berubah menjadi nontoksigenik,
setelah dilakukan subkultur yang berulang-ulang
di l a b o r a t o r i u m a t a u k a r e n a p e n g a r u h pemberian DIAGNOSIS BANDING
bakteriofag.
Untuk membedakan jenis virulen dan nonvirulen Difteri nasal anterior: a. Korpus alaenium pada hidung; b.
dapat diketahui dengan pemeriksaan produksi toksin, Common cold; c. Sinusitis Difteri fausial: a. Tonsilofaringitis,:
yaitu dengan cara : ditemukan demam tinggi, nyeri menelan lebih hebat.
648 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
pembesaran tonsil, membran mudah lepas dan tidak istirahat total ditempat tidur selama 1 minggu. Mobilisasi
menimbulkan perdarahan; b. Mononukleosis infeksiosa: secara bertahap baru boleh dilakukan bila tanda-tanda
ditemukan limfadenofati generalisata, splenomegali, miokarditis secara klinis dan EKG menghilang.
adanya sel mononuklear yang abnormal pada darah tepi; Bila terjadi paralisis dilakukan fisioterapi pasif dan
c. Kandidiasis mulut; d. Herpes zoster pada palatum.Difteri diikuti fisioterapi aktif bila keadaan sudah membaik.
laring : a. Laringotrakeobronkitis; b. Croup spasmodik/ Paralisis palatum dan faring dapat menimbulkan aspirasi
n o n s p a s m o d i k ; c. A s p i r a s i b e n d a a s i n g ; d. A b s e s sehingga dianjurkan pemberian makanan cair melalui
retrofaringeal; e.. Papiloma laring.^"'^' selang lambung. Bila terjadi obstruksi laring ,secepat
mungkin dilakukan trakeostomi.
651
652 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Bila laksans sebanyak 30 g MgSO^, yang diulangi lagi 3
infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-cacing j a m kemudian untuk tujuan mengeluarkan cacing. Bila
ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi diperlukan pengobatan ini dapat diulang 3 hari kemudian.
usus ( i l e u s ) . K a d a n g - k a d a n g p e n d e r i t a mengalami
PIrantel Pamoat. Obat ini cukup efektif bila diberikan
gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
dengan dosis 10 mg/kg berat badan, maksimum 1 g. Efek
berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat
samping obat ini adalah rasa mual, mencret, pusing, ruam
j u g a menyebabkan g a n g g u a n nutrisi terutama pada
kulit dan demam.
anak-anak. Cacing ini dapat mengadakan sumbatan pada
saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus LevamisoL Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan
buntu. Selain hal tersebut di atas, cacing ini dapat juga dosis tunggal 150 mg.
menimbulkan gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal AlbendazoL Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan
dan eosinofilia. Cacing dewasa dapat keluar melalui mulut dosis tunggal 400 mg
dengan perantaraan batuk, muntah atau langsung keluar
melalui hidung. MebendazoL Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan
dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari.
Pemeriksaan Laboratorium
S e l a m a f a s e p u l m o n a l akan d i t e m u k a n e o s i n o f i l i a . Komplikasi
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur cacing Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan
pada tinja atau karena cacing dewasa keluar tubuh dan terjadinya reaksi alergik yang berat dan pneumonitis dan
ditemukan dalam tinja. bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.
diperlukan dapat diberikan dalam waktu yang lebih Tripathy K et al : Effect of Ascariasis Infections on H u m a n
lama. Efek samping obat ini adalah rasa mual, nyeri Nutrition. A m J Trop Med 1971; 20: 212.
Weller PF, Nutman TB. Intestinal Nematodes. In: Harrisons
pada perut dan warna tinja menjadi merah.
Priciples of Internal Medicine 15th edition. N e w York:
Heksiresorsinol 0,2%. Dapat diberikan 500 ml dalam McGraw-Hill; 2001.p. 1233-37.
bentuk enema, dalam waktu 1 j a m . Woodruff A W , Nelson GS. Intestinal helminths and Filariasis.
Practitioner 1971; 207:173.
Mebendazole. Diberikan dengan dosis 100 mg, 2
kali sehari delama 3 hari, atau dosis tunggal 600 m g .
Komplikasi
Bila infeksi berat d a p a t terjadi p e r f o r a s i u s u s a t a u
prolapsus rekti.
Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis baik.
REFERENSI
656
ANTRAKS 657
temperatur tinggi, l<el<eringan; j u g a tahan pada bahan Pada inhalation onf/7rax (lebih jarang terjadi dibanding
dari binatang atau pada industri bahan dari binatang. tipe lainnya) terjadi inhalasi spora (aerosol dengan ukuran
Kuman ini tumbuh subur pada media biasa pada suhu partikel kurang dari 5 um) dimana spora akan sampai di
35 -37°C. Koloni bersifat lengket dan dapat membentuk alveoli, difagosit oleh makrofag dan selanjutnya dibawa ke
stalagmite-like form bila disentuh dan diangkat. Di bawah kelenjar getah bening mediastinum. Spora yang ditanah
mikroskop kuman tampak membentuk rantai panjang, akan menggumpal dan akan susah menjadi aerosol,
paralel menyerupai gerbong barangiboxcar appearance). sehingga tidak menyebabkan inhalation anthrax.
Spora {aerobic endospore) berbentuk oval dan terletak Di sini terjadi germination, berkembang biak dan
sentral atau parasentral tetapi tidak menjadikan basil pembentukan toksin, sehingga terjadi limfadenitis dan
membengkak. Dari lesi yang baru,rantai basil akan tampak mediatinitis yang hemoragis. Kapiler paru bisa terkena
pendek atau tunggal dan terdiri 2 atau 3 basil yang yang menyebabkan trombosis dan gagal napas. Juga bisa
berkapsul dengan ujungnya membulat. terjadi efusi pleura. Pneumonia terjadi oleh karena infeksi
B.anthracis bisa dibedakan dari spesies Bacillus yang sekunder bukan primer oleh basil antraks. Dari paru basil
saprofit dengan melihat morfologi koloni dan pewarnaan bisa masuk ke aliran darah menyebabkan bakteremia,
antibodi fluoresen dan virulensinya pada kelinci, marmot yang bisa masif Meningitis hemorrhagis bisa terjadi pada
dan tikus dimana inokulasi pada binatang tersebut akan keadaan ini. Penyebab kematian dari inhalation anthrax
menyebabkan kematian dalam 1-3 hari. ini adalah gagal napas, syok dan edema paru.
Bila spora masuk melalui mulut setelah makan daging
terkontaminasi yang mentah atau kurang masak maka akan
PATOGENESIS terjadi yang disebut oropharyngeal atau intestinal anthrax.
Pada oropharyngeal Anthrax ini terjadi pembengkakan
Spora akan masuk melalui kulit,saluran napas atau saluran farynx, dan bisa juga menyebabkan obstruksi trakea atau
cerna , didalam makrofag akan bertahan hidup. limfadenopati servikal dengan edema .Pada intestinal
Yang m e n e n t u k a n virulensi B.anthracis adalah 3 anthrax terjadi edema, nekrosis dan perdarahan mukosa
eksotoksin (plasmid pXOI) yaitu protective antigen (PA), usus besar dan kecil, limfadenopati mesenterika, asites
edema factor (EF) dan lethal factor (LF); dan yang disebut hemoragis dan sepsis.
antiphagocytic polydiglutamic acid capsule (plasmid
pX02). Strain yang hanya mempunyai salah satu saja dari
kedua plasmid pXOI dan pX02 bersifat tidak virulen. Tidak MANIFESTASI KLINIS
satupun dari 3 eksotoksin di atas bisa menyebabkan efek
biologis pada binatang percobaan bila diberikan sendiri- Ada beberapa jenis manifestasi Antraks dengan insidensi
sendiri. PA mempunyai efek mengikat reseptor permukaan berbeda disetiap negara,juga antara negara maju dan
sel, sehingga bisa digunakan oleh EF dan LF untuk masuk b e r k e m b a n g . Ada 3 j e n i s yaitu cutaneous anthrax,
ke sitoplasma. inhalation anthrax dan gastrointestinal anthrax, di
Kombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema lokal mana semuanya bisa menyebabkan bakteremi, sepsis
dan menghambat fungsi PMN, sedangkan kombinasi dan meningitis. Meningitis terjadi pada 5% semua kasus
PA dan LF akan menyebabkan syok dan kematian cepat, antraks.
bisa dalam waktu 60 menit.Antibiotik akan melenyapkan
kuman antraks, tetapi toksin yang telah diproduksi kuman Cutaneous Anthrax
akan tetap berfungsi melanjutkan proses penyakit sampai Jenis ini mencangkup 90 % kasus Antraks pada manusia.
toksin tersebut dimetabolisir. Setelah masa inkubasi 1-7 hari akan timbul lesi berbentuk
Pada cutaneous anthrax, spora kuman tersebut akan papula kecil sedikit gatal pada tempat spora masuk
masuk melalui kulit yang luka atau melalui luka yang (biasanya di lengan, tangan, kemudian leher dan muka),
disebabkan serat dari binatang terinfeksi. Di jaringan yang dalam beberapa hari berubah jadi bentuk vesikel
subkutan spora tersebut akan berubah menjadi bentuk yang tidak sakit berisi cairan serosanguineous, tidak
vegetatif, bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin purulen dan kemudian menjadi ulkus nekrotik yang sering
dan material kapsul antifagositik (plasmid pX02).Akan dikelilingi vesikel -vesikel kecil.Ukuran lesi sekitar 1 -3 cm.
terjadi edema dan nekrosis jaringan. Khas dalam 2-6 hari akan timbul eschar berwarna hitam
Selanjutnya kuman akan difagosit oleh makrofag dan seperti batubara {black carbuncle) yang berkembang dalam
menyebar ke kelenjar getah bening setempat, di mana disini beberapa minggu menjadi ukuran beberapa sentimeter
toksin akan menyebabkan perdarahan, edema dan nekrosis yang kemudian menjadi parut setelah 1-2 minggu.
(limpadenitis).Terakhir basil terasebut akan masuk peredaran Selain itu dasar kulit dari lesi terlihat undurasi, panas,
darah dan menyebabkan pneumonia,meningitis dan sepsis. warna merah,non-pitting edema yang bisa meluas sampai
658 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
PROGNOSIS
PENCEGAHAN
660
BRUSELOSIS 661
dibawa l<e limfonodus. Bakteriemi akan terjadi antara Secara klinis dapat dibagi menjadi subklinik, akut,
1-3 minggu setelah terpapar bakteri. Bakteri kemudian subakut dan infeksi kronik. Selain itu lokalisasi infeksi dan
mengambil tempat di jaringan retikuloendotelial sistem kekambuhan juga dideskripsikan lebih lanjut.
(RES) terutama pada hati, limpa dan sumsum tulang. Di Subklinik : penyakit ini biasanya a s i m p t o m a t i k ,
organ ini kemudian membentuk jaringan granuloma. diagnosis biasanya ditemukan secara kebetulan melalui
Jaringan granuloma yang besar dapat menjadi sumber skrining tes serologi pada daerah berisiko tinggi.
bakteriemi menetap. Faktor utama virulensi brucella Akut atau subakut : penyakit dapat ringan sembuh
terdapat pada dinding sel lipopolisakarida. B. canis, memiliki dengan sendirinya (5. abortus) atau fulminan dengan
dinding lipopolisakarida yang kasar tetapi kurang virulen komplikasi (fi. melitensis), gejala dapat timbul 2-3 bulan
bagi manusia, berbeda dengan dinding lipopolisakarida (akut) dan 3-12 bulan (subakut). Gejala dan tanda klinis
yang licin pada 6. melitensis dan B. abortus. Brucella yang paling sering adalah demam, menggigil, berkeringat,
dapat bertahan intraselular dalam fagosom sel fagosit malaise, fatique, sakit kepala, arthralgia, anoreksia,
karena produksi adenin dan guanin monofospat yang limpadenopati dan hepatomegali dan splenomegali.
menghambat fagolisosom, produksi TNF dan aktifitas Kronik : diagnosis ditegakkan dengan gejala yang
oksidatif. Daya tahan dalam intrasel fagosit berbeda-beda telah berlangsung 1 tahun atau lebih. Demam yang tidak
tiap spesies. 6. abortus lebih mudah lisis dalam sel fagosit tinggi dengan keluhan neuropsikiatri adalah gejala yang
dari B. melitensis. Perbedaan tipe lipopolisakarida, daya sering dijumpai. Pemeriksaan serologi dan kultur sering
tahan terhadap fagolisosom dapat menjelaskan adanya negatif Banyak penderita menjadi persisten karena tidak
perbedaan patogenesitas tiap spesies pada manusia. adekuatnya terapi sejak awal, dan adanya penyakit yag
terlokalisir.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan ciri spesifik
GEJALA KLINIS penyakit ini. Sebagian besar ditemukan hepatomegali,
splenomegali, hepatospleno-megali dan osteoartikular.
Gejala bruselosis tidak cukup khas untuk diagnosis. Kelainan osteoartikular berupa bengkak sendi, bursitis,
Beberapa studi besar telah mengumpulkan beberapa b e r k u r a n g n y a range of motion (ROM) dan efusi.
gejala brusellosis. Demam intermiten ditemukan pada 60% Gangguan neurologi berupa meningoensefalitis akut,
kasus subakut brusellosis dan dengan relatif bradikardi. poliradikuloneuropati perifer, gejala sistem saraf pusat (hiper
Adanya gejala anoreksia, astenia, fatigue, kelemahan dan refleksi, klonus, gangguan saraf kranial). Gangguan kulit
malaise. Adanya gejala nyeri sendi tulang berupa atralgia, dijumpai eritema nodosum, abses, erupsi papulonoduler,
nyeri punggung, nyeri spina dan sendi tulang belakang, impetigo, psoriasis, eksim, lesi mirip pitiriasis rosea, erupsi
bengkak sendi, gejala ini dijumpai pada 55% penderita. berupa makular, makulopapular dan skarlantiniformis,
Gejala batuk dan sesak dijumpai pada 19% penderita lesi vaskulitis seperti petekie, purpura, tromboplebitis.
tetapi jarang mengenai parenkim paru, nyeri dada timbul Gangguan pada mata berupa uveitis, keratokonjungtivitis,
berupa nyeri pleuritik akibat adanya empiema. Gejala iridosiklitis, keratitis numularis, koroiditis, neuritis optika,
neuropsikiatri berupa sakit kepala, depresi dan fatigue. endophtalmltis metastase dan katarak.
Keluhan gastrointestinal dijumpai pada 5 1 % penderita
berupa nyeri abdomen, mual, konstipasi dan diare. tabel 2
menjelaskan gejala dan tanda bruselosis. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tabel 2. Gejala dan Tanda Bruselosis Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukopeni dengan
relatif limfositosis, pansitopeni ditemukan pada 20% kasus.
Gejala % Tanda %
Pada sebagian besar penderita tes fungsi hati dijumpai
Demam 98 Hepatosplenomegali 41
peningkatan transaminase menyerupai hepatitis. Diagnosis
Fatique, malaise 94 Hepatomegali 38
Berkeringat 79 Splenomegali 22 pasti bila pada kultur ditemukannya brucellae. Dengan
Menggigil 85 Osteoartikular 23 menggunakan teknik radiometric blood culturing, lamanya
Arthralgia 79 Bradikardi relatif 21 isolasi kuman dengan teknik kultur yang standar 30 hari
Gastrointestinal 51 Adenopati 9 menjadi kurang dari 10 hari.
Sefalgia 42 Gangguan neurologi 8 Sensitifitas kultur darah berkisar 17-85% bergantung
Nyeri lumbal 39 Orkitis 6
strain yang terlibat, B. melitensis dan B. suis sering
Myalgia 35 Kutaneus 3
ditemukan sebagai penyebab bakteriemi. Sensitifitas akan
Batuk/sesak 19
Berat badan turun 18 menurun sejalan dengan lamanya perjalanan penyakit.
Neurologi 14 Pemeriksaan kultur sumsum tulang lebih sensitif dari
Nyeri testikuler 5 kultur darah, sering memberikan hasil positif walaupun
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
662
RadlografI Spinal terbagi 2 dosis selama 7 hari. Tidak boleh diberikan pada
Dari pemeriksaan ini, gangguan osteoartrikular dapat wanita hamil (kategori C), hipersensitivitas terhadap
dijumpai, biasanya setelah 2-3 minggu onset penyakit. gentamisin atau aminoglikosida lainnya. Hati-hati pada
Penderita dengan sakroilitis tampak batas tepi sendi yang penderita dengan gangguan neuromuskular, seperti
kabur dan pelebaran sendi sakroiliaka. Terjadi spondilitis miastenia gravis, karena dapat memperberat penyakit.
pada angulus anterosuperior vertebra, penyempitan diskus Efek samping gentamisin adalah gangguan vestibular dan
obat-obat golongan sulfa. Efek samping penggunaan Efek samping penggunaan ofloksasin dan levofloksasin
obat ini berupa diare, mual, muntah. Dapat menimbulkan a n t a r a lain f o t o s e n s i t i v i t a s , ruptur t e n d o n , reaksi
reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas (sindroma Steven- hipersensitivitas jarang terjadi, dan adanya efek neurologi
Johnson), seperti pada golongan sulfonamid lainnya, juga terutama pada penderita usia tua. Angka kekambuhannya
sitopenia. Dapat dipakai sebagai obat alternatif pada tinggi bila penggunaannya tidak dikombinasikan dengan
wanita hamil dimana pemakaian tetrasiklin merupakan obat-obat y a n g lain. Dapat d i k o m b i n a s i k a n dengan
kontra indikasi. Tidak a d e k u a t sebagai m o n o t e r a p i , rifampin selama 45 hari.
sehingga direkomendasikan penggunaannya bersama- Penderita bruselosis dengan spondilitis direkomen-
sama dengan golongan aminoglikosida. dasikan kombinasi rifampin, dokslsiklin dan gentamisin
selama 2-3 minggu. Sedangkan komplikasi meningoen-
Rifampin menghambat sintesa DNA bakteri diberikan
sepalitis dianjurkan menggunakan regimen dokslsiklin
dengan dosis 600-900 mg/hari per-oral dalam 2 kali
dikombinasikan dengan rifampin dan atau kotrimoksazol.
pemberian, selama 45 hari. WHO merekomendasikan
Pemakaian steroid dapat membantu mengontrol proses
penggunaan kombinasi dengan dokslsiklin, diberikan
inflamasi. Penderita bruselosis dengan endokarditis
selama 6 minggu sebagai terapi lini pertama. Dapat juga
dapat dberikan terapi agresif dengan aminoglikosida
diberikan rifampin dengan dokslsiklin ditambah dengan
dikombinasikan dokslsiklin, rifampin dan kotrimoksazol
streptomisin atau gentamisin. Absorpsi rifampin berkurang
selama kurang lebih 4 minggu dilanjutkan lagi 8-12
30% jika diberikan bersamaan dengan makanan.
minggu tanpa aminoglikosida.
Kontra indikasi pemberian obat ini antara lain wanita
Pengobatan bedah diperlukan untuk drainase abses
hamil (kategori C), hipersensitivitas terhadap rifampin.
dan tindakan bedah jantung bila terjadi lesi pada katup
Hati-hati pada penderita dengan penyakit hati. Efek
jantung
samping p e n g g u n a a n obat ini adalah urin, keringat
dan air mata berwarna kuning kemerahan, gangguan
fungsi hati, gejala seperti flu, leukopeni, trombositopeni,
anemi dan gagal ginjal. Untuk orang dewasa dan anak KOMPLIKASI
lebih dari 8 tahun, menggunakan regimen kombinasi
rifampin dan dokslsiklin selama 4-6 minggu, dengan Komplikasi bruselosis dijumpai pada keadaan infeksi akut
angka kekambuhan 5-10%, sedangkan anak kurang dari 8 atau kronik yang tidak diobati. Paling sering terkena adalah
tahun menggunakan rifampin dan kotrimoksazol selama osteoartikular, sistem genito-urinari, hepar, lien.
Komplikasi kardiovaskular: berupa endokarditis, terjadi Smits H L , Cutier SJ. Contributions of biotechnology to the control
and preventions of bruselosis in Africa. African journal of
2% penduduk dunia, pada daerah endemis 7-10%. Kelainan
biotechnology. Vol 3 (12).p.631-636, December 2004.
katup aorta terjadi pada 75% penderita. Komplikasi lainnya Straight T M , Martin GJ. Brucellosis. Current treatment options in
adalah perikarditis, miokarditis, mikotik aneurisma dan infectious diseases 2002,4 : 447- 56.
endokarditis.
PROGNOSIS
PENCEGAHAN
REFERENSI
665
666 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
putamen, nukleus kaudatus, talamus dan serebelum. asparagin, dan perubahan valin menjadi isoleusin pada
Astrogliosis bukan merupakan gambaran spesifik sCJD posisi 210.
akan tetapi ditemukan pada hampir setiap kasus sCJD. Gejala klinis mirip d e n g a n sCJD, dan d i a g n o s i s
Proliferasi jaringan fibrous astrosit ditemukan pada daerah ditegakan dengan anamnesa adanya riwayat keluarga
abu-abu dari otak yang terkena sCJD. Plak amiloid juga yang menderita sakit serupa, disertai dengan pemeriksaan
dapat ditemukan pada 10% kasus sCJD. Selain itu juga patologi otak.
dapat dilakukan pemeriksaan western t)/of jaringan otak
untuk mendeteksi protein prion yang resisten protease. Variant Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD/nvCJD)
Tidak ditemukannya protein ini dalam pemeriksaan tidak Penyakit ini baru ditemukan pada bulan Maret 1996,
menyingkirkan diagnosis CJD, oleh karena protein ini tidak umumnya terjadi pada usia lebih muda daripada sCJD,
terdistribusi secara merata diseluruh sistem saraf pusat. antara 16-41 tahun (rata-rata usia adalah 29 tahun).
Pada biopsi jaringan limforetikular seperti tonsil dapat Berbeda dengan sCJD yang tampaknya timbul secara
ditemukan protein prion. s p o n t a n dan m e n y e b a r di seluruh d u n i a , t r a n s m i s i
nvCJD mungkin disebabkan oleh konsumsi daging yang
Iatrogenic Creutzfeldt-Jakob Disease (iCJD) terkontaminasi oleh jaringan sistem saraf pusat yang
Kasus ICJD pertama kali dilaporkan pada tahun 1970 dan terinfeksi BSE.
dikaitkan dengan terapi growth hormon dan gonadotropin Selain itu juga terdapat penelitian yang menunjukkan
dari kelenjar pituitary kadaver. Terdapat 100 pasien yang kemungkinan penyebaran vCJD melalui tranfusi darah
menderita gangguan serebral fatal disertai demensia yang terkontaminasi. Llewelyn dkk. mengadakan penelitian
sesudah mendapatkan preparat hormon dari kelenjar pada 48 orang yang teridentifikasi telah menerima transfusi
pituitari manusia itu. Usia pasien berkisar antara 10-14 darah dari 15 donor yang kemudian diketahui menderita
tahun dan masa inkubasi penyakit ini berkisar sekitar 4-30 vCJD. Hasil penelitiannya menunjukkan 1 orang mengalami
tahun. Penyakit ini jarang terjadi, dengan angka kejadian gejala-gejala vCJD 6,5 tahun sesudah menerima transfusi
kurang dari 1 % dari seluruh kasus CJD. darah dari seseorang yang mendonorkan darahnya 3,5
Penularan iCJD pada manusia dapatjuga terjadi lewat tahun sebelum mengalami gejala-gejala vCJD. Adanya
transplantasi kornea, transplantasi hepar, penggunaan k e m u n g k i n a n p e n u l a r a n v C J D lewat t r a n f u s i darah
elektrode ensefalogram yang terkontaminasi, dan menimbulkan ketakutan akan timbulnya suatu wabah
prosedur bedah saraf. Lebih dari 70 kasus ICJD terjadi vCJD, apalagi sampai saat ini belum dapat ditemukan tes
sesudah transplantasi duramater Banyaknya titer inokulum penyaring penyakit prion pada produk-produk darah.
dan t e m p a t i n o k u l u m m e n e n t u k a n w a k t u i n k u b a s i . Kapan hal tersebut akan terjadi sulit untuk diramalkan
Kontaminasi intraserebelar langsung memiliki waktu karena masa inkubasi penyakit ini sangat panjang.
inkubasi 16-28 bulan, ^ro/t duramater inkubasi 18 bulan Sampai saat ini jumlah pasien vCJD terbanyak di Inggris
-18 tahun (median 6 tahun), dan injeksi hormon pituitari dan hanya kasus sporadis di beberapa negara Eropa lain
subkutan memiliki masa inkubasi 5-30 tahun. seperti Perancis. Data terakhir menunjukkan penurunan
Gejala iCJD mirip gejala penyakit Kuru, dengan gejala tajam jumlah kasus baru vCJD di Inggris, mungkin karena
utama ataksia disertai gangguan koordinasi dan gejala a d a n y a k e w a s p a d a a n tinggi dan p e n g a w a s a n ketat
ekstrapiramidal, sedang demensia hanya minimal bahkan penyakit BSE pada daging sapi.
sering absent pada stadium awal. Sebagian besar kasus vCJD didahului oleh gejala
Diagnosa ditegakkan dengan adanya riwayat psikiatrik seperti depresi dan schizofrenia-like psychosis,
t r a n s p l a n t a s i o r g a n atau bedah saraf, atau riwayat baru disusul beberapa bulan kemudian dengan gejala
penyuntikan growth hormone dari kadaver di masa lalu, neurology seperti gangguan keseimbangan, gerakan
disertai gejala klinis neurologis mirip Kuru. Diagnosis pasti involunter, dan pada saat menjelang ajal biasanya pasien
dengan biopsi otak. immobile dan mutisme.
Terdapat perbedaan gejala klinis antara s G D dan vCJD,
Familial Creutzfeldt-Jakob Disease (fCJD ) yaitu pada vCJD gejala awal utama adalah gejala psikiatrik
Tipe ini sangat j a r a n g terjadi ( 5 - 1 0 % dari CJD) dan seperti gangguan afektif misal disforia, iritabilitas, anseitas,
bersifat genetik. Telah dilaporkan 24 keluarga di Inggris apatis, insomnia, depresi, dan gangguan fungsi sosial.
yang terkena penyakit yang diturunkan secara autosom Sehingga pada awal perjalanan penyakitnya penderita
dominan ini. Pasien fCJD memiliki sekurang-kurangnya vCJD sering dirujuk ke psikiater. Pada vCJDjuga lebih sering
satu mutasi gen PRNP . Beberapa j e n i s mutasi yang disertai gangguan sensorik seperti nyeri, paraestesia,
paling sering terjadi adalah perubahan pada kodon 200 disestesia pada wajah, tangan, dan kaki. Mioklonus dan
dengan perubahan asam amino asam glutamat menjadi demensia yang merupakan gejala awal utama pada sCJD
lisin, perubahan asam aspartat pada posisi 178 menjadi biasanya baru ditemukan pada fase lanjut vCJD.
PENYAKIT PRION 669
Gambaran patologis khas vCJD adalah florid plaques Gambaran klinik penyakit ini didahului oleh gejala
berupa inti amiloid protein prion dan dikelilingi vakuola p r o d r o m a l y a i t u nyeri k e p a l a , nyeri t u n g k a i , nyeri
yang tersusun seperti daun bunga. Pada vCJD keterlibatan tulang, dan diplopia. Tanda utama penyakit ini adalah
serebelum ditemukan pada hampir semua kasus. ataksia serebelar progresif tremor, dan gerakan-gerakan
Pada biopsi protein prion sering dapat terdeteksi i n v o l u n t e r s e p e r t i k o r e a a t e t o t i k , myoclonic Jerks,
diluar jaringan sistem saraf pusat, dan hal ini sangat dan fasikulasi. Gejala lain adalah gangguan gerakan
karateristik untuk vCJD. Pada biopsi tonsil, biopsi limfa, dan ekstraokuler dan gangguan ekspresi emosi. Dapat juga
kelenjar limfa dapat ditemukan PrP^pada hampir semua terjadi strabismus tanpa n i s t a g m u s . Hipotonus d a n
pasien vCJD, hal ini tidak terjadi pada sCJD yang umumnya k e l e m a h a n otot dapat d i t e m u k a n akan tetapi tidak
hanya kadang saja dapat ditemukan dijaringan otot dan terdapat paralisis dan gangguan sensoris. Pada tahap
limpa. Perbedaan antara sCJD dengan vCJD ditunjukkan akhir dapat terjadi perburukan demensia dan disfungsi
pada tabel 1. kortikal yang ditandai oleh timbulnya grasp reflexes dan
primitive snout reflexes.
S a m p a i saat ini b e l u m d i t e m u k a n p e m e r i k s a a n
KURU laboratorium dan rekaman elektroensefalogram (EEG)
yang khas untuk penyakit kuru. Pemeriksaan histologi
Kuru merupakan penyakit prion pertama yang ditemukan otak menunjukkan hilangnya sel neuron dan astrogliosis
dan diteliti pada manusia. Penyakit ini hanya ditemukan dengan akumulasi PrP". Pada gambaran patologi dapat
pada suku Fore (For-ay) yang terisolasi di dataran tinggi j u g a ditemukan pembentukan plak P r P " terutama pada
distrik Okapa di Papua Nugini. Penyakit ini ditularkan lapisan granular serebelum yang tersusun unisentrik.
lewat ritual kanibalisme dengan memakan jaringan otak
keluarganya yang telah meninggal sebagai bagian dari
upacara perkabungan. Penyakit ini terutama mengenai GERT5MANN-STRAWSLERSCHEINKERSYNDR0ME
wanita dewasa dan anak-anak karena secara adat mereka (GSSS)
memakan bagian otak, medulla spinalis, dan usus halus
yang kaya protein prion , hanya 2% yang mengenai pria Gertsmann Strawsler Scheinker syndrome (GSSS)
dewasa. Pada puncak epidemik penyakit ini, insidensinya digolongkan dalam penyakit Prion herediter, diturunkan
sekitar 1 % dari populasi. Periode inkubasi berkisar antara secara autosom dominan melalui mutasi gen PRPN,
4 sampai 30 t a h u n , bahkan dapat sampai 50 t a h u n . sebagian besar disebabkan mutasi P102L dan A 1 1 7 V
Lamanya masa inkubasi ini berkaitan dengan polimorfisme dimana asam amino prolin pada posisi 102 dan alanin
pada kodon 129 gen PRNP bentuk homozigot metionin/ pada posisi 117 digantikan oleh lisin dan valin. Penyakit
metionin (M/M). Semenjak pelarangan upacara kanibalisme Prion ini jarang dijumpai, insidensi sekitar 1-10 kasus per
pada tahun 1958, maka penyakit ini sudah hampir tidak 100.000.000 populasi per tahun. Onset penyakit terjadi
pernah ditemukan lagi. pada usia lebih muda daripada penyakit CJD, rata-rata
Pengecatan imunohistokemikal jaringan otak {florid plaque) Akumulasi Akumulasi nyata protein prion yang
variabel resisten protease
Ditemukan protein prion dijaringan limfoid dan ekstraserebral Tidak mudah Mudah ditemukan
ditemukan
pada usia 43 tahun, umumnya terjadi pada usia 24-66 DIAGNOSIS BANDING PENYAKIT PRION
tahun. Sampai saat ini sudah dilaporkan 24 keluarga
yang menderita penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit Diagnosis banding utama penyakit prion adalah penyakit
ini dikenal j u g a sebagai Variably Protease Serisltlve neurodegeneratif lainnya terutama penyakit Alzheimer,s,
Prlonopathy (vPSpr) yang umumnya dibedakan dengan perjalanan klinis yang
Sereberal ataksia dengan progresifitas lambat lebih panjang dan jarang ditemukan disfungsimotorik
merupakan gejala GSSS yang menonjol, dengan demensia dan visual pada penyakit Alzheimers. Diagnosis banding
global terjadi pada fase lanjut penyakit. Perjalanan lain adalah vaskulitis intracranial, neurosifilis, tumor
penyakit G S S S lebih lambat dari CJD dan kematian intrakranial, intoksikasi litium, intoksikasi bismuth, dan
biasanya terjadi 5 tahun sesudah onset penyakit. Gejala dimensia kompleks pada AIDS. Pemeriksaan penunjang
lain GSSS adalah gangguan serebelar seperti inkoordinasi, seperti CT-scan, MRI, dan analisa cairan serebrospinalis
kesulitan berjalan, dismetria, tremor, nistagmus, dan sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis banding
disartria. Berbeda dengan sCJD, gejala mioklonus jarang tersebut.
dijumpai pada GSSS.
Hasil p e m e r i k s a a n l a b o r a t o r i u m dan EEG tidak
menunjukkan kelainan yang khas. Pemeriksaan Computed PENATALAKSANAAN
Tomography Scan (CT Scan) dapat memperlihatkan atrofi
serebelar dan batang otak. Pemeriksaan neuropatologik Sampai saat ini belum d i t e m u k a n cara y a n g efektif
jaringan otak menunjukkan pembentukan plak amiloid untuk mengobati penyakit Prion. Beberapa upaya telah
y a n g terdiri dari inti putih y a n g dikelilingi g l o b u l - dikembangkan untuk mengobati penyakit Prion. Kina dan
globul kecil. Plak ini dapat terdistribusi di seluruh otak klorpromasin telah diujicobakan pada sel neuroblastoma
tapi u m u m n y a ditemukan di serebelum dan bersifat tikus yang terinfeksi PrP''. Penelitian ini menunjukkan
multisentrik. pada hari keenam terapi terjadi penurunan konversi PrP'
menjadi P r P " secara invitro. Meskipun secara invitro
klorpromasin lebih kurang poten j i k a d i b a n d i n g k a n
FATAL FAMILIAL INSOMNIA (FFl) dengan kina akan tetapi klorpromasin dapat menjadi
pilihan terapi karena kemampuannya menembus barier
Fatal familial insomnia juga merupakan penyakit prion darah otak. Manfaat terapi ini masih perlu konfirmasi
herediter, diturunkan secara autosom dominan. Penyakit lanjut. Sedang diteliti pengobatan dengan polianion,
yang jarang ini disebabkan oleh mutasi pada gen PRPN sulfonated dyes, tetrapyroles, antibiotik po/yene, branched
dimana asam amino asam aspartat pada kodon 178 diganti polyamlns, penghambat protease sintesis, derlvat acrldlne,
oleh arginin. Selain itu juga dapat disebabkan mutasi pada phenothlazlne, suramin, peptida sintetik, dan Interfering
kodon 129 yang mengkode metionin. Onset FFl terjadi pada RNA duplexes. Beberapa obat-obatan misalnya obat
usia pertengahan (35-61 tahun), dengan rata-rata durasi antimalaria quinacrine, amphoterisin B, doksorubisin,
penyakit adalah 13 bulan (bervariasi antara 7-25 bulan). pentosan polisulfat ternyata tidak bermanfaat.
Karakteristik penyakit ini adalah insomnia y a n g B e b e r a p a p e n e l i t i a n pada n e u r o b l a s t o m a y a n g
p r o g r e s i f (tidak b e r e s p o n d e n g a n benzodiazepam terinfeksi prion menunjukkan anion congo red dapat
maupun barbiturat), disotonomia/hiperaktivitas simpatik menunda onset penyakit prion dan dapat menurunkan
(hipertermia, hiperhidrosis, takikardi, hipertensi), dan akumulasi PrP". Antrasiklin dapat menghambat penyakit
gangguan motorik seperti ataksia, mioklonus, spastik, prion pada hamster dan gliserol dapat mempengaruhi
hiper refleksia, dan disartria, disertai demensia pada fase formasi PrP'"^ pada kultur sel.
terminal. Pada FFl j u g a dapat terjadi gangguan status Saat ini juga sedang diteliti pengaruh penggunaan
mental seperti halusinasi, delirium, konvusi, defisit memori, antibodi untuk terapi penyakit prion. Para ahli
dan gangguan hormonal terutama kadar kortisol yang mengembangkan rekombinan antibodi dari PrP^ antibodi
meningkat. ini dipaparkan selama 7 hari pada sel neuroblastoma
Gambaran neuropatologik jaringan otak pada FFl tikus yang terinfeksi PrP''. Pada pengamatan hari ke-18
menunjukkan hilangnya sel-sel saraf dan gliosis di nukleus ditemukan penghambatan konversi PrP' menjadi PrP'S dan
ventral anterior, dan mediodorsal dari nukleus olivari P r P " yang sudah terbentuk sebelumnya tidak ditemukan
inferior, dan kadang pada serebelar dan korteks serebri. lagi. Antibodi diduga berikatan dengan permukaan sel dan
Dengan pemeriksaan immunoblot dapaX ditemukan P r P " menghambat pembentukan PrPsc. Beberapa kendala yang
tersebar difus dalam jumlah sedikit di substansia nigra mungkin timbul adalah singkatnya waktu paruh antibodi
subkortikal dan batang otak. Berbeda dengan sCJD, tidak (28 j a m sampai 18 hari) dan masalah transport antibodi
ditemukan protein 14-3-3 pada cairan serebrospinal. melewati barier darah otak.
PENYAKIT PRION 671
PENDAHULUAN
672
TRYPANOSOMIASIS 673
Stadium 1
Demam terjadi karena terdapat penyebaran parasit
dalam aliran darah dan aliran limphe. Demam ini
Gambar 3 Lalat Tsetse terjadi karena adanya pirogen eksogen, seperti bahan-
" j''^
2) Amastigoles bermuttipiiksi
- . secara binari dalam sel
KrenSrksi d,janngyang,e.nfeksi
secara binari dalam
sel di jaring yang terinfeksi
Manifestasi klinis dapat
timQuI akibat proses ini
Amastigotes intrasel
^ berubah menjadi tripomastigo-
= Stadium infeksius
tes lalu keluar dan sel,
^ = Stadium diagnostik masuk kedalam darah
bahan atau zat toksik dari tripanosonna, sehingga ekstrapiramidal. Kelainan yang terjadi pada CSS berupa
terjadi stimulasi dari proliferasi dari limphosit selanna peningkatan tekanan serebro spinal, peningkatan total
terjadi respon i m u n . Selain itu a k a n d i h a s i l k a n konsentrasi protein, dan pleositosis. Hal ini disebabkan
beberapa sitokin-sitokin berupa IL1, IL6, TNF. Hal ini adanya tripanosoma perivaskular disertai dengan infiltrasi
memicu hipotalamus untuk meningkatkan ambang dari sel mononuklear.
batasnya ke ambang febris. Ini disebut stadium meningoensefalitis, dimana selain
Pruritus dan rash makulopapulartimbul akibat parasit terjadi gangguan pada saraf sensoris dan motoris, terjadi
yang mengikuti aliran darah dan aliran limphe. Hal j u g a proses demielinisasi otak, hal ini menyebabkan
ini menyebabkan reaksi dari pembuluh darah untuk k e l e m a h a n (weakness) akibat g a n g g u a n pada saraf
menghasilkan beberapa mediator. Rash timbul akibat tersebut.
proses vasodilatasi, sedang pruritus timbul akibat Proses demielinisasi akan menyebabkan hantaran
histamin. impuls terganggu (terlambat). Demielinisasi diduga akibat
• Hepatosplenomegali terjadi karena sel-sel fagositik toksin dari trypanosoma tersebut.
pada hepar dan spleen sebagai sistem RES teraktifasi,
sel-sel tersebut merupakan sistem monosit- G a m b a r a n Klinis
makrophag yang fungsi utamanya adalah menelan Gigitan lalat Tsetse akan menimbulkan reaksi inflamasi
benda asing lain dalam tubuh. Akibat pertahanan di kulit yang disebut trypanosomal chancre, biasanya
dalam melawan benda asing atau zat toksik tersebut berwarna merah dan terasa sakit sekali. Pada stadium I
terjadilah hepatomegali dan atau splenomegali. akan timbul reaksi hematogen dan limfogen. Gejala diawali
Tanda winterbottom. M e r u p a k a n b e n t u k reaksi dengan suhu demam, sakit kepala dan nyeri persendian.
pembesaran kelenjar limphe (limfadenopati) Suhu yang tinggi terjadi dalam beberapa hari, dan diselingi
sepanjang leher belakang (pada triangle servical periode afebril. Pada trypanosomiasis gambiense bisa
posterior). Hal ini disebabkan karena perjalanan dari timbul limfadenopati. Nodul biasanya single, mudah
tripanosoma yang mengikuti aliran limfe dan pada digerakkan, konsistensi kenyal, dan tidak nyeri. Nodul
akhirnya m e n i m b u l k a n proses keradangan pada servikal sering terlihat, dan pembesaran nodul di segitiga
daerah tersebut.(Gambar 5) servikal posterior merupakan temuan klasik, disebut tanda
Winterbottom. Pruritus dan rash makulopapular sering
muncul. Gejala lain yang jarang timbul antara lain malaise,
nyeri kepala, athralgia, penurunan berat badan, edema,
hepatosplenomegali, dan takikardi.
African trypanosomiasis s t a d i u m II m e l i b a t k a n
s i s t e m saraf s e n t r a l , terjadi m a n i f e s t a s i neurologi
dan a b n o r m a l i t a s pada cairan serebro spinal (CSS).
Perkembangan penyakit ini akan menunjukkan gejala
somnolen yang progesif (oleh sebab itu d i n a m a k a n
sleeping sickness) pada siang hari, dan diikuti dengan
gelisah dan insomnia pada malam hari. Pandangan jadi
kosong, bicara jadi tidakjelas dan terputus-putus. Gejala
ekstrapiramidal yang timbul berupa gerakan chorea,
tremor dan fasikulasi. Ataksia j u g a sering timbul. Juga
bisa timbul gejala yang mirip dengan penyakit Parkinson
yaitu berjalan d e n g a n terseret-seret, hipertoni dan
Gambar 5 Tanda w i n t e r b o t t o m p e m b e n g k a k a n kelenjar l y m - tremor. Pada fase akhir, terjadi kerusakan neurologis
p h e di leher b e l a k a n g pada anak d e n g a n t r y p a n o s o m i a s i s progresif koma dan kematian.
y a n g dini
Diagnosis
S t a d i u m II D i a g n o s i s d e f i n i t i f dari p e n y a k i t tripanosomiasis
Pada stadium ini parasit yang terdapat dalam aliran adalah deteksi adanya parasit. Jika didapatkan chancre,
d a r a h a k a n m e n g i n v a s i s i s t e m s a r a f pusat hal ini harus diperiksa cairannya untuk kemungkinan adanya
t e r u t a m a ditandai oleh p e r u b a h a n neurologis y a n g trypanosoma yang masih motil. Juga bisa diperiksakan
terjadi perlahan, disertai abnormalitas yang progresif dengan pewarnaan Giemsa. Sediaan basah dan
dari CSS. Gambaran perubahan neurologisnya dimulai pewarnaan Giemsa dari darah juga sangat berguna. Jika
dari munculnya somnolen, serta diikuti oleh tanda-tanda parasit tidak terlihat dalam pemeriksaan darah, bisa
TRYPANOSOMIASIS 675
dilakukan cara untuk mengkonsentrasikan parasit, yaitu Alternatif pengobatan lini pertama adalah
dengan tabung mikrohematokrit yang m e n g a n d u n g melarsoprol 0.6 mg/kg iv pada hari ke pertama; 1.2
acridine orange. Parasit akan terpisah dari sel darah dan mg/kg iv melarsoprol pada hari ke 2, and 1.2 mg/
akan lebih mudah terlihat dengan mikroskop cahaya kg/hari iv melarsoprol dikombinasikan dengan 7.5
karena pengecatan. mg/kg nifurtimoks oral dua kali sehari pada hari ke
Diperlukan p e m e r i k s a a n CSS pada pasien y a n g 3 sampai 10; atau
d i d u g a terinfeksi Trypanosoma. A b n o r m a l i t a s pada eflornithine 50 mg/kg iv setiap 6 j a m selama 14 hari.
CSS dihubungkan dengan tripanosomiasis stadium II, Melarsoprol merupakan pilihan utama untuk East
meliputi peningkatan sel MN, peningkatan total protein African Typanosomiasis dengan manifestasi ganguan
dan IgM. sistem saraf sental. Melarsoprol efektif untuk kedua
Pemeriksaan lainnya adalah dengan pemeriksaan stadium, sehingga diindikasikan pada kasus dimana
serologis, yaitu dengan PCR. namun karena spesifisitas gagal dengan suramin atau pentamidine. Namun karena
dan sensitivitasnya yang kurang kuat maka pemeriksaan toksisitas yang tinggi, melarsoprol tidak pernah menjadi
ini tidak dianjurkan. pilihan pertama untuk stadium I. Dosis yang dianjurkan
adalah 2 -3,6 mg/kg perhari, dibagi menjadi 3 dosis,
Penatalaksanaan diberikan intravena untuk 3 hari. Selanjutnya diberikan
Obat-obatan yang sering digunakan untuk Human African setelah 1 minggu, 3,6 mg/kg perhari, juga untuk 3 hari,
Trypanosomiasis adalah suramin, pentamidine, dan arsenik selanjutnya adalah setelah 1 0 - 2 1 hari.
organik. Dahulu Eflornitin hanya digunakan sebagai terapi
Trypanosomal chancre m e r u p a k a n "self limited alternatif untuk sleeping sickness, tetapi berdasarkan
Inflammatory lesion" dimana reaksi radangan akan hilang Science and Development Network's Sub-Saharan Africa
sekitar satu minggu setelah gigitan lalat Tsetse news updates 2008 cukup aman dan efektif sebagai lini
Pengobatan standar yang digunakan untuk stadium pertama. Dosis yang dianjurkan adalah 400mg/kg per
I adalah : hari, diberikan intravena dibagi jadi empat dosis, diberikan
Pentamidine iv digunakan untuk Tb. gamblense selama 2 minggu. Efek sampingnya meliputi diare, anemia,
Suramin /i^ digunakan untuk l b rhodeslense trombositopeni, kejang, dan penurunan pendengaran.
Berdasarkan penelitian, penggunaan eflornitin
P e n t a m i d i n e efektif untuk Tb. gamblense pada
pada Trypanosoma gamblense penyebab human African
stadium I. Dosis untuk dewasa dan anak-anak adalah 4
trypanosomiasis, menimbulkan efek samping yang lebih
mg/kg per hari, intramuskular atau intravena, diberikan
ringan dibandingkan melarsoprol.
selama 10 hari. Efek samping yang timbul antara lain
Setiap pasien harus diikuti perkembangannya (follow
mual, muntah, takikardi dan hipotensi. Selain itu adalah
up) selama dua tahun dan dilakukan pungsi lumbal tiap
nefrotoksik, g a n g g u a n fungsi liver, netropeni, rash,
enam bulan untuk melihat kekambuhan (relaps)
hipoglikemi, dan abses.
Suramin digunakan untuk Tb rhodeslense stadium I.
Pencegahan
Tapi efek sampingnya cukup serius sehingga perlu diawasi
Human African Trypanosomiasis merupakan permasalahan
dengan ketat. Dosisnya adalah 100-200 mg intravena.
yang cukup kompleks di Afrika. Di beberapa daerah sudah
Dosis untuk dewasa adalah 1 gr pada hari 1, 3, 7,14. dan
dilakukan program eradikasi vektor, namun belum ada
2 1 . Regimen untuk anak-anak adalah 20 mg/kg (maximal
konsensus dalam memecahkan semua masalah yang
1 gr) pada hari 1, 3, 7, 14, dan 2 1 . Kira-kira 1 pasien dari
ada. Tiap individu dapat menghindari risiko terinfeksi
20.000 mengalami reaksi yang fatal karena obat tersebut,
trypanosomiasis dengan menghindari daerah-daerah
yaitu mual, muntah, syok dan kejang. Reaksi yang lebih
yang diketahui banyak kasus, atau dengan memakai baju
ringan adalah demam, fotofobi, pruritus, atralgia, dan
pelindung, dan memakai lotion anti serangga. Belum ada
erupsi kulit. Kerusakan ginjal merupakan efek samping
vaksin untuk mencegah transmisi parasit ini.
dari suramin yang paling penting. Proteinuria biasanya
muncul pada awal pengobatan. Urinalisis harus dilakukan
sebelum menentukan dosis terapi, dan pengobatan harus Prognosis
dihentikan jika proteinuria meningkat atau jika silinder Prognosis penyakit ini pada kebanyakan penderita adalah
dan sel darah merah didapatkan pada sedimen. Suramin baik. Walaupun pendertita sudah memasuki stadium
tidak boleh diberikan pada pasien dengan insufiensi lanjut. Syaratnya adalah pengobatan yang adekuat dan
renal. teratur. Kekambuhan jarang terjadi, hanya sekitar 2%. Bila
penyakit ini tidak ditangani, atau terapi yang diberikan
Standar terapi yang digunakan untuk stadium 2 adalah : terlambat, dapat terjadi kerusakan otak yang ireversibel,
melarsoprol 2.2 mg/kg iv tiap hari selama 10 hari sehingga diikuti kematian.
676 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
TRYPANOSOMA AMERICA (PENYAKIT CHAGAS) melalui transfusi darah pada daerah urban. Sebagian
pasien dengan HIV dan infeksi kronik T cruzi pada proses
DeflnisI serangan akut pada fase lanjut telah diterangkan. Sebagian
besar manifestasi klinis dari pasien-pasien ini adalah
Trypanosoma America (penyakit Chagas), adalah
abses otak T. cruzi, dimana manifestasi klinis ini tidak
penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit protozoa
akan muncul pada manusia dengan imunokompeten.
Trypanosoma cruzi. Penyakit Chagas fase akut biasanya
Saat ini diperkirakan bahwa 16 sampai 18 juta manusia,
mengalami demam ringan yang disebabkan dari awal
lebih dari tiga orang yang hidup di Brazil, terinfeksi kronik
infeksi organisme tersebut. Setelah penyembuhan spontan
T. cruzi. Penyakit Chagas kronik adalah penyebab utama
dari fase akut, sebagian besar penderita mengalami fase
dari angka kesakitan dan kematian di banyak negara-
peralihan (intermediate) dari kronik Penyakit Chagas, yang
negara di Amerika Latin, termasuk Mexico, karena banyak
memiliki karakteristik terdapatnya parasitemia subpaten,
pasien kronik y a n g b e r k e m b a n g dan muncul gejala
pada fase ini antibodi terhadap T. cruzi mudah dideteksi,
kardiologis dan gastrointestinal.
dan tidak terdapat gejala. Sebagian kecil pasien yang
mengalami infeksi kronik, lesi gastrointestinal dan kardiak Beberapa tahun terakhir, rata-rata transmisi T. Cruzi
berkembang dan dapat timbul morbiditas yang serius dan telah menurun di beberapa negara endemik sebagai
bahkan kematian. hasil dari vektor dan program bank darah yang sukses.
Di N e g a r a - n e g a r a belahan selatan A m e r i k a Selatan
EpidemiologI (Uruguay, Paraguay, Bolivia, Brazil, Chili, dan Argentina),
Trypanosoma America (penyakit Chagas), adalah penyakit telah memulai program kerja sejak tahun 1991.
zoonosis yang disebabkan oleh parasit protozoa Penyakit Chagas akut jarang terdapat di Amerika
Trypanosoma cruzi. T. cruzi hanya ditemukan di Amerika. Serikat. Empat kasus transmisi melalui transfusi darah
Mamalia liar maupun hewan peliharaan membawa T. cruzi telah d i l a p o r k a n . Lebih lanjut lagi, pada 26 t a h u n
dan triatomines yang terinfeksi ditemukan pada titik- terakhir, tujuh infeksi yang didukung hasil laboratorium
titik distribusi mulai dari Amerika Serikat bagian selatan dan 9 kasus penting dari Penyakit Chagas akut telah
sampai bagian selatan Argentina.(Gambar 6) Manusia dilaporkan ke Center for Disease Control and prevention
menjadi bagian dalam siklus transmisinya pada saat vektor (CDC). Sebaliknya, prevalensi kronik T cruzi di Amerika
menempati kayu lapuk, atau rumah batu yang banyak Serikat meningkat pada beberapa tahun terakhir. Sejak
terdapat di Amerika Latin. Oleh sebab itulah, infeksi T. pertengahan tahun 1970, banyak penduduk Amerika
cruzi pada manusia menjadi suatu masalah kesehatan, latin berpindah ke Amerika Serikat, 5% dari Salvadoran.
terutama pada pemukiman kumuh di daerah pinggiran Penelitian terakhir di bank darah untuk jumlah total dari
Amerika Tengah maupun Selatan. Sebagian besar infeksi imigran yang terinfeksi saat ini lebih dari 50.000. Kehadiran
T. cruzi yang baru, ditemukan pada daerah pinggiran p e m b a w a (carriers) T. Cruzi m e m b u a t s e b u a h risiko
terutama mengenai anak-anak, tetapi insidennya tidak substansial transmisi dari transfusi darah.
diketahui karena sebagian besar kasus yang berjalan tidak
terdiagnosa. Ratusan orang juga terinfeksi setiap tahunnya Patogenesis
T. cruzi ditransmisikan oleh mamalia sebagai hostnya, oleh
serangga hematopagus triatomin, yang biasanya disebut
serangga reduvidae. Pada gambar 7 dapat dilihat gambar
mengenai siklus hidup dari T. cruzi dan transmisinya
Serangga terinfeksi dengan cara menghisap darah
dari hewan atau manusia yang memiliki parasit dalam
sirkulasi. Organisme yang terhisap berlipat ganda di dalam
saluran pencernaan triatomine (gambar 8), dan bentuk
infektif yang terdapat pada feses pada saat menghisap
darah (subsequent blood meal). Transmisi juga terjadi pada
w
saat triatomine merusak kulit, membran mukosa, atau
konjungtiva oleh karena terkontaminasi dengan kotoran
serangga yang mengandung parasit infektif T. cruzi, juga
dapat ditransmisikan dengan cara transfusi darah yang
berasal dari donor yang terinfeksi, dari ibu kepada bayi
yang dikandungnya, dan pada kecelakaan laboratorium.
( D Trypomastlgotes r t ^ s i j d l f
(di
3^ Amastigotes bermultipllksi
T .. secara binari dalam sel
o'a^rSs, "^Maringyangterinteksi
secara binari dalam
sel di jaring yang terinfeksi
Manifestasi klinis dapat
timbul akibat proses ini
Amastigotes intrasel
= Stadium infeksius ^ benibah manjadi tripomastigo-
tes lalu keluar dan sel.
^ = Stadium diagnostik masuk kedalam darah
Perubahan histologi lokal meliputi ada tidaknya parasit dan sel-sel jaringan subkutan. Akhirnya terjadi edema lokal
diantara leukosit dan sel pada jaringan subkutaneus dan (interstitial), infiltrasi limfosit, dan hiperplasia reaktif dari
munculnya edema interstitial, infiltrasi limfositik, dan reaktif kelenjar getah bening.
hiperplasia pada lymph node yang berdekatan. Setelah Tanda Romana {Romano's sign). Tanda Romana adalah
perpindahan organisme melalui saluran limfatik d a n tanda klasik pada stadium penyakit Chagas akut. Tanda
peredaran darah, otot-otot (termasuk miokardium) akan ini merupakan edema yang terjadi pada palpebra dan
dipenuhi oleh parasit. Pseudosis muncul pada jaringan yang jaringan periokular, unilateral, dan tidak nyeri. Tanda ini
terinfeksi menjadi tempat parasit berkembang biak. muncul bila tempat masuk (port d'entree) nya adalah
Patogenesis dari penyakit Chagas kronik tidak terlalu konjungtiva. Proses yang terjadi adalah infiltrasi dari
dipahami. J a n t u n g adalah organ yang paling sering sel leukosit dan limphosit yang menginvasi konjungtiva
diserang, dan perubahan pada otot jantung meliputi sehingga terbentuk proses radang.(Gambar 8)
pembesaran biventrikular, penipisan dinding ventrikel, Malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan
spiral aneurisma, dan trombus mural. Infiltrasi limfositik ekstrimitas b a w a h , l i m f a d e n o p a t i , rash morbiliform
secara luas, fibrosis interstitial yang difuse, dan atropi sel proses ini terjadi karena adanya proses peradangan yang
miokardial, tetapi parasit jarang terlihat pada jaringan terutama diperantarai oleh sel leukosit dan limfosit. Pada
miokardial. Sistem konduksi sering terkena dan sebagian pembuluh darah terjadi vasodilatasi dan peningkatan
besar berefek pada cabang kanan dan anterior kiri bundle aliran darah ke daerah yang cedera, hal ini mengakibatkan
His. Efek kronik Penyakit Chagas pada saluran gastro- rasa panas dan merah. Seiring dangan peningkatan aliran
intestinal (megadlsease), esofagus dan kolon dapat muncul darah terjadi pula peningkatan aliran limfatik sehingga
berbagai derajat dilatasi. Pada pemeriksaan mikroskopis, terjadi gangguan dalam proses reabsorbsi cairan di akhir
lesi inflamasi fikal disertai infiltrasi limfositik dapat vena pada kapiler sehingga sistem limfatik membuang
dideteksi, dan jumlah neuron pada pleksus misenterik kelebihan cairan ke dalam ruang interstitial.
mungkin berkurang.
Stadium Akut
Chagoma. Chagoma adalah lesi inflamasi yang mengalami
indurasi yang timbul pada tempat masuknya parasit
{port d'entree). Lesi ini berbentuk seperti furunkel yang
disertai proses limfadenopati lokal. Proses ini terjadi
karena adanya parasit dalam darah merangsang reaksi
histologis lokal sehingga merangsang kerja dari leukosit Gambar 8. Triatomine
678 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Hepatosplenomegali terjadi karena sel-sel fagositik masuk dengan cara merusak kulit, dan area yang dirusak
pada hepar dan spleen sebagai sistem RES teraktifasi, tersebut timbul eritema dan bengkak (chagoma), disertai
sel-sel tersebut merupakan sistem monosit-makrofag dengan limfadenopati lokal yang mungkin timbul. Tanda
yang fungsi utamanya adalah menelan benda asing lain Romana temuan klasik pada penyakit Chagas akut, yang
dalam tubuh. Akibat pertahanan dalam melawan benda terdiri atas edema palpebra unilateral yang tidak disertai
asing atau zat toksik tersebut terjadilah hepatomegali dan d e n g a n nyeri dan e d e m a j a r i n g a n periokular dapat
atau splenomegali. timbul bila konjuntiva sebagai tempat masuknya (port
d'entree). Tanda lokal pertama tersebut diikuti dengan
m a l a i s e , d e m a m , a n o r e k s i a , dan e d e m a w a j a h dan
ekstremitas bawah. Rash morbiliform juga mungkin muncul.
Limfadenopati generalisata dan hepatosplenomegali
dapat terjadi. Miokarditis berat jarang muncul; sebagian
besar kematian pada penyakit Chagas akut disebabkan
oleh gagal jantung. Tanda neurologis tidak umum terjadi,
tetapi pernah terjadi meningoensefalitis. Gejala akut
hilang secara spontan pada semua pasien, yang kemudian
memasuki fase asimptomatik (fase intermediate) pada
infeksi kronis T. Cruzi.
Penyakit Chagas kronik timbul setelah beberapa tahun
bahkan setelah berpuluh tahun setelah infeksi awal. Jantung
temasuk organ yang umumnya diserang, dan gejalanya
disebabkan oleh ritme yang terganggu, kardiomiopati
dan thromboembolism. Right bundle-branch block (RBBB)
Gambar 9. Tanda Romana (Romano's sign) adalah abnormalitas elektrokardiografi yang paling sering
(Malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan ekstremitas terjadi, tetapi tipe lain dari blok atrioventrikulanpremofure
bawah, limfadenopati, rash morbiliform) ventricular contraction (PVC), dan taki dan bradiaritmia
sering juga muncul. Kardiomiopati sering terdapat pada
gagal jantung kanan atau gagal jantung biventrikular.
Stadium Kronik Embolisasi dari trombus mural menuju otak atau area lain
Gangguan jantung. Jantung terkena gangguan karena dapat terjadi. Pasien dengan megaesofagus mengalami
j a n t u n g merupakan salah satu predileksi dari infeksi disfagia, odinofagia, nyeri dada, dan regurgitasi. Aspirasi
ini. Pada gangguan ini dapat terjadi penipisan dinding dapat terjadi, terutama saat tidur, dan episode aspirasi
ventrikel, pelebaran biventrikular, aritmia, congestif heart pneumonitis berulang sering terjadi. Penurunan berat
failure, takikardi dan miokarditis. Hal ini terjadi karena badan, kakeksia, dan infeksi pulmonal dapat menyebabkan
parasit menyebar melalui aliran darah dan aliran limfe kematian. Pasien dengan megakolon ditandai oleh nyeri
sehingga menginvasi miokard, saat itu terjadi infiltrasi perut dan konstipasi kronik, dan megakolon yang sudah
limfositik, fibrosis interstitial yang difuse dan atrofi dari sel- berlangsung lama dapat menyebabkan obstruksi, volvulus,
sel miokard. Hal ini menyebabkan gangguan dalam sistem septisemia, bahkan kematian.
konduksi j a n t u n g yang mempengaruhi cabang kanan
dan cabang depan kiri dari bundle of HIS dan terjadilah Diagnosis
takikardi yang lama-lama mengalami aritmia. Diagnosis dari penyakit Chagas akut ditegakkan dengan
M e g a e s o f a g u s dan M e g a k o l o n . Pada pemeriksaan terdeteksinya parasit tersebut. Pemeriksaan mikroskopis
mikroskopik, didapatkan adanya lesi-lesi keradangan fokal darah segar dengan antikoagulan atau dengan buffer
pada esofagus dan kolon. Lesi-lesi ini terjadi akibat adanya a d a l a h cara y a n g p a l i n g s e d e r h a n a untuk m e l i h a t
infiltrasi limfositik. organisme yang bergerak. Parasit j u g a dapat dilihat
Selain itu, perubahan ukuran esofagus dan kolon dengan pengecatan Giemsa tetes tipis maupun tetes
diduga karena adanya sejumlah pleksus misenterikus yang tebal. Bila pemeriksaan untuk melihat parasit tersebut
berkurang banyak pada dinding esofagus dan dinding tidak berhasil, inokulasi pada tikus, kultur darah pada
kolon. media khusus, atau xenodlagnosls dapat d i l a k u k a n .
Tehnik terakhir, serangga triatomine yang tidak terinfeksi
Gambaran Klinis dibiarkan untuk menghisap darah pasien. Setelah itu
Tanda pertama dari Penyakit Chagas akut berkembang dilakukan, hasil positif semua metode ini memiliki proporsi
setidaknya satu minggu setelah invasi parasit. Organisme yang tinggi dengan penyakit chagas akut dan setidaknya
TRYPANOSOMIASIS 679
Penatalaksanaan
Chagas Primer
Infelcsi Dewasa Terapi untuk penyakit Chagas ini tidak terlalu bagus.
Tidakmenunjukan
Nlfurtimox adalah obat satu-satunya yang secara aktif
Tanda Klasik melawan T. cruzi dan beredar di Amerika Serikat. Pada
Kematian atau
Kerusalcan Permanen penyakit Chagas akut, nlfurtimox mengurangi durasi gejala
Chagas Laten Awai dan parasitemia dan menurunkan angka kematian. Walaupun
asimtomatik
begitu, efikasi obat ini untuk mengeradikasi parasit adalah
Intermediate
rendah. Percobaan terbatas menunjukkan bahwa hanya 70%
Klasik dari infeksi akut sembuh secara parasitologis dengan terapi
Chagas Awal C h a g a s Laten Althir
penuh. Berdasarkan pada keterbatasan ini, terapi nifurtimoks
yang Istirahat SImtomatIk, gejala klinis minor harus dimulai sedini mungkin pada penyakit chagas akut.
Lebih lanjut lagi, bila ditemukan secara laboratoris dengan
penampakan yang mirip infeksi T. cruzi, terapi nifurtimoks
Chagas Sel(under C h a g a s Primer harus segera dimulai tanpa menunggu gejala klinis atau
atau Infeksi Dewasa
Laten Awai indikasi parasitologis dari infeksi ini.
yang istirahat
(Tidak pernah berubah Efek samping nifurtimoks yang sering muncul adalah
menjadistadium kronik klasik)^
nyeri abdominal, anoreksia, mual, muntah, dan penurunan
berat badan. Reaksi neurologis obat tersebut adalah tidak
Gambar 9. Perjalanan penyakit Chagas dapat tidur, disorientasi, insomnia, kedutan, parestesia,
polineuritis, dan kejang. Gejala ini biasanya hilang bila
setengan dari infeksi kronik. Karena terapi awal pada dosis dikurangi atau terapi dihentikan. Dosis harian yang
penyakit Chagas akut sangat penting, bagaimanapun, dianjurkan adalah 8-10 mg/kg untuk dewasa, 12,5-15
keputusan untuk memulai terapi untuk infeksi T. cruzi pada mg/kg untuk remaja, dan 15-20 mg/kg untuk anak-anak
temuan negatif dengan preparat basah dan hapusan harus usia 1-10 tahun. Obat diberikan per oral dalam empat
dilihat pada kondisi klinis dan latarbelakang epidemiologi dosis terpisah setiap harinya dan terapi diberikan selama
sebelum hasil pada metode tidak langsung ini muncul. Test 90-120 hari.
serologis digunakan secara terbatas untuk mendiagnosa Benznidazol adalah pilihan kedua untuk digunakan
penyakit Chagas akut. s e b a g a i t e r a p i p e n y a k i t C h a g a s . Efikasinya h a m p i r
Diagnosa penyakit Chagas kronik ditegakkan sama dengan nifurtimoks dan efek sampingnya adalah
dengan mendeteksi antibodi yang mengikat antigen T. neuropati perifer, rash, dan granulositopenia. Dosis yang
cruzi. Kehadiran parasit tidak terlalu penting. Sebagian dianjurkan peroral adalah 5 mg/kg per hari selama 60 hari.
test serologis dengan sensitivitas tinggi untuk antibodi Benznidazol digunakan secara luas di Amerika Latin.
terhadap T. cruzi digunakan secara luas di Amerika Latin, Pertanyaan yang timbul dan diperdebatkan selama
termasuk fiksasi komplemen dan tes immunofiourescence beberapa tahun terakhir adalah b a g a i m a n a d e n g a n
dan enzim yang terikat dengan immunisorbent assay penderita fase indeterminat atau fase kronik dengan gejala
(ELISAs). Bagaimanapun, masalah yang sering muncul penyakit Chagas apakah diterapi dengan nifurtimoks
pada p e m e r i k s a a n k o n v e n s i o n a l ini a d a l a h reaksi atau benznidazole. Penelitian pada hewan laboratorium
positif palsu, khususnya dengan sera dari pasien yang yang terinfeksi T. cruzi maupun manusia memperlihatkan
menderita infeksi parasit lainnya dan penyakit otoimun. bahwa eliminasi parasit menurunkan timbulnya kelainan
Karena a l a s a n ini, d i r e k o m e n d a s i k a n secara u m u m kardiologi. Karena temuan inilah, para ahli dari berbagai
bahwa hasil positif pada pemeriksaan ini dikonfirmasikan negara menganjurkan semua pasien yang terinfeksi T.
dengan dua tes lainnya dan karakteristik hasil positif cruzi diterapi dengan satu macam obat atau obat lainnya,
negatif dibandingkan pada setiap pemeriksaan. Sebuah bergantung pada status klinis atau durasi infeksi.
metode dengan sensitifitas tinggi dan spesifik untuk Terapi dengan alopurinol, flukonazol, dan itrakonazol
mendeteksi antibodi T. cruzi dibuktikan oleh Clinical pada penyakit Chagas akut tidak efektif dan telah diteliti
Laboratory Improvement Amendment (CLIA) dan tersedia secara intensif di laboratorium dengan hewan coba
di laboratorium yang menggunakan immunoprecipitation sebelum digunakan pada manusia.Tidak satupun obat ini
antigen T. cruzi dengan radiolabel dan menggunakan memiliki kemampuan untuk menurunkan level aktifitas
teknik elektroforesa. Pemeriksaan serodiagnostik yang anti T. cruzi pada pasien. Penelitian menggunakan tikus
menggunakan rekombinan protein T. cruz/sebagai target menunjukkan bahwa rekombinan interferon menurunkan
antigen dengan amplifikasi sequence DNA T. cruzi oleh durasi dan bahaya infeksi akut T. cruzi, tetapi manfaat pada
reaksi rantai polimerase cukup berkembang. Walaupun pasien dengan penyakit Chagas akut belum dievaluasi
begitu, tes ini tidak digunakan secara umum. secara sistematis.
680 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Pada pasien infeksi T. cruzi dengan komplikasi ke saraf pusat. Sedangkan prognosis untuk orang dewasa
jantung maupun gastrointestinal harus dirujuk kepada juga buruk bila sudah terjadi penyakit jantung kronik.
s u b s p e s i a l i s untuk evaluasi d a n terapi lebih lanjut.
T r a n s p l a n t a s i j a n t u n g a d a l a h pilihan untuk pasien
s t a d i u m akhir chagasic k a r d i o p a t i . Obat profilaksis REFERENSI
postoperatif menggunakan nifurtimoks atau benznidazol
"African Sleeping Sickness Breakthrough", http://domino.lancs.
harus d i p e r t i m b a n g k a n karena tanpa obat tersebut,
ac.uk Retrieved on April 7.
imunosupresi yang timbul setelah operasi menunjukkan edhead S A , C u s h i o n M T , F r e n k e l JK, Stringer JR (2006).
bahwa terjadi reaktifasi infeksi T. cruzi, dengan gejala yang "Pneumocystis and Trypanosoma cruzi: nomenclature and
lebih serius atau bahkan kematian. typifications". J Eukarv'ot Microbiol 53 (1): 2-11.
Adler D (1989). "Darwin's Illness". Isr J Med Sci 25 (4): 218-21.
Tidak ada terapi spesifik untuk chagoma. Dengan
Berriman M, Ghedin E, Hertz-Fowler C, et al (2005). "The genome
berakhirnya fase penyakit Chagas akut, lesi chagoma akan of the African trypanosome Trypanosoma brucei". Science
menghilang secara spontan, dan pasien akan memasuki 309 (5733): 416-22. http://www.sciencemag.org
Blunt SB, Lane RJ, Turjanski N, Perkin G O (1997). "Clinical features
fase asimptomatik dari infeksi ini.
and management of two cases of encephalitis lethargica".
Mov. Disord. 12 (3): 354-9.
Pencegahan Bocchi E A , Bellotti G , Mocelin A O , et al (June 1996). "Heart
Karena pilihan obat sangat sedikit dan tidak ada vaksin untuk transplantation for chronic Chagas' heart disease". A n n
ThoracSurg61 (6): 1727-33. http://linkinghub.elsevier.com/
mencegah, Kontrol T. cruzi pada negara endemis tergantung retrieve/ pii/ 0003-4975(96)00141 -57.
pada pengurangan tempat populasi vektor dengan cara Brumpt E (1914). " L e xenodiagnostic. Application au diagnostic
semprotan insektisida, pengembangan perumahan, dan de quelques infections parasitaires et en particulier k la
trypanosomose de Chagas" (PDF). Bull Soc Pathol Exot 7
penyuluhan. Pada area endemik, program untuk skrining
(10): 706-10. http://www.pathexo.fr
pada darah donator untuk T. cruzi dibutuhkan untuk Buckner FS, Wilson AJ, White T C , Van Voorhis W C (December
mencegah transmisi T. cruzi melalui tranfusi. Pendatang 1998). "Induction of resistance to azole drugs in Trypanosoma
tidak dianjurkan tidur di area terbuka khususnya di daerah c r u z i " . Antimicrob Agents Chemother 42 (12): 3245-50.
http://aac.asm.org
endemis. Jaring nyamuk dan repellent serangga (krim oles
Burri, C (2000). "Efficacy of new, concise schedule for melarsoprol
anti serangga) digunakan sebagai proteksi. in treatment of sleeping sickness caused by Trypanosoma
Di Amerika Serikat, sulit untuk mencegah transmisi brucei gambiense: a randomised trial". Lancet 355 (9213):
1419-25.
T. cruzi dengan tranfusi darah. Karena tidak ada
Bisser S, N'Siesi FX, Lejon V, et al (2007). "Equivalence trial of
pemeriksaan assay untuk infeksi T. cruzi oleh Food and melarsoprol and nlfurtimox monotherapy and combination
Drug Administration (FDA) dalam penggunaan darah therapy for the treatment of second-stage Trypanosoma brucei
di bank darah, maka skrening serologis belum menjadi gambiense sleeping sickness". J. Infect. Dis. 195 (3): 322-9.
Chagas C (1909). "Nova tripanozomiase humana: Estudos sobre a
s e b u a h p i l i h a n . FDA m e n y a r a n k a n menggunakan
morfolojia e o ciclo evolutivo do Schizotrypanum cruzi n. gen.,
kuesioner untuk mengidentifikasi dan menyaring donor n. sp., ajente etiolojico de nova entidade morbida do homem
pada risiko tinggi infeksi T. cruzi. Cara tersebut bisa efektif [New human trypanosomiasis. Studies about the morphology
and life-cycle of Schizotripanum cruzi, etiological agent of
dan tidak mengurangi penyediaan darah, tetapi penting
a new morbid entity of man]". Mem Inst Oswaldo Cruz 1
untuk ditanamkan dalam pikiran bahwa pemeriksaan (2): 159-218.
b e r d a s a r k a n kuesioner tidak terlalu berhasil d a l a m C h a p p u i s F, Udayraj N , Stietenroth K, Meussen A , Bovier
mengeliminasi transmisi melalui tranfusi pada penyakit PA (2005). "Eflornithine is safer than melarsoprol for the
treatment of second-stage Trypanosoma brucei gambiense
infeksi lainnya.
human African trypanosomiasis". Clin. Infect. Dis. 41 (5):
Pada semua imigran dari daerah endemis harus 748-51.
dilakukan tes untuk menghindari infeksi kronik I cruzi. Cherenet T , Sani R A , Panandam JM, Nadzr S, Speybroeck N ,
van den Bossche P (2004). "Seasonal prevalence of bovine
Tes juga sebaiknya dilakukan sebelum implantasi alat pacu
trypanosomosis in a tsetse-infested zone and a tsetse-free
jantung karena gangguan irama jantung. Perlu dilakukan zone of the Amhara Region, north-west Ethiopia". The
skrening untuk mencegah transmisi kongenital. Onderstepoort journal of veterinary research 71 (4): 307-312.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Petugas laboratorium harus menggunakan sarung
Coutinho M (June 1999). " R e v i e w of Historical Aspects of
tangan dan pelindung mata saat bekerja dengan T. cruzi American Trypanosomiasis (Chagas' Disease) by Matthias
dan vektor yang terinfeksi. Perleth" (fee required). Isis 90 (2): 397. http://links.jstor.org
Chagas' disease (American trypanosomiasis) in southern Brazil"
(PDF). C D R Weekly (United Kingdom Health Protection
Agency) 15 (13). April 2005. http://www.hpa.org.uk
PROGNOSIS C a r l i e r Y (27 February 2003). C h a g a s Disease ( A m e r i c a n
Trypanosomiasis). eMedicine. Retrieved on 11 September
2008.17. C h a g a s C (1909). " N e u e T r y p a n o s o m e n " .
Bila terjadi infeksi pada bayi dan anak maka biasanya
Vorlaufige Mitteilung Arch Schiff Tropenhyg 13:120-2.
berakibat fatal, terutama bila sudah melibatkan sistem Da Silva Valente S A , de Costa Valente V , Neto H F (1999).
TRYPANOSOMIASIS 681
682
INFEKSI NOSOKOMIAL 683
(11,8%), Asia Tenggara (10%), Eropa (7,7%) dan Pasifil< berisiko tinggi, antara lain :
Barat (9,0%) dengan pola kuman lokal sesuai dari data 1. Pasien dengan status imun rendah.
masing-masing regio. 2. Pasien dengan komorbid penyakit kronik.
Data di Ameriksa Serikat menunjukkan , bahwa 37% 3. Penggunaan obat imunosupresan lama.
kejadian infeksi aliran darah (Blood Stream Infection = BSI) 4. Pasien-pasien usia lanjut.
di rumah sakit disebabkan oleh pemasangan instrumen 5. Pasien-pasien dengan penggunaan instrumen medik
medis. 2 1 % kejadian pneumonia nosokomial dan 8 1 % lama.
kejadian infeksi saluran kemih nosokomial disebabkan 6. Pasien-pasien dengan tatalaksana operasi besar dan
oleh pemasangan instrument medis. luka opreasi.
Sementara itu, data dari PPIRS-RSCM, menunjukkan
bahwa angka kejadian infeksi nosokomial pada tahun
2010 berupa infeksi aliran darah (Blood Stream Infections PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
= BSI) mencapai 7,04 kejadian per 1000 pasien pada 8
hari pemasangan kateter vena sentral. Untuk infeksi Secara umum mikroorganisme penyebab infeksi pada
nosokomial saluran kemih mencapai 4,60 per 1000 pasien infeksi nosokomial berbeda dengan penyebab infeksi
pada 5 hari pemasangan kateter urin. Sedangkan infeksi pada komunitas. Mikroorganisme yang dijumpai pada
nosokomial saluran napas hanya dijumpai 1,24 per 1000 infeksi nosokomial umumnya lebih mengarah kepada
pasien pada 8 hari tirah baring. bakteri-bakteri Gram negatif dengan angka kejadian
Sementara itu, data pola kuman di bangsal perawatan multi atau pan resisten yang tinggi. Hal ini disebabkan
penyakit dalam RSCM, antara bulan Januari-Juni 2010 oleh karena terjadinya berbagai perubahan karakteristik
menunjukkan bahwa bakteri terbanyak yang dijumpai mikroorganisme di rumah sakit. Perubahan karakteristik
adalah Klebslelapneumoniae ss pneumoniae (16%), disusul mikroorganisme di rumah sakit, secara garis besar dapat
coli (6%). Untuk bakteri gram positif jumlah isolat yang 1. Proses Endogenik
paling banyak dijumpai adalah S. epidermldis (6%). Temuan Pemberian antimikrobial dengan durasi dan adekuasi
isolat jamur, yaitu C. tropicalis dan C. albicans, masing- yang kurang tepat diduga menjadi salah satu penyebab
masing dijumpai sebanyak 5% dan 4 % . terjadinya perubahan karakteristik mikroorganisme.
Hal ini bisa terjadi melalui perubahan karakter dinding
sel, perubahan sintesa-sintesa protein mikroorganisme
C a r a P e n u l a r a n Infeksi N o s o k o m i a l
dan sebagainya, yang berdampak kepada perubahan
Pada infeksi nosokomial, penularan dapat terjadi melalui :
pola resistensi mikroorganisme di rumah sakit.
1. Cross-infection, penularan ini dapat terjadi secara :
a. Langsung, yaitu penularan yang terjadi akibat 2. Proses Eksogenik
kontak langsung antara satu pasien dengan Terjadinya mutasi genetik pada mikroorganisme
pasien. m i k r o o r g a n i s m e y a n g satu ke m i k r o o r g a n i s m e
yang lain melalui transfer plasmid dan transposon.
b. Tidak langsung, yaitu melalui udara (airborne), atau
Transfer genetik dari mikroorganisme yang telah
melalui berbagai instrumen medik, atau fecal oral
mengalami resistensi terhadap antibiotik multipel
(disebut vehicle borne) yang terkontaminasi.
kepada mikroorganisme lainnya, tentunya juga akan
c. Auto infection, yaitu infeksi diri sendiri, dimana
mengubah pola resistensi mikroorganisme di rumah
kuman sudah ada pada pasien menginfeksi pasien
sakit.
itu sendiri melalui suatu migrasi yang dapat
terjadi dengan berbagai cara. Terjadinya b e r b a g a i p e r u b a h a n pola resistensi
2. Harus diketahui bahwa, infeksi nosokomial tidak mikroorganisme ini menyebabkan tatalaksana antimikrobial
hanya melibatkan pasien rawat, namun juga seluruh pada infeksi nosokomial berbeda dengan infeksi yang terjadi
tenaga kesehatan di rumah sakit, serta penunggu di masyarakat. Infeksi oleh berbagai mikroorganisme yang
dan p e n g u n j u n g p a s i e n , b a h k a n j u g a p e g a w a i sudah mengalami multiresisten atau bahkan panresisten
administratif rumah sakit. Infeksi ini, kemudian juga di rumah sakit juga kerap menimbulkan kesulitan dalam
dapat terbawa ke tengah-tengah komunitas. tatalaksana dan terapi. Gejala klinis yang tidak kunjung
membaik paska terapi antimikrobial, atau gejala klinis yang
Pejamu yang Berisiko Mengalami Infeksi memberat akibat adanya enzim tertentu yang dihasilkan
Nosokomial oleh m i k r o o r g a n i s m e t e r t e n t u , misalnya : Phantom
D i t i n j a u dari segi p e j a m u n y a , i n f e k s i nosokomial Valentine Leucocydin yang dihasilkan oleh kuman MRSA,
merupakan hal yang harus diperhitungkan pada pasien dapat memperburuk tanda dan gejala klinis yang timbul.
684 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
DIAGNOSIS
ETIOLOGI
Diagnosis Kerja
Berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan
Diagnosis kerja merupakan hal yang harus ditegakkan
bahkan parasit harus dipikirkan menjadi penyebab pada
sebelum dilakukan pemberian antimikrobial empirik.
infeksi nosokomial.
B e r b a g a i hal y a n g h a r u s d i p e r t i m b a n g k a n dalam
Penyebab :
menegakkan diagnosis kerja antara lain :
1. Bakteri, dibedakan menjadi
1. Fokus infeksi
a. Gram negatif, yang tersering antara lain adalah
Saat ini terdapat berbagai fokus infeksi yang dapat
Proteus sp, E.coli, Klebslela sp, Pseudomonas dan
terjadi pada infeksi nosokomial, antara lain :
Aclnetobacter sp.
a. Saluran kemih
b. Gram positif, saat ini bakteri Gram positif j u g a
Hal ini sering terkait dengan pemasangan kateter
mendapat perhatian khusus sebagai penyebab
urin yang kurang higienis, atau kateter urin yang
infeksi nosokomial. Dalam hal ini, bakteri Gram
waktu penggunaannya melebihi batas waktu
positif yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
penggunaan yang telah ditentukan.
nosokomial adalah bakteri Gram positif yang sering
b. Kulit dan jaringan lunak, antara lain mencakup :
sudah mengalami multiresistensi antibiotika,
Flebitis, terkait dengan pemasangan instrumen-
seperti Methlcillln Resistant Staphylococcus aureus
instrumen medis seperti kateter vena perifer
INFEKSI NOSOKOMIAL 685
(selang infus), CVC, dan sebagainya. terutama melalui penggunaan ventilator dan alat
Luka operasi. bantu napas lain.
c. Aliran Darah {Blood Stream Infections = BSIs) 2. Pola Resistensi dan Sensitivitas Mikroorganisme Lokal
Infeksi pada aliran darah umumnya terjadi akibat Pola resistensi dan sensitivitas mikroorganisme
m a s u k n y a k u m a n dari b e r b a g a i instrumen lokal/setempat (rumah sakit) tentunya merupakan
medis. data penting yang diperlukan dalam menegakkan
d. Saluran Cerna dan Intraabdomen diagnosis dan terkait dengan rencana pemberian
Infeksi nosokomial d e n g a n fokus di saluran antimikroba secara empirik.
cerna umumnya terjadi akibat penularan secara
fecal-oral, atau penggunaan antibiotika lama, D i a g n o s i s Definitif
d i m a n a k e m u d i a n terjadi infeksi oleh flora Diagnosis definitif merupakan diagnosis yang penting
normal usus atau infeksi oleh mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi nosokomial.
anaerob seperti C difficile. Sedangkan infeksi Diagnosis definitif penyebab infeksi dilakukan melalui
di i n t r a a b d o m e n d a p a t terjadi a n t a r a lain p e m e r i k s a a n kultur m i k r o o r g a n i s m e dari b e r b a g a i
oleh karena pemasangan drainage di daerah spesimen yang diduga menjadi sumber infeksi. Namun
abdomen, atau translokasi mikroorganisme usus y a n g harus menjadi catatan penting di sini a d a l a h
ke rongga peritoneum. bahwa klinisi harus mampu membedakan apakah kultur
e. Saluran Napas mikroorganisme yang diambil tersebut memang benar
Infeksi nosokomial pada saluran napas, dapat merupakan penyebab infeksinya ataukah hanya sekedar
terjadi pada saluran napas atas atau saluran napas kolonisasi saja. Hal seperti ini sangat penting untuk
bawah. Infeksi nosokomial pada saluran napas mendapat perhatian, supaya antibiotika tidak diberikan
dapat terjadi secara airborne atau vehicle borne. dengan indikasi yang salah.
KLASIFIKASI BERDASARKAN FOKUS INFEKSI negatif Pada bentukan-bentukan abses harus diwaspadai
NOSOKOMIAL pula mikroorganisme anaerob.
Tatalaksana yang dapat diberikan adalah berupa
Sumber infeksi pada infeksi nosokomial sangat penting pemberian antibiotik broad spectrum Gram positif atau
untuk ditentukan, oleh karena hal ini nantinya akan G r a m negatif. Pemberian antibiotika flukloksasiklin,
berkaitan d e n g a n pemilihan a n t i b i o t i k a . Pemberian klindamisin atau klaritromisin dapat dilakukan pada
antibiotika tentunya disesuaikan dengan farmakodinamik sangkaan penyebab mikroorganisme Gram positif
dan farmakokinetik antibiotika tersebut, dimana harus Sedangkan pemberian antibiotika golongan
dipilih antibiotika yang memiliki penetrasi tinggi pada glikopeptida (Vankomisin, teikoplanin) atau oxazolindinon
organ-organ yang menjadi fokus infeksi. (Linezolid) dapat diberikan untuk eradikasi mikroorganisme
Gram positif yang multi resisten seperti MRSA dan MRSE
Infeksi N o s o k o m i a l S a l u r a n K e m i h bila memang terbukti sebagai penyebab infeksi.
Infeksi s a l u r a n kemih y a n g didapat di rumah sakit T a t a l a k s a n a infeksi luka o p e r a s i y a n g b e r s i f a t
umumnya dikaitkan dengan : polimikrobial dan sistemik membutuhkan pemberian
1. Penggunaan Kateter Urin yang Lama atau Tidak antibiotika dengan cara de-eskalasi. Antibiotika broad
Steril spectrum untuk mikroorganisme Gram positif dan negatif
Kerap disebut sebagai Catheter Associated Urinary yang multi resisten diberikan untuk kemudian disempitkan
Tract Infections (CAUTI). spektrumnya berdasarkan temuan kultur mikroorganisme
2. Imobilisasi Lama penyebabnya.
Hal ini sering terjadi pada pasien-pasien lanjut usia. Pencegahan terjadinya luka operasi tentunya harus
Diagnosis ditegakkan melalui tampilan klinis, dimana dilakukan dari awal, yaitu dengan cara sterilisasi alat-alat
terjadi disuria, hematuria, demam, dan tanda-tanda klinis operasi yang baik dan sesuai standar, serta meminimalkan
infeksi lainnya. Secara definitif infeksi ini dibuktikan kontaminasi luka operasi dengan cara perawtan luka yang
melalui pemeriksaan urin, dimana ditemukan > 100.000 baik dan higienis.
kuman tunggal.
Mayoritas kuman penyebab umumnya adalah Infeksi A l i r a n D a r a h {Blood Stream Infections =
Uro-Pathogenic E.coli (UPEC) dan Proteus sp. Antibiotik BSIs) Terkait K a t e t e r V a s k u l a r
empirik y a n g u m u m n y a diberikan antara lain dapat Pada BSIs, saat ini dikenal 2 etiologi, yaitu : primary Blood
berupa cephalosporin generasi ketiga, fluoroqulnolon, Stream Infections (primary BSIs) dan secondary BSIs. Primary
trlmetoprlm-sulfametoksazole atau pemberian antibiotik BSIs dikaitkan dengan infeksi mikroorganisme yang terkait
anti betalaktamase bila terdapat kecurigaan Extended dengan penggunaan kateter-kateter vaskular
Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Pada primary BSIs kerap juga sering dijumpai auto
Pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih dapat infeksi S. aureus, dimana terjadi perpindahan S. aureus
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : selaku k u m a n di kulit ke dalam blood stream pada
Penggunaan kateter urin yang steril. tempat tusukan kateter Infeksi jamur sistemik juga harus
Penggunaan kateter urin harus sesuai dengan waktu dipikirkan pada pasien-pasien yang menggunakan kateter
yang ditentukan. vena jugularis lama.
Irigasi cairan kateter urin harus diperhatikan. Sedangkan secondary BSIs terkait dengan sumber
Fisioterapi dan mobilisasi bertahap pada pasien- i n f e k s i di t e m p a t l a i n , k e m u d i a n mikroorganisme
pasien yang mengalami imobilisasi. t e r s e b u t masuk ke d a l a m aliran d a r a h . P e m b e r i a n
Edukasi pekerja rumah sakit dalam mengelola kateter antibiotika pada BSIs karena infeksi nosokomial j u g a
urin, dan pasien-pasien dengan imobilisasi. harus meliputi antibiotika-antibiotika spektrum luas
yang j u g a mampu mengeliminasi bakteri-bakteri multi
Infeksi L u k a O p e r a s i {Surgical Site Infection) dan pan resisten.
Infeksi luka operasi seringkali terjadi pada pasien-pasien Disamping itu harus pula dipikirkan kemungkinan
yang menjalani operasi-operasi besar Infeksi luka operasi terjadinya infeksi j a m u r sistemik, terutama pada pasien-
umumnya bermanifestasi lokal sebagai infeksi kulit dan pasien yang dipasang Central Venous Catheter (CVC).
jaringan lunak (Skin and Soft Tissue Infection = SSTI), A n g k a kejadian kandidiasis sistemik tercatat paling
infeksi pada organ-organ dalam, atau dapat pula menjadi t i n g g i pada p e n g g u n a a n C V C , d i m a n a k a n d i d i a s i s
sistemik. Tanda dan gejala klinis infeksi berupa pus yang sistemik dapat terjadi pada pasien-pasien non
produktif pada luka operasi, abses, atau bahkan timbul neutropenik.
tanda-tanda infeksi sistemik yang berat. Mikroorganisme Terapi empirik u m u m n y a dapat d i b e r i k a n pada
penyebab umumnya berupa gram positif di kulit atau gram p a s i e n - p a s i e n d e n g a n p e r a w a t a n >96 j a m , d e n g a n
INFEKSI NOSOKOMIAL 687
berbagai komorbid dan faktor risiko infeksi jamur (seperti Health Care-Associated clAI dijumpai di rumah
pemasangan CVC lama, atau penggunaan antibiotik lama sakit umumnya sebagai komplikasi pemasangan selang
sebelumnya) yang disertai dengan timbulnya gejala klinis i n t r a - a b d o m i n a l , drainage, peritoneal dialisis, paska
umum seperti demam dan leukositosis. pembedahan dan sebagainya, yang dapat bermanifestasi
S e d a n g k a n t e r a p i p r e - e m t i f anti j a m u r dapat sebagai abses atau peritonitis u m u m . Pemberian
diberikan pada pasien-pasien dengan berbagai faktor antibiotika empirik bagi bakteri gram negatif dan positif
risiko perawatan > 96 j a m dengan temuan kolonisasi dengan multi resistensi direkomendasikan pada kasus-
j a m u r multipel. Seringkali BSIs karena j a m u r kurang kasus Health Care-Associated clAI.
mendapat perhatian yang serius dari para klinisi, sehingga
hal ini menyebabkan tingginya mortalitas infeksi jamur Hospital Acquired pneumonia (HAP)/Heo/fA» Care-
sistemik. Associated Pneumonia (HCAP)
Pencegahan terhadap terjadinya BSIs dapat dilakukan Pneumomia yang terjadi di rumah sakit saat ini dikenal
dengan : dengan nama Hospital Acquired Pneumonia (HAP) atau
1. Melakukan pemberian antiseptik pada tempat-tempat Health Care-Associated Pneumonia (HCAP). Angka HAP
yang akan diinsersi oleh jarum kateter. juga terhitung tinggi di ICU, terutama pada pasien-pasien
2. Sedapat mungkin menggunakan akses-akses vena dengan pengunaan ventilator (dikenal dengan Ventilator
perifer dibandingkan dengan vena-vena sentral. Acquired Pneumonla=\lf\P). Berdasarkan onsetnya, saat
3. Jika harus menggunakan a k s e s s e n t r a l , sebaiknya ini dikenal 2 onset terjadinya HAP/VAR yaitu early onset
menggunakan jalur subklavia ketimbang jalur dan late onset.
jugalaris. HAP/VAP early onset terjadi dalam waktu 4 hari
4. Tidak menggunakan antibiotika topikal pada tempat- pemasangan ventilator, dalam hal ini kuman Gram positif
tempat insersi kateter vena. seperti S. aureus sensitif metisilin {Methlcillln Sensitive
5. Pencegahan yang lain, berupa : penerapan prosedur Staphylococcus aureus - MSSA), atau pneumococcus
yang benar dalam pemasangan kateter-kateter di masih harus dipertimbangkan disamping kuman Gram
pembuluh darah, serta melakukan tindakan sterilisasi negatif seperti H. Influenzae, dan Iain-Iain. Oleh karena
yang sesuai standar pada pasien-pasien yang harus itu pada HAP/VAP early onset harus dipertimbangkan
menjalani pemasangan kateter-kateter vena atau antibiotika yang memiliki spektrum luas, yaitu yang dapat
pembuluh darah. mengeliminasi bakteri-bakteri gram positif dan negatif,
seperti cephalosporin generasi ketiga, atau respiratory
Infeksi Nosokomial Saluran Cerna dan Health tract quinolon seperti levofloksasin.
Care-Associated Complicated Intraabdominal HAP/VAP late onset adalah HAP/VAP yang terjadi
Infection (Health Care-Associated clAI) pada waktu dari 4 hari p e n g g u n a a n ventilator atau
Infeksi pada saluran cerna yang didapat di rumah sakit p e n g g u n a a n antibiotika di rumah sakit. Pada HAP/
sering dihubungkan dengan hygienis makanan pasien VAP late onset penyebab kuman gram negatif seperti
yang kurang baik. Penyebab lain yang sering dijumpai Klebslela, Pseudomonas sp atau Aclnetobacter sp harus
pada infeksi saluran cerna didapat di rumah sakit adalah lebih dipikirkan. Pola kuman pada HAP/VAP late onset
adanya infeksi Clostridium difficile. Infeksi C. difficile kerap pun u m u m n y a c e n d e r u n g lebih r e s i s t e n t e r h a d a p
dikaitkan dengan penggunaan antibiotika lama, atau juga antibiotika. Oleh karenanya antibiotika yang diberikan
obat-obat kemoterapi lama yang menyebabkan kematian pun harus mampu mencakup kuman-kuman resisten
flora normal usus. seperti Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), multi/
Infeksi C. difficile ditandai dengan diare akut cair, pan resistant Pseudomonas sp dan Aclnetobacter sp,
jarang berdarah. Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit dan bahkan j u g a Methlcillln Resistant Staphylococcus
dengan penggunaan antibiotika lama dengan keluhan aureus (MRSA) dan Methlcillln Resistant Staphylococcus
klinis diare patut dicurigai mengalami infeksi C. difficile. epidermidis (MRSE).
Diagnostik umumnya ditegakkan melalui P e n c e g a h a n t e r j a d i n y a V A P a n t a r a lain d a p a t
pemeriksaan kultur feses, ataupun ditemukannya kolitis dilakukan dengan memposisikan pasien setengah
p s e u d o m e m b r a n o s a pada pemeriksaan kolonoskopi. b e r b a r i n g {Semi-Recumbent), mencegah terjadinya
Pemberian metronidazol oral saat ini masih menjadi akumulasi sputum, atau juga penggunaan ranjang khusus
pilihan utama terapi C. difficile. Adanya resistensi C. difficile {oscillating bed). Terjadinya peningkatan asam lambung
terhadap metronidazol patut dicurigai apabila tidak j u g a sering dikaitkan sebagai salah satu faktor risiko
dijumpai perbaikan klinis paska pemberian metronidazol. terjadinya VAP Hal ini dikarenakan mampu menyebabkan
Pada kondisi seperti ini vankomisin direkomendasikan terbentuknya kolonisasi kuman atau translokasi kuman
untuk diberikan. lambung.
688 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
Tabel 4. Manajemen HAP dan VAP Tanpa Faktor Risiko Patogen Resisten Onset Dini dengan Berbagai Derajat Beratnya
Penyakit, Rekomendasi ATS 2004
Tabel 5. Antibiotik Inisial Empirik pada HAP dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Onset Lambat dengan Risiko
infeksi Patogen Multidrug Resistant dengan Berbagai Derajat Beratnya Penyakit, Rekomendasi ATS 2004 ^
Potential Pathogens Terapi Kombinasi Antibiotik'
Pathogens listed in Table 3 and MDR pathogens Antipseudomonal cephalosporin (cefepime, ceftazidime)
Pseudomonas aeruginosa atau
Klebsiella pneumoniae (ESBL*)* Antipseudomonal carbepenem
Acinetobacter species* (imipenem or meropenem)
atau
b-Lactam/b-lactamase inhibitor
(piperacillin-tazobactam) plus
Antipseudomonal fluoroquinolone*
(ciprofloxacin or levofloxacin)
Atau
Aminoglycoside
(amikacin, gentamicin, or tobramycin)
Plus
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Linezolid or vancomycin"
Legionella pneumophila^
*Pasien dengan tersangka infeksi ESBL, maka pilihan utamanya adalah golongan karbapenem. Bila tersangka penyebab infeksi adalah
L. pneumophila, maka regimen kombinasi mencakup makrolid (seperti azitromisin) atau fluorquinolon (seperti ciprofloksasin atau
levofloksasin) lebih direkomendasikan dibandingkan golongan aminoglikosida
* Digunakan bila ada faktor risiko infeksi MRSA
INFEKSI NOSOKOMIAL 689
PENATALAKSANAAN UMUM INFEKSI NOSOKOMIAL gejala dan tanda klinis yang relatif stabil. Pemberian
antibiotika dimulai dengan antibiotika yang bersifat
Hal pertama yang harus diperhatikan pada tatalaksana narrow spectrum, namun apabila pada pemantauan
infeksi nosokomial secara umum adalah sedapat mungkin berikutnya terjadi perburukan keadaan umum pasien,
mengevakuasi faktor risiko penyebab infeksinya, misalnya maka pemberian antibiotika dinaikkan kepada
pada penggantian kateter vaskular, kateter vena jugular antibiotika yang memiliki spektrum lebih luas.
atau kateter urin yang telah lama digunakan. Sterilisasi 2. Cara De-eskalasi
instrumen-instrumen rumah sakit menjadi sesuatu yang P e m b e r i a n a n t i b i o t i k a d e n g a n cara d e - e s k a l a s i
vital yang harus dilakukan. dilakukan pada pasien-pasien infeksi nosokomial
dengan gejala dan tanda klinis yang tidak stabil dan
Isolasi mengancam. Pada awal segera diberikan antibiotika
Tindakan isolasi pasien perlu dilakukan, baik bagi pasien- yang broad spectrum, yang kemudian diturunkan (de-
pasien yang dijumpai kolonisasi mikroorganisme multi/pan eskalasi) kepada antibiotika sesuai temuan definitif
resisten, ataupun yang terinfeksi mikroorganisme multi/ bakteri penyebab, lengkap dengan resistensi dan
pan resisten. Pada pasien-pasien yang dijumpai kolonisasi sensitivitas terhadap antibiotiknya.
mikroorganisme multi/pan resisten sebenarnya tidak
memerlukan eradikasi antibiotika empirik ataupun definitif Pemberian Antibiotika Definitif
N a m u n , pada pasien yang demikian wajib dilakukan Antibiotika definitif adalah antibiotika yang diberikan
tindakan dekolonisasi dengan antiseptic bath. berdasarkan kepada t e m u a n bakteri kultur, lengkap
dengan sensitifitas dan resistensinya. Pemberian antibiotika
Tatalaksana umum Infeksi Bakteri Nosokomial definitif merupakan kelanjutkan dari pemberian antibiotika
Infeksi bakteri tercatat sebagai penyebab infeksi empirik. Pemberian antibiotika secara definitif dilakukan
nosokomial tertinggi hingga saat ini. Pemberian antibiotika d e n g a n tujuan m e m p e r s e m p i t spektrum antibiotika
yang tepat guna amat dibutuhkan dalam pengelolaan sesuai t e m u a n b a k t e r i n y a , s e h i n g g a meningkatkan
infeksi bakteri nosokomial. efektifitas eradikasi bakteri. Antibiotika Definitif dapat
Secara umum, indikasi tatalaksana antibiotika pada diberikan sampai kondisi pasien menunjukkan tanda-tanda
pasien-pasien yang terpapar infeksi nosokomial di rumah perbaikan klinis
sakit dapat dibedakan menjadi 3 indikasi (sesuai indikasi
umum antibiotika), yaitu : Antibiotika pada Bakteri-bakteri Resisten pada
1. Pemberian Antibiotika Profilaksis. Infeksi Nosokomial
2. Pemberian Antibiotika Empirik. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bakteri pada
3. Pemberian Antibiotika Definitif. infeksi nosokomial kerap bersifat resisten t e r h a d a p
a n t i b i o t i k a - a n t i b i o t i k a g o l o n g a n b e t a l a k t a m . Kerap
Pemberian Antibiotika Profilaksis dijumpai K. pneumoniae dan E. coli yang berkategori
Antibiotika profilaksis umumnya diberikan pada pejamu ESBL atau Multi-Drug Resistant (MDR) Pseudomonas sp,
yang imunokompeten, tanpa gejala klinis infeksi yang MDR Aclnetobacter sp serta munculnya strain-strain baru
jelas, namun berada dalam situasi yang cenderung dapat yang resisten terhadap antibiotika golongan karbapenem,
terinfeksi, misalnya pada pasien-pasien imunokompeten s e p e r t i Klebslela pneumonia Carbapenemase (KPC)
yang menjalani operasi besar. Oleh karena itu, pada atau Enterobacterlceae carbapenemase harus menjadi
pasien-pasien demikian ini dimungkinkan untuk diberikan pertimbangan tersendiri dalam pemberian antibiotika
tatalaksana antibiotika. empirik infeksi nosokomial.
Antibiotika golongan karbapenem atau antibiotika
Pemberian Antibiotika Empirik yang dikombinasi dengan antibetalaktamase, seperti
Pemberian antibiotika empirik adalah pemberian t a z o b a c t a m , sulbaktam atau asam klavulanat dapat
antibiotika pada pejamu yang telah menampakkan gejala diberikan pada infeksi nosokomial dengan perkiraan
klinis infeksi, namun belum diketahui secara pasti kuman a d a n y a bakteri-bakteri ESBL. S e d a n g k a n antibiotika
penyebab infeksinya. Pemberian antibiotika empirik golongan glikopeptida seperti vankomisin, teikoplanin,
didasarkan pada studi-studi pola kuman yang berlaku. atau golongan oxazolindinon seperti linezoloid dapat
Pemberian antibiotika empirik pada infeksi nosokomial dipertimbangkan pada infeksi-infeksi MRSA.
secara umum dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : Linezolid y a n g m e m i l i k i narrow spectrum pada
1. Cara Eskalasi k u m a n g r a m positif, j u g a d a p a t dipertimbangkan
Pemberian antibiotika dengan cara eskalasi dilakukan untuk e r a d i k a s i k u m a n - k u m a n s e p e r t i Vancomycin
pada p a s i e n - p a s i e n infeksi n o s o k o m i a l d e n g a n Resistant Staphylococcus aureus (VRSA) atau Vancomycin
690 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
komponen tersebut harus bekerja sama sesuai dengan Krieger JN et al. Urinary tract etiology of blood infections in
hospitalized patients. J Infect Dis 1986; 153:1075-83. Maki Dg,
bidangnya masing-masing guna menentukan kebijakan
et al. Infection control in intravenous therapy. Ann Intern
pengendalian infeksi di rumah sakit sesuai dengan kondisi Med 1973; 79: 867-87
di lapangan. Loho T, Astrawinata D A W , Peta Bakteri dan Kepekaan terhadap
Antibiotik R S U P N Cipto Mangunkusumo Januari-Juni, 2010
Marschall J, Tibbets RJ, Dunne Jr W M , Frye J G , Eraser VJ,
Warren D K , Presence of the K P C carbapenemase gene in
KESIMPULAN enterobacteriaceae causing bacteremia and its correlation
with in vitro carbapenem susceptibility, J Clin Microbiol, vol.
47. no.l. 2009; 239-241
Infeksi nosokomial saat ini menjadi salah satu perhatian
Nelwan R H H , Sosro R, Immanuel S, Soemar-sono. Infeksi rumah
utama yang harus mendapat penanganan yang baik. sakit pada pasien yang dirawat di ruang rawat Bagian Ilmu
Berdasarkan klasifikasinya, infeksi nosokomial antara lain Penyakit Dalam F K U I / R S C M . A M I 1983; 13:14-46
: infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi aliran N i e d e r m a n , H o s p i t a l - A c q u i r e d Pneumonia, Health C a r e -
Associated Pneumonia, Ventilator-Associated Pneumonia,
darah, infeksi saluran cerna dan intra-abdomen, serta
and Ventilator-Associated Tracheobronchitis: Definitions and
infeksi paru. Penanganan kejadian infeksi nosokomial Challenges in Trial Design Clin. Infect Dis, 2010; 51: S12 - S17
meliputi tindakan isolasi sampai kebijakan pemberian Pappas G P , Kauffman C A , Andes D et al. Clinical Practice
antimikroba empirik dan definit yang tepat. Panitia Guidelines for The Management of Candidiasis : 2009 Update
by the Infectious Disease Society of America, 2009
Pengendali Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) harus dibentuk di Pedoman Managerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
rumah sakit untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Departemen
terkait guna pengendalian infeksi di rumah sakit. Kesehatan Republik Indonesia, edisi kedua, 2008
Pedoman Pencegahan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, edisi kedua, 2009
REFERENSI Peter G . Pappas, Carol A . Kauffman, David Andes, Daniel
K. Benjamin, Jr., Thierry F. Calandra, John E . Edwards,
Jr., Scott G . Filler, John F. Fisher, Bart-Jan Kullberg, Luis
American Thoracic Society, GuideUnes for the Management of
Ostrosky Zeichner, Annette C. Reboli, John H . Rex, Thomas
Adults with Hosptal acquired. Ventilator associated and
J. Walsh, and Jack D.Sobe, Clinical practice guidelines for the
Healthcare associated pneumonia, 2004
management of candidiasis: 2009 update by the infectious
Antibiotic and Chemotherapy. Anti-Infectious Agents and their
diseases society of America, Clinical Infectious Diseases,
use in therapy. 8"" ed. Roger G Finch, David Greenwood
2009; 48: 503 - 535
Churchill Livingstone 2003
Pramudiyo R. Experience on nosocomial infec-tion control in
Baiio JR, Navarro M D et al. Epidemiology and clinical features
Hasan Sadikin Hospital-Internation-al Symposia on Tropical
of infections caused by extended spectrum beta-lactamase
Med. And Infectious Diseases, Bandung, September 1993
producing escheceria coli in nonhospitalized patients. J Clin
Pratiwi S. Perubahan pola penyebab infeksi saluran napas, M K I
Microbiol, vol. 42. no.3. 2004; 1089-94
1994;44 (8)
Buku Saku Quality and Safety, Unit Pelayanan Jaminan Mutu
Sakoulas G , Gold HS, Degiloram P C , Eliopoulos G M , Qian Q.
R S U P N Cipto Mangunkusumo, edisi 1, 2011
Methicillin resistant Staphylococcus aureus : Comparison of
Donowitz L G , Infection Control for the Health Care Worker, 3'^
susceptibility testing methods and analysis of mecA positive
ed,2000
susceptible strains. A m J of Clin Microbiol, vol.39, n o . l l :
Friedman C , Newsom G , Basic Concepts of Infection Control,
2001 :3946-51
International Federation of Infection Control,2007
Styrt B, Sugarman B. Antipyretic and fever. A n n Intern Med
Gardjito W, Kolopaking EP. Problems of nosocomial infection
1990;150:1589
control in relation w i t h irrational use of antibiotics.
Wenzel R, Bearman G , Brewer T, Butzler JP, Importance of
International Symposia on Tropical Med and Infectious
Infections Control, A guide to Infection Control in the
Diseases, Bandung,1993
Hospital, International Society for Infectious Disease (ISID),
Girard R, Peraud M, Pruss A et al. Prevention of Hospital Acquired
4"^ ed, 2008
Infection, A Practical Guide, 2nd, W H O , 2002
Woodford N , Zhang J ,Warner M, Kaufmann M E , Matos J,
Gould IM, Antibiotic policies to control hospital-acquired iiifection,
MacDonald A, Brudney D, Sompolinsky D, Navon-Venezia S,
J. Antimicrob. Chemother, 2008; 61: 763 - 765
Livermore D M , Arrival of Klebsiella pneumoniae producing
Jacobsen SM, Stickler DJ, Mobley H L , Shirtliff M E , Complicated
K P C carbapenemase in the United Kingdom, J. Antimicrob.
catheter - associated urinary tract infection due to E.coli and
Chemother, 2008; 62:1261 - 1264
proteus mirabilis, Clin. Microbiol, 2008; 26-59
Zulkarnain 1, Infeksi Nosokomial, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Joseph S. Solomkin, John E . Mazuski, John S. Bradley, Keith
Dalam Jilid III, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
A Rodvold, Ellie J.C. Goldstein, Ellen J. Baron, Patrick J.
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006 ; 1771-73
0>Neill, Anthony W. Chow, E. Patchen Dellinger, Soumitra
Scott R D . The direct medical costs of healthcare-associated
R. Eachempati, Sherwood Gorbach, Mary Hilfiker, Addison
infections in U S hospitals and the benefits of prevention, 2008.
K. May, Avery B. Nathens, Robert G . Sawyer, and John G .
Bartlett, Diagnosis and management of complicated intra-
abdominal infection in adults and children: guidelines by the
surgical infection society and the infectious diseases society
of America, Clinical Infectious Diseases, 2010; 50:133 -164
92
SEPSIS
A. Guntur Hermawan
692
SEPSIS 693
Moewardi 2,1 %. Pasien menderita sepsis 597 orang dan yang Infection • Pathogen, toxicity, and immunity
• Location and compartmentalization
meninggal karena sepsis sebanyak409 (dewasa 384 dan anak
25 orang). Dari kematian total di rumah sakit sebanyak 2.288, Response Increased biomarkers/biomediators
• Manifested physiologic symptoms
angka kematian karena sepsis berjumlah 409 orang (17,87%).
Penderita sepsis sebanyak 597, dan yang meninggal karena
Organ dysfunction
syok septik sebanyak 409 (68,5%).^ Number of foiling organs
Optimum individualized
treatment
DERAJAT SEPSIS
Gambar 1. Faktor predisposisi, infeksi, respons klinis, dan
disfungsi organ pada sepsis (PIRO) (Dikutip dari Levy MM, et
1. SIRS, ditandai dengan > 2 gejala sbb:
al. 1256)
Hipertermia/hipotermia (> 38,3 °C/< 35,6 °C )
Takipneu ( r e s p > 2 0 / m n t )
Takikardia( pulse > 100/mnt) ETIOLOGI SEPSIS
Leukositosis > 12000/mm atau Leukopenia <
4000/mm Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri G r a m
- Sel imatur > 10% (-) dengan prosentase 6 0 % sampai 7 0 % kasus, yang
2. SEPSIS m e n g h a s i l k a n berbagai produk dapat m e n s t i m u l a s i
Infeksi disertai SIRS sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan
3. SEPSIS BERAT m e d i a t o r inflamasi. Produk y a n g berperan penting
Sepsis yg disertai MODS/MOF {Multi Organ Dysfunction terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau
Syndrome/Multl Organ Failure), hipotensi, oligouri endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen
bahkan anuri. utama membran terluar dari bakteri Gram negatif
4. Sepsis dengan hipotensi LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan
Sepsis dengan hipotensi (tek. sistolik < 90 mmHg atau syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam
penurunan tek. sistolik > 40 mmHg). LPS bertanggung j a w a b terhadap reaksi dalam tubuh
5. Syok Septik p e n d e r i t a . S t a p h y l o c o c c i , Pneumococci, Streptococci
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang dan bakteri Gram positif lainnya jarang menyebabkan
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis sepsis, dengan angka kejadian 2 0 % sampai 4 0 % dari
dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, keseluruhan kasus.^^ Selain itu jamur oportunistik, virus
dan disertai hipoperfusi jaringan.^ {Dengue dan Herpes) atau protozoa {Falciparum malarlae)
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.
disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel
Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas ) pada : dari semua kuman, pemberian infus substansi ini pada
1. Asidosis laktat. binatang akan m e m b e r i k a n gejala mirip p e m b e r i a n
2. Oliguria. endotoksin. Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan
3. Atau perubahan akut pada status mental. agregasi trombosit.^^"'^^
Berdasarkan konferensi internasional pada tahun 2001, Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam
terdapat tambahan terhadap kriteria sebelumnya. Dimana kuman, misalnya a-hemolisin (S. aureus), E. coli haemolisin
pada konferensi tahun 2001 menambahkan beberapa (E. coli) dapat merusak integritas membran sel imun secara
kriteria diagnostik baru untuk sepsis. Bagian yang terpenting langsung.
adalah dengan memasukkan petanda biomolekuler yaitu Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting
procalcltonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP), sebagai adalah LPS endotoksin Gram negatif dan dinyatakan
langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung
utama adalah implementasi dari suatu sistem tingkatan mengaktifkan sistem imun selular dan humoral, yang
Predisposition, insult Infection, Response, and Organ dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS
disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang
maksimum berdasarkan karakteristik pasien dengan pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab
stratifikasi gejala dan risiko yang individual. terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida,
694 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
yang disebut faktor nekrosis tumor [Tumor necrosis factor/ penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4
TNF) dan interleukin 1 (IL-I), IL-6dan IL-8yang merupakan [Toll Like Receptors 4) sebagai reseptor transmembran
mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada dengan perantaraan reseptor CD 14+ dan makrofag
penderita immunocompromise (IC) y a n g m e n g a l a m i mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat
sepsisJ9,2o," terjadi pada bakteri Gram negatif yang mempunyai LPS
dalam dindingnya."'^^
Pada bakteri Gram positif eksotoksin dapat
PATOGENESIS merangsang langsung terhadap makrofag dengan melalui
TLRs2 [Toll Like Receptors 2) tetapi ada juga eksotoksin
Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus sebagai superantigen.
infeksi j a r i n g a n sebagai sumber bakteriemia, hal ini P a d a h a l s e p s i s d a p a t terjadi p a d a r a n g s a n g a n
disebut sebagai bakteriaemia sekunder. Sepsis Gram endotoksin, eksotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme
negatif m e r u p a k a n komensal normal dalam saluran tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat
gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur menerangkan patogenesis sepsis dalam arti keseluruhan,
yang berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi oleh karena konsep tersebut tidak melibatkan peran limfosit
appendikal, atau bisa berpindah dari perineum ke uretra T dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septik.
atau kandung kemih. Selain itu sepsis Gram negatif fokus Di Indonesia dan negara berkembang sepsis tidak
primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, hanya disebabkan oleh Gram negatif saja, tetapi j u g a
saluran empedu dan saluran gastrointestinum. Sepsis d i s e b a b k a n oleh G r a m positif y a n g mengeluarkan
Gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran eksotoksin. Eksotoksin, virus, dan parasit yang dapat
respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya b e r p e r a n s e b a g a i s u p e r a n t i g e n s e t e l a h di f a g o s i t
pada luka bakar.^^ oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai
Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh Antigen Processing Cell dan kemudian ditampilkan dalam
terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini m e m b a w a
Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major
m e n g h i l a n g k a n dan eradikasi organisme p e n y e b a b . Histocompatibility Complex [MHC). Antigen yang bermuatan
Berbagai j e n i s sel akan teraktivasi dan memproduksi peptida MCH kelas II akan berikatan dengan CD4" (limfosit
berbagai j e n i s mediator inflamasi termasuk berbagai T h i dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor).
s i t o k i n . M e d i a t o r inflamasi sangat kompiek karena Sebagai usaha tubuh untuk beraksi terhadap sepsis
m e l i b a t k a n b a n y a k sel d a n m e d i a t o r y a n g d a p a t maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari T h i
mempengaruhi satu sama lain. yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu : IFN-g,
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri IL-2 dan M-CSF (Macrophage colony stimulating factor).
dalam sepsis. Masih banyak faktor lain (non sitokin) Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6
yang sangat berperanan dalam menentukan perjalanan dan IL-10. IFN-y merangsang makrofag mengeluarkan
suatu penyakit. Respon tubuh terhadap suatu patogen I L - i p dan T N F - a . IFN-g, IL-1p dan T N F - a merupakan
melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan sitokin proinflamatori, sehingga pada keadaan sepsis
berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat proinflamasi terjadi p e n i n g k a t a n k a d a r I L - i p d a n T N F - a serum
dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama ti^rjadi
TNF, IL-1, Interferon (IFN-g) yang bekerja membantu sel sepsis tingkat I L - i p dan T N F - a berkolerasi d e n g a n
untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. keparahan penyakit dalam kematian,^**^^ tetapi ternyatc:
Termasuk sitokin antiinflamasi a d a l a h interleukin 1 sitokin IL-2 dan T N F - a selain merupakan reaksi terhadap
reseptorantagonis (IL-Ira), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk sepsis dapat pula merusakkan endotel pembuluh darah
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respons yang m e k a n i s m e n y a sampai d e n g a n saat ini belum
yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara pro- jelas <20'3o^9>. I L - i p sebagai imuno-regulator utama juga
inflamasi dan anti-inflamasi mediator ini tidak tercapai mempunyai efek pada sel endotelial termasuk di dalamnya
dengan sempurna maka dapat memberikan kerugian pembentukan prostaglandin E2 (PG-E.,) dan merangsang
bagi tubuh.^^^^^B e k s p r e s i Intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1).
Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang
berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin Gram telah tersensitasi oleh granulocyte-macrophage colony
(-) maupun eksotoksin Gram (+). Endotoksin dapat secara stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan
langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibodi adhesi. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga
dalam serum darah penderita membentuk LPSab (Lipo langkah, yaitu :
Poll Sakarida Antibodi). LPSab yang berada dalam darah 1. Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan
SEPSIS 695
jumlah antibiotika yang diberikan sebelumnya Eli Lilly and Company mengumumkan bahwa hasil uji
(dieskalasi). Diperlukan regimen antimikrobial dengan klinis Phase III menunjukkan drotrecogin alfa (protein
spektrum aktivitas luas sesuai dengan hasil kultur. C teraktifkan rekombinan, Zovant) menurunkan risiko
Hal ini karena terapi antimikrobial hampir selalu relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ
diberikan sebelum organisme yang menyebabkan akut terkait (dikenal sebagai sepsis berat) sebesar 19,4
sepsis diidentifikasi. persen. Zovant merupakan antikoagulan.
dengan <150nng/dL. Dengan melakukan monitoring pada 8. G u n t u r H . 2011. Sepsis in Elderly. Simposium Geriatri
Semarang.
gula darah setiap 1-2 j a m dan dipertahankan minimal
9. G u n t u r H . 2010. O v e r v i e w Sepsis and Septic Shock.
sampai dengan 4 hari. Simposium Anestesi Jogja
Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan 10. Bone R C . Gram-positive organisme and Sepsis. A r c h I n t e r n
profilaksis dengan menggunakan blocker proton pump M e d . 1994. 54: 26-35.
11. Carrigan SD, Scott G , Tabrizian M. Toward Resolving the
Inhibitor.
Challenges of Sepsis Diagnosis. Clinical Chemistry. 2004.
A p a b i l a terjadi kesulitan pernapasan penderita 50(8):1301-14.
memerlukan ventilator dimana tersedia di ICU. 12. Cohen J. Sepsis Syndrom. J o u r n a l of M e d I n t . Infection. 1996.
31-4.
13. Cotran RS, Kumar V, Collins T. Pathologic Basic of D i s e a s e . WB
Saunders Co. London Toronto. 1999. 6"' edition.
PENCEGAHAN 14. Dale D C . Septic Shock. I n H o r i s o n ' s T e x t Book of I n t e r n a l
M e d i c i n e . 1995. 232-238.
15. Endo YYS, Kikuchi SM, Wakabayashi NG, Tanaka T, Taki K,
Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang
Inada K. Interleukin 1 Receptor Antagonis and Interleukin 10
biasanya dihuni bakteri Gram-negatif Level Clearly Reflect Hemodynamics during Septic Shock.
Gunakan trimetoprim-sulfametoksazol secara 1999.
16. Hamblin AS. Cytokines in patholog\' and therapy. Citokines
profilaktik pada anak penderita leukemia
A n d Citokines R e c e p t o r . 1993. 65-75.
Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau 17. Hoeprich M C , Miyajima A , Coffman R. C y t o k i n e s P a u l
sulfamilon secara profilaktik pada pasien luka bakar F u n d a m e n t a l I m m u n o l o g y . 1994. 3"'edition. 763-90.
Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring 18. H o w a r d M C , Miyajima A , Coffman R. C y t o k i n e s P a u l
F u n d a m e n t a l I m m u n o l o g y . 1994. 3"'edition. 763-90.
posterior untuk mencegah pneumonia gram-negatif
19. Israel L G , Israel ED. N e u t r o p h i l function mechanism hematology.
nosokomial 1997. 2"^' edition. 121-3.
Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin 20. Janeway, Traver. The Immune System In Health And Disease.
I m m u n o b i o l o g y . 1996. 2'''' edition. 9-15.
dan gentamisin dengan vankomisin dan nistatin efektif
21. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Review of Medical Microbiology.
dalam mengurangi sepsis gram-negatif pada pasien 14.1997.
neutropenia. 22. Kelly JL, Sulivan, Riordain M. Is circulating endotoxin the
Lingkungan yang protektif bagi pasien berisiko kurang trigger for systemic Inflammatory respons syndrom seen
after injury. A n n Surg. 1997. 225 ( 5 ): 530-41.
berhasil karena sebagian besar infeksi berasal dari
23. Kremer JP, Jarrar D, Srckholzer U , Ertel W. I n t e r l e u k i n - 1 , -6
dalam (endogen). a n d TNF-alfa release is down regulated in whole blood from septic
Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B p a t i e n t s . 1996.
24. Levy M M , Fink MP, Marshall JC, Abraham E, et al. 2001
ambil apusan (swab) vagina/rektum pada kehamilan
S C C M / E S I C M / A C C P / A T S / S I S International Sepsis
35 hingga 37 minggu. Biakkan untuk Streptococcus Definitions Conference. C r i t C a r e M e d . 2003. 31:1560-7.
agalactlae (penyebab utama sepsis pad neonatus). 25. Muraille E and Leo O. Resiviting the T h l / T h 2 Paradigm.
Jika positif untuk strep Grup B, berikan penisilin S c a n d i n a v i a n Journal of I m m u n o l o g y . Instistute of immunology
and Rheumatology Norway. 1997.1-6.
intrapartum pada ibu hamil. Hal ini akan menurunkan
26. Openheim JJ. Cytokines Basic a n d Clinical I m m u n o l o g y . 1995.
infeksi Grup B sebesar 78%. 7"' edition. 78-98.
27. R.Phillip Dellinger et al, 2008, Surviving Sepsis Campaign :
International guidelines for management of severe sepsis and
septic shock. CritCare Med 2008 Vol 36 N o . l
REFERENSI 28. Rangel-Frausto, M. Ptett D., Costigan M., et al. The natural
history of the systemic inflammatory response syndrome
1. Barron RL. Patophysiology Septic Shock and Implications for (SIRS). J A M A . 1995. 273:117-23.
Therapy. Clinical P h a n n a t y . 1993.12: 829-45. 29. Roger, Bone C . The Pathogenesis of Sepsis. A n n in M e d . 1991.
2. Belanti J. I m m u n o l o g i III. Yogyakarta. Gadjah Mada University 115: 68-457.
Press. 1993. 443-8. 30. Sands K E . Epidemiology of Sepsis Syndrom in 8 Academic
3. Billiau A, Vandeckerckhove. Cytokines and Their Interactions Medical Centers. J A M A ' . \ 9 9 7 . 1 7 ^ : 234-40.
with other Inflammatory Mediator. In the Pathogenesis of 31. Sissons P & Carmicael A. The Immunology of Infection.
Sepsis and Septic Shock. E u r J Clin I n v e s t . 1991. 21: 73-559. M e d . I n t e r n a t i o n a l Infection. Australia and Far East Edition.
4. Bone R C , Balk R A , Cerra FB, et al. Definitions for sepsis 1996. 35 (10): 1-5.
and organ failure and guidelines for the use of innovative 32. Srikadan S, Cohen J. The Pathogenesis of Septic Shock. Journal
therapies in sepsis. The A C C P / S C C M Consensus Conference of Infection. 1995. 30: 201-6.
Committee. American College of Chest Physicians/Society of 33. Thijs L G . Introduction To Mediators Of Sepsis. 5"' S y m p o s i u m
Critical Care Medicine. C h e s t . 1992. 1 0 1 : 1 6 4 4 - 5 5 . On Shock & Critical C a r e . 1998. 67-70.
5. Guntur.2006. Imunologi Diagnosis dan Penatalaksanaan 34. Unenue ER. Macrophages, Antigen - Presenting Cell and
Sepsis. Steroid Dosis Rendah Pada Penatalaksanaan Sepsis. the Phenomena of Antigen Handling and Presentation. In
6. Bone RC, Grodzin CJ, Balk RA. Sepsis: A New Hypothesis of F u n d a m e n t a l I m m u n o l o g y . Raven Press. 1993.3"' edition. 111-8.
Pathogenesis of the Disease Proces. C h e s t . 1997.112 : 235-43. 35. Warren J. Sepsis in Textbook of the Biologic & C l i n i c Basic of
7. Marik E. 2011. Surviving sepsis: going beyond the guidelines. Infectious D i s e a s e s . Stanford. 1994. 4"' edition. 521-437.
Marik Annals of Intensive Care 2011,1:17. 36. Werdan K, Pilz G . Suplement immunoglobulin in sepsis : a
SEPSIS 699
Beberapa masalah yang berupa dampak negatif pada Beberapa faktor yang perlu diperhitungkan pada
penggunaan antimikroba yang tidak rasional meliputi: 1. pemberian antimikroba dari segi keadaan pasien adalah :
pesatnya pertumbuhan kuman-kuman yang resisten; 2).
efek samping yang potensial berbahaya untuk pasien; 3. Kegawatan atau Bukan Kegawatan
beban biaya untuk pasien yang tidak memiliki asuransi Dalam suatu kegawatan yang mungkin didasari infeksi
kesehatan. berat, d i p e r l u k a n lebih dari satu j e n i s a n t i m i k r o b a .
Kenyataan menunjukkan bahwa di negara-negara Sebaliknya suatu keadaan yang tidak gawat dan baru mulai
yang sedang berkembang urutan penyakit-penyakit utama serta tidak jelas etiologinya tidak memerlukan antimikroba
nasional masih ditempati oleh berbagai penyakit infeksi kecuali bilamana dapat ditunjukkan dengan jelas melalui
yang memerlukan antibiotika/ antimikroba sehingga pemeriksaan penunjang bahwa yang sedang dihadapi
amplifikasi permasalahan dengan sendirinya akan terjadi adalah suatu infeksi bakterial.
bilamana penggunaan antimikroba tidak rasional. Perlu
selalu diingat bahwa pemakaian obat antimikroba yang Usia Pasien
tidak tepat akan memboroskan dana yang tersedia baik Pasien usia lanjut sering memiliki patologi multipel dan
milik pemerintah maupun pasien sendiri. Selain itu dapat perlu diingat bahwa kelompok pasien ini lebih peka
membahayakan kenyamanan pasien. terhadap pemberian obat. Juga distribusi dan konsentrasi
obat dapat berbeda mengingat penurunan konsentrasi
albumin darah dan fungsi ginjal.
KRITERIA POKOK PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Insufisiensi Ginjal
Sebelum pemberian antimikroba dimulai, selalu harus B e b e r a p a a n t i m i k r o b a s e p e r t i b e n s i l p e n i s i l i n dan
dipertanyakan lebih dahulu apakah ada pembenaran gentamisin ekskresinya hanya melalui ginjal sedangkan
pemakaian antimikroba. Pertanyaan berikut menyangkut yang lainnya masih memilik mekanisme ekskresi alternatif
obat yang akan digunakan, dosis, cara dan lama pemberian, atau mengalami metabolisme dalam tubuh.
serta apakah perlu tindakan tambahan seperti insisi dan Antimikroba yang nefrotoksik seperti amfoterisin
sebagainya. Selanjutnya perlu untuk selalu diingat agar B (untuk j a m u r sistemik) tidak boleh diberikan pada
obat yang akan digunakan efektif untuk hampir semua insufisiensi ginjal berat. Aminoglikosid potensial nefrotoksik
pasien dengan penyakit sejenis. dan bila terjadi akumulasi dapatjuga bersifat neurotoksik.
Pemilihan antimikroba ditentukan oleh: 1. keadaan Mengukur konsentrasi obat dalam darah dapat memandu
klinis pasien; 2. kuman-kuman yang berperan (parameter pengobatan.
m i k r o b i o l o g i s ) ; 3. sifat obat a n t i b i o t i k a itu s e n d i r i Pada a n u r i a b e b e r a p a a n t i m i k r o b a y a n g tidak
(parameter farmakologis). berbahaya yang dapat diberikan tanpa mengurangi dosis
700
PEMAKAIAN ANTIMIKROBA SECARA RASIONAL DI KLINIK 701
antara lain kloramfenikol, eritromisin, rifampisin dan rifampisin, kuinolon, nitrofurantoin, nitromidazol, serta
kelompok penisilin (kecuali tikarsilin). obat anti j a m u r seperti amfoterisin B, flusitosin dan
Pada pasien dengan dialisis perlu diingat bahwa griseofulvin perlu dihindari.
beberapa antimikroba seperti: amfoterisin B, klindamisin, Dalam, trimester kedua dan ketiga, obat antimikroba
linkomisin dan t e i c o p l a n i n tidak d a p a t d i b e r s i h k a n seperti tetrasiklin dan kelompok amimoglikosid perlu
melalui dialisis. Penisilin yang stabil terhadap penisilinase dihindari terkecuali pada keadaan di mana jiwa pasien
hanya sebagian dapat dibersihkan melalui dialisis. terancam.
Dalam m i n g g u t e r a k h i r k e h a m i l a n , s u l f o n a m i d ,
Gangguan Faal Hati kotrimoksasol dan nitrofurantoin merupakan kontra
Hati berperan dalam metabolisme dan detoksifikasi obat. indikasi. Pada u m u m n y a penisilin, sefalosporin dan
Antimikroba yang tidak dapat didetoksifikasi karena eritromisin aman diberikan bila tidak terdapat alergi
terdapat gangguan pada faal hati akan dapat memberikan terhadap obat-obatan ini. Pada masa laktasi obat-obat
efek samping yang serius. Kloramfenikol, asam nalidiksik, seperti metronidazol dan tetrasiklin sebaiknya dihindari
sulfonamida dan norfloksasin dikonjungasi dengan asam karena kemungkinan timbulnya efek samping pada bayi.
glukuronida dalam hati untuk selanjutnya diekskresi dalam
urin. Jenis antibiotika ini merupakan kontraindikasi pada
penyakit hati yang berat terutama bila terdapat gangguan PARAMETER MIKROBIOLOGIS
hepatorenal.
Demikian pula antibiotika yang diekskresi melalui hepar Tiga hal yang perlu dikuasai dari segi mikrobiologis adalah
ke dalam saluran cerna seperti siprofloksasin, sefoperason, 1. Pengertian kepekaan, 2. Relevansi hasil pemeriksaan
seftriakson dan eritromisin harus digunakan secara hati-hati laboratorium, 3. Bagaimana cara untuk membatasi dan
pada pasien dengan hepatitis dan sirosis. menghindari penyebaran galur-galur yang resisten.
D o s i s t e t r a s i k l i n s e b a n y a k 2-4 g / h a r i dapat
menyebabkan distrofi hepar dengan akibat fatal. Obat- Pengertian Kepekaan
obat tuberkulosis oral seperti rifampisin, isoniazid dan Kadar hambat minimal merupakan konsentrasi terendah
pirazinamid dapat pula menyebabkan gangguan fungsi hati. obat antimikroba.yang dapat menghambat pertumbuhan
kuman setelah diinkubasi selama satu malam. Karena
Gangguan Pembekuan Darah metoda dilusi untuk menetapkan. ini agak rumit untuk
B i l a m a n a pada pasien t e r d a p a t d u g a a n g a n g g u a n dikerjakan, yang lebih popular dan lebih mudah untuk
pembekuan darah, obat-obat antimikroba yang cenderung .dilaksanakan adalah metoda difusi
menyebabkan masalah perdarahan seperti latamoksef, L e m p e n g (disc) a n t i m i k r o b a y a n g d i l e t a k k a n di
tikarsilin sefoperason, aztreonam dan imipenem perlu tengah-tengah pembiakan kuman akan mengakibatkan
dihindari. ketidaktumbuhan kuman di sekitarnya dan tergantung
zona yang tampak sekitarnya yakni jarak antara pinggir
Gangguan Granulositopenia lempeng dan batas kuman yang tumbuh dan tidak tumbuh
Pada keadaan granulositopenia daya tahan tubuh sangat dapat diinterpretasikan sebagai sensitif, intermediate atau
m e n u r u n s e h i n g g a perjalanan penyakit selanjutnya resisten.
cenderung untuk didominasi oleh infeksi-infeksi berat
kulit, selaput lendir dan organ-organ tubuh. Daya tahan Relevansi Hasil Pemeriksaan Laboratorium
t e r h a d a p infeksi makin m e n u r u n pada p e n g g u n a a n Situasi di mana pasien ternyata dapat d i s e m b u h k a n
kelompok obat sitostatik untuk keganasan. dengan sebuah antibiotika tertentu walaupun laporan
Setelah diambil spesimen untuk pemeriksaan laboratorium menunjukkan kuman tersebut sudah resisten
mikrobiologik, kombinasi obat bakterisidal perlu terhadap antibiotika yang digunakan dapat dijumpai di
diberikan segera dan biasanya sesuai suatu protokol klinik dan sebaliknya tidak asing juga keadaan di mana
tertentu. Penurunan demam merupakan petunjuk terbaik kuman yang tidak resisten terhadap antibiotika yang
berhasilnya pengobatan yang diberikan. Bila belum dipakai tetapi pasien tidak dapat disembuhkan dengan
ada respons dapat diberikan lagi obat a n t i m i k r o b a obat yang sudah tepat tersebut. Inkonsisten seperti Ini
lainnya dan bila tetap masih belum ada perbaikan harus dapat mengakibatkan polifarmasi dan preskripsi irasional.
dipertimbangkan apakah diperlukan obat antijamur. Perlu selalu diingat bahwa obat yang digunakan in vivo
sangat dipengaruhi faktor-faktor environmental. Kadang-
Kehamilan dan Laktasi k a d a n g hanya d i p e r l u k a n analisis s e d e r h a n a untuk
Dalam trimester pertama semua antimikroba yang memiliki dapat menginterprestasi hasil yang inkonsisten tersebut
efek sitotoksik seperti kloramfenikol, kotrimoksasol. dan kadang-kadang baru dapat dijawab setelah proses
702 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
yang dapat mengakibatkan kematian pasien setelah Gambar 1. Interaksi terapi rasional
pemakaian kloramfenikol.
Efek samping alergi lainnya terutama disebabkan disebabkan stafilokok berbeda pemilihan antimikroba
oleh penggunaan penisilin dan sefalosporin. Yang paling dengan infeksi saluran kemih yang sering disebabkan
jarang adalah kejadian renjatan anafilaktik. Lebih sering enterobakteri. Penilaian keadaan klinis yang tepat dan
timbul ruam, urtikaria dan sebagainya. Pasien yang alergi kemungkinan kuman penyebab sangat penting dalam
terhadap sulfonamid dapat mengalami sindrom Steven penerapan terapi antimikroba kalkulatif
Johnson. Efek s a m p i n g biologis d i s e b a b k a n karena Pada infeksi tertentu metoda penggunaan antimikroba
p e n g a r u h antibiotika t e r h a d a p flora normal di kulit selalu harus berpedoman pada sebuah protokol
maupun di selaput-selaput lendir tubuh. Biasanya terjadi pemberian antimikroba dan dapat menambah kelompok
pada penggunaan obat antimikroba berspektrum luas. obat antimikroba lainnya bilamana tidak berhasil didapat
Candida albicans dalam hubungan ini dapat menyebabkan respons yang memuaskan dengan terapi antimikroba
super infeksi seperti stomatitis, esofagitis, pneumonia, inisial. Protokol-protokol ini akan menyesuaikan diri
vaginitis dan sebagainya. dengan perkembangan-perkembangan dan pengalaman-
Di lingkungan rumah sakit selalu d i k h a w a t i r k a n pengalaman mutakhir dengan penggunaan berbagai jenis
p e n y e b a r a n dari j e n i s k u m a n Meticlllln Resistant antimikroba yang baru. Misalnya protokol penggunaan
Staphylococcus Aureus (MRSA). Enterokolitis yang berat obat antimikroba pada infeksi pasien keganasan yang
dan y a n g m e m e r l u k a n p e n g o b a t a n i n t e n s i f d a p a t m e n g a l a m i g r a n u l o s i t o p e n i a . Cara p e n g o b a t a n ini
j u g a disebabkan oleh penggunaan antibiotika seperti j u g a dikenal sebagai terapi antimikrobial interventif
klindamisin, tetrasiklin dan obat antibiotika berspektrum bertahap.
lebar lainnya. Terapi antimikroba omnispektrif diberikan bilamana
hendak dijangkau spektrum antimikroba seluas-luasnya
dan dapat diberikan secara empirik. Beberapa keadaan
POLA PEMBERIAN ANTIMIKROBA yang memerlukan terapi semacam ini meliputi infeksi pada
leukemia, luka bakar, peritonitis dan renjatan septik.
Berdasarkan parameter yang telah diuraikan di atas, Sebagai profilaksis, obat antimikroba dapat digunakan
kemoterapi antimikrobial dapat diberikan berdasarkan untuk mencegah infeksi baru pada seseorang atau untuk
beberapa pola tertentu, antara lain: a).direktif b). kalkulatif, mencegah kekambuhan dan terutama digunakan untuk
c). interventif d). omnispektrif dan e). profilaktif m e n c e g a h komplikasi-komplikasi serius pada w a k t u
Pada terapi antimikroba direktif kuman penyebab dilakukan tindakan pembedahan.
infeksi sudah diketahui dan kepekaan terhadap antimikroba
sudah ditentukan, sehingga dapat dipilih obat antimikroba
efektif dengan spektrum sempit, misalnya infeksi saluran KESIMPULAN
napas dengan penyebabnya Streptococcus pneumoniae
yang sensitif terhadap penisilin diberikan penisilin saja. Keinginan dari segi individual pasien perlu kita hormati
Jelas bahwa kesulitan yang dihadapi dalam hal ini terletak yakni pemberian obat yang akan menyebabkan dirinya
pada tersedianya fasilitas pemeriksaan mikrobiologis yang cepat sembuh dari infeksi dalam jangka waktu sependek
cepat dan tepat. mungkin dan tanpa menimbulkan reaksi-reaksi yang
Pada terapi antimikroba kalkulatif obat diberikan tidak diinginkan. Sisi lain dari keinginan ini bermakna
secara best guess. Dalam hal ini pemilihan harus didasarkan global. Dari segi pengertian global perlu dirumuskan apa
pada antimikroba yang diduga akan ampuh terhadap yang diartikan dengan pemberian obat rasional. Sesuai
mikroba yang sedang menyebabkan infeksi pada organ/ perumusan yang telah disepakati dalam jajaran organisasi
jaringan yang dikeluhkan. Misalnya infeksi kulit yang sering kesehatan sedunia pengertian ini meliputi pemilihan tepat
704 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
REFERENSI
705
706 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
kali harus mencapai target kedalam sel kuman. Kuman penisilin binding protein 2' (PBP2'), yang tidak mengikat
gram negatif mempunyai outer membrane yang sedikit metisilin sebagaimana pada a-laktam binding protein
m e n g h a m b a t antibiotik masuk ke dalam sitoplasma. yang normal.
Selanjutnya apabila terjadi mutasi dari lubang pori outer
Resistensi terhadap antibiotik golongan glikopeptida.
membrane berakibat antibiotik menjadi lebih sulit masuk
Mekanisme resistensi pada vancomycin masih belum
ke dalam sitoplasma atau menurunnya permeabilitas
diketahui secara j e l a s , tetapi nampaknya melibatkan
m e m b r a n e terhadap antibiotika, oleh karena lubang
2 gen (vanA dan vanB) merupakan pengkode protein
pori dari outer membrane tersebut tidak bersifat selektif
yang menggabungkan D-ala-D-hydroxybutirate
maka satu mutasi dari pori tersebut dapat menghambat
sebagai p e n g g a n t i D-ala-D-ala kedalam UDP-
masuknya lebih dari satu jenis antibiotik.
muramil-pentapeptida. Bentuk D-hydroxybutyrate tidak
mengikat vankomisin tapi masih dikenal oleh enzyme
Inaktivasi A n t i b i o t i k a M e l a l u i J a l u r E n z i m a t i k
transglycosylating dan transpeptidation dari bakteri. Jadi
Resistensi terhadap antibiotika golongan b-Laktam. sintesis peptidoglikan terus berlangsung dengan adanya
Salah satu mekanisme timbulnya resistensi terhadap antibiotika.
antibiotika golongan b-laktam terutama pada kuman gram
Resistensi terhadap tetrasiklin. Tipe resistensi yang
negatif adalah enzim b-laktamase yang dapat memecah
penting terhadap tetrasiklin ini adalah perlindungan
cincin b-laktam sehingga antibiotik tersebut menjadi tidak
terhadap ribosome. Perlindungan ini diberikan oleh protein
aktif. b-laktamase disekresi ke rongga periplasma oleh
sitoplasma, bila protein sitoplasma ini muncul pada
kuman gram negatif dan ke cairan ekstra selular oleh
sitoplasma bakteri maka tetrasiklin tidak akan mengikat
kuman gram positif
ke ribosome. Tipe resistensi ini sekarang sudah diketahui
Resistensi terhadap golongan aminoglikosida. Berbeda secara luas pada beberapa kuman patogen, termasuk
dengan b-laktamase yang berkerja dengan memecah kuman-kuman gram positif, mikoplasma, dan beberapa
i k a t a n C-N pada a n t i b i o t i k m a k a aminoglycosida- kuman gram negatif seperti Neisseria, Haemophillus,
modifying enzyme menginaktifkan antibiotika dengan dan Bakteriodes. Tiga jenis pengkode genetik untuk tipe
menambah group phosphoryl, adenil atau acetyl pada resistensi ini adalah tetM, tetO, dan tetQ.
antibiotik. Pada kuman gram negatif aminoglycoside-
Resistensi terhadap makrolid dan linkosamid.
modifying enzyme terletak di luar membran sitoplasma.
Mekanisme kerja antibiotika ini adalah dengan mengikat
Modifikasi dari antibiotik tersebut akan mengurangi
ribosom dengan adanya perubahan pada ribosom oleh
transport dari antibiotik ke dalam sel sehingga fungsi
enzim rRNA methylase maka tidak terjadi ikatan antibiotik
antibiotik akan terganggu. Serta pengeluaran secara aktif
dengan ribosome kuman.
antibiotik dari dalam sel kuman (ocf(Ve efflux).
Resistensi terhadap kuinolon dan rifampin. Resistensi
Resistensi terhadap tetrasiklin. Telah ditemukan bahwa
terhadap quinolon pada umumnya muncul dari titik mutasi
terdapat enzim yang menginaktifkan tetrasiklin, tetapi cara
yang merubah afinitas dari DNA gyrase b-subunit untuk
kerjanya masih belum diketahui dengan jelas.
antibiotika.
Modifikasi pada Target Antibiotik Resistensi terhadap rifampin oleh karena adanya
m u t a s i pada t-subunit dari RNA polymerase yang
Resistensi Terhadap Antibiotika Golongan b-Laktam.
mengurangi afinitas sub unit tersebut terhadap antibiotika
Terjadi perubahan pada target antibiotika s e h i n g g a
tetapi RNA polimerase tersebut masih tetap berfungsi.
antibiotik tersebut tidak dapat berikatan dengan kuman.
Ikatan yang spesifik dari penicillin-binding protein (PBP)
K u m a n M e n g e m b a n g k a n J a l u r M e t a b o l i s m e Lain
telah dirubah pada strain resisten. Mekanisme resistensi
y a n g M e m i n t a s (Bypass) Reaksi y a n g D i h a m b a t
ini yang pada umumnya terjadi pada kuman-kuman gram
oleh Antibiotik
positif, dan saat ini yang menyebabkan banyak masalah
di klinik. Penyebaran/perpindahan gene resisten. Kuman dapat
Resistensi oleh karena b-laktamase dapat ditanggulangi menjadi kebal terhadap antibiotik dengan cara mutasi gen
dengan b-laktamase inhibitor, tetapi tidak dapat pada yang sudah ada, tetapi sebagian besar kasus resistensi
resistensi oleh karena perubahan pada penisilin binding terjadi oleh karena mendapat gen baru yang resisten.
protein. Walaupun kuman dapat memperoleh gen baru melalui
Contoh mekanisme resistensi tipe ini adalah meca bacteriophage, transduction atau melalui transformation,
gene pengkode resisten terhadap meticilin yang tipe transfer seperti ini hanya terjadi terutama diantara
ditemukan pada S.aureus. Gene resisten ini mengkode anggota-anggota spesies yang sama. Masalah klinis
RESISTENSI ANTIBIOTIKA 707
yang besar iaIah adanya perpindahan gene pada genus sekarang sulfonamid telah kehilangan k e g u n a a n n y a
atau spesies yang berbeda, penyebaran secara luas untuk infeksi meningokukus. Penisilin masih efektif untuk
ini sangat mungkin diperantarai dengan conjugation terapi, dan rifampin digunakan untuk profilaksis. Namun,
(perpindahan) dari DNA melalui saluran yang dibentuk dari mengingokukus resisten rifampin masih terdapat pada
penggabungan sel membrane dua bakteria. Ada dua jenis sekitar 1 % penderita yang telah mendapat rifampin untuk
bahan konjugat yaitu plasmid dan conjugatif transposons profilaksis.
Plasmid. Plasmid yang dapat berpindah sendiri dari Stafilokokus: pada tahun 1944, sebagian besar stafilokokus
satu sel ke sel yang lain harus membawa sejumlah gene peka terhadap penisilin, meskipun ditemukan beberapa
pengkode protein yang diperlukan untuk konjugasi {tra strain yang resisten. Setelah meluasnya penggunaan
genes). Beberapa plasmid yang tidak dapat berpindah penisilin, pada tahun 1948, 6 5 - 8 5 % stafilokokus yang
sendiri masih dapat berpindah melalui konjugasi. Plasmid diisolasi di rumah sakit ternyata menghasilkan b-laktamase
tersebut dapat lebih kecil dari plasmid yang bisa berpindah sehingga resisten terhadap penisilin-G. Ditemukannya
sendiri karena hanya memerlukan satu atau dua gene saja penisilin yang resisten terhadap b-laktamase (misalnya,
{mob genes). Kedua jenis plasmid tersebut dapat membawa metisilin) dapat mengatasi sementara, tetapi sekarang
beberapa gene resistensi antibiotika. kadang-kadang timbul wabah infeksi MRSA. Pada tahun
1986, MRSA tidak hanya dijumpai pada bakteri yang
Conjugatif Transposons. Merupakan elemen konjugasi
ditemukan di rumah sakit, tetapi j u g a pada 8 0 - 9 0 %
yang biasanya terletak pada kromosom bakteri dan dapat
stafilokokus yang diisolasi di masyarakat. Organisme ini
berpindah sendiri dari kromosom donor ke kromosom
j u g a cenderung resisten terhadap obat lain, misalnya
penerima, dan dapat pula berintegrasi ke dalam plasmid.
tetrasiklin. MRSA kadang-kadang menyebabkab wabah
Conjugatif transposons ini dapat berpindah dari kuman
di rumah sakit, tetapi untung masih peka terhadap
gram negatif ke kuman gram positif atau sebaliknya.
vankomisin.
711
712 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
pemisah atau septa, yang secara khas terbentuk pada hidup dalam jaringan ekstraselular maupun dalam fagosit.
interval yang teratur selama pertumbuhan hifa. Ragi Kulit yang intak sangat efektif sebagai pertahanan tubuh
merupakan sel tunggal, biasanya berbentuk bulat atau terhadap infeksi jamur (kandidiasis, dermatofitosis), kulit
elips, diameternya bervariasi dari 3-15 mm. Kebanyakan yang lesi memudahkan masuknya jamur. Asam lemak di
ragi bereproduksi melalui pertunasan. Spesies yang gagal kulit dapat menghambat pertumbuhan dermatofit.
melepaskan diri menghasilkan ragi rantai panjang disebut Saluran napas, membran mukosa nasofaring penting
pseudohifa. Semua jamur mempunyai dinding sel kaku untuk melindungi tubuh dari pengaruh invasi spora jamur
yang penting untuk menentukan bentuknya. yang terinhalasi, demikian juga makrofag alveolar
Struktur sel jamur terdiri dari dua bagian penting, yaitu: Jamur yang masuk kedalam tubuh akan mendapat
1) . Dinding sel jamur terdiri dari chitin. Chitin tersusun dari tanggapan melalui respons imun host. IgM dan IgG
rangkaian panjang N-acetylglocosamine. Dinding sel jamur didalam sirkulasi diproduksi sebagai respons terhadap
juga mengandung polisakarida yang merupakan bagian infeksi jamur, tetapi peranan didalam proteksi tubuh masih
penting yaitu beta-glucan, merupakan polimer D-glukosa. Di belum diketahui. Respons cell-mediated immune (CMI)
bidang medis beta-glucan ini mempunyai arti penting karena adalah protektif karena dapat menekan reaktivasi infeksi
merupakan tempat interaksi obat antifungal caspofungin. j a m u r asimptomatis dan mencegah terjadinya infeksi
2) . Membran sel j a m u r mengandung ergosterol, tidak jamur oportunistik. Respons imun yang terjadi terhadap
seperti membran sel manusia yang mengandung kolesterol. infeksi jamur merupakan kombinasi pola respons imun
Aktivitas obat-obatan anti jamur seperti amfoterisin B, azole terhadap mikroorganisme ekstraselular dan respons imun
(f lukonazol, ketokonazol) terhadap jamur sangat tergantung intraselular fakultatif. Respons imun selular merupakan
dari perbedaan sterol membran. mediator utama perlawanan terhadap infeksi j a m u r Sel
Beberapa karakter penting dari j a m u r antara lain T CD4+ dan CD8+ bekerja sama untuk mengeliminer
a d a l a h dimorfik t e r m a l ; m e m b e n t u k struktur y a n g j a m u r Dari subset sel T CD4+, respons sel T h i merupakan
berbeda-beda pada temperatur yang berbeda. Molds respons protektif, sedangkan respons sel Th2 merugikan
terbentuk pada keadaan saprofit, situasi yang bebas pada host. Oleh karena itu inflamasi granulomatosa sering
temperatur ambient dan yeasts pada jaringan host pada merupakan penyebab kerusakan jaringan pada host yang
temperatur tubuh. Kebanyakan j a m u r adalah obligate terinfeksi jamur intraselular
aerobes; beberapa facultative anaerobes ; tetapi tidak R e s p o n s cell-mediated immune (CMI) dapat
ada yang obligate anaerobes. Semua jamur memerlukan menginduksi terbentuknya granuloma. Granuloma
karbon organik. Habitat alamiah jamur sebagian besar t e r u t a m a t e r b e n t u k oleh b e r b a g a i p e n y a k i t j a m u r
berada bebas di lingkungan, kecuali Candida albicans yang sistemik, misalnya koksidioidomikosis, histoplasmosis,
merupakan flora normal pada manusia. dan blastomikosis. Supurasi akut, ditandai oleh adanya
Beberapa j a m u r berkembang biak secara seksual neutrofil di dalam eksudat, juga terjadi pada penyakit
melalui mating dan membentuk spora seksual yaitu j a m u r tertentu seperti aspergilosis dan sporotrichosis.
zygospores, ascospores, dan basidiospores. Zygospore Jamur tidak memiliki endotoksin pada dinding sel dan
merupakan spora sederhana dan besar dengan dinding tidak memiliki produk bakterial seperti eksotoksin.
t e b a l ; ascospora berbentuk s e m a c a m kantong yang Aktivasi sistem CMI menghasilkan respons delayed
disebut ascus; dan basidiospores dibagian luar terdapat hypersensitivity pada tes kulit. Skin tes positif menunjukkan
pedestal yang disebut basidium. adanya paparan antigen j a m u r di masa lampau. Skin
Kebanyakan jamur berkembang biak secara aseksual tes negatif untuk diagnosis menyulitkan bagi penderita
dengan membentuk conidia (asexual spores). Bentuk, i m u n o k o m p r o m i s . Karena pada u m u m n y a individu
warna, dan susunan conidia membantu di dalam identifikasi m e m b a w a k a n d i d a s e b a g a i flora n o r m a l , tes kulit
j a m u r Beberapa conidia penting adalah: 1). arthrospores, dengan menggunakan antigen kandida berguna untuk
yang berkembang melalui fragmentasi melalui ujung menentukan apakah CMI normal.
hyphae dan cara transmisi pada Coccidioides immitis; 2). Kulit yang terinfeksi akan berusaha menghambat
chlamydospores, berbentuk bulat, mempunyai dinding tebal, penyebaran infeksi dan sembuh, menimbulkan resistensi
dan tidak mudah tedepas (bagian terminal chlamydospores t e r h a d a p infeksi b e r i k u t n y a . R e s i s t e n s i ini d i d u g a
C.albicans); 3). blastospores, berbentuk semacam bintang; berdasarkan reaksi imunitas selular, karena penderita
4). sporangiospores, berbentuk kantong (sporangium). u m u m n y a menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe
IV t e r h a d a p j a m u r b e r s a n g k u t a n . G a n g g u a n dalam
reaksi hipersensitivitas tipe IV menyebabkan terjadinya
PATOGENESIS infeksi kronik atau kepekaan untuk kandidiasis. Hal
ini sering terjadi pada penderita yang mendapat obat
Berbagai jenis j a m u r dapat menginfeksi manusia dan imunosupresif.
INFEKSI JAMUR
713
Caspofungin merupakan echinocandin pertama yang yeost di jaringan. Meskipun namanya kapsulatum, tetapi
d i g u n a k a n pada m a n u s i a . Echinocandin bermanfaat jamur ini tidak mempunyai kapsula.
untuk menghambat sintesis betaglucan pada dinding
sel jamur, bekerja fungisid terhadap spesies kandida dan EpidemiologI
aspergillus tetapi tidak mampu melawan Cneoformans. Histoplasmosis, ditemukan diberbagai belahan dunia,
Caspofungin hanya tersedia intravena dan memiliki t e r u t a m a di A m e r i k a utara dan t e n g a h . M e r u p a k a n
toksisitas minimal. penyebab infeksi jamur endemik tersering di Amerika,
Flucytosine {5-fluorocytosine) merupakan bentuk terutama di lembah Missisipi dan Ohio. Infeksi ini self
oral fluorinated pyrimidine yang merupakan konversi ke limiting, tetapi dapat menyebabkan infeksi pulmoner
5-fluorourasil yang mempunyai kinerja terhadap sintesis akut berat.
DNA dan RNA j a m u r Terutama digunakan untuk terapi
kriptokosis dan kandidiasis. Selama penggunaannya perlu Patogenesis
difollow up terhadap terjadinya efek samping penekanan Masuknya mikrokonidia per inhalasi kedalam alveoli,
sumsum tulang. m e n i m b u l k a n infeksi p u l m o n e r lokal. Neutrofil dan
makrofag berusaha m e m f a g o s i t o s i s j a m u r tersebut.
Jamur yang mampu bertahan dari terkaman makrofag
akan meningggalkan makrofag menuju nodus limfatikus
di hilar dan mediastinum, ke sistem retikuloendotelial.
Setelah beberapa minggu sel Ttersensitisasi oleh antigen
H. Capsulatum, kemudian mengaktifasi neutrofil, makrofag
untuk mengeliminer jamur intraselular
Di jaringan mikroorganisme yang berada di dalam
makrofag berubah menjadi ovalyeosf sehingga masuk ke
dalam faseyeosf. Di dalam makrofag tetap mempertahankan
hidupnya dengan memproduksi substansi alkalin,
seperti bikarbonat, amonia, meningkatkan pH sehingga
terhindar dari pengaruh degradasi enzim fagolisosom.
Mikroorganisme yang mencoba tetap bertahan di dalam
Gambar 1. Histoplasma capsulatum. Yeast d\ dalam makrofag makrofag akan menuju ke pembuluh limfe hilus dan
(dikutip dari Levinson)
mediastinal. Selanjutnya menyebar luas secara hematogen
ke seluruh tubuh, sehingga mencapai organ-organ penting
terutama hati dan limpa. Individu dapat mengalami infeksi
INFEKSI JAMUR ENDEMIK
simtomatis maupun asimtomatis. Meskipun demikian
sebagian besar infeksi berlangsung asimtomatis, fokus
Infeksi j a m u r : histoplasmosis, blastomikosis,koksidi-
granulomatus kecil-kecil sembuh dengan meninggalkan
o i d o m i k o s i s , dan p a r a k o k s i d i o i d o m i k o s i s potensial
kalsifikasi. Bila paparan terjadi t e r u s - m e n e r u s akan
menimbulkan infeksi j a m u r endemik. Derajat beratnya
berkembang ke arah manifestasi klinis histoplasmosis
infeksi tergantung dari intensitas paparan maupun status
pulmonalis primer akut. Pada keadaan tertentu, terutama
imun host. Jamur yang terinhalasi melalui saluran napas
pada sistem kekebalan yang tertekan seperti pada AIDS
selanjutnya memasuki sirkulasi hematogen dan menjadi
atau pada saat terjadi penurunan aktivitas CMI, maka
reaktif beberapa tahun kemudian. Infeksijamur endemik
infeksi berkembang kearah kronik. Manifestasinya berupa
menyerupai dengan infeksi bakteriil yang menyerang paru,
histoplasmosis pulmonalis progresif kronik yang dapat
kulit, maupun berbagai organ lain. Diagnosis infeksijamur
disertai terbentuknya kavitas dan jaringan fibrosis. Pada
di daerah nonendemik kurang mendapat perhatian dari
situasi tersebut penyakit dapat berkembang menjadi
pada daerah endemik. Dengan semakin lajunya mobilisasi
histoplasmosis diseminata berat yang progresif dan
penduduk akhir-akhir ini kemungkinan terinfeksi jamur di
berakhir fatal.
daerah endemik dan non endemik meningkat.
Pada pasien AIDS, lesi ulseratif pada lidah merupakan
ciri khas histoplasmosis diseminata kemudian memunculkan
infeksi pulmoner
HISTOPLASMOSIS
toksisitasnya yang tinggi daripada itrakonazol. berdiameter 75 m m , berubah menjadi sperula. Pada
Histoplasmosis pulmoner asimtomatis tidak kondisi matur, sperula berdinding tebal, refraktil ganda,
m e m e r l u k a n p e n g o b a t a n k h u s u s . Tetapi bila gejala diameter 80 mm. Sperula terbungkus bersama endospora,
muncul dapat diberikan itrakonazol 200 mg per hari bila dindingnya pecah akan melepaskan endospora dan
selama 6-12 minggu. Pada keadaan outbroke atau pada kemudian membentuk sperula baru.
kondisi imunokompromis harus diberikan terapi. Terapi C. Immitis menghasilkan koloni seperti kapas. Hifa
awal diberikan amfoterisin B 0.7-1 mg/kg perhari diikuti membentuk rantai artrokonidia, yang mudah terpecah
itrakonazol oral. Terapi antifungal perlu diberikan bagi menjadi arthrokonidia individual. Bentuk ini m u d a h
histoplasmosis pulmoner kronik. Itrakonazol 200 mg satu tersebar di u d a r a , sangat resisten t e r h a d a p kondisi
atau dua kali sehari untuk 12-24 bulan. Itrakonazol 6-12 lingkungan yang buruk. Artrokonidia individual, ukuran 3
bulan di rekomendasikan terhadap pasien mediastinitis X 6 mm, dapat bertahan lama bertahun-tahun, dan sangat
g r a n u l o m a t u s s i m t o m a t i s . Bila nodus m e n y e b a b k a n infeksius.(Gambar 2)
obstruksi pembedahan diindikasikan.
Semua pasien histoplasmosis diseminata simtomatik EpidemiologI
perlu mendapatkan terapi antifungal. Pasien dengan Koksidioides sp. dapat ditemukan di tanah, ditempat-
infeksi s i m t o m a t i k r i n g a n - s e d a n g d i s e m i n a t a a k u t tempat dengan curah hujan yang sedang, suhu udara dingin
dan histoplasmosis diseminata progresif kronik dapat dan kelembaban yang rendah. Infeksi ini bersifat endemis di
diberikan itrakonazol 200 mg dua kali sehari. Terapi daerah terbatas dari Amerika barat daya, Amerika tengah,
adekuat bila diberikan 12 bulan. Pasien AIDS perlu terus Amerika selatan. Risiko infeksi pada daerah endemik sekitar
mendapat terapi itrakonazol 200 mg per hari setelah 3%, dengan 150.000 infeksi baru setiap tahunnya. Lebih dari
sebelumnya mendapat itrakonazol dua kali sehari selama 60% infeksi baru terjadi di Arizona.
12 minggu.
Pasien i m u n o k o m p r o m i s dengan infeksi s e d a n g Patogenesis
hingga berat harus diberi amfoterisin B 0.7- 1 mg/kg per Rangkaian artrokonidia yang terbentuk dari hifa bersifat
hari. Kebanyakan pasien dapat diteruskan oral itrakonazol mudah terlepas menjadi artrokonidia tunggal. Bentuk ini
begitu telah membaik. mudah tersebar di udara, sangat resisten terhadap kondisi
lingkungan yang buruk. Artrokonidia tunggal, ukuran 3 x
6 mm, dapat bertahan lama hingga bertahun-tahun, dan
sangat infeksius.
Infeksi pada manusia terjadi akibat inhalasi artrospora
y a n g berasal dari t a n a h y a n g t e r b a w a oleh a n g i n .
A r t h r o k o n i d i a y a n g t e r h i s a p t e r s e b u t akan m a s u k
ke bronkioli t e r m i n a l m e n g a w a l i t e r j a d i n y a infeksi
koksidioida. Inhalasi arthrokonidia menyebabkan infeksi
primer yang asimtomatis pada 60 % penderita. Adanya
infeksi dapat diketahui dengan terbentuknya presipitin
serum dan terjadinya konversi tes kulit menjadi positif
dalam waktu 2-4 m i n g g u . Empat puluh persen yang
lain m e n u n j u k k a n s i m t o m infeksi berupa s i n d r o m a
Gambar 2. Stadium Coccidioides Immitis (dikutip dari
semacam flu, yaitu batuk, demam, malaise, nyeri sendi,
Levinson)
nyeri otot, dan sakit kepala. Kurang lebih 1 % penderita
mengalami infeksi sistemik berat atau koksidioidomikosis
terinfeksi koksidioidomikosis sistemik. Pada individu yang dengan jelas adanya kecurigaan terhadap kemungkinan
terserang AIDS, manifestasi koksidioidomikosis merupakan koksidioidmikosis karena jenis jamur ini harus ditangani
pneumonitis retikulonoduler difusa. dengan ekstra hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi
C. immitis memicu reaksi granulomatosa kronik di pada petugas laboratorium. Pada biopsi, sporula berukuran
dalam jaringan tubuh penjamu dengan nekrosis yang kecil, harus dibedakan dengan bentuk tanpa tunas dari
disertai proses kaseasi. Lesi pada paru dan kelenjar limfe Blastomyces dan Cryptococcus, namun gambaran sperula
hiler dapat memperlihatkan kalsifikasinya. Baik antibodi yang matur merupakan petunjuk diagnosis.
IgM maupun IgG yang bereaksi terhadap C. immitis akan Tes serologi sangat membantu dalam menegakkan
ditimbulkan dengan adanya infeksi. Jumlah antibodi IgG diagnosis koksidioidomikosis. Tes aglutinasi lateks dan
yang spesifik merupakan patokan kasar untuk mengukur difusi gel agar merupakan pemeriksaan yang berguna
masa antigen, yaitu intensitas infeksi, dan titer antibodi untuk m e l a k u k a n skrining serum guna m e n e m u k a n
IgG yang tinggi merupakan tanda prognostik yang jelek. antibodi terhadap j a m u r terutama 2-4 minggu setelah
Timbulnya hipersensitivitas lambat terhadap antigen C. i n f e k s i . Tes f i k s a s i k o m p l e m e n (CF) d i p a k a i pada
immitis sering ditemukan diantara bentuk klinis penyakit pemeriksaan cairan serebrospinal dan untuk memastikan
ini dengan pronosis baik, seperti penyakit pulmoner primer serta mengukur kadar antibodi (IgG) dalam serum yang
yang sembuh sendiri. Hasil tes kulit yang negatif terhadap terdeteksi lewat tes skrining. Jumlah kasus dengan hasil
antigen Coccidioides terdapat pada kurang lebih separuh tes fiksasi komplemen positif akan tergantung pada
penderita dan menunjukkan prognosis yang buruk. beratnya penyakit dan laboratorium yang mengerjakan
Pada pemeriksaan radiologis, infeksi koksidioidomikosis tes tersebut. Hasil tes positif setidaknya sering ditemukan
dapat memberikan gambaran adenopati hilus disertai diantara pasien-pasien dengan kavitas pulmoner yang
adanya infiltrat pulmoner, gambaran pneumonia, terkadang soliter atau dengan infeksi paru, sementara pemeriksaan
efusi pleura maupun nodul-nodul atau kavitas. serum dari pasien dengan penyakit diseminata pada lebih
Selain paru sebagai organ sasaran, infeksi ini juga bisa dari satu organ tubuh hampir seluruhnya memperlihatkan
mengenai organ lain termasuk tulang, kulit, persendian hasil yang positif. Serokonversi amat membantu dalam
dan selaput otak. menegakkan diagnosis koksidioidomikosis pulmonalis
primer tetapi mungkin baru ditemukan 8 minggu setelah
paparan. Hasil tes fiksasi komplemen positif pada cairan
M a n i f e s t a s i Klinis
serebrospinal yang tidak dipekatkan merupakan petunjuk
Infeksi pulmoner primer yang simtomik manifestasinya
diagnostik untuk meningitis. Kadang-kadang fokus para
adalah febris, batuk, nyeri dada, malaise, kadang-kadang
meningen akan menyebabkan hasil pemeriksaan serologi
reaksi hipersensitivitas. Foto toraks dapat memperlihatkan
cairan serebrospinal yang positif Pada pasien AIDS dengan
infitrat, adenopati hiler, ataupun efusi pleura. Pemeriksaan
kokosidioidomikosis, pemeriksaan serologi tersebut sering
darah tepi dapat menunjukkan eosinofilia yang ringan.
memberi hasil negatif.
Pembentukan kavitas kronik dengan dinding tipis ditandai
gejala batuk atau hemoptisis pada separuh kasus, sebagian Konversi tes kulit dari hasil positif menjadi negatif
pasien lain t e t a p a s i m t o m a t i k . Koksidioidomikosis (indurasi > 5 mm setelah 24 atau 48 j a m ) , d e n g a n
pulmonalis progresif kronik menyebabkan gejala batuk koksidiodin dan sferulin 2 jenis antigen j a m u r yang
kronik, disertai sputum, febris, dan penurunan berat tersedia dipasaran, terjadi pada hari ketiga hingga ke-
badan. Pada beberapa kasus akan mengalami reaktivasi, 21 setelah timbulnya gejala pada koksidioidomikosis
dan penyebarluasan infeksi (diseminasi) setelah beberapa pulmonalis primer Tes kulit juga dapat membantu dalam
tahun kemudian. Keadaan tersebut terutama jika terdapat penelitian epidemiologi, seperti penyelidikan terhadap
penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, transplantasi kelompok kasus atau penentuan daerah endemik.
ginjal, penyakit AIDS, atau keadaan imunosupresi lainnya.
Proses diseminasi tersebut harus dicurigai bila terdapat Terapi
gejala febris, malaise, limfadenopati hiler atau paratrakeal, Koksidioidomikosis pulmonalis primer biasanya akan
kenaikan laju endap darah, dan titer fiksasi komplemen sembuh spontan. Amfoterisin B intravena selama
yang tinggi. beberapa minggu diberikan bila pasien memperlihatkan
kecenderungan ke arah berat atau infeksi primer yang
Diagnosis berlarut-larut, dengan harapan mencegah terjadinya
Bila ada kecurigaan infeksi koksidioidomikosis, maka penyakit pulmonalis kronik atau diseminata.
spesimen untuk biakan meliputi sputum, eksudat Pasien koksidioidomikosis diseminata yang berat
dari lesi kulit, cairan s p i n a l , urine, biopsi j a r i n g a n , atau yang berjalan progesif dengan cepat harus segera
dan pus harus diperiksa untuk menemukan C. Immiti. dimulai pengobatannya dengan penyuntikan amfoterisin B
Permintaan pemeriksaan laboratorium harus menyebutkan intravena yang dosisnya 0,5 hingga 0,7 mg/kg BB per hari.
718 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
mg per hari merupakan preparat yang paling efektif untuk Digby J, Kalbfleisch J, Glen A, Larsen A, Browder W, Williams D
(2003). Serum Glucan Levels Are Not Specific for Presence of
mengatasi kandidiasis oral dan esofagus.
Fungal Infections in Intensive Care Unit PaHents. Clinical and
Kalau gejala esofagus yang terjadi sangat menonjol Diagnostic Lboratory Immunology 10, 882-5.
atau pada kandidiasis sistemik, pemberian amfoterisin B Findik D . Nosocomial Fungal Infections in a Teaching Hospital in
intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB per hari selama 5 Turkey: Identification of the Pathogens and Their Antifungal
Susceptibility Patters. Turk J Med Sci 2002;32-35
hingga 10 hari dapat bermanfaat. Kandidiasis kandung
Galgiani J N . Coccidioidomycosis. In: Cecil Textbook of Medicine.
kemih akan memperlihatkan respons terhadap tindakan 22nd ed. Editors: Goldman L, Ausiello D.Philadelphia:
irigasi dengan larutan amfoterisin B, 50 g/mL, selama 2004.p.2046-47.
5 hari. Jika tidak ada kateter kandung kemih, preparat Jawetz, Melnick, Adelberg's. Medical Mycology.In: Medical
Microbiology.Editors: Brooks G F , Butel JS, Morse S A .
oral flukonazol dapat digunakan untuk mengendalikan McGraw-Hill Companies Inc.2005.p. 313-352.
kandiduria. Ketokozanol dengan dosis dewasa 200 mg Kauffman C A . Introduction to the Mycosis. In: Cecil Textbook
per hari kemungkinan merupakan obat pilihan untuk of Medicine. 22nd ed. Editors: G o l d m a n L , A u s i e l l o
D. Philadelphia: 2004.p. 2042-43.
kandidiasis mukokutaneus yang kronik.
Kauffman C A . Histoplasmosis. In: Cecil Textbook of Medicine.
Amfoterisin B intravena merupakan obat pilihan 22nd ed. Editors: Goldman L , Ausiello D.Philadelphia:
pada kandidiasis diseminata, dosis 0,4 hingga 0,5 m g / 2004.p.2043-45.
Kauffman C A . Candidiasis. In: Cecil Textbook of Medicine.
kg BB per hari. Candida yang diisolasi dari pemeriksaan
22nd ed. Editors: Goldman L, Ausiello D. Philadelphia,
kultur darah yang diambil dengan benar harus dianggap 2004.p.2053-56.
signifikan; hasil positif- palsu yang sejati jarang terdapat. Kresno SB . Respons Imun Terhadap Infeksi Jamur. Dalam:
Semua pasien dengan Candida yang dikultur dari darah Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. F K U I ,
Jakarta:200.p. 181-2.
perifer harus mendapatkan amfoterisi B intravena untuk
Levinson W, Jawetz E . Mycology. In: Medical Microbiology and
mengatasi infeksi yang akut dan mencegah sekuele lanjut. Immunology. Seventh Edition. Editors: Levinson W, Jawetz
Pada pasien tanpa neutropenia, endokarditis, atau fokus E. International Edition. Singapore, 2003.p.299-313.
Rex JH, Walsh TJ, Sobel JD, Filter SG, Pappas PG, Dismekes
infeksi yang dalam lainnya, pengobatan selama 2 minggu
W E , Edwards JE. Practice Guidelines for the Treatment of
sering sudah memadai. Pemeriksaan funduskopi lewat Candidiasis. Clinl Infectious Diss 2000;30: 662-78.
pupil yang dilatasi sangat bermanfaat untuk mendeteksi Sobel JD. Practice G u i d e l i n e s for the Treatment of Fungal
endoptalmitis sebelum kehilangan penglihatan permanen Infections. Clin Infectious Dis 2000;30:652.
Spicer WJ. Fungi. In: Clinical Bacteriology, Mycology and
terjadi.
Parasitology. Melbourne:, 2000.p.62-70
Kesulitan sering didapatkan terutama dalam Wheat J, Sarosi G , McKinsey D, Hamill R, Bradsher R, Johson P,
menentukan diagnosis awal dari kandidiasis sistemik Loyd J, Kauffman C . Practice Guidelines for the Management
of Patients with Histoplasmosis. Clin Infectious Dis 2000);
karena gejala klinis kurang spesifik, biakan sering negatif.
0:688-95.
Penelitian terhadap resipien cangkok sumsum tulang,
terapi profilaksis setiap hari dengan flukonazol, 400mg,
akan menurunkan jumlah kasus kandidiasis profundus.
Flukonazol j u g a dapat digunakan untuk melengkapi
pengobatan kandidiasis diseminata kronik, terutama
bila amfoterisin B diberikan sampai pasien tidak lagi
memperlihatkan neutropenia.
REFERENSI