Anda di halaman 1dari 190

' / / .

- /

8
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Demam : Tipe dan Leptospirosis 633


Pendekatan 523
Tetanus 639
Demam Berdarah
Dengue 539 Difteri 643

Demam Tifoid 549 Penyakit Cacing yang


ditularkan melalui Tanah
Demam Kuning 651
fye//ow Feverj 559
Antraks 656
Amebiasis 562
Bruselosis 660
Diare Akut karena Infeksi
570 Penyakit Prion 665

Disentri Basiler 574 Trypanosomiasis 672

Rotavirus 581 Infeksi Nosokomial 682

Kolera 588 Sepsis 692

Malaria 595 Pemakaian Antimikroba


Secara Rasional di Klinik
Malaria Berat 613 700
Toksoplasmosis 624 Resistensi Antibiotik 705
Infeksi Jamur 711

ILMU PENYAKIT DALAM Edisi vi 2014


71
DEMAM : TIPE DAN PENDEKATAN
R.H.H. Nelwan

PENDAHULUAN limfosit-T meningkat sampai 20 kali dibandingkan dengan


keadaan pada temperatur normal (37°C). Dalam evolusi
Keadaan demam sejak zaman Hippocrates sudah diketahui kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem
sebagai pertanda penyakit. Galileo pada abad pertengahan pertahanan yang cukup ampuh terhadap infeksi dan
menciptakan alat pengukur suhu dan Santorio di Padua peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja
melaksanakan aplikasi pertama penemuan alat ini di yang optimal untuk sistem pertahanan tubuh. Demam
l i n g k u n g a n klinik. Tiga a b a d k e m u d i a n baru untuk terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
p e r t a m a kali, Traube m e m p e r l i h a t k a n sebuah kurve yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen
suhu secara menyeluruh yang dibuat di sebuah klinik yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan
di L e i p z i g . P e n g g u n a a n k u r v e s u h u m a k i n m e l u a s suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan
setelah dipublikasikannya pendapat Wunderlich pada suatu infeksi. Dewasa ini diduga bahwa pirogen adalah
tahun 1868, di mana beliau mengatakan bahwa dengan suatu protein yang identik dengan i n t e r l e u k i n - 1 . Di
semakin banyak pengalamannya dalam memakai alat dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam
pengukur suhu ini semakin bertambah keyakinannya arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis
mengenai manfaat pengukuran tersebut, khususnya prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan
untuk mendapatkan informasi yang cukup akurat dan pireksia.
prediktif mengenai kondisi seorang pasien. Suhu pasien Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan
biasanya diukur dengan termometer air raksa dan tempat terjadinya vasokonstriksi perifer sehingga pengeluaran
p e n g a m b i l a n n y a dapat di aksila, oral atau r e k t u m . {dissipation) panas menurun dan pasien merasa
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5°-37,2°C. Suhu d e m a m . S u h u b a d a n d a p a t b e r t a m b a h t i n g g i lagi
subnormal di bawah 36°C. Dengan demam pada umumnya karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang juga
diartikan suhu tubuh di atas 37,2°C. Hiperpireksia adalah mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena
suatu keadaan kenaikan suhu tubuh sampai setinggi kurang adekuat penyalurannya ke permukaan maka rasa
41,2°C atau lebih, sedangkan hipotermia adalah keadaan demam bertambah pada seorang pasien.
suhu tubuh di bawah 35°C. Biasanya terdapat perbedaan Beberapa tipe demam yang mungkin kita jumpai, antara
antara pengukuran suhu di aksila dan oral maupun rektal. lain:
Dalam keadaan biasa perbedaan ini berkisar sekitar 0,5''C;
suhu rektal lebih tinggi daripada suhu oral. Demam septik : Pada tipe demam septik, suhu badan
berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam
Dalam beberapa keadaan diperlukan pengukuran
hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi
suhu yang lebih akurat seperti pada pasien yang banyak
hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
berkeringat atau dengan frekuensi pernapasan yang tinggi.
demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal
Pada keadaan tersebut, lebih baik diukur suhu rektal karena
dinamakan juga demam hektik.
perbedaan yang mungkin didapatkan pada pengukuran
suhu di berbagai tempat dapat mencapai 2-3°C. Demam Demam remiten : Pada tipe demam remiten, suhu badan
pada mamalia dapat memberi petunjuk bahwa pada dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu
temperatur 39°C, produksi antibodi dan proliferasi sel badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat

533
534 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan Salah diagnosis paling sering dibuat karena
suhu yang dicatat pada demam septik. pemeriksaan fisis yang tergesa-gesa sehingga kurang
lengkap atau tidak tepat, dan terlalu cepat mendeduksi
Demam intermiten : Pada tipe demam intermiten, suhu
suatu k e s i m p u l a n dari suatu k e a d a a n t e r t e n t u saja
badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
d e n g a n tidak m e l i h a t k a s u s y a n g d i h a d a p i dalam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua
konteks keseluruhan. Beberapa hal yang secara khusus
hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
perlu diperhatikan pada d e m a m , adalah cara timbul
demam di antara dua serangan demam disebut kuartana.
demam, lama demam, sifat harian demam, tinggi demam
Demam kontinyu: Pada tipe demam kontinyu variasi suhu dan keluhan serta gejala lain yang menyertai demam.
sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada Demam yang tiba-tiba tinggi lebih sering disebabkan
tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut oleh penyakit virus. Waktu yang dikorbankan untuk
hiperpireksia. menanyakan riwayat penyakit yang terperinci dan akurat
dalam kenyataannya adalah waktu yang digunakan demi
Demam siklik : Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan
kepentingan pasien yang mencari pertolongan sehingga
suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh periode
dapat terhindar orientasi d i a g n o s i s y a n g salah dan
bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti
sebagai konsekuensinya mungkin pemberian obat yang
oleh kenaikan suhu seperti semula.
kurang tepat serta permintaan pemeriksaan laboratorium
Suatu tipe demam kadang-kadang dapat dihubungkan yang mungkin salah pula, yang kesemuanya merupakan
dengan suatu penyakit tertentu, seperti misalnya tipe beban yang perlu ditanggung pasien. Salah orientasi ini
demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan dalam konteks yang luas merupakan suatu pemborosan
keluhan d e m a m mungkin dapat dihubungkan segera fasilitas kesehatan yang disediakan dan merupakan
dengan suatu sebab yang jelas, seperti misalnya: abses, pengorbanan finansial pasien yang sama sekali tidak
pneumonia, infeksi saluran kencing atau malaria; tetapi diinginkan.
kadang-kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan
dengan suatu sebab yang j e l a s . Bila d e m a m disertai
keadaan seperti sakit otot, rasa lemas, tidak nafsu makan
DEMAM BELUM TERDIAGNOSIS
dan mungkin ada pilek, batuk dan tenggorok sakit,
biasanya digolongkan sebagai influenza atau common
Yang diartikan dengan "demam belum terdiagnosis"
cold. Dalam praktek, 90% dari para pasien dengan demam
adalah suatu keadaan di mana seorang pasien mengalami
yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu
demam terus menerus selama 3 minggu dengan suhu
penyakit yang self-limiting seperti influenza atau penyakit
b a d a n di atas 3 8 , 3 ° C dan t e t a p b e l u m d i t e m u k a n
virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti bahwa kita
penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu
tidak harus tetap waspada terhadap suatu infeksi bakterial.
secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium
Kausa demam selain infeksi juga dapat disebabkan dan penunjang medis lainnya.
oleh keadaan toksemia, karena keganasan atau reaksi Istilah yang digunakan untuk ini antara lain: febris et
terhadap pemakaian obat. Juga gangguan pada pusat causa ignota, fever of obscure origin, fever of undetermined
regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian origin dan fever of undiagnosed origin (FUO). Penyebab
temperatur seperti pada heat stroke, perdarahan otak,
FUO, sesuai golongan penyakitnya antara lain: infeksi
koma atau gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan
(40%), neoplasma (20%), penyakit kolagen (20%), penyakit
internal pada saat terjadinya reabsorpsi darah dapat pula
lain (10%), dan yang tidak diketahui sebabnya (10%). Fever
menyebabkan peningkatan temperatur. Dalam praktek
of unknown origin (FUO) dapat dibagi dalam 4 kelompok:
perlu diketahui penyakit-penyakit infeksi yang endemik
di lingkungan tempat tinggal pasien, dan mengenai FUO Klasik
kemungkinan infeksi impor dapat dinetralisasi dengan Penderita telah diperiksa di Rumah Sakit atau di klinik
p e r t a n y a a n a p a k a h pasien baru p u l a n g dari suatu selama 3 hari berturut-turut tanpa dapat ditetapkan
perjalanan dari daerah mana dan tempat apa saja yang penyebab d e m a m . Definisi lain yang j u g a digunakan
telah dikunjunginya. Pada dasarnya untuk mencapai adalah demam untuk lebih dari 3 minggu dimana telah
ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara d i u s a h a k a n d i a g n o s t i k n o n - i n v a s i f m a u p u n invasif
lain, ketelitian pengambilan riwayat penyakit pasien, selama satu minggu tanpa hasil yang dapat menetapkan
pelaksanaan pemeriksaan fisis yang seteliti mungkin, penyebab demam.
observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan
FUO Nosokomial
laboratorium serta penunjang lainnya secara tepat dan
Penderita yang pada permulaan dirawat tanpa infeksi di
holistik.
DEMAM: TIPE DAN PENDEKATAN 535

Rumah Sakit dan kemudian menderita demam>38,3°C penyebab demam yang tidak mau turun, pengujian ini
dan sudah diperiksa secara intensif untuk menentukan merupakan penunjang yang sangat bermanfaat. Perlu
penyebab demam tanpa hasil yang jelas. dikuasai interpretasi karena hasil mungkin tidak seklasik
seperti dikemukakan di atas. Untuk penunjang diagnosis
FUO Neutropenik
infeksi akut selalu harus berpedoman pada keberadaan
Penderita yang memiliki hitung jenis neutrofil < 500 ul
i m u n o l o g l o b u l i n M y a n g spesifik atau p e n i n g k a t a n
dengan demam > 38,3°C dan sudah diusakan pemeriksaan
bermakna dari IgG.
intensif selama 3 hari tanpa hasil yang jelas.
Pemeriksaan-pemeriksaan jenis lainnya yang dapat
FUO HIV membantu adalah pemeriksaan seperti misalnya : faktor
Penderita HIV yang menderita demam >38,3°C selama reumatoid, imunoglobulin, antibodi antinuklear, antigen
4 minggu pada rawat jalan tanpa dapat menentukan otot polos serta tes auto-antibodi lainnya dan imuno-
penyebabnya atau pada penderita yang dirawat di RS elektroforesis.
yang mengalami demam selama lebih dari 3 hari dan telah
dilakukan pemeriksaan tanpa hasil yang jelas.
Sebelum meningkat ke pemeriksaan lanjutan seperti MIKROBIOLOGI
ultrasonogram, endoskopi atau scanning, masih dapat
diperiksa beberapa uji coba darah, pembiakan kuman Isolasi k u m a n p e n y e b a b infeksi m e r u p a k a n kriteria
dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. diagnosis utama pada pasien yang tersangka demam
Dalam t a h a p berikutnya dapat dipikirkan untuk karena menderita infeksi. Keadaan yang dihadapi
membuat diagnosis dengan lebih pasti melalui biopsi mungkin cukup serius. Pengambilan darah untuk kultur
pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan mikroorganisme harus dilakukan secara aseptik dengan
pemeriksaan-pemeriksaan seperti angiografi, aortografi mengambil sekitar 10 ml yang kemudian dilarutkan
atau limfangiografi. dalam media yang masing-masing dapat menumbuhkan
kuman aerob dan kuman anaerob. Sebaiknya usaha untuk
mengambil darah untuk mengisolasi kuman dilaksanakan
DIAGNOSIS SERO-IMUNOLOGI beberapa kali pada hari pertama dan selalu harus dipegang
prinsip pengambilan sesteril mungkin. Selain kultur darah,
Pemeriksaan serologis dapat bermanfaat pada seorang mikroorganisme dalam urin juga penting; dalam hal ini
pasien "demam belum terdiagnosis". Biasanya diperlukan harus dijaga cara pengambilan sampel yang reprsentatif
dua spesimen darah untuk pemeriksaan ini. Hal ini berguna Semua sampel harus segera dibawa ke laboratorium dan
untuk interpretasi titer serologik. Suatu kenaikan titer harus segera dikultur. Isolasi virus biasanya diambil dari
sebesar 4 kali atau lebih mempunyai arti yang sangat sekret hidung, usap tenggorok atau sekresi bronkial.
besar untuk dapat menentukan kemungkinan penyebab Untuk TBC diperlukan pemeriksaan sputum minimal 2 hari
penyakit. Dalam tabel 1 dan 2 dapat dipelajari uji serologis berturut-turut. Untuk infeksi saluran cerna pemeriksaan
untuk virus, bakteri dan jamur yang pada saat ini tersedia. mikroorganisme dari feses diperlukan untuk memantau
Pengujian ini perlu digunakan secara rasional dan bukan spektrum kuman penyebab.
secara global. Untuk mengatasi frustasi dalam mencari

Tabel 1. Daftar Uji Virologis


Virus Penyebab Jenis Uji Penyakit
1 Dengue NS-1, (IHA, untuk penelitian) Demam dengue atau demam
Blot IgM/IgG berdarah D
2 Cytomegalovirus (CMV) Anti-CMV IgM Elisa, aviditas CMV
Anti-CMV IgG Elisa Infeksi Cytomegalovirus
3 Epstein - Barr Virus (EBV) Paul Bunnel
Anti EBV Mononukleosis Infeksiosa
4 Hepatitis A s/d E Virus A s/d E, berbagai Komponen Anti Virus A s/d E Hapatitis akut

Coxiella burnetti I FA Demam Q


(HIV) Anti HIV-Elisa HIV/AIDS
Viral load HIV
536 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Tabel 2. Daftar Uji Bakterlo-parasitologis


Penyakit Infeksi Jenis Uji Penyakit
Salmonella typhi Widal, Typhidot PCR Demam tifoid
S.paratyphi A/B/C Widal Demam paratifoid
Streptokokus ASTO Demam reumatik
Mikobakteria Myco Dot TB PAP Anti TB TBC pulmonal dan TBC Ekstrapul monal
Leptospira spp M A T , IgM lepto Leptospirosis
Brucella spp Aglutinasi Brusellosis
Rickettsia spp Well Felix Ricketsiosis
Mycoplasama pneum IF Mycoplasmosis
Legionella IF Legionellosis
Toxoplasma gondii Elisa IgG/IgM, aviditas Toksoplasmosis
Entamoeba histolitica I DT Amubiasis
Filaria spp I FAT Filariasis
Candida spp Miskroskop cahaya KOH/NaCI, Chromagar Candidiasis
Histoplasma capsulatum IDT Histoplasmosis

HEMATO-KiMIA paru dan ginjal. Sumsum tulang belakang dan persendian


juga merupakan bagian-bagian yang ideal untuk diperiksa
Dengan meluasnya spektrum penyakit virus dewasa kini dengan sinar tembus. Juga masih relatif mudah dikerjakan
dan karena pengaruh urbanisasi, globalisasi maupun adalah p e m e r i k s a a n saluran p e n c e r n a a n , baik yang
lingkungan yang kurang memadai lebih memungkinkan meliputi bagian atas, tengah atau bawah. Kolangiografi
pasien mengalami demam karena terjangkit infeksi virus. dapat membantu diagnosis bila diduga kemungkinan
Pada saat ini diperlukan patokan yang dapat membedakan terdapat suatu kelainan di kuadran kanan atas abdomen
pasien terjangkit virus atau bakteri yang penatalaksanaan- sebagai penyebab demam.
nya berbeda total. Salah satu pengukuran yang dapat Angiografi dapat membantu menegakkan diagnosis
dilaksanakan dalam tahap awal adalah pemeriksaan emboli paru-paru, sedangkan angiokardiografi dapat
h e m a t o l o g i s y a n g pada infeksi bakteri akut d a p a t digunakan untuk membuat diagnosis miksoma atrium.
menunjukkan pergeseran hitung jenis ke kiri dengan atau Angiokardiografi ini serta angiografi abdominal yang
tanpa leukositosis. sebelumnya sering digunakan terutama untuk diagnostik
Bila keadaan ini tidak dijumpai dan kita tetap ingin organ-organ viseral pada saat ini mulai terdesak oleh
m e m b e d a k a n antara infeksi virus dan bakteri dapat pemeriksaan ampuh lain di samping ultrasonografi untuk
dilakukan pemeriksaan C-reaktif protein (CRP) yang membantu menegakkan diagnosis penyakit organik di
dapat, meningkat lebih dari 10 kali pada infeksi bakteri abdomen. Limfangiografi berguna untuk mendeteksi suatu
akut. Kenaikan ini masih perlu dibedakan dengan artritis limfoma abdominal atau retroperitoneal.
di mana keluhan pada sendi lebih dominan. Pemeriksaan
prokalsitonin dapat digunakan bila diduga terdapat Ultrasonografi (USG)
sepsis. Mengingat mudahnya cara pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan Bio-kimia selanjutnya dapat membantu (USG), pada saat ini asosiasi antara suatu gangguan
dengan mengukur kadar serum kalsium yang dapat internistis t e r u t a m a di daerah j a n t u n g atau daerah
meningkat pada sarkoidosis dan beberapa karsinomatosis. abdominal dengan jenis pemeriksaan ini makin lama makin
Selanjutnya pada penyakit hati dapat diperiksa enzim berkembang dan makin banyak dilakukan. Pemeriksaan
SGOT/ SGPT/GAMA GT yang dapat memberi petunjuk ini secara khusus akan berguna untuk kelainan seperti
mengenai fungsi sel hati. Selanjutnya tes fungsi hati miksoma di atrium atau vegetasi di katub-katub jantung.
lainnya dapat diperiksa bila terdapat kelainan pada nilai Di daerah abdomen melalui pemeriksaan USG dapat
enzim-enzim tersebut. dideteksi kelainan terutama di hati, ginjal, retroperitoneal
dan juga gangguan di daerah pelvis. Selalu harus diingat
bahwa mungkin diperoleh hasil-hasil yang false-positive
RADIOLOGI dan selalu harus dianggap sebagai suatu pemeriksaan
penunjang dengan sepenuhnya memperhatikan penyakit
Foto rontgen merupakan pemeriksaan penunjang medis secara menyeluruh. USG penting untuk mendiagnosis
sangat vital terutama dalam membantu diagnosis kelainan adanya abses pada organ-organ intra-abdominal.
DEMAM: TIPE DAN PENDEKATAN 537

Pencitraan ini berguna untuk menetapkan diagnosis penyakit seperti


Pencitraan dapat banyak membantu untuk pemeriksaan limfoma, metastasis keganasan, tuberkulosis atau infeksi
khusus terhadap hati. Scanning paru-paru dapat jamur, terutama pada kelenjar yang membesar.
membantu diagnosis pada kecurigaan tentang adanya Informasi yang bisa berguna di perifer tanpa fasilitas
emboli paru s e d a n g k a n d e n g a n scanning, sekaligus ultrasonogram adalah biopsi hati. Akan sangat membantu
hati dan paru, d a p a t d i t u n j u k k a n a d a n y a abses di bila terdapat kelainan primer atau sekunder di hati
subdiafragma. Demikian pula scanning dengan gallium terutama yang meliputi keganasan, granuloma, gambaran
sitrat dapat memperlihatkan titik fokus infeksi di daerah infeksi spesifik lainnya dan hepatitis alkoholik.
abdominal yang sulit untuk ditemukan secara rutin. Dalam Biopsi kulit atau otot dapat m e m b a n t u d u g a a n
beberapa keadaan, scanning tulang belakang lebih dini penyakit kolagen atau penyakit trikinosis. Biopsi baru
dapat rnemberi informasi tentang adanya metastasis akan bermanfaat pada massa tumor padat; dapat j u g a
daripada penggunaan sinartembus konvensional. sekaligus untuk mengeluaran cairan dari rongga-rongga
Di masa y a n g akan d a t a n g d i p e r k i r a k a n bahwa badan. Ini akan dapat membantu upaya diagnosis.
pemeriksaan dengan computerized tomography, {CT-
Scan) akan dapat sangat membantu diagnostik dan dapat
menunjukkan kelainan pada badan melalui pemotongan LAPARATOMI
lintang letak anatomis organ t u b u h . Untuk kelainan
retroperitoneal pemeriksaan ini sangat ideal. Penting Laparatomi dapat memegang peran penting di tempat
untuk mendiagnosa tumor atau abses di tempat yang di mana fasilitas kesehatan masih sederhana dan sistem
tersembunyi. rujukan yang belum sempurna; dan hanya dibenarkan
bilamana ada suatu petunjuk keras bahwa penyebab
demam adalah karena suatu kelainan utama di abdomen.
ENDOSKOPI Tindakan ini dapat cepat mengetahui sebab penyakitnya
dan terhindar dari biaya-biaya pemeriksaan yang sangat
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan ini terutama mahal, tetapi cara pendekatan diagnosis seperti ini tidak
berhubungan dengan penyakit demam lama yang disertai tanpa bahaya, khususnya pada mereka yang sudah sepsis.
diare dan nyeri perut. Pasien serupa ini mungkin menderita Tindakan yang lebih sederhana seperti peritoneoskopi
kolitis ulserativa dan dapat didiagnosis secara pasti dengan dapat menjadi alternatif diagnosis untuk peritonitis
sigmoidoskopi atau kolonoskopi. tuberkulosis, karsinomatosis peritoneal, kolesistitis dan
Pemeriksaan lain yang dikenal dengan ERCP atau infeksi rongga pelvis. Laparatomi b e r m a n f a a t pada
endoscopic retrograde choledocho pancreatography, penyakit yang masih dapat diobati, seperti abses lokal,
akan dapat memberi informasi yang lengkap mengenai limfoma atau penyakit autoimun yang terjadi di abdomen.
kandung empedu, saluran empedu dan pankreas dengan
cara memasukkan cairan kontras dalam ampula Vateri. Terapl A d J u v a n t l u s
Usaha untuk mengatasi "demam belum terdiagnosis"
dengan terapi ad juvantius hanya dapat dibenarkan dalam
ELEKTROKARDIOGRAFI instansi rujukan di mana tidak lagi dapat ditempuh jalan
lain untuk memperoleh kepastian diagnosis.
Pemeriksaan ini sebenarnya kurang bermanfaat pada pasien Prinsip pelaksanaannya adalah bahwa obat yang
demam tetapi khususnya di Indonesia mungkin dapat digunakan harus berdasarkan suatu indikasi yang kuat
melengkapi diagnosis pada pasien tersangka demam tifoid. sesuai pengalaman setempat dan harus bersifat spesifik.
Dilaporkan bahwa pada sepertiga dari pasien dengan Cara pemakaian kombinasi antibiotika berspektrum luas
penyakit ini dapat ditemukan kelainan EKG. tidak dapat dibenarkan mengingat bahwa penyebabnya
"demam belum terdiagnosis" terbanyak bukan karena
infeksi bakterial dan potensial dapat menyebabkan efek
BIOPSI samping atau super infeksi yang tidak diinginkan. Keadaan
di mana diizinkan pemakaian terapi ad juvantibus antara
Peran biopsi dalam menentukan penyebab "demam belum lain: kloramfenikol untuk persangkaan demam tifoid, obat
terdiagnosis" sangat besar dan dapat dilaksanakan di mana antituberkulosis untuk persangkaan tuberkulosis, aspirin
fasilitas penunjang medis yang modern tidak tersedia. untuk demam reumatik, antikoagulansia untuk emboli
Pemeriksaan biopsi kelenjar yang membesar atau massa paru dan kortikosteroid untuk lupus eritematosus sistemik
tumor yang jelas dan mudah dicapai harus dilakukan. Hal atau reumatoid artritis.
538 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

D E M A M OBAT {DRUG FEVER)

Diperkirakan bahwa efek samping pangobatan berupa


demam obat terjadi pada 3-5% dari seluruh reaksi obat
y a n g dilaporkan. Obat yang mengakibatkan d e m a m
dapat dikelompokkan menjadi ; 1) obat yang sering
mengakibatkan demam, 2) obat yang kadang-kadang
dapat mengakibatkan demam dan 3) obat yang secara
insidentil sekali dapat mengakibatkan d e m a m . Salah
satu ciri demam obat adalah bahwa demam akan timbul
tidak lama setelah pasien mulai dengan pengobatan. Tipe
demam obat dapat berupa remitan, intermiten, hektik
atau kontinu. Demam dengan cepat menghilang bila
pengobatan dihentikan dan merupakan sebuah tanda
patognomonis untuk demam ini. Berbagai mekanisme
dapat mendasari d e m a m obat ini yang paling u m u m
adalah karena reaksi imunologis.

DEMAM DIBUAT-BUAT

Kadang seorang pasien dengan sengaja berusaha dengan


berbagai cara agar suhu badan yang akan dicatat lebih
tinggi daripada suhu badan sesungguhnya. Keadaan
suhu badan yang sengaja dibuat lebih tinggi ini dikenal
sebagai demam faktisius {factitious fever). Bila diduga
bahwa s e s e o r a n g , b e r p u r a - p u r a d e m a m {malinger)
maka sewaktu dilakukan pencatatan suhu badan harus
diawasi dengan ketat. Dalam keadaan terpaksa, dapat
dilakukan pengukuran suhu rutin yang biasanya tidak
dapat dimanipulasi.
Pasien bisa jadi memerlukan bantuan dokter ahli jiwa
dan keadaan ini perlu disingkirkan dahulu supaya tidak
sla-sia mencari penyebab demam melalui pemeriksaan
penunjang yang ada.

REFERENSI

De Kleijn E M H A , Konockaert D C , Vander Meer JWM. Editorial


F U O : anew definiton and proposal for diagnostic work-up.
Eur J. Int. Med 2000;11:1-3
Fauci A S dkk. Harrison's Manual of Internal Medicine. 17th ed.
2009. p.l99.
Gill G V , Beeching NJ. Febrile presentation in lecture notes on
tropical medicine. 5th edition. Blackwell: 2004. p. 26-31.
Nelwan R H H . Sistemik menegakkan penyebab demam. Dalam
: Suharti dan Iwan Darmansjah (eds), Naskah Lengkap
Simposium Penatalaksanaan Demam, 1981.p.33-52.
72
DEMAM BERDARAH DENGUE
Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan

PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) D e m a m b e r d a r a h d e n g u e t e r s e b a r di w i l a y a h A s i a


{dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi Tenggara, Pasifik barat dan Karibia. Indonesia merupakan
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada
Sindrom renjatan dengue {dengue shock syndrome) adalah tahun 1999.
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/ P e n u l a r a n infeksi v i r u s d e n g u e terjadi melalui
syok. vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A.
albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
ETIOLOGI perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air
jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan air lainnya).
oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan
keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu: 1).
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal v e k t o r : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit,
dengan berat molekul 4x106. kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 satu tempat ke tempat lain; 2). pejamu : terdapatnya
dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). lingkungan :
d i t e m u k a n di I n d o n e s i a d e n g a n D E N - 3 m e r u p a k a n curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe
dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus. PATOGENESIS
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi
pada h e w a n m a m a l i a s e p e r t i t i k u s , kelinci, a n j i n g , Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga
kelelawar dan primata. Survei epidemilogi pada hewan saat ini masih diperdebatkan.
ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang
hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan
genus Aedes {Stegomyia) dan Toxorhynchites. dengue.

539
540 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

infeksi dengue sekunder heterolog


. I

Replikasi virus respons antibodi anamnestik

kompleks virus-antibodi
I
Aktivasi komplemen
Agregasi trombosit Aktivasi
1
Pelepasan faktor ^ Plasmin
fungsi trombosit III platelet Faktor H a g e m a n — • Anafilatoksin
yang terj^ativasi
Pembersihan trombosit oleh
sistem retikulo endotelia Kinin
I Konsumtif
^ i 4
Trombositopenia ^ paktor pi'mbekuan Klni Permeabilitas vaskular

daj-ah FDPt
Syok
Berlebihan
FDP = fibrin degradarion product, produk degradasi fibrin

Gambar 1. Hipotesis secondary heterologous infection (Sumber: Suvatt 1977-dikutip dari


Sumarmo)

Respons imun yang diketahui berperan dalam J-helper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan
patogenesis DBD adalah: a), respons humoral berupa interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi
p e m b e n t u k a n antibodi y a n g berperan dalam proses monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan seperti TNF-a, I L - 1 , PAF {platelet activating factor), IL-6
sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan
virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-
antibody dependent enhancement {ADE); b). limfosit T baik antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
J-helper (CD4) dan T- sitotoksik (CDS) berperan dalam plasma.
respon imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui
T/?e/per yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, mekanisme: 1). Supresi sumsum tulang, 2). destruksi dan
IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum
IL-5, IL-6 dan IL-10; c). monosit dan makrofag berperan tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan
dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. keadaan hiposelular dan supresi megakariosit. Setelah
Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d). selain proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis.
itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun meyebabkan Kadar t r o m b o p o i e t i n dalam darah pada saat terjadi
terbentuknya C3a dan C5a. t r o m b o s i t o p e n i a j u s t r u m e n u n j u k k a n k e n a i k a n , hal
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis ini menunjukkan terjadinya stimulasi t r o m b o p o i e s i s
secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan
DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui
dengan tipe yang berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus
amnestik antibodi sehingga mengakibatkan konsentrasi dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati
kompleks imun yang tinggi. dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 m e r a n g k u m terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 y a n g
infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang merupakan petanda degranulasi trombosit.
memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus
sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel.
m a k r o f a g oleh virus d e n g u e m e n y e b a b k a n aktivasi Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati
DEMAM BERDARAH DENGUE 541

Antibodies Monocytes Endothelial


Platelet T Lymphocytes
complement macrophages cell

Class I FcRg Class H

\ * /
Mo

IFNy, T
' CD4

C 4 -^Z
" O O
«^ Mo 3 •
o o o
DV 0^ Y

..^y^^L.-) T ^ Endothelial
• Mo
^ ' S cells
Platelet Complement °""c^4^ol>r"°^ I7\

activation activation °v

Platelet activating TNFa,IL-l, PAF IL-2 TNF a , IL-1, PAF


C3a C5a
factor (PAF) IL-6, histamine TNF a, IL-6, IFN y IL-6

^^Vascular endothelial cells^^

Capillary leak syndrome Dengue hemorrahagic fever

Gambar 2. Imunopatogenesis demam berdarah dengue (Sumber: Gubler DJ, 1997)

konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan DIAGNOSIS


IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi
melalui aktivasi jalur ekstrinsik {tissue factor pathway). Laboratorium
Jalur intrinsik j u g a berperan melalui aktivasi faktor XIa
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis
namun tidak melalui aktivasi kontak {kalikrein Cl-inhibitor
pasien tersangka demam dengue adalah melalui
complex).
p e m e r i k s a a n kadar h e m o g l o b i n , hematokrit, j u m l a h
trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
G A M B A R A N KLINIS Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus
dengue {cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat dengue dengan teknik RT-PCR {Reverse Transcriptase
asimtomatik, atau dapat berupa demam yang tidak khas, Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang
demam dengue, demam bedarah dengue atau sindrom lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya
syok dengue (SSD) dan sindrom dengue diperluas. antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total,
Pada u m u m n y a pasien m e n g a l a m i fase d e m a m IgM maupun IgG.-lebih banyak
selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3
tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak dapat ditemui limfositosis relatif (>45 % dari total
mendapat pengobatan adekuat. leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB) >
542 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Infeksi virus dengue

I ^ 1
Asimptomatik Simptomatik

Demam yang Sindrom demam Sindrom demam


tidak spesifik dengue dengue

I ' 1 • '
tanpa perdarahan perdarahan Tanpa syok Sindrom syok
abnormal dengue
I \ I
Demam dengue Demam berdarah •
dengue

Gambar 3. Manifestasi klinis infeksi virus dengue (Sumber: Monograph on Dengue/Dengue


Haemorrahgic fever, WHO 1993)

15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok antigen NS1 berkisar 6 3 % - 93,4% dengan spesifisitas
akan meningkat. 100% sama tingginya dengan spesifisitas gold
• trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada sfondord kultur virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak
hari ke 3-8. menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan
ditemukannya peningkatan hematokrit > 20% dari Pemeriksaan Radiologis
hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada
demam. hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan
• h e m o s t a s i s : d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n PT, A P T T , plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya
dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada
darah. sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat
protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
kebocoran plasma. Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari
• SGOT/SGPT dapat meningkat. (rentang 3-14 hari), timbul gejala prodormal yang tidak khas
• ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.
ginjal.
Demam Dengue (DD) probable dengue. Merupakan
elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian
penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
cairan.
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila
Nyeri kepala.
akan diberikan transfusi darah atau komponen darah.
Nyeri retro-orbital.
imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG
Mialgia
terhadap dengue.
Artralgia.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
Ruam kulit.
minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari.
Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada
positif).
hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi
Leukopenia.(leuko < 5000)
hari ke-2.
• Trombosit < 150.000
Uji HI: dilakukan p e n g a m b i l a n bahan pada hari
Hematokrit naik 5-10%
pertama serta saat pulang dari perawatan, uji ini
digunakan untuk kepentingan surveilans. Dan p e m e r i k s a a n serologi d e n g u e positif; atau
NS 1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam ditemukan pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada
hari pertama sampai hari ke delapan. Sensitivitas lokasi dan waktu yang sama.
DEMAM BERDARAH DENGUE 543

Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan kriteria DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE
WHO 1 9 9 7 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di
bawah ini dipenuhi : Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus
Demam atau riwayat demam akut, antara 2 - 7 hari, dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat penyakit seperti
biasanya bifasik. tertera pada tabel 1 .
terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan
berikut:
Uji bendung positif. PENATALAKSANAAN
Petekie, ekimosis, atau purpura.
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue,
perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat prinsip utama adalah terapi s u p o r t i f Dengan terapi
lain. suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
Hematemesis atau melena. hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul). sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
(kebocoran plasma) sebagai berikut: dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien
Peningkatan hematokrit > 2 0 % dibandingkan tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin. cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan
P e n u r u n a n h e m a t o k r i t > 2 0 % setelah m e n d a p a t hemokonsentrasi secara bermakna.
terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia
sebelumnya. (PAPDI) bersama dengan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
atau hipoproteinemia. Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan
kriteria:
utama antara DD dan DBD adalah ditemukan kebocoran
p e n a t a l a k s a n a a n y a n g tepat d e n g a n r a n c a n g a n
plasma pada DBD.
tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi.
praktis dalam pelaksanaannya.
Diagnosis Banding
mempertimbangkan cost effectiveness.
Diagnosis banding perlu d i p e r t i m b a n g k a n bilamana
terdapat kesesuaian klinis dengan demam tifoid, campak, Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
influenza, chikungunya dan leptospirosis.
Protokol 1 (Gambar 4)
Sindrom Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas
untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun ( < 2 0
Protokol 2 (Gambar 5)
mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit
dingin dan lembab serta gelisah. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang
rawat

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium
.... . . . Leukopenia,
Demam disertai 2 atau lebih tanda: sakit , . , Serologi Dengue
DD , , , . trombositopenia, tidak ditemukan
kepala, nyen retro-orbital, mialgia, artralgia , Positif
bukti kebocoran plasma
r.„r. • ^ •. ^ u •u •x Trombositopenia (<100.000/MI),
DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung positif
bukti ada kebocoran plasma
II G e j a l a di atas d i t a m b a h p e r d a r a h a n Trombositopenia (< 10O.OOO/pl),
spontan bukti ada kebocoran plasma
III Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi Trombositopenia ( < 1 0 0 . 0 0 0 / M I ) ,
(kulit dingin dan lembab serta gelisah) bukti ada kebocoran plasma
Syok berat disertai dengan tekanan darah dan Trombositopenia (< 1 0 0 . 0 0 0 / | j l ) ,
DBD IV
nadi tidak terukur bukti ada kebocoran plasma
* DBD derajat III dan I V juga disebut sindrom syok dengue (SSD)
544 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Keluhan DBD
(Kriteria WHO 1997)

Hb, Ht Hb, Ht normal Hb, Ht normal Hb, Ht meningkat


trombo normal trombo 100.000 - 150.000 trombo < 100.000 trombo normal/turun

Observasi Observasi Rawat Rawat


Rawat jalan Rawat jalan
Periksa Hb, Ht Periksa Hb, Ht
Leuko,trombo/24 jam Leuko, trombo/24 jam

Gambar 4. Observasi dan pemberian cairan suspek DBD dewasa tanpa renjatan di Unit Gawat Darurat

Suspek DBD
Perdarahan spontan dan masif (-)
Syok (-)

- Hb, Ht normal - Hb, Ht meningkat 10-20% - Hb, Ht meningkat > 20%


- Tromb < 100.000 - Tromb < 100.000 — - Tromb < 100.000
- Infus kristaloid* - Infus kristaloid*
- Hb, Ht, tromb tiap 24 jam* - Hb, Ht, tromb tiap 12 jam*'
Protokol pemberian cairan
DBD dengan Ht meningkat
> 20%

* Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan:


Sesuai rumus 1500 + 20 x (berat badan dalam kg - 20)
Contoh volume rumatan untuk berat badan 55 kg: 1500 + 20 x (55-20) = 2200 ml
(Pan American Health Organization: Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever: Guideline for
Prevention and Control. PAHO: Washington, D.C., 1994: 67)

** Pemantauan disesuaikan dengan fase/hari perjalanan penyakit dan kondisi klinis

Gambar 5. Pemberian cairan pada suspek DBD dewasa di ruang rawat

Protokol 3 (Gambar 6) Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD


Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit Dewasa Tanpa Syok
> 20 % P r o t o k o l 1 ini d i g u n a k a n s e b a g a i p e t u n j u k dalam
memberikan pertolongan pertama pada penderita DBD
Protokol 4 (Gambar 7)
atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
dewasa
S e s e o r a n g y a n g t e r s a n g k a menderita D B D Unit
Protokol 5 (Gambar 8) Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb),
Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada dewasa hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :
DEMAM BERDARAH DENGUE 545

> 5% defisit cairan

Terapi awal cairan intravena


kristaloid_6:irnl/kg/jam
Evaluasi
3-4 jam
PERBAIKAN TIDAK MEMBAIK
Ht dan frekuensi nadi turun, Ht nadi meningkat
tekanan darah membaik, tekanan darah menurun < 20 mmHg
produksi urin meningkat produksi urin menurun

I
Kurangi infus TANDA VFTAL DAN
Infus kristaloid
kristaloid HEMATOKRIT
10 ml/kg/jam
5 ml/kg/jam MEMBURUK

PERBAIKAN

Kurangi infus
kristaloid Infus kristaloid
3 ml/kg/jam 15 ml/kg/jam

PERBAIKAN
KONDISI MEMBURUK
Tanda syok
Terapi cairan
dihentikan 24-48 jam
Tatalaksana sesuai
PERBAIKAN protokol syok dan
perdarahan

Gambar 6. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%

KASUS DBD:
Perdarahan spontan dan masif:- Epitaksis tidak terkendali
- Hematemesis melena
- Perdarahan otak
Syok (-)

i
Hb, Ht, trombo, leuko, pemeriksaan hemostasis (KID)
Golongan darah, uji cocok serasi

KID (+) KID (-)


Transfusi komponen darah: Transfusi komponen darah:
* PRC (Hb<10 g/dL) *PRC (Hb<10 g/dL)
* FFP * FFP
* TC (T romb. < 100.000) * TC (T romb. < 100.000)
** Heparinisasi 5000-10000/24 jam drip * Pemantauan Hb, Ht,Tromb. tiap 4-6 jam
* Pemantauan Hb, Ht,Tromb. tiap 4-6 jam * Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam
* Ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
kemudian

Cek APTT tiap hari, target 1,5 - 2,5 kali kontrol

Gambar 7. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


546 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Penatalaksanaan sindrom renjatan dengue


- Kristaloid.guyur 10-20ml/kg B B 20-30 menit
- 0 2 2-4 l/menit
- AGD, Hb, Ht elektrolit, Ur, Kr. gol. Darah

Tetap syok
Perbaikan T
Kristaloid
guyur 20-30 ml/kgBB
20-30 menit
# Kristaloid
7 ml/kgBB/jam

Tetap syok ^
Perbaikan Ht/j
Tanda vital/Ht menurun
Transfunsi darah segar 10
^Kristaloid Koloid 10-20 ml/KgBB
Kembali ml/kgBB dapat diulang
5 ml/kgBB/jam tetes cepat 10-15 menit
ke awal sesuai kebutuhan

Perbaikan Tetap syok


Perbaikan, Koloid (hingga maksima
30 ml/kgBB
^Kristaloid
3 ml/kgBB/jam ^^^^^ Perbaikan ^Tetap syok
Pasang P V C
I
24-48 jam setelah
syok teratasi, tanda Hipovelemik Normovelemik
vital/Ht stabil Tetap syok,
Koreksi ganguan
diuresis cukup
asam basa, elektrolit, Keistaloid dipatau
hipoglikemia, anemia, 10-15 menit Koreksi ganguan
Stop infus KID, infeksi sekunder asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
t KID, infeksi sekunder
Perbaikan
I
- Inotropik
Kombinasi Perbaikan — - Vasopresor
koloid kristaloid V bertahap vasopresor - Afterload

Gambar 8. Tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara masif dan tanpa syok maka di ruang rawat diberikan cairan
100.000 - 150.000, pasien dapat dipulangkan dengan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini :
anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai
waktu 24 j a m berikutnya (dilakukan pemeriksaan rumus berikut:
Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila
1500 + {20 x ( B B dalam kg - 20)}
keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit
Gawat Darurat. Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 X
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan (55-20)}=2200 ml. Setelah pemberian cairan dilakukan
untuk dirawat. pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 j a m :
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000
juga dianjurkan untuk dirawat. jumlah pemberian cairan tetap seperti rumus di atas
tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000
Dewasa di Ruang Rawat maka pemberian cairan sesuai dengan protokol
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20%.
DEMAM BERDARAH DENGUE 547

Protokol 3. P e n a t a l a k s a n a a n DBD dengan PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi
P e n i n g k a t a n Ht > 2 0 % trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan
Meningkatnya Ht > 2 0 % menunjukkan bahwa tubuh perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit
mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan
infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien P r o t o k o l 5. T a t a l a k s a n a S i n d r o m S y o k D e n g u e
kemudian dipantau setelah 3-4 j a m pemberian cairan. pada Dewasa
Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah (SSD) maka hal p e r t a m a yang harus diingat adalah
stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Dua j a m kemudian penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera
dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh
m e n u n j u k k a n p e r b a i k a n m a k a j u m l a h c a i r a n infus kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tampa
dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan
keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan,
dihentikan 24-48 j a m kemudian. penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan
ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak membaik, yang penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.
ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan
nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka utama yang diberikan. Selain resusitasi cairan, penderita
kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/ j u g a diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-
kgBB/jam. Dua j a m kemudian dilakukan pemantauan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas
jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum
bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah dan kreatinin.
caira infus dinaikan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak
dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila
dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah
sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue sistolik 100 mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan
cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal. volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak
pucat serta diuresis 0,5-lml/kgBB/jam) j u m l a h cairan
P r o t o k o l 4. P e n a t a l a k s a n a a n P e r d a r a h a n S p o n t a n dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-
pada DBD Dewasa 120 menit keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian
dewasa adalah: perdarahan hidung/ epistaksis yang tidak keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/
terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, j a m . Bila 24-48 j a m setelah renjatan teratasi tanda-tanda
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi
j u m l a h perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada telah terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan
keadaan seperti ini j u m l a h dan kecepatan pemberian infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema
cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan dan jumlah Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan
urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48
Ht, dan trombosis serta hemostasis harus segera dilakukan j a m pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses
dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan
setiap 4-6 j a m . kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan pembuluh darah setelah 1 j a m saat pemberian). Oleh
laboratoris didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskular karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi
diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu
sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTTyang memanjang). jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. p. 51-8.
Zulkarnain I . Penatalaksanaan demam berdarah dengue pada
Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar
dewasa di R S C M . In : Hadinegoro SR, Demam berdarah
hemoglobin, hematokrit, dan j u m l a h trombosit dapat dengue. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas K e d o k t e r a n
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit. Universitas Indonesia. 1999.p. 150-66.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata WHO-Searo-2011

renjatan belum teratasi, maka pemberian cairan kristaloid


dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian
dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum
teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai
hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih
berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan
pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi
perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita
diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
diulang sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita
harus mengetahui sifat-sifat cairan tersebut. Pemberian
koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat
10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila
keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau
kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena
sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga
jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 m/hari)
dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 c m H 2 0 .
Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan
dan dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa,
elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila
tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target
tetapi renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan
obat inotropik/vasopresor.

REFERENSI

Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana


pelayanan kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan R I ;
2005.
Gubler DJ. Kuno G. Dengue and dengue hemorrhagic fever. New
York: C A B International 1997.
Hendarwanto. Dengue. In : Noer HMS, Waspadji S. Rachman M,
et al. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI1996. p.417-26.
Nimmannitya S. Dengue and dengue hemorrhagic fever. In: Cook
G C . Manson's Tropical Diseases. London: WB Saunders Co.
1996. p.721-9.
N i m m a n n i t y a S. D e n g u e h e m o r r h a g i c fever: d i s o r d e r s
of hemostasis. Proceeding International Congrees of
Hematology, Asia-Pacific Division; 1999 Oct 24-28; Bangkok,
Thailand.
Suharti C . Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia: role of
cytokine in plasma leakeage, coagulation and fibrinolysis.
Nijmegen: Nijmegen University Press 2001.
Thonghcharoen P. Monograph on dengue/dengue haemorrhagic
fever. New Delhi: World Health Organization-Regional Office
South East Asia. 1993.
Widodo D. Sindrom renjatan dengue pada orang dewasa. In:
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam,
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Penyakit Dalam

548
73
DEMAM TIFOID
Djoko Widodo

PENDAHULUAN PATOGENESIS

D e m a m tifoid masih merupal<an p e n y a k i t e n d e m i k M a s u k n y a k u m a n Salmonella typhi (S. typhi) dan


di Indonesia. Penyakit ini mudah menular dan dapat Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh
menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi.
wabah. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang
biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus
EPIDEMIOLOGI kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di
Sejak awal abad ke-20, insidens demam tifid menurun di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit
USA dan Eropa. Hal ini dikarenakan ketersediaan air bersih oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dan sistem pembuangan yang baik. dan ini belum dimiliki dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag
oleh sebagian besar negara berkembang. dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal
Insidens demam tifoid yangtergolong tinggi terjadi dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
di wilayah Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat
kemungkinan A f r i k a S e l a t a n (Insidens >100 kasus per di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah
100.000 populasi per tahun). Insidents demam tifoid yang (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik)
t e r g o l o n g s e d a n g (10-100 kasus per 100.000 populasi dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
per t a h u n ) b e r a d a d i w i l a y a h A f r i k a , A m e r i k a L a t i n , terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman
dan Oceania (kecuali Australia dan S e l a n d i a B a r u ) ; meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang
s e r t a y a n g t e r m a s u k r e n d a h ( < 1 0 k a s u s p e r 100.000 biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
populasi per tahun) di bagian dunia lainnya. ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia
yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala
Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai
penyakit infeksi sistemik.
pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Kejadian demam
tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga. Kuman dapat masuk ke dalam kandung empedu,
yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena berkembang biak, dan bersama cairan empedu
demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan. diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
menggunakan piring yang sama untuk makan. dan tidak Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian
tersedianya tempat buang air besar dalam rumah. masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
Ditjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag yang
kesehatan RI tahun 2 0 1 0 , melaporkan demam tifoid telah teraktivasi, hiperaktif; maka saat fagositosis kuman
menempati urutan ke-3 dari 10 pola penyakit terbanyak Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (41.081 yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi
kasus) sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala,

549
550 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Usus
Salmonela .
(anan -/sam lambung- Respons imunttas berkembang^
humoral mukosa
tamlnj biak
(IgA) kurang baik
Stmortella

~—3
•:3
PIek peyeri
illeum distal
Berkemb»ng

i Lamina propia
KGB mesenterika
t

Dukt. torasikus

^Sirkuiasidaram Seluruh organ RE Meninggalkan


terutama hati, limpan distal sel fagosit
Asimptomatik

Sirkulasi darah Berkembang biak


(bakteriemi II) di ekstraselular
organ atau sinusoid "Tjj ^ fagosit

r
Tanda gejala sistemik
Hati Kandung empedu

Hiperaktif Makrofag Berkembang biak


sudah
menembus usus lagi
teraktivasi Lumen usus
reaksi seperti semula

Melepas sitokin
reaksi inflamasi Rx. Hipersensitivitas
sistemik tipe lambat Akumulasi
Gejala-gejala mononuklear
di radang usus Feses

X. Reaksi hiperplasia pIek peyeri Hiperplasi


nekrosis

Erosi pemb. darah Perdarahan saluran cerna

Proses berjalan terus Menembus lap


mukosa dan otot
• Perporasi

Gambar 1. Patofisiologi demam tifoid


DEMAM TIFOID 551

sakit perut, gangguan vaskular, mental, dan koagulasi. normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi
Di dalam plak Peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula
reaksi hiperplasia j a r i n g a n (S. typhi intra m a k r o f a g dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
hiperplasia j a r i n g a n dan nekrosis organ). Perdarahan aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada
saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah demam tifoid dapat meningkat.
sekitar plague Peyeri yang sedang mengalami nekrosis SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan
dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji
mengakibatkan perforasi. Widal dan kultur salmonella shigella. Sampai sekarang,
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kultur masih menjadi standar baku dalam penegakkan
kapiler d e n g a n akibat t i m b u l n y a komplikasi seperti diagnostik. Selain uji widal, terdapat beberapa metode
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan
dan gangguan organ lainnya. cepat dan mudah serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas
lebih baik dari antara lain pemeriksaan serologi IgM/IgG
salmonella.
G A M B A R A N KLINIS
Uji W i d a l
Penegakan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap
agar bisa diberikan terapi yang tepat dan meminimalkan k u m a n S. t y p h i . Pada uji Widal terjadi suatu reaksi
komplikasi. Pengetahuan gambaran klinis penyakit ini aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi
sangat penting untuk membantu mendeteksi secara dini. yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji
Walaupun pada kasus tertentu dibutuhkan pemeriksaan Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan
tambahan untuk membantu menegakkan diagnosis. dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10- menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita
14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi tersangka demam tifoid yaitu: a). Aglutinin O (dari tubuh
dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga kuman), b). Aglutinin H (flagela kuman), dan c). Aglutinin
gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga Vi (simpai kuman).
kematian. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H
Pada minggu p e r t a m a gejala klinis penyakit ini yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin
ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi
infeksi akut lain yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri kuman ini.
otot, anoreksia, mual, m u n t a h , obstipasi atau diare, Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir
perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. minggu pertama demam, kemudian meningkat secara
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut
terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin
bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan
suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh
menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan
ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, penyakit.
meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, sopor, Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal
koma, delirium, atau psikosis. Roseolaejarang ditemukan yaitu:1). Pengobatan dini dengan antibiotik, 2). Gangguan
pada orang Indonesia. pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid, 3).
Waktu pengambilan darah, 4). Daerah endemik atau non-
endemik, 5). Riwayat vaksinasi, 6). Reaksi anamnestik, yaitu
PEMERIKSAAN LABORATORIUM peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi,
Pemeriksaan Rutin 7). Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering aglutinasi silang, dan strain Salmonella yang digunakan
ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit untuk suspensi antigen.
552 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Saat ini belunn ada kesamaan pendapat mengenai House dkk, 2001 dan Gasem MH dkk, 2002 meneliti
titer aglutinin yang bermakna diagnostik untuk demam mengenai penggunaan uji ini dibandingkan dengan
tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan pemeriksaan kultur darah di Indonesia dan melaporkan
saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat sensitivitas sebesar 65-77% dan spesifisitas sebesar 95-
berbeda di berbagai laboratorium setempat. 100%. Pemeriksaan ini mudah dan cepat (dalam 1 hari)
dilakukan tanpa peralatan khusus apapun, namun akurasi
Uji T y p h i d o t hasil didapatkan bila pemeriksaan dilakukan 1 minggu
Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang setelah timbulnya gejala.
terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi.
Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah Kultur Darah
infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid,
IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam
terdapat pada strip nitroselulosa. tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal seperti
Didapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas berikut: 1). Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien
sebesar 76.6% dan efisiensi uji sebesar 84% pada penelitian sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik,
yang dilakukan oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) yang pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
dilakukan pada 144 kasus demam tifoid. Pada penelitian hasil mungkin negatif; 2). Volume darah yang kurang
lain yang dilakukan oleh Olsen dkk, didapatkan sensitifitas (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang dibiak
dan spesfisitas uji ini hampir sama dengan uji Tubex yaitu terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif Darah yang diambil
79% dan 8 9 % dengan 78% dan 89%. sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam
Pada kasus reinfeksi, respons imun sekunder (IgG) media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman; 3).
teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan
IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) ini dapat
IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif;
infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada 4). Waktu pengambilan darah setelah minggu pertama,
kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji pada saat aglutinin semakin meningkat.
ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG
pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji
Typhidot-M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan PENATALAKSANAAN
IgM spesifik yang ada pada serum pasien. Studi evaluasi
yang dilakukan oleh Khoo KE dkk pada tahun 1997 terhadap Sampai saat ini trilogi penatalaksanaan demam tifoid,
uji Typhidot-M menunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih adalah:
sensitif (sensitivitas mencapai 100%) dan lebih cepat (3 jam)
Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah
dilakukan bila dibandingkan dengan kultur.
komplikasi dan mempercepat penyembuhan

Uji I g M D i p s t i c k Diet dan terapi penunjang (sfmtomatik dan suportif),


Uji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik dengan tujuan m e n g e m b a l i k a n rasa nyaman dan
t e r h a d a p S. typhi pada spesimen serum atau whole kesehatan pasien secara optimal.
blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung
Pemberian antimikroba, dengan tujuan menghentikan
antigen lipopolisakarida (LPS) S. typhoid dan anti IgM
dan mencegah penyebaran kuman
(sebagai kontrol), reagen deteksi yang m e n g a n d u n g
antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, Istirahat dan perawatan. Tirah baring dan perawatan
cairan m e m b a s a h i strip s e b e l u m diinkubasi d e n g a n profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar
pada suhu 4-25° C di tempat kering tanpa paparan akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan.
sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat
strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi
selama 3 j a m pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan
dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap
kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan perlu diperhatikan dan dijaga.
membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol Diet dan terapi penunjang. Diet merupakan hal yang
harus terwarna dengan baik.
cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit
DEMAM TIFOID 553

demam tifoid, karena makanan yang kurang akan efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson, dosis
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan y a n g dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam
semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi dekstrosa 100 cc diberikan selama Vi j a m perinfus
lama. sekali sehari, diberikan selama 3 hingga 5 hari.
Fluorokuinolon.
Di masa lampau penderita demam tifoid diberi diet
Golongan Fluorokuinolon. Golongan ini beberapa
bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur
jenis bahan sediaan dan aturan pemberiannya :
kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan
Norfloksasin dosis 2 x 4 0 0 mg/hari selama 14 hari
diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan
Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6
pasien. Pemberian bubur saring tersebut ditujukan untuk
hari
menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau
Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa
Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
usus harus diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan
Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk
Levofloksasin dosis 1 x 500 mg/hari selama 5 hari
pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran
• Azitromisin. Azitromisin 2x500 mg menunjukkan
yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien
b a h w a p e n g g u n a a n obat ini j i k a d i b a n d i n g k a n
demam tifoid.
dengan fluorokuinolon, azitromisin secara signifikan
Pemberian antimikroba. Obat-obat antimikroba yang mengurangi kegagalan klinis dan durasi rawat inap,
sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah t e r u t a m a j i k a penelitian m e n g i k u t s e r t a k a n pula
sebagai berikut: strain MDR (mu/f/ drug resistance) maupun NARST
Kloramfenikol. Di Indonesia kloramfenikol masih {Nalidixic Acid Resistant S.typhi). Jika dibandingkan
merupakan obat pilihan untuk mengobati demam dengan seftriakson, penggunaan azitromisin dapat
tifoid. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg per mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu
hari dapat diberikan secara per oral atau intravena. menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi
D i b e r i k a n s a m p a i d e n g a n 7 hari b e b a s p a n a s . walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah.
Penyuntikan intramuskular tidak dianjurkan oleh Antibiotika akan terkonsentrasi di dalam sel, sehingga
karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan antibiotika ini menjadi ideal untuk digunakan dalam
dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman pengobatan infeksi oleh S. typhi yang merupakan
penggunaan obat ini dapat menurunkan demam rata- kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin
rata 7,2 hari. Penulis lain menyebutkan penurunan tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan
demam dapat terjadi rata-rata setelah hari ke-5. Pada intravena.
penelitian yang dilakukan selama 2002 hingga 2008
oleh Moehario LH dkk didapatkan 90% kuman masih Kombinasi Obat Antibiotika
memiliki kepekaan terhadap antibiotik ini. Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan hanya pada
Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis
demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol, akan atau perforasi, serta syok septik, yang pernah terbukti
tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan ditemukan 2 macam organisme dalam kultur darah selain
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan kuman Salmonella.
dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 x Kortikosteroid. Penggunaan steroid hanya diindikasikan
500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-5 pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok
sampai ke-6. septik dengan deksametason dosis 3 x 5 mg.
Kotrimoksazol. Efektivitas obat ini dilaporkan hampir
sama d e n g a n k l o r a m f e n i k o l . Dosis untuk orang Pengobatan D e m a m Tifoid pada Wanita Hamil
dewasa adalah 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3
sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg trimetoprim) kehamilan karena dikhawatirkan dapat terjadi partus
diberikan selama 2 minggu. prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome
Ampisilin dan amoksisilin. Kemampuan obat ini pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan
untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan pada trimester pertama kehamilan karena kemungkinan
dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar efek teratogenik terhadap fetus pada manusia belum dapat
antara 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 disingkirkan. Demikian juga obat golongan fluorokuinolon
minggu. maupun kotrimoksazol tidak boleh digunakan untuk
• S e f a l o s p o r i n G e n e r a s i Ketiga. H i n g g a saat ini mengobati demam tifoid. Obat yang dianjurkan adalah
golongan sefalosporin generasi ke-3 yang terbukti ampisilin, amoksisilin, dan seftriakson.
554 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

TATA L A K S A N A KOMPLIKASI ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus.


Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati
Sebagai suatu penyakit sistennik maka hampir semua organ terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas
tubuh dapat diserang dan berbagai komplikasi serius di abdomen. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi
dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.
pada demam tifoid yaitu : Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong
Komplikasi intestinal. Perdarahan, perforasi, ileus adanya perforasi.
paralitik, dan pankreatitis Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3
Komplikasi ekstra-intestinal. posisi) ditemukan udara pada rongga peritoneum atau
Komplikasi kardiovaskular: gagal sirkulasi perifer, subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang
miokarditis, tromboflebitis. cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada
Komplikasi darah: anemia hemolitik, demam tifoid. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan
trombositopenia, KID, trombosis. kejadian adalah perforasi adalah umur (biasanya berumur
Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis. 20-30 t a h u n ) , lama d e m a m , modalitas p e n g o b a t a n ,
Komplikasi hepatobilier: hepatitis, kolesistitis. beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk
perinefritis. mengobati kuman S. typhi tetapi juga untuk mengatasi
komplikasi t u l a n g : o s t e o m i e l i t i s , periostitis, kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobik. Umumnya
spondilitis, artritis. diberikan antibiotik spektrum luas dengan kombinasi
komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik. kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi
usus dapat diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan
harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita
KOMPLIKASI INTESTINAL dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi darah
dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat
P e r d a r a h a n Intestinal perdarahan intestinal.

Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk


tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap
s u m b u u s u s . Bila luka m e n e m b u s l u m e n usus dan KOMPLIKASI EKSTRA-INTESTINAL
mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.
Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka Komplikasi Hematologi
perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, Komplikasi hematologik berupa trombositopenia,
perdarahan j u g a dapat terjadi karena gangguan hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin time,
koagulasi darah (KID) atau g a b u n g a n kedua faktor. peningkatan partial thromboplastin time, peningkatan
Sekitar 2 5 % penderita demam tifoid dapat mengalami fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular
perdarahan minor yang tidak membutuhkan transfusi diseminata (KID) dapat ditemukan pada kebanyakan pasien
darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita demam tifoid. Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di
bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya
5 ml/kgBB/jam dengan faktor hemostatis dalam batas destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-
normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup obatan juga menyebabkan penurunan trombosit.
tinggi sekitar 10-32%, bahkan ada yang melaporkan Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas.
sampai 80%. Bila transfusi yang diberikan tidak dapat Hal-hal yang sering dikemukakan adalah endotoksin
mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan mengaktifkan sistem koagulasi dan fibrinolisis. Pelepasan
bedah perlu dipertimbangkan. kinin, p r o s t a g l a n d i n dan histamin menyebabkan
vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah
Perforasi Usus dan selanjutnya mengakibatkan perangsangan koagulasi;
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. )KID kompensata maupun dekompensata).
Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula Bila terjadi KID d e k o m p e n s a t a d a p a t d i b e r i k a n
terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum yang tranfusi darah, substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor
biasa terjadi maka penderita d e m a m tifoid d e n g a n koagulasi bahkan heparin, meskipun ada pula yang tidak
perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di sependapat tentang manfaat pemberian heparin pada
daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar demam tifoid.
DEMAM TIFOID 555

Hepatitis Tifosa peneliti disebut sebagai toksik tifoid, sedangkan penulis


Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada lainnya menyebutnya dengan demam tifoid berat, demam
50% kasus dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai tifoid ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia.
pada S. typhi daripada S. paratyphi. Untuk membedakan Semua kasus toksik tifoid, dianggap sebagai sebagai
apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus, malaria, atau d e m a m tifoid berat, langsung diberikan. Pengobatan
amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg ditambah ampisilin
laboratorium, dan bila perlu histopatologik hati. Pada 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
demam tifoid kenaikan enzim transaminase tidak relevan
dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan
dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa PENATALAKSANAAN PADA D E M A M TIFOID
dapat terjadi pada pasien dengan malnutrisi dan sistem (KARIER)
imun yang kurang. Meskipun sangat jarang, komplikasi
hepatoensefalopati dapat terjadi. Kasus d e m a m tifoid karier m e r u p a k a n faktor risiko
terjadinya outbreak demam tifoid. Pada daerah endemik
Pankreatitis Tifosa dan hiperendemik penyandang kuman S. typhi ini jauh
Merupakan komplikasi yang bisa dijumpai pada demam lebih banyak serta sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi
tifoid. Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator rendah semakin mempersulit usaha penanggulangannya.
pro inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat A n g k a kejadian d e m a m tifoid di Indonesia sebesar
farmakologik. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase 1000/100.000 populasi per tahun, insidens rata-rata 6 2 %
serta ultrasonografi/CT-Scor? dapat membantu diagnosis di Asia dan 3 5 % di Afrika dengan mortalitas rendah 2-5%
penyakit ini dengan akurat. dan sekitar 3% menjadi kasus karier. Di antara demam
Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti tifoid yang sembuh klinis, pada 20% di antaranya masih
penanganan pankreatitis pada umumnya; antibiotik yang ditemukan kuman S. fyp/)/setelah 2 bulan dan 10% masih
diberikan adalah antibiotik intravena seperti seftriakson ditemukan pada bulan ke 3 serta 3% masih ditemukan
atau kuinolon. setelah satu t a h u n . Kasus karier m e n i n g k a t seiring
peningkatan umur dan adanya penyakit kandung empedu,

Miokarditis serta gangguan traktus urinarius.

Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid


sedangkan kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada Definisi d a n M a n i f e s t a s i T i f o i d Karier
10-15% penderita. Pasien dengan miokarditis biasanya Definisi tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya
tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan (feses atau urin) mengandung S. typhi setelah satu tahun
sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok pasca-demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Kasus
kardiogenik. Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. tifoid dengan kuman S. typhi masih dapat ditemukan di
Perubahan elektrokardiografi yang menetap disertai feses atau urin selama 2-3 bulan disebut karier pasca-
aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini penyembuhan. Pada penelitian di Jakarta dilaporkan
disebabkan kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi bahwa 1 6 , 1 8 % (N = 68) kasus d e m a m tifoid masih
dan miokarditis sering sebagai penyebab kematian. didapatkan kuman S. typhi pada kultur fesesnya.
Biasanya dijumpai pada pasien yang sakit berat pada Tifoid karier tidak menimbulkan gejala klinis
infeksi keadaan akut. (asimtomatik) dan 25% kasus menyangkal adanya riwayat
sakit d e m a m tifoid akut. Pada b e b e r a p a penelitian
Manifestasi Neuropsikiatrik/Toksik Tifoid dilaporkan pada tifoid karier sering disertai infeksi kronik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan traktus urinarius serta terdapat peningkatan risiko terjadinya
atau tanpa kejang, semi-koma atau koma, Parkinson rigidity/ k a r s i n o m a k a n d u n g e m p e d u , k a r s i n o m a kolorektal,
transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus karsinoma pankreas, karsinoma paru, dan keganasan di
generalisata, meningismus, skizofrenia sitotoksik, mania bagian organ atau jaringan lain. Peningkatan faktor risiko
akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis tersebut berbeda bila dibandingkan dengan populasi pasca-
perifer, sindrom Guillain-Barre, dan psikosis. ledakan kasus luar biasa demam tifoid, hal ini diduga faktor
Gejala d e m a m tifoid diikuti suatu sindrom klinis infeksi kronis sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma dan
b e r u p a g a n g g u a n a t a u p e n u r u n a n k e s a d a r a n akut bukan akibat infeksi tifoid akut.
(kesadaran berkabut, apatis, delirium, somnolen, sopor, Proses patofisiologis dan patogenesis kasus tifoid
atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis karier belum j e l a s . Mekanisme pertahanan tubuh
lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam terhadap Salmonella typhi belum jelas. Imunitas selular
batas normal. Sindrom klinis seperti ini oleh beberapa diduga punya peran sangat penting. Hal ini dibuktikan
556 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

bahwa pada penderita sickle cell disease dan systemic


Tabel 1. Pemberian Antibiotika pada Demam Tifoid
lupus eritematosus (SLE) maupun penderita AIDS bila Karier
terinfeksi Salmonella maka akan terjadi bakteremia yang Tanpa Disertai Kasus Kolelitiasis
berat. Pada pemeriksaan inhibisi migrasi leukosit (LMI) Pilihan regimen terapi selama 3 bulan
dilaporkan terdapat penurunan respons reaktivitas selular 1. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kg
terhadap Salmonella typhi, meskipun tidak ditemukan BB/hari
penurunan imunitas selular dan h u m o r a l . Penelitian 2. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/
lainnya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna kg BB/hari
pada sistem imunitas humoral dan selular serta respons 3. Trimetropin-sulfametoksasol 2 tablet/2 kali/hah
limfosit terhadap Salmonella typhi antara pengidap tifoid Disertai Kasus Kolelitiasis
Kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari,
dengan kontrol. Pemeriksaan respons imun berdasarkan
kesembuhan 80% atau kolesistektomi + salah satu regimen
serologi antibodi IgG dan IgM terhadap S. typhi antara
terapi di bawah ini
tifoid karier dibanding tifoid akut tidak berbeda bermakna.
1. Siprofloksasin 750 mg/2 kali/hari
2. Norfloksasin 400 mg/2 kali/hari
Diagnosis Demam Tifoid Karier Disertai Infeksi Schistosoma Haematobium Pada Traktus
Ditegakkan atas dasar ditemukannya kuman Salmonella Urinarius
typhi pada biakan feses atau pun urin pada seseorang Pengobatan pada kasus ini harus dilakukan eradikasi S.
Haematobium
tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah
1. Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau
1 tahun pasca-demam tifoid. Dinyatakan bukan demam
2. Metrifonat 7,5 10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis,
tifoid karier bila setelah dilakukan biakan secara acak
interval 2 minggu. Setelah eradikasi S. Haematobium
serial minimal 6 kali pemeriksaan tidak ditemukan kuman tersebut baru diberikan regimen terapi untuk tifoid
S. typhi. karier seperti di atas.
Sarana lain untuk menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan serologi Vi, dilaporkan bahwa sensitivitas
negara endemik dan hiperendemik sehingga mereka
7 5 % dan spesifisitas 9 2 % bila ditemukan kadar titer
tidak takut lagi terserang tifoid saat berada di daerah
antibodi Vi sebesar 160. Nolan CM dkk (1981) meneliti
kunjungan wisata.
tifoid karier beserta keluarganya, ditemukan titer 1:40
sampai 1:2560 pada 7 kasus biakan positif S. typhi
Preventif dan Kontrol Penularan
sedangkan pada 37 kasus dengan kultur S. typhi negatif
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan
36 kasus tidak ditemukan antibodi Vi, 1 kasus dengan
dan peledakan kasus luar biasa (KLB) d e m a m tifoid
antibodi Vi positif 1:10.
mencakup banyak aspek, mulai dari segi kuman Salmonella
typhi sebagai agen penyakit dan faktor pejamu {host) serta
Penatalaksanaan Demam Tifoid Karier
faktor lingkungan.
Kesulitan eradikasi kasus karier berhubungan dengan ada
S e c a r a garis besar a d a 3 strategi pokok untuk
tidaknya batu empedu dan sikatrik kronik pada saluran
memutuskan transmisi tifoid, yaitu 1). Identifikasi dan
empedu. Kasus karier ini juga meningkat pada seseorang
eradikasi Salmonella typhi baik pada kasus demam tifoid
yang terkena infeksi kronis saluran kencing, batu, striktur,
maupun kasus karier tifoid, 2). Pencegahan transmisi
hidronefrosis, dan tuberkulosis maupun tumor di traktus
langsung dari pasien terinfeksi S. typhi akut maupun karier,
urinarius. Oleh karena itulah insidens tifoid karier meningkat
3). Proteksi pada orang yang berisiko terinfeksi.
pada wanita maupun pada usia lanjut karena adanya faktor
tersebut di atas. Penatalaksanaan tifoid karier dibedakan Identifikasi dan eradikasi S. Typhi pada pasien demam
berdasarkan ada tidaknya penyulit yang dapat dilihat pada tifoid asimtomatik, karier, dan akut. Tindakan identifikasi
tabel 1. atau penyaringan pengidap kuman S. typhi ini cukup sulit
dan memerlukan biaya cukup besar baik ditinjau dari
pribadi maupun skala nasional. Cara pelaksanaannya
PENCEGAHAN DEMAM TIFOID dapat secara aktif yaitu mendatangi sasaran maupun pasif
menunggu bila ada penerimaan pegawai di suatu instansi
Pencegahan demam tifoid melalui gerakan nasional sangat atau swasta. Sasaran aktif lebih diutamakan pada populasi
diperlukan karena akan berdampak cukup besar terhadap tertentu seperti pengelola sarana makanan-minuman baik
penurunan kesakitan dan kematian akibat demam tifoid, tingkat usaha rumah tangga, restoran, hotel sampai pabrik
m e n u r u n k a n anggaran pengobatan pribadi m a u p u n beserta distributornya. Sasaran lainnya adalah yang terkait
negara, mendatangkan devisa negara yang berasal dari dengan pelayanan masyarakat, yaitu petugas kesehatan,
wisatawan mancanegara karena telah hilangnya predikat guru, petugas kebersihan, pengelola sarana umum lainya.
DEMAM TIFOID 557

Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi Vaksin parenteral: - ViCPS vaksin kapsul polisakarida.
S. Typhi akut maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di
rumah sakit, klinik maupun di rumah dan lingkungan sekitar Pemilihan Vaksin
orang yang telah diketahui pengidap kuman S. typhi. Pada beberapa penelitian vaksin oral Ty21a yang diberikan
Proteksi pada orang yang berisiko tinggi tertular dan 3 kali secara bermakna menurunkan 66% kasus infeksi
terinfeksi. Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan d e m a m tifoid selama 5 t a h u n , laporan lain sebesar
dengan cara vaksinasi tifoid di daerah endemik maupun 3 3 % selama 3 tahun. Usia sasaran vaksinasi berbeda
hiperendemik. Sasaran vaksinasi tergantung daerahnya efektivitasnya, penurunan insidens sebanyak 5 3 % pada
endemis atau non-endemis, tingkat risiko tertularnya yaitu anak > 10 tahun dan anak usia 5-9 th insidens turun 17%.
berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah Vaksin parenteral n o n - a k t i f relatif lebih s e r i n g

frekuensinya, serta golongan individu berisiko, yaitu menyebabkan efek samping serta tidak seefektif vaksin

golongan imunokompromais maupun golongan rentan. jenis ViCPS maupun Ty21a oral. Jenis vaksin dan jadwal
pemberiannya, yang ada saat ini di Indonesia hanya ViCPS.
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
1. Daerah non-endemik. Tanpa ada kejadian outbreak Indikasi V a k s i n a s i
atau epidemi Tindakan preventif berupa vaksinasi tifoid tergantung
2. Sanitasi air dan kebersihan lingkungan pada faktor risiko yang ada, yaitu faktor individual atau
3. Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/ populasi:
penjualan makanan-minuman Populasi: anak usia sekolah di daerah e n d e m i k ,
4. Pencarian dan pengobatan kasus demam tifoid karier personil militer, petugas rumah sakit, laboratorium
5. Bila ada kejadian epidemi tifoid kesehatan, industri makanan/minuman.
6. Pencarian dan eliminasi sumber penularan Individual: pengunjung/wisatawan ke daerah endemik,
7. Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus orang yang kontak erat dengan tifoid karier.
8. Penyuluhan higiene dan sanitasi pada populasi umum Pada anak usia 2-5 tahun toleransi dan respons
daerah tersebut imunologisnya sama denganorang dewasa.
9. Daerah endemik
10. Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan Kontraindikasi Vaksinasi
minuman yang memenuhi standar prosedur kesehatan Vaksin hidup oral Ty21 a secara teoritis dikontraindikasikan
(perebusan > 57°C, iodisasi, dan klorinisasi) pada seseorang yang alergi atau riwayat efek samping
11. Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah berat, p e n u r u n a n i m u n i t a s , dan k e h a m i l a n (karena
melalui pendidihan, menjauhi makanan segar (sayur/ sedikitnya data). Bila diberikan bersamaan dengan obat
buah) anti-malaria (klorokuin, meflokuin) dianjurkan minimal
12. V a k s i n a s i s e c a r a m e n y e l u r u h pada m a s y a r a k a t setelah 24 j a m pemberian obat baru dilakukan vaksinasi.
setempat maupun pengunjung Dianjurkan tidak memberikan vaksinasi bersamaan dengan
obat sulfonamid atau antimikroba lainnya.

VAKSINASI Efek S a m p i n g V a k s i n a s i
Pemberian vaksin Ty21a menimbulkan demam pada 0-5%,
Vaksin pertama kali ditemukan tahun 1896 dan setelah kasus sakit kepala (0-5%), sedangkan pada ViCPS efek
t a h u n 1960 e f e k t i v i t a s v a k s i n a s i t e l a h d i t e g a k k a n , samping lebih kecil (demam 0,25%; malaise 0,5%, sakit
keberhasilan proteksi sebesar 51-88% (WHO) dan sebesar kepala 1,5%, rash 5%, reaksi nyeri lokal 17%). Efek samping
67% (Universitas Maryland) bila terpapar 105 bakteri tetapi terbesar pada vaksin parenteral adalah 6,7-24%, nyeri
tidak mampu proteksi bila terpapar 107 bakteri. kepala 9-10% dan reaksi lokal nyeri dan edema 3-35%
Vaksinasi tifoid belum dianjurkan secara rutin di USA , bahkan reaksi berat termasuk hipotensi, nyeri dada, dan
demikian juga di daerah lain. Indikasi vaksinasi adalah bila syok dilaporkan pernah terjadi meskipun sporadis dan
1). hendak mengunjungi daerah endemik, risiko terserang sangat jarang terjadi.
demam tifoid semakin tinggi untuk daerah berkembang
(Amerika Latin, Asia, Afrika), 2). orang yang terpapar Efektivitas V a k s i n a s i
dengan penderita demam tifoid karier, dan 3). petugas Serokonversi (peningkatan titer antibodi 4 kali) setelah
laboratorium/mikrobiologi kesehatan. vaksinasi dengan ViCPS terjadi secara cepat yaitu sekitar
15 hari -3 minggu dan 9 0 % bertahan selama 3 tahun.
Jenis Vaksin Kemampuan proteksi sebesar 77% pada daerah endemik
Vaksin oral: -Ty21a (Nepal) dan sebesar 60% untuk daerah hiperendemik.
558 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

REFERENSI identification of carrier facilitated by measurement of serum


Vi antibodies. J Clin Microbiol 1988;26(6):1194-7.
Mathai E, John TJ, Rani M, et al. Significance of salmonella typhi
Bunin K V , Tokarenko L G , Kravtsov E G . Comparative evaluation
bacteriuria. J Clin Mirobiol 1995;33(7):1791-2.
of the dynamics of physico<hemically different serum O -
Misra S, Diaz PS, Rowley A H . Characteristics of typhoid fever in
and K-antibodies in typhoid and chronic typhoid carriers.
children and adolescents in a major metropolitan area in the
Abstract. Z h Mikrobiol Epidemiol Immunobiol 1981;(4):67-9.
United States. Clin Infect Dis 1997:924-98
Bradley D. Jones. S A L M O N E L L O S I S : Host Immune Responses
Moehario L H , Enty, Kiranasari A. Susceptibility patterns of
and Bacterial Virulence Determinants. Annu. Rev. Immunol.
Salmonella typhi and Salmonela paratyphi A to ciprofloxacin,
1996.14:533-61.
levofloxacin, chloramphenicol, tetracycline, ceftriaxone and
Caygill C P , Braddick M, Hill MJ, Knowles R L , Sharp JC. The
trimetropim-sulfametoxazole during 2002-2008 in Jakarta.
association between typhoid carriage, typhoid infection and
Dalam Nelwan R H H , et al. (editors). Absrtact book 10th
subsequent cancer at a number of site. Eur J Cancer Prev
Jakarta Antimicrobial Update 2009, Jakarta: Division of
1995;4(2):187-93.
Tropical Medicine and Infectious Disease Internal Medicine
Caygill C P , Braddick M, Hill MJ, Sharp JC. Cancer mortality
Departement. p. 98
in chronic typhoid a n d p a r a t y p h o i d carriers. Lancet
Nelwan R H H . Sebuah studi deskriptif klinik mengenai diagnosis
1994;343(8889):83-4.
dini demam Tifoid. Acta Medica Indonesia 1993;15:13-8.
Dham SK, Thompson R A . Humoral and cell-mediated immune
Nelwan R H H . Pilihan antimikroba dalam tatalaksana demam
responses in chronic typhoid carriers. Clin Exp Immunol
tifoid. Dalam Mansjoer A, Setiati S, Syam A F , Laksmi PW,
1982;50(l):34-40.
editor. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Penyakit
D e p a r t e m e n K e s e h a t a n R I . D a t a s u r v e i l a n s tahun 1994.
Dalam 13. Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam F K U I ;
Jakarta,1995 p43. Data surveilans tahun 1996. Ditjen P2M
2008. p.118-23
Direktorat Epidemiologi dan I m u n i s a s i Subdirektorat
Surveilans. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1996. p. 37. Nazir H . Demam Tifoid, pola klinis dan pengidap pascapengobatan
di RS Persahabatan, Jakarta. Naskah lengkap laporan hasil
Dutta U , Garg PK, Kumar R, Tandon RK. Typhoid carriers among
penelitian akhir PPDS Bagian Ilmu Penyakit Dalam, F K U I -
patients with gallstones are at increased risk for carcinoma of
RSCM.1989.
the gallbladder. A m J Gastroenterol 2000;95(3):784-7.
Espersen F, Mogensen H H , Hoiby N, Hoj L, Greibe J, Rasmussen SN, Nolan C M , White P C , Feeley JC, et al. Vi serology in the detection
et al. Acta Pathol Micobiol Immunol Scand,1982;90(6):293-9. of typhoid carriers. Lancet 1981;1(8220 Pt l):583-5.
Olsen SJ et. all. Evaluation of rapid diagnostic tests for typhoid
Effa E E . Bukirwa H . Azitromycin for treating uncomplicated
fever. Journal of C l i n i c a l Microbiology, May 2004, p.
typhoid and paratyphoid fever (enteric fever). Cochrane
1885-1889.
Database of Systematic Review 2008, Issue 4 Art. No.:
CD006083. D O I : 10.1002/ 14651858.CD006083.pub2 Pohan H T , Suhendro. Gambaran klinis dan laboratoris demam
tifoid di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. In: Zulkarnain
Gasem M H , Smith H L , Nugroho N , Goris M A , Dolmans W M V .
I, editor. Demam tifoid peran mediator, diagnosis, dan
Evaluation of a simple an rapid dipstick assay for diagnosis of
terapi. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu
tvphoid fever in Indonesia. Journal of Medical Microbiology
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2002; 51:173-7
2000. p. 8-21.
Gopalakhrisnan V, Sekhar W Y , Soo E H , Vinsent R A , Devi S.
Typhoid fever in Kuala Lumpur and a comparative evaluation Pusponegoro A D , Syamsuhidayat. Relationship between biliary
of two commercial diagnostic kits for the detection of stones and salmonella typhi carriage. In: Nelwan R H H , editor.
antibodies to Salmonella typhi. Sing Med J 2002;43(7):354-8. Typhoid fever. Profile, diagnosis and treatment in the 1990 s.
Homick RB. Typhoid fever. In: Hoeprick P, Jordan MC, Ronald AR, 1st ed. Jakarta: F K U I Press; 1992. p. 113-7.
editors. Infectious diseases, a treatise of infectious processes Sudarmono. Features of typhoid fever in Indonesia. In : Pang T,
5th ed. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1994. p. 747-53. Koch C L , Puthuchaery. Typhoid fever: strategies for the 90
Handoyo I. Diagnosis laboratorium demam tifoid. Jurnal Kimia S.selected papers from the first Asia-Pacific Symposium on
Klinik Indonesia 1996;7(3):117-22. Typhoid Fever. Singapore; world scientific;1992. pll-16.
Hardi S, Soeharyo, Karnadi E. The diagnostic value of the Widal Simanjutak C H , Hofman S I , Punjabi N H , et al. Epidemiologi
test in typhoid fever patients. In: Typhoid fever: Profile, demam tifoid di suatu daerah pedesaan di Paseh, Jawa Barat.
diagnosis and treatment in the 1990. s. 1st I S A C International Cermin Dunia Kedokteran 1987; 45:16-8.
Symposium. Acta Medica Indonesiana 1992:188-95. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian
Hoffman S L . Typhoid fever. In: Strickland GT,editor. H u n t e r ' s dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: D e p a r t e m e n
tropical medicine. 7 th ed. Philadelphia: WB Saunders Co; Kesehatan RI; 1997. p.104-5.
1991. p. 344-59. Takeuchi A. Electron microscope studies of experimental Salmonella
Khosla SN. Severe Typhoid fever an appraisal of its profile. In: Nelwan infection. I . Penetration into the intestinal epithelium by
R H H , editor. Typhoid fever. Profile, diagnosis and treatment in Salmonella typhimurium. A m J Pathol.l967;50:109-36.
the 1990's. 1st ed. Jakarta: F K U I Press; 1992. p. 51-82. Thaver D , Zaidi A K M , Chirchley JA, Azmatullah A , Madni
L Sherwal, R K Dhamija, V S Randhawa, M Jais, A Kaintura, M SA, Bhutta Z A . Fluoroquinolones for treating typhoid and
Kumar. A comparative study of typhidot and widal test paratyphoid fever (enteric fever). Cochrane Database of
in Patients of typhoid fever. J Indian Academy of Clinical Systematic Reviews 2008. Issue 4. Art. No.: CD004530. D O I :
Medicine 2004; 5(3): 244-6. 10.1002/1461858.CD004530.pub3
Lanata C F , Levine M M , Ristori C , Black R E , Jimenez L, Salcedo World Health Organization. Background document: The diagnosis,
M et al. V i serology in detection of chronic Salmonella Typhi treatment and prevention of typhoid fever. 2003
carriers in an endemic area. Lancet 1983;2(8347):441-3. Bhan MK, Bhal R. Bhatnagar, S typhoid fever and paratyphoid fever,
L i m PL, Tam F C H , Cheong Y M , Jegathesan M. One-step 2-minute Lancet 2005:366:749-62
test to detect typhoid-specific antibodies based on particle VoUaard A M , Ali S, Van Asten H A G H , Widjaja S, Visser L G .
separation in tubes. Journal of C l i n i c a l Microbiology Surjadi C , et al. Risk factor typhoid and paratyphoid fever
1998;36(8):2271-8. in Jakarta, J A M A 2004; 291:2607-15
L i n FY, Becke JM, Groves C , L i m BP,Israel E, Becker E F . Et al. Ditjen B U K Depkes R I . Profile Kesehatan Indonesia. Jakarta:
Restaurant-associated outbreak of typhoid fever in Maryland: Kementerian Kesehatan RI; 2010. p. 41
74
D E M A M KUNING ^YELLOWFEVER)
Primal Sudjana

PENDAHULUAN Di Afrika terdapat sebanyak 33 negara dengan jumlah


penduduk 508 juta jiwa berada di daerah endemi ye//ow
Demam kuning {yellow fever) adalah suatu penyakit infeksi fever. Daerah ini terletak antara 15° Lintang Utara (LU)
akut yang disebabkan oleh virusye/Zow'/ever Kata "kuning" sampai 10° Lintang Selatan (LS). Di benua Amerika, penyakit
diambil dari keadaan beberapa pasiennya yang menjadi ini endemik di 9 negara di Amerika Selatan dan beberapa
ikterik. Penyakit ini pertama kali dikenal saat terjadi wabah di Kepulauan Karibia. Negara yang paling berisiko antara
pada tahun 1648 di daerah yang dinamakan Dunia Baru. lain Bolivia, Brazil, Colombia, Ekuador dan Peru.
Virus yellow fever diyakini berasal dari Afrika dan Setiap tahunnya diperkirakan sekitar 200.000 kasus
menyebar ke Dunia Baru melalui kapal-kapal dagang yellow fever d e n g a n 30.000 d i a n t a r a n y a m e n i n g g a l
pengangkut budak belian. Vektor penyakit ini adalah dunia. Kasus impor ditemukan di negara-negara yang
nyamuk Aedes aegypti. sebenarnya bebas fellow fever, Di Asia belum pernah
Pada abad ke-18 dan abad ke-19 terjadi wabah dilaporkan adanya kasusye//o^v/ever, tetapi tetap berisiko
epidemi di Europa dan meluas mencapai daerah pantai, karena primata yang sesuai dan nyamuk sebagai vektor
pelabuhan, sampai ke Swansea, Wales,dan di Amerika ditemukan secara luas.
Utara dari New Orleans sampai ke Boston dan St Louis. Wabah masih terjadi sampai dengan tahun 2003
Epidemi di Philadelphia yang terjadi pada tahun 1793 terutama di beberapa negara Afrika Barat seperti Burkina
dijelaskan secara rinci oleh Benjamin Rush yang selamat Faso, Ghana, Liberia, Guinea, dan Pantai Gading dan Brazil.
dari serangan wabah ini. Di Amerika Serikat wabah ye//ow Sampai saat ini beberapa kasus masih terus dilaporkan.
fei^er terakhir dilaporkan di New Orleans dan delta sungai
Mississippi pada tahun 1905.
Seorang dokter di Havana, Kuba bernama Carlos ETIOLOGI
Findlay pada tahun 1881 meyakini bahwa penyakit ini
disebarkan oleh nyamuk, dan kebenaran keyakinannya itu Virus yellow fever t e r m a s u k genus Flavivlrus, famili
dibuktikan dokter tentara Amerika Serikat bernama Walter Flavivlridae. Virus ini suatu virus RNA untai tunggal, dan
Reed. Penemuan ini memungkinkan usaha pencegahan positive sense. Virionnya berbentuk sferis dan memiliki
melalui p e n g o n t r o l a n n y a m u k , dan d i b u k t i k a n saat pembungkus (envelope), berukuran antara 35 - 45 nm, dan
pembangunan terusan Panama. Isolasi virus YF baru dapat genomnya terdiri atas 10.862 nukleotida. Pembungkus dua
dilakukan pada tahun 1928. lapis lipid (lipid bilayer envelope) ini mengandung protein
matriks (M) dan protein pembungkus (E). Memiliki j u g a
tiga protein struktur C, M dan E) serta beberapa protein
EPIDEMIOLOGI nonstruktur NS).
Virus ini dapat diinaktivasi dengan kloroform, ether
Yellow /(sv^er ditemukan di hutan tropis Afrika dan Amerika dan sinar ultraviolet sedangkan pada suhu 4°C tahan
Selatan, sampai awal abad ini menyebabkan epidemi yang satu bulan dan dalam keadaan beku kering dapat tahan
luas di Karibia dan daerah subtropis Amerika Utara sampai bertahun-tahun. Terdapat perbedaan genotipe antara
ke Baltimore dan Philadelphia. isolat yang diperoleh dari Afrika dan Amerika Selatan. Ada

559
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

dua genotipe yang bersirkulasi di Afrika dan satu atau dua Organ lain dapat terkena seperti kelenjar adrenal, sel
di Amerika Selatan. otak dan pada epidemi di Sudan dan Ethiopia di tahun
1960 banyak ditemukan kasus meningoensefalitis. Pada
kasus berat dapat disertai diatesis hemoragik. Perdarahan
PENULARAN berat dapat terjadi di saluran cerna, paru, limpa, hati dan
ginjal. Kematian terjadi sebagai akibat dari kerusakan
Hospes utama virus yellow fever adalah primata seperti hati dan atau ginjal. Pada pasien yang sembuh jaringan
monyet dan chimpanse yang hidup dihutan-hutan. Di yang hilang langsung mengalami regenerasi dan terjadi
Afrika vektor utamanya adalah nyamuk Aedes seperti hipertrofi pada sel yang bertahan hidup.
Aedes aegypti, Ae. africanus, Ae. opok, Ae.lLuteocephalus,
Ae. furcifer dan Ae.tTaylori. Sedangkan di Amerika terutama
ditularkan oleh Aedes aegypti dan Haemagogus. G A M B A R A N KLINIS
Dikenal ada tiga siklus penularan yaitu tipe demam
kuning hutan {jungle yellow fever), tipe demam kuning Yellow Fever klasik merupakan penyakit bifasik, ada 3
urban {urban yellow fever) dan sylvatic yellow fever. Tipe stadium yaitu: infeksi, remisi dan intoksikasi. Gambaran
silvatik hanya ditemukan di padang savanna Afrika. klinisnya bisa berupa infeksi subklinis, infeksi mirip
Di Amerika siklus jungle yellow fever 6'\Xu\arkau antar influenza atau pada 15-25% kasus dapat terjadi fulminan
kera oleh nyamuk genus Haemogogus dan Sabethes, dan menyebabkan kematian dalam beberapa hari.
sedangkan penularan di perkotaan oleh Aedes aegypti. Setelah masa inkubasi selama 3-6 hari timbul demam
Siklus kera-nyamuk-kera di hutan Afrika dilakukan secara mendadak dan menggigil diikuti dengan sakit
oleh nyamuk Ae africanus, sedangkan sylvatic yellow fever kepala, sakit punggung, mialgia, nausea dan muntah. Bisa
dilakukan oleh beberapa spesies/Aec/es seperti >4e.s/mpsorj/ juga dijumpai muka dan konyungtiva merah, tanda faget
yang menularkan whus yellow fever dan kera ke manusia. dan bradikardi relatif.
Di Afrika siklus urban dipertahankan oleh Ae.aegypti. Setelah 3-4 hari, gejala dan d e m a m menghilang
Lamanya siklus intrinsik pada nyamuk adalah 4 hari s e l a m a b e b e r a p a j a m s a m p a i satu atau 2 hari dan
pada suhu 37°Cdan 18 hari pada suhu 18°C. Nyamuk tetap hanya berulang pada pasien yang berkembang menjadi
infektif selama kira-kira 2- 4 bulan. Telah diperlihatkan intoksikasi fulminan.
kemungkinan adanya penularan transovarial Tipe demam adalah bifasik (dromedaris). Ease demam
pertama berhubungan dengan fase akut penyakit dan
disertai bradikardi relatif Selanjutnya demam menurun
PATOFISIOLOGi DAN PATOLOGI yang berhubungan dengan fase remisi serta meningkat
lagi dan penyakit memberat pada fase intoksikasi.
Virus memasuki sel secara endositosis melalui reseptor Penyakit b e r k e m b a n g menjadi d e m a m berdarah
yang sesuai. Sintesis RNA virus terjadi di sitoplasma, multisistem ditandai dengan badan menjadi kuning
sedangkan protein virus bisa ditemukan di retikulum (sesuai nama penyakit ini), disfungsi renal dan manifestasi
e n d o p l a s m a . V i r i o n m e n j a d i m a t a n g di r e t i k u l u m perdarahan yang dapat menyebabkan hipotensi bahkan
e n d o p l a s m a s e b e l u m k e m u d i a n disekresi ke d a l a m terjadi renjatan yang fatal. Perdarahan mukosa, perdarahan
darah. Pada saat awal, proses ini terjadi di sel retikulo pada luka bekasjarum suntik, perdarahan gastrointestinal
endotelial di limfonodi, sumsum tulang, limpa dan sel hebat dapat terjadi sebagai akibat penurunan sintesis
Kupffer, selanjutnya terjadi viremia kemudian menyebar faktor pembekuan oleh sel hati, disfungsi platelet dan
ke seluruh organ. koagulasi intravaskular diseminata (KID).
Sel hati mengalami degenerasi, ditemukan daerah Oliguri dan azotemia terjadi akibat adanya muntah
nekrosis sentral, badan Councilman dan perlemakan. dan ekstravasasi cairan. Adanya oliguri dan peningkatan
Kerusakan pada hati ini secara klinis ditandai dengan kreatinin mungkin disebabkan oleh nefritis glomerulus
t i m b u l n y a i k t e r u s . Ginjal m e m b e s a r dan b e n g k a k . primer dan nefritis intersisialis, selanjutnya bisa diikuti
G l o m e r u l u s ginjal m e n u n j u k k a n a d a n y a proliferasi oleh tubular nekrosis akut sebagai akibat dari hipotensi.
mesangial dan edema endotel kapiler. Degenerasi dan Miokarditis yang terjadi dapat diketahui dengan
nekrosis sel m i o k a r d i u m s e r t a g a n g g u a n k o n d u k s i pemeriksaan EKG. Adanya gejala enselofati terjadi akibat
dapat ditemui dan antigen virus dapat dideteksi dari sel adanya edema serebri yang berhubungan dengan dengan
miokardium. gagal hati dan ginjal. Infeksi sekunder karena bakteri
Respons selular dan humoral dapat terjadi dan seperti bakteriemi dan pneumonia sering terjadi dan
bertanggung jawab untuk mengeliminasi virus dari tubuh. menyebabkan kematian.
Viremia menghilang setelah 5 hari. A n g k a kematian sekitar 5-10%, sedangkan pada
DEMAM KUNING {YELLOW FEVER) 561

pasien y a n g m e n g a l a m i s t a d i u m intoksikasi a n g k a KOMPLIKASI


kematian lebih tinggi yaitu mencapai 20-50%.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain gagal hati,
gagal ginjal akut, edema paru, miokarditis, ensefalitis.
DIAGNOSIS LABORATORIUM Perdarahan, KID sampai syok hingga kematian.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekopeni,


trombositopenia, mungkin ditemukan kenaikan hematokrit, PENCEGAHAN
waktu protrombin yang m e m a n j a n g , bila terjadi KID
ditemukan kelainan pada fibrinogen dan produk degradasi P e n c e g a h a n dapat d i l a k u k a n d e n g a n p e n g o n t r o l a n
fibrinogen. Enzim transaminase, fosfatase alkali, gamma- vektor, mencegah gigitan nyamuk dengan tidur memakai
glutamyl transferase, bilirubin direk dan indirek, BUN dan kelambu, mosquito repellents pada kulit dan pakaian j u g a
kreatinin meningkat kadarnya. dianjurkan.
Kenaikan yang bermakna dari transaminase dan Vaksinasi dengan virus yang dilemahkan (live
bilirubin pada stadium awal penyakit merupakan petanda attenuated) 17D sangat efektif. Strain Asibi dipakai
akan buruknya penyakit. sebagai bahan vaksin ini. Karena diproduksi dengan
Pada kasus dengan ensefalopati dan edema otak, mempergunakan embrio ayam maka mereka yang alergi
didapatkan peningkatan protein tanpa pleositosis pada terhadap telur tidak boleh divaksinasi. Beberapa negara
cairan serebrospinal. mewajibkan pelancong untuk divaksinasi yellow fever
Pemeriksaan serologi pada kondisi akut dan sebelum berkunjung ke daerah endemis, dan revaksinasi
konvalesens menunjukkan peningkatan titer antibodi 4 dianjurka setiap 10 t a h u n , walaupun antibodi dapat
kali atau lebih melalui pemeriksaan inhibisi hemaglutinasi, bertahan sampai 40 tahun.
fiksasi komplemen atau antibodi netralisasi.
Pemeriksaan dengan capture enzyme immunoassay
dapat memeriksa titer IgM spesifik. IgM mulai terdeteksi REFERENSI
pada hari 7-10 infeksi. Pada keadaan epidemi, diagnosis
definitif perlu ditegakkan secara cepat untuk pengontrolan Gantz N M , Brown RB, Berk S L , Myers JW : Manual of Clinical
Problems in Infectious Disease, fifth edition, Philadelphia:
penyakit. Deteksi antigen virus dan Reaksi Polimerase Lippincott Williams Wilkins; 2006.
Berantai pada serum akut sangat membantu. Gill G V , Beeching NJ: Lecture Notes on Tropical Medicine, fifth
edition, Blackwell Publishing, Maiden, 2004.
Mien A Rifai dan Ermitati, penyunting: Glosarium Biologi,
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
DIAGNOSIS BANDING Pendidikan dan Kebudayaan, 1993.
Reeder G D , Woodward T E : Yellow Fever, available at http://
Diagnosis banding pada kasus ringan antara lain malaria, www.emedicine. com/emerg/topic645.htm.
Tsai T F , V a u g h n D W , Solomon T: Flaviviruses (Yellow
atau infeksi Dengue. Fever, Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever, Japanese
Kasus berat harus di diagnosis banding dengan encephalitis, West Nile Encephalitis, St Loius encephalitis,Tick-
leptospirosis, demam tifoid, hepatitis viral akut dan demam bome encephalitis), In: Mandell G L , Bennett JE, Dolin R,
editors, Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and
berdarah viral lainnya seperti Ebola, Lassa, Marburg, demam Practice of Infectious Diseases, sixth edition. Philadelphia:
berdarah Congo-Crimea, DHF, dan demam Rift Valley Elsevier; 2005.p. 1926-50.
Tsai TF: Yellow Fever Virus, In: Gorbach SL, Bartlett JG, Blacklow
NR: Infectious Diseases, third edition, Philadelphia:Lippincott
Williams Wilkins; 2004.p. 2109-12.
PENGOBATAN World Health Organization : Yellow Fever ; http://www.who.
int/ mediacentre / factsheets/ fslOO/ en/ print.html.
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Terapi dengan World Health Organization: Yellow Fever, The Immunological
.Basis for Immunization Series, Modul 8, Geneva
ribavirin pada binatang percobaan ternyata tidak efektif
Terapi suportif ditujukan langsung untuk mengoreksi
kehilangan cairan dan dan mempertahankan stabilitas
hemodinamik. Penanganan dan pencegahan hipoglikemi,
diberikan antagonis atau inhibitor pompa proton (PPI)
bisa dilakukan. Pemberian vitamin K dan Fresh Frozen
Plasma (FFP) disarankan untuk menangani gangguan
koagulasi. Bila terjadi gagal ginjal akut maka dialisis dapat
dipertimbangkan.
75
AMEBIASIS
Eddy Soewandojo Soewondo

PENDAHULUAN buruk, misalnya di tempat perawatan pasien cacat mental


serta tempat penampungan Indian dan imigran.
Amebiasis (disentri ameba, enteritis ameba, kolitis ameba) Di Indonesia, laporan mengenai insidens amebiasis
adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan sampai saat ini masih belum ada. Akan tetapi berdasarkan
oleh parasit usus Entamoeba histolytica. Penyakit ini laporan mengenai abses hati ameba pada beberapa rumah
tersebar hampir di seluruh dunia terutama di negara sakit besar, dapat diperkirakan insidensnya cukup tinggi.
sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya:
disebabkan karena faktor kepadatan penduduk, higiene pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, juru
individu, dan sanitasi lingkungan hidup serta kondisi sosial masak (food handlers), vektor lalat dan kecoak, serta
ekonomi dan kultural yang menunjang. kontak langsung seksual oral-anal pada homoseksual.
Sekitar 90% infeksi asimtomatik, sementara sekitar Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan
10% lainnya menimbulkan berbagai sindrom klinis, mulai epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang
dari disentri sampai abses hati atau organ lain. tercemar.
Sekitar 10% populasi hidup terinfeksi entamoeba,
kebanyakan oleh entamoeba dispar (f. Dispar) yang
EPIDEMIOLOGI non infeksius. Perbedaan dan persamaan sifat antara
E.histolytica dan E. Dispar dapat dilihat pada tabel 1.
Penyakit ini ditularkan secara fekal oral baik secara
langsung (melalui tangan) maupun tidak langsung (melalui
air minum atau makanan yang tercemar). Sebagai sumber Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Sifat E.histolytica
dan E. dispar
penularan adalah tinja yang mengandung kista amuba
Persamaan
yang berasal dari carrier (cyst passer). Laju infeksi yang
1. Kedua spesies dibedakan lewat adanya infeksi kista
tinggi didapatkan di tempat-tempat penampungan anak
(cyste)
cacat atau pengungsi dan di negara-negara sedang
2. Kista dari kedua spesies tersebut secara morfologi
berkembang dengan sanitasi lingkungan hidup yang sama (identik)
buruk. Di negara beriklim tropis lebih banyak didapatkan 3. Kedua spesies ini mengkolonisasi intestinal luar
strain patogen dibandingkan di negara maju yang beriklim Perbedaan
sedang. Oleh karena itu di negara sudah maju banyak 1. Hanya E. histolytica yang dapat mengakibatkan
dijumpai penderita asimtomatik, sementara di negara penyakit
sedang berkembang yang beriklim tropis banyak dijumpai 2. Hanya infeksi £ histolytica yang menunjukkan serologi
pasien yang simtomatik. Kemungkinan faktor diet rendah ameba positif
3. Kedua spesies mempunyai perbedaan sekuensi mRNA.
protein, di samping perbedaan strain ameba, memegang
4. Kedua spesies mempunyai perbedaan antigen permukaan
peran. Di negara yang sudah maju misalnya Amerika Serikat
dengan masker isoantigen
prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5%. Walaupun
5. Sal/SalNAC lectin dapat dipakai untuk membedakan
selama tiga dekade terakhir insidensnya menurun, akan kedua spesies dalam stool ELISA.
tetapi penyakit ini masih tetap ada, terutama di daerah 6. E. dispar tidak mempunyai kapasitas menyebabkan
atau di tempat-tempat dengan keadaan sanitasi yang penyakit infeksi.

562
AMEBIASIS 563

ETIOLOGI
end
E. histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup
sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus
besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah
menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di
dinding usus dan menembus dinding usus sehingga
menimbulkan ulserasi. Siklus hidup ameba ada 2 macam
bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan
bentuk kista. Bentuk trofozoit ada 2 macam, trofozoit
komensal (<10 mm) dan trofozoit patogen (>10 mm).
Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus
t a n p a m e n y e b a b k a n g e j a l a p e n y a k i t . Bila p a s i e n
mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama
tinja. Pada pemeriksaan tinja di bawah mikroskop tampak
trofozoit bergerak aktif dengan pseudopodinya dan
dibatasi oleh ektoplasma yang terang seperti kaca. Di C D E

dalamnya ada endoplasma yang berbentuk butir-butir


Gambar 1. Skematis £ histolytica (pembesaran 2000 X)
kecil dan sebuah inti di dalamnya. Sementara trofozoit
patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus A: trofozoit mengandung eritrosit c chromatoid bodies
(intraintestinal) maupun di luar usus (ekstraintestinal), B: Ameba bentuk pre kista ect ectoplasma
C : Kista muda berinti satu end endoplasma
mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar
d. Kista berinti dua g glycogen vacuola
dari trofozoit komensal (sampai 50 mm) dan mengandung E: Kista dewasa berinti empat k Karyosoma
beberapa eritrosit di dalamnya, karena trofozoit ini sering n nukleus/inti
menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk rb.c Sel darah merah
trofozoit ini bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala Dikutip dari textbook of Clinical Parasitology 2nd ed. New York:
penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh appleton-Century-Crogts. 1952
manusia.
Bentuk kista ada 2 macam yaitu kista muda dan belum banyak diketahui dengan pasti perannya. Beberapa
kista dewasa. Kista muda berinti satu mengandung satu sarjana meragukan adanya peran tersebut, karena di
gelembung glikogen dan badan-badan kromatoid yang daerah endemik banyak terjadi infeksi berulang, dan
berbentuk batang berujung tumpul. Kista dewasa berinti morbiditas serta mortalitasnya meningkat sesuai dengan
empat. Kista hanya terbentuk dan dijumpai di dalam lumen bertambahnya usia. Pendapat tersebut kurang tepat karena
usus, tidak dapat terbentuk di luar tubuh dan tidak dapat telah terbukti bahwa ulkus ameba dapat kambuh kembali
dijumpai di dalam dinding usus atau di jaringan tubuh di apabila pasien menerima tindakan yang menurunkan daya
luar usus (Gambar 1). tahan tubuh, misalnya splenektomi, radiasi, obat-obat
Bentuk kista bertanggung jawab terhadap penularan imunosupresif dan kortikosteroid.
penyakit, dapat hidup lama di luar tubuh manusia, tahan Berdasarkan penyelidikan pada binatang dan manusia
terhadap asam lambung, dan kadar klor standard di dapat dibuktikan bahwa E. histolytica dapat merangsang
dalam sistem air minum. Diduga faktor kekeringan akibat t e r b e n t u k n y a imunitas humoral dan selular. In vivo,
penyerapan air sepanjang usus besar, menyebabkan imunitas humoral mampu membinasakan ameba, tetapi
trofozoit b e r u b a h menjadi kista. f. histolytica oleh in vitro tidak. Belum diketahui apa sebabnya keadaan
beberapa penulis dibagi menjadi dua ras yaitu ras besar tersebut dapat terjadi. Tampaknya imunitas yang terbentuk
dan ras kecil, bergantung pada apakah dapat membentuk tidak sempurna dan hanya dapat mengurangi beratnya
kista berdiameter lebih besar atau lebih kecil dari 10 mm. penyakit, tidak dapat mencegah terjadinya penyakit.
Strain kecil ternyata tidak patogen terhadap manusia, dan Diduga imunitas selular lebih besar perannya daripada
dinyatakan sebagai spesies tersendiri yaitu E. hartmanni. imunitas humoral. Antibodi di dalam serum (terutama klas
Dengan teknik elektroforesis, enzim yang dikandung IgG) terutama berperan dalam uji serologik.
trofozoit dapat diketahui. Pola enzim dapat menunjukkan
patogenitas ameba (zymodeme). Ameba yang didapat dari
pasien dengan gejala penyakit yang invasif menunjukkan PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
pola zymodeme.
Imunitas terhadap ameba sampai saat ini masih Trofozoit y a n g m u l a - m u l a hidup sebagai k o m e n s a l
564 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

di dalam lumen usus besar, dapat berubah menjadi amebiasis intestinal sedang (disentri ameba sedang),
patogen, menembus mukosa usus dan menimbulkan disentri ameba berat, disentri ameba kronik.
ulkus. Faktor yang menyebabkan perubahan sifat trofozoit
tersebut sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat MANIFESTASI KLINIS
keganasan (virulensi) ameba, maupun lingkungannya
mempunyai peran. Faktor-faktor yang dapat menurunkan Carrier {Cyst Passer)
kerentanan tubuh misalnya k e h a m i l a n , kurang gizi,
Pasien tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini
p e n y a k i t k e g a n a s a n , o b a t - o b a t i m u n o s u p r e s i f , dan
disebabkan karena ameba yang berada di dalam lumen
kortikosteroid. Sifat keganasan ameba ditentukan oleh
usus besar, tidak mengadakan invasi ke dinding usus.
strainnya. Strain ameba di daerah tropis ternyata lebih
ganas daripada strain di daerah sedang. Akan tetapi sifat Amebiasis Intestinal Ringan (Disentri Ameba
keganasan tersebut tidak stabil, dapat berubah apabila Ringan)
k e a d a a n l i n g k u n g a n m e n g i z i n k a n . B e b e r a p a faktor Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan.
lingkungan yang diduga berpengaruh, misalnya suasana Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang-
anaerob dan asam (pH 0,6 - 6,5), adanya bakteri, virus kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat
dan diet tinggi kolesterol, tinggi karbohidrat, dan rendah timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau
protein. Ameba yang ganas dapat memproduksi enzim busuk. Kadang-kadang tinja bercampur darah dan lendir.
fosfoglukomutase dan lisozim yang dapat mengakibatkan Sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid. Jarang nyeri di
kerusakan dan nekrosisjaringan dinding usus. Bentuk ulkus daerah epigastrium yang mirip ulkus peptik. Keadaan
ameba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum
kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar pasien biasanya baik, tanpa atau disertai demam ringan
( m e n g g a u n g ) . Akibatnya terjadi ulkus di permukaan (subfebril). Kadang-kadang terdapat hepatomegali yang
mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang tidak atau sedikit nyeri tekan.
yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak
normal. Gambaran ini sangat berbeda dengan disentri
Amebiasis Intestinal Sedang (Disentri Ameba
basiler, di mana mukosa usus antara ulkus meradang.
Sedang)
Pada pemeriksaan mikroskopik eksudat ulkus. tampak sel
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berat dibanding
leukosit dalam jumlah banyak, akan tetapi lebih sedikit jika
disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan
dibandingkan dengan disentri basiler. Tampak pula kristal
aktivitas sehari-hari, tinja disertai darah dan lendir. Pasien
Charcot Leyden dan kadang-kadang ditemukan trofozoit.
mengeluh perut kram, demam dan lemah badan, disertai
Ulkus y a n g terjadi dapat m e n i m b u l k a n p e r d a r a h a n
hepatomegali yang nyeri ringan.
dan apabila menembus lapisan muskular akan terjadi
perforasi dan peritonitis. Ulkus dapat terjadi di semua
Disentri A m e b a Berat
bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-
urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, Keluhan dan gejala klinis lebih hebat lagi. Penderita

sigmoid, apendiks, dan ileum terminalis. Infeksi kronik mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari

dapat menimbulkan reak-si terbentuknya massa jaringan 15 kali sehari. Demam tinggi (40°C - 40,5°C), disertai mual

granulasi yang disebut ameboma, yang sering terjadi di dan anemia. Pada saat ini tidak dianjurkan melakukan

daerah sekum dan sigmoid. Dari ulkus di dalam dinding pemeriksaan sigmoidoskopi karena dapat mengakibatkan

usus besar, ameba dapat mengadakan "metastasis" ke perforasi usus.

hati lewat cabang vena porta dan menimbulkan abses


hati. Embolisasi lewat pembuluh darah atau pembuluh Disentri A m e b a K r o n i k
getah bening dapat pula terjadi ke paru, otak, atau limpa, Gejalanya menyerupai disentri ameba ringan, serangan-
dan menimbulkan abses di sana, akan tetapi peristiwa ini serangan diare diselingi dengan periode normal atau
jarang terjadi. tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan
gejala neurastenia. Serangan diare biasanya terjadi karena
kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna.
KLASIFIKASI

Berdasarkan berat ringannya gejala yang ditimbulkan


PEMERIKSAAN PENUNJANG
maka amebiasis dapat dibagi menjadi: carrier {cyst passer),
amebiasis intestinal ringan (disentri ameba ringan), Pemeriksaan tinja merupakan pemeriksaan laboratorium
AMEBIASIS 565

yang sangat penting. Pada disentri ameba biasanya strain dapat dibiakkan. Oleh karena itu pemeriksaan ini
tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk tidak dikerjakan rutin.
p e m e r i k s a a n m i k r o s k o p i k , perlu tinja y a n g m a s i h Pemeriksaan uji serologi banyak digunakan sebagai
baru (segar). Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis.
berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu, dan sebaiknya Uji serologi positif apabila ameba menembus jaringan
dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan. Apabila ( i n v a s i f ) . O l e h karena itu uji ini akan positif pada
direncanakan akan dibuat foto kolon dengan barium pasien abses hati dan disentri ameba, dan negatif pada
enema, pemeriksaan tinja harus dikerjakan sebelumnya earner Hasil uji serologi positif belum tentu menderita
atau minimal 3 hari sesudahnya. Pada pemeriksaan tinja amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.
yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari bentuk Indirect fluores-cent antibody (IFA) dan enzyme linked
kista, karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. immunosorbant assay (ELISA) merupakan uji yang paling
Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat, sensitif Juga up indirect fluorescent anti-body (IFA) dan
berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan- agar gel diffusion precipitin. Sedang uji serologi yang
badan kromatoid yang berbentuk batang, dengan ujung cepat hasilnya adalah latex aglutination test dan cellulosa
tumpul, sedang inti tidak tampak. Untuk dapat melihat acetate diffusion. Oleh karena antibodi yang terbentuk
intinya dibuat sediaan dengan larutan lugol. Sebaliknya lama sekali menghilang, maka nilai diagnostiknya di
badan-badan kromatoid tidak tampak pada sediaan daerah endemis rendah.
dengan lugol ini. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metoda konsentrasi yaitu dengan
larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng
DIAGNOSIS
sulfat, kista akan terapung di permukaan, sedang dengan
larutan eterformalin kista akan mengendap. Amebiasis intestinal kadang-kadang sukar dibedakan
Di dalam tinja pasien akan ditemukan bentuk trofozoit. dari irritable bowel syndrome (IBS), divertikulitis, enteritis
Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar. Apabila regional, dan hemoroid interna, sedang disentri ameba
pemeriksaan ditunda untuk beberapa j a m , maka tinja sukar dibedakan dengan disentri basilar (shigellosis) atau
dapat disimpan di lemari pendingin (4°C) atau dicampur salmonelosis, kolitis ulserosa, dan skistosomiasis (terutama
di dalam larutan polivinil alkohol. Sebaiknya diambil di daerah endemis). Pemeriksaan tinja sangat penting. Tinja
bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan penderita amebiasis tidak banyak mengandung leukosit,
lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti baru
masih bergerak aktif seperti keong, dengan menggunakan dapat ditegakkan apabila ditemukan ameba (trofozoit).
pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan Akan tetapi dengan diketemukan ameba tersebut tidak
nampak ameba dengan eritrosit di dalamnya. berarti menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit
Bentuk inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan lain, karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan
dengan larutan eosin. Untuk membedakan dengan leukosit penyakit lain pada seorang pasien. Sering amebiasis
(makrofag), perlu dibuat sediaan dengan cat supravital, terdapat bersamaan dengan karsinoma usus besar. Oleh
misalnya buf-fered methylene blue. Dengan menggunakan karena itu bila pasien amebiasis yang telah mendapat
mikrometer, dapat disingkirkan kemungkinan £ hartmanni. pengobatan spesifik masih tetap mengeluh perutnya sakit,
Pemeriksaan prostoskopi, sigmoidoskopi, dan perlu dilakukan pemeriksaan lain misalnya endoskopi, foto
kolonoskopi berguna untuk membantu diagnosis kolon dengan barium enema, atau biakan tinja.
penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses
pemeriksaan tinja tidak ditemukan ameba. Pemeriksaan piogenik, neoplasma dan kista hidatidosa. Ultrasonografi
ini tidak berguna untuk carrier Tampak ulkus yang khas dapat m e m b e d a k a n n y a d e n g a n n e o p l a s m a , sedang
dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, ditemukan echinococcus dapat membedakannya dengan
mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. abses piogenik. Salah satu cara adalah dengan pungsi
Pemeriksaan mikroskopis bahan eksudat atau bahan biopsi abses.
jaringan usus akan ditemukan trofozoit.
Foto rontgen kolon tidak banyak membantu, karena
sering ulkus tidak tampak. Kadang-kadang pada amebiasis KOMPLIKASI
kronik, foto rontgen kolon dengan barium enema tampak
ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri ameba,
defect yang mirip karsinoma. baik berat maupun ringan. Sering sumber penyakit di
Ameba hanya dapat dibiakkan pada media khusus, usus sudah tidak menunjukkan gejala lagi atau hanya
misalnya media Boeck Dr. Bohlav. Tetapi tidak semua menunjukkan gejala ringan, sehingga yang menonjol
566 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

adalah gejala penyulitnya (komplikasi). Keadaan ini sering nyeri tekan lokal di daerah antara iga ke-8, ke-9 atau ke-
terjadi pada penyulit ekstra intestinal, yang disebut 10, jarang terjadi ikterus. Pada pemeriksaan laboratorium
amebiasis ekstra intestinal. Berdasarkan lokasinya, penyulit ditemukan leukositosis moderat (15.000- 25000/mm^)
tersebut dapat dibagi menjadi: yang terdiri atas 7 0 % leukosit polimorfonuklear. Faal
hati jarang terganggu dan jarang ditemukan ameba di
K o m p l i k a s i Intestinal dalam tinja. Ameba dapat ditemukan di dalam bahan
cairan aspirasi abses bagian terakhir atau bahan biopsi
Perdarahan usus. Terjadi apabila ameba mengadakan
dinding abses. Pada pemeriksaan penerawangan tampak
invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah.
peninggian hemidiafragma kanan, gerakannya menurun
Bila perdarahan hebat dapat berakibat fatal.
atau kadang-kadang terjadi gerakan paradoksal (pada
Perforasi usus. Terjadi apabila abses menembus lapisan waktu inspirasi diafragma justru bergerak ke atas). Pada
muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan pemeriksaan foto dada postero-anterior maupun lateral
peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat kanan, tampak sudut kostofrenik kanan tumpul di bagian
terjadi akibat pecahnya abses hati ameba. depan (pada abses hati piogenik, tumpul di bagian
belakang).
Ameboma. Terjadi akibat infeksi kronik yang
m e n g a k i b a t k a n reaksi t e r b e n t u k n y a massa j a r i n g a n Amebiasis pleuropulmonal. Dapat terjadi akibat ekspansi
granulasi. Biasa terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid, langsung abses hati. Kira-kira 10-20% abses hati ameba
sukar dibedakan dengan karsinoma usus besar. Sering dapat mengakibatkan penyulit ini. Dapat timbul cairan
mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus. pleura, atelektasis, pneumonia, atau abses paru.

Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) Abses paru dapat pula terjadi akibat embolisasi ameba
yang memerlukan tindakan operasi segera. langsung dari dinding usus besar. Dapat terjadi hiliran
Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri (fistel) hepatobronkial, penderita batuk-batuk dengan
kronik, akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.
ameboma.
Abses otak, limpa, dan organ lain. Abses otak, limpa, dan
organ lain dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung
K o m p l i k a s i Ekstra Intestinal dan dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun
Amebiasis hati. Abses hati ameba merupakan penyulit sangat jarang terjadi.
ekstra intestinal yang paling sering terjadi. Di daerah
tropis, terutama di Asia Tenggara, insidensnya berkisar Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung
5-40%. Lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada dari dinding usus besar, dengan membentuk hiliran (fistel).
wanita, tersering pada usia 30-40 tahun. Abses dapat Sering terjadi di daerah perianal atau di dinding perut.
timbul beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi
infeksi ameba; kadang-kadang terjadi tanpa diketahui ameba yang berasal dari anus.
menderita disentri ameba sebelumnya. Infeksi di hati
terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar
lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. PENGOBATAN
Mula-mula terjadi "hepatitis ameba" yang merupakan
stadium dini abses hati, kemudian timbul nekrosis fokal Ameba dapat ditemukan di dalam lumen usus, di dalam
kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi dinding usus maupun di luar usus. Hampir semua obat
satu, membentuk abses tunggal yang besar. Dapat pula amebisid tidak dapat bekerja efaktif di semua tempat
terjadi abses majemuk. Sesuai dengan arah aliran vena tersebut, terutama bila diberikan obat tunggal. Oleh
porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat karena itu sering d i g u n a k a n kombinasi obat untuk
di lobus kanan. Abses berisi "nanah" kental yang steril tidak meningkatkan hasil pengobatan.
berbau, berwarna kecoklatan (cho-colatepaste), terdiri atas
jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang- A m e b i a s i s A s i m t o m a t i k ( C a r r i e r A t a u Cyst Passer).
kadang berwarna kuning kehijauan, karena bercampur Carrier atau cysf passer, walaupun tanpa keluhan dan
dengan cairan empedu. gejala klinis, sebaiknya diobati. Hal ini disebabkan karena
Pasien sering mengeluh nyeri spontan di perut kanan ameba yang hidup sebagai komensal di dalam lumen usus
atas, kalau berjalan posisinya membungkuk ke depan besar, sewaktu-waktu dapat berubah menjadi patogen. Di
dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Hati teraba di samping itu carrierjuga merupakan sumber infeksi utama.
bawah lengkung iga, nyeri tekan disertai demam tinggi yang Trofozoit banyak dijumpai di lumen usus besar tanpa
bersifat intermiten atau remiten. Kadang-kadang terasa atau sedikit sekali menimbulkan kelainan mukosa usus.
AMEBIASIS
567

Ulkus yang ditimbulkan hanya superfisial, tidak mencapai terutama jaringan hati sangat tinggi sehingga dipakai
lapisan submukosa. Kelainan tersebut tidak menyebabkan untuk profilaksis timbulnya abses hati ameba.
gangguan peristaltik usus, sehingga tidak menimbulkan Efek samping obat berupa mual, pusing dan nyeri
keluhan dan gejala klinis. Obat yang diberikan adalah kepala. Pemberian j a n g k a lama dapat mengakibatkan
amebisid luminal, misalnya: retinopati. Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita
hamil, karena dapat mengakibatkan anak lahir tuli.
Diloksanit furoat (diloxanite furoate). Dosis : 3 x 500
mg sehari, selama 10 hari. Saat ini obat ini merupakan Metronidazol. Dosis 35-50 mg/kg berat badan atau 3 x
amebisid luminal pilihan, karena efektivitasnya cukup 500 mg sehari, selama 5 hari.
tinggi (80-85%), sedangkan efek sampingnya sangat
Tinidazol. Dosis 50 mg/kg berat badan atau 2 g sehari,
minimal hanya berupa mual dan kembung.
selama 2-3 hari.
Diyodohidroksikin (Diiodohydroxyquin). Dosis : 3 x 600
Ornidazol. Dosis 50-60 mg/kg berat badan atau 2 gm
mg sehari, selama 10 hari.
sehari, selama 3 hari. Ketiga obat tersebut termasuk
Yodoklorohidroksikin (lodochlorohydroxyquin) atau golongan nitroimidazol yang dapat bekerja baik di dalam
kliokinol (cUoquinol). Dosis : 3 x 250 mg sehari, selama lumen usus, di dalam dinding usus maupun di luar usus
10 hari. (ekstraintestinal).

Kedua obat tersebut termasuk halogenated hydroxy- Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah,
quinoUn yang cukup efektif sebagai amebisid luminal. pusing dan nyeri kepala. Tidak dianjurkan untuk diberikan
Efektivitasnya 60-70%. Efek samping yang terjadi biasanya kepada pasien yang mengidap penyakit darah (blood
ringan, berupa mual, muntah, tetapi dapat j u g a berat, discrasia), j u g a kepada ibu hamil karena terbukti pada
berupa subacute myelooptic neuropathy (SMON). Efek binatang percobaan obat ini mempunyai sifat karsinogenik
s a m p i n g ini hanya terjadi apabila dosis dan j a n g k a dan teratogenik serta dapat mengakibatkan mutasi bakteri.
waktu pemberian obat melebihi aturan pakai yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, obat ini tidak dianjurkan untuk Disentri Ameba Ringan-Sedang
diberikan kepada penderita yang mengidap penyakit Pada pasien ditemukan ulkus di mukosa usus besar
optic neuropathy Juga sebaiknya tidak diberikan kepada yang dapat mencapai lapisan submukosa, dan dapat
penderita yang mengidap penyakit kelenjar gondok, mengakibatkan gangguan peristaltik usus. Pasien akan
karena obat ini dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar mengalami diare atau disentri, tetapi tidak berat, sehingga
gondok. tidak memerlukan infus cairan elektrolit atau transfusi
darah. Oleh karena didapatkan trofozoit di dalam lumen
Karbarson {Carbarsone). Dosis 3 x 500 mg sehari, selama
dan di dalam dinding usus besar, maka sebagai obat
7 hari.
pilihan adalah metronidazol dengan dosis 3 x 750 mg
Bisthmuth glycoarsanilate. Dosis 3 x 500 mg sehari, sehari selama 5-10 hari. Dapat pula dipakai tinidazol
selama 7 hari. atau ornidazol dengan dosis seperti tersebut di atas.

Kedua obat tersebut merupakan obat golongan arsen,


yang saat ini sudah jarang dipakai lagi. Sering timbul efek Tabel 2. Rekomendasi Pengobatan Amebiasis
samping diare. I. "Carrier" Asimtomatik (Luminal A g e n t s ) :
lodoquinol (tablet 650 mg), dosis 650 mg tiga
Klefamid (Clefamide). Dosis 3 x 500 mg sehari, selama
kali sehari selama 20 hari.
10-13 hari.
Paromomycin (tablet 250 mg), dosis 500 mg
Paromomycin. Dosis 3 x 500 mg sehari, selama 5 hari. tiga kali sehari selama 10 hari.
II. Kolitis Akut
Oleh karena ada kemungkinan invasi amuba ke mukosa
Metronidazol (tablet 250 atau 500 mg), dosis
usus besar, m a k a w a l a u p u n t i d a k mengakibatkan
750 mg per oral atau "intravena" (IV) tiga kali
gangguan peristaltik usus, dianjurkan untuk menambah
sehari selama 5-10 kali ditambah dengan
amebisid jaringan sebagai profilaksis. Obat amebisid
bahan luminal dengan dosis yang sama.
jaringan yang dapat dipakai adalah :
III. Abses Hati Ameba
Klorokuin difosfat (chloroquine diphosphate). Dosis 2 Metronidazol, dosis 750 mg per oral atau i.v
X 500 mg sehari, selama 1-2 hari, kemudian dilanjutkan tiga kali sehari selama 5-10 hari.
dengan 2 x 250 mg sehari, selama 7-12 hari. Obat anti Tinidazol, dosis 2 g per oral
malaria ini mudah diserap dan saluran pencernaan, tetapi Omidazol, dosis 2 g per oral ditambah bukan
lambat ekskresinya. Konsentrasi obat di dalam jaringan, luminal dengan jumlah yang sama.
568 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Oleh karena pada pasien yang sudah sembuh dengan komplikasi. Pada abses hati a m e b a k a d a n g - k a d a n g
pengobatan metronidazol dapat timbul abses hati ameba diperlukan tindakan pungsi untuk mengeluarkan nanah.
dalam jangka waktu 3-4 bulan kemudian, maka dianjurkan Demikian pula dengan amebiasis yang disertai penyulit
untuk menambah dengan obat amebisid luminal. Obat efusi pleura. Prognosis yang kurang baik adalah abses
ini akan memberantas sumber trofozoit di dalam lumen otak ameba.
usus. Dapat dipakai diyodohidroksikin, kliokinol, atau
diloksanid furoat dengan dosis seperti tersebut di atas.
Dapat pula diberi tetrasiklin, dengan dosis 4 x 500 mg PENCEGAHAN
sehari, selama 5 hari.
Makanan, m i n u m a n , dan keadaan lingkungan hidup
Disentri A m e b a B e r a t yang memenuhi syarat kesehatan merupakan sarana
Pasien ini tidak h a n y a m e m e r l u k a n obat a m e b i s i d pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum
saja, tetapi j u g a m e m e r l u k a n infus cairan elektrolit sebaiknya dimasak dulu, karena kista akan binasa bila air
atau transfusi darah. Selain pengobatan seperti pada dipanaskan 50°C selama 5 menit. Pemberian klor dalam
disentri a m e b a ringan dan s e d a n g perlu d i t a m b a h jumlah yang biasa digunakan dalam proses pembuatan air
emetin atau dehidroemetin. Obat ini diberikan secara bersih, ternyata tidak dapat membinasakan kista. Penting
suntikan intramuskular atau subkutan yang dalam. Tidak sekali adanya jamban keluarga, isolasi, dan pengobatan
diperbolehkan memberikan secara intravena. Dosis emetin carrier. Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau
1 mg/kg berat badan sehari (maksimum 60 mg sehari) segala pekerjaan yang berhubungan dengan makanan.
selama 3-5 hari; dehidro-emetin 11,5 mg/kg berat badan Sampai saat ini belum ada vaksin khusus. Pemberian
sehari (maksimum 90 mg sehari) selama 3-5 hari. Penderita kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi
sebaiknya dirawat di rumah sakit dan tirah baring selama daerah endemis tidak dianjurkan. Pengobatan massal
pengobatan. Hal ini disebabkan karena bahaya efek secara berkala dengan metronidazol dan dilosanid furoat
samping emetin terhadap jantung. Pemberian dosis tinggi hanya dikerjakan dalam keadaan tertentu.
dapat mengakibatkan nekrosis otot jantung dan penderita
meninggal mendadak.
Oleh karena itu penderita perlu diobservasi dengan ASPEK KHUSUS
teliti, terutama tekanan darah, denyut nadi, dan
elektrokardiografi. Kelainan EKG yang sering terjadi adalah O l e h k a r e n a a m e b i a s i s erat h u b u n g a n n y a dengan
kelainan gelombang T yang mendatar atau terbalik. Dapat kebersihan individu dan lingkungan hidup maka higiene
pula terjadi aritmia. dan sanitasi merupakan faktor yang penting. Air dari
persediaan air minum (PAM) perlu dimasak dulu sebelum
A m e b i a s i s Elcstra Intestinal d a n A m e b o m a diminum karena kista ameba tahan terhadap kadar klor
Penderita abses hati ameba dapat diberi metronidazol atau standar y a n g ada d i d a l a m n y a . Vaksinasi merupakan
obat lain golongan nitroimidazol dengan dosis seperti p e n c e g a h a n penyakit y a n g ideal bagi individu atau
tersebut di atas. Dapat pula diberi klorokindifosfat dengan masyarakat yang belum memiliki kekebalan terhadap
dosis 1 g sehari, selama 1-2 hari; dilanjutkan dengan 600 amebiasis.
mg sehari, selama 4 minggu. Masing-masing obat tersebut
perlu ditambah dehidroemetin atau emetin dengan dosis
seperti tersebut di atas selama 10 hari. Kadang-kadang REFERENSI
apabila abses hati sangat besar (lebih dari 5 cm), akan
Adam EB, McLeod. Invasive amebiasis. Medicine 1977;56:315-7.
sukar sembuh, sehingga perlu dipertimbangkan tindakan
Akbar N , Sulaiman A , Noer H M . C o m b i n e d treat-ment of
pungsi abses untuk mempercepat penyembuhan. Pada metronidazole and chloroquine in fulminant amebic dysentri
amebiasis ekstraintestinal lainnya dan ameboma obat-obat complicated by hepatic and lung amoebiasis. Acta Medica
tersebut di atas dapat diberikan, kecuali klorokin. Indonesiana 1975:19-25.
Amebae. In: Joklik E K . Willet H P , Bernard Amos D . Zinsser
Microbiology IS"" ed. Norwralk, Connec-ticut: Appleton
Century-crofts 1984:1206-9.
PROGNOSIS Balasegaram M. Amoeblasis: diagnosis and sur-gical treatment
with emphasis on hepatic aspects. Med.Progr 1976; 16-17.
Behrens M M . Optic atrophy in children after diiodohydroxyquin
Prognosis ditentukan oleh berat-ringannya penyakit, therapy. JAMA 1974: 228-693.
diagnosis dan pengobatan dini yang tepat, serta kepekaan Garcia E G . Treatment of amebiasis in Southeast Asia. Mod. Progr.
1981;8:11-4.
ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya
Hunter G W , Swartzwelder JC, Clyde DR. Amebiasis. In: Trop.
prognosis amebiasis adalah baik terutama yang tanpa Mod. 5»' E d . Philadelphia:WB Saunders;1976.p.323-44.
AMEBIASIS 569

Krupp IM, Powell SJ. Antibody respons to invasive amebiasis in


Durban, South Africa. Am.J.Trop. Med.Hyg. 1971; 20:414-20.
Latonio AA. Treatment of amebiasis : reminders and pit falls.
Med.Progr. 1976; 5:13-4.
Moerdowo R, Bakta IM. Beberapa segi klinis abses hati amubik dl
RSUPSanglah, Denpasar Bali. Naskah Lengkap Simposium
Penyakit Hati Menahun, Jakarta 1979: 351-7.
Paterson M, Heaty GR, Shabot JM. Serologic testing for
amoebiasis. Gastroenterology 1980;78:136-41.
Plorde JJ. Amebiasis. In:Harrison's Principles of Inter-nal Medicine.
Editors: Wilson JD, Braunwald E, Isselbacher KJ, Martin
JB, Petersdorf RQ, Fauci AS, Root RK. 11"' Eds. New York-
Toronto: McGrawHill. Inc; 1991,p.778-81.
Reed SL. Amebiasis and infection with free-living amebas. In:
In:Harrison's Principles of Inter-nal Medicine. Editors:Kasper
DL, Fauci DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson
JL. 16 Eds. New York-Toronto: McGrawHill. Inc; 2005.p.
1214-18.
Signh U. Diagnosis and management of amebiasis. Clin Infect
Dis 29.1999:117.
Stamm WP. Amoebic aphorism. Lancet 1970; 2:1355-6.
Sulaiman A, Pang RTL. Noer HMS. Amubiasis hati: diagnosis dan
pengobatannya. KPPIK FKUI VII, 1972:12-16.
TrissI D. Immunology of Entamoeba histolytica in human and
animal hosts. Rev Inf Dis. 1982; 1154-71
Zaman V. Amoebiasis in Southeast Asia. Life-cycle and pathology
of Entameba histolytica. Med. Progr. 1976; 5:11-2.
76
DIARE A K U T KARENA INFEKSI
Emi Juwita Nelwan

PENDAHULUAN diare akut karena infeksi dilaporkan sebagai penyakit


yang paling sering menyebabkan rawat inap di rumah
Diare merupakan keluhan yang paling banyak disampaikan sakit dengan case fatality rate sebesar 1,79%. Insidens
pasien kepada dokter k e l u a r g a ; dokter u m u m atau pada rawat jalan, walaupun tidak setinggi pada perawatan
bahkan kepada dokter ahli penyakit dalam saat berobat. inap, n a m u n j u g a d i l a p o r k a n dalam kelompok lima
Penyakit ini masih menjadi m a s a l a h karena terkait besar penyakit yang sering dijumpai di Indonesia. Diare
dengan kematian yang tinggi terutama pada anak di berpotensi menjadi wabah seperti yang terjadi pada
bawah usia 5 tahun; pada dewasa, walaupun mortalitas tahun 2010 di hampir 11 propinsi di Indonesia.^ Diare
tidak terlalu tinggi, namun pada banyak kasus, seringkali akut karena infeksi juga merupakan masalah yang sering
j u g a membutuhkan perawatan di rumah sakit. Perhatian dijumpai pada saat terjadi bencana alam yang sangat
perlu diberikan khususnya pada pasien dengan kondisi terkait dengan terbatasnya akses terhadap air bersih,
imun yang menurun seperti pada pasien HIV/AIDS atau seperti juga yang terjadi pasca tsunami pada tahun 2004
pasien dengan penggunaan obat-obat sitostatika atau di Aceh.^
imunosupresan dan kelompok usia lanjut (geriatri) karena Data didunia mengenai diare akut karena infeksi
adanya risiko kematian yang lebih tinggi pada kelompok dilaporkan lebih dari 1,5 juta episode dengan kematian
tersebut. Perhatian j u g a perlu diberikan pada orang- terutama pada anak di bawah 5 tahun."
orang yang melakukan perjalanan (wisatawan). Selain
mortalitas, diare pada dewasa memberikan konsekuensi
berupa hilangnya produktivitas untuk bekerja, sehingga PATOGENESIS
pemahaman tentang etiologi dan strategi penanganan
secara tepat sangat penting untuk dapat memberikan Proses terjadinya diare akut karena infeksi melibatkan
terapi yang rasional dan efektif. faktor penyebab infeksi atau kausal (agent) dan faktor
pertahanan tubuh pejamu (host). Faktor kausal meliputi
kemampuan dari agen penyebab diare untuk menembus
DEFINISI pertahanan tubuh pejamu, termasuk dalam hal ini adalah
jumlah kuman yang berinokulasi, bakteri seperti Shigella,
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi tinja yang Eschericia coli tipe enterohemaragika. Entamuba hanya
lembek biasanya disertai dengan peningkatan frekuensi membutuhkan kolonisasi 10-100 bakteria untuk dapat
dan apabila diukur berat feses lebih dari 200g perhari. m e n y e b a b k a n infeksi, s e m e n t a r a kuman Salmonella
Dinyatakan akut bila berlangsung kurang dari 14 hari, membutuhkan waktu untuk tumbuh lebih banyak dalam
dinyatakan persisten bila terjadi antara 14-28 hari dan makanan yang terkontaminasi sebelum akhirnya mencapai
kronik bila lebih dari 4 minggu.^ jumlah yang bermakna untuk dapat menyebabkan infeksi.^
Selain jumlah kuman, kemampuan untuk menempel
pada mukosa saluran cerna dan k e m a m p u a n untuk
EPIDEMIOLOGI berkompetensi dengan flora normal serta membentuk
koloni di mukosa j u g a merupakan faktor kausal yang
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun 2010, menyebabkan penyakit. Faktor lainnya adalah kemampuan

570
DIARE AKUT KARENA INFEKSI 571

untuk memproduksi toksin seperti enterotoksin, sitotoksin GEJALA DAN TANDA


dan neurotoksin. Enterotoksin yang paling banyak dijumpai
adalah pada kolera, di mana toksin yang dikeluarkan akan Bisa bersifat inflamasi atau noninflamasi. Diare noninflmasi
berikatan dengan reseptor di permukaan enterosit yang bersifat sekretorik [watery) bisa mencapai lebih dari 1 liter
akan meningkatkan siklik AMP di mukosa saluran cerna dan per hari. Biasanya tidak disertai dengan nyeri abdomen
akhirnya meningkatkan pelepasan CI- dan menurunnya yang hebat dan tidak disertai darah atau lendir pada
absorpsi Na + , sehingga menyebabkan diare. Demikian feses. Demam dapat dijumpai bisa juga tidak. Gejala mual
pula dengan E.coU yang memproduksi enterotoksi (LT dan muntah bisa dijumpai. Pada diare tipe ini penting
atau ST) menyebabkan diare dengan mekanisme yang diperhatikan kecukupan cairan karena pada kondisi yang
hampir sama namun melalui aktivasi siklik GMR Sitotoksin tidak terpantau dapat menyebabkan terjadinya kehilangan
seperti yang dihasilkan oleh Shigella dysentriae, Vibrio cairan yang mengakibatkan syok hipovolemik.
parahaemolyticus, Clostridium difficile mampu merusak Diare yang bersifat inflamasi bisa berupa sekretori
mukosa saluran cerna dan menyebabkan diare berdarah atau disentri. Biasanya disebabkan oleh patogen yang
bahkan sindrom hemolitik uremikum. Sedangkan yang bersifat invasif. Gejala mual, muntah disertai dengan
termasuk dalam neurotoksin adalah Bacillus cereus atau d e m a m , nyeri perut hebat dan tenesmus, serta feses
stafilokokkus yang biasanya juga menyebabkan muntah berdarah dan berlendir merupakan gejala dan tanda yang
karena toksin yang bekerja di sistem saraf pusat. dapat dijumpai.^
Sejumlah pertahanan tubuh pejamu yang dapat
menghindari terjadinya diare adalah flora normal saluran
cerna, keasaman lambung, motilitas usus, j u g a status ETIOLOGI*'
imun pejamu. Berbagai patogen penyebab infeksi seperti
virus, bakteri, parasit, dan jamur merupakan masalah pada Bakteri: Vibrio choleraeO T, V. cholerae 0139,
pasien AIDS. Mucosal immunity merupakan pertahanan V.parahemolyticus, E.coU, Aeromonas, Bacteroides frag His,
p e r t a m a y a n g p e n t i n g t e r h a d a p berbagai p a t o g e n Campylobacter jejuni, Salmonellae, Clostridium difficile,
penyebab diare.^ Shigella

Tabel 1. Gejala dan Tanda Diare Akut karena Infeksi Berdasarkan Kausal
Patogens
E.coli
Crypto- E. C.
Klinis Shigella Salmonella Campylobacter Vibrio Cyclospora ... Giardia ^ , ^. ., (Shiga
sporidium Hystolytica Difncile
toksin)
Nyeri perut +/- +/- +/- + +
Demam +/- +/- +/- + + Jarang
Mual munta + + +/- + + + +/- +
Heme (+) pada +/- +/- +/- +/- +
feses
Feses berdarah + + + +/- +/- +

Tabel 2. Sumber yang Berpotensi Tercemar dan Menyebabkan Diare Akut


Patogen Sumber
Salmonella (non typhoidal) Telur, daging, produk susu
Shigella 20% bersumber dari makanan, penularan bisa terjadi secara kontak langsung
manusia ke manusia
Campylobacter jejuni Unggas
Staphylococcus aureus. Bacillus cereus Tersering pada keracunan makanan. Pada B.cereus bisa disertai diare sekretorik.
Terjadi 6 jam setelah makan
Clostridium perfringens Keracunan makanan, diare sekretorik, terjadi 8-24 jam setelah makan
Vibrio cholerae 0^, 0139 Kerang, makanan mentah (sushi)
Eschericia coli 0157:H7 (EHEC) Daging setengah matang, air terkontaminasi
ETEC, EAEC Wisatawan
Clostridium difficile Pemakaian antibiotika (dalam 2 bulan terakhir)
Cryptosporidium, microsporidia, Isospora Belli* Pada pasien HIV, * juga pada wisatawan
Cyclospora, Giardia, Entamoeba hystolitica* Wisatawan, *kontak seksual
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Virus: Rotavirus, Adenovirus, Cytomegalovirus Rehidrasi Cairan


Pada keadaan awal dapat diberikan sediaan c a i r a n /
Parasit: Protozoa (Giardia, Cryptosporidium hominis
bubuk hidrasi peroral setiap kali diare. Komposisi larutan
Entamoeba hystolitica, Isospora Belli, Cyclospora, Blastocystis
peroral adalah 3,5g NaCI; 2,5g Na bikarbonat; 1,5g KCI;
hominis). Cacing (Strogyiloides stercoralis. Schistosomal)
20g Glukosa per Liter air. Pemberian hidrasi melalui
cairan infus dapat menggunakan sediaan berupa Ringer
Lactat ataupun NaCI isotonis. Koreksi bikarbonas ataupun
DIAGNOSrS
kalium perlu diperhitungkan secara tersendiri, mengingat
kedua cairan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis mengenai hal
kalium ataupun mengatasi asidosis apabila terjadi pada
berikut:^^
pasien.
1. Tanyakan gejala dan t a n d a y a n g sesuai d e n g a n
kemungkinan penyebab (non inflamasi atau inflamasi). Jumlah cairan yang akan diberikan dapat menggunakan

T e r m a s u k w a k t u t i m b u l d a n gejala kekurangan perhitungan dengan skor Daldiyono (lihat bahasan pada

cairan kolera) atau disesuaikan dengan banyaknya cairan yang


keluar dari tubuh yang dapat dinilai melalui perhitungan
2. Adanya kontak dengan sumber yang berpotensi
balans cairan saat pasien dirawat.
tercemar patogen penyebab diare
Rehidrasi harus dicapai secepat mungkin. Berdasarkan
3. Riwayat perjalanan, aktivitas seperti berenang, kontak
skor Daldiyono rehidrasi awal dicapai optimal dalam 2 jam
dengan orang yang sakit serupa, tempat tinggal, juga
pertama. Setelah itu pemberian cairan disesuaikan dengan
pola kehidupan seksual.
perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan kehilangan
4. Adanya riwayat pengobatan dan diketahui penyakit
pada saat 2 jam pertama tersebut. Bila tidak ada syok
lain seperti infeksi HIV
atau skor Daldiyono kurang dari 3 maka cairan dapat
Pemeriksaan fisik secara general tidak mengarah ke
diberikan per oral. Pemberian cairan selanjutnya adalah
diagnosis secara spesifik namun lebih untuk menilai status
sesuai perhitungan balans pasien.
hidrasi pasien. Termasuk pemeriksaan ada tidaknya tanda
bahaya seperti nyeri perut hebat terutama pada pasien
usia lanjut atau dengan kondisi imun menurun. Pengaturan Asupan Makanan
Pemberian asupan makanan diberikan secara normal,
Pemeriksaan Penunjang sebaiknya dalam porsi kecil namun dengan frekuensi
Darah: Darah perifer lengkap, Ureum, Kreatinin, Elektrolit yang lebih sering. Pilih makanan yang m e n g a n d u n g

( N a + , K + , CI-). Analisis Gas Darah (bila dicurigai ada mikronutrien dan energi (pemenuhan kebutuhan kalori

gangguan keseimbangan asam basa), Pemeriksaan toksin d a p a t d i b e r i k a n b e r t a h a p sesuai t o l e r a n s i p a s i e n ) .


Menghindari makanan atau minuman yang mengandung
(C. Difficile), antigen (f. Hystolitica)
susu karena dapat terjadinya intoleransi laktosa, demikian
Feses: analisis feses (rutin: lekosit di feses. Pemeriksan juga makanan yang pedas ataupun mengandung lemak
parasit: amoeba, hifa. Pemeriksaan kultur). yang tinggi.*"^
Pada kasus ringan, diare bisa teratasi dalam waktu
<24jam. Pemeriksaan lanjut diutamakan pada kondisi
P e m b e r i a n Terapi S i m t o m a t i k
yang berat seperti diare yang tidak teratasi sehingga
Pemberian antimotilitas seperti loperamid dengan
menyebabkan hipotensi, disentri, disertai demam, diare
dosis 4-6mg/hari pada dewasa diutamakan pada diare
pada usia lanjut, atau pasien d e n g a n kondisi imun
yang dialami oleh wisatawan bila bersifat ringan atau
yang rendah (HIV, pasien d e n g a n p e n g g u n a a n obat
sedang serta tidak ada kecurigaan suatu diare inflamasi.
kemoterapi).
Sebaiknya dihindari pada diare yang disertai darah dan
Tanda dehidrasi pada d e w a s a : Nadi >90x/menit,
m e r u p a k a n kontraindikasi pada diare y a n g disertai
hipotensi postural, lidah kering, mata cekung, penurunan
dengan nyeri perut.
turgor kulit.
Pemberian antisekretori seperti bismuth subsalisilat
dapat d i b e r i k a n d e n g a n dosis 2 t a b l e t y a n g boleh
diulang bila masih ada diare tidak lebih dari 8 tablet
PENATALAKSANAAN
per hari. Pemberian obat adsorbens seperti attapulgite,
activated charcoal dapat diberikan, efektivitas penggunaan
P e n a n g a n a n diare akut karena infeksi pada d e w a s a
probiotik masih menjadi perdebatan, suatu meta analisis
adalah dengan: 1. Rehidrasi cairan, 2. Pengaturan asupan
memperlihatkan bahwa penyembuhan lebih cepat pada
makanan, 3. Pemberian terapi simtomatik, 4. Pemberian
kelompok pasien dibandingkan kontrol.^
terapi definitif.^'^
DIARE AKUT KARENA INFEKSI 573

Pemberian Terapi Definitif^' PROGNOSIS


Shigellosis:
Pada pasien dewasa yang tidak mengalami keterlambatan
Ciprofloxacin 2x500mg selama 3 hari atau Kotrimoxazol
penanganan, sebagian besar kasus memiliki prognosis
2x960mg perhari selama 3 hari atau Ceftriaxon 1 gram
yang baik. Kematian bisa terjadi terutama pada kasus
perhari selama 5 hari. Pada pasien imunokompromais dapat
yang terjadi pada usia lanjut atau pasien dengan kondisi
diberikan antara 7-10 hari
imunokompromais dengan status dehidrasi berat saat awal
Salmonellosis (non typhoidal): didiagnosis atau dengan penyulit.
Ciprofloxacin 2x500mg selama 3 hari atau Kotrimoxazol
2x960mg perhari selama 5-7 hari atau Ceftriaxon. Dapat
diberikan lebih lama pada pasien imunokompromais REFERENSI
Kolera:
Aranda-Michel J, Giannella RA: Acute diarrhea: a practical review.
Tetrasiklin 4x500mg per hari selama 3 hari atau Doksisiklin Am J Med 1999;106:670.
3 x 1 0 0 m g sekali p e m b e r i a n atau Ciprofloxacin atau Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2011
Azitromisin
World Health Organization. Communicable diseases following
Amubiasis: natural disasters: risk assessment and priority intervention.
Geneva. WHO. 2006
Metronidazole 3x750mg selama 5-10 hari World Gastroenterology Organization Practice Guideline: Acute
diarrhea. 2008
Giardiasis: Harrison's Principles of Internal Medicine. 2007
Munsell MA, Ang GB, Donwitz M, Sears CL. Diarrhea. Dalam:
Metronidazole 250-750mg 3x perhari selama 7-10 hari Nilsson KR, Piccini JP. The Osier Medical Handbook. Second
edition. Philadelphia. Saunders Elsevier. John Hopkins
Campylobacter: University 2006;456-61
A z i t r o m i s i n 2 5 0 m g - 5 0 0 m g sehari s e l a m a 3-5 hari/ Setiawan B. Diare akut karena infeksi. Dalam: Sudoyo AW,
Setyohadi B, Alwi A, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku
Eritromisin 2x500mg selama 5 hari
ajar ilmu penyaki dalam. Edisi V, Jilid III. Jakarta. Interna
Eschericia coli: Publishing 2010 2837-42
K o t r i m o x a z o l 2 x 9 6 0 m g s e l a m a 3 hari/Ciprofloxacin Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, Thielman NM, et.al. IDSA
2x500mg selama 3 hari Practice Guidelines for the Management of Infectious
Diarrhea. CID 2001:32:331-48

KOMPLIKASI

Bila tidak teratasi bisa menjadi diare kronis (terjadi


sekitar 1 % pada diare akut pada wisatawan). Bisa timbul
defisiensi laktase, pertumbuhan bakteri di usus secara
berlebihan, sindrom malabsorpsi. Merupakan gejala awal
pada inflammatory bowel disease. Menjadi predisposisi
sindroma Reiter's atau sindroma hemolitik-uremikum.^

PENCEGAHAN

Meliputi:^
Menjaga kebersihan air, sanitasi makanan dari vektor
penyebar kuman seperti lalat, kebiasaan mencuci
tangan sebelum kontak dengan makanan.
• Mengkonsumsi makanan yang dimasak secara
matang.
Vaksinasi (terutama untuk wisatawan), namun belum
tersedia untuk semua patogen yang ada.
77
DISENTRI BASILER
Rizka Humardewayanti Asdie Nugroho, Harakati Wangi, Soebagjo Loehoeri

PENDAHULUAN Gamma Proteobacteria, order Enterobacteriales, family


Enterobacteriaceae, genus Shigella, species Shigella
Penyakit infeksi diperkirakan menyebabkan kematian 11 juta dysentriae. Secara morfologi bakteri shigella berbentuk
anak tiap tahunnya, 99% dari kematian ini terjadi di negara batang ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak
berkembang, dan 4juta diantaranya kematian terjadi pada 1 membentuk spora, bentuk cocobasil dapat terjadi pada
tahun pertama kehidupan. Diare akut merupakan manifestasi biakan muda. Shigella adalah fakultatif anaerob yang
salah satu penyakit infeksi dan penyebab kematian kedua dengan beberapa pengecualian tidak meragikan laktosa
di seluruh dunia. Diperkirakan bahwa setiap tahun 3,5 juta tetapi meragikan karbohidrat yang lainnya, menghasilkan
anak di bawah 5 tahun meninggal akibat diare, dan paling asam tetapi tidak menghasilkan gas, paling baik tumbuh
banyak terjadi di Afrika. Asia dan Amerika Latin. Menurut secara aerobic. Koloninya konveks, bulat, transparan dengan
Indeks Bank Dunia terhadap beban penyakit keseluruhan, pinggir-pinggir utuh mencapai diameter kira-kira 2 mm
pada tahun 1990 diare menyumbang kehilangan 7,3% total dalam 24 jam. Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan
DALYs {disability-adjusted life years), mendekati dua kalinya diferensial karena ketidakmampuannya meragikan laktosa.
yang disebabkan penyakit menular seksual termasuk HIV Shigella mempunyai susunan antigen yang kompleks.
dan tiga kalinya yang disebabkan malaria. Selain itu Bank Terdapat banyak tumpang tindih dalam sifat serologic
dunia menyebutkan bahwa diare selain menyebabkan berbagai spesies dan sebagian besar kuman ini mempunyai
mortalitas juga menyebabkan morbiditas dan malnutrisi. antigen O yang juga dimiliki oleh kuman enteric lainnya.
Dari sekian bakteri pathogen yang menyebabkan diare, Secara antigenic mirip dengan E. coli, shigella tidak memiliki
Shigella merupakan penyebab diare yang sering ditemukan, flagella dan antigen H. Antigen somatic O dari Shigella
terutama pada daerah dengan fasilitas sanitasi yang adalah lipopolisakarida. Kekhususan serologiknya tergantung
terbatas/jelek. Shigellosis dilaporkan terjadi pada 140 juta pada polisakarida. Terdapat lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi
kasus dengan 600.000 kematian setiap tahunnya, dimana Shigella didasarkan pada sifat-sifat biokimia dan antigenik.
60% terjadi pada anak di bawah 5 tahun. Genus ini dibagi menjadi empat spesies berdasarkan
reaksi biokimia dan antigen O spesifik, yaitu Shigella
dysentriae (serogroup A), Shigella flexneri (serogroup
DEFINISI B), Shigella boydii (serogroup C) dan Shigellla sonnei
(serogroup D). S. sonnei dibagi lagi menjadi 38 serotype.
Shigellosis adalah adalah infeksi akut usus yang disebabkan Shigella merupakan prototip bakteri pathogen yang dapat
oleh salah satu dari empat spesies bakteri gram negatif genus invasi dan bermultiplikasi di segala sel epithelial, termasuk
Shigella. Disentri basiler adalah diare dengan lendir dan darah sel target alaminya yaitu enterosit. S. dysentriae type 7
disertai dengan demam, tenesmus dan abdominal cramp. {Shiga bacillus) merupakan spesies pertama yang diketahui
memproduksi toksin Shiga yang poten.

ETIOLOGI
EPIDEMIOLOGI
Penyebab disentri basiler adalah Shigella sp. dari genus
Shigella, y a n g termasuk bakteri gram negatif dalam Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan
klasifikasi kingdom. Bacteria, phylum Proteobacteria, class manusia dan primata lainnya dimana sejumlah spesies

574
DISENTRI BASILER 575

m e n i m b u l k a n d i s e n t r i basiler. Di A m e r i k a S e r i k a t ditandai dengan angka serangan yang tinggi dan angka


dilaporkan sekitar 8-12 kasus per 100.000 populasi selama kematian yang tinggi pula, sebagai contoh di Bangladesh,
30 tahun. Di dunia, shigellosis tetap merupakan penyebab suatu epidemik yang disebabkan S. dysenteriae type 1
diare tersering baik di negara berkembang maupun di dikaitkan dengan angka kematian sebesar 4 2 % diantara
negara maju. Organisme ini sangat mudah ditransmisikan anak berusia 1 -4 tahun. Shigellosis juga sering menimbulkan
secara fekal oral, melalui kontak dari orang ke orang atau endemik dan 99% terjadi di negara berkembang dengan
melalui makanan dan minuman kontaminasi. Jumlah prevalensi yang tinggi, dimana kebersihan umum dan
kuman yang d i b u t u h k a n untuk dapat m e n i m b u l k a n kebersihan perseorangan jelek.
penyakit (dosis infeksi) sangat sedikit yaitu kurang dari Isolat S. flexneri lebih s e r i n g d i t e m u k a n p a d a
200 organisme. Angka serangan ulang pada anggota negara-negara maju, sedang S. sonnei lebih prevalen
keluarga mencapai 40%. pada daerah dengan ekonomi baik serta negara-negara
Insidensi dan penyebaran shigellosis berhubungan industri. Shigella juga dikaitkan sebagai kontributor utama
d e n g a n k e b e r s i h a n p e r s e o r a n g a n dan k e b e r s i h a n gangguan pertumbuhan anak di negara berkembang
komunitas. Di negara berkembang, shigellosis lebih banyak dikarenakan Shigellosis memberikan dampak j a n g k a
ditemukan pada anak-anak, dan di negara-negara dengan pendek dan jangka panjang gangguan nutrisi pada anak
kondisi infrastruktur sanitasi tidak bagus, dengan kondisi di daerah endemis. Kombinasi antara anoreksia, enteropati
pemukiman padatdan kondisi higiensi perseorangan jelek, eksudatif yang diakibatkan karena kerusakan mukosa
penyakit ini lebih mudah menyebar S. dysentriae type secara cepat akan mengubah status nutrisi penderita.
1 dapat menyebabkan kondisi yang berat yang disebut
dengan disentri basiler.
W H O m e m p e r k i r a k a n j u m l a h total kasus pada TRANSMISI
tahun 1996-1997 diperkirakan 165 juta dan 69%> kasus
terjadi pada anak kurang dari 5 tahun, dengan kematian S a l u r a n usus m a n u s i a m e r u p a k a n reservoar u t a m a
tiap t a h u n n y a d i p e r k i r a k a n a n t a r a 500,000 hingga Shigella, meskipun ditemukan pula pada primata yang
1.1 j u t a . Data tahun 2000-2004 dari 6 negara di Asia lebih tinggi. Karena penyebaran shigella ini paling besar
(Bangladesh, China, Pakistan, Indonesia, Vietnam, dan terjadi pada fase akut, maka bakteri ini secara efektif
Thailand) menunjukkan bahwa insidensi shigellosis masih ditransmisikan melalui fekal-oral, disamping itu dapat pula
stabil, meskipun angka kematiannya menurun, mungkin ditransmisikan melalui kontak orang ke orang, melalui
disebabkan karena membaiknya standar nutrisi. Bagaimana makanan dan minuman yang tercemar Selain itu shigella
pun j u g a penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol dapat pula ditransmisikan oleh lalat dan secara seksual.
menyebabkan risiko terbentuknya shigella yang resisten
terhadap antibiotik. Kejadian epidemik yang luar biasa
sering disebabkan oleh S. dysenteriae type 1, yang sering PATOGENESIS

Sel epitel

Aktivasi NF-kB
disebabkan oleh IL-IS penyebaran dari
dan aktivasi NLR intrase ular sel ke s€'

•P^JpaB sekresi
IL-8 C'^jPf^'tipeni
• IpaA
Disrupsi/perusakan
batas permeabilitas
epitel oleh PMN apoptosis makrofag

Invasi yang massif Aktivasi caspase-1 oleh IpaB


pada epitel bakteri yang bertahan
inisiasi fimbulnya inflamasi
IL-18
Gambar 1.
Sumber: Sansonetti, P And Bergounioux, J. Shigellosis In Anthony S. Fauci, Dennis L. Kasper,
Dan L. Longo, Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, J. Larry Jameson, Joseph Loscaizo,
Harrison's Infectious Diseases. 2010. McGraw Hill Companies)
576 ^ PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Ketahanan terhadap kondisi pH yang rendah menyebabkan mendorong membrane sejauh 20 pm kedalam sel yang
shigella b e r t a h a n melalui barrier l a m b u n g , hal ini berdekatan. Invasi ke enterosit sebelahnya membentuk
menjelaskan mengapa inokulum kecil (sebesar 100 cFU) proyeksi seperti j a r i , yang kemudian akan pinch off,
cukup menyebabkan infeksi. Diare air mendahului sindroma mengganti bakteri kedalam sel baru tetapi dikelilingi
disentri karena sekresi aktif dan reabsorbsi air abnormal, oleh membran ganda. Organisme kemudian melisiskan
efek sekretorik pada j e j u n u m s e p e r t i y a n g terlihat kedua membran dan dilepaskan ke dalam sitoplasma,
pada monyet yang terinfeksi. Purge awal ini mungkin bebas untuk memulai siklus baru.
disebabkan karena aksi kombinasi dari enterotoxin (ShET- Sitokin dilepaskan oleh sejumlah sel epitel intestinal
1) dan inflamasi mukosa. Sindroma disentri, ditandai yang terinfeksi yang menyebabkan kenaikan jumlah sel
dengan berak berdarah dan mukopurulen, merefleksikan imun (terutama lekosit polimorfonuklear) ke tempat
invasi mukosa. y a n g t e r i n f e k s i , y a n g a k a n m e n d e s t a b i l i s a s i barier
Sampai di usus halus, terjadi patogenik fundamental epitel, eksaserbasi inflamasi, dan menyebabkan colitis
yaitu invasi ke mukosa colon. Hal ini memicu respon a k u t y a n g s e s u a i d e n g a n shigellosis. Bukti t e r k i n i
inflamasi akut yang intensif dengan ulserasi mukosa dan menunjukkan beberapa sistem sekresi tipe III - efektor
pembentukan abses. Invasi dan penyebaran merupakan dapat mengkontrol perluasan inflamasi, sehingga
proses yang multipel dan bertahap, dan sama dengan memfasilitasi survival bakteri.
proses yang terjadi pada Shigella dan EIEC I. Proses perluasan sel ke sel secara radial membentuk
Patogenesis Shigella ditentukan terutama oleh virulensi ulkus fokal pada mukosa, terutama pada kolon. Ulkus
plasmid 214 kb terdiri atas 100 gen, yang mengkode 25 menambah komponen perdarahan dan menyebabkan
sistem sekresi tipe III yang memasuki membran sel inang Shigella untuk mencapai lamina propria, dimana mereka
agar efektor dapat transit dari sitoplasma bacterial ke membangkitkan respon inflamasi akut yang intensif.
dalam sitoplasma sel. Bakteri dapat menginvasi sel epitel Perluasan infeksi diluar lamina sangat jarang pada individu
intestinal dengan menginduksi uptake setelah melewati sehat. Diare akibat proses ini merupakan proses inflamasi,
barier epitel melalui sel M terdiri dari volume tinja yang sedikit terdiri atas leukosit,
Shigella melewati membran mukosa dengan memasuki eritrosit, bakteri dan lainnya yang memberikan gambaran
folikel pada sel M (sel epitel translokasi khusus di folikel disentri klasik.
epitel yang menutupi nodul limfoid mukosa) di usus halus, Beberapa Shigella menghasilkan toxin Shiga yang
yang sangat sedikit memiliki brush border absorptive yang berkontribusi t e r h a d a p derajat berat penyakit, dan
terorganisir. Shigella melekat secara selektif pada sel M toksin yang poten adalah toksin yang dihasilkan oleh S.
dan dapat transltosis melalui sel M ke dalam kumpulan sel dysenterlae tipe 1, karena menyebabkan mortalitas yang
fagosit. Bakteri didalam sel M dan makrofag fagositik dapat bermakna pada individu yang sebelumnya sehat. Toxin
menyebabkan kematian mereka dengan mengaktifkan Shiga dihasilkan oleh S. dysenterlae tipe 1 meningkatkan
kematian sel yang terprogram normal (apoptosis). Bakteri keparahan penyakit. Toxin shiga dan toxin Shiga-Uke,
dilepaskan dari sel M pada sisi basolateral enterosit dan m e r u p a k a n kelompok toxin protein A 1 - B 5 , s u b u n i t
mengawali proses invasi yang multiple dan bertahap yang B5 mengikat permukaan sel dan subunit A katalitik
diperantarai oleh antigen invasi (IpaA, IpaB, IpaC). mengekspresikan N-glikosidasi RNA pada ribosom RNA
Shigella m u d a h beradaptasi dengan lingkungan 28S. Hal ini menyebabkan inhibisi ikatan aminoacyl-
intraselular dan hal ini memberikan keunikan dalam tRNA terhadap subunit ribosom 60S dan menghentikan
proses infeksi. Meskipun pada awalnya bakteri dikelilingi secara keseluruhan biosintesis protein sel. Toxin Shiga
oleh vakuola fagositik, mereka dapat lepas dalam waktu ditranslokasi dari usus kedalam sirkulasi. Setelah mengikat
15 menit dan memasuki kompartemen sitoplasma sel reseptor globotrlaosylceramide pada sel target di ginjal,
inang. Dan secara cepat, mereka membentuk paralel toxin diinternalisasi oleh reseptor yang diperantarai oleh
dengan filament aktin sitoskeleteon dari sel dan memulai endositosis dan berinteraksi dengan subselular untuk
proses dimana mereka melakukan kontrol polimerisasi menghambat sintesis protein. Konsekuensi perubahan
monomer yang membuat fibril-fibril aktin. Proses ini patofisiologi ini berakibat sindroma hemolitik uremik.
membentuk ekor aktin pada mikroba, yang akan terlihat Karakteristik masuknya dan interaksi Shigella
d i d a l a m s i t o p l a s m a seperti komet. G a m b a r a n pada dengan elemen selular sangat miripi dengan Listeria
apparatus sitoskeletal ini memberikan shigella yang monocytogenes.
non motil tidak hanya bereplikasi di dalam sel tetapi
dapat bergerak secara efisien didalamnya. Bakteri akan
masuk ke dalam m e m b r a n sel i n a n g , y a n g terletak MANIFESTASI KLINIS
berdekatan dengan enterosit lain. Pada titik ini beberapa
shigella akan mengalami rebound, tetapi yang lain akan Manifestasi klinis dan keparahan shigellosis tergantung
577

pada spesies yang menginfeksi, usia, status nutrisi, dan DIAGNOSIS


status imunologi p e n j a m u . Shigellosis secara tipikal
berkembang melalui 4 fase yaitu fase masa inkubasi, D i a g n o s i s spesifik i n f e k s i shigella adalah dengan
watery diarrhea, dysentery, dan fase post infeksi. Gejala mengisolasi organisme tersebut dengan pemeriksaan
shigellosis secara tipikal dimulai 24-72 j a m setelah kuman kultur feses atau apus rectal. Pada beberapa negara tropik
ini tertelan dengan demam dan malaise, diikuti dengan uji mikrobiologis tidak tersedia, diagnosis didasarkan
diare yang pada awalnya adalah watery diare secara cepat pada gambaran klinis dan uji laboratorium sederhana.
berkembang menjadi diare dengan mukus dan darah Gambaran klinis, laboratorium dan pemeriksaan feses
yang merupakan karakteristik dari infeksi shigella, disentri antara shigellosis dan amubiasis adalah berbeda. Onset
ditandai dengan diare sedikit-sedikit dengan darah dan penyakit yang cepat sebelum masuk rumah sakit, demam
lendir disertai dengan tenesmus, kram perut dan nyeri tinggi dan lekosit yang banyak di feses (>50 netrofil per
saat akan defekasi, sebagai akibat inflamasi dan ulcerasi lapang pandang) sangat menyokong ke arah shigellosis
mukosa kolon dan proktitis. Pada pemeriksaan endoskopi sedang pemeriksaan apus feses secara mikroskopik infeksi
akan didapatkan edema dan perdarahan mukosa dengan £ Histolytica akan menunjukkan trofozoit eritrofagositik
ulserasi dengan eksudasi membentuk pseudomembran. dengan beberapa sel PMN pada infeksi. Jika tidak tersedia
Luasnya lesi ini berkorelasi dengan jumlah dan frekuensi sarana pemeriksaan mikroskopik atau biakan, maka pasien
diare, serta k e h i l a n g a n protein melalui m e k a n i s m e dengan klinis shigellosis harus dicurigai shigellosis dan
eksudasi tersebut. diberi terapi empirik untuk shigellosis.
Tidak semua infeksi shigella akan menyebabkan Tetapi karena shigellosis sering hanya memberi gejala
disentri, ditentukan oleh jenis dan virulensi strain yang watery diarrhea, maka pencarian isolat S^/^e/Zo diperlukan.
menginfeksi. Pasien dengan infeksi S. so/ine/tidak pernah Baku emas untuk diagnosis infeksi Shigella adalah dapat
berkembang menjadi disentri, disentri akan terjadi jika mengisolasi dan mengidentifikasi pathogen tersebut dari
terinfeksi S. dysentriae tipe 1. feses. Salah satu kesulitan terutama di daerah endemik
Pada infeksi Shigella dapat tidak ditemukan muntah adalah fasilitas laboratorium yang tidak tersedia, dan
maupun tanda dehidrasi yang berat sebagai manifestasi sering kali kuman ini hilang selama transportasi, adanya
klinisnya, dikarenakan pada shigellosis, lambung dan usus perubahan suhu dan p H . Bila media penyubur tidak
halus tidak terlibat, meskipun demikian dapat ditemukan tersedia, media buffered glycerol saline atau Cary-Blair
tanda dehidrasi ringan atau s e d a n g sebagai akibat medium dapat digunakan, tetapi inokulasi secara cepat
kehilangan cairan lewat diare, peningkatan insensible ke dalam media isolasi sangat penting. Kemungkinan
water loss akibat demam, dan penurunan asupan makan dapat mengisolasi kuman lebih tinggi pada feses yang
dan minum. Sebaliknya proktitis yang terjadi dapat berat mengandung darah atau mukus, dibandingkan dengan
hingga menimbulkan prolaps recti, terutama pada anak apus rektal. Kultur darah positif pada < 5% kasus dan hanya
kecil dengan infeksi S. dysentriae tipe 1 atau infeksi S. dilakukan jika pasien memberi gambaran sepsis berat.
sonnei. Selain itu akibat inflamasi yang berat dapat pula Untuk proses lebih lanjut, penggunaan beberapa media
menimbulkan megakolon, dan dapat terjadi bakteremia digunakan untuk meningkatkan isolasi kuman seperti media
pada pasien imunokompromis dan malnutrisi. yang non selektif seperti bromocresol-purple agar lactose;
Jika terjadi sindroma hemolitik uremik, maka pasien media dengan selektifitas rendah seperi MacConkey atau
akan tampak pucat, lemah, gelisah, pada beberapa kasus eosin methylene blue; dan media dengan selektifitas tinggi
dengan perdarahan gusi, hidung, oliguri dan edema. Pada seperti Hektoen, Salmonella-Shigella (SS), atau xylose-lysine-
sindroma hemolitik uremik gejala yang terjadi berupa trias deoxycholate agar yang dapat menghambat pertumbuhan
yaitu anemia, dimana proses yang mendasari adalah non flora normal secara fakultatif (seperti £ coli, Klebsiella). Pada
imun (uji coombs negative), trombositopenia, dan gagal agar Hectoen enteric atau agar Salmonella-Shigella, baik
ginjal akut akibat trombosis kapiler glomerulus. Anemia Salmonella atau Shigella gagal merubah warna indikator
yang terjadi bisa berat dengan gambaran darah tepi pH agar karena tidak dapat memfermentasi laktosa,
nya menunjukkan adanya fragmentasi sel darah merah sehingga harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
(schizocytes), kadar laktat dehidrogenase dalam serum melakukan subkultur pada agar triple sugar Iron (TSI) atau
tinggi, dengan peningkatan retikulosit. Gagal ginjal terjadi agar Kligler iron (KIA).
pada 55-70% kasus, Dapat terjadi leukemoid reaction Setelah diinkubasi 2-18 j a m pada 37°C pada media
dengan lekosit dapat mencapai SO.OOO/pL agar Hectoen, SS atau xylose-lysine-deoxycholate tersebut,
Kebanyakan gejala shigellosis ini akan membaik sendiri shigella tampak sebagai koloni yang tidak memfermentasi
tanpa terapi dalam waktu 1 minggu, tetapi dengan terapi l a k t o s a , 0 . 5 - 1 mm d e n g a n p e r m u k a a n y a n g halus,
yang tepat, maka proses penyembuhan terjadi dalam convek/cekung dan transluncen. Koloni yang dicurigai
beberapa hari saja dan tanpa ada gejala sisa. pada media non selektif atau media dengan selektivitas
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

rendah dapat dikultur pada media dengan selektifitas atau metabolik (hipoglikemia, hiponatremia, dehidrasi).
tinggi sebelum dilakukan identifikasi lebih lanjut atau Bakteremia sering dilaporkan terjadi pada anak dengan
dapat diidentifikasi secara sistem standard komersial malnutrisi, pasien HIV dan pasien dengan gangguan
yang didasarkan pada glukosa positif (biasanya tanpa pada sistem innate daya tahan tubuh. Megakolon toksik
produksi gas), laktosa negatif, H2S negatif dan tidak disebabkan karena proses inflamasi yang berat hingga
bergerak/non motil. Keempat serogup Shigella (A-D) otot polos usus besar mengalami paralisis dan dilatasi.
dapat dibedakan dengan karakteristik tambahan, tetapi Pasien dengan megakolon akan mengalami distensi dan
pendekatan ini membutuhkan waktu lebih lama dan nyeri tekan abdomen dengan atau tanpa tanda peritonitis.
melalui proses identifikasi yang sulit, sehingga setelah Pemeriksaan foto abdomen ditandai dengan pembesaran
diagnosis presumtif maka penggunaan metode serologi kolon transversum (dengan distensi paling besar terjadi
seperti slide agglutination- dengan antisera spesifik untuk di kolon ascenden dan descenden). Pneumatosis coli
grup dan tipe harus dipertimbangkan. Antisera spesifik dapat pula ditemukan. Jika terjadi perforasi akan tampak
grup tersedia di pasaran untuk antisera spesifik tipe gambaran pneumoperitoneum pada foto abdomennya.
jarang didapatkan dan terbatas sebagai referensi laborat Komplikasi lain adalah sindroma hemolitik uremik,
karena mahal. yaitu suatu mikroangiopati trombotik yang ditandai
Teknik yang lebih canggih untuk diagnosis infeksi dengan anemia hemolitik, trombositopenia dan gagal
shigella telah dikembangkan seperti pengecatan antibodi ginjal oligurik. Sindroma hemolitik uremik sering terjadi
fluoresens S. dysentriae tipe 1, yang memiliki sensitivitas pada infeksi S. dysentriae tipe 1 dan biasanya terjadi
9 2 % dan spesifitas 9 3 % , isolasi immunomagnetik diikuti 1-5 hari setelah disentri mereda atau menghilang. SHU
dengan PCR, antibodi monoklonal untuk identifikasi ini diduga karena toksin Shiga yang diproduksi oleh S.
dan isotope- or enzyme labelled DNA probes untuk dysenterlae type 1.
petanda spesifik virulensi shigella. Hingga sekarang Komplikasi sistemik infeksi shigellosis lainnya adalah
ini belum tersedia uji diagnosis cepat untuk shigella, kejang umum yang dapat terjadi pada beberapa pasien
kecuali pemeriksaan /"mmunoossoy untuk toksin shiga. Uji terutama pada anak-anak. Kejang lebih sering ditemukan
serologis antibodi berguna untuk penelitian epidemiologis pada infeksi S. sonnei, selain itu pasien shigellosis dapat
bukan untuk diagnosis penyakit pada daerah endemik mengalami penurunan kesadaran bahkan dapat koma.
dimana sebagian besar populasinya seropositif akibat P e n u r u n a n k e s a d a r a n ini d a p a t d i s e b a b k a n karena
paparan sebelumnya. gangguan metabolik hipoglikemia dan hiponatremia.
H i p o g l i k e m i a terjadi a k i b a t k e l a p a r a n dan r e s p o n
glukoneogenik yang tidak adekuat. Hiponatremia sering
DIAGNOSIS BANDING ditemukan pada disentri, disebabkan karena hilang akibat
diare dan sekresi hormon antidiuretik dalam jumlah yang
Diagnosis banding pasien dengan sindroma disentri tidak sesuai dengan kadar natrium dalam serum. Yang
tergantung pada klinis dan lingkungan. Pada negara dipicu oleh hipoalbumin dan penurunan tekanan onkotik
berkembang diare infeksius yang disebabkan invasi bakteri intravaskular.
patogen seperti Salmonella enteritidis, Campylobacter Selain itu shigellosis j u g a dapat memberi dampak
jejuni, Clostridium difficile, (Yersmia enterocolitica) atau pada nutrisi terutama pada anak-anak, seperti yang telah
parasit {Entamoeba histolytica) harus dipertimbangkan disebutkan di atas disamping karena konsekuensi akibat
sebagai diagnosis banding shigellosis dan hanya dengan pelepasan sitokin pada proses inflamasi akan menimbulkan
pemeriksaan bakteriologis dan parasitologis feses dapat katabolisme protein otot, gangguan prioritas sintesis
dibedakan penyebab kuman patogen. protein serta penurunan asupan nutrisi karena anoreksia.
Inflammatory bowel disease, seperti Crohn's disease Selain itu penderita kehilangan protein usus akibat
atau kolitis ulseratif harus dipertimbangkan sebagai kematian sel epitel usus, ulserasi dan transudasi serum
diagnosis banding shigellosis di negara-negara industri, ke dalam lumen usus dimana kesemuanya menyebabkan
karena kemiripan gejala, anamnesis yang membedakannya keseimbangan nitrogen negatif.
dengan shigellosis biasanya adalah riwayat bepergian di Komplikasi fase post infeksi akibat imunologis seperti
daerah endemik. arthritis reaktif {Reiter's syndrome) dapat terjadi beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah shigellosis, terutama
pada pasien dengan histocompatibility antigen HLA-B27.
KOMPLIKASI Sekitar 3% penderita yang terinfeksi S. flexneri dapat
mengalami sindrom Reiter dengan arthritis, inflamasi
Komplikasi utama pada shigellosis adalah komplikasi pada okuler dan uretritis - suatu kondisi yang dapat dialami
usus (megakolon toksik, perforasi usus dan prolaps rektum) selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun karena
I

DISENTRI BASILER 579

sulit diobati. Arthropathy post infeksi hanya terjadi setelah resistensi. Kloramfenikol dan tetrasiklin sudah tidak efektif
terinfeksi S. Flexneri. untuk shigellosis. Dengan alasan yang sama kotrimoksasol,
dan ampisilin sudah tidak efektif untuk terapi shigellosis
di negara-negara maju. Beberapa obat (seperti cefiksim)
PENATALAKSANAAN secara invitro efektif terhadap shigella tetapi secara invivo
tidak efektif, sehingga pilihan untuk infeksi shigella untuk
Antibiotik merupakan ujung tombak terapi shigellosis. daerah tropis terbatas seperti yang dapat dilihat pada
Tanpa pemberian antibiotika yang efektif maka kematian tabel 1.
akibat infeksi shigella terutama S. dysentriae tipe 1 dapat Di US direkomendasikan bahwa setiap kasus shigellosis
mencapai lebih dari 10% terutama pada anak-anak dan harus diobati dengan antibiotik. Pilihan utama adalah
usia lanjut. Di negara maju meskipun infeksi S. sonnei ciprofloksasin. Sejumlah obat diuji dan efektif untuk sh(ge//o
biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri, Infeksi oleh seperti ceftriakson, azitromisin, pivmecillinam dan generasi
spesies shigella apapun dapat menyebabkan kematian ke lima quinolon. Meskipun infeksi oleh shigella non
pada pasien malnutrisi atau imunokompromis. Pemberian dysentriae pada imunokompeten diberikan terapi antibiotik
antibiotik dalam waktu 72 j a m setelah gejala muncul selama 3 hari, direkomendasikan terapi antibiotik karena
tidak hanya menghilangkan gejala disentri tetapi juga infeksi S. dysenteriae diberikan selama 5 hari dan diberikan
mencegah komplikasi lebih lanjut, serta memperpendek selama 7-10 hari pada pasien imunokompromis.
masa ekskresi mikroorganisme tersebut.
Pasien yang dicurigai disentri basiler dan shigellosis Rehidrasi dan Nutrisi
d i b e r i k a n antibiotik empiris terlebih dahulu sambil Infeksi shigella j a r a n g m e n y e b a b k a n dehidrasi yang
menunggu hasil uji biakan kuman dan uji sensitifitasnya. bermakna. Kasus yang membutuhkan rehidrasi secara
Pada prinsipnya pemilihan antibiotik di negara berkembang agresif j a r a n g d i j u m p a i . Rehidrasi d i b e r i k a n secara
harus mempertimbangkan juga ketersediaan antibiotik, peroral, kecuali pasien dalam keadaan koma. Karena
biaya, pola resistensi di komunitas. Jika setelah diberikan ORS [Oral Rehydration Solution) terbukti efektif maka
antibiotik empiris penderita tidak membaik dalam 48 jam, WHO dan UNICEF merokemendasikan cairan standard
maka harus diperkirakan kuman shigella tersebut resisten, hipoosmoler dengan osmolaritas 245 mOsm/L (natrium
atau terinfeksi dengan organisme lainnya, dan terapi harus 75 mmol/L; chlorida 65 mmol/L; glukosa (anhydrous) 75
diganti dengan alternatif antibiotik lainnya. mmol/L; kalium 20 mmol/L; sitrat 10 mmol/L). Karena pada
Sejak pertengahan tahun 1960an, kenaikan resistensi shigellosis - sebagai penyebab penyakit diare akut infeksius
terhadap beberapa antibiotik merupakan faktor yang tersering - transport natrium ke glukosa atau larutan
mempengaruhi pilihan terapi. Penyebaran klonal strain lainnya sebagian besar tidak terpengaruh, maka ORS
dan transfer secara horizontal terutama melalui plasmid merupakan cara termudah dan efisien untuk rehidrasi.
dan t r a n s p o s o n b e r k o n t r i b u s i t e r h a d a p resistensi Nutrisi harus diberikan sesegera mungkin setelah
berbagai macam antibiotik. Pilihan terapi untuk shigellosis rehidrasi awal selesai. Pemberian makan adalah aman,
di n e g a r a - n e g a r a tropis terbatas karena m u n c u l n y a dapat ditoleransi dan secara klinis menguntungkan.

Tabel 1. Agen Antimikroba untuk Infeksi Shigella


Dosis Lama terapi
Agen Frekuensi# Catatan
Dewasa (mg) (hari)
Strain S. dysentriae tipe 1 banyak yang
Asam Nalidiksik 500 4 X sehari
resisten
Pivamdinocillin 400 4 X sehari Tidak banyak tersedia di luar US
Fluoroquinolon 2 X sehari Tidak direkomendasikan untuk anak-anak
500 mg hari pertama, diikuti Belum ada penelitian yang dilakukan pada
Azitromisin 1x sehari
250 mg hari berikutnya anak-anak
Tri m e t o p r i m 160 mg trimetoprim-800 mg Strain S. dysentriae tipe 1 dan S. flexneri
sulfametoksasol sulfametoksasol 2x sehari banyak yang resisten
Strain S. dysentriae tipe 1 dan S. flexneri di
Ampisilin 500 mg 4x sehari negara tropis banyak yang resisten

*Ciprofloksasin 500 mg, norfloksasin 400mg, dan enoksasin 200 mg


# single dose dengan ciprofloksasin 1 gram, atau norfloksasin 800 mg efektif untuk infeksi non S. dysentriae tipe 1
580 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Terapi Non Spesifik Dupont H.L. Shigella Species (Bacillary Dysentery) in Gerald
L Mandell, John E. Bennett, & Raphael Dolin. Principles
Pemberian agen antimotilitas memberi dampak
and Practice of Infectious Diseases, 6th ed. Volume 1. 2005
memperpanjang demam pada relawan dengan s/7/ge//os/s, Churchill Livingstone, An Imprint of Elsevier.
dan karena dicurigai meningkatkan risiko toksik megakolon Jawetz, E., 1995, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, edisi 16,
dan SHU pada anak dengan infeksi strain £ coli yang 303-306, EGC, Jakarta
Kate Stout, Collette Hendler, Joanne Bartelmo. Lippincott's
menghasilkan toksin Shiga, maka pemberian antimotilitas Clinical Guide Infectious Diseases. 2011, Lippincott William
tidak dianjurkan pada kasus diare dengan darah. & Wilkins, China, pp 357-62.
Keusch, G.T., Kopecko, D. J. Shigellosis in Richard L. Geurrant,
David H. Walker, Peter F.Weller (editors). Tropical Infectious
Penatalaksanaan Komplikasi
Diseases: Principles, Pathogens & Practice. 2nd ed. Vol. 1.
Tidak ada konsensus mengenai penanganan terbaik untuk Elsvier. Pp 255-62
megacolon toksik. Pasien harus dinilai berulang kali oleh Parsot, C. Shigella spp. and enteroinvasive Escherichia coli
kedua tim baik tim medis maupun tim bedah. Anemia, pathogenicity factors. FEMS Microbiology Letters 252 (2005)
11-8
dehidrasi dan kehilangan elektrolit (terutama hipokalemia) Ryan, K. J. Enterobacteriaceae in Kenneth J Ryan, C. George Ray
dapat menyebabkan atonia kolon dan harus dikoreksi. (editors). Sherris Medical Microbiology. 2004. McGraw Hill
Aspirasi nasogastrik dapat membantu mengempiskan Companies. Pp 357-62
Sansonetti, P And Bergounioux, J. Shigellosis In Anthony S.
kolon. Terapi parenteral tidak terbukti menguntungkan. Fauci, Dennis L. Kasper, Dan L. Longo, Eugene Braunwald,
Demam yang masih menetap selama 48-72 j a m sangat Stephen L. Hauser, J. Larry Jameson, Joseph Loscaizo
mungkin disebabkan adanya perforasi setempat atau (editors). Harrison's Infectious Diseases. 2010. McGraw Hill
Companies. Pp 531-5
abses. Kebanyakan penelitian menganjurkan kolektomijika
Sansonetti , P. J. Microbes and Microbial Toxins: Paradigms
setelah 48-72 jam distensi kolon menetap. Tetapi banyak for Microbial-Mucosal Interactions III. Shigellosis: from
pula klinisi yang merekomendasikan meneruskan terapi symptoms to molecular pathogenesis. Am J Physiol
medis hingga 7 hari jika secara klinis pasien membaik Gastrointest Liver Physiol 280: G319-G323, 2001
Schroeder, G, N. and Hilbi, H. Molecular Pathogenesis of Shigella
meskipun megakolon menetap tanpa perforasi. Perforasi spp.: Controlling Host Cell Signaling, Invasion, and Death by
usus memerlukan tindakan bedah. Type III Secretion. Clinical Microbiology Reviews, Jan. 2008,
Prolaps rectum diterapi sesegera mungkin. Dengan p. 134-156 Vol. 21, No. 1
Shetty, N. Gastroenteritis in N. Shetty, J.W. Tang, J. Andrews
menggunakan sarung tangan bedah atau dengan baju
(editors). Infectious Disease: Pathogenesis, Prevention, and
y a n g lembut hangat dan basah, pasien pada posisi Case Studies. 1st ed. A John A John Wiley & Sons, Ltd.,
knee-chest position, rectum yang prolaps dimasukkan Publication. 2009, pp212-37
kembali secara pelan-pelan. Jika mukosa usus terlihat Southwick, F. Gastrointestinal and Hepatobiliary Infections in
Frederick S.Southwick (editor) Infectious Diseases A Clinical
membengkak, dapat dikurangi secara osmotic dengan Short Course, 2nd ed McGraw-Hill Companies. Inc. pp
menempelkan suatu alat yang di beri cairan magnesium 190-200
sulfat yang hangat. Prolaps recti dapat kembali relaps. SHU Sur D., Ramamurthy, T., Deen, J. & Bhattacharya, S. K. Shigellosis:
challenges & management issues. Indian J Med Res 120,
harus diterapi dengan restriksi cairan termasuk menyetop
November 2004, pp 454-62.
ORS dan suplemen kaya kalium. Hemofiltrasi biasanya Torres, G. A. Current aspects of Shigella pathogenesis. Rev
dibutuhkan pada kasus ini. Latinoam Microbiol 2004; 46 (3-4): 89-97

PENCEGAHAN

Pada negara berkembang dimana sanitasi masih buruk


dan persediaan air bersih belum bagus, maka perbaikan
sistem sanitasi dan peningkatan penyediaan air bersih
sangat penting untuk mencegah penyebaran bakteri ini
di komunitas, selain cuci tangan. Sedang di negara maju,
dimana sanitasi dan penyediaan air bersih sudah bagus
maka pencegahan yang paling bagus adalah dengan cuci
tangan. Cuci tangan setelah defekasi atau membersihkan
feses anak, serta sebelum mengolah/menyajikan makanan
sangat direkomendasikan. Hingga saat ini belum ada
vaksinasi untuk shigella baik secara peroral maupun
intravena yang tersedia.

REFERENSI
I
78
ROTAVIRUS
Niniek Budiarti Burhan, Dewi I

PENDAHULUAN Norwalk, astrovirus, adenovirus enterik dan yang jarang


torovirus, coronavirus, picornavirus dan pestivirus."
Diare m e r u p a k a n p e n y e b a b t e r p e n t i n g terjadinya Rotavirus merupakan penyebab utama diare berat
angka kesakitan dan kematian pada semua usia dan di pada bayi dan anak-anak, dan merupakan satu dari
seluruh dunia. Pada diare ringan sampai sedang dapat beberapa virus yang menyebabkan infeksi sering disebut
menghambat pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan pada flu perut, meskipun tidak berhubungan dengan influenza.^
diare yang lebih berat dapat menyebabkan penderita Gastroenteritis akibat Rotavirus dapat menyebabkan
dirawat di rumah sakit, komplikasi yang serius seperti dehidrasi berat.^ Merupakan penyebab utama terjadinya
sindrom Guillain Barre dan hemolitik uremik dan kematian kematian pada anak-anak di negara berkembang dan
pada beberapa kasus.^ menyebabkan anak-anak di negara industri mendapatkan
Selain itu diare j u g a merupakan penyebab utama perawatan di rumah sakit, termasuk di Amerika Serikat.
kematian pada anak-anak di seluruh dunia. Menurut data Pada usia tua, terutama dengan kondisi kesehatan lemah,
WHO diare menyebabkan 4-6 juta kematian penduduk j u g a merupakan risiko terjadinya komplikasi berat dan
dunia tiap tahun, terutama berbahaya bagi bayi dan kematian akibat gastroenteritis akut. Pada pasien dewasa
anak-anak. Diperkirakan terdapat 1,4 juta kejadian diare muda yang sehat, gastroenteritis akut jarang fatal tetapi
pada anak-anak yang terjadi saat usia kurang dari 5 tahun. meyebabkan biaya kesehatan dan sosial yang besar,
Terdapat banyak penyebab diare, termasuk bakteri, parasit termasuk hilangnya waktu bekerja.^
dan virus. Dengan berbagai macam penyebab diare Terapi rehidrasi oral dapat berhasil pada anak-anak
tersebut, sangat sulit untuk mengetahui penyebab diare yang masih dapat minum, tetapi diperlukan penggantian
dengan tepat pada masing-masing individu dikarenakan cairan melalui infus pada pasien dehidrasi berat atau
keterbatasan pemeriksaan laboratorium pada banyak yang tidak dapat diberikan terapi oral karena sering
negara berkembang.^ muntah. Penggunaan probiotik, subsalisilat bismuth,
Gastroenteritis viral adalah infeksi usus yang penghambat enkephalinase dan nitazoxanide sebagai
disebabkan oleh beberapa virus yang berbeda. Sangat terapi telah diteliti tetapi belum diketahui secara jelas.
menular, gastroenteritis viral merupakan penyakit kedua Antibiotik dan antimotilitas harus dihindari. Pada anak-
terbanyak di A m e r i k a Serikat. M e n y e b a b k a n j u t a a n anak dengan immunocompromised dan infeksi rotavirus
kasus diare tiap tahunnya. Setiap orang dapat terinfeksi kronik, pemberian immunoglobulin oral atau kolostrum
gastroenteritis viral dan sebagian besar sembuh tanpa dapat meringankan gejala, tetapi pemilihan obat beserta
timbul komplikasi. Gastroenteritis viral dapat menjadi dosisnya belum diteliti lebih lanjut.^
serius ketika penderita tidak dapat Intake cairan yang Perbedaan epidemiologi rotavirus dan prevalensi
mencukupi untuk mengganti cairan yang hilang saat yang lebih besar terjadinya ko-infeksi dengan patogen
muntah dan diare, terutama pada bayi, anak-anak, manula usus lainnya, komorbiditas dan malnutrisi pada negara
dan penderita dengan status imun rendah.^ berkembang dapat mengurangi efek vaksin rotavirus. Oleh
Virus merupakan 30-40% penyebab diare infeksius karena itu, sebelum diberikan rekomendasi pemberian
di Amerika Serikat. Termasuk dalam kelompok ini adalah vaksin, penting untuk mengevaluasi efikasi vaksin rotavirus
rotavirus, calicivirus - termasuk norovirus seperti virus pada negara miskin di Afrika dan Asia*

581
582 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Walaupun kebanyakan diare sembuh dengan Infeksi yang terjadi pada negara berkembang terjadi
sendirinya dan dehidrasi dapat dikendalikan dengan terapi pada usia yang lebih muda, jarang musiman, dan hasil
rehidrasi oral, akan lebih baik apabila dapat mencegah akhir sering terjadi kematian, sering disebabkan oleh
terjadinya diare, terutama mencegah timbulnya serangan strain virus yang berbeda.^ Penyebab utama terjadinya
yang berat yang dapat menimbulkan komplikasi berat atau kematian pada anak-anak di negara berkembang, sekitar
kematian. Meskipun beberapa strategi pencegahan seperti 2 juta kematian per tahun dan menyebabkan 10-12%
perbaikan kualitas air dan sarana sanitasi dapat diterapkan anak-anak di negara industri mendapatkan perawatan di
dan tanpa perlu mengetahui dengan pasti penyebab diare, rumah sakit.^
cara pencegahan lainnya seperti pemberian vaksin j u g a Rotavirus A, dilaporkan 90% gastroenteritis rotavirus
dapat memberikan pencegahan yang lebih baik.^ pada manusia, menimbulkan endemi di seluruh dunia.
Laki-laki lebih banyak di rawat di rumah sakit daripada
wanita. Di daerah bersuhu dingin, rotavirus sering timbul
DEFINISI terutama pada musim dingin, tetapi pada daerah tropis
muncul sepanjang tahun; perbedaan ini disebabkan oleh
Gastroenteritis viral adalah infeksi intestinal yang disebabkan perubahan suhu dan kelembaban.^
oleh beberapa virus berbeda yang sangat menular.^

PATOGENESIS
EPIDEMIOLOGI
Perjalanan Penyakit
Timbul di seluruh dunia, tersering pada anak-anak usia
Infeksi rotavirus sering mengikuti pola endemik, terutama
3-5 tahun.^'^ Infeksi neonatal seringkali asimptomatik
di daerah tropis, meskipun mencapai puncaknya pada
atau ringan, terutama karena adanya proteksi antibodi
cuaca dingin. Virus ditransmisikan melalui rute fekal-
ibu atau menyusui. Infeksi pertama setelah usia 3 bulan
oral dan dapat bertahan pada feses sampai 3 minggu
seringkali menimbulkan gejala dan insiden penyakit
pada infeksi berat. Pada saat terjadi wabah (pada pusat
mencapai puncaknya pada anak-anak usia 4-23 bulan.
pelayanan), virus tersebut banyak terdapat di mana-
Sering timbul infeksi ulangan, tetapi tingkat keparahan
mana dan infeksi yang kedua timbul antara 16% dan 30%
penyakit menurun dengan adanya infeksi yang berulang.^
(termasuk pada rumah tangga)."

G a m b a r 1. P e r k i r a a n d i s t r i b u s i g l o b a l 8 0 0 . 0 0 0 k e m a t i a n di s e l u r u h d u n i a a k i b a t diare r o t a v i r u s .
Tiap titik menandakan 500 kematian.'
ROTAVIRUS 583

Gambar 2. Patogenesis dan mekanisme replikasi rotavirus^"

Keterangan Gambar:
1. Virus menennpel pada reseptor host melalui VP4 dan dilakukan endositosis ke dalam vesikel di sel inang.
2. Partikel virus hanya dilapisi sebagian dalam endolisosom (kehilangan VP4-VP7 sebagai lapisan luar), dan penetrasi ke dalam
sitoplasma.
3. Transkripsi awal gen oleh enzim polymerase virus yang timbul di dalam sehingga membentuk partikel dua lapis (double-layered,
DLPs), sehingga dsRNA tidak pernah bersinggungan dengan sitoplasma. RNA (+) menekan sitoplasma dan menyediakan cetakan
bagi sintesis protein virus.
4. Inti sel baru dengan aktivitas replikase diproduksi dalam pabrik virus (juga disebut viroplasma). Menandakan pembentukan pelengkap
RNA (-) dan awal proses morfogenesis virus.
5. Transkripsi akhir terjadi pada inti sel baru ini.
6. Pada batas luar pabrik virus, inti sel dilapisi oleh VP6, membentuk DLPs imatur yang puncaknya melewati membran retikulum
endoplasmik, mendapat membran lemak sementara yang akan dimodifikasi dengan glikoprotein retikulum endoplasmik NSP4 dan
VP7; partikel pembungkus yang mengandung VP4. Partikel ini bergerak menuju bagian dalam retikulum endoplasmik, lapisan lemak
sementara dan protein non struktural NSP4 hilang, sedangkan protein permukaan VP4 dan VP7 akan menyusun kembali lapisan
protein virus terluar, menghasilkan partikel tiga lapis yang matang dan infeksius.
7. Virion matang dilepaskan mengikuti kematian sel dan berhubungan dengan kerusakan membran plasma sel inang.

Mekanisme patogenesis dan imunitas rotavirus belum selama transitosis dalam enterosit. Pada langkah 4, sel T
sepenuhnya dipahami dan terdapat berbagai pendapat spesifik rotavirus sekresi sitokin juga dapat menghambat
tergantung dari penelitian hewan coba. Ringkasan dari replikasi virus. Bila replikasi virus tidak berhenti, seperti
mekanisme potensial patogenesis dan imunitas rotavirus, pada langkah 5, rotavirus memproduksi protein non-
terutama (langkah 3 sampai 5) diketahui dari penelitian struktural 4 (NSP4), yaitu toksin yang menginduksi diare
terhadap tikus. Pada langkah 1, antibodi netral secara sekretori akibat regulator konduksi transmembran non-
langsung bereaksi dengan VP4 d a n / atau VP7 dapat kistik fibrosis (KTNF). Rotavirus j u g a dapat menstimulasi
mencegah penetrasi dan pengikatan virus, mempengaruhi sistem saraf enterik (SSE) seperti pada langkah ke-6,
eksklusi virus. Apabila mekanisme ini gagal, seperti menginduksi diare sekretori dan meningkatkan mortalitas
pada langkah 2, replikasi rotavirus di dalam enterosit usus melalui mekanisme yang belum diketahui (disebutkan
menyebabkan perubahan metabolisme membran protein oleh beberapa penelitian yang NSP4 dependen). Obat-
enterosit menginduksi terjadinya diare malabsorbsi atau obatan yang dapat menghambat SSE berguna untuk
o s m o t i k . Rotavirus j u g a m e n y e b a b k a n p e n i n g k a t a n menerapi diare rotavirus pada anak-anak. Antibodi NSP4
konsentrasi kalsium intasel, yang mana mengganggu juga dapat menghambat dua mekanisme terakhir Pada
sitoskeleton dan celah sempit antar sel, meningkatkan akhir proses tersebut, rotavirus menghancurkan terakhir
permeabilitas paraselular. Saat langkah ke-3, replikasi virus sel inang (seperti pada langkah 7), selanjutnya dapat
intraselular dapat dihambat dengan sekresi IgA anti VP-6 menyebabkan diare osmotik dan malabsorbsi. Meskipun
584 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

merupakan koloni normal di usus, antigen rotavirus, antara gastroenteritis yang disebabkan bakteri dan karena
partikel RNA dua untai dan infeksius dapat ditemukan di virusj
dalam darah anak-anak dan organ sistemik hewan coba.
Peran antigen sistemik dan/ atau virus dalam patogenesis
rotavirus belum diketahui dengan pasti.^° ETIOLOGI

Penyebab
GEJALA DAN TANDA Terdapat lima spesies Rotavirus, yaitu A, B, C, D, dan
E. Rotavirus A yang paling sering, menyebabkan lebih
Penyakit akibat virus ini ditandai dengan adanya muntah
dari 9 0 % infeksi pada manusia.^ Rotavirus merupakan
dan atau diare yang terjadi akut, dapat disertai demam,
anggota famili Reoviridae. Genome viral terdiri dari 11
mual, nyeri perut, penurunan nafsu makan dan lemah segmen double-stranded RNA yang tertutup terdiri dari
badan atau rasa tidak enak. Seperti yang ditunjukkan pada tiga lapisan, nonenveloped, kapsid ikosahedral diameter
tabel 1. Beberapa tanda dan gejala dapat membedakan 75nm. Protein viral 6 (VP6), merupakan protein struktural

Tabel 1 Karakteristik Gastroenteritis Viral dan Bakterial ^

Karakteristik Gastroenteritis Viral Gastroenteritis Bakterial


Lokasi Insiden pada negara maju d a n Lebih sering pada sanitasi dan hygiene yang buruk
berkembang sama
Jumlah minimal yang Rendah (10-100 partikel virus) untuk Tinggi (>10^ bakteri) untuk Escherichia coli, Salmonella, Vibrio;
dapat menginfeksi setiap jenis medium (10^-10^ bakteri) untuk Campylobacter jejuni; rendah
(10-100 bakteri) untuk Shigella
Musim Pada ikiim sedang, saat musim dingin Sering timbul pada musim panas atau musim hujan, terutama
pada beberapa jenis; berulang tiap tahun pada negara berkembang dengan tingkat infeksi yang tinggi
pada area tropis
Masa inkubasi 1-3 hari pada beberapa jenis; lebih 1-7 hari untuk penyebab yang sering (misalnya Campylobacter,
singkat untuk norovirus E. coli, Shigella, Salmonella); beberapa jam untuk bakteri
penghasil toksin (misalnya Staphylococcus aureus. Bacillus
cereus)
Host Terutama manusia Tergantung pada jenis bakteri, pada manusia (misalnya Shigella,
Salmonella), hewan (misalnya Campylobacter, Salmonella, E.
coli), dan air (misalnya Vibrio) yang membutuhkan host
Demam Sering pada rotavirus dan norovirus; Sering pada bakteri yang menyebabkan diare inflamasi
jarang pada jenis lain (misalnya Salmonella, Shigella)
Muntah Menonjol dan dapat merupakan gejala Sering pada bakteri penghasil toksin; jarang pada diare akibat
utama terutama pada anak-anak kuman yang lain.
Diare Sering; tanpa disertai darah pada hampir Menonjol dan sering dengan darah pada diare inflamasi
semua kasus
Durasi 1- 3 hari pada norovirus dan sapovirus; 1 -2 hari untuk bakteri yang menghasilkan toksin; 2-8 hari pada
2- 8 hari untuk virus lain bakteri lain umumnya
Diagnosis Seringkali merupakan pengecualian Pemeriksaan lekosit feses dan darah membantu diagnosis
pada praktek klinis. Pemeriksaan banding. Kultur feses pada media khusus, dapat mengidentifikasi
enzim i m u n o a s s a y t e r s e d i a untuk beberapa patogen. Teknik biomolekular berguna untuk
deteksi rotavirus dan a d e n o v i r u s , penelitian epidemiologis tetapi tidak digunakan rutin
tetapi identifikasi agen penyebab lain
masih terbatas pada penelitian dan
laboratorium kesehatan masyarakat
Terapi Terapi suportif untuk mempertahankan Terapi hidrasi suportif adekuat untuk beberapa pasien.
hidrasi dan nutrisi secara adekuat. Antibiotik direkomendasikan untuk pasien dengan disentri yang
Antibiotik dan antimotilitas merupakan disebabkan oleh Shigella atau Vibrio cholerae dan beberapa
kontraindikasi pasien dengan colitis akibat Clostridium difficile.
ROTAVIRUS 585

utama merupakan target pada pemeriksaan immunoassay Pemeriksaan Penunjang


dan membedakan spesifisitas grup rotavirus. Terdapat 7 Untuk melaporkan kasus infeksi rotavirus memerlukan
grup rotavirus (A sampai G); infeksi pada manusia sering konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium, selain
disebabkan olein grup A dan jarang disebabkan oleh itu j u g a diperlukan untuk menghindari penggunaan
grup B dan C. Dua kapsid protein luar VP7 (protein G) antimicrobial yang berlebihan dan tidak perlu.
dan VP4 (protein-P), menentukan spesifisitas serotipe, Metode deteksi antigen rotavirus di feses yang paling
menginduksi netralisir antibodi dan membentuk dasar sering digunakan yaitu dengan pemeriksaan Enzyme
klasifikasi biner rotavirus (tipe P dan G). Genome yang Immunoassay (EIA) yang dapat mendeteksi semua antigen
bersegmen rotavirus memungkinkan timbulnya berbagai rotavirus grup A. Beberapa kit EIA tersedia dengan harga
variasi genetik (misalnya perubahan segmen genom murah, mudah digunakan, cepat dan sensitif (sekitar
antara virus) selama timbulnya ko-infeksi - sesuatu yang 90-100%), cocok digunakan untuk diagnosis klinis dan
memegang peranan penting pada evolusi virus dan telah epidemiologis. Elektroforesis gel poliakrilamide dan
dimanfaatkan dalam perkembangan vaksin berbahan pengecatan perak sama sensitif seperti EIA tetapi hanya
dasar human-bovine.^ sering digunakan di laboratorium. Aglutinasi lateks kurang
sensitif dibandingkan EIA tetapi tetap digunakan di
beberapa tempat. Teknik lain seperti mikroskop elektron,
RT-PCR {reverse transcription polymerase chain reaction),
hibridisasi asam nukleat, analisis sekuensial dan kultur
banyak digunakan pada penelitian.^
Serotipe rotavirus dapat diketahui langsung dengan
menemukan virus pada feses dengan metode EIA dan
RT-PCR. EIA berdasar antibodi monoklonal sangat besar
artinya dalam menentukan empat serotipe utama (G1-G4)
yang dapat mendeteksi lebih dari 90% strain dan membuat
4 dari 5 serotipe vaksin. Sekuensing nukleotida telah
digunakan secara luas terutama untuk mengidentifikasi
strain yang jarang dan variasi genetik yang tidak dapat
diidentifikasi dengan RT-PCR.^ Diagnosis yang tepat adalah
dilakukannya PCR feses."*

Diagnosis Banding
Beberapa virus enterik diketahui sebagai penyebab infeksi
gastroenteritis akut yang penting, seperti yang tampak
pada tabel 27
Gambar 3. Mekanisme Potensial imunitas dan patogenesis
rotavirus^"

PENATALAKSANAAN

DIAGNOSIS
Prinsip Penatalaksanaan
Pendekatan Klinis Gastroenteritis akibat Rotavirus dapat menyebabkan
S e r i n g kali sulit m e n e g a k k a n d i a g n o s a bila h a n y a dehidrasi berat. Oleh karena itu terapi secara adekuat
berdasar gejala klinis dan parameter epidemiologi saja, harus segera dimulai.^ Terapi yang diberikan simptomatik
tes laboratorium j u g a dibutuhkan untuk menegakkan dengan penggantian cairan dan elektrolit. Imunitas lokal
diagnosis.^ usus memberikan proteksi melawan infeksi ikutan."

Anamnesis Non Medikamentosa


Penyakit yang ditimbulkan seringkali ringan dan sembuh Terapi rehidrasi oral dapat diberikan pada anak-anak yang
sendiri. Gejala yang ditimbulkan awalnya adalah gejala masih dapat minum.^
prodromal 2-3 hari demam dan muntah diikuti diare tanpa
disertai darah (dapat mencapai 10-20 kali per hari) selama Medikamentosa
1 -4 hari''dapat disertai demam, mual, nyeri perut, penurunan Diperlukan penggantian cairan melalui infus pada pasien
nafsu makan dan lemah badan atau rasa tidak enak.^ dehidrasi berat atau yang tidak dapat diberikan terapi
586 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Tabel 2. Penyebab Gastroenteritis Virus pada Manusia.^


Primary age Group Clinical
Virus Family Genome Detection Assays
at Risk Severity
Double strand segmented ., , EM, EIA (commercial),
Rotavirus Grup A Reoviridae r^K.A Children < 5 yrs
DNA PAGE, RT,-PCR
Positive-sense single-strand
Norovirus Caliciviridae All ages EM, EIA, RT-PCR
RNA
Positive-sense single-strand ,
Sapovirus Caliciviridae r,K,. Children < 5 yrs EM, EIA, RT-PCR
RNA
Positive-sense single strand ,
Astrovirus Astroviridae ^ Children < 5 yrs EM, EIA, RT-PCR
RNA
Adenovirus EM, EIA (Commercial),
Adenoviridae Double-strand DNA Children < 5 yrs +/+ +
(Type 40 dan 41) PCR
EIA : enzyme immunoassay PAGE : polyacrylamide gel electrophoresis
EM : electron microscope PCR : Polymerase chain reaction
RT-PCR : reverse-transcriptase PCR

oral karena sering m u n t a h . Pada anak-anak dengan pencegahan lainnya seperti pemberian vaksin juga dapat
immunocompromised dan infeksi r o t a v i r u s k r o n i k , memberikan pencegahan yang lebih baik.^
pemberian immunoglobulin oral atau kolostrum dapat Upaya mengembangkan vaksin rotavirus merupakan
meringankan gejala, tetapi pemilihan obat beserta dosisnya hal yang terus dikerjakan - diberikan pada negara industri
belum diteliti lebih lanjut. Penggunaan probiotik, subsalisilat dan negara berkembang dimana perbaikan sanitasi dan
bismuth, penghambat enkephalinase dan nitazoxanide kebersihan tidak mampu mengurangi kejadian diare akibat
sebagai terapi telah diteliti tetapi belum diketahui secara rotavirus. Vaksin rotavirus pertama terdapat di Amerika
jelas. Antibiotik dan antimotilitas harus dihindari.^ Serikat tahun 1998 ditarik dari peredaran setelah 1 tahun
dipasarkan karena adanya isu terkait kejadian intususepsi
yaitu suatu obstruksi usus berat.^
KOMPLIKASI Pada 2006, dilaporkan dua vaksin rotavirus baru
yang aman dan menjanjikan dari hasil penelitian multi
center di Amerika Utara, Eropa dan Amerika Latin. Salah
Kejadian Tersering satu dari vaksin ini berbahan dasar campuran serum
sapi - manusia, termasuk yang direkomendasikan pada
Diare m e r u p a k a n p e n y e b a b t e r p e n t i n g terjadinya
bayi di Amerika Serikat pada awal 2006. Vaksin kedua,
angka kesakitan dan kematian pada semua usia dan di
berbahan dasar strain rotavirus manusia yang dilemahkan,
seluruh dunia. Pada diare ringan sampai sedang dapat
tidak dibuat di Amerika Serikat tetapi dimasukkan dalam
menghambat pekerjaan dan pendidikan. Sedangkan pada
program imunisasi di beberapa negara di Amerika Latin
diare yang lebih berat dapat menyebabkan penderita
dan Eropa.^
dirawat di rumah sakit, komplikasi yang serius seperti
Perbedaan epidemiologi rotavirus dan prevalensi
sindrom Guillain Barre dan hemolitik uremik dan kematian
yang lebih besar terjadinya ko-infeksi dengan patogen
pada beberapa kasus.^
usus lainnya, komorbiditas dan malnutrisi pada negara
berkembang dapat mengurangi efek vaksin rotavirus. Oleh
PENCEGAHAN karena itu, sebelum diberikan rekomendasi pemberian
vaksin, penting untuk mengevaluasi efikasi vaksin rotavirus
Walaupun kebanyakan diare sembuh dengan sendirinya pada negara miskin di Afrika dan Asia.^
dan dehidrasi dapat dikendalikan dengan terapi rehidrasi Dua macam imunisasi oral tersedia di Amerika Serikat
oral, akan lebih baik apabila dapat mencegah terjadinya yaitu : vaksin rotavirus pentavalent human bovine (PRV,
diare, terutama mencegah timbulnya serangan yang berat RotaTeq yang diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan) dan
yang dapat menimbulkan komplikasi berat atau kematian. vaksin rotavirus manusia yang dilemahkan (HRV, Rotarix,
Meskipun beberapa strategi pencegahan seperti perbaikan yang diberikan pada usia 2 dan 4 bulan). Kontraindikasi
kualitas air dan sarana sanitasi dapat diterapkan dan tanpa termasuk alergi terhadap bahan vaksin, riwayat alergi
perlu mengetahui dengan pasti penyebab diare, cara vaksin sebelumnya dan imunodefisiensi."*
ROTAVIRUS 587

REFERENSI

1. Walker Christa L. Fischer, Sack David, Black Robert E. Etiol-


ogy of Diarrhea in Older Children, Adolescents and Adults:
A Systematic Review. Plos Neglected Tropical Disease. 2010;
4(8): 1-8.
2. Anonymous. 2004. http://www.brown.edu/Courses/
Bio_160/Projects2004/rotavirus/ Epidemiology.htm. Diakses
8Juli2011.
3. Estes Mary K Ph.D, Atmar Robert M.D. Viral Gastroenteritis.
NIDDK NIH Publications. 2006; 06:5103.
4. Corrales-Medina Vicente F, Shandera Wayne X. Viral and
Gastroenteritis. Dalam buku : Current Medical Diagnosis
& Treatment. 49th edition. New York : Mc Graw Hill. 2010.
p.1278.
5. Anonymous. 2008. http://en.wikipedia.org/wiki/
File:Rotavirus_replication.png . Diakses 4 April 2011.
6. Parashar UD, Glass Roger I. Enteroviruses and Reoviruses.
Harrison's Principles of Internal Medicine. 17th edihon. 2008.
p.1207-1208
7. Widdowson Marc-Alain, et al. Global Rotavirus Surveillance:
Determining the Need and Measuring the Impact of Rotavirus
Vaccines. Journal of Infectious Disease. 2009: 200: SI-8.
8. Payne Daniel C, et al. Chapter 13: Rotavirus. Manual for the
Surveillance of Vaccine-Preventable Diseases. 4th edition.
2008.
9. Parashar UD et al. Global illness and deaths caused by ro-
tavirus disease in children. Emerging Infectious Diseases.
2003. Vol. 9, No. 5.
10. Angel Juana, Franco Manuel A, Greenberg Harry B. Rotavirus
vaccines: recent developments and future considerations.
Nature Reviews Microbiology 5. 2007. July: 529-539.
79
KOLERA
H. Soemarsono

PENDAHULUAN gliserin-telurit-taurokolat, atau agar thiosulfate-citrate-


bile salt-sucrose (TCBS). Kelebihan medium TCBS iaiah
Kolera adalah penyakit infeksi yang disebabkan Vibrio pemakaiannya tidak memerlukan sterilisasi sebelumnya.
cholerae dengan manifestasi diare disertai muntah yang Dalam medium ini koloni vibrio tampak berwana kuning-
akut dan hebat akibat enterotoksin y a n g dihasilkan suram. Identifikasi Vibrio cholerae biotipe El Tor penting
bakteri tersebut. Bentuk manifestasi klinisnya yang khas untuk tujuan epidemiologis. Sifat-sifat penting yang
adalah dehidrasi, berlanjut dengan renjatan hipovolemik m e m b e d a k a n n y a d e n g a n biotipe kolera klasik iaIah
dan asidosis metabolik yang terjadi dalam waktu sangat resistensi terhadap polimiksin B, resistensi terhadap
singkat akibat diare sekretorik dan dapat berakhir dengan kolerafaga tipe IV (Mukerjee) dan menyebabkan hemolisis
kematian bila tidak ditanggulangi d e n g a n a d e k u a t . pada eritrosit kambing.
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik,
e p i d e m i k , atau p a n d e m i k . M e s k i p u n sudah banyak
penelitian berskala besar d i l a k u k a n , namun kondisi EPIDEMIOLOGI
penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia
kedokteran modern. Sejak tahun 1917 dikenal tujuh pandemi yang
penyebarannya bahkan mencapai Eropa. Vibrio yang
bertanggung jawab terhadap tejadinya pandemik ke-7
ETIOLOGI yaitu V. cholerae 0 1 , biotipe El Tor Pandemik ke-7 baru-
baru ini dimulai pada tahun 1961 ketika Vibrio pertama
Vibrio cholerae a d a l a h k u m a n aerob, Gram negatif kali muncul menyebabkan epidemi kolera di Sulawesi,
berukuran 0,2-0,4 mm x 1,5-4,0 mm, mudah dikenal dalam Indonesia. Penyakit ini lalu menyebar dengan cepat ke
sediaan tinja kolera dengan pewarnaan Gram sebagai Negara Asia timur lainnya dan mencapai Bangladesh pada
batang-batang pendek sedikit bengkok (koma), tersusun tahun 1963, India pada tahun 1964, dan Uni soviet, Iran
berkelompok seperti kawanan ikan yang berenang. V. dan Iraq pada tahun 1965-1966.
cholerae dibagi menjadi 2 biotipe, klasik dan El Tor, yang Pada tahun 1970 kolera menyebar ke Afrika barat,
dibagi berdasarkan struktur biokimiamya dan parameter suatu wilayah yang belum pernah mengalami penyakit
laboratorium lainnya. Tiap biotipe dibagi lagi menjadi 2 ini selama lebih dari 100 tahun. Penyakit ini menyebar
serotipe, Inaba dan Ogawa. dengan cepat ke beberapa negara dan menjadi endemik
Diagnosis presumtif secara cepat dapat dibuat dengan pada banyak benua. Pada tahun 1991 kolera menyerang
menggunakan mikroskop fluoresensi dengan memakai Amerika latin, di mana penyakit ini juga telah hilang selama
antibodi tipe spesifik yang telah dilabel dengan fluoresein, lebih dari satu abad. Dalam waktu setahun penyakit ini
atau dengan uji mobilisasi vibrio dengan memakai serum menyebar ke-11 negara dan secara cepat menyebar lintas
tipe-spesifik dan dilihat dengan mikroskop lapangan gelap benua.
atau mikroskop fase. Sampai tahun 1992, hanya serogrup V. cholerae 0 1
Vibrio cholerae tumbuh cepat dalam berbagai yang menyebabkan epidemi kolera. Serogrup lainnya
macam media selektif seperti agar garam empedu, agar- dapat menyebabkan kasus-kasus diare yang sporadis, tapl

588
KOLERA 589

tidak dapat menyebabkan epidemi. Pada akhir tahun 1992 Pada keadaan epidemis, insiden tidak berbeda pada
ledakan kasus kolera dimulai di India dan Bangladesh yang kelompok umur maupun jenis kelamin tertentu.
disebabkan oleh serogrup V. cholerae yang sebelumnya
belum teridentifikasi, yaitu serogrup 0 1 3 9 atau Bengal.
Keadaan ini dikenal pula sebagai pandemik ke-8. Isolasi PATOGENESIS DAN IMUNITAS
dari Vibrio ini telah dilaporkan dari 11 negara di Asia
Tenggara. Namun masih belum jelas apakah V. cholerae Kolera ditularkan melalui jalur oral. Bila Vibrio berhasil
0 1 3 9 akan m e n y e b a r ke d a e r a h / w i l a y a h lain, dan lolos dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan,
pengawasan epidemiologik yang cermat dari situasi ini bakteri ini akan cepat terbunuh dalam asam lambung
sedang dilakukan. yang tidak diencerkan. Bila vibrio dapat selamat melalui
asam lambung, maka ia akan bekembang di dalam usus
halus. Suasana alkali di bagian usus halus ini merupakan
TRANSMISI medium yang menguntungkan baginya untuk hidup dan
memperbanyak diri. Jumlahnya bisa mencapai sekitar
Pada daerah endemik, air terutama berperan dalam 10 per ml cairan tinja. Langkah awal dari patogenesis
penularan kolera; namun pada epidemi y a n g besar terjadinya kolera yaitu menempelnya vibrio pada mukosa
penularan j u g a terjadi melalui makanan yang usus halus. Penempelan ini dapat terjadi karena karena
terkontaminasi oleh tinja atau air yang mengandung adanya membran protein terluar dan adhesin flagella.
V. cholerae. Khususnya pada kolera El Tor, yang dapat Vibrio c h o l e r a e m e r u p a k a n bakteri non invasif,
bertahan selama beberapa bulan di air Penularan dari patogenesis y a n g mendasari terjadinya penyakit ini
manusia ke manusia dan dari petugas medis jarang terjadi. disebabkan oleh enterotoksin yang dihasilkan V. cholerae
Pasien dengan infeksi yang ringan atau asimtomatik yang menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit yang
berperan penting pada penyebaran penyakit ini. masif yang disebabkan oleh kerja toksin pada sel epitel
Perbandingan antara penderita asimtomatik dengan usus halus, terutama pada duodenum dan jejunum.
simtomatik (bermanifestasi klinis yang khas) pada suatu Enterotoksin adalah suatu protein, dengan berat
epidemi diperkirakan 4:1 pada kolera Asiatika, sedangkan molekul 84.000 Dalton, tahan panas dan tak tahan asam,
untuk kolera El Tor, diperkirakan 10:1. Dengan kata lain resisten terhadap tripsin tapi dirusak oleh protease. Toksin
terdapat fenomena gunung es. Hal ini merupakan masalah kolera mengandung 2 sub unit yaitu B (binding) dan A
khususnya dalam upaya pemberantasan kolera El Tor. (active). Sub unit B mengandung 5 polipeptida, dimana
Pada kolera El Tor angka karier sehat (pembawa kuman) masing-masing molekul memiliki berat 11500 dan terikat
mencapai 3 %. Pada karier dewasa Vibrio cholerae hidup pada gangliosid monosialosil yang spesifik, reseptor
dalam kantong empedu. G M 1 , yang terdapat pada sel epitel usus halus. Sub unit
Prevalensi kolera di daerah endemik pada anak lebih A kemudian dapat masuk menembus membran sel epitel.
besar dibandingkan dengan orang dewasa yaitu 10:1. Pada Sub unit ini memiliki aktivitas adenosine diphospate
orang dewasa insiden pada pria lebih tinggi dari wanita. (ADP) ribosyltransferase dan menyebabkan transfer ADP

Gambar 1. Pandemic spread of vibrio cholerae


590 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

ribose dari nicotinamide-adenine dinucleotide (NAD) ke Muntah timbul kemudian setelah diare, dan berlangsung
sebuah guanosine triphospate (GTP) binding protein yang tanpa didahului mual. Kejang otot dapat menyusui, baik
nnengatur aktivitas adenilat siklase. Hal ini menyebabkan dalam bentuk fibrilasi atau fasikulasi, maupun kejang
peningkatan produksi cAMP, yang menghambat absorpsi klonik yang nyeri dan mengganggu. Otot-otot yang sering
NaCI dan merangsang ekskresi klorida, yang menyebabkan terlibat iaIah betis, biseps, triseps, pektoralis dan dinding
hilangnya air, NaCI, kalium dan bikarbonat. (Tabel 1) perut. Teriakan ataupun rintihan pasien karena kejang yang
nyeri itu dapat disangka sebagai teriakan nyeri karena
kolik. Kejang otot ini disebabkan karena berkurangnya
Tabel 1. Komposisi Elektrolit Dalam Tinja Pasien Kolera
kalsium dan klorida pada sambungan neuromuskular.
Natrium Kalium Klorida Bikarbonat
Gejala dan tanda kolera terjadi akibat kehilangan
Dewasa 124 16 90 48
cairan dan elektrolit serta asidosis. Pasien berada dalam
Anak 101 27 92 32 keadaan lunglai, tak berdaya, namun kesadarannya relatif
baik dibandingkan dengan berat penyakitnya. Koma baru
akan terjadi pada saat-saat terakhir. Pada kurang lebih
T o k s i n - t o k s i n t a m b a h a n d a n f a k t o r - f a k t o r lain 10% bayi dan anak-anak, dapat dijumpai kejang sentral
sekarang telah diketahui terlibat pada patogenesis kolera. dan stupor, yang disebabkan hipoglikemia. Tanda-tanda
Zonula occludens toxin (Zot) meningkatkan permeabilitas dehidrasi tampak jelas, nadi menjadi cepat, napas menjadi
mukosa usus halus dengan mempengaruhi struktur tight cepat, suara menjadi serak seperti suara bebek Manila {vox
junction interselular. Accessory cholera exotoxin (Ace) cholerlca), turgor kulit menurun (kelopak mata cekung
ditemukan pada tahun 1993 dan diketahui meningkatkan memberi kesan hidung yang mancung dan tipis, tulang
transpor ion transmembran. pipi yang menonjol), mulut menyeringai karena bibir
Imunitas terhadap toksin kolera dan antigen kering, perut cekung (skafoid) tanpa ada steifung maupun
permukaan bakteri sama dengan respon infeksi alami. kontur usus, suara peristaltik usus bila ada jarang sekali.
Kebanyakan studi terhadap respon imun telah mengukur Jari jari tangan dan kaki tampak kurus dengan lipatan-
antibodi bakterial s e r u m , meskipun proteksi in vivo lipatan kulit, terutama ujung jari yang keriput (ivos/ier
kemungkinan besar dimediasi oleh IgA sekretorik. women hand), diuresis berangsur-angsur berkurang dan
Kolera ditandai dengan diare yang sangat berat berakhir dengan anuria. Diare akan bertahan hingga 5 hari
yang dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan pada pasien yang tak diobati.
elektrolit dan h i p o v o l e m i a , d e n g a n angka kematian
{mortality rate) yang berkisar kurang dari 1 % hingga 40%.
Terdapat spektrum yang luas mulai dari yang asimtomatik, TANDA-TANDA GAGAL SIRKULASI
ringan hingga berat.
Berkurangnya volume cairan disertai dengan viskositas
darah yang meningkat, akhirnya menyebabkan kegagalan
MANIFESTASI KLINIS sirkulasi darah. Tanda utama yang dianggap khas adalah
suhu tubuh yang rendah (34 hingga 24,5°C), sekalipun
Ada beberapa perbedaan pada manifestasi klinis kolera sedang berlangsung infeksi. Frekuensi nadi menjadi
baik m e n g e n a i sifat dan b e r a t n y a gejala. Terdapat cepat dengan isi yang kurang dan akhirnya menjadi
perbedaan pada kasus individual maupun pada terjadi cepat dan kecil (filiform). Denyut jantung cepat, suara
epidemi. Masa inkubasi kolera berlangsung antara 16-72 jantung terdengar jauh dan kadang-kadang hanya suara
j a m . Gejala klinis dapat bervariasi mulai dari asimtomatik sistolik yang terdengar, namun dengan irama yang tetap
sampai dengan gejala klinis berupa dehidrasi berat. Infeksi teratur.Tekanan darah menurun sebagai tanda renjatan
terbanyak bersifat asimtomatik atau terjadi diare ringan hipovolemik, akhirnya terukur hanya dengan palpasi.
dan umumnya pasien tidak memerlukan perawatan. Warna kulit, bibir dan selaput mukosa serta kuku jadi
Manifestasi klinis yang khas ditandai dengan diare ungu akibat sianosis, memberi kesan pasien berwarna
yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa hitam pada orang yang berkulit gelap; pada perabaan kulit
mules maupun tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang terasa lembab. Sianosis yang terjadi adalah bersifat perifer
semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi Asidosis metabolik terjadi akibat kehilangan bikarbonat
cairan putih keruh (seperti air cucian beras), tidak berbau jumlah besar dan metabolisme anaerob akibat kegagalan
busuk maupun amis, tapi 'manis' menusuk. Cairan yang sirkulasi. Tampilan klinis berupa pernapasan yang cepat,
menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mula-mula dangkal, namun akhirnya dalam (Kussmaul).
mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih. Cairan ini akan Perubahan patofisiologis ireversibel lainnya pada organ
keluar berkali-kali dari anus pasien dalam jumlah besar agaknya tidak terjadi, bahkan hemostasis masih tetap
KOLERA 591

dapat dipertahankan atau nnasih mudah dikoreksi. tepat adalah apus rektal {rectal swab) yang diawetkan
Penyakit kolera dapat berakhir dengan penyembuhan dalam media transport carry-blair atau pepton alkali, atau
ad integrum (sehat utuh) atau kematian. Penyulit yang langsung ditanam dalam agar TCBS, akan memberikan
diakibatkan oleh penyakitnya sendiri tidak ada. Penyulit persentase hasil positif yang t i n g g i . V. cholerae 0 1
yang terjadi biasanya disebabkan oleh keterlambatan menghasilkan koloni yang oksidase-positif yang berwarna
pertolongan atau pertolongan yang tidak adekuat, seperti kuning, yang dapat dikonfirmasi dengan tes aglutinasi
uremia dan asidosis yang tidak terkompensasi. Gagal spesifik dengan antiserum.
ginjal dengan anuria yang berkepanjangan terjadi dalam
persentase kecil berupa nekrosis tubular yang akut (ATN)
yang umumnya dapat diatasi dengan terapi konservatif PENATALAKSANAAN
dan tidak memerlukan dialisis.
Penyulit lain yang perlu perhatian iaIah abortus Dengan diketahuinya patogenesis dan patofisiologi penyakit
pada pasien dengan hamil muda, komplikasi iatrogenik kolera, saat ini tidak ada masalah dalam pengobatannya.
seperti gagal j a n t u n g , reaksi infus berupa d e m a m , Dasar pengobatan kolera adalah terapi simtomatik dan
infeksi nosokomial (tromboflebitis, sepsis bakterial). kausal secara simultan. Tatalaksana mencakup penggantian
Pada umumnya dengan pengobatan dini dan adekuat, kehilangan cairan tubuh dengan segera dan cermat, koreksi
prognosis pasien kolera cukup baik dan tidak sampai gangguan elektrolit dan bikarbonat (baik kehilangan cairan
menyebabkan kematian. melalui tinja, muntahan, kemih, keringat, dan kehilangan
insensibel), serta terapi antimikrobial.
Rehidrasi d i l a k s a n a k a n d a l a m dua t a h a p , yaitu
DIAGNOSIS terapi rehidrasi dan rumatan. Pada kedua tahap ini perlu
diperhitungkan kebutuhan harian akan cairan dan nutrisi,
Diagnosis kolera meliputi diagnosis klinis dan bakteriologis. terutama bila diare berlangsung lama dan pada pasien
Tidak sukar untuk menegakkan diagnosis kolera berat, pediatri. Pada dehidrasi berat yang disertai renjatan
terutama di daerah e n d e m i k . Kesulitan menentukan hipovolemik, muntah yang tak terkontrol, atau pasien
diagnosis biasanya terjadi pada kasus ringan dan sedang, dengan penyulit yang berat yang dapat mempengaruhi
terutama di luar endemik atau epidemik. Kolera yang khas keberhasilan pengobatan, terapi rehidrasi harus diberikan
dan berat dapat dikenali dengan gejala diare sering tanpa secara infus intravena. Pada kasus sedang dan ringan,
mulas diikuti dengan muntah tanpa didahului rasa mual, rehidrasi dapat dilakukan secara per oral dengan cairan
cairan tinja serupa air cucian beras, suhu badan tetap rehidrasi oral atau oral rehydration solution (ORS). Sedang
normal atau menurun, dan keadaan bertambah buruk tahap pemeliharaan dapat dilakukan sepenuhnya dengan
secara cepat karena pasien mengalami dehidrasi, renjatan cairan rehidrasi oral, baik pada kasus dehidrasi berat,
sirkulasi dan asidosis. sedang maupun ringan.
Bila gambaran klinis menunjukkan dugaan yang kuat Untuk keperluan rumatan dapat diberikan cairan
ke arah penyakit ini, pengobatan harus segera dimulai, dengan konsentrasi garam yang rendah seperti: air minum
tanpa menunggu hasil pemeriksaan bakteriologis. Diare biasa, atau susu yang diencerkan, dan air susu ibu terutama
sekretorik lain dengan gambaran klinis mirip dengan untuk bayi dan anak-anak. Petunjuk terapi rehidrasi dan
kolera, dapat disebabkan oleh Enterotoxigenic Eschericia pemeliharaan secara umum dapat dilihat masing-masing
coli (ETEC). Berbagai bakteri penyebab diare sekretorik pada tabel 3 dan 4.
dapat dilihat pada tabel 2.
Jika tinja segar pasien kolera yang tanpa pewarnaan Tabel 3. Petunjuk Terapi Rehidrasi Kolera pada Dewasa
diamati di bawah m i k r o s k o p l a p a n g a n g e l a p , akan Derajat M a c a m Jumlah cairan Jangka waktu
tampak mikroorganisme berbentuk spiral yang memiliki dehidrasi cairan pemberian
pola motilitas seperti shooting star. Untuk pemeriksaan Ringan ORS 50 ml/kgBB Maks. 3-4 jam
biakan, cara pengambilan bahan pemeriksaan tinja yang 750 ml/jam
Sedang ORS 100 ml/kgBB 3 jam
Tabel 2. Bakteri Penyebab Diare Sekretorik Maks. 750 ml/jam
Vibrio cholerae Berat Intravena 110 ml/kgBB 3 j a m pertama
Vibrio cholerae non 0 group 1 Ringer guyur sampai
Escherichia coli Laktat nadi teraba kuat,
Clostridium perfringens sisanya dibagi
Bacillus cereus dalam 2 jam
Staphylococcus aureus berikutnya
592 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Tabel 4. Petunjuk Untuk Terapi Pemeliharaan


Jumlah Diare Macam Cairan Jumlah Cairan Cara Pemberian
Diare ringan ORS 100 ml/kgBB/hari sampai diare Oral di rumah
Tidak lebih dari 1x mencret setiap 2 jam berhenti
atau lebih lama, atau kurang dari 5 ml
tinja/ kgBB/jam
Diare sedang ORS Ganti kehilangan volume tinja Oral di rumah/ rumah
Lebih dari 1x mencret setiap 2 jam atau dengan volume cairan. Bila tak sakit
lebih dari 5 ml tinja/ kgBB/jam terukur beri 10-15 ml/kgbb/jam
Diare berat Beri pengobatan untuk
Dengan tanda-tanda dehidrasi/renjatan dehidrasi berat (tabel 3)

KRITERIA DERAJAT DEHIDRASI (Tabel 5). Kemudian penjumlahan skor tersebut dibagi
dengan nilai skor maksimal yaitu 15. Defisit cairan dihitung
Untuk dapat memberikan panatalaksanaan pengobatan dengan mengkalikan hasil perhitungan tersebut dengan
s e b a i k n y a pada p a s i e n d i a r e akut perlu d i l a k u k a n defisit cairan pada dehidrasi berat yaitu 10% dari berat
penentuan derajat dehidrasinya antara lain berdasarkan: badan. Secara matematis perhitungan tersebut dituangkan
1). Penilaian klinis, 2). Perhitungan skor Daldiyono, 3). Berat dalam rumus empirik:
jenis plasma/p/osmo specific gravity (PSG), 4). Tekanan
Defisit cairan (ml) = Skor/15 x berat badan (Kg) x 0,1 x
vena sentral (CVP).
1000

Penilaian Klinis
Berat Jenis Plasma
Cara menentukan penilaian tingkat dehidrasi yang tepat
Cara penilaian derajat dehidrasi yang lebih tepat untuk
secara klinis sulit didapat karena pengaruh subyektivitas.
mengukur kebutuhan cairan yang akan diberikan iaIah dengan
Secara klinis derajat dehidrasi dibagi menurut tingkatan
menentukan berat jenis plasma, dengan memakai rumus:
dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sesuai kehilangan
cairan 5%, 8% dan 10% dari berat badan. Kriteria ini Berat jenis plasma/0,001 (ml) = 1,025 x berat badan
praktis penggunannya untuk pengobatan massal pada (Kg) X 4 ml
suatu wabah dan dapat dilakukan oleh tenaga paramedik
Cara yang digunakan di rumah sakit ini lebih tepat dan
setelah dilatih.
bila perlu dapat pula diusahakan pemakaiannya di suatu
pusat rehidrasi darurat pada suatu endemi.
Skor Daldiyono
Modifikasi cara penilaian klinis dilakukan Daldiyono
Tekanan Vena Sentral
dengan menilai derajat dehidrasi inisial berdasarkan
Cara menghitung keperluan cairan yang tepat lainnya iaIah
gambaran klinis yang diterjemahkan ke dalam nilai skor
dengan pengukuran tekanan vena sentral (CVP). Cara yang
invasif ini memerlukan keahlian dan tidak dapat diterapkan
di lapangan. Nilai CVP normal adalah 12-14 cm air
Tabel 5. Skor Daldiyono
M e n e n t u k a n p e m i l i h a n j e n i s c a i r a n y a n g akan
Klinis Skor
diberikan adalah langkah berikutnya. Dalam sejarah
Rasa haus / muntah 1
pengobatan kolera sejumlah besar cairan telah diciptakan
Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2 orang, kebanyakan tidak memberikan hasil baik karena
Frekuensi nadi >120 x/menit 1 tidak sesuai dengan patofisiologi penyakit ini.
Kesadaran apatis 1 Cairan yang terbukti baik manfaatnya iaIah ringer
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
laktat yang komposisinya kurang lebih sama dengan
Frekuensi napas >30 x/menit 1
Fasies kolerika 2 susunan elektrolit tinja kolera dan terbukti dapat perfusi
Vox cholerica 2 ke sel tubuh dengan baik. Cairan lainnya yang j u g a
Turgor kulit menurun 1 bermanfaat iaIah NaCI fisiologis dan larutan segar isotonik
"Washer woman's hand" tangan keriput seperti bikarbonas natrikus 1 Vz % dalam perbandingan 2:1.
kena air
Sebagai pengganti bikarbonas, dapat pula diberikan
Ekstremitas dingin
Sianosis larutan 1/6 mol Na laktat dalam larutan Darrow glukosa,
Umur 50-60 tahun yang lebih stabil berada dalam larutan daripada bikarbonas
Umur >60 tahun natrikus. Dalam pemakaian jenis cairan ini perlu diberikan
KOLERA 593

substitusi kaium dalam bentuk oral atau parenteral. Susunan pencatatan yang seksama tentang pengeluaran cairan
elektrolit tersebut dapat dilihat pada tabel 6. tinja dan pemasukan cairan oral. Untuk memperkirakan
Suatu perkembangan maju dalam usaha pengobatan volume cairan pemeliharaan, dapat dipakai cholera cot.
kolera iaIah t i n d a k a n rehidrasi oral d e n g a n cairan C a r a p e n g o b a t a n y a n g e f e k t i f ini m e m p u n y a i
khusus rehidrasi oral (ORS). Dasar patofisiologinya iaIah efisiensi dalam segi klinis berupa meminimalkan risiko
kemampuan usus pasien kolera untuk resorpsi elektrolit dan seperti hidrasi berlebihan dengan segala akibatnya, efek
cairan dari dalam lumen bila ditambahkan glukosa dalam samping pada terapi infus, di samping keuntungan dalam
jumlah yang tepat akan meningkatkan resorpsi tersebut. penghematan cairan infus dengan 50-80 %, sekaligus
Suhu suam cairan oral akan membantu tercapainya net memecahkan problem logistik pada keadaan epidemi.
gut balance (balans usus netto) yang maksimal. Selain terapi rehidrasi secara intravena maupun
Rehidrasi oral dengan ORS diberikan sebagai terapi dengan cairan oral pada kolera, tidak kalah pentingnya
inisial pada kasus ringan dan s e d a n g , serta sebagai adalah terapi kausal dengan antibiotika. Terapi antibiotik
terapi pemeliharaan pada kasus berat. Pada keadaan dini mungkin dapat segera mengeradikasi Vibrio dan
terpaksa ORS dapat diberikan pada kasus berat sekalipun. mengurangi frekuensi serta volume diare secara bermakna.
Pemberian secara konsekuen dan sabar terbukti j u g a Tetrasiklin dengan dosis 500 mg 4 kali sehari secara oral
berhasil baik (Tabel 6). selama 3 hari pada umumnya cukup efektif. Sebagai
Terapi rehidrasi dengan cairan oral (ORS) alternatif dapat dipilih obat-obat lain seperti siprofloksasin,
pelaksanaannya sederhana sekali, namun memerlukan doksisklin dan trimetoprim-sulfametoksasol. (Tabel 7).

Tabel 6. Susunan Elektrolit Berbagai Cairan


Macam cairan Cr HCO 3 CHjCHOHCO^ Glukosa Ca Osmol
Cairan campuran:
1. a) 2 L garam isotonik
b) 1 L 1,3 % Bik. Nat 175 - 155 59 - - - -
2. a) 2 L garam isotonik
b) 1 L 1/6 Na laktat. 158 - 103 55 27 - - -
Cairan Tunggal:
1. 5:4:1
5 g NaCI - - -
4 g NaHC03
1 g KCI/liter 133 14 99 48
2. Ringer laktat 130 4 109 - 28 2,7 273
Cairan Rehidrasi Oral:
3. WHO 90 20 80 30 - Ill 330
4. Oralit 90 20 80 30 - 111 330
5. Kristalit 51,5 25 37,5 57,5 - 100
6. P3M 85 15 70 30 - 50
7. Pedialit 45 20 35 30

Tabel 7. Terapi Antimikroba pada Kolera


Terapi Lini Pertama Alternatif
Dewasa Tetrasiklin 500 mg per oral 4 kali sehari Siprofloksasin 1000 mg per oral dosis tunggal
selama 3 hari
Doksisiklin 300 mg per oral dosis tunggal Eritromisin 250 mg per oral 4 kali sehari selama 3 hari
trimetoprim-sulfametoksasole (5 mg/ kgtrimetroprim + 25 mg/kg
sulfametoksasol) per oral 2 kali sehari selama 3 hari
Furazolidon 100 mg peroral 4 kali sehari selama 3 hari
Anak Tetrasiklin 12,5 mg kg per oral 4 kali sehari Eritromisin 10 mg/kg per oral 3 kali sehari selama 3 hari
selama 3 hari *
Doksisiklin 6 mg/kg per oral dosis tunggal Trimetoprim-sulfametoksasol (5 mg/kg trimetroprim + 25 mg/kg
sulfametoksasol) per oral 2 kali sehari selama 3 hari
Furazolidon 1,25 mg/kg per oral 4 kali sehari selama 3 hari
' Dipakai jika dicurigai lini pertama telah resisten atau pasien alergi terhadap terapi lini pertama
^ Tidak dianjurkan pada anak di bawah 8 tahun
594 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

PENCEGAHAN

Imunisasi dengan vaksin komersial standar (cholera


sec) yang mengandung 10 milyar Vibrio mati per ml,
memberikan proteksi 60-80% untuk masa 3-6 bulan. Vaksin
ini tidak berpengaruh pada karier dalam pencegahan
penularan hingga vaksinasi kolera tidak lagi menjadi
persyaratan sertifikat kesehatan internasional. Imunisasi
dengan toksoid pada manusia tidak memberikan hasil
lebih baik daripada vaksin standar, sehingga pada saat ini
perbaikan higiene saja yang memberikan perlindungan
yang berarti dalam mencegah kolera.

REFERENSI

Arduino RC, DuPont HL. Enteritis, Enterocolitis and Infectious


Diarrhea Syndromes. In: Cohen's Infectious Disease. Hal
35.1-39.
Bannister BA, Begg NT. Imported and Travel-associated Disease.
In: Infectious Disease 2nd edition. London: Blackwell science,
2000.p.440-2.
Daldiyono, Muthalib A, Gultom L, Ruslyn E, Nasution R,
Soemarsono. Experiences with a Scoring System for the
Determination of Rehydration Fluid Needed in patients with
Acute Gastroenteritis. Act Med Ind. 1972; III (3-4): 1-6.
Hamar DH, Cash RA. Secretory Diarrheas: Cholera and
Enterotoxigenic Eschericia Coli. In: Cohen's Infectious
Disease. Hal 22.1-4.
Hart CA, Shears P. Gastrointestinal Bacteria. In: Manson's Tropical
Diseases 21st edition. London: Saunders: 2003.p. 928-32.
Keusch GT, Walder MK. Cholera and Other Vibriosess. In:
Harrisons Priciples of Internal Medicine 15th edition. New
York: McGraw-Hill; 2001.p.980-6.
Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare Akut.
Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam II, Jakarta: 2002.
Soemarsono, Nelwan RHH. Beberapa Pengalaman dalam
Penggunaan cairan Elektrolit Glukosa per os Pada Penderita
Kolera Eltor. Dalam: Koiman I, Prosiding Pertemuan Ilmiah
Penyakit Diare di Indonesia. Badan Litbang Kes. RI. Jakarta,
1983; 256.
Soemarsono. Effort on Development of Method of Treatment of
Dehydration and Shock in Cholerae, with special reference
on the Estimation of amounts of Rehydration Fluid Needed,
with Method of Clinical Scoring System. Proceeding Seareo
Inter-reginal Meeting on the Treatment of acute Diarrhea
(WHO) Jakarta, Jan 10-19 1983:1-11.
Soemarsono. Beberapa Pandangan Baru Tentang Pengelolaan
Diare Akut. Proceeding Symposium Hospital Administration
dan Penyakit Tropik Infeksi. Jakarta 5 Nov 1983:1-11.
World Health Organization: Guidelines for cholera control.
Geneva: World Health Organization; 1993.
World Health Organization: Management of the patient with
cholera. Geneva: World Health Organization; 1992.
World Health Organization: Cholera fact sheet. Geneva: World
Health Organization; 2000
World Health Organization: Cholera: basic facts for travelers.
Geneva: World Health Organization; 1998.
World Health Organization: WHO cholera web pages. Geneva:
World Health Organization; 2000.
World Health Organization: Cholera cases reported to WHO, by
country, 1998 (annual). Geneva: World Health Organization;
1999.
80
MALARIA
Paul N. Harijanto

PENDAHULUAN splenomegali. Pada individu yang imun dapat berlangsung


tanpa gejala (asimtomatis)
Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi Penyakit Malaria {malaria disease) : iaiah penyakit
yang memberikan morbiditas yang cukup tinggi di dunia, yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium didalam
dan merupakan infeksi yang ke-3 teratas dalam jumlah eritrosit dan biasanya disertai dengan gejala demam.^
kematian. Walaupun di beberapa negara yang sudah Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria
maju tidak dijumpai lagi infeksi malaria, tetapi lebih dari dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami
106 negara didunia masih menangani infeksi malaria, komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.
khususnya di daerah tropik maupun negara-negara yang Sejenis infeksi parasit yang menyerupai malaria iaIah
sedang berkembang yaitu di Afrika, sebagian besar Asia, infeksi babesiosa yang menyebabkan babesiosis.
sebagian besar benua Amerika (Amerika Latin). W H O
melaporkan dalam tahun 2009 masih terdapat 225 juta
penderita malaria dengan angka kematian 781.000. ^ Di SEJARAH
Indonesia sendiri malaria masih merupakan penyakit
infeksi y a n g menjadi perhatian utama kementerian Memasuki milenium ke-3, infeksi malaria masih merupakan
kesehatan untuk dilakukan eliminasi disamping infeksi masalah klinik bagi negara tropik/sub-tropik dan negara
tuberkulosis dan infeksi HIV/AIDS. Dalam 10 tahun terakhir berkembang maupun negara yang sudah maju. Malaria
ini sudah terjadi perubahan peta endemisitas infeksi merupakan penyebab kematian utama penyakit tropik,
malaria di Indonesia, sebagian daerah dengan endemisitas diperkirakan satu juta penduduk dunia meninggal tiap
tinggi di Papua dan Kalimantan sudah menurun, walaupun tahunnya dan terjadi kasus malaria baru 200-300 j u t a /
demikian kehati-hatian terhadap infeksi malaria dapat tahun. Malaria berasal dari bahasa Italia {mala + aria)
ditemukan di semua daerah/ kota di Indonesia harus yang berarti "udara yang jelek/salah", baru sekitar tahun
tetap dilakukan. Hal ini disebabkan mobilisasi penduduk 1880 Charles Louis Alphonse Laveran dapat membuktikan
yang cukup tinggi dan transportasi yang semakin cepat bahwa malaria disebabkan oleh adanya parasit didalam
memungkinkan terjadinya kasus-kasus impor di semua sel darah merah, dan kemudian Ronald Ross membuktikan
daerah yang sudah ter-eliminasi malaria. ^ siklus hidup Plasmodium dan transmisi penularannya pada
nyamuk. Oleh karena penemuannya Laveran dan Ross
mendapat hadiah Nobel. *
DEFINISI Laporan kasus malaria yaitu adanya demam dengan
splenomegali telah dituliskan dalam literatur kuno dari
Infeksi malaria disebabkan oleh adanya parasit Plasmodium Cina yaitu Nei Ching Canon of Medicine pada 1700 SM dan
didalam darah atau jaringan yang dibuktikan dengan dari Mesir dalam Ebers Papyrus pada tahun 1570 SM. Tahun
pemeriksaan mikroskopik yang positif, adanya antigen 1948 ditemukan siklus eksoeritrositer pada P cynomolgi
m a l a r i a d e n g a n tes c e p a t , d i t e m u k a n D N A / RNA oleh Shortt dan Garnham; dan pada tahun 1980 Krotoski
parasit pada pemeriksaan PCR.^ Infeksi malaria dapat dan Garnham menemukan bentuk di jaringan yang disebut
memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan hipnozoit yang menyebabkan terjadinya relaps.^

595
596 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Pada p e r m u l a a n a b a d - 2 0 j u g a ditandai d e n g a n ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan Timur


ditemukannya pestisida untuk membunuh nyamuk yaitu mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara,
dichloro-diphenyl-trichloroethane (DDT) oleh Paul Muller Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusatenggara
(Swiss). Suksesnya eradikasi malaria dalam era tahun Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis
1960-an ternyata tidak s e p e n u h n y a menghilangkan malaria dengan P. falciparum dan P. vivax. Beberapa
penyakit malaria di dunia. Di Indonesia dengan adanya daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jambi
program KOPEM (Komando Operasi Pembasmian Malaria), dan Batam kasus malaria cenderung meningkat. Populasi
malaria hanya dapat dikontrol untuk daerah Jawa dan yang berisiko terhadap malaria iaIah 113 juta dari 218 juta
Bali. Sampai sekarang masih banyak kantung-kantung masyarakat Indonesia. Walaupun demikian jumlah kasus
malaria khususnya daerah Indonesia kawasan Timur (Irian, malaria telah menurun dari 2.8 juta tahun 2001 menjadi
Maluku, Timor Timur, NTT, Kalimantan dan sebagian besar 1.2 juta kasus pada tahun 2008. ^
Sulawesi), beberapa daerah Sumatera (Lampung, Riau,
Bengkulu dan Sumatera Barat dan Utara) dan sebagian
kecil Jawa (Jepara, sekitar Yogya dan Jawa Barat).* TRANSMISI DAN EPIDEMIOLOGI
W a l a u p u n kina m e r u p a k a n obat p e r t a m a y a n g
digunakan untuk mengobati demam (diduga oleh malaria) D a u r H i d u p Parasit M a l a r i a
pada tahun 1820 oleh Pelletier dan C a v e n t o u , obat
Infeksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk
untuk malaria baru dapat disintesis secara kimiawi yaitu
anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan
primakuin (1924), quinacrine (1930), klorokuin (1934),
melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana
amodiaquine(1946), primakuin (1950) dan pirimetamin
sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke
(1951). Dengan meluasnya resistensi terhadap pengobatan
hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di
k l o r o q u i n , s u l f a d o k s i n - p i r i m e t a m i n serta obat-obat
dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan bentuk
lainnya, W H O melalui RBM (Roll Back Malaria) telah
aseksual skizon intrahepatik atau skizon pre eritrosit.
mencanangkan perubahan pemakaian obat baru yaitu
Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk
kombinasi artemisinin {Artemisinin-base Combination
Plasmodium falciparum dan 15 hari untuk Plasmodium
Therapy = ACT) untuk mengatasi masalah resistensi
malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk
pengobatan dan menurunkan morbiditas dan mortalitas.
skizon hati yang apabila pecah akan dapat mengeluarkan
Melalui studi SEQUAMAT (2005) dan AQUAMAT (2010)
10.000 - 30.000 merozoit ke sirkulasi darah. Pada P vivax
telah dibuktikan bahwa pengobatan dengan Artesunate
dan ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk
intra vena, menurunkan mortalitas dibandingkan
hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun,
pengobatan dengan menggunakan Kina.^^
dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps
pada malaria. ^°
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan
DISTRIBUSI DAN INSIDEN menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan
eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini berhubungan dengan
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan
di benua Afrika, Asia, Amerika (bagian Selatan) dan individu dengan golongan darah D t / ^ negatif tidak dapat
daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Lebih dari 1.6 terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P falciparum
triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan diduga suatu glycophorlns, sedangkan pada P malariae
morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta dan P ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari
pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu 12 j a m parasit berubah menjadi bentuk ring, pada P
Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali Rusia), . falciparum m e n j a d i b e n t u k stereo - headphones,
Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi
dan Australia. Negara tersebut ter-hindar dari malaria sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin
karena vektor kontrolnya yang baik; walaupun demikian dan dalam metabolisme-nya membentuk pigmen yang
di negara tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik.
yang di impor karena pendatang dari negara malaria atau Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding
penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria^ berubah lonjong, pada P falciparum dinding eritrosit
P falciparum dan P. malariae umumnya di jumpai membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya
pada semua negara dengan malaria; di Afrika, Haiti dan penting dalam proses sitoaderens dan rosetting. Setelah
Papua Nugini umumnya P falciparum; P. vivax banyak di 36 j a m invasi kedalam eritrosit, parasit berubah menjadi
Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tanggara, negara skizon, dan bila skizon pecah akan mengeluarkan 6 - 36
Oceania dan India umumnya P falciparum dan P vivax. P. merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus
MALARIA 597

aseksual ini pada P falciparum, P. vivax dan P. ovale iaIah 24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang di lepaskan
48 j a m dan pada R malariae adalah 72 j a m . ^\(Gambar 1) akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami
fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi
dan f a g o s i t o s i s di limpa akan m e n g i n v a s i eritrosit.
Selanjutnya parasit berkembang biak secara aseksual
dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit
yang berpotensi (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesis terjadinya malaria pada manusia. Patogenesis
malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria
yang disebabkan oleh P falciparum.^^
Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh
faktor parasit dan faktor pejamu {host). Termasuk dalam
faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit
dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam
faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat
Gambar 1. Daur hidup plasmodiumdan mekanisme invasi tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi.
eritrosit. (disalin dari: Miller LH . The pathogenic basis of Malaria. EP secara garis besar mengalami 2 stadium, yaitu stadium
Nature 2 0 0 2 , 4 1 5 : 6 7 3 - 6 7 9 )
cincin pada 24 j a m I dan stadium matur pada 24 jam ke II.
Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk RESA {Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang
gamet jantan dan betina, dan bila nyamuk menghisap setelah parasit masuk stadium matur Permukaan membran
darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam EP stadium matur akan meng-alami penonjolan dan
tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk membentuk knob dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP-1)
zigot dan m e n j a d i lebih bergerak menjadi ookinet sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut
yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya berubah menjadi merozoid, akan dilepaskan toksin malaria
menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan berupa GPI atau glikosilfosfatidilinositol yang merangsang
mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar pelepasan TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag. ^^•^
'^
ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.
Pada surveilens malaria di masyarakat, tingginya slide Sitoaderensi. S i t o a d e r e n s i iaIah p e r l e k a t a n antara
positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah EP stadium matur pada permukaan endotel vaskular.
dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara Perlekatan terjadi molekul adhesif yang terletak
tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi : dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul
adhesif yang terletak dipermukaan endotel vaskular.
HIPOENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate
Molekul adhesif di permukaan knob EP secara kolektif
0 - 10%
disebut P f E M P - 1 , {Pfalciparum erythrocyte membrane
MESOENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate
protein-1). Molekul adhesif dipermukaan sel endotel
10 - 50%
vaskular adalah C D 3 6 , trombospondin, intercellular-
HIPERENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate
adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion
50 - 7 5 %
molecule - 1 (VCAM), endothel leucocyte adhesion
HOLOENDEMIK: bila parasit rate atau spleen rate > 75%
molecule-1 (ELAM-1) dan glycosaminoglycan chondroitin
Parasit rate d a n spleen rate ditentukan pada sulfate A. PfEMP-1 merupakan protein-protein hasil
pemeriksaan anak-anak usia 2 - 9 tahun. Pada daerah ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada
holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR.
berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai Gen VAR mempunyai kapasitas variasi antigenik yang
banyak malaria serebral pada usia kanak-kanak ( 2 - 1 0 sangat besar^^^"
tahun), sedangkan pada daerah hipoendemik/daerah tidak
stabil banyak dijumpai malaria serebral, malaria dengan Sekuestrasi. Sitoaderen menyebabkan EP matur tidak
gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal pada beredar kembali dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit
usia dewasa. ^ matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular disebut
EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P falciparum
yang mengalami sekuestrasi, karena pada Plasmodium
lainnya seluruh siklus terjadi pada p e m b u l u h darah
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
perifer. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ vital dan
hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi
Setelah melalui jaringan hati P. falciparum melepaskan 18-
598 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

terdapat di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru parasit malaria berada. Beberapa organ yang terlibat
jantung, usus dan kulit. Sekuestrasi ini diduga nnennegang antara lain otak, jantung-paru, hati-limpa, ginjal, usus,
peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.^^'^^'^" dan sumsum tulang. Pada otopsi dijumpai otak yang
membengkak dengan perdarahan petekie yang multipel
/?05ett(/i9 iaIah berkelompoknya EPmaturyangdiselubungi
pada substansi putih (white matter). Perdarahan jarang
10 atau lebih eritrosit yang tidak mengandung parasit.
pada substansi abu-abu. Tidak dijumpai herniasi. Hampir
Plasmodium yang dapat melakukan sitoaderensi j u g a
seluruh pembuluh kapiler dan vena penuh dengan parasit.
yang dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan
Pada jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relatif
obstruksi aliran darah lokal/dalam j a r i n g a n sehingga
normal, bila anemia tampak pucat dan dilatasi. Pada paru
mempermudah terjadinya sitoadheren.^^
dijumpai gambaran edema paru, pembentukan membran
Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel e n d o t e l , monosit hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada Ginjal tampak
dan makrofag setelah mendapat stimulasi dari malaria bengkak, tubulus mengalami iskemia, sekuestrasi pada
toksin (LPS, GPI ) . Sitokin ini antara lain TNF-a {tumor kapiler glomerulus, proliferasi sel mesangial dan endotel.
necrosis factor-alpha), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 Pada pemeriksaan imunofluoresen dijumpai deposisi
(IL-6), interleukin-3 (IL-3), LT (lymphotoxin) dan interferon- imunoglobulin pada membran basal kapiler glomerulus.
gamma (INF-g). Dari beberapa penelitian dibuktikan bahwa Pada saluran cerna bagian atas dapat terjadi perdarahan
penderita malaria serebral yang meninggal atau dengan karena erosi, selain sekuestrasi juga dijumpai iskemia yang
komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar menyebabkan nyeri perut. Pada sumsum tulang dijumpai
TNF-a yang tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi diseritropoesis, makrofag mengandung banyak pigmen,
kadar TNF-a, I L - 1 , IL-6 lebih rendah dari malaria serebral. dan eritrofagositosis.^^
Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena j u g a
dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal/
rendah atau pada malaria serebral yang hidup dengan
IMUNOLOGI
sitokin yang tinggi. Oleh karenanya diduga adanya peran
dari neurotransmitter yang lain sebagai /ree-rod/co/dalam Imunitas terhadap malaria sangat kompleks, melibatkan
kaskade ini seperti nitrit-oksida sebagai faktor yang hampir seluruh komponen sistem imun baik spesifik
penting dalam patogenesis malaria berat."^" maupun non-spesifik, imunitas humoral maupun selular,
yang timbul secara alami maupun didapat akibat infeksi
Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini banyak diteliti peran
atau v a k s i n a s i . I m u n i t a s spesifik t i m b u l n y a l a m b a t .
mediator nitrit oksid (NO) baik dalam m e n i m b u l k a n
Imunitas hanya bersifat jangka pendek dan barangkali
malaria berat terutama malaria serebral, maupun
tidak ada imunitas yang permanen dan sempurna.
sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena
Bentuk imunitas terhadap malaria dapat dibedakan
m e m b a t a s i p e r k e m b a n g a n parasit d a n m e n u r u n k a n
atas : 1). Imunitas a l a m i a h n o n - i m u n o l o g i s berupa
ekspresi molekuladesi. Diduga produksi NO lokal di organ
kelainan-kelainan genetik polimorfisme yang dikaitkan
terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi
dengan resistensi terhadap malaria. Misalnya: hemoglobin
organ tersebut. Sebaliknya pendapat lain menyatakan
S {sickle cell trait), hemoglobin C, hemoglobin E, talasemia
kadar NO tertentu, memberikan perlindungan terhadap
A/B, defisiensi glukosa-6 pospat dehidrogenase (G6PD),
malaria berat. Justru kadar NO yang rendah mungkin
ovalositosis herediter, g o l o n g a n darah Duffy negatif
menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendahnya
yang kebal terhadap infeksi R vivax, individu dengan
kadar nitrat dan nitrit total pada cairan serebrospiral. Anak-
human leucocyte antigen (HLA) tertentu misalnya HLA
anak penderita malaria serebral di Afrika, mempunyai
Bw 53 lebih rentan terhadap malaria dan melindungi
kadar arginine y a n g r e n d a h . Masalah peran sitokin
terhadap malaria berat; 2). Imunitas didapat non-spesifik
proinflamasi dan NO pada patogenesis malaria berat
{non-adaptive/innate). Sporozoit yang masuk darah akan
masih kontroversial, banyak hipotesis yang belum dapat
dengan cepat merangsang respon imun non-spesifik yang
dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian
terutama dilakukan oleh makrofag dan monosit, dengan
sering saling bertentangan.^^
menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNF, IL-1 , IL - 2 ,
IL- 4 , IL - 6 , IL-8, IL-10, secara langsung menghambat
pertumbuhan parasit (sitostatik),dan membunuh parasit
PATOLOGI
(sitotoksik); 3). Imunitas didapat spesifik. Tanggapan
sistem imun terhadap infeksi malaria mempunyai sifat
Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria
spesies spesifik, strain spesifik, dan stage spesifik. Imunitas
falsiparum karena kematian biasanya disebabkan oleh P.
terhadap stadium siklus hidup parasit {stage spesific),
falciparum. Selain perubahan jaringan dalam patologi
dibagi menjadi:
malaria yang penting iaIah keadaan mikrovaskular dimana
MALARIA 599

Imunitas pada stadium eksoeritrositer: - 1 / Pf - EMP-1, Pf-EMP-2, Mature Parasite Infective


Eksoeritrositer ekstrahepatik (stadium sporozoit), Erytrocyte Surface Antigen (MESA), Pf-EMP-3, Heat
respons imun pada stadium ini adalah melalui antibodi Shock Protein-70 (HSP-70)
yang menghambat masuknya sporozoit ke hepatosit. Imunitas pada stadium seksual berupa: antibodi yang
dan antibodi yang m e m b u n u h sporozoit melalui membunuh gametosit, antibodi yang menghambat
opsonisasi Contoh : Sirkumsporozoid protein fertilisasi, antibodi yang menghambat transformasi
{Circumsporozoid protein/CSP), Sporozoid Threonin zigot menjadi ookinet, antigen/antibodi pada stadium
and asparagin rich protein (STARP), Sporozoid and seksual prefertilisasi : Pf- 230 {Transmission blocking
liver stage antigen (SALSA), Plasmodium falcifarum antibody), Pf - 48/45, Pf- 7/25, Pf-16, Pf-320, dan
sporozoite surfaceprotein-2 (SSP-2 / Trombospondin- antigen/antibodi pada stadium seksual post fertilisasi,
related anonymous protein - TRAP). misal : Pf-25, Pf-28
Eksoeritrositer intrahepatik, respons imun pada
Pembuatan vaksin banyak ditujukan pada stadium
stadium ini adalah melalui: Limfosit T sitotoksik CD8+,
sporozoit, terutama dengan menggunakan epitop tertentu
antigen/antibodi pada stadium hepatosit: Liver stage
dari sirkumsporozoid. Respon imun spesifik ini diaturdan/
antigen -1 (LSA-1), LSA-2, LSA-3
atau dilaksanakan langsung oleh limfosit T untuk imunitas
Imunitas pada stadium aseksual eritrositer berupa:
selular dan limfosit B untuk imunitas humoral.
antibodi yang mengaglutinasi merozoit, antibodi yang
menghambat sitoaderens, antibodi yang menghambat
pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit.
GEJALA KLINIS
Seperti: Antigen dan antibodi pada stadium merozoit/
Merozoit surface antigen/protein ^MSN^S?-^), MSA-2, Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas
MSP-3, Apical membrane Antigen (AMA-1), Eritrocyte penderita, dan tingginya transmissi infeksi malaria. Berat/
Binding Antigen - 175 (EBA-175), Rhoptry Associated ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis Plasmodium (P
Protein - 1 (RAP-1), Glutamine Rich Protein (GLURP)^^ Falciparum sering memberikan komplikasij, daerah asal
Antigen dan antibodi pada stadium aseksual eritrositer infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia
: Pf - ^SS/Ring Eritrocyte Surface Antigen (RESA), Pf- lanjut dan bayi sering lebih berat), ada dugaan konstitusi
155 Ring Eritrocyte Surface Antigen (RESA), Serine genetik, keadaan kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaksis
Repeat Antigen ( S E R A ) , Histidine Rich protein-2 dan pengobatan sebelumnya.^^ (Gambar 2)
(HRP-2), P falcifarum Eritrocyte Membrane Protein

Faktor parasit: Faktor pejamu (Host) Faktor sosial dan geografi

- Resistensi obat - Imunitas - Akses mendapat pengobatan


- Kecepatan multiplikasi - Kecepatan multiplikasi - Faktor-faktor budaya dan ekonomi
- Cara invasi - Genetik - Stabilitas politik
- Sitoadherens - Umur kehamilan - Intensitas transmisi nyamuk
- Roseting
- Polimorfisme antogenik
- Variasi anti-genik (PfEMPl)
- Toksin malaria

Manifestasi klinik

Asimptomatik Demam Malaria berat Kematian


(spesifik)

Gambar 2. Gambaran klinis ditentukan oleh faktor parasit, pejamu dan sosial-geografi. (Sumber: Miller LH,
Baruch D I, Marsk K, Doumbo Ok. The pathogenesis basis of malaria. Nature 2002; 415:673)
600 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

MANIFESTASI MALARIA TANPA KOMPLIKASI berkeringat; kemudian periode berkeringat : penderita


berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita
D i k e n a l 5 j e n i s Plasmodium (P) y a n g nnenginfeksi merasa sehat.Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi
manusia yaitu P. vivax, yang merupakan infeksi yang P vivax, pada P falciparum menggigil dapat berlangsung
paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks, berat ataupun tidak ada. Periode tidak panas berlangsung
P. falciparum, m e m b e r i k a n banyak k o m p l i k a s i dan 12 jam pada P falciparum, 36 jam pada P vivax dan ovale,
mempunyai perjalanan klinis yang cukup serius, mudah 60 jam pada P malariae. Timbulnya gejala trias malaria ini
resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria juga dipengaruhi tingginya kadar TNF- alfa.^^
tropika/ falsiparum, P. malariae, cukup jarang namun Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada
dapat menimbulkan sindroma nefrotik dan menyebabkan infeksi malaria. Beberapa mekanisme terjadinya anemia
malaria quartana/ malariae, P ovale dijumpai pada daerah iaIah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
Afrika dan Pasifik Barat, memberikan infeksi yang paling sementara eritropoiesis, hemolisis oleh karena kompleks
ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan, imun yang diperantarai komplemen, eritrofagositosis,
menyebabkan malaria ovale, dan Plasmodium ke-5 iaIah penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh
P Knowlesiyang dilaporkan pertama kali di Serawak sering sitokin. Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai
didiagnosa sebagai P. malariae dan dapat menyebabkan pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3- hari
malaria berat. ^^^^ dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri
dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting
Manifestasi Umum Malaria d a l a m p e r t a h a n a n t u b u h t e r h a d a p infeksi m a l a r i a ,
Malaria m e m p u n y a i g a m b a r a n karakteristik d e m a m penelitian pada binatang percobaan memperlihatkan
p e r i o d i k , a n e m i a dan s p l e n o m e g a l i . Masa inkubasi limpa m e m f a g o s i t eritrosit y a n g t e r i n f e k s i melalui
bervariasi pada masing-masing Plasmodium. (Tabel 1) perubahan metabolisme, antigenik dan rheological dari
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya eritrosit yang terinfeksi.
d e m a m berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi
punggung, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan malaria iaIah: (Gambar 3)^°
tulang, demam ringan, anoreksia, sakit perut, diare ringan Serangan primer : yaitu keadaan mulai dari akhir masa
dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang
terjadi pada P vivax dan ovale, sedang pada P falciparum terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat.
dan malariae keluhan prodromal tidakjelas bahkan gejala Serangan paroksismal ini dapat pendek atau panjang
dapat mendadak.^° tergantung dari jumlah parasit dan keadaan immunitas
Gejala yang klasik yaitu terjadinya " Trias Malaria " penderita.
secara berurutan: periode dingin (15-60 menit) : mulai
menggigil, penderita sering membungkus diri dengan Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa
selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya
seluruh badan bergetar dan gigi-geligi saling terantuk, terjadi diantara dua keadaan paroksismal.
diikuti dengan meningkatnya temperatur; diikuti dengan Rekrudesensi: berulangnya gejala klinik dan parasitemia
periode panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan suhu dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan
badan tetap tinggi beberapa j a m , diikuti dengan keadaan primer. Rekrudesensi dapat terjadi berupa berulangnya

'tabel 1. Manifestasi Klinik Infeksi Plasmodium "^^


Masa Inkubasi (hari) Tipe Panas
Plasmodium Relaps Rekrudensi Manifestasi Klinik
Rata-rata(mln-max) (jam)
Falsiparum 12(9-14) 24,36, Tidak Ya Gejala gastrointestinal; hemolisis; anemia;
48 ikterus hemoglobinuria; syok; algid malaria;
gejala serebral; edema paru; hipoglikemi;
gangguan kehamilan; kelainan retina.
Vivax 13 (12-17) 12-> bulan 48 Ya Tidak Anemia kronik; splenomegali ruptur limpa.
Ovale 17(16-18) 48 Ya Tidak sama dengan vivax
Malariae 28(18-40) 72 Tidak Ya Rekrudensi sampai 50 tahun; splenomegali
menetap;ruptur limpa jarang ruptur; sindroma
nefrotik.
Knowlesi 9-12 24 Tidak ? D e m a m , nyeri p e r u t , t r o m b o s i t o p e n i a ,
gangguan ginjal, ikterik, hiperparasitemia
MALARIA 601

NILAI AMBANG PIROGENITAS


SIMPTOM KLINIS.MENINGKAT SESUAI
KLINIS DENGAN IMUNITAS

PARASITEMIA
PATEN

, NILAI AMBANG MIKROSKOPIK


PARASITEMIA
PATEN
I _ ^ \ * V PENYEBAB RADIKAL
ATAU SPONTAN
^ — » » — — "^•^gj^i Exo^iitrosTtlir —» —— — — — •> ^
Stadium jaringan hati
Primer & Sekunder /

1. Masa Inkubasi 3. Masa laten ( masa laten klinis) 5a. Masa laten parasit
2. Masa Pre-paten 4. Rekrudensi 6. RekurensI klinis (relaps ranjang)
3. Serangan primer paroksismal 5. Masa laten 6a. Relaps parasit

Gambar 3. Perjalanan klinis infeksi malaria

gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. p e n d e k dan p e n y e m b u h a n lebih c e p a t . R e s i s t e n s i
Sering disebut relaps waktu panjang. terhadap kloroquin pada malaria vivaks j u g a dilaporkan
di Irian Jaya dan di daerah lainnya (Sumatra). Relaps
Rekurens: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia
sering terjadi karena keluarnya bentuk hipnozoit yang
setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer
tertinggal di hati pada saat status imun tubuh menurun.
Relaps atau Rechute: yaitu berulangnya gejala klinik atau Malaria vivaks saat ini dapat j u g a berkembang menjadi
parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan malaria berat dan memberikan komplikasi seperti gagal
periodik dari infeksi primer atau setelah periode yang lama pernapasan, malaria serebral, disfungsi hati dan anemia
dari masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena berat.". 2 6
infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati)
pada malaria vivaks atau ovale. Manifestasi Klinis Malaria Malariae/M. Quartana
M. malariae banyak dijumpai didaerah Afrika, Amerika
Manifestasi Klinis Malaria Tertiana/ M.Vivax/ latin, sebagian Asia. Penyebarannya tidak seluas P.vivax
M.Benigna. ^° dan P.falciparum. Masa inkubasi 1 8 - 4 0 hari. Manifestasi
Secara e p i d e m i o l o g i pada tahun 1999 diperkirakan klinik seperti pada malaria vivaks hanya berlangsung
terdapat 72-80 juta penderita malaria vivaks di dunia dan lebih ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering
52 % ada di Asia. Saat ini terjadi peningkatan 2.5 kali lipat dijumpai walaupun ringan. Serangan paroksismal terjadi
jumlah penderita dan secara global beban malaria vivaks tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan parasitemia
adalah 132-391 juta orang per tahun. sangat rendah < 1%.^°
Inkubasi 12-17 hari, bisa lebih panjang 1 2 - 2 0 hari. Komplikasi jarang terjadi, sindroma nefrotik dilaporkan
Pada hari-hari pertama panas iregular, kadang-kadang pada infeksi Plasmodium malariae pada anak-anak Afrika.
remiten atau intermiten, pada saat tersebut perasaan Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh karena deposit
dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu kompleks imun pada glomerulus ginjal. Hal ini terbukti
tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 j a m dengan adanya peningkatan Ig M bersama peningkatan
dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal titer anti-bodinya. Pada pemeriksaan dapat dijumpai
biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit edema, asites, proteinuria yang banyak, hipoproteinaemia,
mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. tanpa uremia dan hipertensi. Keadaan ini prognosisnya
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia jelek, respons terhadap pengobatan anti malaria tidak
mulai m e n u r u n setelah 14 hari, limpa masih dapat m e n o l o n g , diet d e n g a n k u r a n g g a r a m dan t i n g g i
membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir protein, dan diuretik boleh dicoba, steroid tidak berguna.
minggu kelima panas mulai turun. Pada malaria vivaks, Pengobatan dengan azatioprin dengan dosis 2-2,5 mg/
limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran kg B.B selama 12 bulan tampaknya memberikan hasil
Hackett). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai yang baik; siklofosfamid lebih sering memberikan efek
disebabkan karena h i p o a l b u m i n e m i a . Malaria vivaks toksik. Rekrudesensi sering terjadi pada Plasmodium
sering menyebabkan relaps. Pada penderita yang semi- malariae, parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer,
imun infeksi malaria vivaks tidak spesifik dan ringan sedangkan bentuk diluar eritrosit (di hati) tidak terjadi
saja; parasitemia hanya rendah; serangan demam hanya pada P malariae ^°
602 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

M a n i f e s t a s i Klinis M a l a r i a Ovale inkubasi eksperimental 9-12 hari. Sering dijumpai gejala


Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis nyeri abdomen dengan diarea. Parasitemia lebih tinggi
malaria. Masa inkubasi 11-16 hari, serangan paroksismal dibandingkan oleh R malariae. Komplikasi malaria berat
3-4 hari terjadi malam hari dan jarang lebih dari 10 kali dapat terjadi berupa penurunan kesadaran, hipotensi,
walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran gagal ginjal, ikterik, gagal pernapasan dan menyebabkan
dengan plasmodium lain, maka P.ovale tidak akan tampak kematian. Diagnosa pasti malaria knowlesi saat ini hanya
didarah tepi, tetapi plasmodium yang lain yang akan dengan pemeriksaan analysis DNA dengan pemeriksaan
ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan malaria PGR.""
vivaks, lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan
perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh spontan
tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan ETIOLOGI
splenomegali jarang sampai dapat diraba.
Penyebab infeksi malaria iaIah plasmodium, yang selain
M a n i f e s t a s i Klinis M a l a r i a T r o p i k a / M . f a l s i p a r u m menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus
ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, Plasmodium dari famili plasmodidae, ordo Eucoccidiorida,
parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. klas Sporozoasida, dan phyllum Apicomplexa.
Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit
perjalanan klinis yang cepat, dan parasitemia yang tinggi (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di
dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi
yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri punggung/ pada tubuh nyamuk anopheles betina. Secara keseluruhan
nyeri t u n g k a i , lesu, perasaan dingin, mual, m u n t a h , ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang
dan diare. Parasit sulit ditemui pada penderita dengan (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang
pengobatan imunosupresan. Panas biasanya ireguler primata)
dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan Sementara itu terdapat empat plasmodium yang
temperatur di atas 40°C. Gejala lain berupa konvuisi, dapat menginfeksi manusia, yang sering dijumpai iaIah
p n e u m o n i a aspirasi dan banyak keringat w a l a u p u n Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana
temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, dan Plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria
nausea, muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan tropika. Plasmodium malariae pernah juga dijumpai pada
paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih sering dari kasus di Indonesia tetapi sangat j a r a n g . Plasmodium
hepatomegali dan nyeri pada perabaan; dapat disertai ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau
timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, Timor, dan pulau Owi (utara Irian Jaya). Sejak tahun 2004
hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol telah dilaporkan munculnya malaria baru dikenal sebagai
dengan leukopenia dan monositosis. malaria ke-5 {the fifth malaria) yang disebabkan oleh
Plasmodium knowlesiyang sebelumnya hanya menginfeksi
M a n i f e s t a s i klinik P. K n o w l e s i monyet berekor panjang, namun sekarang dapat pula
Sejak dipublikasikan tahun 2004 sebagai hasil studi menginfeksi m a n u s i a . "
retrospektif terhadap adanya kasus di Kapit-Serawak
d i m a n a d i l a p o r k a n s e b a g a i P. Malariae y a n g tidak
klasik. Malaria ini dikenal sebagai Simian malaria yang DIAGNOSIS MALARIA
menginfeksi kera ber-ekor panjang dikenal sebagai
Maccaca fascicularis, M. nemestrina dan j u g a Presbytis Diagnosa malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis
femoralis. Dalam retrospektif analisis kasus malaria dan pemeriksaan mikroskopik. Gejala klinis saja sering
di Serawak-Sabak t a h u n 2 0 0 1 - 2 0 0 6 , dari 960 kasus, bervariasi dan tidak spesifik s e h i n g g a penegakkan
P knowlesi ditemukan pada 266 (27.7%).^^ Selain di diagnosa berdasar gejala klinis mempunyai spesifitas yang
serawak Malaysia, R knowlesi juga dilaporkan di Filipine, rendah. Adanya riwayat/ anamnesa penderita tentang asal
Singapore, Thailand dan Myanmar. Di Indonesia j u g a apakah dari daerah endemik malaria, riwayat berpergian ke
pernah dilaporkan penderita dari Kalimantan. Sebagai daerah malaria sangat membantu dalam memperkirakan
vektor utama iaIah Anopheles cracens, An. Latens, An. adanya infeksi malaria. WHO merekomendasikan diagnosis
Balabacencls. Malaria ini sering didiagnosa sebagai P berdasar gejala klinis dengan 2 petunjuk
malariae yang tidak klasik karena gejala panas lebih 1. Bila risiko infeksi malaria rendah, k e m u n g k i n a n
dominan, dengan puncak panas tiap hari, kadang dengan transmisi malaria minimal, diagnosa berdasar adanya
2 puncak.mempunyai siklus aseksual tiap 24 j a m dan masa demam selama 3 hari dan tidak ditemukan penyebab
MALARIA 603

infeksi lainnya. komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang
2. Bila penderita risiko malaria tinggi, dan transmisi minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau
malaria sangat tinggi, diagnosa berdasar adanya Leishman's, atau Field's dan juga Romanowsky. Pengecatan
demam satu hari disertai adanya anemia, pada anak Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium
sering ditandai dengan pucat di telapak tangan. dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil
yang cukup baik.
Diagnosis pasti dengan menemukan adanya parasit
malaria ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik
Tes A n t i g e n :
sebagai standar baku dan bila tidak d i m u n g k i n k a n
dibantu dengan tes diagnosa cepat {Rapid Diagnosis A d a 2 j e n i s a n t i g e n y a i t u Histidine Rich Protein II

Test =RDJ) m e n d e t e k s i a n t i g e n dari PFalciparum dan a n t i g e n


terhadap LDH (Laktate Dehydrogenase) yang ter-dapat

P e m e r i k s a a n Tetes D a r a h u n t u k IMalaria pada Plasmodium lainnya. Deteksi sangat cepat hanya 3 -

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan 5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya
adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan baik, tidak memerlukan alat khusus. Ada 86 tes RDT
diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif tidak dari 28 perusahaan. Beberapa tes mendeteksi antigen
menyingkirkan diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi spesifik terhdap R Falciparum sedang yang lain deteksi
3 kali dan hasil negatif dapat menyingkirkan kemungkinan pan-spesifik antigen (aldolase atau pan-malaria pLDH).
malaria. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga Sensitivitas sampai 9 5 % dan hasil positif palsu lebih
laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal
p a r a s i t m a l a r i a . P e m e r i k s a a n p a d a saat p e n d e r i t a sebagai tes cepat {Rapid Test). Karena sensitivitas dan
demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan spesivitasnya tinggi tes ini sangat bermanfaat untuk tes
ditemukannya parasit. Pemeriksaan dengan stimulasi penyaring dan dapat dipakai sebagai tes deteksi parasite
adrenalin 1:1000 tidak j e l a s m a n f a a t n y a dan sering untuk pemberian obat malaria ACT. Tes ini tidak dapat
membahayakan terutama penderita dengan hipertensi. dipakai untuk monitoring maupun mendeteksi adanya
Pemeriksaan parasit malaria melalui aspirasi sumsum hiperparasitemia^^
tulang hanya untuk tujuan penelitian dan tidak sebagai
cara diagnosis yang rutin. Adapun pemeriksaan darah tepi Tes S e r o l o g i
dapat dilakukan melalui : Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan
memakai teknik immuno fluorescent antibody {\fA). Tes ini
Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik
berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
untuk m e n e m u k a n p a r a s i t m a l a r i a k a r e n a t e t e s a n
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat sedikit
d a r a h c u k u p banyak d i b a n d i n g k a n p r e p a r a t d a r a h
j u m l a h n y a . Tes ini k u r a n g b e r m a n f a a t sebagai alat
tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di
diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah 2 minggu
l a p a n g a n . Ketebalan dalam m e m b u a t sediaan perlu
terjadinya infeksi dan menetap 3 - 6 bulan. Tes ini sangat
untuk m e m u d a h k a n identifikasi parasit. Pemeriksaan
spesifik dan sensitif, manfaat tes serologi terutama untuk
parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100
digunakan pada penelitian epidemiologi atau alat uji
lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat
saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
dinyatakan negatip bila setelah diperiksa 200 lapang
infeksi baru; dan test > 1: 20 dinyatakan positif terinfeksi.
pandangan dengan pembesaran kuat (700-1000) kali tidak
Metode tes serologi lain adalah indirect haemagglutlnation
ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada
test, immuno-precipitation techniques, ELISA test, radio-
tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200
immunoassay.^^
leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya
iaIah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit
Tes D i a g n o s i s M o l e k u l a r
per mikro-liter darah.
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi
H a p u s a n darah Tipis. Digunakan untuk identifikasi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan
j e n i s P l a s m o d i u m , bila dengan preparat darah tebal sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan
sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai tes ini walaupun j u m l a h parasit sangat sedikit dapat
hitung parasit {parasite count), dapat dilakukan berdasar memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai
jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.
darah merah. Bila j u m l a h parasit > 100.000/ul darah Termasuk dalam tes ini: PCR (Polymerase Chain Reaction),
menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting LAMP (Loop-mediated Isothermal Amplification),
untuk menentukan prognosis penderita malaria, walaupun Microarray, Mass Spectrometry (MS), flow cytometric
604 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

assay (FCM)^ merupakan kasus yang fatal . Data di Minahasa insiden


malaria berat ialah 6 % dari kasus yang dirawat di RS
dengan mortalitas 10 - 20 %.
DIAGNOSIS BANDING MALARIA Penderita berat malaria berat yang menurut W H O
didefinisikan sebagai infeksi P falciparum dengan satu
D e m a m m e r u p a k a n salah satu gejala malaria y a n g atau lebih komplikasi berikut: ^°
m e n o n j o l , y a n g j u g a d i j u m p a i pada h a m p i r s e m u a 1. Malaria c e r e b r a l : penurunan kesadaran (coma) yang
penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari
respiratorius, influenza, bruselosis, demam tifoid, demam 30 menit setelah serangan kejang; derajat penurunan
dengue, dan infeksi bakterial lainnya seperti pneumonia, kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS
infeksi saluran kemih, dan tuberkulosis. Pada daerah {Glasgow Coma Scale).
hiper-endemik sering dijumpai penderita dengan imunitas 2. Acidemia/ acidosis: pH darah < 7.25 atau plasma
yang tinggi sehingga penderita dengan infeksi malaria bikarbonat < 15 mmol/L, kadar laktat vena >5 mmol/L,
tetapi tidak menunjukkan gejala klinis malaria. Pada klinis pernapasan dalam/resp/rafoAy distress.
malaria berat diagnosis banding tergantung manifestasi 3. Anemia berat normositik ( Hb < 5 gr% atau hematokrit
malaria beratnya. Pada malaria dengan ikterus, diagnosis < 15 % )
banding iaIah demam tifoid dengan hepatitis, kolesistitis, 4. Gagal ginjal akut ( urine kurang dari 400 ml/ 24 j a m
abses hati, dan leptospirosis. Hepatitis pada saat timbul pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak
ikterus biasanya tidak dijumpai demam lagi. Pada malaria setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg%.
serebral harus d i b e d a k a n d e n g a n infeksi pada otak 5. Edema paru (berdasarkan temuan foto toraksj
lainnya seperti meningitis, ensefalitis, tifoid ensefalopati, 6. Ketidak mampuan untuk makan (failure to feed)
tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat 7. Hipoglikemi : gula darah < 40 m g %
terjadi pada gangguan metabolik (diabetes, atau uremi), 8. Gagal sirkulasi atau Syok: tekanan sistolik < 70 mmHg
gangguan serebro-vaskular {stroke), ekiampsia, epilepsi, (anak 1 - 5 tahun< 50 mmHg); disertai keringat dingin
dan tumor otak. atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 1 ^ C.
9. Perdarahan spontan
Klasifikasi Malaria :
10. Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 j a m .
1. Malaria asimptomatik
11. Hiperlaktemia > 5 mmol/L
2. Malaria tanpa komplikasi
12. M a k r o s k o p i k h e m o g l o b i n u r i oleh karena infeksi
3. Malaria berat
malaria akut (bukan karena obat anti malaria / kelainan
4. Malaria bentuk khusus
eritrosit (kekurangan G-6-PD).
Malaria asimptomatik : iaIah penderita malaria dengan 13. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit
ditemukannya parasit malaria pada pemeriksaan darah yang padat pada pembuluh kapiler di jaringan otak/
dan penderita tidak ada gejala/ keluhan. Penderita ini jaringan lain.
biasanya ditemukan pada waktu survailens dan dijumpai
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai
pada orang yang tinggal di daerah hiper/holo endemik.
malaria berat sesuai dengan gambaran klinik daerah
Penderita ini dengan imunitas yang tinggi sehingga
setempat ialah :
adanya parasit dalam darahnya tidak memberi gejala. Bila
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS<15) di Indonesia
dijumpai kasus seperti ini penderita harus tetap diberikan
sering dalam keadaan delirium
obat anti-malaria.
2. Prostation- Kelemahan otot (tak bisa duduk/ berjalan,
Malaria tanpa komplikasi: ialah ditemukannya parasit bentuk tanpa bantuan)
aseksual dari seorang penderita disertai dengan gejala-gejala 3. Hiperparasitemia > 2 % (> 100.000 parasit/uL) pada
klinis malaria. Gejala dapat klasik maupun tidak klasik. Pada daerah transmisi rendah atau > 5% (250.000/uL) pada
penderitaini tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi. daerah transmisi tinggi/stabil malaria

Malaria berat: Komplikasi malaria umumnya disebabkan 4. Ikterik (bilirubin > 3 mg%) bila disertai gagal organ lain

karena P. falciparum dan sering di sebut pernicious 5. Hiperpireksia (temperatur rektal > 40 ^ C) pada orang

manifestations. Sekarang komplikasi malaria dapat juga dewasa/anak.

disebabkan karena P vivax dan P. knowlesi. Sering terjadi


(lihat bab Malaria B e r a t )
mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering
terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada
Malaria Kondisi Khusus:
pendatang dan ibu hamil. Komplikasi terjadi 5-10% pada
seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% nya
A. Malaria pada Kehamilan
MALARIA 605

Malaria lebih sering dijumpai pada kehamilan trimester I tenaga dokter sering tidak terbiasa/ berpengalaman
dan II dibandingkan pada wanita yang tidak hamil. Malaria dalam deteksi malaria sehingga sering terlambat diagnosis
berat j u g a lebih sering pada wanita hamil dan masa ataupun tidak tersedianya sarana ataupun sumberdaya
puerperium di daerah mesoendemik dan hipoendemik. manusia untuk deteksi parasit malaria dan kesulitan
Hal ini disebabkan karena penurunan imunitas selama dalam ketersediaan obat-obat antimalaria. Pengobatan
kehamilan. Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya yang dianjurkan ialah kombinasi artemether-lumefantrine,
respons imun pada kehamilan seperti : peningkatan atovaquon-proguanil atau kina + doksisiklin/ tetrasiklin/
hormon steroid dan gonodotropin, alfa foetoprotein dan clindamycin. Penderita malaria berat pada pelancong
penurunan limfosit menyebabkan mudahnya terjadi infeksi diobati dengan artesunate i.v, artemeter i.m, atau kina
malaria. Ibu hamil dengan infeksi HIV lebih mudah terkena parenteral
infeksi malaria dan sering didapatkan malaria kongenital
pada bayinya dan berat bayi lahir rendah. D. Malaria oleh karena Trasfusi Darah
Komplikasi pada kehamilan karena infeksi Malaria karena transfusi darah dari donor yang terinfeksi
malaria ialah abortus, penyulit pada partus (anemia, m a l a r i a c u k u p s e r i n g t e r u t a m a pada d a e r a h y a n g
hepatosplenomegali), bayi lahir dengan berat badan menggunakan donor komersial. Dilaporkan 3500 kasus
rendah, anemia, gangguan fungsi ginjal, edema paru, malaria oleh karena transfusi darah dalam 65 tahun
hipoglikemia dan malaria kongenital. Oleh karenanya terakhir. Parasit malaria tetap hidup dalam darah donor
perlu pemberian obat pencegahan terhadap malaria pada kira-kira satu minggu bila dipakai anti-koagulan yang
wanita hamil di daerah endemik. Pencegahan terhadap m e n g a n d u n g d e k s t r o s e dapat sampai 10 hari. Bila
malaria pada ibu hamil dengan pemberian klorokuin 250 komponen darah dilakukan cryopreserved, parasit dapat
mg tiap minggu mulai dari kehamilan trimester III sampai hidup sampai 2 tahun. Inkubasi tergantung banyak faktor,
satu bulan post-partum. asal darah, berapa banyak darah dipakai, apa darah yang
disimpan di Bank Darah, dan sensitivitas dari penerima
B. Malaria dengan HIV/AIDS '° darah. Umumnya inkubasi berkisar 1 6 - 2 3 hari (bervariasi
S e c a r a g e o g r a p h i s infeksi Malaria dan infeksi HIV P. falciparum 8 - 29 hari, P vivax 8 - 30 hari).
menempati area yang sama misalnya daerah Afrika, Bila seseorang pernah mendapat transfusi darah, dan
P a p u a d s b . P e n d e r i t a HIV bila m e n g a l a m i infeksi setelah 3 bulan terjadi demam yang tak jelas penyebabnya,
malaria akan cenderung menjadi berat. Juga penderita h a r u s d i b u k t i k a n t e r h a d a p infeksi m a l a r i a d e n g a n
HIV yang hamil bila terinfeksi malaria akan cenderung pemeriksaan darah tepi berkali-kali tiap 6-8 j a m .
menjadi berat dan mortalitasnya tinggi. Pengaruh obat
Pencegahan terhadap malaria akibat transfusi:
malaria seperti ACT terhadap infeksi HIV masih kurang
Deteksi darah donor dengan pemeriksaan tetes t e b a l :
dilaporkan. Laporan pendahuluan yang diketahui
biasanya sulit karena parasit malaria biasanya hanya
bahwa malaria pada penderita HIV menurunkan respon
sedikit.
pengobatan, menurunkan imunitas dan meningkatkan
Pemeriksaan serologis donor dengan metode indirect
beban parasitemia. Masih kurang informasi tentang
fluorescent antibody (IFA), bila negatif boleh sebagai
interaksi obat antiretroviral dengan obat anti malaria,
donor, bila hasil 1: 256 tidak boleh sebagai donor
Laporan awal pengobatan ACT pada penderita malaria
(infeksi baru).
masih cukup efektif, hanya saja ditemukan 7-8 kali lipat
Pengobatan pencegahan untuk semua donor darah
lebih banyak kejadian neutropenia pada penderita HIV
rutin. Pengobatan terhadap donor segera, 48 j a m
d i b a n d i n g k a n non-HIV. Kejadian n e u t r o p e n i a lebih
sebelum darah diambil.
banyak dijumpai pada pemakai zidovudine. Kejadian
Pengobatan terhadap recipient (penerima darah)
hepatotoksisitas lebih banyak dijumpai pada pemakai
efaviren dengan artesunate + amodiakuin. Sebaiknya
penderita HIV yang memakai zidovudine atau efavirens
bila menderita malaria sebaiknya tidak memakai ACT yang PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN
memakai amodiakuin sebagai kombinasinya. MALARIA

Penyakit atau keadaan klinik yang sering dijumpai pada


C. Pengobatan malaria pada pelancong (traveller)^° daerah endemik malaria yang ada hubungannya dengan
Umumnya pelancong ialah kelompok yang non-imun dari infeksi parasit malaria yaitu Sindrom Splenomegali Tropik
negara tidak ada infeksi malaria ataupun kelompok dengan (SST), Sindroma Nefrotik (SN) dan Limfoma Burkitt (LB).^°
imunitas rendah dari daerah endemik yang transmisinya
rendah. Kelompok ini berisiko terinfeksi malaria dan bila S i n d r o m S p l e n o m e g a l i T r o p i k (SST)^°
kembali ke daerah asalnya sering tidak terdeteksi karena Sering dijumpai dinegara tropik yang p e n y e b a b n y a
606 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

antara lain malaria, kala-azar, schistosomiasis, disebut r e s p o n s i m u n i t a s s e l l u l e r dan h u m o r a l n o r m a l


j u g a Hyper-reactive Malarial Splenomegaly {Big Spleen terhadap antigen.
Disease). SST berbeda dengan splenomegali karena respons limfosit normal terhadap Phytohaemagglutinin
malaria. Splenomegali karena malaria sering dijumpai di (PHA) .
daerah endemik malaria dengan parasitemia intermiten hipersplenism terjadi hanya pada beberapa kasus dan
dan ditemukan hemozoin (pigmen malaria) pada sistem berhubungan dengan besarnya splenomegali
retikulo-endotelial. Sering pada umur dewasa dengan limfositosis perifer dan pada sumsum tulang.
terbentuknya imunitas, parasitemia menghilang dan volume plasma meningkat.
limpa mengecil. Pada SST terjadi pada penduduk daerah
Pengobatan :
endemik biasanya anak-anak, limpa tidak m e n g e c i l ,
p e m b e r i a n kemoprofilaksis d a l a m j a n g k a w a k t u
bahkan membesar, terjadi peningkatan serum IgM and
panjang akan menurunkan besarnya limpa dan kadar
antibodi terhadap malaria. Etiologi diduga merupakan
immunoglobulin.
respon imun terhadap malaria dimana terjadi peningkatan
splenektomi tidak dianjurkan karena memudahkan
dari IgM.
terjadinya infeksi yang sampai menimbulkan kematian.
Gejala klinik berupa bengkak pada perut karena
tanpa pengobatan prognosis jelek, 50% meninggal
splenomegali, merasa lemah, anoreksia, berat badan
dalam evaluasi.
turun dan anemia. Pembesaran limpa mencapai umbilikus
sampai fossa iliaka (derajat 4-5 Hackett). Anemia biasanya
Sindrom Nefrotil(^°
normokromik-normositik dengan peningkatan retikulosit.
S i n d r o m nefrotik (SN) d e n g a n karakteristik berupa
Anemia hemolitik dapat terjadi pada kehamilan dengan
albuminuria, hipoalbumin, edema dan hiper-
SST, sedangkan trombositopenia jarang menyebabkan
kolesterolemia, dapat terjadi pada penderita anak-anak
manifestasi perdarahan. Kriteria diagnostik yang dipakai
dengan infeksi Plasmodium malariae. Gambaran patologi
untuk menegakkan SST yaitu:
dapat bervariasi berupa penebalan setempat dari kapiler
splenomegali (limpa > 10 cm bawah arcus costarum)
glomerulus, sklerosis sebagian, dan peningkatan sel-sel
dan anemia.
mesangial. Gambaran klinik penderita umurnya < 15
• antibodi terhadap malaria meningkat
tahun, edema, proteinuria > 3 g / 2 4 j a m , serum albumin
IgM meningkat > 2 standar deviasi dari normal
< 3 g/dl, dan dijumpai asites. Hipertensi dan uremi
setempat
dijumpai pada penderita SN dewasa dan jarang pada anak-
penurunan besarnya limpa, IgM dan antibodi setelah
anak. Komplikasi berupa infeksi, trombosis yang dapat
3 bulan pengobatan kemoprofilaksis
menyebabkan kematian. Pengobatan secara konservatif
limfositosis pada sinusoid hati
dilakukan dengan pemberian diuretik, pengaturan

Perkembangan (Jam)

1 i i I

• •
0 1
2 24 36 4f

ft'

• >• •


Artemisinin

Quinin

Gambar 1. Siklus hidup intraeritrosit dari P falciparum. Sel darah merah yang
mengandung parasit bersirkulasi pada 1/3 awal siklus 48-jam danseq kemudian
bersekuestrasi pada kapiler dan venula. Arteminsinin menghambat perkembangan
parasit dengan rentang umur yang lebih lebar dibandingkan dengan quinine dan obat
antimalaria lainnya. Efek pada cincin yang masih muda mencegah perkembangan
parasit ke bentuk sekuestrasi matur yang lebih patologis.
MALARIA 607

diet, mengkontrol hipertensi dan mencegah infeksi. Prinsip pengobatan malaria : ^°


Pemberian steroid hanya bermanfaat pada lesi minimal 1. Penderita tergolong malaria tanpa komplikasi diobati
dan biasanya mudah relaps. Apabila steroid tidak berhasil dengan kCJ{Artemisinin base Combination Therapy)
dapat dicoba dengan siklofosfamid, azatioprin. Pemberian 2. Penderita malaria berat diobati dengan Artesunate
obat anti-malaria saja pada SN oleh karena malaria intra venous,
tidak menunjukkan manfaat, akan tetapi penulis lain 3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus berdasarkan
menyatakan perbaikan yang bermakna. Dalam penelitian hasil pemeriksaan darah mikroskopik positif atau RDT
di Nigeria mengobati SN dengan anti malaria selama 6 yang positif
bulan ternyata tidak membawa hasil. 4. P e n g o b a t a n harus radikal d e n g a n p e n a m b a h a n
primakuin
Limfoma Burlcitt'°
Pada daerah hiper atau holo-endemik malaria sering Pengobatan Malaria
dijumpai Limfoma Burkitt's yaitu merupakan tumor limfosit Secara global W H O telah m e n e t a p k a n p e n g o b a t a n
B. Terjadinya tumor ini belum diketahui, diduga gangguan malaria tanpa komplikasi dengan memakai obat ACT
pada sel-sel penolong/supresi T dipengaruhi oleh P. {Artemisinin base Combination Therapy). " Golongan
falciparum sehingga sel limfosit T kurang menghambat a r t e m i s i n i n (ART) telah dipilih sebagai obat utama
pembiakan virus Epstein Barn BL sering dijumpai pada usia karena efektif d a l a m m e n g a t a s i P l a s m o d i u m y a n g
2 - 1 6 tahun dengan puncak pada usia 4 dan 9 tahun, dan resisten dengan pengobatan.^" Selain itu artemisinin juga
pria lebih sering dari wanita. Tumor dijumpai pada rahang bekerja membunuh Plasmodium dalam semua stadium
atau massa pada perut, ovarium, ginjal dan kelenjar limfe termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies,
mesenterial. Tumor dapat berkembang dengan cepat, P. falciparum, P.vivax maupun lainnya. Kegagalan dini
ukuran dapat menjadi 2 x lipat dalam 3 hari dan pada terhadap ART belum dilaporkan saat ini.
gastro intestinal dapat memberikan tanda-tanda obstruksi. Golongan Artemisinin: Berasal dari tanaman/4rfem/s/o
Pengobatan dengan sitostatika memberikan survival yang annua. L y a n g d i s e b u t d a l a m bahasa Cina sebagai
panjang pada sekitar 50% kasus. Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok seskuisterpen
lakton mempunyai beberapa formula seperti: artemisinin,
a r t e m e t e r , arte-eter, a r t e s u n a t , a s a m artelinik dan
P E N A N G A N A N A N MALARIA dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan
paruh waktu kira-kira 2 j a m , larut dalam air, bekerja sebagai
Penanganan Malaria Tanpa Komplikasi obat sizontocidal darah^^
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian
dengan ditemukannya Plasmodium aseksual di dalam artemisinin sebagai obat tunggal menimbul-kan terjadinya
darahnya, baik dengan gejala klinis maupun tanpa gejala r e k r u d e n s i , maka di r e k o m e n d a s i k a n untuk dipakai
klinis perlu diobati.

Nama Obat Kemasan/ tablet/cap Dosis


1. Artesunat O r a l : 50 mg/ 200mg Hari I : 2 mg/kg BB, 2 x sehari, hari II - V I I : dosis tunggal
Injeksi im/iv : 60 mg/amp 2,4 mg/kg 2x pada hari I; 2,4 mg/kg/ hari minimal 3 hari / bisa
minum oral
Suppositoria : 100 / 200 mg/sup 1600 mg/ 3 hari atau 5 mg/kg/ 12 jam

2 Artemeter O r a l : 40mg/ 50mg 4mg/kg dibagi 2 dosis hari I; 2mg/kg/ hari untuk 6 hari
Injeksi 80 mg/amp 3,2 mg/kg BB pada hari I; 1,6 mg/kg selama 3 hari/ bisa minum oral
3 Artemisinin Oral 250mg 20mg/kg dibagi 2 dosis hrl; lOmg/kg untuk 6 hari

Suppositoria: 100/200/300 / 400/ 2800mg/ 3 hari; yaitu 600 mg dan 400mg hari I dan 2 x 400 mg ,
500mg/supp 2 hari berikutnya

3. D i h i d r o - Oral : 20/60/80 mg 2mg/kg BB/dosis 2 x sehari hari I dan 1 x sehari 4 hari selanjutnya
artemisinin
Suppositoria : 80 mg/ sup
4 Artheether Injeksi i.m : 150mg/amp b arteeher (artemotil): 4,8 dan 1,6 mg/kg 6 jam kemudian dan hari
I; 1,6 mg/kg 4 hari selanjutnya
608 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

dengan kombinasi obat lain,. Dengan demikian j u g a Menurunkan biomass parasite dengan cepat
akan memperpendek lama pemakaian obat. Obat ini Menghilangkan simptom dengan cepat
cepat diubah dalam bentuk aktifnya (dihidroartemisinin) Efectif terhadap parasit multi-drug resisten, semua
dan penyediaan ada yang oral, parenteral/ injeksi dan bentuk/ stadium parasit dari bentuk muda sampai tua
suppositoria. yang berkuestrasi pada pembuluh kapiler.
• Menurunkan pembawa gamet, menghambat transmisi
Belum ada resistensi terhadap artemisinin
PENGOBATAN A C T (ARTEMISININ BASE • Efek samping yg minimal
COMBINATION THERAPY)
Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia
saat ini iaIah kombinasi artesunate + amodiakuin dengan
Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi
nama dagang " Artesdiaquine" atau " Arsuamoon ", tiap
mudah mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya
tablet artesunate berisi 50mg dan tiap tablet amodiakuin
W H O memberikan petunjuk penggunaan artemisinin
berisi 200mg. Didalam kemasan blister terdiri dari 4 tablet
dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang
artesunate(warna putih) dan 4 tablet amodiakuin (warna
lain. Hal ini disebut Artemisinin base Combination Therapy
kuning). Pada dosis orang dewasa dengan BB diatas 50
(ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis
kg diberikan dosis peng-obatan hari I sampai dengan hari
tetap (fixed dose combination = FDQ atau kombinasi tidak
ketiga masing minum 8 tablet yang terdiri dari 4 tablet
tetap (non-fixed dose combination). Sampai dengan tahun
artesunate dan 4 tablet amodiakuin. Pengobatan ACT saat
2010 WHO telah merekomendasikan 5 jenis ACT yaitu : ^°
ini memakai dosis pemberian selama 3 hari.
1. Artemether + Lumefantrine (FDC)
ACT yang ke-2 iaIah kombinasi dihydroartemisinin
2. Artesunate + Mefloquine
+ piperakuin (DHP), dengan nama dagang " Arterekin"
3. Artesunate + Amodiaqine
atau "Darplex" atau "Artekin" atau "Artep", merupakan
4. Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
kombinasi dosis tetap (FDC) dimana tiap tablet terdiri
5. Dihidroartemisinin+ Piperakuine (FDC)
dari dihidroartemisinin 40mg dan piperakuin 320mg. Pada
ACT merupakan kombinasi pengobatan yang unik, orang dewasa diatas 50 Kg diberikan dosis 4 tablet/ hari
karena artemisinin memiliki kemampuan : selama 3 hari. Kedua kombinasi ACT ini tersedia disemua

Pengobatan Uni Pertama Malaria Falsiparum Menurut Kelompok Umur dengan Artesunat - Amodiaquin
Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat 0 -1 Bulan 2 -11 bulan 1 - 4 tahun 5 - 9 tahun 10 -14 tahun > 15 tahun
0-4 kg 4-10 kg 10-20 kg 20-40 kg 40-60 kg >60 kg
Artesunat 1/4 Vi 1 2 3 4
1 Amodiakuin Vi 1 2 3 4
Primakuin - - VA 1 V2 2 2-3
Artesunat 1 2 3 4
£.
Amodiakuin Vi 1 2 3 4
Artesunat VA V2 1 2 3 4
Amodiakuin VA Vi 1 2 3 4
Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb dan Artesunat = 4 mg/kgbb.
Primakuin = 0,75 mg / kgBB

Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Menurut Kelompok Umur dengan Dihydro-Artemisinin + Piperaquin ( D h p ) "
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
Hari Jenis obat 0 -1 Bulan 2 -11 bulan 1 - 4 Tahun 5 - 9 tahun 10 -14 tahun > 15 tahun
0-5 kg 6-10 kg 1 1 - 7 kg 18-30 kg 31-60 kg >61 kg
DHP 1 1,5 2 3-4
1 VA 2
Primakuin VA 1 V2 2- 3
2-3 DHP V2 1 1,5 2 3- 4
VA
Dosis obat: Dihydroartemisinin 2- 4 mg /kgBB
Piperaquin 16-32 mg/kgBB
Primakuin 0,75 mg/kgBB
MALARIA 609

A. Dosis penggunaan artemeter-lumefantrine (A-L) untuk Malaria Falsiparum ^"-^

Jenis obat Umur < 3 tahun >L 3 - 8 tahun > 9 - 14th > 14 th
Hari Berat Badan (Kg) Jam 5 - 1 4 kg 1 5 - 2 4 kg 25 - 34 kg > 34 kg
1 A -L 0 jam 1 2 3 4
A -L 8 jam 1 2 3 4
Primakuin 12 j a m VA 1 V2 2 2 -3
2 A -L 24 j a m 1 2 3 4
A-L 36 j a m 1 2 3 4
3 A -L 48 j a m 1 2 3 4
A-L 60 j a m 1 2 3 4

^B. Pengobatan malaria Vivaks dengan Dihydroartemisinin + Piperaquin(DHP) "

Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 2 -11 1 -4 5 - 9 10-14 > 15


Hari Jenis obat
Bulan bulan tahun tahun tahun tahun
0-5kg 6-10kg 11-17kg 18-30kg 31-60kg >60 kg
1-3 DHP VA 1 1.5 2 3-4
1-14 Primakuin 1/4 1/2 3/4 1

fasilitas kesehatan pemerintah karena merupakan obat selama 3 hari. Kombinasi ini tersedia di Indonesia bukan
program pada eliminasi malaria. sebagai obat program tetapi tersedia untuk fasilitas swasta
ACT yang ke-3 iaIah kombinasi dosis tetap (FDC) (tersedia di Apotek) dan juga termasuk obat dalam daftar
dimana tiap tablet terdiri dari artemeter 2 0 m g dan ASKES.
lumefantrine 120mg, nama dagangnya iaIah " Coartem".
Dosis orang dewasa diatas 50 Kg iaIah 4tablet, 2 x sehari

label 4. Klasifikasi Respons Pengobatan Menurut WHO 2001, 2003, 2009


Respons Keterangan
Kegagalan Pengobatan Dini Bila penderita berkembang dengan salah satu keadaan :
(ETF= Early Treatment Failure) Ada tanda bahaya/malaria berat pada H1,H2,H3 dan parasitemia.
Parasitemia pada H2 > HO.
Parasitemia pada H3 >= 25 % HO.
Parasitemia pada H3 dengan Temp. > 37,5 C
Kegagalan Pengobatan Kasep Bila penderita berkembang dengan salah satu keadaan sbb pada H4-H28 yang
(LTF=/.ote Treatment Failure) sebelumnya tidak ada persaratan ETF sbb:
Ada tanda bahaya/ malaria berat setelah H3 dan parasitemia
(jenis parasit =H0).
Parasitemia pada H4 - H 28 (H42)disertai temperatur > 37,5C (disebut Late clinical
Failure = LCF)
Parasitemia pada H7 - H28 ( H42) (jenis parasit=H0), tanpa demam disebut Late
Parasitological Failure ( LPF)
Respon Klinis Memadai Bila penderita sebelumnya tidak berkembang dengan salah satu persaratan ETF dan LTF,
{fKCR=Appropriate Clinical Respon) dan tidak ada parasitemia selama diikuti sampai H 28 ( H 42)
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

PENGOBATAN MALARIA TANPA KOMPLIKASI oleh re-infeksi (digigit kembali oleh nyamuk dan terjadi
MENURUTPEDOMANDEPARTEMEN KESEHATAN infeksi) a t a u r e k r u d e n s i . K e a d a a n ini h a n y a d a p a t
Rl dibedakan dengan PCR {Polymerase Chain Reaction) yang
tidak tersedia di laboratorium klinik biasa.
Departemen Kesehatan Rl, melalui konnisi ahli malaria
telah merekomendasikan pedoman pengobatan malaria
di Indonesia sebagai berikut: PENCEGAHAN DAN VAKSIN MALARIA
1. Pengobatan Malaria di Indonesia sebagai line pertama
Lebih dari 100 negara di dunia merupakan daerah yang
baik untuk malaria falsiparum dan malaria vivax telah
memberikan transmisi infeksi malaria dan u m u m n y a
menggunakan obat ACT dengan primakuin sesuai
atau sebagian besar adalah daerah dengan resistensi
dengan jenis plasmodiumnya.
obat m a l a r i a . P e n c e g a h a n t e r h a d a p infeksi malaria
2. Untuk p e n g g u n a a n ACT harus dipastikan bahwa
diperlukan untuk melindungi p e n d a t a n g dalam arti
infeksi malaria memang terbukti dengan pemeriksaan
turis domestik/ international a t a u p u n pelaku bisnis
mikroskopik malaria atau dengan tes cepat (RDT=Rapid
yang umumnya iaIah pendatang yang tinggal dalam
Diagnosis Test)
waktu pendek. Sebagian lain iaIah pendatang sebagai
3. Para dokter d i m i n t a untuk tidak menggunakan
pekerja ataupun pendatang yang akan tinggal tetap baik
pengobatan monoterapi untuk mencegah timbulnya
berupa migrasi spontan maupun program transmigrasi.
resitensi/ kegagalan pengobatan
Tindakan pencegahan umumnya diperlukan karena untuk
4. Untuk malaria berat memakai derivat artemisinin
menghindari infeksi dari kelompok yang rentan terhadap
dan yang disiapkan iaIah obat injeksi artesunate dan
infeksi malaria dimana umumnya tidak memiliki kekebalan
artemeter, apabila tidak tersedia obat tersebut dapat
sehingga manifestasi malaria sangat mungkin berlaku
menggunakan kina HCI injeksi. berat dan dapat menyebabkan kematian.
K e m u n g k i n a n terjangkitan infeksi malaria pada
pendatang tergantung risiko transmisi di suatu daerah,
MONITORING RESPON PENGOBATAN
dari studi terbaru di dapatkan relative risk di Asia Tenggara
(termasuk Indonesia) iaIah 11.5 (8.3 - 15.8), di Asia Selatan
P e m a k a i a n o b a t - o b a t k o m b i n a s i ini j u g a harus 53.8 (37.4-77.4) dan tertinggi di Afrika 207.6 (164.7 -
dilakukan monitoring t e r h a d a p respon p e n g o b a t a n 261.8). Umumnya gejala klinis malaria pada pelancong
sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria timbul 30 hari setelah kembali dari perjalanan (95%); akan
b e r l a n g s u n g c e p a t d a n m e l u a s . U n t u k itu s e m u a tetapi dapat terjadi pada kurun waktu 12 hari sampai
pengobatan malaria harus dilakukan monitoring sesuai berbulan bulan.
dengan pedoman WHO 2 0 0 1 , 2003, dan 2009 sebagai
Manajemen pencegahan terdiri d a r i :
berikut:
1. Tingkah laku dan intervensi non-obat : ini meliputi
Dalam pedoman W H O 2010, dituliskan bahwa sejak
pengetahuan tentang transmisi malaria di daerah
digunakannya ACT sebagai pengobatan malaria belum
kunjungan, pengetahuan tentang infeksi malaria,
pernah ditemukan kegagalan obat dini (dalam 3 hari
menghindarkan dari gigitan nyamuk.
pertama). Majoritas kegagalan pengobatan dengan ACT
2. Pemilihan obat kemoprofilaktis tergantung dari pola
terjadi setelah 14 hari. Dari 39 trial pengobatan dengan
resistensi daerah kunjungan, usia pelancong, lama
artemisinin, yang melibatkan 6124 penderita, pada 32 trial
kunjungan, kehamilan, kondisi penyakit tertentu
dengan 4917 penderita tidak pernah terjadi kegagalan
penderita, tolerensi obat dan faktor ekonomi
pengobatan sampai hari ke - 1 4 , sisanya pada 7 trial terjadi
3. Obat kemoprofilaktis: yang dapat dipakai sebagai obat
kegagalan pada hari ke-14 sekitar 1-7%. Kegagalan yang
pencegahan iaIah atovaquone-proguanil(Malarone),
terjadi dalam waktu 14 hari harus diobati dengan obat lini
doksisiklin, kloroquine dan mefloquine. Obat yang
ke -2, yang berdasarkan WHO ada 3 pilihan yaitu :
ideal iaIah Malarone karena berefek pada parasit
1. ACT lain yang diketahui lebih efektif
yang beredar didarah dan juga yang di hati karenanya
2. Artesunate dengan kombinasi doksisiklin, terasiklin
boleh dihentikan 1 minggu setelah selesai perjalanan,
atau klindamisin selama 7 hari
Sedang obat yang lain doksisiklin, kloroquine dan
3. Kina tablet dengan kombinasi doksisiklin, terasiklin
m e f l o q u i n e harus d i t e r u s k a n s a m p a i 4 m i n g g u
atau klindamisin selama 7 hari.
selesai perjalanan. Malarone dan doksisiklin dapat
Apabila terjadi kegagalan sesudah 14 hari dari mulai dimulai 1 - 2 hari sebelum perjalanan sedangkan
pengobatan ACT, timbulnya parasit ini dapat disebabkan untuk klorokuin harus mulai 1 minggu sebelum mulai
MALARIA 611

perjalanan, sedangkan mefloquine harus mulai 2 - 3 Malaria. Epidemiologi, Patogenesa, Manifestasi klinik dan
Penanganan, EGC, 2000 : 1 -16
minggu sebelum perjalanan. Primakuin merupakan
S E Q U A M A T : Artesunate versus quinine for treatment of severe
obat yang dapat digunakan untuk profilaksis dengan falciparum malaria : a randomised trial. The Lancet 2005 ;
risiko terjadinya hemolisis k a r e n a n y a dianjurkan 366: 717-25.
pemeriksaan enzim G-6-PD sebelum memakai AQU A M A T : Artesunate versus Quinine in the treatment of severe
falciparum malaria in African Children (AQU A M A T ) , Lancet
profilaksis primakuin. Dapat dimulai 1 hari sebelum
2010 :13; 376(9753): 1647-57.
b e r a n g k a t dan 7 hari setelah selesai perjalanan WHO: A global strategy for malaria control, Geneve, World Health
(minimal 14 hari).''° Organization : Geneva, 1993
White NJ.: Malaria. In : Cook GC (Ed). Manson's Tropical Disease,
Pada daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan 20th ed.,London: W.B. Saunders; 1996 : 1087 - 64
doksisiklin 100 mg/hari atau mefloquin 250 m g / minggu Miller L H . The pathogenic basis of Malaria. Nature 2002, 415 :
673-9
atau klorokuin 2 tablet/ minggu ditambah proguanil 200
Langi J, Harijanto, Richie T L : L Patogenesa Malaria Berat. Dalam
mg/hari. Obat lain yang dipakai untuk pencegahan yaitu Harijanto P N (ed). Malaria. Epidemiologi, Patogenesa,
primakuin dosis 0,5 mg/kg BB/ hari; Etaquin, Atovaquone/ Manifestasi klinik dan Penanganan, EGC, 2000 :118 - 27.
Proguanil (Malarone) dan Azitromisin. Tambayong, E H : Patobiologi Malaria. EGC 2000 : 54 - 117.
Noviyanti Rintis: Patogenesis Molekuler Plasmodium falciparum
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam Malaris: Struktur Genom dan implikasinya. Dalam. Harijanto
pengembangan. Hal yang menyulitkan iaIah banyaknya PN, Nugroho A, Gunawan C A . Malaria. Dari Molekuler ke
antigen yang terdapat pada P l a s m o d i u m selain pada Klinis. EGC 2010 :
Agung Nugroho : Patogenesis Malaria Berat. Dalam. Harijanto
masing-masing bentuk stadium pada daur Plasmodium.
PN, Nugroho A , Gunawan C A . Malaria. Dari Molekuler ke
Oleh karena yang berbahaya adalah P.falciparum sekarang Klinis. EGC 2010 :38 - 63
baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi Nugroho A, Harijanto PN, Datau A E : Imunologi pada Malaria.
Dalam. Harijanto PN (ed). Malaria. Epidemiologi, Patogenesa,
tehadap P.falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin
Manifestasi klinik dan Penanganan, EGC, 2000 :128 - 50
yang dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intra White NJ: Plasmodium Knowlesi : The Fifth H u m a n Malaria
hepatik), vaksin terhadap bentuk aseksual dan vaksin Parasite, (editorial )Clinical Infectious Diseases 2008; 46:172-3.
transmission blocking untuk melawan bentuk gametosit. Cox-Singh J, Davis T M , Lee K-S, et al. P l a s m o d i u m k n o w l e s i
malaria in humans is widely distributed and potentially life
Vaksin bentuk aseksual yang pernah dicoba iaIah SPF-
threatening. Clin. Infect Dis 2008; 46:165-71
66 atau yang dikenal sebagai vaksin Patarroyo, yang Fairhurst RM, WellemsTE: Plasmodium spesies (Malaria). In. G.L.
pada penelitian akhir-akhir ini tidak dapat dibuktikan Mandell, J.E. Bennett, R. Dolin (eds). Mandell, Douglas and
Bennett's Principles and Practice of Infectious Diseases..7th
manfaatnya. Vaksin sporozoit bertujuan mencegah
edition. U.S.A: Churchill Livingstone; 2010.p. 3437 - 62.
s p o r o z o i t m e n g i n f e k s i sel hati s e h i n g g a diharapkan Harinasuta T & Bunnag D : The clinical features of malaria. In:
infeksi tidak terjadi. Vaksin ini dikembangkan melalui Wernsdorfer W H & McGregor SI (eds). Malaria. Principles
ditemukannya antigen circumsporozoit. Uji coba pada and Practice of Malariology, Churchill Livingstone, London,
1988, vol.1:709-34.
manusia t a m p a k n y a m e m b e r i k a n perlindungan yang
Price RN, Tjitra E, Guerra C A et all: Vivax Malaria . Negleted and
bermanfaat, w a l a u p u n demikian uji lapangan sedang not benign. A m J Trop Med Hyg. 2007; 77(6 Suppl): 79-87.
dalam persiapkan. HOFFMAN berpendapat bahwa vaksin Sutanto I , Endawat D, L i e m H u i Ling et all : Evaluation of
y a n g ideal iaIah vaksin y a n g multi-stage (sporozoit, chloroquine therapy for vivax and falciparum malaria in
southern Sumatra western Indonesia. Malaria journal 2010;
aseksual), mu/f/vo/e/if (terdiri beberapa antigen) sehingga
9: 52 - 9
m e m b e r i k a n r e s p o n m u l t i - i m u n . Vaksin ini d e n g a n Siswantoro H, Ratcliff A, Kenangalem E et all: Efficacy of existing
teknologi DNA akan diharapkan memberikan respons antimalria drugs for uncomplicated malaria in Timika, Papua
Indonesia . Med J Indones 2006 ;15 : 221 - 58
terbaik dan harga yang kurang mahal.
Ratcliff A , SiswantoroH, Kenangalem E et all : Therapeutic
response of multidrug-resistant Plasmodium falciparum and
P. vivax to chloroquine and sulphadoxine-pirimethamine
in southern Papua Indonesia. Trans. R Soc. Trop.Med H y g
REFERENSI 2007; 101 : 351 -9
Tjitra E , Anstey N M , Sugiarto P et all : Multidrug-resistant
WHO : World Malaria Report 2010. Plasmodium Vivax Associated with severe and fatal Malaria
P2M : Country report ( Indonesia ) on Workshop on malaria : A Prospective study in Papua, Indonesia. Plos Medicine
treatment policy and drug resistance monitoring in S E A 2008; 5 (6) : 890-9
countries, Bali, 2010 Archna Sharma & Uma Khanduri :How benign is benign tertian
WHO : Parasitological confirmation of malaria diagnosis., 2010 malaria ? J. Vector Borne Dis 2009, 49 :141-4
Taylor T E , Strickland G T : Malaria. In. Strickland G T . Hunter's Daneshvar C , D a v i s T M E , Cox-Singh et all. : Clinical and
Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases, 8"" Laboratory Features of Human Malaria Knowlesi Infection.
edition., WB Saunders, U S A , 2000 : 614 - 43 Clinical Infectious Diseases 2009; 49 : 852 -60.
Marcus B : Deadly Disease and Epidemic. Malaria. 2 nd edition, William T, Menon J, Rajahram G et all : Severe Plasmodium
Chelsea House, USA, 2009 Knowlesi Malaria in a Tertiary Care Hospital, Sabah Malaysia.
Suriadi G : Epidemiologi Malaria. Dalam. Harijanto P N (ed). Emerging Infect Dis 2011,17 (7): 1248 - 55.
612 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Sabbatani S, Fiorino S, Manfredi R : The Emerging of the fifth


malaria parasite ( Plasmodium Knowlesi). A Public health
concern ? Braz J Infec Dis 2010; 14 (3): 299 - 309
W H O ; Guidelines for the treatment Malaria. W H O Geneve 2010
( 2 nd edition ).
TangPukdee N , Duangdee C, Wilairatana P et all : Malaria
Diagnosis : A Brief Review. Karean J Parasitologi 2009, 47
(2): 93 - 102.
W H O : Severe Falciparum Malaria. Transactions of the Royal
Society of Tropical Medicine and Hygiene, 2000
W H O ; The use of Artemisinin & Its derivates as AntiMalarial
Drugs. Report of ajoint C T D / D M P / T D R , Geneve June, 1998
W H O : Antimalarial Drug Combination Therapy. Report of a W H O
Technical Consultation, April 2001
Woodrow CJ, Haynes RK and Krishna S : Review. Artemisiniiis.
Postgraduate Medical Journal 2005; 81:71-8
White N J : Qinghaosu (Artemisinin): The Price of Success. Science,
2008 ; 320 : 330 - 334
P2M DepKes RI : Tatalaksana Pengobatan Malaria, 2010, Ditjen
P 2 M , Direktorat Malaria, DepKes RI
Harijanto P N : Pengobatan Malaria Ringan. Penerbit Buku
Kedokteran E C G 2010 : -
W H O . Global report on anti malarial drug efficacy and drug
resistance : 2000 -2010.
Freedman DO. Malaria Prevention in short-term Travellers. NEJM
2008, 359 : 603 -12
81
MALARIA BERAT
Iskandar Zulkarnain, Budi Setiawan, Paul N. Hariianto

PENDAHULUAN atau lebih komplikasi sebagai berikut:


1. Malaria Serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan protozoa, penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan
genus Plasmodium dan hidup intra sel, yang dapat bersifat kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan
akut atau kronik. Transmisi berlangsung di lebih dari 100 penilaian berdasar GCS {Glasgow Coma Scale);
negara di benua Afrika, Asia Oceania, Amerika Latin, 2. Acidemia/acidosis: pH darah < 7,25 atau plasma
Kepulauan Karibia dan Turki. Kira-kira 1,6 miliard penduduk bicarbonate < 15 mmol/l, kadar laktat vena <> 5
daerah ini berada selalu dalam risiko terkena malaria. Tiap mmol/l, klinis pernapasan da\am/respiratory distress:
tahun ada lOOjuta kasus dan meninggal 1 juta di daerah 3. A n e m i a berat (Hb < 5 g/dl atau h e m a t o k r i t <
Sahara Afrika. Sebagian besar yang meninggal adalah bayi 1 5 % ) p a d a k e a d a a n p a r a s i t > 1 0 . 0 0 0 / u l ; bila
dan anak-anak. P.maiariae dan P.falcifarum terbanyak di anemianya hipokromik dan/atau miktositik harus
negara ini. d i k e s a m p i n g k a n a d a n y a a n e m i a defisiensi besi,
Di negara-negara maju seperti di Eropa, Amerika talasemia/ hemoglobinopati lainnya;
Serikat, Kanada, Jepang, Australia dan Iain-Iain, malaria 4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 j a m
telah dapat diberantas. Hanya Plasmodium falcifarum yang pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-
dapat menyebabkan malaria berat. Selain P falcifarum anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin
malaria berat dapat j u g a disebabkan P Vivax dan P > 3 mg/dl;
knov\/lesl. Malaria berat terutama malaria serebral yang 5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS {Adult Respitarory
merupakan komplikasi terberatyang sering menyebabkan Distress Syndrome); dapat dideteksi secara radiologi
kematian. 6. Hipoglikemi : gula darah < 40 mg/dl;
7. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik < 70 mmHg
(anak 1-5 tahun <50 mmHg); disertai keringat dingin
KOMPLIKASI MALARIA BERAT atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 100 C;
8. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna,
Komplikasi malaria u m u m n y a d i s e b a b k a n karena P. d a n / atau d i s e r t a i kelainan l a b o r a t o r i k a d a n y a
falciparum dan sering di sebut pern/c/ous manifestations. gangguan koagulasi intravaskular;]
Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, 9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 j a m ;
dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti 10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi
pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi malaria akut (bukan karena obat anti malaria /kelainan
5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS eritrosit (kekurangan G-6-PD);
dan 20% dari padanya merupakan kasus yang fatal. Data 11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit
di Minahasa insiden malaria berat iaIah 6% dari kasus yang yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan
dirawat di RS dengan mortalitas 10-20%. otak.
Penderita malaria d e n g a n komplikasi u m u m n y a Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai
digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah
didefinisikan sebagai infeksi P falciparum dengan satu setempat iaIah : 1). gangguan kesadaran ringan (GCS < 15)

613
614 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

di Indonesia sering dalann keadaan deliriunn;2). kelemahan Seperti pada penyakit-penyakit infeksi lainnya faktor-
otot (tak bisa duduk/ berjalan) tanpa kelainan neurologik; faktor yang berperan dalam terjadinya malaria berat
3). hiperparasitemia > 2% pada daerah hipoendemik atau antara lain: a). Faktor Parasit antara lain meliputi intensitas
daearah tak stabil malaria dan parasit >5% pada daerah transmisi, dan virulensi parasit. Densitas parasit dengan
hyperendemik; 4). ikterik (bilirubin > 3 mg/dl) bila disertai semakin tingginya derajat parasitemia berhubungan
gagal oragan lain; 5). hiperpireksia (temperatur rektal > dengan semakin tingginya mortalitas, demikian pula
400 C) pada orang dewasa/anak. halnya dengan virulensi parasit; b). Faktor host meliputi
Pada kriteria W H O 2010 telah direvisi kriteria malaria endemisitas, genetik, umur, status nutrisi dan imunologi.
berat d e n g a n m e n a m b a h k a n malaria d e n g a n klinis Pada d a e r a h e n d e m i s m a l a r i a y a n g s t a b i l , m a l a r i a
you/i£//ce/iktorik harus disertai kegagalan organ lain malaria berat terutama terdapat pada anak kecil, sedangkan di
dengan kadar laktat >5 mmol/L. daerah endemisitas rendah, malaria berat terjadi tanpa
memandang usia.

PATOGENESIS
MEKANISME PATOGENESIS
Penelitian patogenesis malaria berat terutama malaria
serebral berkembang pesat akhir-akhir ini, meskipun Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopheles
demikian penyebab yang pasti masih belum diketahui menggigit manusia selanjutnya akan masuk kedalam sel-
dengan jelas. Perhatian utama dalam patogenesis malaria sel hati (hepatosit) dan kemudian terjadi skizogoni ekstra
berat adalah sekuestrasi eritrosit yang berisi parasit eritrositer. Skizon hati yang matang selanjutnya akan
stadium matang kedalam mikrovaskular organ-organ vital. pecah (ruptur) dan selanjutnya merozoit akan menginvasi
Faktor lain seperti induksi sitokin TNF-a dan sitokin-sitokin sel e r i t r o s i t d a n terjadi s k i z o g o n i intra eritrositer,
lainnya oleh toksin parasit malaria dan produksi nitrik oksid menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit (EP)
(NO) juga diduga mempunyai peranan penting dalam mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk
patogenesa malaria berat. (Gambar 1) mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut

INTERAKSI S E L - S E L UTAMA DALAM PATOGENESIS MALARIA FALSIPARUM

\ I Important step in pathogenesis of falciparunn malaria

Kulit Darah Sel Hepatosit Darah


Kupffer

Gambar 1, Interaksi sel-sel utama dalam patogenesis malaria.(Sumber: Elsevier. Infectious diseases. 2nd
edition, www. idreference.com 2004)
MALARIA BERAT 615

meliputi mekanisme transpot membran sel, penurunan normal pada orang dewasa, sedangkan pada anal refleks
deformabilitas, perubahan reologi, pembentukan knob, dapat hilang. Refleks abdomen dan kremaster normal,
ekspresi varian neoantigen dipermukaan sel, sitoaderen, sedang Babinsky abnormal pada 50% penderita. Pada
rosseting dan sekuestras' Skizon yang matang akan pecah, keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi
melepaskan toksin malaria yang akan menstimulasi sistem (lengan flexi dan tungkai extensi), decerebrasi (lengan dan
RES dengan dilepaskannya sitokin proinflamasi seperti TNF tungkai extensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan
alfa dan sitokin lainnya dan mengubah aliran darah lokal lateral. Keadaan ini sering disertai dengan hiperventilasi.
dan endotelium vaskular, mengubah biokimia sistemik, Lama koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang
menyebabkan anemia, hipoksia jaringan dan organ. pada anak satu hari.
Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan
kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia
GEJALA KLINIS otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
m e n g a n d u n g parasit sulit melalui pembuluh kapiler
M a n i f e s t a s i m a l a r i a berat b e r v a r i a s i , dari k e l a i n a n karena proses sitoaderensi dan sekuestrasi parasit. Akan
kesadaran sampai gangguan organ-organ tertentu tetapi penelitian Warrell DA menyatakan bahwa tidak
dan g a n g g u a n m e t a b o l i s m e . M a n i f e s t a s i ini d a p a t ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vasculer
b e r b e d a - b e d a menurut katagori umur pada daerah resistence, ataupun cerebral metabolic rate for oxygen pada
tertentu berdasarkan endemisitas setempat. Pada daerah penderita koma dibandingkan penderita yang telah pulih
hipoendemik malaria serebral dapat terjadi dari usia anak kesadarannya. Kadar laktat pada cairan serebro-spinal
sampai dewasa. (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu > 2.2 mmol/l
Faktor predisposisi terjadinya malaria berat: 1). Anak- (19,6 mg/dl) dan dapat dijadikan indikator prognosis; yaitu
anak usia balita; 2). Wanita hamil; 3). Penderita dengan daya bila kadar laktat > 6 mmol/l mempunyai prognosa yang
tahan tubuh yang rendah, misalnya penderita penyakit fatal. Pada pengukuran tekanan intrakranial meningkat
keganasan, HIV, penderita dalam pengobatan kortiko pada anak-anak (80%), sedangkan pada penderita dewasa
streroid; 4). Penduduk dari daerah endemis malaria yang biasanya normal. Pada pemeriksaan CT scan biasanya
telah lama meninggalkan daerah tersebut dan kembali ke normal, adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-
daerah asalnya; 5). Orang yang belum pernah /tinggal di kasus yang agonal. Pada malaria serebral biasanya dapat
daerah malaria. Gejala-gejala klinis meliputi : disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal
ginjal, hipoglikemia dan edema paru. Bila terjadi lebih dari
Malaria Serebral 3 komplikasi organ, maka prognosa kematian > 75%.
Terjadi kira-kira 2% pada penderita non-imun, walaupun
demikian masih sering dijumpai pula didaerah endemik Gagal Ginjal Akut (GGA)
seperti di Jepara (Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Maluku, Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria
dan Irian Jaya. Secara sporadikjuga ditemui pada beberapa dewasa. Kelainan fungsi ginjal dapat pre-renal karena
kota besar di Indonesia umumnya sebagai kasus import. dehidrasi (> 50%) dan hanya 5-10% disebabkan nekrosis
M e r u p a k a n k o m p l i k a s i y a n g paling b e r b a h a y a dan tubulus akut. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya
memberikan mortalitas 2 0 - 5 0 % dengan pengobatan. anoksia karena penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari
Penelitian di Indonesia mortalitas berkisar 21,5%- 30,5%. sumbatan kapiler, sehingga terjadi penurunan filtrasi pada
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang glomerulus. Secara klinis dapatterjadi fase oliguria ataupun
tak bisa dibangunkan, bila dinilai dengan GCS {Glasgow poliuria. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yaitu
Coma Scale) iaIah di bawah 7 atau equal dengan keadaan urin mikroskopik, berat jenis urin, natrium urin, serum
klinis soporous. Sebagian penderita terjadi gangguan natrium, kalium, ureum, kreatinin, analisa gas darah
kesadaran yang lebih ringan seperti apati, somnolen, serta produksi urin. Apabila berat jenis (B.J) urin < 1.010
delirium dan perubahan tingkah laku (penderita tidak mau menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedangkan
bicara). Dalam praktek keadaan ini harus ditangani sebagai urin yang pekat B.J. > 1,015, rasio urea urin: darah > 4 : 1 ,
malaria serebral setelah penyebab lain dapat disingkirkan. natrium urin < 20 mmol/l menunjukkan keadaan dehidrasi.
Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 Beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya GGA
menit, tidak sementara panas atau hipoglikemi membantu iaIah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuri.
meyakinkan keadaan malaria serebral. Kejang, kaku kuduk Penanganan penderita dengan kelainan fungsi ginjal di
dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Minahasa memberikan mortalitas 48%. Dialisis merupakan
Pada pemeriksaan neurologik reaksi mata divergen, pupil pilihan pengobatan untuk menurunkan mortalitas.
ukuran normal dan reaktif, funduskopi normal atau dapat Dikarenakan gagal ginjal akut yang terjadi pada
terjadi perdarahan. Papiledema j a r a n g , refleks kornea penderita malaria berat sering membaik menjadi normal,
616 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

maka istilah gagal ginjal akut sudah ditinggalkan dan > 2 mg/dl - 3mg/dl pada 13 penderita (12%) dengan
digantikan dengan istilah Malaria related Acute Kidney mortalitas 2 9 % serta bilirubin > 3 mg/dl dijumpai pada
Injury (MAKI), yang didefinisikan sebagai perubahan 51 penderita (46%) dan mortalitasnya 33%. Serum SGOT
mendadak (48 jam) dari fungsi ginjal yang mempunyai bervariasi dari 6 -243 u/l sedangkan SGPT bervariasi dari
karakteristik sebagai berikut: 4 - 154 u/l. Alkali fosfatase bervariasi dari 5 - 534 u/l dan
1. Meningkatnya serum kreatinin 0,3 mg/dl atau lebih gamma-GT bervariasi 4 - 603 u/l. White (1996) memakai
dari hasil sebelumnya. batas bilirubin >2,5 mg/dl, SGOT/ SGPT > 3 x normal
2. Meningkatnya persentase (%) dari serum kreatinin 50% menunjukkan prognosis yang jelek. Penderita malaria
atau lebih dari nilai dasar dengan ikterus termasuk dalam kriteria malaria berat.
3. Penurunan produksi urin < 0,5 ml/kgBB/jam selama Dalam pedoman W H O 2010, adanya ikterik pada
lebih dari 6 j a m malaria berat harus disertai dengan tanda kegagalan
MAKI dapat terjadi melalui 2 cara yaitu: 1. Sebagai fungsi organ lain.
bagian dari disfungsi multi organ, atau 2. Sebagai dari AKI
sendiri. Bila MAKI merupakan bagian dari disfungsi multi Hipoglikemia
organ sering terjadi pada saat didiagnosa malaria berat Hipoglikemi dilaporkan sebagai keadaan terminal pada
dan prognosanya jelek. Dipihak lain bila hanya terjadi AKI binatang dengan malaria berat. Hal ini disebabkan karena
mempunyai prognosa lebih baik. Biasanya terjadi pada kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan
penderita malaria berat yang sadar dan terjadi oliguria, cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa
ensefalopati, hiperkalemia, asidosis tanpa komplikasi organ gejala pada penderita dengan keadaan umum yang
lain. Oliguria biasanya menetap 5-10 hari kadang-kadang berat ataupun penurunan kesadaran. Pada penderita
produksi urin dapat normal atau bahkan meningkat pada dengan malaria cerebral di Thailand dilaporkan adanya
beberapa pasien. Karenanya oliguria sendiri sebaiknya hipoglikemi sebanyak 12,5%, sedangkan di Minahasa
tidak dipakai untuk mendiagnosa AKI. Oleh karenanya insiden hipoglikemia berkisar 17,4%-21,8%. Penyebab
diperlukan pemeriksaan uren/ BUN dan kreatinin secara terjadinya hipoglikemi yang paling sering iaIah karena
serial (setiap hari). Dehidrasi, hipotensi dan syok dapat pemberian terapi kina (dapat terjadi 3 j a m setelah infus
terjadi. Dehidrasi dapat terjadi pada lebih dari separo jumlah kina). Penyebab lainnya iaIah kegagalan glukoneogenesis
pasien dan hipotensi dapat terjadi pada sepertiga jumlah pada penderita dengan ikterik, hiperparasitemia oleh karena
pasien. Hipotensi dapat disebabkan karena kekurangan parasit mengkonsumsi karbo-hidrat, dan pada TNF-a yang
intake cairan, hilangnya cairan melalui panas dan muntah, meningkat. Hipoglikemi dapat pula terjadi pada primigravida
vasodilatasi arteri dan efek dari sitokin. Proteinuria biasanya dengan malaria tanpa komplikasi. Hipoglikemia kadang-
tidak menonjol, tetapi dapat terjadi proteinuria sampai 1 kadang sulit diobati dengan cara konvensionil, disebabkan
gram/ 24 j a m pada sepertiga pasien dengan MAKI dan hipoglikemia yang persisten karena hiperinsulinemia akibat
biasanya menjadi normal setelah penyembuhan dari fungsi kina. Mungkin dengan pemberian diazoksid dimana terjadi
ginjal. Adanya proteinuria yang menetap dapat menjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara pengobatan yang
tanda adanya penyakit glomerular. dapat dipertimbangkan.

Kelainan Hati (Malaria Blilosa) Blackwater Fever (Malaria Haemoglobinuria)


Jaundice atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria A d a l a h s u a t u s i n d r o m d e n g a n gejala karakteristik
falsiparum. Pada penelitian di Minahasa dari 836 penderita serangan akut, menggigil, demam, hemolisis intravaskular,
malaria, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemi 14,9% hemoglobinemi, hemoglobinuri dan gagal ginjal. Biasanya
dan peningkatan serum transaminase 5,7%. Pada malaria terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P.falciparum yang
biliosa (malaria dengan ikterus) dijumpai ikterus hemolitik b e r u l a n g - u l a n g pada orang non-imun atau d e n g a n
17,2%; ikterus obstruktip intra-hepatal 11,4% dan tipe pengobatan kina yang tidak adekuat. Akan tetapi adanya
campuran parenkimatosa, hemolitik dan obstruktip 78,6%, hemolisis karena kina ataupun antibodi terhadap kina
peningkatan SGOT rata-rata 121 mU/ml dan SGPT 80,8 belum pernah dibuktikan. Malaria hemoglobinuria dapat
mU/ml dengan ratio de Ritis 1,5. Peningkatan transaminase terjadi pada penderita tanpa kekurangan ensim G-6-PD
biasanya ringan sampai sedang dan jarang melebihi 200 iu, dan biasanya parasit falsiparum positif, ataupun pada
ikterus yang berat sering dijumpai walaupun tanpa diikuti penderita dengan kekurangan G-6-PD yang biasanya
kegagalan hati. Penelitian di Minahasa pada 109 penderita disebabkan karena pemberian primakuin.
malaria berat, kadar bilirubin tertinggi iaIah 36,4 mg/dl,
bilirubin normal (< 1,2 mg/dl) dijumpai 28 penderita (25%) Malaria Algid
mortalitasnya 1 1 % , bilirubin 1,2 m g % - 2 mg/dl dijumpai Yaitu terjadinya syok vaskular, ditandai dengan hipotensi
pada 17 penderita (16%) mortalitasnya 17%, bilirubin (tekanan sistolik kurang dari 70 m m H g ) , perubahan
MALARIA BERAT 617

t a h a n a n perifer dan b e r k u r a n g n y a perfusi j a r i n g a n . Adanya edema paru berdasarkan pedoman WHO 2010
Gambaran klinik berupa perasaan dingin dan basah pada juga dapat dideteksi dengan gambaran radiologik. ARDS
kulit, temperatur rektal tinggi, kulit tidak elastik, pucat. merupakan manifestasi klinik lebih berat dibandingkan
Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun ALI. Adapun gambaran ARDS iaIah sesak napas yang
dan sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang tiba-tiba, batuk dan merasa berat di dada yang progresif
normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya dalam beberapa j a m dan menyebabkan hipoksia. Terjadi
septisemia gram negatif . Hipotensi biasanya berespon pola gangguan kesadaran berupa disorientasi dan agitasi.
dengan pemberian NaCI 0,9% dan obat inotropik. Pemeriksaan fisik berupa bernapas dengan menggunakan
mulut, bernapas m e n g g u n a k a n otot-otot t a m b a h a n ,
Kecenderungan Perdarahan pernapasan dengan retraksi kosta, sianosis sentral dan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perifer, krepitasi basal dan wheezing ekspiratoar Pada
perdarahan di bawah kulit berupa petekie, purpura, pasien ini dapat disertai dengan parasitemia yang tinggi,
hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropika. gagal ginjal akut, hipoglikemia, asidosis metabolik,
Perdarahan ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau koagulasi intravaskular diseminata dan sepsis bakterial.
gangguan koagulasi intravaskular ataupun gangguan Diagnosa berdasarkan ditemukannya parasit, analisa gas
koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia darah yang menunjukkan hipoksemia dan gambaran
disebabkan karena pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi asidosis metabolik serta pemeriksaan foto toraks.
intravaskular jarang terjadi kecuali pada stadium akhir dari
suatu infeksi P.falciparum yang berat. Manifestasi Gastro-intestinal
Manifestasi gastro-intestinal sering dijumpai pada malaria,
Edema Paru/ARDS gejala-gejalanya iaIah : tak enak diperut, flatulensi, mual,
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. muntah, diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala
Edema paru merupakan komplikasi yang paling berat menjadi berat berupa sindroma billious remittent fever
dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian. yaitu gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali, ikterik
Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau (hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal
Acute respiratory distress syndrome. Beberapa faktor yang ginjal, malaria disenteri menyerupai disenteri basiler, dan
memudahkan timbulnya edema paru iaIah kelebihan malaria kolera yang jarang pada P falciparum berupa diare
cairan, kehamilan, malaria serebral, hiperparasitemi, cairyang banyak, muntah, kramp otot dan dehidrasi
hipotensi, asidosis dan uremi . A d a n y a peningkatan
respirasi merupakan gejala awal, bila frekwensi pernapasan Hiponatremia
> 35 kali/menit prognosanya jelek. Pada otopsi dijumpai Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria
adanya kombinasi edema yang difus, kongestif paru, falsiparum dan biasanya bersamaan dengan penurunan
perdarahan, dan pembentukan membran hialin. Oleh o s m o l a r i t a s p l a s m a . Terjadinya h i p o n a t r e m i a dapat
karenanya istilah edema paru mungkin kurang tepat, disebabkan karena kehilangan cairan dan garam
bahkan sering disebut sebagai insuffisiensi paru akut atau melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya
acute respiratory distress syndrome. sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD),
Di samping bronkitis, pneumonia dan bronkopneumonia akan tetapi pengukuran hormon diuretik yang pernah
sebagai manifestasi paru pada infeksi malaria, acute lung dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara
injury (ALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS) 17 penderita.
merupakan manifestasi klinik pada malaria berat. Keadaan Dalam penelitian pengukuran serum copeptin
ini dapat disebabkan baik oleh Plasmodium falsiparum, dibuktikan bahwa pada hiponatremia kasus malaria terjadi
vivax maupun knowlesi. Baik ALI maupun ARDS termasuk peningkatan AVP ( ) baik " " maupun " "
respiratory distress yang disebabkan oleh malaria di mana
WHO hanya mendefinisikan sebagai pernapasan yang Gangguan Metabolik Lainnya
dalam dan peningkatan frekuensi respirasi.(tabel 1) Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi

label 1. Kriteria Diagnosis ALI dan ARDS

Kelainan Onset PaO^/FiOj SpO^/FiO^ Foto Toraks PA Tekanan Baji Arteri Pulmonalis
<. 18 mmHg atau tidak ada bukti terjadinya hipertensi
ALI akut :< 300 mmHg ^315 Infiltrat bilateral
atrium kiri
ARDS akut < 200 mmHg :< 235 Infiltrat bilateral <. 18 mmHg atau tidak ada bukti terjadinya hipertensi
atrium kiri
618 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

(pernapasan Kussmaul), peningkatan asam laktat, pH 3). kipas dengan kipas angin/kertas 4). baju yang tipis/
turun dan peningkatan bikarbonat. Asidosis biasanya terbuka, 5). cairan cukup
disertai edema paru, hiperparasitemia, syok, gagal ginjal 8. Pemberian cairan :
dan hipoglikemia. Gangguan metabolik lainnya berupa : Pemberian cairan merupakan bagian yang
Hipokalsemia dan hipophosphatemia penting dalam penanganan malaria berat.
Hipermagnesemia Pemberian cairan yang tidak adekuat (kurang)
Hiperkalemia (pada gagal ginjal) akan menyebabkan timbulnya tubuler nekrosis
Hipoalbuminemia ginjal akut. Sebaliknya pemberian cairan yang
Hiperfosfolipedemia berlebihan dapat menyebabkan edema paru.
Hipertrigliseremia dan hipokolesterolemia Pada sebagian penderita malaria berat sudah
T-4 r e n d a h , T S H basal n o r m a l {sick euthyroid mengalami sakit beberapa hari lamanya sehingga
syndrome) mungkin masukan sudah kurang, penderita juga
sering muntah-muntah, dan bila panas tinggi
akan m e m p e r b e r a t keadaan dehidrasi. Ideal
P E N A N G A N A N PENDERITA MALARIA BERAT bila pemberian cairan dapat diperhitungkan
secara lebih tepat, dengan cara : 1). Maintenence
Malaria berat adalah suatu kegawatn darurat karenanya cairan diperhitungkan berdasar BB, misal untuk
perlu penanganan yang cepat dan tepat. Penanganan BB 50 kg dibutuhkan cairan 1500 cc. (30 ml/
malaria berat t e r g a n t u n g kecepatan dan ketepatan kg BB). Derajat dehidrasinya: dehidrasi ringan
dalam melakukan diagnosa seawal mungkin. Sebaiknya d i t a m b a h 10 %, dehidrasi sedang d i t a m b a h
penderita yang diduga menderita malaria berat dirawat 2 0 % dan dehidrasi berat ditambah 3 0 % dari
pada bilik intensif untuk dapat dilakukan pengawasan kebutuhan maintenence, 2). Setiap kenaikan
serta tindakan-tindakan yang tepat. suhu 1° ditambah 10% kebutuhan maintenence,
Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan 3). Monitoring pemberian cairan yang akurat
p e n a n g a n a n dan p e n g o b a t a n y a n g perlu dilakukan dilakukan dengan pemasangan CVP line, cara
adalah: ini tidak selalu dapat dilakukan pada fasilitas
Tindakan umum/suportif kesehatan tingkat Puskesmas/RS Kabupaten.
Pengobatan simptomatik Sering kali pemberian cairan dengan perkiraan ,
Pemberian obat anti malaria misalnya 1500 - 2000 cc/ 24 j a m dapat sebagai
Pengobatan komplikasi p e g a n g a n . Mashaal m e m b a t a s i cairan 1500
cc / 24 j a m untuk menghindari edema paru.
Cairan yang sering dipakai iaIah 5% Dekstros
Tindakan Umum/Suportif:
untuk menghindari hipoglikemi khususnya pada
Apabila fasilitas tidak/kurang m e m u n g k i n k a n untuk
pemberian kina. Bila dapat diukur kadar elektrolit
m e r a w a t p e n d e r i t a malaria berat maka p e r s i a p k a n
(natrium) dan natrium rendah (<120 meq/L), perlu
penderita dirujuk ke rumah sakit/fasilitas pelayanan yang
dipertimbangan pemberian cairan NaCI.
lebih tinggi, yang memiliki fasilitas perawatan intensif.
Tindakan tersebut antara lain : 9. Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat
1. Pertahankan fungsi vital : sirkulasi, kesadaran, ke dan garam.
butuhan oksigen, cairan dan nutrisi. 10. Perhatikan kebersihan mulut
2. Hindarkan trauma : dekubitus, j a t u h dari tempat 11. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi.
tidur 12. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan.
3. Hati-hati komplikasi dari tindakan kateterisasi, infus 13. Perawatan mata : hindarkan trauma, tutup dengan
yang dapat memberikan infeksi nosokomial dan kain/gaas lembab.
kelebihan cairan yang menyebabkan edema paru 14. Perawatan pasien tidak sadar/ koma meliputi :
4. Monitoring : temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap Selalu memakai prinsip ABC (A=>A<>woy, B=Breathing,
1 -2 j a m . Perhatikan timbulnya ikterus dan per darahan, C=Circulation) + D=Drug {defibrUasi)
ukuran dan reaksi pupil, kejang, tonus otot. Airway (jalan napas ). 1). Jaga jalan napas agar
5. Baringkan/ posisi tidur sesuai dengan kebutuhan selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :
6. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi, lakukan posisi Bersihkan jalan napas dari saliva, muntahan, dll, 2).
Tredenlenburg's; perhatikan warna dan temperatur Pasien posisi lateral, 3). Tempat tidur datar/tanpa
kulit bantal, 4). Mencegah aspirasi cairan lambung
7. Cegah hiperpireksi: 1). tidak pernah memakai botol masuk ke saluran pernapasan, dengan jalan :
panas/ selimut listrik, 2). kompres air/air es/alkohol. posisi lateral dan pemasangan NGT {naso gastric
MALARIA BERAT 619

tube) untuk menyedot isi lannbung. Pengobatan Simptomatik


Breathing (pernapasan) Bila takipnoe, pernapasan Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia
asidosis : berikan penunjang pernapasan, nnisal : : parasetamol 15 mg/kg bb/x, beri setiap 4 jam dan
0 2 , dan bila perlu penriasangan ventilator lakukan juga kompres hangat.
Sirkulasi (kardiovaskular) Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam
- Periksa dan c a t a t : Nadi, tensi, JVP, CVP (bila 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/
nnemungkinkan), turgor kulit, dll. menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang.
Jaga keseimbangan cairan : lakukan Jangan diberikan lebih dari 100 m g / 2 4 j a m .
pennantauan cairan dengan nnencatat asupan
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat
dan keluaran cairan secara akurat.
dipakai Phenobarbital 100 mg IM/x (dewasa) diberikan 2
Pennasangan kateterurethra dengan drainage/
X sehari.
bag tertutup untuk mengukur volume urin.
Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi
atau overhidrasi dapat j u g a diketahui dari Pemberian Obat Anti Malaria
volume urin. Pemberian obat anti malaria(OAM) pada malaria berat
berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat
N o r m a l v o l u m e urin : 1 ml/Kg B B / j a m .
diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan
Bila v o l u m e urin < 30 ml/jam, mungkin
bertahan cukup lama didarah untuk segera menurunkan
terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda
derajat parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian
lain dehirasi). Bila terbukti ada dehidrasi,
obat per parenteral (intravena, per infus/ intra muskuler)
tambahkan intake cairan melalui IV-line. Bila
yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya
volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake
resistensi.
c a i r a n u n t u k m e n c e g a h overload yang
mengakibatkan udem paru. Monitoring paling Derivat artemisinin: Merupakan obat baru yang berasal
tepat dengan menggunakan CVP-line. dari China (Qinghaosu) yang memberikan efektivitas yang
Buat grafik suhu, nadi dan pernapasan secara tinggi terhadap strain yang multi resisten. Artemisinin
akurat. mempunyai kemampuan farmakologik sebagai berikut,
Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya yaitu: i) mempunyai daya bunuh parasit yang cepat dan
trombophlebitis dan infeksi y a n g sering menetap ii) efektif terhadap parasit yang resisten, iii)
terjadi melalui Wf-line maka sebaiknya diganti memberikan perbaikan klinis yang cepat, iv) menurunkan
setiap 2-3 hari. gametosit, v) bekerja pada semua bentuk parasit baik pada
Pasang kateter uretra d e n g a n d r a i n a s e / bentuk tropozoit dan schizont maupun bentuk-bentuk lain,
kantong tertutup. Pemasangan kateter vi) untuk pemakaian monoterapi perlu lama pengobatan
dengan memperhatikan kaidah antisepsis. 7 hari. Artemisinin juga menghambat metabolisme parasit
Mata dilindungi dengan pelindung mata lebih cepat dari obat anti malaria lainnya. Ada 3 jenis
untuk menghindari ulkus kornea yang dapat artemisinin yang di pergunakan parenteral untuk malaria
terjadi karena tidak adanya refleks mengedip berat yaitu artesunate, artemeter dan arteether Artesunate
pada pasien tidak sadar. lebih superior dibandingkan artemeter dan artemotil. Pada
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah studi SEQUAMAT, artesunate telah dibandingkan dengan
infeksi rongga mulut pada pasien tidak kina HCI, artesunate menurunkan mortalitas 34.7%.
sadar.
Merubah/balik posisi lateral secara teratur a. Pemberian OAIVI (Obat Anti Malaria) secara parenteral

untuk m e n c e g a h luka dekubitus dan Artesunate injeksi ( 1 flacon - 60 mg), Dosis i.v 2,4 mg/
pneumonia hipostatik. kg BB/ kali pemberian.
Hal-hal yang perlu dimonitor : 1). Tensi, Pemberian intravenous : dilarutkan pada pelarutnya
nadi, suhu dan pernapasan setiap 1-2 j a m , 1ml 5% bikarbonat dan diencerkan dengan 5-10 cc
2). Pemeriksaan derajat kesadaran dengan 5% dekstrose disuntikan bolus intravena. Pemberian
modifikasi Glasgow coma scale (GCS) setiap pada j a m 0, 12 j a m , 24 j a m dan seterusnya tiap
6 j a m , 3). Hitung parasit setiap 12-24 j a m , 4). 24 j a m sampai penderita sadar (gambar 2). Dosis
Hb, lekosit, bilirubin dan kreatinin pada hari tiap kali pemberian 2,4 mg/kgBB. Bila sadar diganti
ke III, dan VII, 5). Gula darah setiap 4 j a m , 6). dengan tablet artesunate oral 2 mg/kgBB sampai hari
Parameter lain sesuai indikasi (misal: ureum, ke-7 mulai pemberian parenteral. Untuk mencegah
kreatinin dan kalium darah pada komplikasi rekrudensi dikombinasikan dengan doksisiklin
gagal ginjal). 2 X 100 mg/hari selama 7 hari atau pada wanita
620 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

rn r
jantung dan kematian.
Skema pemberian artesunate:
Bila karena alasan kina tidak dapat diberikan melalui

Jam ke 0 12 24
i
43
i
72 dst
infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang
sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2
dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada
bokong). Bila mungkin untuk pemakaian IM, kina
Gambar 2. Skema pemberian artesunate
diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml
hamil/ anak diberikan klindamisin 2 x 1 0 mg/kg Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian
BB. Pada pemakaian artesunate TIDAK memerlukan 48 j a m kina parenteral, maka dosis maintenance
penyesuaian dosis bila gagal organ berlanjut. Obat kina diturunkan 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan
lanjutan setelah parenteral dapat menggunakan obat parasitologi serta evaluasi klinik terhadap kemungkinan
ACT. Pemberian parenteral minimal 3 x pemberian. diagnosis lain.
A r t e m e t e r i.m (1 ampul 80 mg). Diberikan atas Monitoring pada pengobatan kina parenteral iaIah:
indikasi: 1). Tidak boleh pemberian intravena/ infus, 1). Kadar gula darah tiap 8 jam, 2). Tekanan darah dan
2) . Tidak ada manifestasi perdarahan ( purpura dsb), nadi, bila nadi ireguler buat EKG, 3). Serum bilirubin dan
3) . Pada malaria berat di RS perifer/Puskesmas, 4). kreatinin pada hari ke-3, 4). Hitung parasit tiap hari
Dosis artemeter : Hari I : 1,6 mg/kg BB tiap 12 j a m ,
Hari-2 - 5 : 1,6 mg/kg BB. TransfusI g a n t i : (exchange transfusion)
Kina HCI (1 ampul = 500 mg/ 2 ml). 1). Cara Kina 8 Indikasi transfusi ganti iaIah:
j a m berkesinambungan : Dosis 10 mg/Kg BB ( 500 mg 1. Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat
untuk BB 40-50 Kg) dalam infus 5% dekstrose 500 cc 2. Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat seperti:
selama 8 j a m secara terus menerus sampai penderita serebral malaria, ARE, ARDS, jaundice (bilirubin total
sadar dan diganti Kina dosis oral. 2). Cara lain : Kina > 25 mg%) dan anemia berat.
HCL 25 % (perinfus) dilarutkan dalam 500 cc dextrose 3. Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah
5 %, dosis lOmg/Kg BB/dosis/4jam diberikan setiap 12-24 j a m anti malaria.
8 j a m , diulang dengan cairan dan dosis yang sama 4. Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (lanjut
setiap 8 j a m sampai penderita dapat minum obat dan usia, late stage parasites/sk\zon pada darah perifer).
diganti dosis oral.(Gambar 3). Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV,
Hepatitis)

Skema pemberian KinaHCL per-infus:


Pemberian Pemberian berikutnya Pemberian kina PENANGANAN KERUSAKAN/GANGGUAN FUNGSI
4jam 1 selama 4 jam, dst selama 4 jam, dst ORGAN

Tindakan/Pengobatan Tambahan Pada Malaria


Jam ke 0 4 8 12 16 20 24 Serebral
Kejang merupakan salah satu komplikasi dari malaria
Gambar 3. Skema pemberian kina HCI serebral. Penanganan/pencegahan kejang penting untuk
menghindarkan aspirasi. Penanganan kejang dapat dipilih
Catatan : di bawah i n i :
Diazepam : i.v 10 mg; atau intra-rektal 0,5-1,0 mg/
Dosis loading (awal/ pemberian I) dapat diberikan dosis
kgBB.
2 0 m g / k g BB, asal dipastikan tidak m e n d a p a t kina/
Paradelhid : 0,1 mg/kgBB
mefloquin sebelumnya, dapat ditimbang BB nya(tidak
Klormetiazol (bila kejang berulang-ulang) dipakai
e s t i m a s i ) d a n tidak usia> 70 thn a t a u QT i n t e r v a l
0,8% larutan infus sampai kejang hilang
yang panjang. Dosis ini sesuai rekomendasi W H O dan
Fenitoin : 5 mg/kgBB i.v diberikan selama 20 menit.
memberikan bersihan parasit lebih cepat.
Fenobarbital
Bila penderita sadar setelah pemberian kina perinfus,
Pemberian fenobarbital 3,5 mg/kgBB (umur di atas 6
kina dilanjutkan per oral dengan dosis 3 x lOmg/kgBB
tahun) mengurangi terjadinya konvulsi.
/ hari sampai hari ke 7.
A n t i - T N F dan pentoksifilin dan d e s f e r i o k s a m i n ,
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena,
prostasiklin, asetilsistein merupakan obat-obat yang
karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma
pernah dicoba untuk malaria serebral dan tidak
sangat tinggi sehingga menyebabkan toksisitas pada
MALARIA BERAT
621

label. 2. Obat Anti Malaria untuk Pengobatan Malaria Berat


Artesunate (Iflacon = 60 mg artesunic acid), dilarutl<an dalam 1 ml 5% sodium bicarbonate(pelarutnya) untuk menjadi larutan
sodium artesunate, kemudian dilarutkan dalam 5 ml 5% dextrose untuk siap diberikan intra-venous/intra-muscular
Dosis 2,4 mg/kg BB pada hari pertama diberikan tiap 12 jam, kemudian dilanjutkan dosis 2,4 mg/kg BB pada hari ke-2 - 7/ 24
jam. Tidak diperlukan penyesuaian/ penurunan dosis pada gangguan fungsi ginjal/ hati; tidak menyebabkan hipo- glikemia
dan tidak menimbulkan aritmia/ hipotensi
Artemeter ( 1 flacon=80 mg) Dosis : 3,2 mg/kgBB i.m sebagai dosis loading dibagi 2 dosis (tiap 12 jam) hari pertama,
diikuti dengan 1,6 mg/kgBB/ 24 jam selama 4 hari. Karena pemberian intramuskuler absorpsinya sering tidak menentu. Tidak
menimbulkan hipoglikemia
Kina HCL (1 Ampul = 220 mg) Dosis 10 mg/kgBB Kina HCI dalam 500cc cairan 5% Dextrose (atau NaCI 0,9%) selama 6 jam- 8 jam,
selanjutnya diberikan dengan dosis yang sama diberikan tiap 6-8 jam. Tergantung status kebutuhan cairan 1500 -2000cc. Dosis
loading 20 mg/kg BB dipakai bila jelas TIDAK memakai kina 24 jam sebelumnya atau mefloquin, penderitanya tidak usia lanjut
dan tidak ada Q-Tc memanjang pada rekaman EKG. Kina HCL dapat juga diberikan intra muskuler yang dalam pada paha.
Kinidin Gluconate Dosis 10 mg/kg BB per infuse selama 2 jam dilanjutkan 0,02 mg/kg/menit sampai parasit < 1 %, digantikan
oral 3 x 600 mg sampai negatif
Obat-obat Suppositoria pada Malaria Berat
Artesunate ( 50mg/ 100 mg/ 400 mg )
Dosis lOmg/kg BB diberikan dosis tunggal 400mg pada orang dewasa
Artemisinin
Dosis 10-40mg/kgBB diberikan pada 0 jam, 4, 12, 24, 48, dan 72 jam.
Dihydroartemisinin 40 mg, 80 mg
Dosis dewasa 80 mg dan dilanjutkan 40mg pada jam 24 dan 48.

label 3. Tindakan Terhadap Komplikasi


Manifestasi/ Komplikasi Tindakan awal
Pertahankan oksigenasi, letakkan pada sisi tertentu, sampingkan penyebab lain
Koma (malaria serebral) dari koma (hipoglikemi, strok, sepsis, diabetes koma, uremia, gangguan elektrolit),
hindari obat tak bermanfaat, intubasi bila perlu.
Hiperpireksia Turunkan suhu badan dengan kompress, fan, air condition, anti-piretika
Pertahankan oksigenasi, pemberian anti-kejang iv/ per rektal diazepam, i.m.
Convulsi/kejang
paraldehyde
Beri 50 ml dextrose 40% dan infus dextrose 10% smapai gula darah stabil, cari
Hipoglikemia (Gl darah < 40 mg%)
penyebab hipoglikemia
Anemia berat ( Hb < 5 gr% atau PCV < 15% ) Berikan transfusi darah darah segar, cari penyebab anemianya
Tidurkan 450, oksigenasi, berikan Furosemide 40 mg iv, perlambat cairan infus,
Edema paru akut, sesak napas, resp > 35 x
intubasi-ventilation PEEP
Kesampingkan gagal gijal pre-renal, bila dehidrasi koreksi; bila gagal ginjal
Gagal ginjal akut
renal segera dialysis
Perdarahan spontan/ koagulopati Berikan vitamin K10 mg/ hari selama 3 hari; transfusi darah segar; pastikan bukan DIC
Kesampingkan/ koreksi bila hipoglikemia, hipovolemia, septichaemia. Bila perlu
Asidosis metabolik
dialisis/ hemofiltrasi
Pastikan tidakhipovolemia, cari tanda sepsis, berikan anti-biotika broad-spektum
Syok
yang adequat
Hiperparasitemia Segera anti malaria (artesunate), transfusi ganti {exchange transfusion)

terbukti m a n f a a t n y a , s e d a n g k a n h e p a r i n , d e k s t r a n , Tindakan/Pengobatan pada Gagal Ginjal Akut


sislosporin, epinefrin dan hiperimunglobulin tidak terbukti Bila terjadi oliguri (dehidrasi) infus 300-500 ml NaCI 0,9
berpengaruh menurunkan mortalitas. Kortikosteroid seperti untuk rehidrasi sesuai dengan perhitungan kebutuhan
deksametason baik dengan dosis sedang ataupun dosis cairan , kalau produksi urin kurang dari 60 m l / j a m ,
tinggi tidak terbukti menurunkan mortalitas pada malaria diberikan furosemid 40-80 mg i.v. Setelah 2 - 3 jam tak
serebral, karena itu seyogyanya tidak dipergunakan lagi. ada urin, pertimbangan melakukan dialysis, semakin dini
Penggunaan steroid justru memperpanjang lamanya koma dialisis dilakukan prognosa lebih baik. Bila penderita
dan menimbulkan banyak efek samping seperti pneumoni hipotensi, dopamin dapat diberikan dengan dosis 2,5-
dan perdarahan gastrointestinal. 5,0 ug/kg/menit. Kebutuhan protein dibatasi 20 g/hari
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
622

dan kalori diberikan dengan diet karbohidrat 200 g/hari. infus. Monitor gula darah tiap 4-6 j a m , bila gula darah
Hemodialisis lebih baik dari peritoneal-dialisis karena efek masih di bawah 40 mg/dl, diulang pemberian bolus 50
samping perdarahan dan infeksi. Indikasi dialisis antara ml Dextrose 40%. Bila perlu obat yang menekan produksi
lain iaIah gejala uremia, gejala kelebihan cairan seperti insulin seperti diazokside, glukagon atau somatostatin
edema paru atau gagal jantung kongestif, adanya bising analogue.
gesek perikard, hiperkalemia, asidosis H C 0 3 < 15 meq/l.
Bila terjadi hiperkalemia, diberikan regular insulin 10 unit Penanganan Malaria Algid
per infus.m bersama-sama 500 ml dekstrose 5%, monitor Tujuan dalam penanganan malaria algid/malaria dengan
gula darah dan serum kalium. Sebagai pilihan lain dapat syok y a i t u m e m p e r b a i k i g a n g g u a n hemodinamik.
diberikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% i.v pelan-pelan. Diberikan cairan infus plasma atau NaCI 0,9% untuk
Alternatif lain yaitu resonium A 15 g/8 j a m per oral atau mengembalikan volume darah (1 L cairan mengandung
resonium enema 30 g/8 j a m . Bila pemeriksaan kadar dekstran/plasma diberikan dalam 1 jam). Bila belum ada
kalium darah tak tersedia dapat dilakukan monitoring perbaikan tekanan darah dan denyut jantung, di berikan
dengan pemeriksaan elektrokardiografi. lagi 1 L cairan isotonis (NaCI 0,9%). Hipotensi biasanya
H i p o k a l e m i terjadi 4 0 % dari p e n d e r i t a m a l a r i a berespon terhadap cairan. Bila tak berhasil dapat dipakai
serebral. Bila kalium 3,0 - 3,5 meq/l diberikan KCI per dopamin dengan dosis 2-4 ampul dopamin ( l a m p = 200
infus 25 meq; kalium 2,0 - 2,9 meq/l diberikan KCI per mg) dalam 500 ml Dekstrose 5%, dengan tetesan infus
infus 50-75 meq. Pemberian KCI tidak melebihi 100 meq/ mulai 1-2 mcg/kg/menit. Tetesan sampai 5 mcg/kg/menit
hari dan tidak diberikan i.v bolus. Hiponatremi dapat dopamin menyebabkan vasodilatasi dan memperbaiki
memberikan penurunan kesadaran. Kebutuhan Natrium sirkulasi ginjal.
dapat dihitung: BB (kg) x 60% x Na. defisit (meq/l). Satu liter
NaCI 0,9% = 154 meq; 1 g NaCI puyer = 17 meq. Asidosis Penanganan Edema Paru
(pH < 7,15) merupakan komplikasi akhir dari malaria Edema paru merupakan komplikasi yang fatal, pada
berat dan sering bersama-sama dengan kegagalan fungsi malaria berat sebaiknya dilakukan penanganan untuk
ginjal. Pengobatannya dengan pemberian bikarbonat. mencegah terjadinya e d e m a paru. Pemberian cairan
Kebutuhan Bikarbonat (meq) = 1/3 B.B(kg) x defisit dibatasi, sebaiknya menggunakan monitoring dengan
bikarbonat dikonfersikan dalam jumlah ml 8,4% N a H C 0 3 . CVP line. Pemberian cairan melebihi 1500 ml cenderung
Bila pemberian natrium dikuatirkan terjadinya edema paru, memberikan edema paru. Bila ada anemi, transfusi darah
dapat diberikan THAM (tris-hydroxymethyl-aminomethan) diberikan perlahan-lahan. (1 unit darah dalam 4 j a m ) .
atau pyruvate dehydrogenase activator dichloroacetate. Mengurangi beban jantung kanan dengan tidur setengah
Dialisis merupakan pilihan terbaik. duduk, pada edema paru karena kelebihan cairan dapat
Garis besar penanganan malaria pada AKI iaIah 1. mulai diberikan diuretika, yaitu furosemide 40 mg i.v. Untuk
dengan anti malaria yang efektif; 2. perbaiki kebutuhan memperbaiki hipoksia diberikan oksigen konsentrasi
cairan dan elektrolit; 3. dialisis dini; 4. p e n g o b a t a n tinggi (6-8 !/menit) dan bila mungkin dengan bantuan
terhadap komplikasi yang lain; 5. pengobatan infeksi; 6. respirator mekanik.
hindari obat 'metroteksat'
Penanganan Anemi
Tindakan Terhadap Malaria Biliosa Bila anemi kurang dari 5 g/dl atau hematokrit kurang dari
Vitamin K dapat diberikan 10 mg/hari i.v selama 3 hari 15% diberikan tranfusi darah whole blood atau packed cells.
untuk memperbaiki faktor koagulasi yang tergantung Darah segar lebih baik dibanding darah biasa. Transfusi
vitamin K. Gangguan faktor koagulasi lebih sering dijumpai sebaiknya pelan-pelan, kalau perlu dengan monitoring
pada penderita dengan ikterik yang berat. Hati-hati CVP line atau dengan memberikan furosemid 20 mg
dengan obat-obatan yang mengganggu fungsi hati seperti sebelum transfusi.
parasetamol, tetrasiklin.
Penanganan Terhadap Infeksi Sekunder/Sepsis
Infeksi sekunder yang sering terjadi yaitu pneumonia
HIPOGLIKEMIA karena aspirasi, sepsis yang berasal dari infeksi perut
dan infeksi saluran kencing karena pemasangan kateter.
Periksa kadar gula darah secara cepat dengan glukometer Antibiotika yang dianjurkan sebelum diperoleh hasil
pada setiap penderita malaria berat (malaria serebral, kultur iaIah kombinasi ampisilin dan gentamisin, atau
malaria dengan kehamilan,malaria biliosa). Bila kadar bila mungkin sefalosporin generasi ke III (seftizoksim,
gula darah kurang dari 40 mg/dl, maka diberikan 50 ml seftriakson atau ceftazidime), atau karbapenem
Dekstrose 40%i.v dilanjutkan dengan glukosa 10% per
MALARIA BERAT
623

Prognosis falsifarum malaria. Paret II Tutor's Guide. Training Unit


Division of Control of Tropical Diseases World Health
P a d a i n f e k s i nnalaria h a n y a t e r j a d i mortalitas bila
Organization. Geneva, 1995.
mengalami malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas W H O . Severe falsifarum malaria. World Health Organization 2000.
tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan W H O . Guidelines for the treatment of malaria 2006. World Health
diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian Organization 2006.

mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup


tinggi bervariasi 15%-60% tergantung fasilitas pemberi
pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti
dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita
dengan malaria serebral dengan hipoglikemi, peningkatan
kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih
tinggi dari pada malaria serebral saja.

REFERENSI

Baird JK. Effectiveness of antimalarial drugs. New Eng J Med.


2005;352:1565-77.
Barnes K I , Mwenechanya J, Tembo M et all : Efficacy of rectal
artesunate compared w^ith parenteral quinine in initial
treatment of moderately severe malaria in Afrika children and
adults: a radomised study. Lancet 2004:363 (9421): 1598 - 605
Harijanto, P N : Management of Cerebral Malaria. Medical Progress
1999 : 23 -7.
Harijanto P N : Penanganan Malaria Berat. Penerbit B u k u
Kedokteran E C G 2000 : 224 -36
Harijanto P N . Gejala klinik malaria berat. Dalam:Harijanto P N
(ed). Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis,
dan Penanganan. Jakarta:EGC. 1999.p.l66-84.
Krudsood S, Wilairatana P, Vannaphan S, et all: Clinical experience
with intravenous quinine, intramuscular artemether and
intravenous artesunate for the treatment of severe malaria
in Thailand. SouthEast Asia J. Trop Med Public Health 2003:
34(1): 54 -61.
Mishra SK, Das SB. Malaria and Acute Kidney Injury. Semin
nephrol 2008, 28: 395-408.
Mohan A , Sharma SK, Boumeni. acute lung injury and acute
respiratory distress syndrome in malaria. J Vector Bome Dis
2008, 45:179-93
Njuguna PW, Newton C R : Management of severe falciparum
malaria. Journal of Post Graduate Medicine 2004; 50 :45- 50
Pasvol G . Malaria. In:Cohen J, Powderly WG,(eds). Infectious
Diseases. Edinburgh. London. New York. Oxford.
Philadelphia. St.Louis. Sydney Toronto. Mosby, 2004.
p.1579-91.
South East Asian Quinine Artesunate Malaria Trial (SEAQUAMAT)
group. Artesunate versus quinine for treatment of severe
falcifarum malaria: a randomized trial. Lancet. 2005;366:77-25.
Taylor WRJ, Hanson J, Turner G D H et all. Respiratory of
Malaria. Chest 2012, 142 (2): 442-505 Hrapuz A , Jereb M,
Muzlovic I et all : Clinical review : Severe Malaria. Critical
Care 2003 : 7 :315 -323
Trapuz A , Jereb M, Muzlovic I et all : Clinical review : Severe
Malaria. Critical Care 2003 : 7 :315 -23
Warrell D A , Molyneux M E , Beales PF. Severe and Complicated
Malaria. 2nd ed. World Health Organization Division of
Control of Tropical Diseases.
White NJ, Breman JG. In: Braunwald E, Fauci A , 15th ed. Harrison's
Principles of Internal Medicine, 2001.p.l203-13.
White NJ In:Sherman IW. Malaria: Parasite Biology, Pathogenesis
and Protection. 1998.p.371-85.
W H O : Severe Falciparum Malaria. Transactions of the Royal
Society of Tropical Medicine and Hygiene, 2000
W H O . The diagnosis and management of severe and complicated
82
TOKSOPLASMOSIS
Herdiman T. Rohan

PENDAHULUAN pada babi 11-36%, pada kambing 11-61%, pada anjing


7 5 % dan pada ternak lain kurang dari 10%. Di Amerika
Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh Serikat didapatkan sekitar 3-70% orang dewasa sehat telah
parasit Toxoplasma gondii, yang dikenal sejak tahun 1908. terinfeksi dengan Toxoplasma gondii. Toksoplasma gondii
Toksoplasma (Yunani: berbentuk seperti panah) adalah juga menginfeksi 3500 bayi yang baru lahir di Amerika
sebuah genus tersendiri. Infeksi akut yang didapat setelah Serikat. Pada pasien dengan HIV positif didapatkan
lahir dapat bersifat asimtomatik, namun lebih sering angka sekitar 4 5 % telah terinfeksi Toxoplasma gondii.
menghasilkan kista jaringan yang menetap kronik. Baik Di Eropa Barat dan Afrika prevalensi Toxoplasma gondii
toksoplasmosis akut maupun kronik menyebabkan gejala pada penderita HIV/AIDS sekitar 50-78%. Sementara itu
klinis termasuk limfadenopati, ensefalitis, miokarditis, dan prevalensi ensefalitis toksoplasma (ET) pada pasien HIV di
pneumonitis. Toksoplasmosis kongenital adalah infeksi Amerika Serikat sekitar 16% dan 37% di Perancis.
pada bayi baru lahir yang berasal dari penularan lewat Pada umumnya prevalensi anti Tgondii yang positif
plasenta pada ibu yang terinfeksi. Bayi tersebut biasanya meningkat dengan umur, tidak ada perbedaan antara pria
asimtomatik, namun manifestasi lanjutnya bervariasi baik dan wanita. Di dataran tinggi prevalensi lebih rendah,
gejala maupun tanda-tandanya, seperti korioretinitis, s e d a n g k a n di daerah tropik prevalensi lebih t i n g g i .
strabismus, epilepsi, dan retardasi psikomotor. Keadaan toksoplasmosis di suatu daerah dipengaruhi oleh
Toxoplasma gondii pada tahun 1908 pertama kali banyak faktor, seperti kebiasaan makan daging kurang
ditemukan pada binatang mengerat, yaitu Ctenodactylus matang, adanya kucing yang terutama dipelihara sebagai
gundi, di suatu laboratorium di Tunisia dan pada seekor binatang kesayangan, adanya tikus dan burung sebagai
kelinci di suatu laboratorium di Brazil. Pada tahun 1973 hospes perantara yang merupakan binatang buruan
parasit ini ditemukan pada neonatus dengan ensefalitis. kucing, adanya sejumlah vektor seperti lipas atau lalat yang
Walaupun transmisi intrauterin secara transplasental sudah dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan.
diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit Cacing tanah juga berperan untuk memindahkan ookista
ini menjadi jelas, ketika ditemukan daur seksualnya pada dari lapisan dalam ke permukaan tanah.
kucing (Hutchison). Setelah dikembangkan tes serologi
yang sensitif oleh Sabin dan Feldman (1948), zat anti T.
Gondii ditemukan kosmopolit, terutama di daerah dengan ETIOLOGI
ikiim panas dan lembab.
Toxoplasma gondii a d a l a h parasit intraselular y a n g
menginfeksi burung dan mamalia. Tahap utama daur
EPIDEMIOLOGI hidup parasit adalah pada kucing (pejamu definitif). Dalam
sel epitel usus kecil kucing berlangsung daur aseksual
Di Indonesia prevalensi anti T. gondii yang positif pada (skizogoni) dan daur seksual (gametogoni, sporogoni)
manusia berkisar antara 2% dan 63%. Sedangkan pada yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama
orang Eskimo prevalensinya 1 % dan di El Salvador, Amerika tinja. Ookista yang bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5
Tengah 90%. Prevalensi anti T. gondii pada binatang di mikron menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing
Indonesia adalah sebagai berikut: pada kucing 25-73%, mengandung 4 sporozoit.

624
TOKSOPLASMOSIS 625

Bila ookista ini tertelan oleh nnamalia lain atau PATOGENESIS


burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan
hospes perantara ini dibentuk kelompok-kelompok Jika kista j a r i n g a n yang mengandung bradizoit atau
trofozoit yang membelah secara aktif dan disebut takizoit o o k i s t a y a n g m e n g a n d u n g s p o r o z o i t t e r t e l a n oleh
{tachyzoit = bentuk yang membelah cepat). Takizoit pejamu, maka parasit akan terbebas dari kista oleh proses
dapat menginfeksi dan bereplikasi seluruh sel pada pencernaan. Bradizoit resisten terhadap efek dari pepsin
mamalia kecuali sel darah merah. Kecepatan takizoit dan menginvasi traktus gastrointestinal pejamu. Di dalam
Toksoplasma membelah berkurang secara berangsurdan eritrosit, parasit mengalami transformasi morfologi,
terbentuklah kista yang mengandung bradizoit (bentuk akibatnya jumlah takizoit invasif meningkat. Takizoit ini
yang membelah perlahan); masa ini adalah masa infeksi mencetuskan respon IgA sekretorik spesifik parasit. Dari
klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi laten. traktus gastrointestinal, parasit kemudian menyebar ke
Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual, berbagai organ, terutama jaringan limfatik, otot lurik,
tetapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista jaringan. miokardium, retina, plasenta, dan SSP Di tempat-tempat
Hasil dari proses ini adalah infeksi organ y a n g tersebut, parasit menginfeksi sel pejamu, bereplikasi, dan
memberikan gambaran sitopatologi khas. Kebanyakan menginvasi sel yang berdekatan. Terjadilah proses yang
takizoit dieliminasi oleh respon imun pejamu. khas yakni kematian sel dan nekrosis fokal yang dikelilingi
Kista j a r i n g a n y a n g m e n g a n d u n g banyak bradizoit respon inflamasi akut.
b e r k e m b a n g 7-10 hari setelah infeksi sistemik oleh Pada pejamu imunokompeten, baik imunitas humoral
takizoit. Kista jaringan terdapat di berbagai organ, namun maupun selular mengontrol infeksi. Respon imun
menetap terutama di sistem saraf pusat (SSP) dan otot. terhadap takizoit bermacam-macam, termasuk induksi
Infeksi aktif pada pejamu imunokompromais biasanya antibodi parasit, aktivasi makrofag dengan perantara
diakibatkan pembebasan spontan parasit di dalam kista radikal bebas, produksi interferon gamma, dan stimulasi
yang kemudian bertransformasi cepat menjadi takizoit limfosit T sitotoksik. Limfosit spesifik antigen ini mampu
di SSP membunuh baik parasit ekstraselular maupun sel target
Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes yang terinfeksi oleh parasit. Selagi takizoit dibersihkan
perantara yang terinfeksi, maka terbentuk lagi berbagai dari pejamu yang mengalami infeksi akut, kista jaringan
s t a d i u m s e k s u a l di d a l a m sel epitel usus k e c i l n y a . yang mengandung bradizoit mulai muncul, biasanya di
Bila h o s p e s p e r a n t a r a m e n g a n d u n g kista j a r i n g a n dalam SSP dan retina. Pada pejamu imunokompromais
Toksoplasma maka masa prapaten (sampai dikeluarkan atau pada j a n i n , faktor-faktor imun yang dibutuhkan
ookista) adalah 3-5 hari, sedangkan bila kucing makan untuk mengontrol penyebaran penyakit jumlahnya rendah.
tikus yang mengandung takizoit, masa prapaten biasanya Akibatnya takizoit menetap dan penghancuran progresif
5-10 hari. Tetapi bila ookista langsung tertelan oleh berlangsung menyebabkan kegagalan organ {necrotizing
kucing, maka masa prapaten adalah 20-24 hari. Kucing encephalitis, pneumonia, dan miokarditis).
lebih mudah terinfeksi oleh kista jaringan daripada oleh Infeksi menetap dengan kista yang mengandung
ookista. bradizoit biasa ditemukan pada pejamu imunokompeten.
Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan Infeksi ini biasanya menetap subklinis. Meski bradizoit
trofozoit dan kista j a r i n g a n . Pada m a n u s i a takizoit menjalani fase metabolik lambat, kista tidak mengalami
ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap degenerasi dan ruptur di dalam SSP Proses degeneratif
sel yang berinti. Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit ini bersamaan dengan perkembangan kista baru yang
dengan satu ujung yang runcing dan ujung lain yang m e n g a n d u n g b r a d i z o i t m e r u p a k a n s u m b e r infeksi
agak membulat. Panjangnya 4-8 mikron dan mempunyai bagi individu i m u n o k o m p r o m a i s dan merupakan
satu inti yang letaknya kira-kira di tengah. Takizoit pada stimulus untuk menetapnya titer antibodi pada pejamu
manusia adalah parasit obligat intraselular. imunokompeten.
Takizoit berkembang biak d a l a m sel secara Pada pasien dengan keadaan imunokompromais
e n d o d i o g e n i . Bila sel penuh d e n g a n takizoit, maka seperti pada pasien HIV/AIDS, terjadi suatu keadaan
sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel-sel di adanya defisiensi imun yang disebabkan oleh defisiensi
sekitarnya atau difagositosis oleh sel makrofag. Kista kuantitatif dan kualitatif yang progresif dari subset
jaringan dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang limfosit T yaitu T helper. Subset sel T ini digambarkan
membelah telah membentuk d i n d i n g . Kista j a r i n g a n secara fenotip oleh ekspresi pada permukaan sel molekul
ini dapat ditemukan di dalam hospes seumur hidup CD4 yang bekerja sebagai reseptor sel primer terhadap
terutama di otak, otot jantung, dan otot lurik. Di otak HIV. Setelah beberapa tahun, jumlah CD4 akan turun di
kista berbentuk lonjong atau bulat, sedangkan di otot bawah level yang kritis (< 200/ul) dan pasien menjadi
kista mengikuti bentuk sel otot. sangat rentan terhadap infeksi oportunistik. Walaupun
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

demikian, dengan kontrol viremia plasma dengan terapi gondii. Wanita hamil tidak dianjurkan untuk bekerja
antiretroviral yang efektif, bahkan pada individu dengan dengan Tgondiiyang hidup. Infeksi dengan Tgondii
CD4 yang sangat rendah, telah dapat meningkatkan juga pernah terjadi waktu mengerjakan autopsi.
survival meskipun jumlah CD4nya tidak meningkat secara infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari
signifikan. donor yang menderita toksoplasmosis laten.
Oleh karena itu infeksi oportunistik seperti Toxoplasma transfusi darah lengkap j u g a dapat menyebabkan
gondii mudah menyerang penderita HIV/AIDS yang tidak infeksi.
mendapatkan terapi antiretroviral yang efektif. Imunitas Walaupun makan daging kurang matang merupakan
selular menjadi sangat penting dalam mengontrol infeksi cara transmisi yang penting untuk T gondii, transmisi
Toksoplasma dengan bantuan dari imunitas humoral. melalui ookista tidak dapat diabaikan. Seekor kucing
Interferon gamma dan lnterleukin-12 (IL-12) merupakan dapat mengeluarkan sampai 10 juta butir ookista sehari
substansi pertahanan tubuh yang sangat penting untuk selama 2 minggu. Ookista menjadi matang dalam waktu
menghadapi infeksi. 1 -5 hari dan dapat hidup lebih dari setahun di tanah yang
Interferon gamma menstimulasi aktivitas anti Tgondii, panas dan lembab. Ookista mati pada suhu 45°-55°C,
tidak hanya makrofag tetapi juga sel non fagosit. Produksi juga mati bila dikeringkan atau bila bercampur formalin,
Interferon g a m m a dan IL-12 distimulasi oleh CD154 amonia, atau larutan iodium. Transmisi melalui bentuk
(diekspresikan pada sel CD4 y a n g teraktivasi) y a n g ookista menunjukkan infeksi T gondii pada orang yang
bertindak dengan menstimulasi sel dendritik dan makrofag tidak senang makan daging atau terjadi pada binatang
untuk memproduksi IL-12 dan produksi Interferon gamma herbivora.
oleh sel T.
Pada pasien dengan demam yang berkepanjangan
dan tubuh yang terasa lemah terdapat limfositosis, PATOLOGI
peningkatan sel T supresor dan penurunan ratio sel T
helper-sel T supresor. Pada pasien ini memiliki jumlah sel Kematian sel dan nekrosis fokal sebagai akibat replikasi
T helper yang lebih sedikit. Pada pasien dengan infeksi takizoit menginduksi respon inflamasi mononukleus di
yang berat terjadi penurunan yang sangat drastis jumlah semua jaringan atau sel yang khas terinfeksi. Takizoit jarang
sel T helper dan ratio sel T helper dibanding dengan sel terlihat pada pewarnaan histopatologik rutin lesi inflamasi.
T supresor. Mekanisme timbulnya infeksi oportunistik Namun, pewarnaan imunofluoresensi dengan antibodi
dalam hal ini Toxoplasma gondii pada pasien HIV/AIDS spesifik antigen parasit dapat menampakkan organisme
sifatnya multipel. Mekanisme ini termasuk penurunan atau a n t i g e n . S e b a l i k n y a , kista y a n g mengandung
kadar sel CD4, gangguan produksi IL-12 dan interferon bradizoit hanya menyebabkan inflamasi pada tahap awal
gamma, serta gangguan fungsi limfosit T sitotoksik. Fungsi perkembangan. Saat kista mencapai maturitas, proses
dan jumlah sel pertahanan tubuh pada pasien HIV/AIDS inflamasi tidak dapat terdeteksi lagi, dan kista menetap
terutama IL-12, interferon gamma, serta sel CD154 yang di otak sampai mengalami ruptur.
menurun sebagai respons terhadap Toxoplasma gondii.
Defisiensi sistem imun ini memegang peranan dalam Kelenjar Getah Bening (KGB)
timbulnya infeksi Toxoplasma gondii. Selama terjadinya infeksi akut, biopsi KGB menunjukkan
Toxoplasma gondii dapat menular ke manusia melalui gambaran khas termasuk hiperplasia folikular dan kluster tidak
beberapa rute, yaitu: beraturan makrofag jaringan dengan sitoplasma eosinofilik.
pada toksoplasmosis kongenital transmisi Toksoplasma Granuloma jarang ditemukan. Meski takizoit biasanya tidak
kepada janin terjadi in utero melalui plasenta, bila terlihat, mereka dapat terlihat dengan subinokulasi jaringan
ibunya mendapat infeksi primer waktu ia hamil terinfeksi ke mencit atau dengan PCR.
pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi,
bila makan daging mentah atau kurang matang Mata
(misalnya sate), kalau daging tersebut mengandung Pada mata, infiltrat monosit, limfosit, dan sel plasma
kista jaringan atau takizoit Toksoplasma. Pada orang d a p a t m e n g h a s i l k a n lesi uni a t a u m u l t i f o k a l . Lesi
yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi granulomatosa dan korioretinitis dapat dilihat di bilik
bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja kucing mata belakang mengikuti kejadian retinitis nekrotik akut.
tertelan. Komplikasi infeksi lainnya termasuk iridosiklitis, katarak,
infeksi juga dapat terjadi di laboratorium pada orang dan glaukoma.
y a n g bekerja d e n g a n binatang percobaan y a n g
diinfeksi dengan T gondii, melalui jarum suntik dan SSP
alat laboratorium lain yang terkontaminasi dengan T. Jika SSP terlibat, dapat terjadi meningoensefalitis lokal
TOKSOPLASMOSIS 627

m a u p u n difus d e n g a n ciri khas nekrosis dan nodul mungkin untuk seumur hidup. Kerusakan yang terjadi
mikroglia. Ensefalitis nekrotikans pada pasien tanpa pada jaringan tubuh, tergantung pada: 1). umur, pada
AIDS memiliki ciri khas lesi difus berukuran kecil dengan bayi kerusakan lebih berat daripada orang dewasa; 2).
perivascular cuffing pada daerah berdekatan. Pada pasien virulensi strain Toksoplasma, 3). jumlah parasit, dan 4).
AIDS, selain monosit, limfosit, dan sel plasma dapat pula organ yang diserang.
ditemukan leukosit PMN. Kista mengandung bradizoit Lesi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya
sering d i t e m u k a n b e r s e b e l a h a n d e n g a n perbatasan lebih berat dan permanen, oleh karena jaringan ini tidak
jaringan nekrotik. mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Kelainan pada
susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai dengan
Paru kalsifikasi. Penyumbatan akuaduktus Sylvii oleh karena
Di a n t a r a pasien AIDS yang meninggal akibat ependimitis mengakibatkan hidrosefalus pada bayi.
toksoplasmosis, sekitar 4 0 - 7 0 % memiliki keterlibatan P a d a i n f e k s i a k u t di r e t i n a d i t e m u k a n reaksi
pada jantung dan parunya. Pneumonitis interstisial dapat peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit
terjadi pada neonatus dan pasien imunokompromais. yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada
Tampak penebalan dan edema septum alveolus yang proses penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan
terinfiltrasi dengan sel mononukleus dan sel plasma. atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi. Di otot
Inflamasi ini dapat meluas ke dinding endotel. Takizoit jantung dan otot bergaris dapat ditemukan T. gondii tanpa
dan kista yang mengandung bradizoit ditemukan pada menimbulkan peradangan. Di alat tubuh lainnya, seperti
membran alveolus. Bronkopneumonia superimposed limpa dan hati, parasit ini lebih jarang ditemukan.
dapat disebabkan oleh mikroba lain. Untuk kemudahan dalam penanganan klinis,
toksoplasmosis dapat dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu :
Jantung 1). Infeksi pada pasien imunokompeten {ci\dapat/ acquired,
Kista dan parasit yang m e n g a l a m i agregasi di otot baru dan kronik); 2). Infeksi pada pasien imunokompromais
jantung ditemukan pada pasien AIDS yang meninggal (didapat dan reaktifitas); 3). Infeksi mata (okular); 4). Infeksi
akibat toksoplasmosis. Nekrosis fokal yang dikelilingi sel kongenital.
inflamasi berhubungan dengan terjadinya nekrosis hialin
dan kekacauan struktur sel miokardium. Perikarditis terjadi Infeksi Akut pada Pasien Imunokompeten
pada beberapa pasien. Pada orang dewasa hanya 10-20% kasus toksoplasmosis
yang menunjukkan gejala. Sisanya asimtomatik dan tidak
Lain-lain sampai menimbulkan gejala konstitusional. Tersering
Otot lurik, pankreas, lambung, dan ginjal pasien AIDS adalah limfadenopati leher, tetapi mungkin juga didapatkan
dapat terlibat disertai nekrosis, invasi sel inflamasi, dan pembesaran getah bening mulut atau pembesaran satu
ditemukannya takizoit pada pewarnaan rutin (jarang). gugus kelenjar. Kelenjar-kelenjar biasanya terpisah atau
Lesi nekrosis besar dapat menyebabkan destruksi jaringan tersebar, ukurannya jarang lebih besar dari 3 cm, tidak
secara l a n g s u n g . Efek sekunder infeksi akut o r g a n - nyeri, kekenyalannya bervariasi dan tidak bernanah.
organ tersebut antara lain pankreatitis, miositis, dan Adenopati kelenjar mesentrial atau retroperitoneal dapat
glomerulonefritis. menyebabkan nyeri abdomen.
Gejala dan tanda-tanda berikutnya yang mungkin
d i j u m p a i a d a l a h d e m a m , m a l a i s e , keringat m a l a m ,
G A M B A R A N KLINIS nyeri otot, sakit tenggorok, eritema makulopapular,
hepatomegali, splenomegali. Gambaran klinis u m u m
Setelah invasi yang biasanya terjadi di usus, maka parasit seperti yang disebabkan infeksi virus mungkin j u g a
memasuki sel atau difagositosis. Sebagian parasit mati dijumpai.
setelah difagositosis, sebagian lain berkembang biak Korioretinitis dapat terjadi pada infeksi akut yang baru,
dalam sel, menyebabkan sel hospes pecah dan menyerang biasanya unilateral. Berbeda dengan korioretinitis bilateral
sel-sel lain. Dengan adanya parasit di dalam makrofag pada toksoplasmosis kongenital. Perjalanan penyakit pada
dan limfosit, maka penyebaran secara hematogen dan pasien yang imunokompeten seperti yang diterangkan
limfogen ke seluruh badan mudah terjadi. Parasitemia terdahulu bersifat membatasi diri {self limiting). Gejala-
berlangsung selama beberapa minggu. T. gondii dapat gejala bila ada, menghilang dalam beberapa minggu atau
menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes, bulan dan jarang di atas 12 bulan.
kecuali sel darah merah (tidak berinti). Limfadenopati dapat b e r t a m b a h atau menyusut
Kista jaringan dibentuk bila sudah ada kekebalan atau menetap dalam waktu lebih dari satu tahun. Pada
dan dapat ditemukan di berbagai alat dan j a r i n g a n , orang yang kelihatannya sehat, jarang sekali penyakit ini
628 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

menjadi terbuka atau meluas mengancam maut. Karena Pneumonitis akibat Toxoplasma gondii juga makin
manifestasi klinis toksoplasmosis tidak khas, diagnosis meningkat akibat kurangnya penggunaan obat antiretroviral
banding limfadenopati yang perlu diperhatikan antara lain serta profilaksis pengobatan toksoplasma pada penderita
tuberkulosis, limfoma, mononukleosis infeksiosa, infeksi HIV/AIDS. Pneumonitis ini biasanya terjadi pada pasien
virus sitomegalo, penyakit gigitan kucing {cat bite fever, dengan gejala AIDS yang sudah lanjut dengan gejala
tularemia), penyakit cakaran kucing {cat scratch fever), demam yang berkepanjangan dengan batuk dan sesak
sarkoidosis, dan sebagainya. napas. Gejala klinis tersebut kadang susah dibedakan
T o k s o p l a m o s i s y a n g m e l i b a t k a n banyak o r g a n dengan pneumonia akibat Pneumocystis carinii dengan
tubuh dapat menyerupai gambaran penyakit hepatitis, angka kematian sekitar 3 5 % meski sudah diterapi dengan
miokarditis, polimiositis dengan penyebab lain atau baik.
demam berkepanjangan yang tidak diketahui sebabnya Gejala lain yang juga sering timbul adalah gangguan
(F.U.O). Amat disayangkan bahwa limfadenopati kurang pada mata. Biasanya timbul korioretinitis dengan gejala
banyak diingat sebagai diagnosis b a n d i n g , padahal seperti penurunan tajam penglihatan, rasa nyeri pada
toksoplasmosis merupakan 7-10% dari limfadenopati mata, melihat benda beterbangan, serta fotofobia. Pada
y a n g klinis j e l a s . Titer tes serologi untuk diagnosis pemeriksaan funduskopik terdapat daerah nekrosis yang
toksoplasmosis akut biasanya didapatkan sesudah biopsi multifokal atau bilateral. Keterlibatan n. Optikus terjadi
kelenjar yang dicurigai sebagai toksoplasmosis. pada 10% kasus.
Gejala klinis lain yang jarang timbul pada pasien HIV/
Infeksi Akut Toksoplasmosis pada Pasien AIDS dengan toksoplasmosis yaitu panhipopituari dan
Imunokompromais diabetes insipidus, gangguan gastrointestinal dengan
Pasien imunokompromais mempunyai risiko tinggi untuk nyeri perut, asites, serta diare. Gagal hati akut dan
mengidap toksoplasmosis yang berat dan sering fatal gangguan muskuloskeletal juga dapat timbul. Kegagalan
akibat infeksi baru maupun reaktifitas. Penyakitnya dapat m u l t i o r g a n dapat terjadi d e n g a n m a n i f e s t a s i klinis
berkembang dalam berbagai bentuk penyakit susunan gagal napas akut serta gangguan hemodinamik yang
saraf pusat seperti ensefalitis, meningoensefalitis atau menyerupai syok sepsis.
space occupiying lesion (SOL). Selanjutnya dapat pula P a d a p e m e r i k s a a n fisik b i a s a n y a ditemukan
miokarditis atau pneumonitis, pada transplantasi jantung pembesaran KGB yang kenyal, tidak nyeri, berkonfluens,
toksoplasmosis timbul pada pasien seronegatif yang dan paling sering timbul di daerah servikal. Pemeriksaan
m e n e r i m a j a n t u n g dari donor yang seropositif, dan fisik lain b i a s a n y a m e n u n j u k k a n low grade fever,
manifestasinya dapat menyerupai rejeksi organ seperti hepato-splenomegali dan timbul rash pada kulit. Pada
yang terbukti dengan biopsi endomiokard. Penemuan lain pemeriksaan funduskopik menunjukkan multiple yellowish
iaIah bahwa pasien yang menerima jantung dari donor white, bercak menyerupai wol dengan batas yang tidak
seropositif menunjukkan titer antibodi IgM dan IgG yang jelas di daerah kutub posterior. Pada ET pemeriksaan
meningkat sesudah transplantasi. Pada pasien dengan fisik yang mendukung adalah gangguan status mental,
transplantasi sumsum tulang, toksoplasmosis timbul kejang, kelemahan otot, ganggguan nervus kranialis,
sebagai akibat reaktivitas infeksi yang laten. tanda-tanda gangguan serebelum, meningismus, serta
Pada pasien HIV, manifestasi klinis terjadi bila jumlah movement disorder.
limfosit CD4 < 100/ml. Manifestasi klinis yang tersering pada Sebenarnya dalam klinik dewasa, toksoplasmosis
pasien HIV/AIDS adalah ensefalitis. Ensefalitis terjadi pada ini s a n g a t underdiagnosed pada pasien-pasien
sekitar 80% kasus. Rabaud et al. menunjukkan bahwa selain imunokompromais. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus-
otak terdapat beberapa lokasi lain yang sering terkena, yaitu kasusyang terdiagnosis pada beberapa institusi, besarnya
mata (50%), paru-paru {26%), darah tepi (3%), jantung {3%), jumlah kasus positif pada laporan-laporan otopsi, dan dari
sumsum tulang (3%), dan kandung kemih (1%). persentase toksoplasma yang non spesifik dan beraneka
Pada pasien dengan ET, gejala-gejala yang sering ragam ini. Infeksi akut susunan saraf pusat harus dibedakan
terjadi adalah gangguan mental (75%), defisit neurologik dengan meningoensefalitis oleh penyebab lainnya seperti
(70%), sakit kepala (50%), demam (45%), tubuh terasa herpes simpleks, fungus dan tuberkulosis, abses otak,
lemah serta gangguan nervus kranialis. Gejala lain yang lupus, dan sebagainya. Pada pasien imunokompromais,
juga sering terdapatyaitu gejala parkinson, focal dystonia, bila ditemukan pleiositosis mononuklear dengan kadar
rubral tremor, hemikorea-hemibalismus, dan gangguan protein tinggi, tidak adanya tanda-tanda bakteri atau
pada batang otak. Medula spinalis juga dapat terkena fungus perlu dipertimbangkan adanya toksoplasmosis.
dengan gejala seperti gangguan motorik dan sensorik di
daerah tungkai, gangguan berkemih dan defekasi. Onset Toksoplasmosis Mata pada Orang Dewasa
dari gejala ini biasanya subakut. Infeksi toksoplasma menyebabkan korioretinitis. Bagian
TOKSOPLASMOSIS 629

t e r b e s a r k a s u s - k a s u s k o r i o r e t i n i t i s ini nnerupakan adanya infeksi akut, tetapi isolasi dari jaringan hanya
akibat infeksi kongenital. Pasien-pasien ini biasanya menunjukkan adanya kista dan tidak memastikan adanya
tidak nnenunjukkan gejala-gejala sampai usia lanjut. infeksi akut.
Korioretinitis pada infeksi baru bersifat khas unilateral, Tes serologi dapat menunjang diagnosis
s e d a n g korioretinitis y a n g terdiagnosis w a k t u lahir t o k s o p l a s m o s i s . Tes y a n g dapat dipakai adalah tes
khasnya bilateral. Gejala-gejala korioretinitis akut adalah warna Sabin Feldman {Sabin-Feldman dye test) dan tes
: penglihatan kabur, skotoma, nyeri, fotofobia dan epifora. hemaglutinasi tidak langsung (IHA), untuk deteksi antibodi
Gangguan atau kehilangan sentral terjadi bila terkena IgG, tes anti T. gondii fluoresen tidak langsung (IFA), dan
makula. Dengan membaiknya peradangan, visus pun tes ELISA untuk deteksi antibodi IgG dan IgM. Tes Sabin-
membaik, namun sering tidak s e m p u r n a . Panuveitis Feldman didasarkan oleh rupturnya T. gondii yang hidup
dapat menyertai korioretinitis. Papilitis dapat ditemukan dengan antibodi spesifik dan komplemen di dalam serum
apabila ada kelainan susunan saraf pusat yang jelas. yang diperiksa. Pemeriksaan ini masih merupakan rujukan
Diagnosis banding adalah tuberkulosis, sifilis, lepra, atau pemeriksaan serologi. Hasil serologi menjadi positif
histoplasmosis. dalam 2 minggu setelah infeksi, dan menurun setelah
1-2 tahun.
Infeksi Kongenital Serologi IgG banyak digunakan untuk infeksi lama.
Toksoplasmosis yang didapat dalam kehamilan dapat A w a l n y a IgM muncul terlebih dahulu s e b e l u m IgG,
bersifat asimtomatik atau dapat memberikan gejala kemudian menurun cepat, dan merupakan petanda infeksi
setelah lahir. Risiko toksoplasmosis kongenital bergantung dini. Pada kasus limfadenopati toksoplasmosis, 90% di
pada saat didapatnya infeksi akut ibu. Transmisi T. gondii antaranya memiliki IgM positif saat diperiksa dalam 4
meningkat seiring dengan usia kehamilan (15-25% dalam bulan setelah onset limfadenopati. 2 2 % di antaranya
trimester I, 30-54% dalam trimester II, 6 0 - 6 5 % dalam tetap positif saat diperiksa lebih dari 12 tahun setelah
trimester III). Sebaliknya, derajat keparahan penyakit onset. Pada beberapa kasus, IgM reaktif tidak dapat
kongenital m e n i n g k a t j i k a infeksi terjadi pada awal terdeteksi. Anti-lgE immunosorbent agglutination assay
kehamilan. Tanda-tanda infeksi saat persalinan ditemukan diduga merupakan pemeriksaan yang lebih akurat untuk
pada 21-28% dari mereka yang terinfeksi pada trimester II, mendeteksi toksoplasmosis akut. Namun, pemeriksaan ini
dan kurang dari 1 1 % pada trimester III. Ringkasnya, 10% masih perlu penelitian lebih lanjut.
mengalami infeksi berat. Pemeriksaan CT Scan otak pada pasien dengan
Manifestasi klinis toksoplasmosis kongenital termasuk ensefalitis toksoplasma (ET) menunjukkan gambaran
strabismus, korioretinitis, ensefalitis, mikrosefalus, menyerupai cincin yang multipel pada 70-80% kasus.
hidrosefalus, retardasi psikomotor, kejang, anemia, ikterus, Pada pasien dengan AIDS yang telah terdeteksi dengan
hipotermia, trombositopenia, diare, dan pneumonitis. IgG Toxoplasma gondii dan gambaran cincin yang multipel
Trias karakteristik yang terdiri dari hidrosefalus, kalsifikasi pada CT Scan sekitar 80% merupakan TE. Lesi tersebut
serebral, dan korioretinitis berakibat retardasi mental, terutama berada pada ganglia basal dan corticomeduUary
epilepsi, dan gangguan penglihatan. Hal ini merupakan junction.
bentuk ekstrim dan paling berat dari penyakit ini. MRI merupakan prosedur diagnostik yang lebih baik
Korioretinitis pada pasien imunokompeten hampir dari CT Scan dan sering menunjukkan lesi-lesi yang tidak
selalu akibat sekunder dari infeksi kongenital. Diperkirakan terdeteksi dengan CT Scon. Oleh karena itu MRI merupakan
2/3 individu dengan infeksi kongenital asimtomatik prosedur baku bila memungkinkan terutama bila pada
mengalami korioretinitis dalam hidupnya (biasanya dalam CT Scan menunjukkan gambaran lesi tunggal. Namun
4 dekade). Lebih dari 3 0 % mengalami relaps setelah gambaran yang terdapat pada MRI dan CT Scan tidak
terapi. patognomonik untuk ET. Salah satu diagnosis banding
yang penting adalah limfoma dengan lesi multipel pada
4 0 % kasus.
DIAGNOSIS Penggunaan Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam
mendeteksi Toxoplasma gondii telah digunakan dewasa ini.
Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dipastikan bila Dengan teknik ini dapat dibuat diagnosis dini yang cepat
menemukan takizoit dalam biopsi otak atau sumsum dan tepat untuk toksoplasmosis kongenital prenatal dan
tulang, cairan serebrospinal dan ventrikel. Tetapi dengan postnatal dan infeksi toksoplasmosis akut pada wanita
cara lapusan yang biasa takizoit sukar ditemukan dalam hamil dan penderita imunokompromais. Spesimen tubuh
spesimen ini. Isolasi parasit dapat dilakukan dengan yang digunakan adalah cairan tubuh termasuk cairan
inokulasi pada mencit, tetapi hal ini memerlukan waktu serebrospinal, cairan amnion, dan darah. Jose E Vidal et
lama. Isolasi parasit dari cairan badan menunjukkan al mendapatkan bahwa PCR memiliki sensitivitas yang
630 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

tinggi yaitu 100% dengan spesifitas 94,4%. Lamoril J et al keganasan) yang terjangkit toksoplasmosis akut harus
menunjukkan bahwa PCR memiliki spesifitas yang rendah diberi pengobatan.
(16%) bila bahan yang diambil berasal dari darah. PCR juga
menjadi negatif apabila sebelum dilakukan PCR pasien Infeksi pada Kehamilan dan Kongenital
telah diberikan pengobatan. Pada t o k s o p l a s m o s i s k e h a m i l a n , p e n g o b a t a n dapat
ditujukan untuk ibu, janin, atau bayi baru lahir. Spiramisin
merupakan antibiotik makrolid yang terkonsentrasi di
PENATALAKSANAAN plasenta, sehingga mengurangi infeksi plasenta sebesar
60%. Obat ini tidak secara terus-menerus melalui barier
Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh plasenta dan digunakan untuk mengurangi transmisi
bentuk takizoit T. gondii dan tidak membasmi bentuk vertikal. Spiramisin 3 g/hari dalam dosis terbagi 3 selama
kistanya, sehingga obat-obat ini dapat memberantas 3 minggu diberikan pada wanita hamil yang mengalami
infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi infeksi akut sejak diagnosis ditegakkan hingga kelahiran,
menahun, yang dapat menjadi aktif kembali. kecuali terbukti terjadi infeksi pada j a n i n . Pada kasus
Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik, d e m i k i a n , regimen terapi diubah ke sulfadiazin 4 g
maka dipakai sebagai kombinasi selama 3 minggu atau dan pirimetamin 25 mg, serta asam folat 15 mg/hari
sebulan. Pirimetamin menekan hemopoiesis dan dapat hingga persalinan. Risiko m e n g i d a p penyakit serius
menyebabkan trombositopenia dan leukopenia. Untuk pada kehamilan dini membawa risiko efek teratogenik
mencegah efek sampingan ini, dapat ditambahkan asam antifolat. Semua bayi baru lahir yang terinfeksi harus
folinik atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik, maka mendapat pengobatan anti T. gondii (sulfadiazin 50 mg/
obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil. kg 2 kali per hari dan pirimetamin 1 mg/kgBB/hari, serta
Pirimetamin diberikan dengan dosis 50-75 mg sehari asam folat 5 mg/kgBB/hari selama sedikitnya 6 bulan).
untuk dewasa selam 3 hari dan kemudian dikurangi Belum ada pengobatan yang menurunkan angka kejadian
menjadi 25 mg sehari (0,5-1 mg/kgBB/hari) selama korioretinitis.
beberapa minggu pada penyakit berat. Karena half-lifenya Untuk memastikan terjadinya infeksi janin, diperlukan
adalah 4-5 hari, pirimetamin dapat diberikan 2 kali/hari pemeriksaan USG dan cairan amnion untuk pemeriksaan
atau 3-4 kali sekali. Asam folinik diberikan 2-4 mg sehari. PCR dan kultur T. gondii. Pengambilan darah janin dengan
Sulfonamide dapat menyebabkan trombositopenia dan kordosentesis telah sering digunakan untuk mendeteksi
hematuria, diberikan dengan dosis 50-100 mg/kgBB/hari antibodi janin dan kultur T. gondii. Pengakhiran kehamilan
selama beberapa minggu atau bulan. biasanya ditawarkan pada wanita dengan serokonversi
Spiramisin adalah antibiotika makrolid, yang tidak dalam 8 minggu pertama kehamilan dan mereka yang
menembus plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi mengalami infeksi dalam 22 minggu pertama jika infeksi
tinggi di plasenta. Spiramisin diberikan dengan dosis 100 janin terbukti. Pendekatan yang lebih konservatif untuk
mg/kgBB/hari selama 30-45 hari. Obat ini dapat diberikan menganjurkan aborsi adalah hanya jika pada USG didapat
pada wanita hamil yang mendapat infeksi primer, sebagai hidrosefalus, meski hanya kasus dalam presentasi kecil
obat profilaktik untuk mencegah transmisi T. gondii \(.e'}ar\\n mengalami gangguan neurologik pada saat lahir.
dalam kandungannya.
Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, Infeksi pada Pasien Imunokompromais
tetapi dapat menyebabkan kolitis pseudomembranosa atau Pasien AIDS harus diterapi untuk toksoplasmosisnya,
kolitis ulserativa, maka tidak dianjurkan untuk pengobatan karena pada pasien imunokompromais infeksi dapat
rutin pada bayi dan wanita hamil. Kortikosteroid digunakan menjadi fatal bila tidak diobati. Regimen untuk pasien
untuk mengurangi peradangan pada mata, tetapi tidak dengan ensefalitis adalah pirimetamin (dosis awal 200 mg,
dapat diberikan sebagai obat tunggal. lanjutan 50-75 mg/hari) dan sulfadiazin (4-6 g/hari dosis
Obat makrolid lain yang efektif terhadap T. gondii terbagi 4) selama 4-6 minggu sampai tampak perbaikan
adalah klaritromisin dan azitromisin y a n g diberikan radiologik. Leucovorin (calcium folinate, 10-15 mg/hari)
b e r s a m a p i r i m e t a m i n pada penderita AIDS d e n g a n diberikan untuk pencegahan toksisitas sumsum tulang
ensefalitis t o k s o p l a s m a . Obat yang baru adalah berkaitan dengan pirimetamin. Baik pirimetamin maupun
hidroksinaftokuinon (atovaquone) yang bila dikombinasi sulfadiazin melewati sawar darah-otak. Komplikasi obat ini
dengan sulfadiazin atau obat lain yang aktif terhadap antara lain gangguan hematologik, kristaluria, hematuria,
T. gondii, dapat membunuh kista jaringan pada mencit. batu ginjal radiolusen, dan nefrotoksisitas.
Tetapi hasil penelitian pada manusia masih ditunggu. P i r i m e t a m i n dan s u l f a d i a z i n h a n y a aktif untuk
Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu takizoit, sehingga pada pasien imunokompromais terapi
diberikan pengobatan. Penderita imunokompromais (AIDS, awal harus diberikan selama 4-6 minggu. Mereka juga
TOKSOPLASMOSIS 631

harus mendapat terapi supresif seumur hidup dengan yang diturunkan sebelum terjadi konsepsi melindungi
pirimetamin (25-50 mg/hari) dan sulfadiazin (2-4 g / j a n i n dari i n f e k s i . P a s i e n i m u n o k o m p r o m a i s yang
hari). Jika sulfadiazin tidak dapat ditoleransi, kombinasi mendapat kotrimoksazol sebagai profilaksis untuk infeksi
pirimetamin (75 mg/hari) dan klindamisin (450 mg 3 kali pneumosistis juga terlindungi dari toksoplasmosis.
per hari) dapat digunakan. Serologi IgG untuk T. gondii harus dilakukan pasien
Dapsone (diaminodiphenylsulfone) merupakan sebelum dilakukannya transplantasi organ. Transplantasi
alternatif efektif pengganti sulfadiazin karena memiliki organ padat dari donor seropositif ke resipien seronegatif
waktu paruh lebih lama dan berkurangnya toksisitas. harus dihindari. Jika transplantasi seperti itu dilakukan,
Spiramisin diberikan untuk mengurangi transmisi plasenta. maka resipien harus mendapat terapi anti T. gondii
Klindamisin diabsorbsi baik oleh saluran cerna dan kadar setidaknya selama 2 bulan.
puncak dalam serum tercapai 1 -2 j a m setelah pemberian. Individu dengan HIV dan yang memiliki seronegatif
Kombinasi pirimetamin oral (25-75 mg/hari) beserta harus dihindari dari pajanan dengan parasit. Skrining
klindamisin intravena (1200-4800 mg/hari) terbukti efektif maternal masih merupakan kontroversi. Skrining serologik
untuk pasien AIDS dengan ensefalitis toksoplasmosis. Efek ditujukan untuk mendeteksi infeksi maternal akut. Namun,
samping klindamisin termasuk mual, muntah, netropenia, kadang sulit untuk menentukan apakah benar terjadi
ruam, dan kolitis pseudomembranosa. infeksi maternal akut dan janin. Saat diagnosis infeksi
Penelitian menunjukkan bahwa makrolid tunggal tidak akut ditegakkan pada wanita hamil, terapi anti T. gondii
efektif, namun kombinasi pirimetamin dan klaritromisin dan pemeriksaan lanjutan atas kemungkinan infeksi pada
tampaknya efektif. Atovaquone (750 mg 3-4 kali per janin diberikan, dan aborsi ditawarkan.
hari) merupakan pilihan bagi mereka yang intoleransi
obat lain. Glukokortikoid dapat digunakan untuk terapi
edema intraserebral. Antikonvulsan kadang diperlukan PROGNOSIS
untuk mengatasi kejang, namun harus diperhatikan
interaksi potensial antara sulfadiazin dan fenitoin. Regimen Toksoplasma akut untuk pasien imunokompeten
kotrimoksazol atau dapson beserta pirimetamin dengan mempunyai prognosis yang baik. Toksoplasmosis pada
leukovorin dapat mencegah perkembangan ensefalitis bayi dan janin dapat berkembang menjadi retinokoroiditis.
pada pasien HIV dengan seropositif T. gondii setelah Toksoplasmosis kronik asimtomatik dengan titer antibodi
jumlah limfosit CD4 berkurang hingga mencapai 100/ul. yang persisten, umumnya mempunyai prognosis yang
baik dan berhubungan erat dengan imunitas seseorang.
Toksoplasmosis pada pasien imunodefisiensi mempunyai
PENCEGAHAN prognosis yang buruk.

Toksoplasmosis dapat dicegah di tiga tingkatan yang


berbeda: REFERENSI
pencegahan infeksi primer
pencegahan transmisi vertikal dalam penyakit Carlos S Subauste. Toxoplasmosis and H I V . University of
Cincinnati College of Medicine. H I V Insite. Knowledge Base
kongenital Chapter .January. 2004. Diakses dari www.hivinside.com pada
pencegahan penyakit pada individu yang imuno- tanggal 16 September 2005.
kompromais Cohen O, Weissman D, Fauci AS. The immunopathogenesis of
H I V infection. In: Paul W E , ed. Fundamental Immunology.
Untuk mencegah infeksi primer, pajanan parasit Philadelphia: Lippincott-Raven, 1999:1455-509.
dapat dikurangi dengan edukasi kesehatan. Faktor risiko Ezpinosa, Luis. Toxoplasmosis. In : H I V / A I D S Primary Guide.
Florida/Carribean A I D S Education and Training Center.
utama adalah makan daging belum matang (jarang) dan Florida. USA. 2005; Chapter 11-section 6.
hidup bersama kucing. Kista jaringan dalam daging tidak Fauci AS, Lane H C . Human Immunodeficiency Virus (HIV): A I D S
infektif lagi bila sudah dipanaskan sampai 66°C atau and Related disorders. In: Braunwald, et.al (Eds). Harrison's
Principles of Internal Medicine 15th ed. New York: McGraw-
diasap. Setelah memegang daging mentah (jagal, tukang
Hill; 2001:1852-913.
masak), sebaiknya tangan dicuci bersih dengan sabun. Frenkel JK. Toxoplasmosis. Hunter's London, W B Saunders. 7 th
Makanan harus ditutup rapat supaya tidak dijamah lalat ed 1991:200-2
atau lipas. Sayur-mayur sebagai lalap harus dicuci bersih Ganda Husada S, Sutanto I. Kumpulan makalah Simposium
Toxoplasmosis. 1990.
atau dimasak. Kucing peliharaan sebaiknya diberi makanan
G a n d a h u s a d a S. Toxoplasma gondii. D a l a m : Parasitologi
matang dan dicegah berburu tikus dan burung. Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit F K U I ; 2000:
Saat ini belum tersedia vaksin untuk m e n c e g a h 153-61.
Jones JL, Hanson DL,Dworkin MS. Survailance for AIDS-defining
toksoplasmosis. Imunitas maternal akibat toksoplasmosis
Oportunistic Illnesses,1992-1997. M M W R C D C Surveill
632 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Summ. 1999. Apr;48(2):l-22.


Jose E Vidal, Fabio A Colombo, Roberto Foccacia. PCR Assay Using
Cerebrospinal fluid for Diagnosis of Cerebral Toxoplasmosis
in Brazilian AIDS Patient. Journal of Clinical Microbiology.
October 2004. Vol. 42, No 10; p4765-8.
Juwono R. Perkembangan diagnosis dan indikasi pengobatan
toksoplasmosis. Dalam Jotas: Alkatiri J, Akil Ham ed: Naskah
Lengkap K O P A P D I V l l jilid III. Ujung Pandang, Agustus
1987.p. 124-32.
Kasper L H . Toxoplasma Infection. In: Braunwald, et.al (Eds).
Harrison's Principles of Internal Medicine 15th ed. New York:
McGraw-Hill; 2001:1222-6.
Lamoril J, Molina JM. Detection by P C R of Toxoplasma gondii
in blood in the Diagnosis of Cerebral Toxoplasmosis in
Patients with A I D S . Journal Clinical Pathology. January.
1996. 49(l):89-92.
Mathew MJ, Chandy MJ. Central nervous system toxoplasmosis in
acquired immunodeficincy syndrome: A n emerging disease
in India. Neurol India 1999; 47:182-7.
Mcleod R. Remington, JS. Dalam: Harrison's Principles of Internal
Medicine 11th edition. New York. Mc. Grawhill. 1988 : 791-7
Nelwan R H H , Kusharyono, Daldiyono, Soemarsono.
Toxoplasmosis in Indonesia. Acta Med. Indones. 1975; 36.
Nicole and Manceauk. Toxoplasma. Dalam : Manson's Tropical
Disease. E d Balliere-Tindal London, 17 th edition. 1980; 148-
52, 886-7.
Rabaud C , May T, Amiel C . Extracerebral Toxoplasmosis in
Patients Infected with H I V . A French National Survey.
Baltimore. 1994. November;73(6) :306-14.
Remington JS and Desmonts GS. Toxoplasmosis. Dalam Proc.
Symposium Bio Merieuk. Ed. Rhone-Puollenc, 187-201.
Spicer WJ. Sporozoa. In: Clinical Bacteriology, Mycology and
Parasitology. London: Churchill Livingstone; 2000.p. 72-3.
83
LEPTOSPIROSIS
Umar Zein

DEFINISI

Leptospirosis adalah suatu penyakit z o o n o s i s yang


disebabkan oleh mikro organisme Leptospira interogans
tanpa memandang bentuk spesifik serotipenya. Penyakit
ini pertama sekali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886
yang membedakan penyakit yang disertai dengan ikterus
ini dengan penyakit lain yang juga menyebabkan ikterus.
Bentuk yang beratnya dikenal sebagai Weil's disease.
Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud
fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever, infectious
Jaundice, field fever, cane cutter fever dan lain-lain.
L e p t o s p i r o s i s acapkali luput d i d i a g n o s a karena
gejala klinis tidak spesifik, dan sulit dilakukan konfirmasi Gambar 1. Leptospira
diagnosa tanpa uji laboratorium. Kejadian luar biasa
leptospirosis dalam dekade terakhir di beberapa negara yang khusus untuk tumbuh dan mungkin membutuhkan
telah menjadikan leptospirosis sebagai salah satu penyakit waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang
yang termasuk the emerging infectious diseases. positif. Dengan medium Fletcher's dapat tumbuh dengan
baik sebagai obligat aerob.
Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua
ETIOLOGI spesies: L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang non
patogen/ saprofit. Tujuh spesies dari leptospira patogen
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili sekarang ini telah diketahui dasar ikatan DNA-nya, namun
treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta. lebih praktis dalam klinik dan epidemiologi menggunakan
Ciri khas organisme ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, klasifikasi yang didasarkan atas perbedaan serologis.
panjangnya 5-15 um, dengan spiral yang sangat halus, Spesies L interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup
lebarnya 0,1 - 0,2 um (Gambar 1). Salah satu ujung dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar menurut
organisme sering membengkak, membentuk suatu kait. komposisi antigennya. Saat ini telah ditemukan lebih dari
Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan adanya 250 serovar yang tergabung dalam 23 serogrup. Beberapa
flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam serovar L interrogans yang dapat menginfeksi manusia
mikroskop lapangan gelap hanya dapat terlihat sebagai di antaranya adalah: L. icterohaemorrhagiae, L. canicola,
rantai kokus kecil - kecil. Dengan pemeriksaan lapangan L. pomona, L. grippothyphosa, L. javanica, L. celledoni,
redup pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara L. ballum, L. pyrogenes, L. automnalis, L. hebdomadis, L.
umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan bataviae, L. tarassovi, L. panama, L. andamana, L. shermani,
leptospira digunakan mikroskop lapangan gelap {darkfield L. ranarum, L. bufonis, L. copenhageni, L. australis, L.
microscope). Leptospira membutuhkan media dan kondisi cynopteri dan lain-lain.

633
634 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Menurut beberapa peneliti, yang tersering menginfeksi Sementara dengan pemeriksaan sederhana memakai
manusia iaiah L icterohaemorrhaglca dengan reservoar mikroskop biasa dapat dideteksi adanya gerakan
tikus, L canicola dengan reservoar anjing dan L. pomona leptospira dalam urine. Diagnostik pasti ditegakkan
dengan reservoar sapi dan babi. dengan ditemukannya leptospira pada darah atau urine
atau ditemukannya hasil serologi positip. Untuk dapat
berkembang biaknya leptospira memerlukan lingkungan
EPIDEMIOLOGI optimal serta tergantung pada suhu yang lembab, hangat,
PH air/tanah yang netral, dimana kondisi ini ditemukan
Leptospirosis tersebar di seluruh dunia, disemua benua sepanjang tahun di daerah tropis.
kecuali benua A n t a r t i k a , n a m u n terbanyak didapati
didaerah tropis. Leptospira bisa terdapat pada binatang
piaraan seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut PENULARAN
atau binatang-binatang pengerat lainnya seperti tupai,
musang, kelelawar, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan air, atau
binatang tersebut, leptospira hidup di dalam ginjal/ tanah, lumpuryang telah terkontaminasi oleh urine binatang
air kemihnya. Tikus merupakan vektor yang utama dari yang telah terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika
L. icterohaemorrhaglca penyebab leptospirosis pada terjadi luka/erosi pada kulit ataupun selaput lendir. Air
manusia. Dalam tubuh tikus, leptospira akan menetap dan tergenang atau mengalir lambat yang terkontaminasi urin
membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel binatang infeksius memainkan peranan dalam penularan
tubulus ginjal tikus dan secara terus menerus dan ikut penyakit ini, bahkan air yang deraspun dapat berperan.
mengalir dalam filtrat urine. Penyakit ini bersifat musiman, Kadang-kadang penyakit ini terjadi akibat gigitan binatang
di daerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai yang sebelumnya terinfeksi leptospira, atau kontak dengan
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur kultur leptospira di laboratorium. Ekspos yang lama pada
adalah faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi utuh j u g a dapat menularkan leprospira. Orang-orang
terjadi selama musim hujan. yang mempunyai risiko tinggi mendapat penyakit ini
Leptospirosis mengenai paling kurang 160 spesies adalah pekerja-pekerja di sawah, pertanian, perkebunan,
mamalia. Ada berbagai jenis pejamu dari leptospira, peternakan, pekerja tambang, pekerja di rumah potong
mulai dari mamalia yang berukuran kecil di mana manusia hewan atau orang-orang yang mengadakan perkemahan
dapat kontak dengannya, misalnya landak, kelinci, tikus di hutan, dokter hewan. Faktor risiko tertular leptospirosis
sawah, tikus rumah, tupai, musang, sampai dengan reptil terdapat pada tabel 1.
(berbagai jenis katak dan ular), babi, sapi, kucing,dan
anjing. Binatang pengerat terutama tikus merupakan
l^bei iTRIsiko Penularan Leptospirosis
reservoar paling banyak. Leptospira membentuk
Kelompok Kelompok
h u b u n g a n s i m b i o s i s d e n g a n p e j a m u n y a dan dapat Kelompok Pekerjaan
Aktivitas Lingkungan
menetap dalam tubulus renalis selama berbulan-bulan
Petani dan peternak Berenang Anjing piaraan
bahkan bertahun-tahun. Beberapa serovar berhubungan
Tukang potong hewan di sungai Ternak
dengan binatang tertentu, seperti L. icterohaemoragiae/
P e n a n g k a p / p e n j e r a t Bersampan Genangan air hujan
copenhageni dengan tikus, L grippotyphosa dengan voles hewan Kemping Lingkungan tikus
(sejenis tikus), L hardjo dengan sapi, L canicola dengan Dokter/Mantri Hewan Berburu Banjir
anjing dan L. pomona dengan babi. Penebang kayu Kegiatan
International Leptospirosis Society menyatakan Pekerja selokan di hutan
Pekerja perkebunan
Indonesia sebagai negara dengan insidens leptospirosis
tinggi dan peringkat ketiga di dunia untuk mortalitas.
Di Indonesia Leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Lampung, Sumatera PATOGENESIS
Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput
Timur, dan Kalimantan Barat. Pada kejadian banjir besar lendir, memasuki aliran darah dan berkembang, lalu
di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari seratus kasus menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
leptospirosis dengan 20 kematian. respon imunologi baik secara selular maupun humoral
Salah satu kendala dalam menangani leptospirosis sehingga infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibodi
berupa kesulitan dalam melakukan diagnostik a w a l . spesifik. walaupun demikian beberapa organisme ini masih
LEPTOSPIROSIS 635

bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi J a n t u n g . Epikardium, endokardium dan miokardium
seperti di dalam ginjal di mana sebagian mikro organisme dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat fokal atau difus
akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana dan berupa intersitital edema dengan infiltrasi sel mononuklear
dilepaskan melalui urin. Leptospira dapat dijumpai dalam dan plasma. Nekrosis berhubungan dengan infiltrasi
air kemih sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium
infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun- dan endokardium
tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan
Otot rangka. Pada otot rangka, terjadi p e r u b a h a n -
fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan
p e r u b a h a n b e r u p a lokal n e k r o t i s , v a k u o l i s a s i d a n
cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin.
kehilangan striata. Nyeri otot yang terjadi pada leptospira
Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme
d i s e b a b k a n invasi l a n g s u n g l e p t o s p i r a . Dapat j u g a
hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler.
ditemukan antigen leptospira pada otot.
Leptospiruria berlangsung 1-4 minggu
Tiga m e k a n i s m e y a n g terlibat pada patogenese IMata. Leptospira dapat masuk ruang anterior dari mata
leptospirosis: invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non selama fase leptospiremia dan bertahan beberapa bulan
spesifik, dan reaksi imunologi. walaupun antibodi yang terbentuk cukup tinggi. Hal ini
akan menyebabkan uveitis.

Pembuluh darah. Terjadi perobahan pada pembuluh


PATOLOGI
darah akibat terjadinya vaskulitis yang akan menimbulkan
perdarahan. Sering ditemukan perdarahan/peteki pada
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira
mukosa, permukaan serosa dan alat-alat viscera dan
melepaskan toksin yang bertanggung jav\/ab atas terjadinya
perdarahan bawah kulit.
keadaan patologi pada beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada Susunan saraf pusat. Leptospira mudah masuk ke dalam
leptospirosis terdapat perbedaan antara derajat gangguan cairan serebrospinal (CSS) dan dikaitkan dengan terjadinya
fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada meningitis. Meningitis terjadi sewaktu t e r b e n t u k n y a
leptospirosis lesi histologis yang ringan ditemukan pada respon antibodi, tidak pada saat memasuki CSS. Diduga
ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang bahwa terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukkan imunologis. Terjadi penebalan meninges dengan sedikit
bahwa kerusakan bukan pada struktur organ. Lesi inflamasi peningkatan sel mononuklear araknoid. Meningitis yang
menunjukkan edema dan infiltrasi sel monosit, limfosit dan terjadi adalah meningitis aseptik, biasanya paling sering
sel plasma. Pada kasusyang berat terjadi kerusakan kapiler disebabkan oleh L. canlcola.
dengan perdarahan yang luas dan disfungsi hepatoselular
dengan retensi bilier. Selain di ginjal leptospira juga dapat Weil Disease. Well disease adalah leptospirosis berat yang
bertahan pada otak dan mata. Leptospira dapat masuk ditandai dengan ikterus, biasanya disertai perdarahan,
kedalam cairan serebrospinalis pada fase leptospiremia. anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe
Hal ini akan menyebabkan meningitis yang merupakan kontinua. Penyakit Weil ini biasanya terdapat pada 1-6%
g a n g g u a n neurologi terbanyak yang terjadi sebagai kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai serotipe icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh
leptospira adalah ginjal, hati, otot dan pembuluh darah. serotipe copenhageni dan bataviae. Gambaran klinis
Kelainan spesifik pada organ : bervariasi berupa gangguan renal, hepatik atau disfungsi
vaskular.
Ginjal. Interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuklear
merupakan bentuk lesi pada leptospirosis yang dapat
terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi
G A M B A R A N KLINIS
akibat tubular nekrosis akut. Adanya peranan nefrotoksin,
reaksi imunologis, iskemia ginjal, hemolisis dan invasi
Masa inkubasi 2 -26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata
langsung mikroorganisme j u g a berperan menimbulkan
10 hari. Gambaran klinis dapat dilihat pada tabel 2.
kerusakan ginjal.
Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas
Hati. Hati menunjukkan nekrosis sentilobuler fokal dengan yaitu fase leptospiremia dan fase imun.
infiltrasi sel limfosit fokal dan proliferasi sel Kupfer dengan
kolestatis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian Fase Leptosplraemla
ditemukan leptospira dalam hepar. Biasanya organisme Fase ini ditandai dengan adanya leptospira di dalam darah
ini terdapat diantara sel-sel parenkim. dan cairan serebrospinal, berlangsung secara tiba-tiba
636 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

^ b e l 2.' (SamEKsranlclfnlls^ paSta Leptospirosis ^ nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik,
d e m a m y a n g tidak diketahui asalnya dan diatetesis
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus,
hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai
anoreksia, mialgia, conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri
abdomen, ikerus, hepatomegali, ruam kulit, foto pobi pankreatitis. Pada anamnesis, penting diketahui tentang
riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan,
risiko tinggi. Gejala/keluhan didapati demam yang muncul
diare, edema, splenomegali, artralgia, gagal ginjal, periferal
neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimidis, hematemesis, mendadak, sakit kepala terutama di bagian frontal, nyeri
asites, miokarditis otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai d e m a m , bradikardia, nyeri
dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa tekan otot, hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan
sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis laboratorium darah rutin bisa dijumpai lekositosis, normal
dan pinggang disertai nyeri tekan. Mialgia dapat diikuti atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju
dengan hiperestesi kulit, d e m a m tinggi yang disertai endap darah yang meninggi. Pada urin dijumpai protein
menggigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah uria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat,
disertai mencret, bahkan pada sekitar 2 5 % kasus disertai bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transaminase.
penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit BUN, ureum dan kreatinin juga bisa meninggi bila terjadi
berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke komplikasi pada ginjal.Trombositopenia terdapat pada
3-4 dapat dijumpai adanya konjungtiva suffusion dan 50% kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari
fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk cairan tubuh dan serologi.
makular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang
Kultur. Dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS
dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati.
segera pada awal gejala. Dianjurkan untuk melakukan
Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat ditangani pasien
kultur g a n d a d a n m e n g a m b i l s p e s i m e n p a d a fase
akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan
leptospiremia serta belum diberi antibiotik. Kultur urine
organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal
diambil setelah 2-4 minggu onset penyakit. Pada spesimen
3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih
yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat digunakan.
berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Serologi. Jenis uji serologi dapat dilihat pada tabel 3.
Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun. Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan
cepat adalah dengan pemeriksaan Polymerase Chain
Fase Imun Reaction (PCR), silver stain atau fluroscent antibody stain,
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dan mikroskop lapangan gelap.
dapat timbul demam yang mencapai suhu 400 C disertai
menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang Tabel 3. Jenis Uji Serologi pada Leptospirosis
menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama
Microscopic Agglutination Macroscopic Slide
otot betis. Terdapat perdarahan berupa epistaksis, gejala
Test {MAT) Agglutination Test (IVISAT)
kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan
Uji carik celup : Enzyme linked immunosorbant
paling jelas terlihat pada fase ikterik, purpura, petechiae,
- Lepto Dipstick ossoy (ELISA)
epistaksis, p e r d a r a h a n gusi m e r u p a k a n manifestasi
- LeptoTek Lateral Flow Microcapsule agglutination test
perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan
Aglutinasi lateks kering Patoc - slide agglutination test
conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda
{LeptoTek Dry-Dot) (PSAT)
patognomosis untuk leptospirosis.
Indirect fluorescent antibody Sensitized erythrocyte lysis test
Terjadinya meningitis merupakan tanda pada fase ini,
test (IFAT) (SEL)
walaupun hanya 50% gejala dan tanda meningitis, tetapi
Indirect haemagglutination Counter immune electrophoresis
pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-
test (IHA) (CIE)
tanda meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu,
Uji aglutinasi lateks
tetapi biasanya menghilang setelah 1-2 hari. Pada fase ini
Complement fixation test (CFT)
leptospira dapat dijumpai dalam urin.

DIAGNOSIS PENGOBATAN

Pada umumnya diagnosis awal leptosirosis sulit, karena Pengobatan s u p o r t i f d e n g a n o b s e r v a s i ketat untuk
pasien biasanya datang dengan meningitis, hepatitis, mendeteksi dan mengatasi keadaan dehidrasi, hipotensi,
LEPTOSPIROSIS
637

p e r d a r a h a n d a n g a g a l ginjal s a n g a t p e n t i n g pada melindunginya dari kontak dengan bahan-bahan yang


leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan telah terkontaminasi dengan air kemih binatang reservoar.
spontan akan membaik dengan membaiknya kondisi Pemberian doksisiklin 200 mg perminggu dikatakan
pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan bermanfaat untuk mengurangi serangan leptospirosis
tindakan hemodialisa temporer. bagi mereka yang mempunyai risiko tinggi dan terpapar
Pemberian antibiotik harus dimulai secepat mungkin, dalam waktu singkat. Penelitian terhadap tentara Amerika
biasanya pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup di hutan Panama s e l a m a 3 m i n g g u , ternyata dapat
efektif. Berbagai jenis antibiotik pilihan dapat dilihat pada mengurangi serangan leptospirosis dari 4 - 2 % menjadi
tabel 4. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra 0,2%, dan efikasi pencegahan 9 5 % .
vena penisilin G, amoksisliin, ampisilin atau eritromisin Vaksinasi terhadap hewan-hewan tersangka reservoar
dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan sudah lama direkomendasikan, tetapi vaksinasi terhadap
dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, manusia belum berhasil dilakukan, masih memerlukan
ampisilin atau amoksisilin maupun sefalosforin. penelitian lebih lanjut.

Tabel 4. Pengobatan dan Kemoprofilaksls Lepto- splrosis


KESIMPULAN
Indikasi Regimen Dosis
Doksisiklin 2 X 100 mg
Leptospirosis Leptospirosis adalah suatu penyakit z o o n o s i s y a n g
Ampisilin 4 X 500-750 mg
nngan disebabkan leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui
Amoksisilin 4 X 500 mg
kontak dengan leptospira secara insidental. Gejala klinis
L e p t o s p i r o s i s Penisilin G 1,5 juta unit /6 jam (i.v)
yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan
sedang Ampisillin 1 gram /6jam (i.v)
1 gram /6jam (i.v) kematian, bila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis
/berat Amoksisilin
Kemoprofilaksls Doksisiklin 200 mg /minggu dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan
mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan
dini terhadap mereka yang terpapar diharapkan dapat
Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika melindungi mereka dari serangan leptospirosis.
pilihan utama, namun perlu diingat bahwa anti-
biotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase
leptospiraemia). Pada pemberian penisilin, dapat muncul REFERENSI
reaksi J a r i s c h - H e r x h e r i m e r 4 sampai 6 j a m setelah
Coleman TJ, Scott G : Leptospirosis, In : Cook G, Zumla A (eds):
pemberian intra vena, yang menunjukkan adanya aktivitas Manson's Tropical Diseases, 21 st edition. London: E L S T with
anti l e p t o s p i r a . T i n d a k a n s u p o r t i f d i b e r i k a n sesuai Saunders; 2003 p. 1165 - 71
dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang timbul. Hickey PW : Leptospirosis. eMed J 2002; 3 : S1-9,.
Speelman P : Leptospirosis. In Harrison's Principles of Internal
Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur
Medicine, 15th ed, Braunwald E (Eds). New York: McGraw-
sebagaimana pada penanggulangan gagal ginjal secara Hill; 2001.p. 1055-8.
umum. Kalau terjadi azotemia/uremia berat sebaiknya Watt G : Leptospirosis. In Hunter's Tropical Medicine, 7th ed,
dilakukan dialisis. Strickland G T (Ed). Philadelphia: WB Saunders Co; 1991.p.
317-23.
Watt G , Manaloto C , Hayes C G : Central Nervous System
Leptospirosis in the Philippines. SEAJ Trop Med Pub Health
PROGNOSIS 1989;20 :265-8,.
Douglin CP, Jordan C, Rock R, et al : Risk Factors for Severe
Leptospirosis in the Parish of St. Andrew, Barbados. Availble
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus from : h t t p : / / w w w . cdc. g o v / n c i d o d / E I D / v o l 3 n o l /
dengan ikterus, angka kematian 5% pada umur di bawah douglin.htm.
30 tahun, dan pada usia lanjut mencapai 30-40%. Soetanto T, Soeroso S, Ningsih S (Editor) :Pedoman Tatalaksana
Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di
Rumah Sakit, Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof .DR.Sulianti
Saroso, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular
PENCEGAHAN dan Penyehatan Lingkungan, Depkes RI, 2003
Mubin A H , Lawrence G : Pengamatan Gerakan Leptospira dalam
Urine dengan Cara Sederhana. J Med Nus 1996; 17 : 72-6,.
Pencegahan leptospirosis khususnya di daerah tropis Jawetz E , M e l n i c k J L , A d e l b e r g E A . R e v i e w of M e d i c a l
sangat sulit. Banyaknya hospes perantara dan j e n i s Microbiology. E d . 16 (Terjemahan). Jakarta : E G C 1992 :
serotipe sulit untuk d i h a p u s k a n . Bagi mereka y a n g 331 - 33.
Cumberland P, Everard C O , Levett P N : Assesment of the Efficacy
mempunyai risiko tinggi untuk tertular leptospirosis harus
of A n IgM Elisa and Microscopic Agglutination Test (MAT)
diberikan perlindungan berupa pakaian khusus yang dapat in the Diagnosis of Acute Leptospirosis. A m J Trop Med H y g
638 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

1999; 61 : 731-4,.
Widarso, Gasem M H , Purba W, Suharto T, Ganefa S (Editor)
: Pedoman Diagnosa dan Penatalaksanaan Kasus
Penanggulangan Leptospirosis di Indonesia, Sub Direktorat
Zoonosis, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan, Departemen
Kesehatan, 2004
Syam A F , Pohan H T , Zulkarnain I. Patogenesis dan Diagnosis
Leptospirosis, M K I , 1997: 47 (12) : 636 - 39.
W i d o d o DJ. Manifestasi K l i n i k d a n K e m a t i a n P e n d e r i t a
Leptospirosis di R S C M dan RS Persahabatan Jakarta tahun
1992 - 1996. Dexa Media, 1998 (11): 10 - 3.
Zulkamaen I. Leptospirosis at Dr. Cipto Mangunkusumo and
Persahabatan Hospital, Review of 104 cases MJI, 2000 : 9 (4)
: 271 - 75.
G i l l G V , Beeching NJ : Lecture notes on Tropical Medicine,
5th Edition, Blackwell Science Ltd, Blackwell Publishing
Company, Massachusetts, 2004, p.272 - 4
Everard C O R , Everard JD. Leptospirosis In : G o l d s m i t h R,
Heynemen D (eds). Tropical Medicine and Parasitology.
London : P H I Inc; 1992.p. 155 - 9.
Haake D A , Dundoo M, Cader R, et a l : Leptospirosis, water sport
and chemoprophylaxis, C I D , 2002 (34): 40 - 3.
Bal A E , G r a v e k a m p C , H a r t s k e e r l R A , et al : Detection
of Leptospires in urine by P C R for early diagnosis of
Leptospirosis, JCM, 1994 (32), No.8.
Lomar A V , Diament D, Torres JR: Leptospirosis in Latin America,
I D C of North America, 2000.
Faine S. Leptospira and Leptospirosis. Florida. C R C Press. 1997
: 1 -17.
Daher E , Dirce M, Zanetta T (eds) : Risk faktor for death and
changing pattern in Leptospirosis. Acute renal failure,
American J. Europ. Med, 1999 : 630 - 4.
Chaparro S, Montoya J G : Borrelia & Leptospira Species, In Wilson
WR, Sande M A (Eds) : Current Diagnosis & Treatment in
Infectious Diseases, International Edition. New York: Lange
Medical Books/McGraw-Hill, Medical Publishing Division;
2001.p.686 -8.
84
TETANUS
Gatoet Ismanoe

PENDAHULUAN tetanus didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi


pada anak yang memiliki kemampuan normal untuk
Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan menyusu dan menangis pada 2 hari pertama kehidupannya
otot dan spasme, yang diakibatkan oleh toksin dari tapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke-3 - 28 serta
Clostridium tetani? Berasal dari kata Yunani "tetanos" yang menjadi kaku dan spasme. Maternal tetanus didefinisikan
berarti "berkontraksi"^. Pada luka dimana terdapat keadaan sebagai tetanus yang terjadi saat kehamilan sampai 6
yang anaerob, seperti pada luka yang kotor dan nekrotik, minggu setelah selesai kehamilan (baik dengan kelahiran
bakteri ini memproduksi tetanospasmin, neurotoksin yang maupun abortus) ^
cukup poten. Neurotoksin ini menghambat pengeluaran
neurotransmiter inhibisi pada sistem saraf pusat, yeng
mengakibatkan kekakuan o t o t J Sejak j a m a n dahulu EPIDEMIOLOGI
telah ditemukan catatan tentang kasus dimana luka
yang berhubungan dengan kekakuan otot, dibuktikan Pada negara maju angka kejadian penyakit tetanus kecil,
dari catatan Papyrus Edwin Smith (1000 SM) dan catatan karena angka cakupan imunisasi sudah cukup baik. Namun
H i p p o c r a t e s (400 S M ) . Hal ini m e n a n d a k a n bahwa pada negara yang sedang berkembang, tetanus, masih
C.tetanl, sudah lama ada, dan tidak bisa dieradikasi dari merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar.
bumi. Namun dengan ditemukannya vaksin tetanus, Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh
angka kejadian penyakit tetanus dapat ditekan. Program dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per
imunisasi yang tidak adekuat dapat m e n g a k i b a t k a n tahun serta angka kematian 300.000-500.000 pertahun.
kejadian penyakit tetanus meningkat.^ Sebagian besar kasus pada negara berkembang adalah
tetanus neonatorum, namun angka kejadian tetanus pada
dewasa juga cukup tinggi. Hal ini mungkin dikarenakan
DEFINISI program imunisasi yang tidak a d e k u a t "
Data epidemiologi yang bisa dipercaya, mengenai
Tetanus adalah penyakit akut yang ditandai oleh kekakuan kejadian tetanus di dunia, sulit untuk didapatkan.^ Hal ini
otot dan spasme, yang diakibatkan oleh toksin dari dikarenakan tidak dilaporkannya semua kejadian tetanus,
Clostridium tetani. Tetanus merupakan penyakit yang pada sebuah penelitian di Amerika Serikat dilaporkan
bisa m e n g e n a i banyak o r a n g , tidak mempedulikan sebanyak hampir 25% kejadian tetanus tidak dilaporkan.''
umur maupun j e n i s kelamin. A d a beberapa batasan Angka kejadian tetanus di Indonesia masih cukup
mengenai penyakit tetanus, khususnya pada neonatus dan tinggi. Pada tahun 1997-2000 di Indonesia, angka kejadian
maternal. Tetanus pada neonatus dan maternal, biasanya tetanus 1,6-1,8 per 10.000 kelahiran hidup, dengan angka
berhubungan erat dengan higiene serta sanitasi saat kematian akibat tetanus neonatorum sebesar 7,9%.^
proses melahirkan I Tetanus didefinisikan sebagai keadaan
hipertonia akut atau kontraksi otot yang mengakibatkan
nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme ETIOLOGI
otot menyeluruh tanpa penyebab lain, dan terdapat
riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya. Neonatal C.tetani adalah basillus anaerobik bakteri Gram positif

639
640 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

anaerob yang ditenriukan di tanah dan kotoran binatang. patogenesis penyakit. Tetanospasmin, atau secara
Berbentuk batang dan mennproduksi spora, memberikan umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang
gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu mengakibatkan manifestasi dari penyakit tersebut.
terlihat.^ C.tetani merupakan bakteri yang motile karena Tetanospasmin adalah protein tunggal dengan berat
memiliki flagella, dimana menurut antigen flagella nya, molekul 150 kDa, yang terbagi menjadi 2 rantai, rantai
dibagi menjadi 11 strain. Namun ke sebelas strain tersebut berat (100 kDa) dan rantai ringan (50 kDa), dihubungkan
m e m p r o d u k s i neurotoksin y a n g sama.^ Spora y a n g oleh ikatan disulfida.Toksin ini ditransportasikan secara
diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen intra axonal menuju nuklei motorik dari saraf pusat.
desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora, Sekuensi asam amino dari tetanospasmin ini identik
C.tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa dengan toksin yang dihasilkan Clostridium botulism,
menit (meski hancur dengan autoclave pada suhu 121 °C namun pada C.botulism, toksin tidak ditransportasikan
selama 15-20 menit) ^^Gambar 1). ke susunan saraf pusat sehingga memiliki gejala klinis
yang berbeda.^^
Tetanospasmin masuk ke susunan saraf melalui otot
dimana terdapat suasana anaerobic yang memungkinkan
C.tetani untuk hidup dan m e m p r o d u k s i toksin. Lalu
setelah masuk ke susunan saraf perifer, toksin akan
d i t r a n s p o r t a s i k a n s e c a r a retrograde menuju saraf
presinaptik, dimana toksin tersebut bekerja.
Toksin tersebut akan menghambat pelepasan
transmitter inhibisi dan secara efektif m e n g h a m b a t
inhibisi sinyal interneuron. Tapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid
(GABA) yang spesifik menginhibisi neuron motorik. Hal
tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari
sistem saraf motorik. Selain sistem saraf motorik, sistem
saraf otonomikjuga terganggu. Peningkatan katekolamine
Gambar 1. Clostridium tetani, dengan bentukan khas "drum- mengakibatkan komplikasi kardiovaskular^^
stick" pada bagian bakteri yang berbentuk bulat tersebut spora
dari C.tetani dibentuk. (dengan pembesaran mikroskop 3000x).
(Sumber: http://www2.cedarcrest.edu/academic/bio/hale/biot_eid/lec-
tures/tetanus-pathogen.html) G A M B A R A N DAN TANDA KLINIS

Setelah luka terkontaminasi dengan C.tetani, terdapat


Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka masa inkubasi selama beberapa hari (7-10 hari) sebelum
terbuka. Ketika menempati tempat yang cocok (anaerob) gejala pertama muncul. Gejala yang pertama kali muncul
bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus. adalah trismus atau rahang yang terkunci.^^
Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat Tetanus memiliki gejala klinik yang luas dan beragam.
mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal minimum Namun dapat dibagi menjadi 4 tipe secara klinik, yaitu
adalah 2,5 ng/kg) tetanus generalized, localized, cephalic dan neonatal."
Faktor risiko dari tetanus adalah luka terbuka yang sering Variasi gambaran klinik ini hanya menunjukkan tempat
dalam keadaan anaerob, cocok untuk berkembang biak dimana toksin tersebut bekerja, bukan bagaimana toksin
bakteri C.tetani tersebut bekerja. Tetanus generalized adalah tetanus
yang paling sering dijumpai. Gejalanya adalah, trismus,
kekakuan otot maseter, punggung serta bahu. Gejala
PATOGENESIS lain, juga bisa didapatkan antara lain opistotonus, posisi
dekortikasi, serta ekstensi dari ekstremitas bawah" Tetanus
C.tetani memerlukan tekanan oksigen yang rendah untuk /oco/ized gejalanya meliputi kekakuan dari daerah dimana
berkembang biak dan bermultiplikasi. Pada keadaan terdapat luka (hanya sebatas daerah terdapat luka),
dimana jaringan sehat kaya oksigen, pertumbuhan dan biasanya ringan, bertahan beberapa bulan, dan sembuh
multiplikasi tidak terjadi dan spora dihilangkan oleh dengan sendirinya. Pasien kadang mengalami kelemahan,
fagosit. ^ kekakuan serta nyeri pada daerah yang terkena tetanus
C.tetani, memproduksi 2 toksin, tetanospasmin localized.
dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak berhubungan dengan Tetanus cephalic meliputi gangguan pada otot yang
TETANUS 641

diperantarai oleli susunan saraf perifer bagian bawah. Tabel 1. Klasifikasi Derajat Keparahan Tetanus Berdasar
Biasa terjadi setelah kecelakaan pada daerah wajah dan Ablet'
leher.Sering gejalanya agak membingungkan, seperti
Derajat ^"9**^* Gejala
disfagia, trisnnus dan focal cranial neuropathy. Namun Keparahan
dengan perjalanan penyakit dapat timbul parese wajah, 1 Ringan Trismus ringan, kekakuan general,
disfagia serta gangguan pada otot ekstraokular. Pada tanpa gangguan respirasi, tanpa
beberapa kasus tetanus cephalic mengakibatkan tetanus disfagia maupun spasme
ophthalmologic, supranuclear oculomotor palsy serta 2 Sedang Trismus sedang, kekakuan, disertai
sindroma Horner. Tetanus neonatal, biasa terjadi karena spasme namun hanya sebentar,
disfagia ringan, gangguan respirasi
proses kebersihan saat melahirkan tidak bersih. Biasa
sedang, frekuensi napas > 30x/menit
terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai oleh
3 Berat Trismus berat, kekakuan disertai
k e l e m a h a n dan k e t i d a k m a m p u a n m e n y u s u , kadang
spasme yang berlangsung terus
disertai opistotonus. " Pada tetanus sering juga disertai menerus, disfagia berat, frekuensi
gangguan otonomik berupa tekanan darah yang labil napas > 40x/menit, kadang disertai
(takikardia maupun bradikardia), peningkatan respirasi periode apneu, frekuensi nadi >
serta juga hiperpireksia. ^ 120x/menit
4 Sangat Grade 3 disertai gangguan otonomik
berat
Keterangan: Berdasar klasifikasi ini derajat lebih dari 2,
DIAGNOSIS kemungkinan terjadi obstruksi jalan napas tinggi, sehingga pada
pasien dengan derajat 2 atau lebih, trakeostomi dini berguna
Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya d e n g a n mencegah obstruksi jalan napas atau kesulitan dalam mengatasi
berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan fisik. masalah sekresi
Pemeriksaan kultur C.tetani pada luka, hanya merupakan
penunjang diagnosis. Menurut WHO, adanya trismus, tunggal secara intramuskular sudah cukup, namun hati-
atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri serta hati reaksi anafilaktoid.^
biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup untuk Antibiotik :, pilihan antibiotik adalah metronidazole
menegakkan diagnosis ^ 500 mg setiap 6 jam (baik secara IV maupun secara oral)
selama 7 hari. Alternatif lain adalah Penicillin G 100.000-
200.000 lU/kgBB/hari secara intravena, terbagi 2-4 dosis.
KLASIFIKASI Tetrasiklin, makrolid, klindamisin, sefalosporin serta
kotrimoksasole juga cukup efektif. ^
Menurut derajat keparahannya tetanus dapat dibagi Pengontrolan spasme otot : Benzodiazepin lebih
menjadi 4 (menurut klasifikasi Ablet), yaitu ringan, sedang, disukai. Diazepam dapat ditingkatkan dititrasi perlahan 5
berat dan sangat berat. (tabel 1) mg atau lorazepam 2 mg, sampai tercapai kontrol spasme
tanpa sedasi maupun depresi napas yang berlebihan
(maksimal 600 mg/hari). Pada anak, dosis dapat dimulai
PENATALAKSANAAN dari 0,1-0,2 m g / k g berat b a d a n , d i n a i k k a n s a m p a i
tercapai kontrol spasme yang baik. Magnesium sulfat
Manajemen penanganan tetanus secara umum adalah bersama dengan benzodiazepin dapat digunakan untuk
suportif Strategi utamanya adalah menghambat pelepasan mengontrol spasme dan gangguan autonomik dengan
toksin, untuk menetralkan toksin yang belum terikat, dosis loading 5 gram (75mg/kgBB) secara intravena,
meminimalkan efek dari toksin dengan mempertahankan dilanjutkan dengan dosis 2-3 gram/jam sampai spasme
jalan napas yang adekuat.^ terkontrol. Untuk mencegah overdosis diperlukan monitor
Penanganan umum, sebisa mungkin tempat perawatan refiek patelan Jika refiek patelar menghilang maka dosis
pasien tetanus dipisahkan, sebaiknya ditempatkan pada obat harus diturunkan. Obat lain yang dapat digunakan
ruangan khusus. Ruangan yang tenang serta terlindungi adalah klorpromasin (50-150 mg secara intramuskular
dari stimulasi taktil dan suara. Luka yang merupakan tiap 4-6 j a m pada dewasa, atau 4-12 mg IM , tiap 4-6 j a m
sumber infeksi sebaiknya segera dibersihkan.^ pada anak-anak) ^
Imunoterapi : jika memungkinkan berikan tetanus Kontrol gangguan autonomik : magnesium sulfat
immunoglobulin manusia (TIG) 500 unit secara IM atau seperti diatas, penggunaan beta bloker, seperti propranolol,
IV (tergantung sediaan) sesegera mungkin. ^ Pemberian saat ini kurang direkomendasikan karena berhubungan
equine antitoksin juga bisa untuk menginaktifkan toksin. dengan kematian. Penggunaan labetalol (penghambat
Pemberian 10.000-20.000 U equine antitoksin dosis reseptor adrenergik alfa dan beta) secara parenteral.
642 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

direkomendasikan pada pasien tetanus dengan kelainan


Tabel 2. Faktor-faktor Prognosis yang Menunjukkan
otonom yang menonjol.
perburukan Penyakit Tetanus
Kontrol jalan napas : pada tetanus, kita harus benar-
Tetanus Dewasa Neonatal Tetanus
benar memonitor pernapasan, karena obat-obatan yang
Umur lebih dari 70 tahun Kejadian umur yang lebih
digunakan dapat menyebabkan depresi napas, serta
muda, kelahiran prematur
kemungkinan spasme laring tidak bisa disingkirkan.
Periode inkubasi < 7 hari Inkubasi < dari 6 hari
Penggunaan ventilator mekanik dapat dipertimbangkan,
W a k t u saat g e j a l a awal Keterlambatan penanganan
khususnya bila terjadi spasme, dan trakeostomi juga dapat muncul sampai penanganan di rumah sakit
dilakukan bila terjadi spasme karena ditakutkan terjadi di rumah sakit
spasme laring saat pemasangan pipa endotrakeal. Adanya luka bakar, luka bekas Higiene yang buruk, saat
Pemberian cairan dan nutrisi : pemberian cairan operasi yang kotor proses kelahiran
dan nutrisi y a n g a d e k u a t m e m b a n t u d a l a m proses Onset periode < 48 jam
penyembuhan tetanus. Frekuensi jantung > 140x/
menit
Tekanan darah sistolik > 140
mm Hg
PENCEGAHAN
Spasme yang berat
Temperatur > 38,5°C
Tetanus dicegah dengan penanganan luka yang baik dan
imunisasi. Rekomendasi W H O tentang imunisasi tetanus
adalah 3 dosis awal saat infan, booster pertama saat umur Pasien dengan tetanus juga berisiko terkena infeksi
4-7 serta 12-15 tahun dan booster terakhir saat dewasa. n o s o k o m i a l , karena masa perawatan y a n g rata-rata
Di Amerika, CDC merekomendasikan booster tambahan agak lama. Kebutuhan nutrisi sering kurang memadai.
saat umur 14-16 bulan disertai boostert\ap lOtahun. Pada Pada kasus dengan spasme abdomen yang cukup berat,
orang dewasa yang menerima imunisasi saat masih anak- pemasangan kateter vena sentral untuk nutrisi dapat
anak, namun tidak mendapat booster, direkomendasikan dipertimbangkan, namun cara ini sulit dilakukan pada
menerima dosis imunisasi 2 kali dengan selang 4 minggu." negara berkembang. Pada negara kita, kita menggunakan
Rekomendasi WHO, menganjurkan pemberian terapi cairan untuk memperbaiki status gizi dan kebutuhan
imunisasi pada wanita hamil yang sebelumnya belum hidrasi pasien.
pernah diimuninsasi, 2 dosis dengan selang 4 minggu tiap
dosisnya. Hal tersebut untuk mencegah tetanus maternal
dan neonatal REFERENSI

1. Current reccomendation for treatment of tetanus during


humanitarian emergency, W H O technical note, January 2010
PROGNOSIS 2. Thwaites, C L and Yen L M . Tetanus in Manson's Tropical
Disease, 22'nd edition, edited by G o r d o n C C o o k &
Perjalanan penyakit tetanus yang cepat, menandakan Alimuddin I Zumla. Saunders Elsevier, 2009
prognosa yang jelek. Selain itu umur dan tanda-tanda vital 3. Thv^aites, C L and Yen L M . Tetanus in Harrison Principles
of internal medicine 18th ed, edited by Fauci, Anthony S, et
Juga menunjukkan prognosis dari penyakit tetanus.^(Tabel 2) all. Mc Graw Hill medical, 2011
4. Narrative review : A health threat after natural disaster in
developing country, Annal of internal Medicine 2011
5. Todar's online text book of bacteriology pada h t t p : / /
KOMPLIKASI textbookofbacteriology.net/clostridia_3.html, d i u n d u h
tanggal 19 Desember 2011
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan 6. Tetanus pada http://www2.cedarcrest.edu/academic/bio/
pada jalan napas, sehingga pada tetanus yang berat, hale/biot_eid/lectures/tetanus-pathogen.htmL diunduh
tanggal 19 Desember 2011
terkadang memerlukan bantuan ventilator Kejang yang 7. P e n g e m b a n g a n system informasi s u r v e i l a n s tetanus
berlangsung terus menerus dapat mengakibatkan fraktur neonatorum di dinas kesehatan Propinsi Jawa Barat tahun
dari tulang spinal dan tulang panjang, serta rhabdomioUsis 2003 pada h t t p : / / e p i n t s . u i . a c . i d / 1 0 3 0 2 , d i u n d u h 22
Desember 2011.
yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut. Salah satu
komplikasi yang agak sulit ditangani adalah gangguan
o t o n o m , karena p e l e p a s a n k a t e k o l a m i n y a n g tidak
terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan
takikardi yang kadang berubah menjadi hipotensi dan
bradikardia."
85
DIFTERI
Armen Ahmad

PENDAHULUAN mulai dari yang paling ringan seperti gejala influensa biasa
sampai obstruksi saluran napas yang dapat menyebabkan
Difteri adalah infeksi akut yang terjadi secara lokal pada kematian.
m e m b r a n a nnukosa atau kulit yang disebabkan oleh
bakteri dari genus Corynebacteria yang terdiri dari spesies
Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacteria non- DEFINISI
difteri . Corynebacteria berasal dari bahasa Yunani yaitu
koryne yang berarti gada dan bacterion, yang berarti Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang terjadi
batang kecil. Corynebacteria adalah bakteri grann positif, secara lokal pada mukosa atau kulit, yang disebabkan
aerobik atau anaerob fakultatif dan pada u m u m n y a oleh basil Gram positif Corynebacterium diphtheriae dan
bersifat nonmotil.^ Corynebacteria ulcerans yang ditandai oleh terbentuknya
Peyakit ini pertama kali dilaporkan pada abad ke-5 eksudat berbentuk membran pada tempat infeksi dan
SM oleh Hippocrates. Difteri sering bermanifestasi pada diikuti gejala umum yang ditimbulkan eksotoksin yang
saluran p e r n a p a s a n atas dan kulit. Infeksi biasanya diproduksi oleh basil ini.^
terjadi pada musim semi atau musim dingin. Difteri
tanpa pengobatan antibiotik dapat menular selama 2-6
minggu. EPIDEMIOLOGI
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),
epidemi difteri tetap menjadi ancaman kesehatan di Difteri tetap endemik di beberapa negara pada tahun
negara berkembang.^ Epidemi terbesar y a n g terjadi 1970-an, dengan tingkat kejadian yang dilaporkan lebih
sejak pelaksanaan program-program vaksin secara luas 1,0 per juta penduduk di Alaska, Arizona, Montana, New
di 1990-1995, adalah epidemi difteri di Federasi Rusia, Mexico, South Dakota, dan Washington \ Sebagian besar
yang menyebar ke semua negara yang baru merdeka dan infeksi ini dikaitkan dengan vaksinasi lengkap. Di Amerika
daerah baltik. WHO melaporkan epidemi ini menyebabkan Serikat, saat ini terjadi secara sporadis, sebagian besar
lebih dari 157.000 kasus dengan 5000 kematian (80%) dari terjadi di antara penduduk asli Amerika, tunawisma,
kasus yang dilaporkan di seluruh dunia selama periode kelompok sosioekonomi rendah, dan pecandu alkohol^.
1990-1995, dengan tingkat kematian tertinggi terjadi pada Di Amerika Serikat sejak pengenalan dan meluasnya
usia > 40 tahun. penggunaan toksoid difteri pada tahun 1920, difteri
Populasi yang paling rentan terhadap infeksi adalah pernapasan telah terkontrol dengan baik, dengan kejadian
mereka yang tidak diimunisasi, atau memiliki kadar sekitar 1000 kasus setiap tahunnya. Sebelum vaksinasi,
antibodi antitoksin yang rendah, atau orang yang terpapar terjadi 200.000 kasus terjadi setiap tahun . ^
dengan individu yang sakit atau carrier. Carrier adalah Sejak tahun 1980 infeksi diphtheria pada orang
seseorang dengan kultur positif untuk spesies difteri tetapi yang diimunisasi, telah menurun (<5 kasus per 100.000
tidak menunjukkan tanda-tanda dan gejala. Manifestasi penduduk), meskipun pada orang yang diimunisasi, dapat
klinis tergantung lokasi infeksi, imunitas penderita dan ada/ terjadi infeksi kejadian penyakitnya menurun demikian juga
tidaknya toksin yang beredar dalam sirkulasi darah. Gejala keparahan penyakit. Orang yang belum pernah diimunisasi

643
644 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

atau yang tidak lengkap diimunisasi merupakan kelompok kekebalan yang berasal dari ibu berkurang ^^Setelah
y a n g berisiko infeksi. Di A m e r i k a Serikat, kelompok program vaksinasi, difteri pada anak menurun secara
ini t e r u t a m a terdiri dari i n d i v i d u miskin dan k a u m dramatis. Saat ini, kejadian, difteri meningkat pada remaja
imigran. Infeksi yang disebabkan oleh Corynebacteria dan usia 40 atau lebih tua Hal ini berhubungan dengan
nondiphtherial yang dilaporkan umumnya berhubungan status imunisasi yaitu imunisasi yang tidak lengkap, tidak
dengan alat- alat medis seperti kateter intravaskular, katup pernah diimunisasi, vaksin tidak efektif atau tidak respon
buatan, Moazzez et al (2007) menemukan bahwa 16% dari terhadap vaksinasi, dan tidak menerima booster setelah
abses payudara di sebuah rumah sakit daerah perkotaan vaksinasi sebelumnya. Menurut penelitian imunologi,
dikarenakan infeksi difteri" seseorang harus memiliki tingkat antitoksin lebih besar
Pada epidemi di Latvia tahun 1993-2003, dilaporkan 0,1 IU / I mL untuk kekebalan yang optimaP"
1359 kasus difteri dengan 101 kematian. Jumlah kasus Untuk memenuhi kadar ini dibutuhkan booster pada
menurun dari 3,9 kasus per 100.000 kasus pada 2001 usia 11-12tahun dan setiap l O t a h u n sesudahnya. Booster
menjadi 1,12 kasus per 100.000 penduduk pada tahun toksoid, tanpa tetanus, disetujui untuk wanita hamil jika
2003. Kasus yang terjadi umumnya pada orang dewasa titer antitoksin mereka kurang dari 0,1 IU /mL ^^^^
yang tidak divaksinasi. Di Inggris pada tahun 1995-2002,
dilapotkan 17 kasus difteri kulit'
Pada awal tahun 1990, Organisasi Kesehatan Dunia PATOGENESIS
(WHO) melaporkan endemik difteri di beberapa bagian
dunia (Brasil, Nigeria, India, Indonesia, Filipina, beberapa Kepadatan penduduk, higiene dan sanitasi yang buruk,
bagian dari Uni Soviet khususnya St Petersburg dan mobilisasi, imunisasi tidak lengkap, fasilitas kesehatan
M o s k o w ) . ' Republik Kyrgyz antara 1994-1998 t a h u n yang kurang dan pasien immunocompromised, merupakan
terjadi peningkatan epidemiologi difteri dilaporkan 676 faktor risiko penularan penyakit ini^ Manusia merupakan
pasien difteri pernapasan. Insiden tertinggi terjadi pada host utama dari infeksi ini, namun dilaporkan penyakit ini
umur 15-34 tahun, 70% kasus berusia datas 15 tahun. juga dapat menyerang ternak^^^^ Pasien yang terinfeksi
Miokarditis terjadi pada 151 pasien (22%), dan 19 pasien dan karier dapat menularkan C. difteri langsung melalui
meninggal (3%).^° droplet pernapasan, dan sekret nasofaring dan secara
E p i d e m i di R e p u b l i k G e o r g i a dari 1993-1996, tidak langsung melalui debu, baju, ataupun benda yang
dilaporkan 659 kasus dengan 68 kasus meninggal (10%). terkontaminasi.^'^ Pada difteri kulit, penyebarannya melalui
Lebih dari 50% kasus kematian pada anak usia kurang kontak dengan eksudat dan sekret saluran pernapasan
dari 14 tahun (tingkat fatalitas kasus 16%) dan pada Bakteri biasanya memasuki tubuh melalui saluran
orang dewasa berusia 40-49 tahun (tingkat fatalitas kasus pernapasan bagian atas, tapi dapatjuga masuk melalui kulit,
19%). " saluran genital, atau mata. Permukaan se\C difteri memiliki
Di .RS. Dr M.Jamil Padang selama 3 tahun (1990- 3 struktur pilus yang berbeda: poros pilus utama (SpaA)
1992) ditemukan 48 kasus ,sedangkan di RS.Dr.Wahidin dan 2 pili kecil (SpaB, Spac). Kepekaan terhadap sel epitel
Ujung Pandang didapatkan 39 kasus selama 3 tahun pernapasan dapat sangat berkurang dengan menghalangi
(1987-19890)12 produksi dari dua pili kecil atau dengan menggunakan
Sebelum penggunaan vaksin pada tahun 1920, insiden antibodi yang diarahkan terhadap mereka^
penyakit pernapasan adalah 100-200 kasus per 100.000 C. difteri dalam hidung atau mulut, berkembang pada
penduduk di Amerika Serikat dan menurun menjadi 0,001 sel epitel mukosa saluran napas atas terutama pada tonsil,
kasus per 100.000 penduduk^ kadang- kadang ditemukan di kulit dan konjungtiva atau
Angka kematian karena difteri berkisar antara 5-10%, genital. Basil ini kemudian menghasilkan eksotoksin, yang
lebih tinggi sampai 2 0 % pada anak-anak dengan usia dilepaskan oleh endosom,sehingga menyebabkan reaksi
kurang dari< 5 tahun dan dewasa usia lebih dari 40 inflamasi lokal, selanjutnya terjadi kerusakan jaringan
tahun. Imunisasi berpengaruh besar terhadap angka dan nekrosis. Toksin terdiri dari dua fragmen protein
kematian. Sebagian besar kematian terjadi pada hari 3-4, pembentuk^ Fragmen B berikatan dengan reseptor pada
karena asfiksia akibat infeksi membran faring atau karena permukaan sel pejamu yang rentan, dan sifat proteolitiknya
miokarditis. Pada keadaan sepsis mortalitas mencapai memotong lapisan membran lipid, sehingga membantu
30-40%« fragmen A masuk ke dalam sel pejamu. Selanjutnya
Predileksi ras untuk difteri telah dilaporkan,berdasarkan akan terjadi peradangan dan destruksi sel epitel yang
jenis kelamin. Tidak ada perbedaan kejadian difteri pada akan diikuti nekrosis. Pada daerah nekrosis ini terbentuk
laki-laki dan perempuan. Difteri merupakan penyakit pada fibrin, yang kemudian diinfiltrasi oleh sel darah putih,
anak-anak, terutama pada usia kurang dari 12 tahun. Bayi akibatnya terbentuk patchy exudat yang pada awalnya
rentan terhadap penyakit ini pada usia 6-12 bulan, setelah dapat terkelupas. ^
DIFTERI 645

Pada keadaan lebih lanjut toksin yang diproduksi Gen fox diatur oleh zat besi yang berikatan dengan
lebih banyak,sehingga daerah nekrosis makin luas dan corynebacterial represor {DtxR). Dengan adanya besi ferro,
dalam sehingga terbentuk eksudat fibrosa (membran kompleks DtxR-besi menempel pada operon gen fox,
palsu) yang terdiri atas jaringan nekrotik, fibrin, sel epitel, selanjutnya transkripsi terhambat, molekul DtxR dilepaskan
sel lekosit, sel eritrosit yang berwarna abu-abu sampai dan gen fox ditranskripsi. Pengikatan besi ferro menjadi
hitam. Membran ini sulit terkelupas, kalau dipaksa akan molekul DtxR m e m b e n t u k kompleks y a n g mengikat
menimbulkan perdarahan^ operator gen fox dan menghambat transkripsi. ^
Pada u m u m n y a infeksi C diphtheriae tumbuh Toksin adalah polipeptida tunggal yang terdiri dari
secara lokal dan menghasilkan racun yang menyebar domain (A) yang aktif, domain (B) yang berikatan, dan
secara homogen. Karakteristik membran difteri tebal, segmen hidrofobik yang dikenal sebagai domain T, yang
kasar, berwarna kelabu-biru atau putih dan terdiri dari membantu melepaskan bagian aktif dari polipeptida ke
bakteri, epitel nekrotik, makrofag, dan fibrin. Membran dalam sitoplasma. Pada sitosol, domain A mengkatalisis
melekat pada dasar mukosa. Membran dapat menyebar transfer molekul adenosin difosfat-ribosa sebagai
ke bronkial, menyebabkan obstruksi saluran pernapasan faktor elongasi (misalnya, pemanjangan faktor 2 [EF2])
dan d i s p n e u l bertanggung j a w a b untuk sintesis protein, akibatnya
Kekebalan karena vaksinasi akan berkurang dari terjadi k e m a t i a n sel karena sintesis s e m u a protein
waktu ke waktu, hal ini, mengakibatkan peningkatan dalam sel terhambat. Pada tahun 1890, von Behring dan
risiko tertular penyakit dari karrier, meskipun imunisasi Kitasato menunjukkan bahwa dosis toksin sub-letal dapat
sebelumnya lengkap . Dengan meluasnya cakupan menginduksi terbentuknya antibodi penetralisir terhadap
vaksinasi, kasus strain penyakit invasif nontoksikogenik racun, hal ini kemudian digunakan sebagai anti serum
meningkat.i^ pasif untuk melindungi hewan terhadap kematian setelah
K e r u s a k a n j a r i n g a n lokal m e n y e b a b k a n t o k s i n infeksi ^
menyebar melalui aliran limpa dan hematogen ke organ Pada awal 1900-an, penggunaan panas dan formalin
lain, seperti miokardium, ginjal, dan sistem saraf. Strain terbukti dapat membuat toksin tidak beracun. Ketika
nontoksikogenik cenderung menyebabkan infeksi ringan, disuntikkan ke p e n e r i m a , toksin dapat m e n g i n d u k s i
tetapi dengan berjalannya program imunisasi dilaporkan antibodi. Pada tahun 1930-an, banyak negara Barat mulai
kasus strain nontoksikogenik difteri C dapat menyebabkan menggunakan program imunisasi toksoid ini.''
penyakit invasif ^ Toksin dapat menyerang j a n t u n g , ginjal, dan
Infeksi C diphtheriae ditandai peradangan lokal, saraf perifer. Pada j a n t u n g terjadi pembesaran karena
di saluran pernapasan bagian atas, dan berhubungan m i o k a r d i t i s , ginjal m e m b e n g k a k karena p e r u b a h a n
dengan toksin pada jantung dan penyakit saraf. Strain jaringan interstisial. Pada saraf perifer motor dan serat
C diphtheriae terdiri dari : gravis, intermedius, dan mitis. s e n s o r i k terjadi p e r u b a h a n d e g e n e r a t i f lemak dan
Semua strain menghasilkan toksin yang identik, strain disintegrasi selubung meduler. Demikian j u g a sel-sel
gravis lebih virulen karena terbentuk toksin lebih cepat tanduk anterior dan kolom posterior medulla spinalis ,
dan menguras pasokan besi lokal, sehingga produksi dapat terjadi tanda-tanda perdarahan, meningitis, dan
toksin awal lebih besar Produksi racun dikodekan pada ensefalitis. Kematian terutama disebabkan obstruksi
gen tox, yang, dilanjutkan oleh fag beta lisogenik. Ketika pernapasan oleh membran atau efek toksik pada sistem
DNA fag terintegrasi ke materi genetik bakteri, bakteri jantung atau saraf.^"
akan meningkatkan kemampuan memproduksi toksin
polipeptida. ^
GEJALA DAN TANDA

tox gene
Onset gejala difteri umumnya memiliki masa inkubasi
• Transcription
2-5 hari (kisaran, 1-10 hari) Gejala awalnya bersifat
DtxR u m u m dan tidak spesifik, sering menyerupai infeksi
virus pernapasan atas. Kelainan pernapasan dimulai
toxPO
dengan sakit tenggorokan dan radang faring ringan.
2*
Pembentukan pseudomembran lokal atau penggabungan
tox gene
DteR dapat terjadi pada bagian m a n a p u n dari saluran
• Transcription
p e r n a p a s a n . P s e u d o m e m b r a n ini d i t a n d a i d e n g a n
DtxR
pembentukan lapisan abu-abu padat yang terdiri dari
campuran sel-sel mati, fibrin, sel darah merah, leukosit,
Gambar 1. Mekanisme kerja toksin C diphtheriae dan organisme.2°2'
646 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Pembentukan membran tebal adalah karakteristik irama jantung mendua (pansistolik gallop) dan aritmia
untuk infeksi difteri pada faring posterior. Pelepasan (fibrilasi atrium). Pada pemeriksaan elektrokardiografi
membran akan menyebabkan perdarahan dan edema ditemukan tanda- tanda miokarditis berupa low voltage,
m u k o s a . Distribusi m e m b r a n bervariasi dari daerah depresi segmen ST, gelombang T terbalik dan tanda-tanda
lokal (misalnya, tonsil atau, faring) sampai meluas ke blok mulai dari pemanjangan interval PR sampai blok
trakeobronkial. Membran ini sangat menular, sehingga AV total. Penyembuhan miokarditis sampai sempurna
tindakan pencegahan harus dilakukan ketika memeriksa membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan.
atau merawat pasien yang terinfeksi. Kombinasi adenopati Kelainan sistem saraf bisa terjadi pada 7 5 % pada
mukosa leher dan pembengkakan limfe menyebabkan penderita difteri yang berat. Saat timbulnya kelainan
t a m p i l a n seperti "buffalo humps" pada pasien y a n g ini bervariasi tergantung kepada j u m l a h toksin yang
terinfeksi. Penyebab kematian yang paling sering adalah diproduksi, dan cepat/lambatnya pemberian anti toksin.
obstruksi jalan napas atau sesak napas berikut aspirasi Biasanya terjadi paralisis secara bilateral, motorik lebih
pseudomembran dominan dari sensorik. Daerah yang pertama kali terkena
Difteri kulit adalah penyakit yang ditandai dengan adalah palatum. Umumnya terjadi pada minggu ke-2
ulkus yang ditutupi membran a b u - a b u . Ulkus sering sampai dengan ke-8 setelah terinfeksi, ditandai dengan
koinfeksi dengan Staphylococcus aureus dan streptokokus gejala-gejala suara (sengau), kesulitan menelan dan
grup A. Bentuk difteri kulit sering ditemukan di daerah regurgitasi cairan ke rongga hidung sewaktu menelan.
d e n g a n populasi miskin dan p e c a n d u a l k o h o l . Lesi Pada pemeriksaan fisik ditemukan gerakan palatum
kulit difteri menular, dan bakteri dari lesi kulit dapat b e r k u r a n g , paralisis otot m a t a y a n g m e n i m b u l k a n
menyebabkan infeksi faring sehingga menjadi reservoir penglihatan ganda, kesukaran akomodasi, dan strabismus
untuk infeksi. i n t e r n a l , s e r t a paralisis n e r v u s f r e n i k u s y a n g d a p a t
Pasien dengan difteri pada umumnya datang dengan menimbulkan paralisis d i a f r a g m a . Selanjutnya dapat
keluhan-keluhan berikut: terjadi paralisis ekstremitas inferior disertai kehilangan
Demam (jarang > 103° F) (50-85%) dan kadang- refleks tendon dan peningkatan kadar protein cairan
kadang menggigil cerebrospinal, sehingga secara klinis sukar dibedakan
Malaise dengan sindroma Guillain Barre.^"'^'
Sakit tenggorokan (85-90%) Organ tubuh lain yang mungkin terlibat adalah:
Sakit kepala Mukosa membran saluran urogenital, saluran cerna
Limfadenopati saluran pernapasan dan pembentukan dan konjungtiva. Perdarahan pada konjungtiva dan
pseudomembran (sekitar 50%) disolusi kofnea juga bisa terjadi.
Suara serak, disfagia (26-40%) Nekrosis pada ginjal, hati dan kelenjar adrenal.
Dispnea, stridor pernapasan, mengi, batuk. Pada kasus-kasus berat yang terjadi secara sporadik,
dapat timbul artritis, osteomielitis dan abses limpa,
Difteri pernapasan cepat berlanjut menjadi gagal
yang tidak j a r a n g menimbulkan bakteriemia dan
pernapasan karena obstruksi jalan napas atau aspirasi dari
sepsis.
pseudomembran ke trakeobronkial. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan kesulitan bernapas, takikardi dan pucat. Pada difteri nasal anterior keluhan dan gejala terjadi
Pada saluran pernapasan ditemukan pseudomemberan secara perlahan- lahan dan terselubung,dimulai dengan
yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Mukosa serangan seperti gejala common cold (demam, lesu dan
membran edema, hiperemis dengan epitel yang nekrosis, rhinorea), diikuti oleh produksi nasal discharge, yang
2. Biasanya berbentuk berkelompok, tebal, fibrinous dan bersifat serosanguineu, kemudian menjadi purulen disertai
berwarna abu- abu kecoklatan yang terdiri dari lekosit, krusta sehingga terjadi ekskoriasi pada lubang hidung dan
eritrosit sel epitel saluran napas yang mati, dan mudah bibir atas. Membran bisa terbentuk pada salah satu atau
berdarah bila dilepas dari dasarnya."^^^^ kedua rongga hidung. Absorpsi toksin kedalam sirkulasi
Membran ini biasa ditemukan di palatum, faring, darah terjadi secara perlahan lahan dalam jumlah yang
epiglotis, laring, trakea sampai daerah trakeobronkus. kecil, sehingga miokarditis dan paralisis jarang terjadi. Tipe
Pada pemeriksaan leher ditemukan edema tonsil, uvula, difteri ini sangat berbahaya bagi masyarakat karena sangat
daerah submandibular, dan leher bagian depan, diikuti infektif, sedangkan gejala-gejalanya ringan , sehingga
dengan gejala suara parau, stridor, dan bisa ditemukan kadang- kadang tidak terdiagnosis.
pembesaran kelenjar getah bening servikalis anterior. Pada keadaan berat (difteri hipertoksik, malignant),
Miokarditis bisa terjadi pada 6 5 % dari penderita difteri, dan terutama pada difteri f a u s i a l , terlihat pasien g a d u h
10-25% diantaranya mengalami disfungsi miokard dengan gelisah, pucat, mulut terbuka, tidak mau minum/makan,
manifestasi klinis berupa takikardi, suara jantung melemah. pembesaran kelenjar getah bening leher, priodontitis,
DIFTERI 647

pembengkakan jaringan lunak daerah leher ,sehingga Elekprecipitin test, telah mulai dilakukan sejak tahun
menyerupai leher sapi j a n t a n {buUneck), nadi cepat, 1949, dan masih dipakai sampai sekarang, walaupun
tekanan darah menurun, refiek tendon melemah, paralisis sudah dimodifikasi
palatum, napas cepat dan dangkal, sianosis, dan berakhir Polymerase Chain Pig Inoculation Test ( PCR)
dengan kematian karena sumbatan saluran napas atau Rapid Enzyme limmunoassay (Rapid EIA), pemeriksaan
kegagalan jantung. ini hanya membutuhkan waktu 3 j a m , lebih singkat
Difteri kulit sering berkembang di tempat trauma dibandingkan dengan cara Elekprecipitin test yang
sebelumnya atau penyakit kulit lain. Biasanya berlangsung membutuhkan waktu 24 j a m .
beberapa minggu sampai bulan. Kadang-kadang, dapat
Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini
menyebabkan difteri pernapasan. ^^^
' "^
'^
kadang kadang dikacaukan adanya basil difteroid yang
bentuknya mirip dengan basil difteri, misalnya basil
Hoffman dan Corynebacterium xerosis.^°'^^
ETIOLOGI

P e n y e b a b p e n y a k i t difteri a d a l a h Corynebacterium
DIAGNOSIS
dyphtheriae (Klebsloeffler). Basil ini termasuk kuman batang
Gram positif pleomorfik tersusun berpasangan (palisade),
Untuk menegakkan diagnosis infeksi C. diphtheriae, adalah
tidak bergerak, tidak membentuk spora (kapsul), aerobik
dengan mengisolasi C. diphtheriae baik dalam media kultur
dan dapat memproduksi eksotoksin. Bentuknya seperti
atau mengidentifikasi toksinnya.^Diagnosa awal cepat
palu (pembesaran pada salah satu ujung), diameternya
{Presumtive diagnosis) dapat dilakukan dengan pewarnaan
0,1-1 mm dan panjangnya beberapa mm.
Gram dimana akan ditemukan bakteri berbentuk batang.
Basil ini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti:
Gram positif ,tidak berkapsul, berkelompok dan tidak
medium Loeffler, medium tellurite, medium fermentasi
bergerak. Pewarnaan immunofluorescent atau metilen biru
glukosa, dan agar Tindale. Pada medium Loeffler, basil ini kadang-kadang dapat digunakan untuk identifikasi cepat.
tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni kecil,
Diagnosa definitif dan identifikasi basil C. diphtheriae
granular, berwarna hitam dan dilingkari warna abu-abu
dengan kultur melalui media tellurite atau Loeffler dengan
coklat.
sampel yang diambil dari pseudomembran di orofaring
M e n u r u t b e n t u k , besar dan w a r n a koloni y a n g
hidung, tonsil kriptus, atau ulserasi, di rongga mulut.
terbentuk, dapat dibedakan 3 j e n i s basil yang dapat
Pemeriksaan toksin bertujuan untuk menentukan
memproduksi toksin yaitu :
adanya produksi toksin oleh C. diphtheria.
Gravis: koloninya besar, kasar, irreguler, berwarna abu-
Dikerjakan secara invitro dengan melakukan Elekplate
abu dan tidak menimbulkan hemolisis eritrosit.
tes dan polimerase pig inoculation kemudian mendeteksi
• Mitis: koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks dan
pembentukan sebuah garis pada kertas filter yang diresapi
dapat menimbulkan hemolisis eritrosit.
dengan antitoksin dan kemudian diletakkan di atas kultur
Intermediate: koloninya kecil, halus, mempunyai bintik
agar dari organisme yang diuji.^ Pemeriksaan serum
hitam ditengahnya dan dapat menimbulkan hemolisis
terhadap antibodi untuk toksin difteri juga dapat dilakukan
eritrosit.
dengan Shick test^°
Jenis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan Pemeriksaan lain dengan metode Polymerase Chain
dengan jenis mitis. Karakteristik jenis gravis adalah dapat Reaction (PCR) untuk deteksi urutan DNA encoding subunit
memfermentasikan tepung kanji dan glikogen sedangkan A tox+ strain pemeriksaan ini cepat dan sensitif Pada
dua jenis lainnya tidak. Semua jenis bakteri ini dapat pemeriksaan laboratorium lain ditemukan pada darah
memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya tepi leukositosis moderat, trombositopenia, dan urinalisis
berbeda. dapat menunjukkan proteinuria sementara.^. Kadar serum
S e b a g i a n besar j e n i s y a n g tidak virulen a d a l a h troponin I berkorelasi, dengan miokarditis, kelainan
termasuk grup mitis, kadang kadang ada bentuk gravis EKG bila ada kelainan j a n t u n g , pemeriksaan radiologi
atau intermediate yang tidak virulen pada manusia. Strain ditemukan hiper inflasi.
toksigenik ini mungkin berubah menjadi nontoksigenik,
setelah dilakukan subkultur yang berulang-ulang
di l a b o r a t o r i u m a t a u k a r e n a p e n g a r u h pemberian DIAGNOSIS BANDING
bakteriofag.
Untuk membedakan jenis virulen dan nonvirulen Difteri nasal anterior: a. Korpus alaenium pada hidung; b.
dapat diketahui dengan pemeriksaan produksi toksin, Common cold; c. Sinusitis Difteri fausial: a. Tonsilofaringitis,:
yaitu dengan cara : ditemukan demam tinggi, nyeri menelan lebih hebat.
648 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

pembesaran tonsil, membran mudah lepas dan tidak istirahat total ditempat tidur selama 1 minggu. Mobilisasi
menimbulkan perdarahan; b. Mononukleosis infeksiosa: secara bertahap baru boleh dilakukan bila tanda-tanda
ditemukan limfadenofati generalisata, splenomegali, miokarditis secara klinis dan EKG menghilang.
adanya sel mononuklear yang abnormal pada darah tepi; Bila terjadi paralisis dilakukan fisioterapi pasif dan
c. Kandidiasis mulut; d. Herpes zoster pada palatum.Difteri diikuti fisioterapi aktif bila keadaan sudah membaik.
laring : a. Laringotrakeobronkitis; b. Croup spasmodik/ Paralisis palatum dan faring dapat menimbulkan aspirasi
n o n s p a s m o d i k ; c. A s p i r a s i b e n d a a s i n g ; d. A b s e s sehingga dianjurkan pemberian makanan cair melalui
retrofaringeal; e.. Papiloma laring.^"'^' selang lambung. Bila terjadi obstruksi laring ,secepat
mungkin dilakukan trakeostomi.

Pengobatan khusus bertujuan:


KLASIFIKASI
1. Menetralisasi toksin yang dihasilkan basil difteri
2. Membunuh basil difteri yang memproduksi toksin
Coyle dan Lipsky m e n g e l o m p o k k a n bakteri yang
menyebabkan infeksi coryneform sebagai b e r i k u t ' Anti-toksin diberikan sedini mungkin begitu diagnosis
Corynebacterium ulcerans ditegakkan, tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
C. pseudotuberculosis (juga dikenal sebagai bakteriologis. Dosis tergantung kepada jenis difterinya,
Corynebacterium ovis) tidak dipengaruhi oleh umur pasien, yaitu:
Corynebacterium pyogenes sebuah haemolyticum Difteri nasal /fausial yang ringan diberikan 20.000-
Corynebacterium aquaticum 40.000 U, secara iv dalam waktu 60 menit.
C. pseudodiphtheriticum (juga dikenal sebagai - Difteri fausial sedang diberikan 40.000-60.000 U
Corynebacterium hofmannii) secara iv
Kelompok D2 (juga dikenal sebagai Corynebacterium Difteri berat {bullneck dyyephtheria) diberikan 80.000-
urealyticum) 120.000 secara iv
Grup E C.jeikeium (yaitu, kelompok JK) Pemberian antitoksin harus didahului dengan uji
Beberapa spesies tersebut patogen pada hewan, , sensitivitas, karena antitoksin dibuat dari serum kuda.
sedangkan lainnya pada manusia. Kelainan kulit dan organ Apabila uji sensitivfitas positif, maka diberikan secara
dalam tergantung pada jenis spesies dan pada manusia desensitisasi dengan interval 20 menit, dengan dosis
dipengaruhi, oleh keadaan tertentu antara lain usia lanjut, sebagai berikut:
imunosupresi, atau disfungsi multiorgan. Sementara itu, • 0,1 ml larutan 1 :20, subkutan (dalam cairan NaCI 0,9%)
sebagian besar spesies (misalnya, C. ulcerans) sensitif 0,1 ml larutan 1:10 , subkutan
terhadap banyak jenis antibiotik, beberapa (misalnya, 0,1 ml tanpa dilarutkan, subkutan
kelompok D2) banyak yang sudah mengalami resistensi 0,3 ml tanpa dilarutkan, intramuskular
sehingga memerlukan uji kepekaan antibiotika untuk 0,5 ml tanpa dilarutkan, intramuskular
pengobatan yang optimal.' 0,1 ml tanpa dilarutkan, intravena

Bila tidak ada reaksi, maka sisanya diberikan iv secara


perlahan lahan.
PENATALAKSANAAN
Pemberian antibiotik:
Penisilin Procain 1.200.000 unit/hari secara
Pengobatan difteri harus segera dimulai meskipun uji
intramuskular, 2 kali sehari selama 14 hari.
konfirmasi belum selesai karena mortalitas dan morbiditas
Eritromisin : 2 gram perhari secara peroral dengan
yang tinggi. Perawatan terdiri a t a s : .
dosis terbagi 4 kali sehari.
Perawatan umum :
Preparat lain yang bisa diberikan adalah amoksisilin,
1. Isolasi semua kasus dan dilakukan tindakan pencegahan
rifampisin dan klindamisin^"'^'
universal dari risiko penularan melalui droplet serta
membatasi jumlah kontak.
2. Istirahat di tempat tidur,minimal 2-3 minggu.
KOMPLIKASI
3. Makanan lunak atau cair bergantung pada keadaan
penderita, kebersihan jalan napas dan pembersihan
T i m b u l n y a komplikasi pada pasien d i p e n g r u h i oleh
lendir.
keadaan sebagai berikut : 1) Virulensi basil difteri; 2)
Pemeriksaan EKG secara serial 2-3 kali seminggu Luas membran yang terbentuk; 3) Jumlah toksin yang
s e l a m a 46 m i n g g u u n t u k m e n e g a k k a n diagnosis diproduksi oleh bakteri; ,4) Waktu antara timbulnya
miokarditis secara dini. Bila terjadi miokarditis harus penyakit sampai pemberian anti toksin.
DIFTERI 649

Komplikasi yang mungkin timbul adalah sebagai PROGNOSIS


berikut:
1. Karena pembentukan pseudomembran atau aspirasi Prognosis tergantung pada: 1. Virulensi basil difteri,
menimbulkan kegagalan pernapasan, edema jaringan, 2. Lokasi dan luas membran yang terbentuk; 3. Status
dan nekrosis. kekebalan penderita; 4. Cepat lambatnya pengobatan; 5.
2. Jantung, miokarditis, dilatasi jantung dan kegagalan Pengobatan yang diberikan.
pompa, aneurisma mikotik, endokarditis. Secara u m u m a n g k a kematian p e n d e r i t a difteri
3. Gangguan irama, blok jantung, termasuk disosiasi 5-10%, dimana kematian tertinggi terjadi pada penderita
atrioventrikular dan disritmia yang tidak m e n d a p a t imunisasi lengkap dan pasien
4. Pneumonia bacterial sekunder. yang mempunyai kelainan sitemik. Pada difteri dengan
5. Disfungsi saraf kranial dan neuropati perifer, keterlibatan j a n t u n g p r o g n o s i s sangat y a n g buruk,
kelumpuhan total terutama bila disertai blok atrioventrikuler dan blok berkas
6. Neuritis optik cabang dengan angka kematian mencapai 60-90%). Pada
7. Septikemia/syok (jarang) keadaan sepsis, tingkat kematian 30-40%.
8. Artritis septik, osteomielitis (jarang) T i n g k a t k e m a t i a n y a n g t i n g g i d i s e b a b k a n oleh
9. Metastasis infeksi ke tempat yang jauh seperti limpa, difteri jenis gravis/invasif, buUneck diptheriae. Jenis ini
miokardium, atau SSP (jarang) .mempunyai angka kematian mencapai 5 0 % . Difteri
10. Kematian laring lebih cepat menyebabkan obstruksi saluran napas,
bila pertolongan tidak cepat dan pengawasan tidak ketat
dapat menimbulkan kematian mendadak. Keterlambatan
PENCEGAHAN pengobatan meningkatkan angka kematian menjadi 20
kali lipat, penyebab kematian terbanyak adalah miokarditis.
Pencegahan yang paling baik adalah dengan vaksinasi Angka kematian yang tinggi terjadi pada umur kurang 5
sesuai dengan anjuran Inisiatif global Pertusis (dibentuk tahun dan lebih 40 tahun.^ Di Indonesia angka kematian
pada 2001) yaitu k e l o m p o k kerja y a n g m e m p u n y a i penderita difteri di 29 rumah sakit tahun 1969-1970
tugas menjalankan imunisasi global dan pencegahan adalah 11,3%.
penyakit pada bayi, remaja, dan dewasa untuk difteri,
p e r t u s i s dan t e t a n u s . Bentuk t o k s o i d difteri ada 4
macam yaitu : DTaP Tdap, DT, dan Td .Untuk vaksinasi REFERENSI
pada anak digunakan DTaP dan dewasa digunakan Tdap.
Vaksin ini merupakan difteri dalam bentuk toksoid yang Chen RT, Broome C V , Weinstein RA. Diphtheria in the United
States, 1971-81. A m J Public Health. Dec 1985;75(12):1393-7.
dikombinasikan dengan pertusis dan vaksin t e t a n u s . "
Dass J FP, Deepika V. Implications from predictions of H L A -
DTaP diberikan pada umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, D R B l binding peptides in the membrane proteins of
15-18 bulan, dan 4-6 tahun^" DT adalah vaksin difteri Corynebacterium diphtheriae. Bioinformation. 2008;3(3):111-
3.
dan tetanus diberikan anak-anak remaja dan orang
Mattos-Guaraldi A L , Moreira L O , Damasco PV, Hirata Junior R.
dewasa diberikan sebagai booster setiap 10 tahun atau Diphtheria remains a threat to health in the developing world-
ketika telah terjadi paparan. D huruf kecil menunjukkan -an overview. Mem InstOswaldo Cruz. Dec 2003;98(8):987-93.
kekuatan toksoid difteri (2,0-2,5 unit Lf), diberikan pada Vitek CR, Wharton M. Diphtheria in the former Soviet Union:
reemergence of a pandemic disease. Emerg Infect Dis. Oct-
usia diatas 7 tahun Td diberikan pada remaja berusia
Dec 1998;4(4):539-50.
11 atau 12 tahun., Dale D C , ed. 16 Infections Due to Gram-Positive Bacilli. In:
Pada o r a n g yang kontak erat d e n g a n penderita Infectious Diseases: The Clinician's Guide to Diagnosis,
Treatment, and Prevention. WebMD Corporation; 2007.
difteri terutama yang tidak p e r n a h / tidak s e m p u r n a
Prasad K C , Karthik S, Prasad SC. A comprehensive study on
mendapat imunisasi aktif, dianjurkan pemberian booster lesions of the pinna. A m J Otolaryngol. Jan-Feb 2005;26(l):l-6.
dan melengkapi pemberian vaksin. Selanjutnya diberi H a r n i s c h JP, Tronca E , Nolan C M , Turck M , Holmes K K .
Diphtheria among alcoholic urban adults. A decade of
kemoprofilaksis berupa penisilin procain 600.000 unit
experience in Seattle.Ann Intern Med. Jul 11989;lll(l):71-82.
intramuskuler/ hari atau Eritromicin 40 mg/kg BB/hari C D C . Summary of notifiable diseases-United States, 2001. MMWR
selama 7-10 hari. Bila pengawasan tidak bisa dilakukan, Morb Mortal Wkly Rep. May 2 2003;50(53):i-xxiv, 1-108.
diberikan antitoksin 10.000 unit intramuskular, kemudian de Benoist A C , White JM, Efstratiou A, et al. Imported cutaneous
diphtheria. United K i n g d o m . E m e r g Infect Dis. Mar
2 minggu setelah pengobatan, dilakukan kultur untuk
2004;10(3):511-3.
memastikan eradikasi C. dyphtheriae Dallman T, Neal S, Green J, Efstratiou A. Development of an online
database for diphtheria molecular epidemiology under the
remit of the D I P N E T project. Euro Surveill. May 8 2008;13(19)
650 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Patel U V , Patel B H , Bhavsar BS. A Retrospective Study of


D i p h t h e r i a C a s e s Rajkot, Gujarat. I n d i a n Journal of
Community Medicine. 2004;XXIX, No 4.
Acang Nuztrwan Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam .Editor
Aru W. Sudoyo dkkjilid III edisi IV,Intema Publishing Pusat
Ilmu Penyakit DalamJakarta;2010 :2955-61.
Mandell, Bennett, Dolin. Corynebacterium diphtheriae. Principles
and Practice of Infectious Diseases. 2005;2457-64.
Murphy T V , Slade BA, Broder KR, Kretsinger K, Tiwari T, Joyce
PM, et al. Prevention of pertussis, tetanus, and diphtheria
a m o n g pregnant and p o s t p a r t u m w o m e n and their
infants recommendations of the Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP).MMWR Recomm Rep. May
30 2008;57:1-51.
Centers for Disease Control and Prevention. F D A approval
of expanded age indication for a tetanus toxoid, reduced
diphtheria toxoid and acellular pertussis vaccine. M M W R
Morb Mortal Wkly Rep. Apr 17 2009;58(14):374-5.
Mattos-Guaraldi A L , Sampaio JL, Santos CS, Pimenta FP, Pereira
G A , Pacheco L G , et al. First detection of Corynebacterium
ulcerans producing a diphtheria-like toxin in a case of human
with pulmonary irifection in the Rio de Janeiro metropolitan
area, Brazil.Mem Inst Oswaldo Cruz. Jun 2008;103(4):396-400.
Bonmarin I, Guiso N , Le Fleche-Mateos A, Patey O, Patrick A D ,
Levy-Bruhl D. Diphtheria: a zoonotic disease in France?.
Vaccine. Jun 24 2009;27(31):4196-200.
Centers for Disease Control and Prevention. F D A approval
of expanded age indication for a tetanus toxoid, reduced
diphtheria toxoid and acellular pertussis vaccine. M M W R
Morb Mortal Wkly Rep. Apr 17 2009;58(14):374-5.
Webb TR, Cross S H , McKie L, Edgar R, Vizor L, Harrison J, et
al. Diphthamide modification of eEF2 requires a J-domain
protein and is essential for normal development. J Cell Sci.
Oct 1 2008;121:3140-5.
Nicholas j. White ,Tran Tinh Hien.Diphtheriae. In Mannson's
Tropical Diseases,2009;22:1133-37.
Farizo KM,Strebel,Chen RT et al.Fatal respiratori disease due to
Corynebacterium management,investigation,and control.Clin
Infect Dis 1993;16 :59-68
Lakkireddy DR, Kondur A K , Chediak EJ. Cardiac troponin I release
in non-ischemic reversible myocardial injury from acute
diphtheric myocarditis. IntJ Cardiol. Feb 15 2005;98(2):351-4.
Centers for Disease Control and Prevention. Licensure of a
diphtheria and tetanus toxoids and acellular pertussis
adsorbed and inactivated poliovirus vaccine and guidance
for use as a booster dose. M M W R Morb Mortal Wkly Rep.
Oct 3 2008;57(39):1078-9.
Centers for Disease Control and Prevention. National, state, and
urban area vaccination coverage among children aged 19-35
months-United States, 2004. MMWR Morb Mortal Wkly Rep.
Jul29 2005;54(29):717-21.
Centers for Disease Control and Prevention. Vaccination coverage
among adolescents aged 13-17 years - United States, 2007.
M M W R Morb Mortal Wkly Rep. Oct 10 2008;57(40):1100-3.
86
PENYAKIT CACING YANG
DITULARKAN MELALUI TANAH
Herdiman T. Pohan

PENDAHULUAN t u m b u h n y a larva pada telurnya di dalam waktu 2-3


minggu.
Penyakit cacing yang ditularkan melalui tanah termasuk
dalam keluarga nematoda saluran cerna. Penularan dapat Gambaran Umum
terjadi melalui 2 cara yaitu: 1). Infeksi langsung atau 2). Infeksi pada m a n u s i a terjadi kalau larva cacing ini
Larva yang menembus kulit. Penularan langsung dapat mengkontiminasi makanan dan minuman. Di dalam usus
terjadi bila telur cacing dari tepi anal masuk ke mulut halus larva cacing akan keluar menembus dinding usus
tanpa pernah berkembang dulu di tanah. Cara ini terjadi halus dan kemudian menuju pembuluh darah dan limfe
pada cacing kremi {Oxyuris vermicuiaris) dan trikuriasis menuju paru. Setelah itu larva cacing ini akan bermigrasi
{Trichuris trichiura). Selain itu penularan langsung dapat ke bronkus, faring dan kemudian turun ke esofagus dan
pula terjadi setelah periode berkembangnya telur di tanah usus halus. Lama perjalanan ini sampai menjadi bentuk
kemudian telur tertelan melalui tangan atau makanan cacing dewasa 60-75 hari.
yang tercemar Cara in terjadi seperti pada infeksi Ascarias Panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dalam
lumbricoides (cacing gelang) dan Toxocara canis. Penularan usus halus manusia untuk bertahun-tahun lamanya. Sejak
melalui kulit terjadi pada cacing tambang/ankilostomiasis telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur
dan strongiloidiasis dimana telur terlebih dahulu menetas diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan.
di tanah baru kemudian larva yang sudah berkembang
menginfeksi melalui kulit. Gejala Klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh
cacing dewasa dan larva. Selama bermigrasi larva dapat
ASKARIASIS menimbulkan gejala bila merusak kapiler atau dinding
alveolus paru. Keadaan tersebut akan menyebabkan
Penyakit ini disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris terjadinya perdarahan, penggumpalan sel leukosit dan
lumbricoides atau cacing gelang. Ascaris lumbricoides e k s u d a t , y a n g akan m e n g h a s i l k a n konsolidasi paru
adalah cacing bulat yang besar dan hidup dalam usus halus dengan gejala panas, batuk, batuk darah, sesak napas
manusia. Cacing ini terutama tumbuh dan berkembang dan pneumonitis Askaris. Pada foto toraks tampak infiltrat
pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan yang mirip pneumonia viral yang menghilang dalam waktu
l e m b a b d e n g a n sanitasi y a n g b u r u k . Di I n d o n e s i a 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler Pada
prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak. Kurangnya pemeriksaan darah akan didapatkan eosinifilia.
pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang
tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah organ lain seperti otak, ginjal, mata, sumsum tulang
pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan belakang dan kulit. Dalam jumlah yang sedikit cacing
sampah. Cacing betina dewasa mengeluarkan telur yang dewasa tidak akan menimbulkan gejala. Kadang-kadang
kemudian akan menjadi matang dan infektif, dengan penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti

651
652 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Bila laksans sebanyak 30 g MgSO^, yang diulangi lagi 3
infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-cacing j a m kemudian untuk tujuan mengeluarkan cacing. Bila
ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi diperlukan pengobatan ini dapat diulang 3 hari kemudian.
usus ( i l e u s ) . K a d a n g - k a d a n g p e n d e r i t a mengalami
PIrantel Pamoat. Obat ini cukup efektif bila diberikan
gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
dengan dosis 10 mg/kg berat badan, maksimum 1 g. Efek
berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat
samping obat ini adalah rasa mual, mencret, pusing, ruam
j u g a menyebabkan g a n g g u a n nutrisi terutama pada
kulit dan demam.
anak-anak. Cacing ini dapat mengadakan sumbatan pada
saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus LevamisoL Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan
buntu. Selain hal tersebut di atas, cacing ini dapat juga dosis tunggal 150 mg.
menimbulkan gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal AlbendazoL Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan
dan eosinofilia. Cacing dewasa dapat keluar melalui mulut dosis tunggal 400 mg
dengan perantaraan batuk, muntah atau langsung keluar
melalui hidung. MebendazoL Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan
dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari.
Pemeriksaan Laboratorium
S e l a m a f a s e p u l m o n a l akan d i t e m u k a n e o s i n o f i l i a . Komplikasi
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur cacing Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan
pada tinja atau karena cacing dewasa keluar tubuh dan terjadinya reaksi alergik yang berat dan pneumonitis dan
ditemukan dalam tinja. bahkan dapat menyebabkan timbulnya pneumonia.

Diagnosis Banding Prognosis


Askariasis harus dibedakan dengan kelainan alergi lain S e l a m a tidak terjadi o b s t r u k s i oleh cacing d e w a s a
seperti urtikaria, Loeffler's syndrome dan asma. yang bermigrasi, prognosis baik. Tanpa pengobatan,
Pneumonitis yang disebabkan Ascaris lumbricoides infeksi cacing ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5
menyerupai gejala pneumonitis yang disebabkan cacing tahun.
tambang atau Strongiloides. Cacing ini dapat merupakan
pencetus untuk terjadinya pankreatitis, a p e n d i s i t i s ,
divertikulitis dan lain-lain. PENYAKIT CACING KREMI

Pengobatan Penyakit cacing kremi d i s e b u t j u g a oxyuriasis atau


Cacing ini seringkali berada dalam usus manusia bersama- e n t e r o b i a s i s . Penyebab penyakit ini adalah Oxyuris
sama dengan cacing t a m b a n g . Cacing ini sebaiknya vermicuiaris atau Enterobius vermicuiaris atau cacing kremi
dibasmi lebih dahulu baru kemudian cacing tambang. atau pinworm. Penyakit ini tersebar di seluruh dunia. Di
Obat-obat yang digunakan adalah: Indonesia mempunyai frekuensi yang tinggi terutama
pada anak-anak.
Piperazin. Merupakan obat pilihan utama, diberikan
dengan dosis sebagai berikut:
Gambaran Umum
Berat badan 0-15 kg: 1 g sekali sehari selama 2 hari
Cara infeksi terjadi k a r e n a t e r t e l a n n y a t e l u r y a n g
berturut-turut.
telah dibuahi melalui jari yang kotor, makanan yang
Berat badan 15-25 kg: 2 g sekali sehari selama 2 hari
terkontaminasi, inhalasi udara yang mengandung telur
berturut-turut.
dan k a d a n g - k a d a n g retroinfeksi melalui anus. Telur
Berat badan 25-50 kg: 3 g sekali sehari selama 2 hari
menetas di dalam duodenum, kemudian larva cacing
berturut-turut.
b e r g e r a k dan m e n e t a p s e b a g a i c a c i n g d e w a s a di
Berat badan lebih dari 50 kg: 3 Vi g sekali sehari selama
yeyunum dan bagian atas ileum. Waktu yang diperlukan
2 hari berturut-turut.
untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang
Satu tablet obat ini mengandung 250 dan 500 mg
sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke
piperazin. Efek samping penggunaan obat ini adalah
daerah perianal, briangsung kira-kira 2 minggu sampai
pusing, rasa melayang dan gangguan penglihatan.
2 bulan.
HeksllresorsinoL Obat ini baik untuk infestasi Ascaris Cacing betina yang hamil, pada waktu malam bergerak
lumbricoides dalam usus. Obat ini diberikan setelah pasien ke arah anus dan meletakkan telurnya dalam lipatan-
dipuasakan terlebih dahulu, baru kemudian diberikan 1 lipatan kulit sekitar anus. Hal inilah yang menyebabkan
g heksiresorsinol sekaligus disusul dengan pemberian pruritus ani.
PENYAKIT CACING YANG DITULARKAN MELALUI TANAH 653

Gejala Klinis Prognosis


Gejala klinis yang paling penting dan sering ditennukan Infeksi cacing ini biasanya tidak begitu berat, dan dengan
adalah rasa gatal pada anus (pruritus ani), yang tinnbul pemberian obat-obat yang efektif maka komplikasi dapat
terutama pada malam hari. Rasa gatal ini harus dibedakan dihindari. Yang sering menjadi masalah adalah infeksi intra
dengan rasa gatal yang disebabkan oleh jamur, alergi dan familiar, apalagi dengan keadaan higienik yang buruk.
pikiran.
Anoreksia, badan menjadi kurus, sukar tidur dan
pasien menjadi iritabel, seringkali terjadi t e r u t a m a PENYAKIT CACING TAMBANG
pada anak. Pada wanita dapat menyebabkan vaginitis.
Cacing dewasa di dalam usus dapat menyebabkan gejala Penyakit cacing tambang disebabkan oleh cacing
nyeri perut, rasa mual, muntah, mencret-mencret yang Necator americanus, Ancylostoma duodenale, dan jarang
disebabkan karena iritasi cacing dewasa pada sekum, disebabkan oleh Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma
apendiks dan sekitar muara anus besar. canium, Ancylostoma malayanum. Penyakitnya disebut
juga ankilostomiasis, nekatoriasis, unseriasis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi u m u m n y a normal, hanya Gambaran Umum
d i t e m u k a n sedikit eosinofilia. Diagnosis d i t e g a k k a n Penyakit ini tersebar di daerah tropis maupun subtropik.
dengan cara menemukan telur atau cacing dewasa di Di I n d o n e s i a penyakit ini lebih banyak d i s e b a b k a n
daerah perianal dengan swab atau di dalam tinja. Anal oleh cacing Necator americanus daripada Ancylostoma
swab ditempelkan di sekitar anus pada waktu pagi hari duodenale. Gejala klinis dan patologis penyakit cacing ini
sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok). bergantung pada jumlah cacing yang menginfetasi usus;
paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan
Pengobatan terjadinya anemia dan gejala klinis pada pasien
dewasa.
Perawatan umum : 1). Pengobatan sebaiknya dilakukan
Telur dihasilkan oleh cacing betina dan keluar melalui
j u g a t e r h a d a p keluarga s e r u m a h atau y a n g s e r i n g
tinja. Bila telur tersebut jatuh di tempat yang hangat,
berhubungan dengan pasien; 2). Kesehatan pribadi perlu
lembab dan basah, maka telur akan berubah menjadi
diperhatikan terutama kuku jari-jari dan pakaian tidur;
larva yang infektif Dan jika larva tersebut kontak dengan
3). Toilet sebaiknya dibersihkan dan disiram dengan
kulit, maka ia akan mengadakan penetrasi melalui kulit,
desinfektan, bila mungkin setiap hari.
bermigrasi sampai ke paru-paru dan kemudian turun
Pengobatan Spesifik ke usus halus; di sini larva berkembang hingga menjadi
• M e b e n d a z o l . Diberikan dosis t u n g g a l 500 m g , cacing dewasa.
diulang setelah 2 minggu.
• Albendazol. Diberikan dosis tunggal 400 mg, diulang Gejala Klinis
setelah 2 minggu. Rasa gatal di kaki, pruritus kulit {ground itch, umumnya
Piperazin sitrat. Diberikan dengan dosis 2 x 1 g/ hari terjadi pada kaki), dermatitis dan kadang-kadang ruam
selama 7 hari berturut-turut, dapat diulang dengan makulopapula sampai vesikel merupakan gejala pertama
interval 7 hari. yang dihubungkan dengan invasi larva cacing tambang
Pirvium pamoat. Obat ini diberikan dengan dosis 5 ini. S e l a m a larva berada di d a l a m paru-paru d a p a t
mg/kg berat badan (maksimum 0,25 g) dan diulangi menyebabkan gejala batuk darah, yang disebabkan oleh
2 minggu kemudian. Obat ini dapat menyebabkan pecahnya kapiler-kapiler dalam alveoli paru-paru, dan
rasa mual, muntah dan warna tinja menjadi merah. berat ringannya keadaan ini bergantung pada banyaknya
Bersama mebendazol efektif terhadap semua stadium jumlah larva cacing yang melakukan penetrasi ke dalam
perkembangan cacing kremi. kulit.
Pirantel pamoat. Diberikan dengan dosis 10 mg/kg Rasa tak enak pada perut, k e m b u n g , sering
berat badan sebagai dosis tunggal dan maksimum mengeluarkan gas (flatus), mencret-mencret, merupakan
1 gram. gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih
kurang 2 minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke
Komplikasi dalam kulit.
Bila j u m l a h cacing dewasa cukup banyak akan dapat Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi
menyebabkan apendisitis. Cacing dewasa pada wanita cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing
dapat bermigrasi ke dalam vagina, uterus dan tuba falopii, d e w a s a untuk m e n i m b u l k a n gejala anemia tersebut
dan dapat menyebabkan peradangan di daerah tersebut. tentunya bergantung pula pada keadaan gizi pasien.
654 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Pemeriksaan Laboratorium TRIKURIASiS


Diagnosis pasti penyal<it ini adalah dengan ditemukannya
telur cacing tambang di dalam tinja pasien. Selain dalam Trikuriasis (trichuriasis) d i s e b u t j u g a t r i k o s e f a l i a s i s
tinja, larva dapatjuga ditemukan dalam sputum. Kadang- (trichocephaliasis). Penyebab penyakit ini adalah Trichuris
kadang terdapat sedikit darah dalam tinja. Anemia yang trichiura atau threadworm atau whip worm. Terdapat di
terjadinya biasanya anemia hipokrom mikrositer. Beratnya seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis;
anemia bergantung pada jumlah cacing dewasa yang frekuensi infekasi trikuris ini cukup tinggi di Jakarta.
terdapat di dalam usus, jumlah mana dapat diperkirakan
dengan teknik cara menghitung telur cacing. Eosinofilia Gambaran Umum
akan terlihat jelas pada bulan pertama infeksi cacing ini. Trichuris trichiura ini bisa disebut sebagai cacing non
patogen dan komensal, hidup dalam usus besar terutama
Pengobatan sekum, akan tetapi dapat j u g a ditemukan di kolon
ascendens. Bila investasi cacing berada dalam jumlah yang
Perawatan umum. Perawatan umum dilakukan dengan
besar dan daya tahan pasien kurang baik, maka cacing ini
memberikan nutrisi yang baik; suplemen preparat besi
akan menimbulkan gejala klinis. Bagian posterior cacing
diperlukan oleh pasien dengan gejal klinis yang berat,
melekat pada mukosa usus menyebabkan perdarahan
terutama bila ditemukan bersama-sama dengan anemia.
kronik dan kerusakan pada mukosa usus.
Pengobatan Spesifik Telur yang dikeluarkan melalui tinja berkembang
Albendazol. Diberikan dengan dosis tunggal 400 mg. menjadi infektif di dalam tanah dalam waktu 1 -2 minggu.
Mebendazol. Diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali Infeksi terjadi karena pasien menelan telur yang infektif
sehari selama 3 hari. dan larvanya melekat pada usus halus, kemudian setelah
• Tetrakloretilen. Merupakan obat pilihan utama (drug menjadi dewasa akan menetap di sekum dan kolon bagian
of choice) terutama untuk pasien ansilostomiasis. proksimal.
Dosis yang diberikan 0,12 ml/ kg berat badan, dosis
tunggal tidak boleh lebih dari 5 ml. Pengobatan Gejala Klinis
dapat diulang 2 minggu kemudian bila pemeriksaan Investasi cacing yang ringan tidak menimbulkan gejala
telur dalam tinja tetap positif. Pemberian obat ini klinis yang jelas. Pada infestasi yang berat (> 10.000 telur/
sebaiknya dalam keadan dalam keadaan perut kosong gram tinja) timbul keluhan, karena iritasi pada mukosa
disertai p e m b e r i a n 30 g M g S 0 4 . Kontraindikasi seperti nyeri perut, sukar buang air besar, mencret,
pemberian obat ini pada pasien alkoholisme, kelainan kembung, sering flatus, rasa mual, muntah, ileus dan
pencernaan, konstipasi dan penyakit ini. turunnya berat badan. Bahkan pada keadaan yang berat
Befanium hidroksinaftat. Obat pilihan utama untuk sering menimbulkan malnutrisi, terutama pada anak
ankilostomiasis dan baik untuk pengobatan massal muda, dan kadang-kadang terjadi perforasi usus dan
pada anak. Obat ini relatif tidak toksik. Dosis yang prolaps rekti.
diberikan 5 g 2 kali sehari, dan dapat diulang bilamana
diperlukan. Untuk pengobatan Necator americans, Pemeriksan Laboratorium
dosis diberikan untuk 3 hari. Terjadi anemia hipokromik y a n g disebabkan karena
• Pirantel pamoat. Obat ini cukup efektif dengan perdarahan perdarahan kronis. Pada tiap-tiap infeksi
toksisitas yang rendah dan dosis yang diberikan 10 didapatkan eosinofilia sebesar 5-10%. Di dalam tinja
mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal. pasien didapatkan telur atau cacing dewasa.
• Heksilresorsinol. Diberikan sebagai obat alternatif
yang cukup efektif dan dosis pemberian obat ini sama Pengobatan
seperti pada pengobatan askariasis.
P e r a w a t a n u m u m . H i g i e n e p a s i e n d i p e r b a i k i dan
diberikan diet tinggi kalori, sedangkan anemia dapat
Komplikasi
diatasi dengan pemberian preparat besi.
Kerusakan pada kulit akan menyebabkan dermatitis yang
berat terlebih bila pasien sensitif. Anemia berat yang P e n g o b a t a n spesifik. Bila keadaan ringan dan tak
terjadi sering menyebabkan gangguan p e r u m b u h a n , menimbulkan gejala, penyakit ini tidak diobati. Tetapi bila
perkembangan mental dan payah jantung. menimbulkan gejala, dapat diberikan obat-obat:
• Diltiasiamin Jodida. Diberikan dengan dosis 10-15
Prognosis mg/kg berat badan/hari, selama 3-5 hari.
Dengan pengobatan yang adekuat meskipun telah terjadi • Stilbazium Yodida. Diberikan dengan dosis 10 mg/kg
komplikasi, prognosis tetap baik. berat badan/hari, 2 kali sehari selama 3 hari dan bila
PENYAKIT CACING YANG DITULARKAN MELALUI TANAH
655

diperlukan dapat diberikan dalam waktu yang lebih Tripathy K et al : Effect of Ascariasis Infections on H u m a n
lama. Efek samping obat ini adalah rasa mual, nyeri Nutrition. A m J Trop Med 1971; 20: 212.
Weller PF, Nutman TB. Intestinal Nematodes. In: Harrisons
pada perut dan warna tinja menjadi merah.
Priciples of Internal Medicine 15th edition. N e w York:
Heksiresorsinol 0,2%. Dapat diberikan 500 ml dalam McGraw-Hill; 2001.p. 1233-37.
bentuk enema, dalam waktu 1 j a m . Woodruff A W , Nelson GS. Intestinal helminths and Filariasis.
Practitioner 1971; 207:173.
Mebendazole. Diberikan dengan dosis 100 mg, 2
kali sehari delama 3 hari, atau dosis tunggal 600 m g .

Komplikasi
Bila infeksi berat d a p a t terjadi p e r f o r a s i u s u s a t a u
prolapsus rekti.

Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis baik.

REFERENSI

Bell WZ, Nassit. Comparison of Pyrantel pamoate and Piperzine


phospate in the Treatment of Ascariasis. A m J Trop Med
1971; 20: 548.
Brown H W . Basic Clinical Parasitology. 3rd ed, 1969.
Bumbaloo T S , Fugazotto D I , W y c z a l e k F V . Treatment of
Enterobiasis with Pyrantel pamoate. A m J Trop H y g 1969;
18: 50.
Bumbalo TS: Single-dose Regimen in Treatment of Pinworm
Infection. New York J Med 1965; 61: 248.
Cross JH. Helminths. In: Cohen Infectious Disease; 35.1-18.
Davis JH: Newer Drugs in Therapy of Pinworm Infestation. Med
Clin North A m 1967; 51:1203.
Jong E. Intestinal Parasites. Prim Care Clin Ofice Pract 2002; 29:
857-77.
Krupp M A & Chatton M Z . Current Medical Diagnosis and
Treatment, 1982.
Kucik CJ, Martin G L , Sortor BV. Common Intestinal Parasites.
American family Physician 2004; 69.
Mackay A D , Chiodini PL. Parasitic Infectons of the Gastrointestinal
Tract. In: Cohen Infectious Disease; 37.1-11.
Magdalena LJ, Hadidjaja P. Pengobatan Penyakit Parasitik.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2005; 5-17.
Manson-Bahr, Wilcocks. Manson's Tropical Disease 17th ed, 1976.
Margono SS, A b i d i n S A N . Nematoda. Dalam: Parasitologi
Kedokteran Edisi Ketiga. Balai Penerbit F K U I : Jakarta, 2000;
8-30.
Maryono SS, Makfudin H I , Rasidi R, Rasad RO. Pyrantel pamoate
for The Treatment of Soil Transmitted Helminths. South East
Asian J Tropmed Pub Health 1980; 3: 384.
Mayer CP, Purvis RJ: Manifestations of Pinworms. Can Med Assoc
J 1970; 103: 489.
Salem H H et al. Clinical Trial with Bephenium hydroxynaphatoate
Against Ancyiostoma duodenale and Other Intestinal
Helminths. J Trop Med 1965; 68: 21.
Seminar Parasitologi nasional ke II, 1981.
Sommers H M . Intestinal Nematode Infestation and Their
Laboratory Diagnosis. Clin Ped 1965; 4: 515.
Spicer WJ. Intestinal Nematodes. In: Clinical Bacteriology,
Mycology and Parasitology. Churchill Livingstone: London,
2000; 78-9.
Sturrock R F . Chemical Control of Hookworm Larvae. Lancet
1966; 2:1256.
87
ANTRAKS
Hadi Jusuf

SINONIM dengan sekret lesi kulit penderita yang menyebabkan lesi


kulit sekunder.
Woolsorter's disease, Siberian ulcer, charbon, ragsorter's Penyakit ini didapatkan endemik dinegara berkembang
disease. seperti Asia, Afrika dan Amerika selatan, di mana kontrol
peternakan belum baik dan kondisi lingkungan menunjang
terjadinya siklus binatang-tanah-binatang. Sedangkan
DEFINISI di Eropa Barat, Amerika utara dan Australia telah hilang,
s e t e l a h e r a d i k a s i p e n y a k i t ini di p e t e r n a k a n y a n g
Antraks adalah penyakit z o o n o s i s y a n g d i s e b a b k a n disebabkan program yang ektensif termasuk vaksinasi.
oleh kunnan bacillus anthracis.suatu basil yang dapat Insidensi yang pasti belum jelas, tetapi diperkirakan 2.000
nnenribentuk spora dan ditularkan ke manusia melalui sampai 20.000 kasus pada manusia per tahun.Wabah
kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari pernah terjadi di Zimbabwe (1978-1980) berupa Antraks
binatang yang terkontaminasi. kulit dan gastrointestinal, dan j u g a terjadi di Siberia
Nama Antraks berasal dari kata Yunani buat batubara (1079). Keganasan Antraks dapat dilihat dari kejadian
yaitu anthracis, oleh karena lesi nekrotik (eschar) berwarna di Sverdlosk, Rusia (1979) dimana terjadi kecelakaan di
hitam seperti batubara. fasilitas bioweapons yang menyebabkan tersebarnya spora
Antraks ke udara sehingga terjadi 77 kasus Antraks dengan
kematian 66 kasus. Juga pada tahun 2001 di USA terjadi
EPIDEMIOLOGI pengiriman spora lewat pos yang menyebabkan 11 kasus
inhalation anthrax dengan 5 diantaranya mati.
B.anthracis adalah organisme ditanah yang tersebar Antraks terjadi primer pada binatang herbivora
diseluruh dunia. Kasus pada manusia dapat dibagi secara terutama sapi, kambing, domba, dan juga binatang lainnya
umum menjadi kasus industri dan agrikultur Pada kasus seperti babi, kerbau dan juga gajah. Sapi sangat rentan
agrikutur transmisi terjadi langsung dengan kontak terhadap Antraks sistemik di mana kematian akan terjadi
dengan kotoran/ sekret binatang yang terinfeksi seperti dalam 1-2 hari.Binatang karnivora (anjing, harimau) atau
tinja, atau tidak langsung melalui gigitan lalat yang omnivora akan terkena penyakit ini bila makan daging
telah makan bangkai binatang tersebut. Atau bisa pula binatang yang tertular kuman ini. Kuman akan ditemukan
disebabkan makan daging mentah atau kurang dimasak banyak sekali dalam tubuh sapi tersebut, dan akan
dari binatang terinfeksi.Kasus industri disebabkan kontak menyebabkan kontaminasi pada lingkungan.
dengan spora yang terdapat pada bahan dari binatang
terinfeksi seperti rambut, wol, kulit, tulang pada saat
proses industri. Oleh karena spora bisa bertahan lama ETIOLOGI
sekali maka transmisi bisa melalui barang yang terbuat
dari binatang seperti selimut wol, ikat pinggang dari kulit, B.anthracis adalah basil Gram positif, non-motil, dan bisa
drum terbuat dari kulit. Beberapa kasus lainnya terjadi di membentuk spora(sporulasi). Spora ini tidak terbentuk di
laboratorium yang menggunakan binatang. Transmisi dari jaringan hidup, tetapi di lingkungan yang aerobik akan
manusia ke manusia tidak terjadi, kecuali kontak langsung muncul dan bertahan bertahun tahun di tanah yang tahan

656
ANTRAKS 657

temperatur tinggi, l<el<eringan; j u g a tahan pada bahan Pada inhalation onf/7rax (lebih jarang terjadi dibanding
dari binatang atau pada industri bahan dari binatang. tipe lainnya) terjadi inhalasi spora (aerosol dengan ukuran
Kuman ini tumbuh subur pada media biasa pada suhu partikel kurang dari 5 um) dimana spora akan sampai di
35 -37°C. Koloni bersifat lengket dan dapat membentuk alveoli, difagosit oleh makrofag dan selanjutnya dibawa ke
stalagmite-like form bila disentuh dan diangkat. Di bawah kelenjar getah bening mediastinum. Spora yang ditanah
mikroskop kuman tampak membentuk rantai panjang, akan menggumpal dan akan susah menjadi aerosol,
paralel menyerupai gerbong barangiboxcar appearance). sehingga tidak menyebabkan inhalation anthrax.
Spora {aerobic endospore) berbentuk oval dan terletak Di sini terjadi germination, berkembang biak dan
sentral atau parasentral tetapi tidak menjadikan basil pembentukan toksin, sehingga terjadi limfadenitis dan
membengkak. Dari lesi yang baru,rantai basil akan tampak mediatinitis yang hemoragis. Kapiler paru bisa terkena
pendek atau tunggal dan terdiri 2 atau 3 basil yang yang menyebabkan trombosis dan gagal napas. Juga bisa
berkapsul dengan ujungnya membulat. terjadi efusi pleura. Pneumonia terjadi oleh karena infeksi
B.anthracis bisa dibedakan dari spesies Bacillus yang sekunder bukan primer oleh basil antraks. Dari paru basil
saprofit dengan melihat morfologi koloni dan pewarnaan bisa masuk ke aliran darah menyebabkan bakteremia,
antibodi fluoresen dan virulensinya pada kelinci, marmot yang bisa masif Meningitis hemorrhagis bisa terjadi pada
dan tikus dimana inokulasi pada binatang tersebut akan keadaan ini. Penyebab kematian dari inhalation anthrax
menyebabkan kematian dalam 1-3 hari. ini adalah gagal napas, syok dan edema paru.
Bila spora masuk melalui mulut setelah makan daging
terkontaminasi yang mentah atau kurang masak maka akan
PATOGENESIS terjadi yang disebut oropharyngeal atau intestinal anthrax.
Pada oropharyngeal Anthrax ini terjadi pembengkakan
Spora akan masuk melalui kulit,saluran napas atau saluran farynx, dan bisa juga menyebabkan obstruksi trakea atau
cerna , didalam makrofag akan bertahan hidup. limfadenopati servikal dengan edema .Pada intestinal
Yang m e n e n t u k a n virulensi B.anthracis adalah 3 anthrax terjadi edema, nekrosis dan perdarahan mukosa
eksotoksin (plasmid pXOI) yaitu protective antigen (PA), usus besar dan kecil, limfadenopati mesenterika, asites
edema factor (EF) dan lethal factor (LF); dan yang disebut hemoragis dan sepsis.
antiphagocytic polydiglutamic acid capsule (plasmid
pX02). Strain yang hanya mempunyai salah satu saja dari
kedua plasmid pXOI dan pX02 bersifat tidak virulen. Tidak MANIFESTASI KLINIS
satupun dari 3 eksotoksin di atas bisa menyebabkan efek
biologis pada binatang percobaan bila diberikan sendiri- Ada beberapa jenis manifestasi Antraks dengan insidensi
sendiri. PA mempunyai efek mengikat reseptor permukaan berbeda disetiap negara,juga antara negara maju dan
sel, sehingga bisa digunakan oleh EF dan LF untuk masuk b e r k e m b a n g . Ada 3 j e n i s yaitu cutaneous anthrax,
ke sitoplasma. inhalation anthrax dan gastrointestinal anthrax, di
Kombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema lokal mana semuanya bisa menyebabkan bakteremi, sepsis
dan menghambat fungsi PMN, sedangkan kombinasi dan meningitis. Meningitis terjadi pada 5% semua kasus
PA dan LF akan menyebabkan syok dan kematian cepat, antraks.
bisa dalam waktu 60 menit.Antibiotik akan melenyapkan
kuman antraks, tetapi toksin yang telah diproduksi kuman Cutaneous Anthrax
akan tetap berfungsi melanjutkan proses penyakit sampai Jenis ini mencangkup 90 % kasus Antraks pada manusia.
toksin tersebut dimetabolisir. Setelah masa inkubasi 1-7 hari akan timbul lesi berbentuk
Pada cutaneous anthrax, spora kuman tersebut akan papula kecil sedikit gatal pada tempat spora masuk
masuk melalui kulit yang luka atau melalui luka yang (biasanya di lengan, tangan, kemudian leher dan muka),
disebabkan serat dari binatang terinfeksi. Di jaringan yang dalam beberapa hari berubah jadi bentuk vesikel
subkutan spora tersebut akan berubah menjadi bentuk yang tidak sakit berisi cairan serosanguineous, tidak
vegetatif, bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin purulen dan kemudian menjadi ulkus nekrotik yang sering
dan material kapsul antifagositik (plasmid pX02).Akan dikelilingi vesikel -vesikel kecil.Ukuran lesi sekitar 1 -3 cm.
terjadi edema dan nekrosis jaringan. Khas dalam 2-6 hari akan timbul eschar berwarna hitam
Selanjutnya kuman akan difagosit oleh makrofag dan seperti batubara {black carbuncle) yang berkembang dalam
menyebar ke kelenjar getah bening setempat, di mana disini beberapa minggu menjadi ukuran beberapa sentimeter
toksin akan menyebabkan perdarahan, edema dan nekrosis yang kemudian menjadi parut setelah 1-2 minggu.
(limpadenitis).Terakhir basil terasebut akan masuk peredaran Selain itu dasar kulit dari lesi terlihat undurasi, panas,
darah dan menyebabkan pneumonia,meningitis dan sepsis. warna merah,non-pitting edema yang bisa meluas sampai
658 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

d e m i k i a n luasnya (malignant e d e m a ) ( T i e r n o , 2 0 0 2 ) . Perkembangan selanjutnya dari keduanya adalah


sehingga terjadi hipotensi oleh karena perpindahan cairan sepsis,meningitis dan dan kematian. Angka kematian
intravaskular ke subkutan. Walaupun demikian hebatnya berkisar 25 sampai 60%.
lesi tetapi tidak sakit.
Gambaran sistemik berupa demam,mialgia,sakit kepala
lemah badan dan limfadenopati lokal. Bila tidak digunakan DIAGNOSIS
antibiotik maka 2 0 % f a t a l , d i m a n a terjadi penyulit
bakteriemi yang berlanjut ke meningitis, pneumonia atau Riwayat pekerjaan atau kontak dengan binatang yang
sepsis. Pemberian antibiotik tidak mengubah perjalanan terinfeksi atau bahan berasal dari binatang tersebut
alamiah klinis dikulit, tetapi mencegah penyulit di atas dan penting dalam a n a m n e s a . Gambaran klinik dari tipe
menurunkan angka kematian di bawah 1 % . Antraks yang khas juga akan berguna dalam penegakan
diagnosis.
Inhalation Anthrax Cutaneous anthrax dibedakan dari karbunkel oleh
Inkubasi 1 sampai 5 hari, tetapi dapat sampai 60hari, s t a f i l o k o k u s dari a d a n y a rasa nyeri dan g a m b a r a n
tergantung jumlah spora yang masuk. khas Antraks kulit di atas. Antraks inhalasi sering tidak
Jenis ini terjadi pada kurang dari 5% kasus. Setelah terdiagnosa awal, sehingga riwayat paparan dan gambaran
inkubasi 10 hari timbul gambaran klinik akut yang terdiri radiologi paru di atas sangat penting.
dari 2 fase (bifasik), yaitu fase initial yang ringan di mana Laboratorium memberikan hasil lekosit yang normal
didapatkan demam, lemah, mialgia, batuk kering dan rasa atau sedikit meningkat dengan PMN yang dominan.
tertekan di dada dan perut (flu like) yang pada pemeriksaan Cairan pleura atau likuor serebrospinal memperlihatkan
fisik mungkin ditemukan ronki, kemudian tiba-tiba disusul gambaran hemoragis, dengan relatif sedikit sel darah putih.
fase kedua yang berat dan sering fatal setelah terlihat Pemeriksaan gram dan kultur (dengan media standar) dari
seperti ada perbaikan fase pertama. Fase kedua ini cepat lesi kulit, apus tenggorok, cairan pleura, asites, likuor
sekali memburuk berupa panas tinggi,sesak napas, hipoksia, serebrospinal dan darah akan memperlihatkan kuman
sianosis, stridor dan akhirnya syok dengan kematian dalam gram positif dengan gambaran khas anthrax.
beberapa hari. Pemeriksaan fisik memberikan gambaran Kultur dari lubang hidung tidak bernilai diagnostik,
infeksi paru, dengan kemungkinan sepsis dan meningitis. hanya untuk epidemiologik.
Inhalation Anthrax tidak memberikan gambaran klasik Pemeriksaan serologik indirect hemagglutin, ELISA,FA
pneumonia, sehingga tidak didapatkan sputum yang (fluorescent antibody). Kenaikan titer 4 kali akan lebih
purulen, sehingga lebih cocok disebut inhalation antraks bernilai. Pemeriksaan lainnya adalah PCR, biopsi jaringan
bukan antraks pneumonia. Edema leher dan dada bisa dengan pewarnaan imunohistokemikal.
ditemukan, dan pada paru juga ditemukan rhonchi basah Pemeriksaan radiologi sangat penting pada inhalation
dan kemungkinan tanda efusi. anthrax, dimana akan didapatkan gambaran mediastinum
Pada foto toraks selain infiltrat di paru akan didapat yang melebar.
g a m b a r a n khas b e r u p a efusi pleura dan p e l e b a r a n
mediastinal oleh karena limfadeopati dan mediastinitis.
Cairan pleura bersifat hemoragik. TERAPI
Kematian dapat terjadi setelah 24 j a m setelah onset
akut tersebut,dengan angka kematian bisa mencapai Antraks akan mudah disembuhkan bila cepat dibuat
90%, tergantung fasilitas. Inhalation Anthrax tidak dapat diagnosa pada awal penyakit dan segera diberikan
ditularkan antar manusia (Tierno,2002). antibiotik. Pada cutaneous anthrax penisilin G (4x4juta unit)
atau alternatif lainnya seperti tetrasiklin, klorampenikol
Gastrointestinal Anthrax dan eritromisin bisa dipakai, tetapi ada strain yang resisten
S e t e l a h k i r a - k i r a 2-5 hari m e m a k a n d a g i n g y a n g terhadap obat tersebut. Untuk hal ini maka sampai ada
mengandung spora, maka timbul demam, nyeri perut difus, hasil test sensitivitas, dianjurkan dipakai kombinasi
muntah, diare.Bisa timbul muntah darah dan berak darah, antibiotik. Beberapa alternatif kombinasi yang dianjurkan
berisi darah segar atau melena. Bisa pula terjadi perforasi antara lain adalah :
usus. Selain itu terjadi limadenitis mesenterial dan asites. Siprofloksasin (2x400 mg) atau doksisiklin (2x100
Selain bentuk intestinal Antraks di atas ada bentuk lain mg) ditambah dengan klindamisin (3x900 mg) d a n /
dari gastrointestinal antraks yaitu bentuk orofaringeal antraks, atau rifampisin (2x300 mg), yang mula mula diberikan
yang berupa limfadenopati lokal dan edema pada leher,susah IV dan selanjutnya ke peroral bila stabil {switch therapy).
menelan dan obstruksi saluran napas atas.Terdapat lesi serupa P e m b e r i a n g o l o n g a n p e n i s i l i n untuk t e r a p i h a r u s
pada kulit pada mukosa mulut seperti eschar. memikirkan kemungkinan terjadinya strain Antraks yang
ANTRAKS 659

menghasilkan penicillinase {inducible penicillinase) Obat REFERENSI


antibiotik alternatif lainnya yang bisa dipakai adalah
lmipenem,vancomycin (Tierno, 2002). Cunha BA.Antibiotic essentials .Physicians Press .2004:135-136,277.
LaForce FM.Anthrax.Clin Infect Dis 1994;19:1009-14.
Lamanya terapi antibiotik masih belum jelas. Salah Lane HC,Fauci AS.Anthrax.In :Harrison's Principle of internal
satu standar yang dianjurkan adalah 7-10 hari untuk medicine.l6 thedition.2005.p.l279-80.
cutaneous anthrax, dan sekurang-kurangnya 2 minggu Lew D.Bacillus anthraxis. In :Mandell ,Douglas and Bennet's
Principle and practice of infectious diseases.4 th edition.New
untuk bentuk diseminasi, inhalasi dan gastrointestinal.
York:Churchil Livingstone;1995.p.l885-9.
Untuk toksin antraksnya, sedang diteliti pembuatan S c h e l d W M , C r a i g W A , H u g h e s JM . E m e r g i n g infections
neutralizing monoclonal antibodies. Inhalation antraks .Washington:ASM press;2001.p.224-8.
S h u l m a n JA-Anthrax. In: Cecil Textbook of medicine. 21th
tidak usah diisolasi oleh karena tidak menular.
edition.2000:
Eksisi dari lesi kulit adalah kontraindikasi ,oleh karena Scott B. Anthrax .In :Manson's Topical diseases. 21th edition.
tidak ada pus dan dikhawatirkan terjadi penyebaran.Terapi Saunders, 2003.p.lll5-7.
topikal untuk lesi kulit tidak bermanfaat tracheotomi Tierney LM,McPhee SJ Papadakis M A.Current medical diagnosis
and treatment. Lange,2004:1348-1350.
m u n g k i n d i p e r l u k a n bila terjadi e d e m a leher y a n g
Tierno Philip M. Bioterrorism . Pocket book,2002:23-40.
mengganggu jalan pernapasan. Wilson WR, Sande M A .Current diagnosis and treatment in
infectious diseases.New York:Lange,2001: 530-2.

PROGNOSIS

Angka kematian pada inhalation anthrax mencapai 80%


bila tidak segera diberikan antibiotik, dengan jangka
waktu kematian rata-rata 3 hari. Pada bentuk ini prognosa
tergantung dosis spora yang terisap, status host dan
cepatnya pemberian antibiotik. Pada cutaneous anthrax
kematian adalah 20 %. Gastrointestinal anthrax atau
meningitis juga mempunyai mortalitas tinggi.

PENCEGAHAN

Pencegahan dari paparan terhadap spora Antraks bisa


dilakukan baik dengan mencegah kontak dengan binatang
atau bahan dari binatang yang terinfeksi atau makan
dagingnya.
Vaksin pertamakali dicoba oleh Louis Pasteur pada
tahun 1881 pada binatang. Pada saat ini yang dianjurkan
untuk manusia adalah AVA {anthrax vaccine adsorbed)
yang terdiri dari nonencapsulated, attenuated strain
(Stern strain).Vaksin lain yang masih dilakukan trial saat
ini (2005) adalah vaksin rekombinan antigen {cell-free
antigen) yang antara lain mengandung LE dan EF. Vaksin
diberikan ulang pada minggu ke-2, 4 dan kemudian pada
bulan ke-6, 12 dan, 18 Vaksin bisa diberikan pada pekerja
industri atau peternakan atau siapapun yang punya
risiko kontak dengan spora. Vaksin AVA saja tidak bisa
digunakan buat postexposure prophylaxis, sehingga untuk
maksud ini digunakan antibiotik 60 hari, atau dikombinasi
dengan vaksin. Oleh karena dikuatirkan terjadi resistensi
terhadap penisilin, maka dianjurkan pemakaian empirik
dengan salah satu dari siprofloksasin (2x500mg peroral),
gatifloksasin (1x400 mg), levofloksasin (IxSOOmg) atau
doksisiklin (2x100 mg peroral).
88
BRUSELOSIS
Akmal Sya'roni

PENDAHULUAN Tabel 1. Reservoir Alami Spesies Brucella


Organisme Reservoar DIstribusi
Bruselosis adalah penyakit zoonosis, merupakan penyakit
B. melitensis Kambing,domba, A s i a , A m e r i k a L a t i n ,
y a n g d i s e b a b k a n bakteri g r a m n e g a t i f dari g e n u s
unta Mediterania
brucetlae. Penularan pada manusia terjadi setelah paparan
B. abortus K e r b a u , s a p i , Jepang, Israel, Eropa
di lingkungan kerja atau kontaminasi produk makanan. unta, yaks
Walaupun kasusnya sudah j a r a n g terjadi oleh karena
Ssuis Babi A m e r i k a S e l a t a n , Asia
keberhasilan program vaksinasi hewan tetapi masih menjadi
Tenggara, Amerika Serikat
masalah kesehatan di banyak negara berkembang.
Tiap spesies dari brucella mempunyai hewan reservoir B. canis Anjing Seluruh dunia
yang spesifik yang menyebabkan penyakit kronik persisten.
O r g a n i s m e ini m e n y e r a n g organ reproduksi h e w a n EPIDEMIOLOGI
kemudian menyebar ke urine, susu dan cairan plasenta.
Lokasi bakteri ini memudahkan penyebaran ke manusia Kasus-kasus bruselosis dilaporkan terjadi di Mediterania
terutama pada petani, dokter hewan, tukang potong hewan dan Arab, j u g a dilaporkan di India, Mexico, Amerika
dan akhirnya konsumen. Selatan dan Tengah. Di Amerika Serikat, kasus bruselosis
jarang terjadi karena keberhasilan dari program vaksinasi.
Sejak tahun 1980 kurang lebih 200 kasus dilaporkan.
ETIOLOGI Insiden dan prevalensi bruselosis yang dilaporkan tiap
negara berbeda-beda. Angka insiden bruselosis dilaporkan
Terdapat 4 spesies brucella diketahui m e n y e b a b k a n 1,2-70 kasus per 100.000 penduduk.
penyakit pada manusia. Brucella melitensis paling virulen A n g k a m o r t a l i t a s b e l u m d i k e t a h u i secara pasti
dan m e n y e b a b k a n bruselosis y a n g berat dan akut, tetapi 80% kematian pada kasus bruselosis disebabkan
menyebabkan kecacatan. Brucella suls menyebabkan komplikasi endokarditis. Di daerah endemik kaum pria
penyakit y a n g kronik, sering berupa lesi dekstruksi lebih sering terkena bruselosis dibanding wanita dengan
supuratif Brucella abortus merupakan penyakit sporadis ratio 5 : 2-3. Banyak menyerang usia 30-50 tahun, 3-10%
bersifat ringan-sedang, dan jarang menyebabkan kasus dilaporkan terjadi pada anak-anak, lebih berat pada
komplikasi. Brucella canis mempunyai perjalanan penyakit daerah endemik. Pada usia lanjut ditemukan hanya pada
yang sulit dibedakan dengan Brucella abortus, perjalanan kasus yang kronik.
penyakitnya tersembunyi sering kambuh dan umumnya
tidak menyebabkan penyakit kronik.(Tabel 1)
Brucella adalah bakteri aerob gram negatif intraselular PATOFISIOLOGI
dengan pertumbuhan yang lambat, tidak bergerak, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul. Bakteri ini dapat Bruselosis adalah penyakit sistemik, dapat melibatkan
bertahan di tempat kering. Diagnosis ditegakkan dengan banyak o r g a n . P e n e t r a s i bakteri lewat epitel a k a n
pemeriksaan kultur dan serologi. ditangkap netrofil dan makrofag j a r i n g a n , kemudian

660
BRUSELOSIS 661

dibawa l<e limfonodus. Bakteriemi akan terjadi antara Secara klinis dapat dibagi menjadi subklinik, akut,
1-3 minggu setelah terpapar bakteri. Bakteri kemudian subakut dan infeksi kronik. Selain itu lokalisasi infeksi dan
mengambil tempat di jaringan retikuloendotelial sistem kekambuhan juga dideskripsikan lebih lanjut.
(RES) terutama pada hati, limpa dan sumsum tulang. Di Subklinik : penyakit ini biasanya a s i m p t o m a t i k ,
organ ini kemudian membentuk jaringan granuloma. diagnosis biasanya ditemukan secara kebetulan melalui
Jaringan granuloma yang besar dapat menjadi sumber skrining tes serologi pada daerah berisiko tinggi.
bakteriemi menetap. Faktor utama virulensi brucella Akut atau subakut : penyakit dapat ringan sembuh
terdapat pada dinding sel lipopolisakarida. B. canis, memiliki dengan sendirinya (5. abortus) atau fulminan dengan
dinding lipopolisakarida yang kasar tetapi kurang virulen komplikasi (fi. melitensis), gejala dapat timbul 2-3 bulan
bagi manusia, berbeda dengan dinding lipopolisakarida (akut) dan 3-12 bulan (subakut). Gejala dan tanda klinis
yang licin pada 6. melitensis dan B. abortus. Brucella yang paling sering adalah demam, menggigil, berkeringat,
dapat bertahan intraselular dalam fagosom sel fagosit malaise, fatique, sakit kepala, arthralgia, anoreksia,
karena produksi adenin dan guanin monofospat yang limpadenopati dan hepatomegali dan splenomegali.
menghambat fagolisosom, produksi TNF dan aktifitas Kronik : diagnosis ditegakkan dengan gejala yang
oksidatif. Daya tahan dalam intrasel fagosit berbeda-beda telah berlangsung 1 tahun atau lebih. Demam yang tidak
tiap spesies. 6. abortus lebih mudah lisis dalam sel fagosit tinggi dengan keluhan neuropsikiatri adalah gejala yang
dari B. melitensis. Perbedaan tipe lipopolisakarida, daya sering dijumpai. Pemeriksaan serologi dan kultur sering
tahan terhadap fagolisosom dapat menjelaskan adanya negatif Banyak penderita menjadi persisten karena tidak
perbedaan patogenesitas tiap spesies pada manusia. adekuatnya terapi sejak awal, dan adanya penyakit yag
terlokalisir.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan ciri spesifik
GEJALA KLINIS penyakit ini. Sebagian besar ditemukan hepatomegali,
splenomegali, hepatospleno-megali dan osteoartikular.
Gejala bruselosis tidak cukup khas untuk diagnosis. Kelainan osteoartikular berupa bengkak sendi, bursitis,
Beberapa studi besar telah mengumpulkan beberapa b e r k u r a n g n y a range of motion (ROM) dan efusi.
gejala brusellosis. Demam intermiten ditemukan pada 60% Gangguan neurologi berupa meningoensefalitis akut,
kasus subakut brusellosis dan dengan relatif bradikardi. poliradikuloneuropati perifer, gejala sistem saraf pusat (hiper
Adanya gejala anoreksia, astenia, fatigue, kelemahan dan refleksi, klonus, gangguan saraf kranial). Gangguan kulit
malaise. Adanya gejala nyeri sendi tulang berupa atralgia, dijumpai eritema nodosum, abses, erupsi papulonoduler,
nyeri punggung, nyeri spina dan sendi tulang belakang, impetigo, psoriasis, eksim, lesi mirip pitiriasis rosea, erupsi
bengkak sendi, gejala ini dijumpai pada 55% penderita. berupa makular, makulopapular dan skarlantiniformis,
Gejala batuk dan sesak dijumpai pada 19% penderita lesi vaskulitis seperti petekie, purpura, tromboplebitis.
tetapi jarang mengenai parenkim paru, nyeri dada timbul Gangguan pada mata berupa uveitis, keratokonjungtivitis,
berupa nyeri pleuritik akibat adanya empiema. Gejala iridosiklitis, keratitis numularis, koroiditis, neuritis optika,
neuropsikiatri berupa sakit kepala, depresi dan fatigue. endophtalmltis metastase dan katarak.
Keluhan gastrointestinal dijumpai pada 5 1 % penderita
berupa nyeri abdomen, mual, konstipasi dan diare. tabel 2
menjelaskan gejala dan tanda bruselosis. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tabel 2. Gejala dan Tanda Bruselosis Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukopeni dengan
relatif limfositosis, pansitopeni ditemukan pada 20% kasus.
Gejala % Tanda %
Pada sebagian besar penderita tes fungsi hati dijumpai
Demam 98 Hepatosplenomegali 41
peningkatan transaminase menyerupai hepatitis. Diagnosis
Fatique, malaise 94 Hepatomegali 38
Berkeringat 79 Splenomegali 22 pasti bila pada kultur ditemukannya brucellae. Dengan
Menggigil 85 Osteoartikular 23 menggunakan teknik radiometric blood culturing, lamanya
Arthralgia 79 Bradikardi relatif 21 isolasi kuman dengan teknik kultur yang standar 30 hari
Gastrointestinal 51 Adenopati 9 menjadi kurang dari 10 hari.
Sefalgia 42 Gangguan neurologi 8 Sensitifitas kultur darah berkisar 17-85% bergantung
Nyeri lumbal 39 Orkitis 6
strain yang terlibat, B. melitensis dan B. suis sering
Myalgia 35 Kutaneus 3
ditemukan sebagai penyebab bakteriemi. Sensitifitas akan
Batuk/sesak 19
Berat badan turun 18 menurun sejalan dengan lamanya perjalanan penyakit.
Neurologi 14 Pemeriksaan kultur sumsum tulang lebih sensitif dari
Nyeri testikuler 5 kultur darah, sering memberikan hasil positif walaupun
PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI
662

pada pemeriksaan kultur darah memberi hasil negatif. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI


Hasil biopsi s u m s u m tulang m e m b e r i k a n g a m b a r a n
granuloma. P e m e r i k s a a n biopsi hati t e r l i h a t g a m b a r a n p r o s e s
Pada pemeriksaan kultur sputum jarang memberikan inflamasi difus menyerupai hepatitis dengan agregasi
hasil positif w a l a u p u n telah terjadi komplikasi pada sel-sel mononuklear, kadang-kadang tampak berbentuk
paru. Empiema akibat bruselosis jarang terjadi dan pada granulomatous. Juga telah dilaporkan bentuk abses hepar
pemeriksaan kultur cairan pleura sering memberi hasil yang piogenik.
positif, terutama bila dilakukan kultur sesuai masa inkubasi,
khususnya strain B. melitensis. Dari analisis cairan pleura
dijumpai proses eksudasi, dijumpai peningkatan enzim DIAGNOSIS BANDING
LDH dan protein, sedangkan untuk glukosa, bervariasi.
Sel-sel yang ditemukan terutama limfosit dan netrofil. Pada keadaan akut, didiagnosis banding dengan penyakit
Pada cairan serebrospinal isolasi bakteri j a r a n g d e m a m akut, seperti influenza, tularemia, d e m a m Q,
diperoleh, tetapi dijumpai limfositosis, p e n i n g k a t a n mononukleosis dan demam enterik.
protein sedangkan kadar glukosa normal. Bentuk yang kronik, didiagnosis banding dengan
Tes serum aglutinasi berguna untuk brucella dengan penyakit Hodgkin, tuberkulosis, infeksi HIV, malaria dan
dinding lipopolisakarida licin (fi. melitensis, B. abortus dan infeksi jamur seperti histoplasmosis, koksidioi-domikosis.
B. suls), tetapi tidak untuk strain B. canls yang mempunyai
dinding lipopolisakarida kasar. Hasil dianggap positif bila
titer lebih besar atau sama dengan 1 : 160 atau terjadi PENATALAKSANAAN
peningkatan titer 4 kali selama perjalanan penyakit. Di
daerah endemik, peningkatan titer 1 ; 160 sering dijumpai Pengobatan bruselosis bertujuan untuk mengurangi
dengan tanpa gejala. Hasil positif palsu dapat terjadi gejala, mencegah secepat mungkin terjadinya komplikasi
karena blok antibodi. Reaksi silang terjadi pada strain dan terjadinya k e k a m b u h a n . A n t i b i o t i k a kombinasi
Vibrio cholera, Franclsella tularensls, Salmonella dan lebih dianjurkan karena mengurangi tingginya angka
Yersinia enterocolltlca. kekambuhan dibandingkan hanya menggunakan regimen
Pemeriksaan enzlm Imunoassay adalah yang paling obat tunggal. Regimen yang dianjurkan akhir-akhir ini
sensitif dari s e m u a tes, k h u s u s n y a tes ELISA dapat dapat mempersingkat masa terapi.
mendeteksi neurobruselosis.
Dokslsiklin merupakan antibiotika yang menghambat
sintesa protein dengan mengikat ribosom 30S dan SOS,
dosis 100 mg per-oral/i.v tiap12 j a m atau 2-5 mg/kgBB/
PEMERIKSAAN RADIOLOGI hari dengan dua kali pemberian selama 45 hari, tidak
dianjurkan untuk wanita hamil (kategori D) dan anak
Foto Toraks usia kurang dari 8 tahun. Efek sampingnya antara lain
Jarang ditemukan gambaran khas bruselosis bahkan pada hipersensitivitas terhadap matahari, mual dan esofagitis.
penderita yang mempunyai gejala pernapasan. Dijumpai Penggunaannya baik untuk neurobruselosis dibandingkan
limfadenopati paratrakeal dan hilus, penebalan pleura tetrasiklin.
dan efusi pleura.
Gentamisin diberikan i.v/i.m dengan dosis 5 mg/kgBB,

RadlografI Spinal terbagi 2 dosis selama 7 hari. Tidak boleh diberikan pada

Dari pemeriksaan ini, gangguan osteoartrikular dapat wanita hamil (kategori C), hipersensitivitas terhadap

dijumpai, biasanya setelah 2-3 minggu onset penyakit. gentamisin atau aminoglikosida lainnya. Hati-hati pada

Penderita dengan sakroilitis tampak batas tepi sendi yang penderita dengan gangguan neuromuskular, seperti

kabur dan pelebaran sendi sakroiliaka. Terjadi spondilitis miastenia gravis, karena dapat memperberat penyakit.

pada angulus anterosuperior vertebra, penyempitan diskus Efek samping gentamisin adalah gangguan vestibular dan

intervertebra, osteofit dan sklerosis. pendengaran, bersifat nefrotoksik, menimbulkan reaksi


hipersensitivitas.

Radionukleid Sklntlgrafi Trimetoprim-sulfametoksazol menghambat sintesa asam


Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan dihidrofolat bakteri, dosis 3 x 960 mg, lama pemberian
t u l a n g , k h u s u s n y a pada a w a l p e r j a l a n a n penyakit, obat 45 hari. Kontra indikasi pemberian trimetoprim-
walaupun dari pemeriksaan radiologi biasa masih normal. sulfametoksazol yaitu pada wanita hamil (kategori C),
P e m e r i k s a a n ini sangat berguna untuk deteksi dini defisiensi G-6-PD {glukosa-6-fosfat dehldrogenase), bayi
bruselosis dengan keluhan muskuloskletal. kurang dari 2 bulan, adanya riwayat hipersensitif terhadap
BRUSELOSIS 663

obat-obat golongan sulfa. Efek samping penggunaan Efek samping penggunaan ofloksasin dan levofloksasin
obat ini berupa diare, mual, muntah. Dapat menimbulkan a n t a r a lain f o t o s e n s i t i v i t a s , ruptur t e n d o n , reaksi
reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas (sindroma Steven- hipersensitivitas jarang terjadi, dan adanya efek neurologi
Johnson), seperti pada golongan sulfonamid lainnya, juga terutama pada penderita usia tua. Angka kekambuhannya
sitopenia. Dapat dipakai sebagai obat alternatif pada tinggi bila penggunaannya tidak dikombinasikan dengan
wanita hamil dimana pemakaian tetrasiklin merupakan obat-obat y a n g lain. Dapat d i k o m b i n a s i k a n dengan
kontra indikasi. Tidak a d e k u a t sebagai m o n o t e r a p i , rifampin selama 45 hari.
sehingga direkomendasikan penggunaannya bersama- Penderita bruselosis dengan spondilitis direkomen-
sama dengan golongan aminoglikosida. dasikan kombinasi rifampin, dokslsiklin dan gentamisin
selama 2-3 minggu. Sedangkan komplikasi meningoen-
Rifampin menghambat sintesa DNA bakteri diberikan
sepalitis dianjurkan menggunakan regimen dokslsiklin
dengan dosis 600-900 mg/hari per-oral dalam 2 kali
dikombinasikan dengan rifampin dan atau kotrimoksazol.
pemberian, selama 45 hari. WHO merekomendasikan
Pemakaian steroid dapat membantu mengontrol proses
penggunaan kombinasi dengan dokslsiklin, diberikan
inflamasi. Penderita bruselosis dengan endokarditis
selama 6 minggu sebagai terapi lini pertama. Dapat juga
dapat dberikan terapi agresif dengan aminoglikosida
diberikan rifampin dengan dokslsiklin ditambah dengan
dikombinasikan dokslsiklin, rifampin dan kotrimoksazol
streptomisin atau gentamisin. Absorpsi rifampin berkurang
selama kurang lebih 4 minggu dilanjutkan lagi 8-12
30% jika diberikan bersamaan dengan makanan.
minggu tanpa aminoglikosida.
Kontra indikasi pemberian obat ini antara lain wanita
Pengobatan bedah diperlukan untuk drainase abses
hamil (kategori C), hipersensitivitas terhadap rifampin.
dan tindakan bedah jantung bila terjadi lesi pada katup
Hati-hati pada penderita dengan penyakit hati. Efek
jantung
samping p e n g g u n a a n obat ini adalah urin, keringat
dan air mata berwarna kuning kemerahan, gangguan
fungsi hati, gejala seperti flu, leukopeni, trombositopeni,
anemi dan gagal ginjal. Untuk orang dewasa dan anak KOMPLIKASI
lebih dari 8 tahun, menggunakan regimen kombinasi
rifampin dan dokslsiklin selama 4-6 minggu, dengan Komplikasi bruselosis dijumpai pada keadaan infeksi akut

angka kekambuhan 5-10%, sedangkan anak kurang dari 8 atau kronik yang tidak diobati. Paling sering terkena adalah

tahun menggunakan rifampin dan kotrimoksazol selama osteoartikular, sistem genito-urinari, hepar, lien.

6 minggu dengan angka kekambuhan kurang dari 5%. K o m p l i k a s i o s t e o a r t i k u l a r terjadi pada 2 0 - 6 0 %


penderita dan yang paling sering adalah sakroilitis.
TetrasiicJin 4 x 500 mg selama 45 hari. Pemberiannya Dilaporkan juga adanya spondilitis, artritis, osteomielitis,
dikombinasikan dengan obat lainnya, seperti bursitis dan tendosinovitis. Piogenik paraspinal terjadi
rifampin, gentamisin, streptomisin atau trimetoprim- pada usia lanjut. Sendi periferal yang biasanya terkena
sulfametoksazol. Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada adalah lutut, siku, bahu, panggul dan dapat monorartikuler
anak-anak kurang dari 8 tahun, wanita hamil (kategori juga poliartikular.
D) dan gangguan ginjal. Efek samping tetrasiklin adalah
Pada hepatobilier komplikasi dapat berupa hepatitis,
fotosensitivitas, mual dan diare. Pada anak-anak dapat
abses hepatitis dan akut kolesistitis.
menyebabkan gangguan pewarnaan gigi yang bersifat
menetap. Komplikasi gastrointestinal berupa ileitis, kolitis dan
peritonitis spontan jarang terjadi.
Streptomisin 1 -2 gram sehari intraintramuskular (1 gram
setiap 12 atau 24 jam) selama 14-21 hari. Tidak boleh Pada genitourinaria : komplikasi yang paling sering
diberikan pada penderita yang hipersensitiv terhadap adalah orkhitis atau epidedimo-orkhitis. Kelainan ginjal
streptomisin atau aminoglikosida lainnya juga pada wanita jarang terjadi, pernah dilaporkan adanya glomerulonefritis
hamil kategori D karena bersifat ototoksik padajanin. Efek dan pielonefritis. Infeksi pada wanita hamil biasanya terjadi
samping penggunaan streptomisin antara lain gangguan abortus pada trimester pertama. Komplikasi biasanya
ginjal, ototoksik, timbul rash atau urtikaria, demam dan terjadi bila ada infeksi bakteri lainnya.
reaksi hipersensitivitas (anafilaksis).
Neurobruselosis : komplikasi yang paling sering
Ofloksasin 400 mg dan levofloksasin 500 mg tablet sekali terjadi pada daerah endemis dan mendekati 5% kasus.
sehari selama 45 hari. Kontra indikasi obat ini antara lain Meningoensefalitis akut dapat berkembang cepat. Dengan
pada wanita hamil (kategori C), riwayat hipersensitivitas terapi agresif, gejala cepat membaik dan jarang terjadi
terhadap ofloksasin atau golongan quinolon lainnya, obat- gejala sisa.
obat ini juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang.
664 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Komplikasi kardiovaskular: berupa endokarditis, terjadi Smits H L , Cutier SJ. Contributions of biotechnology to the control
and preventions of bruselosis in Africa. African journal of
2% penduduk dunia, pada daerah endemis 7-10%. Kelainan
biotechnology. Vol 3 (12).p.631-636, December 2004.
katup aorta terjadi pada 75% penderita. Komplikasi lainnya Straight T M , Martin GJ. Brucellosis. Current treatment options in
adalah perikarditis, miokarditis, mikotik aneurisma dan infectious diseases 2002,4 : 447- 56.
endokarditis.

Komplikasi pulmonal : terjadi pada 0 , 3 - 1 % penderita,


yaitu pneumonia dan efusi pleura, komplikasi ini jarang
pada anak-anak.

Komplikasi hematologi : terjadi koagulasi intravaskular


diseminata dan sindroma hematofagositik.

PROGNOSIS

Bila penatalaksanaannya baik dan pengobatan dilakukan


pada bulan pertama penyakit, biasanya dapat sembuh
dengan risiko yang rendah, kambuh atau menjadi kronik.
Prognosis buruk pada penderita dengan endokarditis,
gagal jantung kongestif angka kematian mencapai 85%.

PENCEGAHAN

Pencegahan bruselosis dapat dilakukan dengan


pemeliharaan sanitasi lingkungan, kebersihan perorangan
dan eradikasi hewan reservoir Hindari susu yang tidak
dipasteurisasi dan produknya, khususnya dari kambing
dan biri-biri. Hati-hati bila berpergian ke daerah endemik
antara lain Mediterania, Afrika Utara, Asia Tengah dan
Amerika Latin. Hindari kontak dengan hewan reservoir
seperti kambing, biri-biri dan unta.

REFERENSI

Carbel MJ, Beeching NJ. Brucellosis. In: Isselbacher, Wilson,


Braunwald et al, editors. Harrison's Principles of Internal
Medicine. 16'" ed. U S A : Mc Graw Hill; 2005.p. 914-7.
Chambers H F . Infectious diseases: bacterial and chlamydial:
brucellosis. In: Tierney L M , McPhee SJ, Papadakis M A ,
editors. Current medical diagnostic and treatment. 43 th ed.
USA: Mc Graw Hill; 2004.p.l366-7.
Ghosh D, Gupta P, Prabakar S. Systemic brucellosis with chronic
meningitis: a case report. Neurol India [serial on line] 1999
[cited 2005Apr 2); 47:58-60. Available from:http:www.
neurology India.com/article.
Karabay O, Sencan I , Kayas D, Sahin I. Ofloxacin plus rifampicin
versus doxycycline plus rifampicin in the treatment of
bruselosis: a randomized clinical trial. B M C infectious
diseased 2004, 4:18.
Lisgaris MV. Brucellosis. eMedicine, May 17,2002. Available from:
htpp://www.e medicine.com/medtopic248.htm.
Noviello S, Gallo R. Kelly M, et al. Laboratory-acquired Brucellosis.
Emerging infectious diseases. Available from www.odc.gov/
eid.Vol.lO, No. 10, October 2004.
89
PENYAKIT PRION
A. N u g r o h o , Paul N . H a r i j a n t o

PENDAHULUAN dan berjalan, tampak ketakutan, berlaku agresif, selalu


menendang orang disekitarnya, dan akhirnya mengalami
P e n y a k i t p r i o n a t a u transmissible spongioform kesulitan bernapas dan meninggal. Lebih 10 tahun sejak
encephalopathies (TSE) adalah s e k u m p u l a n penyakit mad cow disease dilaporkan, timbul suatu penyakit baru
neurodegeneratif yang progresif dan fatal, yang yang disebut new variant Creutzfeldt -Jakob Disease
disebabkan oleh efek toksik dari suatu protein normal (nvCJD) di Inggris. Hasil otopsi menunjukkan kelainan
pada neuron disebut cellular prion protein (PrP*^) atau nama yang serupa dengan hasil pemeriksaan post mortem pada
lainnya sensitive prion protein (PrP'^") yang mengalami sapi yang mati oleh karena mad cow disease. Penemuan
perubahan struktur menjadi protein prion abnormal ini menimbulkan dampak sosial dan kesehatan yang besar
yang patologis disebut scrapie prion protein {PrP'") atau karena nvCJD dikaitkan dengan konsumsi daging sapi yang
nama lainnya resistant prion protein (PrP'") yang akan terkena mad cow disease tersebut.
menimbulkan kerusakan neuron. Sesuai dengan namanya, Penyakit prion termasuk penyakit infeksi karena dapat
TSE ditandai gambaran patologi khas berupa degenerasi ditransmisikan/ditularkan ke orang lain atau ke spesies lain
otak berbentuk spongious disertai hilangnya neuron, dan (misalnya dari sapi atau domba ke mencit atau manusia),
ditemukan deposit aggregat protein prion PrP" di otak, namun penyakit ini unik karena agen penyebabnya yaitu
tanpa ada tanda-tanda respons inflamasi. Penyakit ini protein prion abnormal (PrP'") tidak memiliki asam nukleat
dapat ditransmisikan kepada manusia maupun binatang. seperti penyebab penyakit infeksi lainnya. Keunikan lain
Penyakit prion dapat mengenai hampir semua jenis adalah penyakit prion dapat terjadi melalui berbagai cara
m a m a l i a baik m a n u s i a m a u p u n h e w a n . Manifestasi yaitu secara herediter, sporadis, dan infeksi. Penyakit prion
penyakit prion pada hewan adalah scrapie, Transmissible herediter terjadi akibat mutasi pada gen pengkode protein
Milk Ensephalopathy (TME), Chronic Wasting Disease prion (gen PRNP) yang terdapat pada lengan pendek
(CWD), Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE), dan kromosom 20, contoh pada fOD, GSS, dan FFl. Penyakit prion
exotic ungulate encephalopathy. Sedangkan pada manusia dapat pula terjadi sporadik dengan cara yang tidak diketahui
dikenal empat jenis penyakit prion yaitu Creutzfetdt-Jakob misal pada sCJD. Penyakit prion dapat ditularkan secara
Disease (CJD), Gerstmann-Straussler Schelnker Syndrome iatrogenik melalui transplantasi kornea atau duramater,
(GSS), Fatal Familial Insomnia (FFl), dan Kuru. Penyakit akibat pemakaian obat-obatan terutama growth hormone
prion utama pada manusia, yang paling sering ditemukan yang dibuat dari sapi, kontaminasi pada alat kesehatan, atau
dan paling banyak dibahas adalah CJD yang terdiri dari penularan melalui konsumsi daging atau otak atau mungkin
classic CJD, dan yang belum lama ditemukan disebut new- bagian tubuh lain dari hewan yang menderita penyakit
variant C)D atau sekarang lebih lazim disebut variant OD prion BSE misal pada vCJD. Protein prion dapat ditemukan
( v C J D ) . Classic CJD meliputi sporadic CJD ( sCJD), familial pada darah pasien, karena itu ada kemungkinan penularan
CJD (fCJD), dan Iatrogenic CJD (iCJD). Sedangkan penyakit secara hematogen terutama melalui transfusi darah. Namun
prion pada hewan/ ternak yang banyak dibahas adalah sampai sekarang belum ada laporan penularan penyakit
BSE yang lebih popular d\sebut mad cow disease. Penyakit prion melalui transfusi darah, meskipun demikian WHO
ini ditemukan pertama kali oleh para petani Inggris menganjurkan adanya pengawasan ketat terhadap darah
pada tahun 1985, yang mengamati beberapa hewan dan produk darah terhadap protein prion, dan melarang
peliharaannya menjadi sulitdikendalikan, tidak bisa berdiri transfuse yang mengandung produk dari hewan.

665
666 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS dimana perbedaan BM ini mencerminkan perbedaan


struktur tertier PrP". Strain prion ini juga berperan pada
Penyakit prion atau TSE disebabkan oleh agen infeksius barier spesies, karena dari eksperimen ditemukan bahwa
b e r u p a protein y a n g d i s e b u t prion s i n g k a t a n dari transmisi penyakit prion dari satu spesies ke spesies
proteinaceous infectious particles. Protein ini pertama lainnya adalah tidak efisien dan sering tidak berhasil; dan
kali ditemukan oleh Stanley Pruisiner yang meraih Nobel bila berhasilpun mempunyai masa inkubasi yang sangat
Kedokteran pada tahun 1997. Protein prion normal panjang. Barier spesies ini berkaitan dengan derajat
disebut cellular prion protein (PrP"^) atau sensitive prion kemiripan urut-urutan asam amino PrP' dari pejamu
protein (PrP'^" yaitu protein prion yang sensitif terhadap dengan urut-urutan asam amino PrP" inokulum.
degradasi oleh enzim proteinase K). Protein prion terdiri Protein P r P " pada neuron dapat mengkontaminasi
dari 233 asam amino (AA) yang berikatan dengan molekul daging hewan penderita BSE, dan penularan dapat terjadi
glikosilfosfa-tidilinositol (GPI) pada residu AA 230 yang akibat konsumsi daging tersebut oleh manusia. Bagaimana
memfasilitasi penempelan PrP"^ pada membran neuron. rute perjalanan PrP"^ dari usus hingga mencapai jaringan
PrP' bersifat mudah larut dalam deterjen, dapat dicerna otak masih belum diketahui. Mungkin PrP'" ini diabsorbsi
oleh proteinase K, dan mempunyai waktu paruh 5 j a m . lewat dinding usus melalui patches Peyer/MAU, kemudian
Fungsi PrP^ normal masih belum jelas, mungkin berperan difagositosis di jaringan limpa seperti tonsil dan lien
dalam metabolisme tembaga (Cu) di neuron dan transmisi dan kemudian mencapai j a r i n g a n saraf pusat secara
sinaptik. Namun ekperimen pada mencit dengan delesi ascending melalui akson. Bagaimana cara replikasi PrP'"
gen PRNP tidak menunjukkan adanya kelainan berarti, di neuron masih belum diketahui pasti. Diduga melalui
hanya ada gangguan mekanisme sirkardian, sehingga pembentukan ikatan antara PrP*^ dan PrP", selanjutnya
diduga PrP' merupakan suatu protein redundant (protein PrP'' akan mengubah PrP"^ menjadi 2 molekul PrP'' baru,
yang tidak terpakai/tidak berfungsi). akibatnya akan terjadi akumulasi P r P " dalam j u m l a h
Pada keadaan patologis, PrP"^ dapat m e n g a l a m i besar Bagaimana cara PrP" sebagai template mengubah
perubahan bentuk menjadi isoformnya yaitu scrapie atau PrP' tersebut, masih belum diketahui. Mekanisme
disease-caused prion protein (PrP"^) atau resistant prion pembentukan PrP"^ pada penyakit prion herediter adalah
protein (PrP'") karena resisten terhadap degradasi oleh mutasi pada gen PRNP yang menyebabkan terbentuknya
enzim proteinase K, tidak larut dalam detergen, dan tidak mutan PrP' yang bersifat tidak stabil dan dapat berubah
larut dengan pemanasan, dan waktu paruhnya lebih lama secara spontan menjadi PrP'".
(lebih dari 24jam, dibanding 5jam pada PrP'^). Oleh karena Bagaimana mekanisme terjadinya kerusakan neuron
sifat tersebut PrP"^ akan terakumulasi di neuron dan dalam akibat akumulasi PrP'" masih belum jelasjuga. Patogenesis
jangka panjang, hingga menimbulkan kerusakan neuron. dan transmisi penyakit prion tampaknya memerlukan
Semua penyakit prion dikaitkan dengan akumulasi PrP'' peran baik PrP' maupun akumulasi PrP'". PrP'" sendiri
pada lisosom dan vakuola sitoplasma j a r i n g a n otak. tanpa ekspresi PrP' tidak cukup untuk menyebabkan
Susunan polipeptida PrP"^ dan PrP'"^ identik dari segi kerusakan neuron.
komposisi asam aminonya, namun berbeda dalam susunan
tiga d i m e n s i o n a l , dimana P r P ' banyak m e n g a n d u n g
rantai a (formasi spiral asam amino) sekitar 38-42% dan G A M B A R A N KLINIS
sedikit rantai b (rantai pipih asam amino) sekitar 3-4%
saja ; sedangkan PrP'' mengandung lebih sedikit rantai a
Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD)
(19-30%) dan lebih banyak rantai b (38-48%). Perubahan
Creutzfeld-Jakob Disease (CJD) merupakan penyakit prion
struktural ini merupakan dasar patogenesis penyakit prion.
pada manusia yang paling sering dijumpai, prevalensinya
Hal yang menarik pada PrP''^ adalah terdapat berbagai sekitar satu kasus persejuta penduduk. Nama penyakit ini
strain dari PrP"^. Hal ini menyebabkan beberapa ahli diambil dari nama neurolog Jerman Creutzfeldt dan Jakob,
masih berpendapat bahwa penyakit prion disebabkan yang pertama kali melaporkan penyakit ini pada tahun
oleh virus-like particle walaupun tanpa asam nukleat. 1920. Dikenal beberapa jenis CJD.
Strain prion ditentukan dengan menilai kecepatannya
menyebabkan kerusakan otak (masa inkubasinya), dan Sporadic Creutzfeld-Jacob Disease (sCJD)
gambaran distribusinya pada vacuolation neuronal, serta Sporadic Creutzfeld-Jacob Disease (sCJD) adalah penyakit
pola deposisinya. Strain prion ditentukan oleh bentuk prion yang paling sering ditemukan , merupakan 85-95%
conformational tersier dari PrP", dan suatu strain tertentu dari seluruh kasus CJD di dunia. Di Inggris dilaporkan 50
akan eksis pada suatu penyakit misal pada FFI ditemukan kasus setiap tahun. Onset penyakit ini bervariasi pada
P r P " dengan berat molekul (BM) 19 kDa, sedangkan usia 16-82 tahun, namun sangat jarang terjadi pada usia
pada fCJD dan sCJD ditemukan P r P " dengan BM 21 kDa, di bawah 30 tahun atau di atas 80 tahun, dengan rerata
PENYAKIT PRION 667

penyerta. Gejala lain gangguan penglihatan dengan


diplopia, halusinasi, sulit koordinasi, muscle twitching,
gangguan bicara dan mengantuk. Tanda-tanda dan gejala
lain termasuk disfungsi ekstrapiramidal seperti rigiditas,
mask like face, gerakan-gerakan koreoatetoid, serta tanda-
tanda piramidal yang biasanya ringan, kejang, hiperestesia,
dan atrofi optik.
Mioklonus terdapat pada 90 % kasus sCJD. Berbeda
dengan gerakan-gerakan involunteryang lain, mioklonus
pada pasien CJD tetap terjadi s e l a m a pasien tidur.
Mioklonus ini dicetuskan oleh suara yang keras atau
cahaya yang sangat terang. Gejala menyolok khas sCJD
y a n g sangat menyokong diagnosis adalah dementia
progresif cepat disertai ataksia dan mioklonus, tanpa
demam.
Pemeriksaan laboratorium hematologi seperti leukosit,
hitung jenis leukosit dan kecepatan endap darah biasanya
normal. Pemeriksaan CT-scon biasanya menunjukkan
hasil yang normal, akan tetapi kadang-kadang dapat
menunjukkan gambaran atrofi kortikal. Pada pemeriksaan
MRI sering ditemukan peningkatan intensitas di daerah
nuleus kaudatus dan putamen, namun tanda ini tidak
spesifik dan sensitif
Pada pemeriksaan elektroensefalografi (EEG), pada
awal fase biasanya normal, atau hanya menunjukkan
aktivitas gelombang theta yang tersebar. Pada tahap
lanjut dapat ditemukan voltase tinggi, repetitif, dan
keluarnya gelombang polifasik yang tajam, periodic, 1-2
Hz. Gambaran ini tidak ditemukan pada vCJD.
Pada pemeriksaan cairan serebrospinal biasanya
Gambar 1. A. Struktur protein prion normal (PrPc); B. Struktur
aselular dengan jumlah glukosa dan protein yang normal.
protein prion abnormal (PrPsc). (dikutip dari Prusiner SB. Shat-
tuck Lecture-Neurodegenerative disease and prions. N Engl J Pada sCJD dapat ditemukan protein 14-3-3 dengan
Med 2001:344: 1516-26) metode western blot, dimana protein ini menunjukkan
adanya cedera sel neuron. Pemeriksaan ini memiliki
pada usia 68 tahun. spesifitas 9 5 % dan sensitifitas 4 5 - 8 5 % . Peningkatan
Pada sCJD tidak ditemukan riwayat keluarga yang protein 14-3-3 dapat juga terjadi pada ensefalitis herpes,
menderita penyakit ini, juga tidak ada riwayat terpapar e n s e f a l o p a t i m e t a b o l i k , m e t a s t a s e k e g a n a s a n dan
dengan protein prion atau konsumsi daging tercemar ensefalopati hipoksik. Pemeriksaan protein ini kurang
BSE. Penyakit ini mungkin disebabkan oleh mutasi genetik bermanfaat untuk nvCJD. Saat ini sedang dikembangkan
spontan pada gen PRNR atau konversi spontan PrP"^ pemeriksaan protein S -100 serum dari cairan spinal, yang
menjadi PrP''. ini memiliki sensitifitas 7 8 % dan spesifitas 8 1 % . Dapat
D i a g n o s i s CJD pada m a n u s i a d i t e g a k k a n lewat ditemukan peningkatan ensim neuron-spesific enolase
anamnesis, gambaran klinis didukung dengan pemeriksaan pada cairan serebrospinal.
penunjang lainnya. Biopsi otak post mortem merupakan pemeriksaan
Gejala klinik d i a w a l i d e n g a n gejala prodormal yang paling spesifik untuk sCJD. Pada kebanyakan kasus
n o n s p e s i f i k s e p e r t i a n s i e t a s , g a n g g u a n tidur, d a n sCJD, secara makroskopik tidak dapat ditemukan kelainan
penurunan berat badan, kelemahan umum, nyeri kepala. pada jaringan otak. Berbagai derajat atrofi serebral dapat
Dalam beberapa hari atau minggu kemudian dengan ditemukan pada beberapa pasien yang dapat bertahan
terjadi demensia yang memburuk dengan cepat berupa hidup sampai bertahun-tahun. Gambaran patologi khas
kehilangan memori, delirium dan gangguan perilaku, sCJD adalah degerasi spongioform dan astrogliosis.
g a n g g u a n p e n g a m b i l a n k e p u t u s a n , g a n g g u a n fugsi Degenerasi spongioform ditandai oleh banyaknya vakuola
intelektual. Ataksia serebelar dan m i o k l o n u s sering berukuran 1 -5mm pada neutrofil diantara badan sel neuron.
ditemukan bersamaan dengan demensia. merupakan Degenerasi spongioform ini terjadi pada korteks serebral,
668 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

putamen, nukleus kaudatus, talamus dan serebelum. asparagin, dan perubahan valin menjadi isoleusin pada
Astrogliosis bukan merupakan gambaran spesifik sCJD posisi 210.
akan tetapi ditemukan pada hampir setiap kasus sCJD. Gejala klinis mirip d e n g a n sCJD, dan d i a g n o s i s
Proliferasi jaringan fibrous astrosit ditemukan pada daerah ditegakan dengan anamnesa adanya riwayat keluarga
abu-abu dari otak yang terkena sCJD. Plak amiloid juga yang menderita sakit serupa, disertai dengan pemeriksaan
dapat ditemukan pada 10% kasus sCJD. Selain itu juga patologi otak.
dapat dilakukan pemeriksaan western t)/of jaringan otak
untuk mendeteksi protein prion yang resisten protease. Variant Creutzfeldt-Jakob Disease (vCJD/nvCJD)
Tidak ditemukannya protein ini dalam pemeriksaan tidak Penyakit ini baru ditemukan pada bulan Maret 1996,
menyingkirkan diagnosis CJD, oleh karena protein ini tidak umumnya terjadi pada usia lebih muda daripada sCJD,
terdistribusi secara merata diseluruh sistem saraf pusat. antara 16-41 tahun (rata-rata usia adalah 29 tahun).
Pada biopsi jaringan limforetikular seperti tonsil dapat Berbeda dengan sCJD yang tampaknya timbul secara
ditemukan protein prion. s p o n t a n dan m e n y e b a r di seluruh d u n i a , t r a n s m i s i
nvCJD mungkin disebabkan oleh konsumsi daging yang
Iatrogenic Creutzfeldt-Jakob Disease (iCJD) terkontaminasi oleh jaringan sistem saraf pusat yang
Kasus ICJD pertama kali dilaporkan pada tahun 1970 dan terinfeksi BSE.
dikaitkan dengan terapi growth hormon dan gonadotropin Selain itu juga terdapat penelitian yang menunjukkan
dari kelenjar pituitary kadaver. Terdapat 100 pasien yang kemungkinan penyebaran vCJD melalui tranfusi darah
menderita gangguan serebral fatal disertai demensia yang terkontaminasi. Llewelyn dkk. mengadakan penelitian
sesudah mendapatkan preparat hormon dari kelenjar pada 48 orang yang teridentifikasi telah menerima transfusi
pituitari manusia itu. Usia pasien berkisar antara 10-14 darah dari 15 donor yang kemudian diketahui menderita
tahun dan masa inkubasi penyakit ini berkisar sekitar 4-30 vCJD. Hasil penelitiannya menunjukkan 1 orang mengalami
tahun. Penyakit ini jarang terjadi, dengan angka kejadian gejala-gejala vCJD 6,5 tahun sesudah menerima transfusi
kurang dari 1 % dari seluruh kasus CJD. darah dari seseorang yang mendonorkan darahnya 3,5
Penularan iCJD pada manusia dapatjuga terjadi lewat tahun sebelum mengalami gejala-gejala vCJD. Adanya
transplantasi kornea, transplantasi hepar, penggunaan k e m u n g k i n a n p e n u l a r a n v C J D lewat t r a n f u s i darah
elektrode ensefalogram yang terkontaminasi, dan menimbulkan ketakutan akan timbulnya suatu wabah
prosedur bedah saraf. Lebih dari 70 kasus ICJD terjadi vCJD, apalagi sampai saat ini belum dapat ditemukan tes
sesudah transplantasi duramater Banyaknya titer inokulum penyaring penyakit prion pada produk-produk darah.
dan t e m p a t i n o k u l u m m e n e n t u k a n w a k t u i n k u b a s i . Kapan hal tersebut akan terjadi sulit untuk diramalkan
Kontaminasi intraserebelar langsung memiliki waktu karena masa inkubasi penyakit ini sangat panjang.
inkubasi 16-28 bulan, ^ro/t duramater inkubasi 18 bulan Sampai saat ini jumlah pasien vCJD terbanyak di Inggris
-18 tahun (median 6 tahun), dan injeksi hormon pituitari dan hanya kasus sporadis di beberapa negara Eropa lain
subkutan memiliki masa inkubasi 5-30 tahun. seperti Perancis. Data terakhir menunjukkan penurunan
Gejala iCJD mirip gejala penyakit Kuru, dengan gejala tajam jumlah kasus baru vCJD di Inggris, mungkin karena
utama ataksia disertai gangguan koordinasi dan gejala a d a n y a k e w a s p a d a a n tinggi dan p e n g a w a s a n ketat
ekstrapiramidal, sedang demensia hanya minimal bahkan penyakit BSE pada daging sapi.
sering absent pada stadium awal. Sebagian besar kasus vCJD didahului oleh gejala
Diagnosa ditegakkan dengan adanya riwayat psikiatrik seperti depresi dan schizofrenia-like psychosis,
t r a n s p l a n t a s i o r g a n atau bedah saraf, atau riwayat baru disusul beberapa bulan kemudian dengan gejala
penyuntikan growth hormone dari kadaver di masa lalu, neurology seperti gangguan keseimbangan, gerakan
disertai gejala klinis neurologis mirip Kuru. Diagnosis pasti involunter, dan pada saat menjelang ajal biasanya pasien
dengan biopsi otak. immobile dan mutisme.
Terdapat perbedaan gejala klinis antara s G D dan vCJD,
Familial Creutzfeldt-Jakob Disease (fCJD ) yaitu pada vCJD gejala awal utama adalah gejala psikiatrik
Tipe ini sangat j a r a n g terjadi ( 5 - 1 0 % dari CJD) dan seperti gangguan afektif misal disforia, iritabilitas, anseitas,
bersifat genetik. Telah dilaporkan 24 keluarga di Inggris apatis, insomnia, depresi, dan gangguan fungsi sosial.
yang terkena penyakit yang diturunkan secara autosom Sehingga pada awal perjalanan penyakitnya penderita
dominan ini. Pasien fCJD memiliki sekurang-kurangnya vCJD sering dirujuk ke psikiater. Pada vCJDjuga lebih sering
satu mutasi gen PRNP . Beberapa j e n i s mutasi yang disertai gangguan sensorik seperti nyeri, paraestesia,
paling sering terjadi adalah perubahan pada kodon 200 disestesia pada wajah, tangan, dan kaki. Mioklonus dan
dengan perubahan asam amino asam glutamat menjadi demensia yang merupakan gejala awal utama pada sCJD
lisin, perubahan asam aspartat pada posisi 178 menjadi biasanya baru ditemukan pada fase lanjut vCJD.
PENYAKIT PRION 669

Gambaran patologis khas vCJD adalah florid plaques Gambaran klinik penyakit ini didahului oleh gejala
berupa inti amiloid protein prion dan dikelilingi vakuola p r o d r o m a l y a i t u nyeri k e p a l a , nyeri t u n g k a i , nyeri
yang tersusun seperti daun bunga. Pada vCJD keterlibatan tulang, dan diplopia. Tanda utama penyakit ini adalah
serebelum ditemukan pada hampir semua kasus. ataksia serebelar progresif tremor, dan gerakan-gerakan
Pada biopsi protein prion sering dapat terdeteksi i n v o l u n t e r s e p e r t i k o r e a a t e t o t i k , myoclonic Jerks,
diluar jaringan sistem saraf pusat, dan hal ini sangat dan fasikulasi. Gejala lain adalah gangguan gerakan
karateristik untuk vCJD. Pada biopsi tonsil, biopsi limfa, dan ekstraokuler dan gangguan ekspresi emosi. Dapat juga
kelenjar limfa dapat ditemukan PrP^pada hampir semua terjadi strabismus tanpa n i s t a g m u s . Hipotonus d a n
pasien vCJD, hal ini tidak terjadi pada sCJD yang umumnya k e l e m a h a n otot dapat d i t e m u k a n akan tetapi tidak
hanya kadang saja dapat ditemukan dijaringan otot dan terdapat paralisis dan gangguan sensoris. Pada tahap
limpa. Perbedaan antara sCJD dengan vCJD ditunjukkan akhir dapat terjadi perburukan demensia dan disfungsi
pada tabel 1. kortikal yang ditandai oleh timbulnya grasp reflexes dan
primitive snout reflexes.
S a m p a i saat ini b e l u m d i t e m u k a n p e m e r i k s a a n
KURU laboratorium dan rekaman elektroensefalogram (EEG)
yang khas untuk penyakit kuru. Pemeriksaan histologi
Kuru merupakan penyakit prion pertama yang ditemukan otak menunjukkan hilangnya sel neuron dan astrogliosis
dan diteliti pada manusia. Penyakit ini hanya ditemukan dengan akumulasi PrP". Pada gambaran patologi dapat
pada suku Fore (For-ay) yang terisolasi di dataran tinggi j u g a ditemukan pembentukan plak P r P " terutama pada
distrik Okapa di Papua Nugini. Penyakit ini ditularkan lapisan granular serebelum yang tersusun unisentrik.
lewat ritual kanibalisme dengan memakan jaringan otak
keluarganya yang telah meninggal sebagai bagian dari
upacara perkabungan. Penyakit ini terutama mengenai GERT5MANN-STRAWSLERSCHEINKERSYNDR0ME
wanita dewasa dan anak-anak karena secara adat mereka (GSSS)
memakan bagian otak, medulla spinalis, dan usus halus
yang kaya protein prion , hanya 2% yang mengenai pria Gertsmann Strawsler Scheinker syndrome (GSSS)
dewasa. Pada puncak epidemik penyakit ini, insidensinya digolongkan dalam penyakit Prion herediter, diturunkan
sekitar 1 % dari populasi. Periode inkubasi berkisar antara secara autosom dominan melalui mutasi gen PRPN,
4 sampai 30 t a h u n , bahkan dapat sampai 50 t a h u n . sebagian besar disebabkan mutasi P102L dan A 1 1 7 V
Lamanya masa inkubasi ini berkaitan dengan polimorfisme dimana asam amino prolin pada posisi 102 dan alanin
pada kodon 129 gen PRNP bentuk homozigot metionin/ pada posisi 117 digantikan oleh lisin dan valin. Penyakit
metionin (M/M). Semenjak pelarangan upacara kanibalisme Prion ini jarang dijumpai, insidensi sekitar 1-10 kasus per
pada tahun 1958, maka penyakit ini sudah hampir tidak 100.000.000 populasi per tahun. Onset penyakit terjadi
pernah ditemukan lagi. pada usia lebih muda daripada penyakit CJD, rata-rata

Tabel 2. Perbedaan Antara CJD Sporadik dengan Variant CJD


Karakteristik sCJD vCJD
Median usia saat meninggal 68 tahun 28 tahun
Median lama sakit 4 - 5 bulan 13 - 14 bulan
Gejala dan tanda klinis Gejala a w a l : Gejala awal yang menonjol: psikiatri.
demensia disesthesia yang nyeri
Gejala neurologi Gejala neurologi timbul pada stadium
timbul dini lanjut
Gelombang tajam, periodic pada EEG Sering ada Sering absen
Signal hiperintensitas pada putamen dan nucleus kaudatus Sering ada Sering absen
"Pulvinar sign " pada MRI* Tidak ada Ditemukan pada > 70 % kasus

Pengecatan imunohistokemikal jaringan otak {florid plaque) Akumulasi Akumulasi nyata protein prion yang
variabel resisten protease
Ditemukan protein prion dijaringan limfoid dan ekstraserebral Tidak mudah Mudah ditemukan
ditemukan

* Pulvinar sign : signal abnormal di thalamus posterior pada pencitraan T2 -MRI


(Dikutip : Belay E., Schonberber L. Variant Creutzfeldt-Jakob Disease and Bovine Spongiform Encephalopathy. Clin Lab Med 2002;22:852)
670 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

pada usia 43 tahun, umumnya terjadi pada usia 24-66 DIAGNOSIS BANDING PENYAKIT PRION
tahun. Sampai saat ini sudah dilaporkan 24 keluarga
yang menderita penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit Diagnosis banding utama penyakit prion adalah penyakit
ini dikenal j u g a sebagai Variably Protease Serisltlve neurodegeneratif lainnya terutama penyakit Alzheimer,s,
Prlonopathy (vPSpr) yang umumnya dibedakan dengan perjalanan klinis yang
Sereberal ataksia dengan progresifitas lambat lebih panjang dan jarang ditemukan disfungsimotorik
merupakan gejala GSSS yang menonjol, dengan demensia dan visual pada penyakit Alzheimers. Diagnosis banding
global terjadi pada fase lanjut penyakit. Perjalanan lain adalah vaskulitis intracranial, neurosifilis, tumor
penyakit G S S S lebih lambat dari CJD dan kematian intrakranial, intoksikasi litium, intoksikasi bismuth, dan
biasanya terjadi 5 tahun sesudah onset penyakit. Gejala dimensia kompleks pada AIDS. Pemeriksaan penunjang
lain GSSS adalah gangguan serebelar seperti inkoordinasi, seperti CT-scan, MRI, dan analisa cairan serebrospinalis
kesulitan berjalan, dismetria, tremor, nistagmus, dan sangat penting untuk menyingkirkan diagnosis banding
disartria. Berbeda dengan sCJD, gejala mioklonus jarang tersebut.
dijumpai pada GSSS.
Hasil p e m e r i k s a a n l a b o r a t o r i u m dan EEG tidak
menunjukkan kelainan yang khas. Pemeriksaan Computed PENATALAKSANAAN
Tomography Scan (CT Scan) dapat memperlihatkan atrofi
serebelar dan batang otak. Pemeriksaan neuropatologik Sampai saat ini belum d i t e m u k a n cara y a n g efektif
jaringan otak menunjukkan pembentukan plak amiloid untuk mengobati penyakit Prion. Beberapa upaya telah
y a n g terdiri dari inti putih y a n g dikelilingi g l o b u l - dikembangkan untuk mengobati penyakit Prion. Kina dan
globul kecil. Plak ini dapat terdistribusi di seluruh otak klorpromasin telah diujicobakan pada sel neuroblastoma
tapi u m u m n y a ditemukan di serebelum dan bersifat tikus yang terinfeksi PrP''. Penelitian ini menunjukkan
multisentrik. pada hari keenam terapi terjadi penurunan konversi PrP'
menjadi P r P " secara invitro. Meskipun secara invitro
klorpromasin lebih kurang poten j i k a d i b a n d i n g k a n
FATAL FAMILIAL INSOMNIA (FFl) dengan kina akan tetapi klorpromasin dapat menjadi
pilihan terapi karena kemampuannya menembus barier
Fatal familial insomnia juga merupakan penyakit prion darah otak. Manfaat terapi ini masih perlu konfirmasi
herediter, diturunkan secara autosom dominan. Penyakit lanjut. Sedang diteliti pengobatan dengan polianion,
yang jarang ini disebabkan oleh mutasi pada gen PRPN sulfonated dyes, tetrapyroles, antibiotik po/yene, branched
dimana asam amino asam aspartat pada kodon 178 diganti polyamlns, penghambat protease sintesis, derlvat acrldlne,
oleh arginin. Selain itu juga dapat disebabkan mutasi pada phenothlazlne, suramin, peptida sintetik, dan Interfering
kodon 129 yang mengkode metionin. Onset FFl terjadi pada RNA duplexes. Beberapa obat-obatan misalnya obat
usia pertengahan (35-61 tahun), dengan rata-rata durasi antimalaria quinacrine, amphoterisin B, doksorubisin,
penyakit adalah 13 bulan (bervariasi antara 7-25 bulan). pentosan polisulfat ternyata tidak bermanfaat.
Karakteristik penyakit ini adalah insomnia y a n g B e b e r a p a p e n e l i t i a n pada n e u r o b l a s t o m a y a n g
p r o g r e s i f (tidak b e r e s p o n d e n g a n benzodiazepam terinfeksi prion menunjukkan anion congo red dapat
maupun barbiturat), disotonomia/hiperaktivitas simpatik menunda onset penyakit prion dan dapat menurunkan
(hipertermia, hiperhidrosis, takikardi, hipertensi), dan akumulasi PrP". Antrasiklin dapat menghambat penyakit
gangguan motorik seperti ataksia, mioklonus, spastik, prion pada hamster dan gliserol dapat mempengaruhi
hiper refleksia, dan disartria, disertai demensia pada fase formasi PrP'"^ pada kultur sel.
terminal. Pada FFl j u g a dapat terjadi gangguan status Saat ini juga sedang diteliti pengaruh penggunaan
mental seperti halusinasi, delirium, konvusi, defisit memori, antibodi untuk terapi penyakit prion. Para ahli
dan gangguan hormonal terutama kadar kortisol yang mengembangkan rekombinan antibodi dari PrP^ antibodi
meningkat. ini dipaparkan selama 7 hari pada sel neuroblastoma
Gambaran neuropatologik jaringan otak pada FFl tikus yang terinfeksi PrP''. Pada pengamatan hari ke-18
menunjukkan hilangnya sel-sel saraf dan gliosis di nukleus ditemukan penghambatan konversi PrP' menjadi PrP'S dan
ventral anterior, dan mediodorsal dari nukleus olivari P r P " yang sudah terbentuk sebelumnya tidak ditemukan
inferior, dan kadang pada serebelar dan korteks serebri. lagi. Antibodi diduga berikatan dengan permukaan sel dan
Dengan pemeriksaan immunoblot dapaX ditemukan P r P " menghambat pembentukan PrPsc. Beberapa kendala yang
tersebar difus dalam jumlah sedikit di substansia nigra mungkin timbul adalah singkatnya waktu paruh antibodi
subkortikal dan batang otak. Berbeda dengan sCJD, tidak (28 j a m sampai 18 hari) dan masalah transport antibodi
ditemukan protein 14-3-3 pada cairan serebrospinal. melewati barier darah otak.
PENYAKIT PRION 671

B e r h u b u n g sampai saat ini metode terapi y a n g REFERENSI


ada belum terbukti efektif pada manusia, maka terapi
suportif sangat penting untuk penderita. Beberapa hal Belay E . , Schonberber L . Variant Creutzfeldt-Jakob Disease
and Bovine Spongiform Encephalopathy. Clin Lab Med
yang perlu diperhatikan adalah perawatan pasien, terapi
2002;22:849 - 62
okupasional, nutrisi yang adekuat, fisioterapi, terapi bicara Creutzfeld Jacob Disease: Guidance for Healthcare Worker in
dan terapi bahasa. Keluarga pasien juga perlu dipersiapkan Portable Document 24/02/03
Collins SJ, Lawson V A , Masters C L . Transmissible Spongioform
untuk menghadapi keadaan-keadaan seperti perubahan
Encephalopathies. Lancet 2004;363:51-61.
tingkah laku, inkontinensia, kesulitan menelan, kesulitan Collin S. Boyd A . Fletcher A. et al. Novel prion protein gene
berkomunikasi, kesulitan mengenai orang, koma dan mutation in an octogenarian with Creutzfeld Jacob Disease.
kematian. Arch Neuro 2000;57:1058-63
Collinge J. New diagnostic test for prion disease. N Eng J Med
1996;335:963-65
Collinge J. Prion disease. In : Weatheehill L, Ledingham, Warriell,
(Eds). Oxford Textbook of Medicine. 3 ed. 1995. Oxford
PENCEGAHAN
Medical Publication. Oxford
Prankish H . Genes involves in prion disease identified. The Lancet
Protein prion resisten terhadap teknik sterilisasi dan 2001;357:1595
dekontaminasi konvensional seperti deterjen, klorida Haywood A M . Transmissible Spongioform Encephalopathies. N
dioksid, alkohol, kalium permanganat, hidrogen peroksida, Engl J Med 1997: 337:1821-28
Hill R A F . Butterworth RJ. Joiner S. et al. Investigation of variant
aldehid, dan radiasi sinar ultraviolet, pemanasan Creutzfeld Jacob Disease and other human prion diseases
biasa. Protein prion dapat dirusak dengan teknik with tonsil biopsy samples. The Lancet 1999;353:183-89
khusus yaitu dengan membakar pada suhu 1000° C, Liewelyn C A . Hewitt PE. Knight RSG. et al. Possible tranmission
of variant Creutzfeld Jacob Disease by blood tranfusion. The
penggunaan autoclav standar pada suhu 134°C selama
Lancet 2004;363:417-21
1 j a m , penggunaan sodium hidroksida konsentrasi tinggi Marschall A L . How the cows turned mad? Available from: http:/ /
selama 5 menit dengan cara direbus atau menggunakan www .whyfiles.org/193prion/html
Parchi P, Saverioni D, Molecular Phatology, clasification, and
larutan hipoklorid konsentrasi tinggi selama 1 j a m .
diagnostic of sporadic human prion disease variants. Folia
Penelitian terakhir menunjukkan guanidin thiosianat dapat Neurophatol. 2012; 50(1): 20-45
bermanfaat sebagai disinfektan. PieroPruisner S. Old Drugs to treat new variant Creutzfeld Jacob
Usaha pencegahan penyakit Prion dapat ditempuh Disease. The Lancet 2001;358:563
Prusiner SB. Shattuck Lecture- Neurodegenerative disease and
dengan menghindari kontaminasi dengan jaringan otak,
prions. N Engl J Med 2001: 344:1516-26
transplantasi organ, penggunaan growth hormon dari Pruisiner SB. Miller P. Prion disease. In : Braunwald E. Fauci
kadaver,dan tindakan sterilisasi alat-alat bedah saraf yang AS. Kasper D L et al. (Eds) Harrison's Principles of Internal
Medicine 16 thed. McGraw Hill. New York 2005; 2495-2500
adekuat. Penelitian menunjukkan kontak klinis secara rutin
Roos R P . C o n t r o l l i n g n e w prion diseases. N E n g J M e d
tidak memberikan risiko penularan pada tenaga kesehatan 2001;344:1548-51
maupun keluarganya. Akan tetapi yang perlu diwaspadai Senior K. New research highlight prion characteristics. The Lancet
adalah jaringan atau cairan tubuh yang berisiko tinggi 1999;353:1502
Tyler K L . Creutzfeld Jakob Disease. N Eng J Med 2003; 348:681-82
misalnya jaringan sistem saraf pusat, mata, termasuk Tyler K L . Prions and prion diseasse of the central nervous system.
cairan serebrospinalis. In: Mandel G L . Bennett JE. Dollin R. et al. (Eds) Mandel,
Douglas, and Bennett Principle & Practice of Infectious
Disease 5 th ed. C h u r c h i l l Livingstone. P h y l a d e l p h i a
2000;1971-85
PROGNOSIS World Health Organization. W H O manual for surveillance of
human transmissible spongiform encephalopathy including
Semua penyakit prion yang sekarang ini dikenal bersifat variant Creutzfeldt-Jacob disease. Geneve: W H O ; 2003. p.
1-90.
sangat progresif dan fatal. Pada umumnya pasien sCJD Wodsworth JD. Joiner S. Hill A F . et al. Tissue distribution of
meninggal kurang dari 1 tahun sejak gejala pertama kali protease resistant prion protein in variant Creutzfeld Jacob
muncul. Akan tetapi pada vCJD perjalanan penyakitnya lebih Disease using a highly sensitive immunoblotting assay. The
Lancet 2001;358:171-80
lambat dan kematian terjadi antara 7-22 bulan sejak gejala
pertama kali muncul. Beberapa penyakit prion genetik dapat
berlangsung selama 20 tahun atau lebih. Penyakit kuru
biasanya dapat bertahan sampai 3 tahun. Kemajuan dalam
bidang biologi molekuler diharapkan dapat memberikan
harapan baru dalam terapi penyakit prion.
90
TRYPANOSOMIASIS
Niniek Burhan

PENDAHULUAN

Trypanosoma termasuk klas kinetoplastida, merupakan grup


dari parasit protozoa yang uniselular Namanya diambil dari
bahasa Yunani trypano (menggali) dan soma (tubuh) karena
gerakannya seperti corkscrew (melingkar dan melubangi)
Trypanosoma dapat menginfeksi berbagai host dan
menyebabkan berbagai penyakit termasuk penyakit tidur Gambar 1. Trypanosoma dalam darah
{sleeping sickness) yang cukup fatal bagi manusia.
Ciri khas dari klas kinetoplastida membutuhkan adalah penyakit parasit pada manusia dan hewan yang
kompleks protein catenatated circles dan minicircles disebabkan oleh protozoa dari spesies Trypanosoma brucei
selama pembelahan sel dan ditransmisiican oleh lalat Tsetse (Gambar 3). Penyakit
ini endemis di beberapa bagian sub-Sahara Afrika dan
Tabel 1. Klasifikasi llmiah menginfeksi sekitar 36 negara dan 60 ribu orang. Penyakit
Domain Eukaryota ini bersifat epidemik antara lain di Sudan, Pantai Gading,
Kingdom Excavata Republik, Afrika Tengah, Chad, dan beberapa negara lainnya.
Phylum Euglenozoa Dalam sejarah terjadi 3 kali endemis besar, pertama sekitar
Klas Kinetoplastida 1896-1906, kedua 1920 -1970, dan terakhir pada tahun
Orde Trypanosomatida 2008 terjadi di Uganda.Ada dua African Trypanosomiasis,
Genus Trypanosoma Gruby 1843 yaitu West African Trypanosomiasis yang disebabkan
oleh Trypanosoma Brucei Gambience, dan East African
Terdapat lebih dari 10 spesies Trypanosoma, tetapi Trypanosomiasis yang disebabkan oleh Trypanosoma Brucei
ada tiga spesies dari genus Trypanosoma yang bersifat Rhodesience. (Gambar 2)
patogen terhadap manusia. Masing-masing adalah T Manusia merupakan satu-satunya host bagi
brucei subspesies rhodesiense dan T gambiense yang Trypanosoma brucei gambience, tersebar pada daerah
menyebabkan penyakit tidur Afrika {African sleeping hujan tropis di Afrika Tengah dan Barat. Binatang ternak
sickness) dan T cruzi penyebab Trypanosoma Amerika dan beberapa binatang buas merupakan reservoir utama
(disebut juga penyakit Chagas. Penyakit ini menyebabkan bagi Trypanosoma brucei rhodesience.
sirkulasi parasit yang persisten dalam darah dalam bentuk Disamping gigitan oleh lalat Tsetse, penyakit ini
hemoflagelata.(Gambar 1) dapat ditularkan tranplasental dan menginfeksi janin yang
menyebabkan kematian prenatal serta melalui tranfusi
darah
TRYPANOSOMA AFRIKA
Patogenesis
Epidemiologi Di d a l a h t u b u h h o s t , p a r a s i t ini b e r u b a h menjadi
Human African trypanosomiasis atau Sleeping sickness trypomastigotes y a n g b e r e d a r di p e m b u l u h d a r a h .

672
TRYPANOSOMIASIS 673

Setelah itu akan dibawa ke seluruh tubuh, dan ada yang


sampai ke cairan tubuh lainnya (limfe dan cairan spinal),
kemudian mengalami replikasi dengan binary fusion.
Jika trypomastigotes ini masuk ke tubuh lalat Tsetse,
maka akan mengalami perubahan lagi menjadi prosiklik
trypomastigotes di dalam midgut dari lalat Tsetse tersebut.
Mereka akan membelah lagi dengan cara binary fusion,
meninggalkan midgut dan berubah menjadi epimastigotes
dan menuju kelenjar ludah dan membelah lagi. Siklus di
dalam tubuh lalat memakan waktu kira-kira 3 minggu.
(Gambar 4)
Setelah digigit oleh lalat Tsetse yang terinfeksi, makan
akan timbul lesi inflamasi {trypanosomal chancre). Reaksi
di kulit ini bisa menimbulkan rasa yang menyakitkan
dan berwarna merah. Parasit ini kemudian akan menuju
ke saluran limfe dan pembuluh darah, dan hal ini akan
m e n y e b a b k a n d e m a m akut. Pada stadium 1, terjadi
limfadenopati dan splenomegali, terjadi proliferasi limfosit
dan histiosit yang berakibat diproduksinya IgM.
Manifestasi hematologi y a n g timbul antara lain
lekositosis, trombositopeni, dan anemia. Pada stadium
II penyakit ini melibatkan sistem saraf sentral (CNS).
Didapatkan peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS),
konsentrasi total protein, dan pleositosis. Trypanosoma
juga bisa didapatkan dalam CSS.

Stadium 1
Demam terjadi karena terdapat penyebaran parasit
dalam aliran darah dan aliran limphe. Demam ini

Gambar 3 Lalat Tsetse terjadi karena adanya pirogen eksogen, seperti bahan-

Stadium Serangga Triatomine Stadium Manusia

(7) Serangga triatomine menghisap


^ darah
•"ryposligotes metasiklik melakukan penetrasi
^V'~\ keberbagai sel saat menggit
Dalam sel berubah menjadi amastigotes

" j''^
2) Amastigoles bermuttipiiksi
- . secara binari dalam sel
KrenSrksi d,janngyang,e.nfeksi
secara binari dalam
sel di jaring yang terinfeksi
Manifestasi klinis dapat
timQuI akibat proses ini

{6) Epimastigotes di usus


(mkjgut) serangga

Amastigotes intrasel
^ berubah menjadi tripomastigo-
= Stadium infeksius
tes lalu keluar dan sel,
^ = Stadium diagnostik masuk kedalam darah

Gambar 4. Siklus hidup Trypanosoma Afrika


674 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

bahan atau zat toksik dari tripanosonna, sehingga ekstrapiramidal. Kelainan yang terjadi pada CSS berupa
terjadi stimulasi dari proliferasi dari limphosit selanna peningkatan tekanan serebro spinal, peningkatan total
terjadi respon i m u n . Selain itu a k a n d i h a s i l k a n konsentrasi protein, dan pleositosis. Hal ini disebabkan
beberapa sitokin-sitokin berupa IL1, IL6, TNF. Hal ini adanya tripanosoma perivaskular disertai dengan infiltrasi
memicu hipotalamus untuk meningkatkan ambang dari sel mononuklear.
batasnya ke ambang febris. Ini disebut stadium meningoensefalitis, dimana selain
Pruritus dan rash makulopapulartimbul akibat parasit terjadi gangguan pada saraf sensoris dan motoris, terjadi
yang mengikuti aliran darah dan aliran limphe. Hal j u g a proses demielinisasi otak, hal ini menyebabkan
ini menyebabkan reaksi dari pembuluh darah untuk k e l e m a h a n (weakness) akibat g a n g g u a n pada saraf
menghasilkan beberapa mediator. Rash timbul akibat tersebut.
proses vasodilatasi, sedang pruritus timbul akibat Proses demielinisasi akan menyebabkan hantaran
histamin. impuls terganggu (terlambat). Demielinisasi diduga akibat
• Hepatosplenomegali terjadi karena sel-sel fagositik toksin dari trypanosoma tersebut.
pada hepar dan spleen sebagai sistem RES teraktifasi,
sel-sel tersebut merupakan sistem monosit- G a m b a r a n Klinis
makrophag yang fungsi utamanya adalah menelan Gigitan lalat Tsetse akan menimbulkan reaksi inflamasi
benda asing lain dalam tubuh. Akibat pertahanan di kulit yang disebut trypanosomal chancre, biasanya
dalam melawan benda asing atau zat toksik tersebut berwarna merah dan terasa sakit sekali. Pada stadium I
terjadilah hepatomegali dan atau splenomegali. akan timbul reaksi hematogen dan limfogen. Gejala diawali
Tanda winterbottom. M e r u p a k a n b e n t u k reaksi dengan suhu demam, sakit kepala dan nyeri persendian.
pembesaran kelenjar limphe (limfadenopati) Suhu yang tinggi terjadi dalam beberapa hari, dan diselingi
sepanjang leher belakang (pada triangle servical periode afebril. Pada trypanosomiasis gambiense bisa
posterior). Hal ini disebabkan karena perjalanan dari timbul limfadenopati. Nodul biasanya single, mudah
tripanosoma yang mengikuti aliran limfe dan pada digerakkan, konsistensi kenyal, dan tidak nyeri. Nodul
akhirnya m e n i m b u l k a n proses keradangan pada servikal sering terlihat, dan pembesaran nodul di segitiga
daerah tersebut.(Gambar 5) servikal posterior merupakan temuan klasik, disebut tanda
Winterbottom. Pruritus dan rash makulopapular sering
muncul. Gejala lain yang jarang timbul antara lain malaise,
nyeri kepala, athralgia, penurunan berat badan, edema,
hepatosplenomegali, dan takikardi.
African trypanosomiasis s t a d i u m II m e l i b a t k a n
s i s t e m saraf s e n t r a l , terjadi m a n i f e s t a s i neurologi
dan a b n o r m a l i t a s pada cairan serebro spinal (CSS).
Perkembangan penyakit ini akan menunjukkan gejala
somnolen yang progesif (oleh sebab itu d i n a m a k a n
sleeping sickness) pada siang hari, dan diikuti dengan
gelisah dan insomnia pada malam hari. Pandangan jadi
kosong, bicara jadi tidakjelas dan terputus-putus. Gejala
ekstrapiramidal yang timbul berupa gerakan chorea,
tremor dan fasikulasi. Ataksia j u g a sering timbul. Juga
bisa timbul gejala yang mirip dengan penyakit Parkinson
yaitu berjalan d e n g a n terseret-seret, hipertoni dan
Gambar 5 Tanda w i n t e r b o t t o m p e m b e n g k a k a n kelenjar l y m - tremor. Pada fase akhir, terjadi kerusakan neurologis
p h e di leher b e l a k a n g pada anak d e n g a n t r y p a n o s o m i a s i s progresif koma dan kematian.
y a n g dini

Diagnosis
S t a d i u m II D i a g n o s i s d e f i n i t i f dari p e n y a k i t tripanosomiasis
Pada stadium ini parasit yang terdapat dalam aliran adalah deteksi adanya parasit. Jika didapatkan chancre,
d a r a h a k a n m e n g i n v a s i s i s t e m s a r a f pusat hal ini harus diperiksa cairannya untuk kemungkinan adanya
t e r u t a m a ditandai oleh p e r u b a h a n neurologis y a n g trypanosoma yang masih motil. Juga bisa diperiksakan
terjadi perlahan, disertai abnormalitas yang progresif dengan pewarnaan Giemsa. Sediaan basah dan
dari CSS. Gambaran perubahan neurologisnya dimulai pewarnaan Giemsa dari darah juga sangat berguna. Jika
dari munculnya somnolen, serta diikuti oleh tanda-tanda parasit tidak terlihat dalam pemeriksaan darah, bisa
TRYPANOSOMIASIS 675

dilakukan cara untuk mengkonsentrasikan parasit, yaitu Alternatif pengobatan lini pertama adalah
dengan tabung mikrohematokrit yang m e n g a n d u n g melarsoprol 0.6 mg/kg iv pada hari ke pertama; 1.2
acridine orange. Parasit akan terpisah dari sel darah dan mg/kg iv melarsoprol pada hari ke 2, and 1.2 mg/
akan lebih mudah terlihat dengan mikroskop cahaya kg/hari iv melarsoprol dikombinasikan dengan 7.5
karena pengecatan. mg/kg nifurtimoks oral dua kali sehari pada hari ke
Diperlukan p e m e r i k s a a n CSS pada pasien y a n g 3 sampai 10; atau
d i d u g a terinfeksi Trypanosoma. A b n o r m a l i t a s pada eflornithine 50 mg/kg iv setiap 6 j a m selama 14 hari.
CSS dihubungkan dengan tripanosomiasis stadium II, Melarsoprol merupakan pilihan utama untuk East
meliputi peningkatan sel MN, peningkatan total protein African Typanosomiasis dengan manifestasi ganguan
dan IgM. sistem saraf sental. Melarsoprol efektif untuk kedua
Pemeriksaan lainnya adalah dengan pemeriksaan stadium, sehingga diindikasikan pada kasus dimana
serologis, yaitu dengan PCR. namun karena spesifisitas gagal dengan suramin atau pentamidine. Namun karena
dan sensitivitasnya yang kurang kuat maka pemeriksaan toksisitas yang tinggi, melarsoprol tidak pernah menjadi
ini tidak dianjurkan. pilihan pertama untuk stadium I. Dosis yang dianjurkan
adalah 2 -3,6 mg/kg perhari, dibagi menjadi 3 dosis,
Penatalaksanaan diberikan intravena untuk 3 hari. Selanjutnya diberikan
Obat-obatan yang sering digunakan untuk Human African setelah 1 minggu, 3,6 mg/kg perhari, juga untuk 3 hari,
Trypanosomiasis adalah suramin, pentamidine, dan arsenik selanjutnya adalah setelah 1 0 - 2 1 hari.
organik. Dahulu Eflornitin hanya digunakan sebagai terapi
Trypanosomal chancre m e r u p a k a n "self limited alternatif untuk sleeping sickness, tetapi berdasarkan
Inflammatory lesion" dimana reaksi radangan akan hilang Science and Development Network's Sub-Saharan Africa
sekitar satu minggu setelah gigitan lalat Tsetse news updates 2008 cukup aman dan efektif sebagai lini
Pengobatan standar yang digunakan untuk stadium pertama. Dosis yang dianjurkan adalah 400mg/kg per
I adalah : hari, diberikan intravena dibagi jadi empat dosis, diberikan
Pentamidine iv digunakan untuk Tb. gamblense selama 2 minggu. Efek sampingnya meliputi diare, anemia,
Suramin /i^ digunakan untuk l b rhodeslense trombositopeni, kejang, dan penurunan pendengaran.
Berdasarkan penelitian, penggunaan eflornitin
P e n t a m i d i n e efektif untuk Tb. gamblense pada
pada Trypanosoma gamblense penyebab human African
stadium I. Dosis untuk dewasa dan anak-anak adalah 4
trypanosomiasis, menimbulkan efek samping yang lebih
mg/kg per hari, intramuskular atau intravena, diberikan
ringan dibandingkan melarsoprol.
selama 10 hari. Efek samping yang timbul antara lain
Setiap pasien harus diikuti perkembangannya (follow
mual, muntah, takikardi dan hipotensi. Selain itu adalah
up) selama dua tahun dan dilakukan pungsi lumbal tiap
nefrotoksik, g a n g g u a n fungsi liver, netropeni, rash,
enam bulan untuk melihat kekambuhan (relaps)
hipoglikemi, dan abses.
Suramin digunakan untuk Tb rhodeslense stadium I.
Pencegahan
Tapi efek sampingnya cukup serius sehingga perlu diawasi
Human African Trypanosomiasis merupakan permasalahan
dengan ketat. Dosisnya adalah 100-200 mg intravena.
yang cukup kompleks di Afrika. Di beberapa daerah sudah
Dosis untuk dewasa adalah 1 gr pada hari 1, 3, 7,14. dan
dilakukan program eradikasi vektor, namun belum ada
2 1 . Regimen untuk anak-anak adalah 20 mg/kg (maximal
konsensus dalam memecahkan semua masalah yang
1 gr) pada hari 1, 3, 7, 14, dan 2 1 . Kira-kira 1 pasien dari
ada. Tiap individu dapat menghindari risiko terinfeksi
20.000 mengalami reaksi yang fatal karena obat tersebut,
trypanosomiasis dengan menghindari daerah-daerah
yaitu mual, muntah, syok dan kejang. Reaksi yang lebih
yang diketahui banyak kasus, atau dengan memakai baju
ringan adalah demam, fotofobi, pruritus, atralgia, dan
pelindung, dan memakai lotion anti serangga. Belum ada
erupsi kulit. Kerusakan ginjal merupakan efek samping
vaksin untuk mencegah transmisi parasit ini.
dari suramin yang paling penting. Proteinuria biasanya
muncul pada awal pengobatan. Urinalisis harus dilakukan
sebelum menentukan dosis terapi, dan pengobatan harus Prognosis
dihentikan jika proteinuria meningkat atau jika silinder Prognosis penyakit ini pada kebanyakan penderita adalah
dan sel darah merah didapatkan pada sedimen. Suramin baik. Walaupun pendertita sudah memasuki stadium
tidak boleh diberikan pada pasien dengan insufiensi lanjut. Syaratnya adalah pengobatan yang adekuat dan
renal. teratur. Kekambuhan jarang terjadi, hanya sekitar 2%. Bila
penyakit ini tidak ditangani, atau terapi yang diberikan
Standar terapi yang digunakan untuk stadium 2 adalah : terlambat, dapat terjadi kerusakan otak yang ireversibel,
melarsoprol 2.2 mg/kg iv tiap hari selama 10 hari sehingga diikuti kematian.
676 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

TRYPANOSOMA AMERICA (PENYAKIT CHAGAS) melalui transfusi darah pada daerah urban. Sebagian
pasien dengan HIV dan infeksi kronik T cruzi pada proses
DeflnisI serangan akut pada fase lanjut telah diterangkan. Sebagian
besar manifestasi klinis dari pasien-pasien ini adalah
Trypanosoma America (penyakit Chagas), adalah
abses otak T. cruzi, dimana manifestasi klinis ini tidak
penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit protozoa
akan muncul pada manusia dengan imunokompeten.
Trypanosoma cruzi. Penyakit Chagas fase akut biasanya
Saat ini diperkirakan bahwa 16 sampai 18 juta manusia,
mengalami demam ringan yang disebabkan dari awal
lebih dari tiga orang yang hidup di Brazil, terinfeksi kronik
infeksi organisme tersebut. Setelah penyembuhan spontan
T. cruzi. Penyakit Chagas kronik adalah penyebab utama
dari fase akut, sebagian besar penderita mengalami fase
dari angka kesakitan dan kematian di banyak negara-
peralihan (intermediate) dari kronik Penyakit Chagas, yang
negara di Amerika Latin, termasuk Mexico, karena banyak
memiliki karakteristik terdapatnya parasitemia subpaten,
pasien kronik y a n g b e r k e m b a n g dan muncul gejala
pada fase ini antibodi terhadap T. cruzi mudah dideteksi,
kardiologis dan gastrointestinal.
dan tidak terdapat gejala. Sebagian kecil pasien yang
mengalami infeksi kronik, lesi gastrointestinal dan kardiak Beberapa tahun terakhir, rata-rata transmisi T. Cruzi

berkembang dan dapat timbul morbiditas yang serius dan telah menurun di beberapa negara endemik sebagai

bahkan kematian. hasil dari vektor dan program bank darah yang sukses.
Di N e g a r a - n e g a r a belahan selatan A m e r i k a Selatan
EpidemiologI (Uruguay, Paraguay, Bolivia, Brazil, Chili, dan Argentina),
Trypanosoma America (penyakit Chagas), adalah penyakit telah memulai program kerja sejak tahun 1991.
zoonosis yang disebabkan oleh parasit protozoa Penyakit Chagas akut jarang terdapat di Amerika
Trypanosoma cruzi. T. cruzi hanya ditemukan di Amerika. Serikat. Empat kasus transmisi melalui transfusi darah
Mamalia liar maupun hewan peliharaan membawa T. cruzi telah d i l a p o r k a n . Lebih lanjut lagi, pada 26 t a h u n
dan triatomines yang terinfeksi ditemukan pada titik- terakhir, tujuh infeksi yang didukung hasil laboratorium
titik distribusi mulai dari Amerika Serikat bagian selatan dan 9 kasus penting dari Penyakit Chagas akut telah
sampai bagian selatan Argentina.(Gambar 6) Manusia dilaporkan ke Center for Disease Control and prevention
menjadi bagian dalam siklus transmisinya pada saat vektor (CDC). Sebaliknya, prevalensi kronik T cruzi di Amerika
menempati kayu lapuk, atau rumah batu yang banyak Serikat meningkat pada beberapa tahun terakhir. Sejak
terdapat di Amerika Latin. Oleh sebab itulah, infeksi T. pertengahan tahun 1970, banyak penduduk Amerika
cruzi pada manusia menjadi suatu masalah kesehatan, latin berpindah ke Amerika Serikat, 5% dari Salvadoran.
terutama pada pemukiman kumuh di daerah pinggiran Penelitian terakhir di bank darah untuk jumlah total dari
Amerika Tengah maupun Selatan. Sebagian besar infeksi imigran yang terinfeksi saat ini lebih dari 50.000. Kehadiran
T. cruzi yang baru, ditemukan pada daerah pinggiran p e m b a w a (carriers) T. Cruzi m e m b u a t s e b u a h risiko
terutama mengenai anak-anak, tetapi insidennya tidak substansial transmisi dari transfusi darah.
diketahui karena sebagian besar kasus yang berjalan tidak
terdiagnosa. Ratusan orang juga terinfeksi setiap tahunnya Patogenesis
T. cruzi ditransmisikan oleh mamalia sebagai hostnya, oleh
serangga hematopagus triatomin, yang biasanya disebut
serangga reduvidae. Pada gambar 7 dapat dilihat gambar
mengenai siklus hidup dari T. cruzi dan transmisinya
Serangga terinfeksi dengan cara menghisap darah
dari hewan atau manusia yang memiliki parasit dalam
sirkulasi. Organisme yang terhisap berlipat ganda di dalam
saluran pencernaan triatomine (gambar 8), dan bentuk
infektif yang terdapat pada feses pada saat menghisap
darah (subsequent blood meal). Transmisi juga terjadi pada

w
saat triatomine merusak kulit, membran mukosa, atau
konjungtiva oleh karena terkontaminasi dengan kotoran
serangga yang mengandung parasit infektif T. cruzi, juga
dapat ditransmisikan dengan cara transfusi darah yang
berasal dari donor yang terinfeksi, dari ibu kepada bayi
yang dikandungnya, dan pada kecelakaan laboratorium.

HI Lesi inflamasi yang disebut chagoma biasanya timbul


pada sisi tempat masuk parasit.
Gambar 6. Distribusi penyakit Chagas di Amerika
TRYPANOSOMIASIS 677

stadium Serangga Triatomine Stadium Manusia

C\) Serangga triatomine menghisap


^ dardi
Trypostigoles metaslklik melakukan penetrasi
<S''~\ keberbagat sel saat menggit
^ Dalam sel berubah menjadi amastigotes

( D Trypomastlgotes r t ^ s i j d l f
(di

3^ Amastigotes bermultipllksi
T .. secara binari dalam sel
o'a^rSs, "^Maringyangterinteksi
secara binari dalam
sel di jaring yang terinfeksi
Manifestasi klinis dapat
timbul akibat proses ini

Amastigotes intrasel
= Stadium infeksius ^ benibah manjadi tripomastigo-
tes lalu keluar dan sel.
^ = Stadium diagnostik masuk kedalam darah

Gambar 7. Siklus hidup trypanosoma Cruzi

Perubahan histologi lokal meliputi ada tidaknya parasit dan sel-sel jaringan subkutan. Akhirnya terjadi edema lokal
diantara leukosit dan sel pada jaringan subkutaneus dan (interstitial), infiltrasi limfosit, dan hiperplasia reaktif dari
munculnya edema interstitial, infiltrasi limfositik, dan reaktif kelenjar getah bening.
hiperplasia pada lymph node yang berdekatan. Setelah Tanda Romana {Romano's sign). Tanda Romana adalah
perpindahan organisme melalui saluran limfatik d a n tanda klasik pada stadium penyakit Chagas akut. Tanda
peredaran darah, otot-otot (termasuk miokardium) akan ini merupakan edema yang terjadi pada palpebra dan
dipenuhi oleh parasit. Pseudosis muncul pada jaringan yang jaringan periokular, unilateral, dan tidak nyeri. Tanda ini
terinfeksi menjadi tempat parasit berkembang biak. muncul bila tempat masuk (port d'entree) nya adalah
Patogenesis dari penyakit Chagas kronik tidak terlalu konjungtiva. Proses yang terjadi adalah infiltrasi dari
dipahami. J a n t u n g adalah organ yang paling sering sel leukosit dan limphosit yang menginvasi konjungtiva
diserang, dan perubahan pada otot jantung meliputi sehingga terbentuk proses radang.(Gambar 8)
pembesaran biventrikular, penipisan dinding ventrikel, Malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan
spiral aneurisma, dan trombus mural. Infiltrasi limfositik ekstrimitas b a w a h , l i m f a d e n o p a t i , rash morbiliform
secara luas, fibrosis interstitial yang difuse, dan atropi sel proses ini terjadi karena adanya proses peradangan yang
miokardial, tetapi parasit jarang terlihat pada jaringan terutama diperantarai oleh sel leukosit dan limfosit. Pada
miokardial. Sistem konduksi sering terkena dan sebagian pembuluh darah terjadi vasodilatasi dan peningkatan
besar berefek pada cabang kanan dan anterior kiri bundle aliran darah ke daerah yang cedera, hal ini mengakibatkan
His. Efek kronik Penyakit Chagas pada saluran gastro- rasa panas dan merah. Seiring dangan peningkatan aliran
intestinal (megadlsease), esofagus dan kolon dapat muncul darah terjadi pula peningkatan aliran limfatik sehingga
berbagai derajat dilatasi. Pada pemeriksaan mikroskopis, terjadi gangguan dalam proses reabsorbsi cairan di akhir
lesi inflamasi fikal disertai infiltrasi limfositik dapat vena pada kapiler sehingga sistem limfatik membuang
dideteksi, dan jumlah neuron pada pleksus misenterik kelebihan cairan ke dalam ruang interstitial.
mungkin berkurang.

Stadium Akut
Chagoma. Chagoma adalah lesi inflamasi yang mengalami
indurasi yang timbul pada tempat masuknya parasit
{port d'entree). Lesi ini berbentuk seperti furunkel yang
disertai proses limfadenopati lokal. Proses ini terjadi
karena adanya parasit dalam darah merangsang reaksi
histologis lokal sehingga merangsang kerja dari leukosit Gambar 8. Triatomine
678 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Hepatosplenomegali terjadi karena sel-sel fagositik masuk dengan cara merusak kulit, dan area yang dirusak
pada hepar dan spleen sebagai sistem RES teraktifasi, tersebut timbul eritema dan bengkak (chagoma), disertai
sel-sel tersebut merupakan sistem monosit-makrofag dengan limfadenopati lokal yang mungkin timbul. Tanda
yang fungsi utamanya adalah menelan benda asing lain Romana temuan klasik pada penyakit Chagas akut, yang
dalam tubuh. Akibat pertahanan dalam melawan benda terdiri atas edema palpebra unilateral yang tidak disertai
asing atau zat toksik tersebut terjadilah hepatomegali dan d e n g a n nyeri dan e d e m a j a r i n g a n periokular dapat
atau splenomegali. timbul bila konjuntiva sebagai tempat masuknya (port
d'entree). Tanda lokal pertama tersebut diikuti dengan
m a l a i s e , d e m a m , a n o r e k s i a , dan e d e m a w a j a h dan
ekstremitas bawah. Rash morbiliform juga mungkin muncul.
Limfadenopati generalisata dan hepatosplenomegali
dapat terjadi. Miokarditis berat jarang muncul; sebagian
besar kematian pada penyakit Chagas akut disebabkan
oleh gagal jantung. Tanda neurologis tidak umum terjadi,
tetapi pernah terjadi meningoensefalitis. Gejala akut
hilang secara spontan pada semua pasien, yang kemudian
memasuki fase asimptomatik (fase intermediate) pada
infeksi kronis T. Cruzi.
Penyakit Chagas kronik timbul setelah beberapa tahun
bahkan setelah berpuluh tahun setelah infeksi awal. Jantung
temasuk organ yang umumnya diserang, dan gejalanya
disebabkan oleh ritme yang terganggu, kardiomiopati
dan thromboembolism. Right bundle-branch block (RBBB)
Gambar 9. Tanda Romana (Romano's sign) adalah abnormalitas elektrokardiografi yang paling sering
(Malaise, demam, anoreksia, dan edema wajah dan ekstremitas terjadi, tetapi tipe lain dari blok atrioventrikulanpremofure
bawah, limfadenopati, rash morbiliform) ventricular contraction (PVC), dan taki dan bradiaritmia
sering juga muncul. Kardiomiopati sering terdapat pada
gagal jantung kanan atau gagal jantung biventrikular.
Stadium Kronik Embolisasi dari trombus mural menuju otak atau area lain
Gangguan jantung. Jantung terkena gangguan karena dapat terjadi. Pasien dengan megaesofagus mengalami
j a n t u n g merupakan salah satu predileksi dari infeksi disfagia, odinofagia, nyeri dada, dan regurgitasi. Aspirasi
ini. Pada gangguan ini dapat terjadi penipisan dinding dapat terjadi, terutama saat tidur, dan episode aspirasi
ventrikel, pelebaran biventrikular, aritmia, congestif heart pneumonitis berulang sering terjadi. Penurunan berat
failure, takikardi dan miokarditis. Hal ini terjadi karena badan, kakeksia, dan infeksi pulmonal dapat menyebabkan
parasit menyebar melalui aliran darah dan aliran limfe kematian. Pasien dengan megakolon ditandai oleh nyeri
sehingga menginvasi miokard, saat itu terjadi infiltrasi perut dan konstipasi kronik, dan megakolon yang sudah
limfositik, fibrosis interstitial yang difuse dan atrofi dari sel- berlangsung lama dapat menyebabkan obstruksi, volvulus,
sel miokard. Hal ini menyebabkan gangguan dalam sistem septisemia, bahkan kematian.
konduksi j a n t u n g yang mempengaruhi cabang kanan
dan cabang depan kiri dari bundle of HIS dan terjadilah Diagnosis
takikardi yang lama-lama mengalami aritmia. Diagnosis dari penyakit Chagas akut ditegakkan dengan
M e g a e s o f a g u s dan M e g a k o l o n . Pada pemeriksaan terdeteksinya parasit tersebut. Pemeriksaan mikroskopis
mikroskopik, didapatkan adanya lesi-lesi keradangan fokal darah segar dengan antikoagulan atau dengan buffer
pada esofagus dan kolon. Lesi-lesi ini terjadi akibat adanya a d a l a h cara y a n g p a l i n g s e d e r h a n a untuk m e l i h a t
infiltrasi limfositik. organisme yang bergerak. Parasit j u g a dapat dilihat
Selain itu, perubahan ukuran esofagus dan kolon dengan pengecatan Giemsa tetes tipis maupun tetes
diduga karena adanya sejumlah pleksus misenterikus yang tebal. Bila pemeriksaan untuk melihat parasit tersebut
berkurang banyak pada dinding esofagus dan dinding tidak berhasil, inokulasi pada tikus, kultur darah pada
kolon. media khusus, atau xenodlagnosls dapat d i l a k u k a n .
Tehnik terakhir, serangga triatomine yang tidak terinfeksi
Gambaran Klinis dibiarkan untuk menghisap darah pasien. Setelah itu
Tanda pertama dari Penyakit Chagas akut berkembang dilakukan, hasil positif semua metode ini memiliki proporsi
setidaknya satu minggu setelah invasi parasit. Organisme yang tinggi dengan penyakit chagas akut dan setidaknya
TRYPANOSOMIASIS 679

Penatalaksanaan
Chagas Primer
Infelcsi Dewasa Terapi untuk penyakit Chagas ini tidak terlalu bagus.

Tidakmenunjukan
Nlfurtimox adalah obat satu-satunya yang secara aktif
Tanda Klasik melawan T. cruzi dan beredar di Amerika Serikat. Pada
Kematian atau
Kerusalcan Permanen penyakit Chagas akut, nlfurtimox mengurangi durasi gejala
Chagas Laten Awai dan parasitemia dan menurunkan angka kematian. Walaupun
asimtomatik
begitu, efikasi obat ini untuk mengeradikasi parasit adalah
Intermediate
rendah. Percobaan terbatas menunjukkan bahwa hanya 70%
Klasik dari infeksi akut sembuh secara parasitologis dengan terapi
Chagas Awal C h a g a s Laten Althir
penuh. Berdasarkan pada keterbatasan ini, terapi nifurtimoks
yang Istirahat SImtomatIk, gejala klinis minor harus dimulai sedini mungkin pada penyakit chagas akut.
Lebih lanjut lagi, bila ditemukan secara laboratoris dengan
penampakan yang mirip infeksi T. cruzi, terapi nifurtimoks
Chagas Sel(under C h a g a s Primer harus segera dimulai tanpa menunggu gejala klinis atau
atau Infeksi Dewasa
Laten Awai indikasi parasitologis dari infeksi ini.
yang istirahat
(Tidak pernah berubah Efek samping nifurtimoks yang sering muncul adalah
menjadistadium kronik klasik)^
nyeri abdominal, anoreksia, mual, muntah, dan penurunan
berat badan. Reaksi neurologis obat tersebut adalah tidak
Gambar 9. Perjalanan penyakit Chagas dapat tidur, disorientasi, insomnia, kedutan, parestesia,
polineuritis, dan kejang. Gejala ini biasanya hilang bila
setengan dari infeksi kronik. Karena terapi awal pada dosis dikurangi atau terapi dihentikan. Dosis harian yang
penyakit Chagas akut sangat penting, bagaimanapun, dianjurkan adalah 8-10 mg/kg untuk dewasa, 12,5-15
keputusan untuk memulai terapi untuk infeksi T. cruzi pada mg/kg untuk remaja, dan 15-20 mg/kg untuk anak-anak
temuan negatif dengan preparat basah dan hapusan harus usia 1-10 tahun. Obat diberikan per oral dalam empat
dilihat pada kondisi klinis dan latarbelakang epidemiologi dosis terpisah setiap harinya dan terapi diberikan selama
sebelum hasil pada metode tidak langsung ini muncul. Test 90-120 hari.
serologis digunakan secara terbatas untuk mendiagnosa Benznidazol adalah pilihan kedua untuk digunakan
penyakit Chagas akut. s e b a g a i t e r a p i p e n y a k i t C h a g a s . Efikasinya h a m p i r
Diagnosa penyakit Chagas kronik ditegakkan sama dengan nifurtimoks dan efek sampingnya adalah
dengan mendeteksi antibodi yang mengikat antigen T. neuropati perifer, rash, dan granulositopenia. Dosis yang
cruzi. Kehadiran parasit tidak terlalu penting. Sebagian dianjurkan peroral adalah 5 mg/kg per hari selama 60 hari.
test serologis dengan sensitivitas tinggi untuk antibodi Benznidazol digunakan secara luas di Amerika Latin.
terhadap T. cruzi digunakan secara luas di Amerika Latin, Pertanyaan yang timbul dan diperdebatkan selama
termasuk fiksasi komplemen dan tes immunofiourescence beberapa tahun terakhir adalah b a g a i m a n a d e n g a n
dan enzim yang terikat dengan immunisorbent assay penderita fase indeterminat atau fase kronik dengan gejala
(ELISAs). Bagaimanapun, masalah yang sering muncul penyakit Chagas apakah diterapi dengan nifurtimoks
pada p e m e r i k s a a n k o n v e n s i o n a l ini a d a l a h reaksi atau benznidazole. Penelitian pada hewan laboratorium
positif palsu, khususnya dengan sera dari pasien yang yang terinfeksi T. cruzi maupun manusia memperlihatkan
menderita infeksi parasit lainnya dan penyakit otoimun. bahwa eliminasi parasit menurunkan timbulnya kelainan
Karena a l a s a n ini, d i r e k o m e n d a s i k a n secara u m u m kardiologi. Karena temuan inilah, para ahli dari berbagai
bahwa hasil positif pada pemeriksaan ini dikonfirmasikan negara menganjurkan semua pasien yang terinfeksi T.
dengan dua tes lainnya dan karakteristik hasil positif cruzi diterapi dengan satu macam obat atau obat lainnya,
negatif dibandingkan pada setiap pemeriksaan. Sebuah bergantung pada status klinis atau durasi infeksi.
metode dengan sensitifitas tinggi dan spesifik untuk Terapi dengan alopurinol, flukonazol, dan itrakonazol
mendeteksi antibodi T. cruzi dibuktikan oleh Clinical pada penyakit Chagas akut tidak efektif dan telah diteliti
Laboratory Improvement Amendment (CLIA) dan tersedia secara intensif di laboratorium dengan hewan coba
di laboratorium yang menggunakan immunoprecipitation sebelum digunakan pada manusia.Tidak satupun obat ini
antigen T. cruzi dengan radiolabel dan menggunakan memiliki kemampuan untuk menurunkan level aktifitas
teknik elektroforesa. Pemeriksaan serodiagnostik yang anti T. cruzi pada pasien. Penelitian menggunakan tikus
menggunakan rekombinan protein T. cruz/sebagai target menunjukkan bahwa rekombinan interferon menurunkan
antigen dengan amplifikasi sequence DNA T. cruzi oleh durasi dan bahaya infeksi akut T. cruzi, tetapi manfaat pada
reaksi rantai polimerase cukup berkembang. Walaupun pasien dengan penyakit Chagas akut belum dievaluasi
begitu, tes ini tidak digunakan secara umum. secara sistematis.
680 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Pada pasien infeksi T. cruzi dengan komplikasi ke saraf pusat. Sedangkan prognosis untuk orang dewasa
jantung maupun gastrointestinal harus dirujuk kepada juga buruk bila sudah terjadi penyakit jantung kronik.
s u b s p e s i a l i s untuk evaluasi d a n terapi lebih lanjut.
T r a n s p l a n t a s i j a n t u n g a d a l a h pilihan untuk pasien
s t a d i u m akhir chagasic k a r d i o p a t i . Obat profilaksis REFERENSI
postoperatif menggunakan nifurtimoks atau benznidazol
"African Sleeping Sickness Breakthrough", http://domino.lancs.
harus d i p e r t i m b a n g k a n karena tanpa obat tersebut,
ac.uk Retrieved on April 7.
imunosupresi yang timbul setelah operasi menunjukkan edhead S A , C u s h i o n M T , F r e n k e l JK, Stringer JR (2006).
bahwa terjadi reaktifasi infeksi T. cruzi, dengan gejala yang "Pneumocystis and Trypanosoma cruzi: nomenclature and
lebih serius atau bahkan kematian. typifications". J Eukarv'ot Microbiol 53 (1): 2-11.
Adler D (1989). "Darwin's Illness". Isr J Med Sci 25 (4): 218-21.
Tidak ada terapi spesifik untuk chagoma. Dengan
Berriman M, Ghedin E, Hertz-Fowler C, et al (2005). "The genome
berakhirnya fase penyakit Chagas akut, lesi chagoma akan of the African trypanosome Trypanosoma brucei". Science
menghilang secara spontan, dan pasien akan memasuki 309 (5733): 416-22. http://www.sciencemag.org
Blunt SB, Lane RJ, Turjanski N, Perkin G O (1997). "Clinical features
fase asimptomatik dari infeksi ini.
and management of two cases of encephalitis lethargica".
Mov. Disord. 12 (3): 354-9.
Pencegahan Bocchi E A , Bellotti G , Mocelin A O , et al (June 1996). "Heart
Karena pilihan obat sangat sedikit dan tidak ada vaksin untuk transplantation for chronic Chagas' heart disease". A n n
ThoracSurg61 (6): 1727-33. http://linkinghub.elsevier.com/
mencegah, Kontrol T. cruzi pada negara endemis tergantung retrieve/ pii/ 0003-4975(96)00141 -57.
pada pengurangan tempat populasi vektor dengan cara Brumpt E (1914). " L e xenodiagnostic. Application au diagnostic
semprotan insektisida, pengembangan perumahan, dan de quelques infections parasitaires et en particulier k la
trypanosomose de Chagas" (PDF). Bull Soc Pathol Exot 7
penyuluhan. Pada area endemik, program untuk skrining
(10): 706-10. http://www.pathexo.fr
pada darah donator untuk T. cruzi dibutuhkan untuk Buckner FS, Wilson AJ, White T C , Van Voorhis W C (December
mencegah transmisi T. cruzi melalui tranfusi. Pendatang 1998). "Induction of resistance to azole drugs in Trypanosoma
tidak dianjurkan tidur di area terbuka khususnya di daerah c r u z i " . Antimicrob Agents Chemother 42 (12): 3245-50.
http://aac.asm.org
endemis. Jaring nyamuk dan repellent serangga (krim oles
Burri, C (2000). "Efficacy of new, concise schedule for melarsoprol
anti serangga) digunakan sebagai proteksi. in treatment of sleeping sickness caused by Trypanosoma
Di Amerika Serikat, sulit untuk mencegah transmisi brucei gambiense: a randomised trial". Lancet 355 (9213):
1419-25.
T. cruzi dengan tranfusi darah. Karena tidak ada
Bisser S, N'Siesi FX, Lejon V, et al (2007). "Equivalence trial of
pemeriksaan assay untuk infeksi T. cruzi oleh Food and melarsoprol and nlfurtimox monotherapy and combination
Drug Administration (FDA) dalam penggunaan darah therapy for the treatment of second-stage Trypanosoma brucei
di bank darah, maka skrening serologis belum menjadi gambiense sleeping sickness". J. Infect. Dis. 195 (3): 322-9.
Chagas C (1909). "Nova tripanozomiase humana: Estudos sobre a
s e b u a h p i l i h a n . FDA m e n y a r a n k a n menggunakan
morfolojia e o ciclo evolutivo do Schizotrypanum cruzi n. gen.,
kuesioner untuk mengidentifikasi dan menyaring donor n. sp., ajente etiolojico de nova entidade morbida do homem
pada risiko tinggi infeksi T. cruzi. Cara tersebut bisa efektif [New human trypanosomiasis. Studies about the morphology
and life-cycle of Schizotripanum cruzi, etiological agent of
dan tidak mengurangi penyediaan darah, tetapi penting
a new morbid entity of man]". Mem Inst Oswaldo Cruz 1
untuk ditanamkan dalam pikiran bahwa pemeriksaan (2): 159-218.
b e r d a s a r k a n kuesioner tidak terlalu berhasil d a l a m C h a p p u i s F, Udayraj N , Stietenroth K, Meussen A , Bovier
mengeliminasi transmisi melalui tranfusi pada penyakit PA (2005). "Eflornithine is safer than melarsoprol for the
treatment of second-stage Trypanosoma brucei gambiense
infeksi lainnya.
human African trypanosomiasis". Clin. Infect. Dis. 41 (5):
Pada semua imigran dari daerah endemis harus 748-51.
dilakukan tes untuk menghindari infeksi kronik I cruzi. Cherenet T , Sani R A , Panandam JM, Nadzr S, Speybroeck N ,
van den Bossche P (2004). "Seasonal prevalence of bovine
Tes juga sebaiknya dilakukan sebelum implantasi alat pacu
trypanosomosis in a tsetse-infested zone and a tsetse-free
jantung karena gangguan irama jantung. Perlu dilakukan zone of the Amhara Region, north-west Ethiopia". The
skrening untuk mencegah transmisi kongenital. Onderstepoort journal of veterinary research 71 (4): 307-312.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Petugas laboratorium harus menggunakan sarung
Coutinho M (June 1999). " R e v i e w of Historical Aspects of
tangan dan pelindung mata saat bekerja dengan T. cruzi American Trypanosomiasis (Chagas' Disease) by Matthias
dan vektor yang terinfeksi. Perleth" (fee required). Isis 90 (2): 397. http://links.jstor.org
Chagas' disease (American trypanosomiasis) in southern Brazil"
(PDF). C D R Weekly (United Kingdom Health Protection
Agency) 15 (13). April 2005. http://www.hpa.org.uk
PROGNOSIS C a r l i e r Y (27 February 2003). C h a g a s Disease ( A m e r i c a n
Trypanosomiasis). eMedicine. Retrieved on 11 September
2008.17. C h a g a s C (1909). " N e u e T r y p a n o s o m e n " .
Bila terjadi infeksi pada bayi dan anak maka biasanya
Vorlaufige Mitteilung Arch Schiff Tropenhyg 13:120-2.
berakibat fatal, terutama bila sudah melibatkan sistem Da Silva Valente S A , de Costa Valente V , Neto H F (1999).
TRYPANOSOMIASIS 681

"Considerations on the epidemiology and transmission of & Treatment in Infectious Diseases, M c G r a w - H i l l , N e w


Chagas disease in the Brazilian Amazon". Mem Inst Oswaldo York, 200139. Staff (September 15, 2005). "Clinical Trials
Cruz 94 Suppl 1: 395-8. http://www.scielo.br Update". Genetic Engineering News. p. 5.
Dale R C , C h u r c h AJ, Surtees R A , et al (2004). "Encephalitis Stryker Sue B.. "Encephalitis lethargica: the behavior residuals".
lethargica syndrome: 20 new cases and evidence of basal ' Training School Bulletin 22 (1925): 152-7.
ganglia autoimmunity". Brain 127 (Pt 1): 21-33. http:/brain. Sleeping sickness, Medline Plus, retrieved May 28, 2008.
oxfordjournals.org Strategic Direction for African Trypanosomiasis Research". Special
Encephalitis lethargica at Dorland's Medical Dictionary Programme for Research and Training in Tropical Diseases.
Faculty of Medical Technology, Mahidol university. Life cycle of http://www.who.int
Trypanosiosis. Available at http://www.mt.mahidol.ac.th True P, Lejon V, Magnus E, et al (2002). "Evaluation of the
20th May 2006 micro-CATT, CATT/Trypanosoma brucei gambiense, and
Garcia S, Ramos C O , Senra JF, et al (April 2005). "Treatment with L A T E X / T b gambiense methods for serodiagnosis and
benznidazole during the chronic phase of experimental surveillance of human African trvpanosomiasis in West and
Chagas' disease decreases cardiac alterations". Antimicrob Central Africa". Bull. World Health Organ. 80 (11): 882-6.
Agents Chemother 49 (4): 1521-8.http://aac.asm.org http://www.scielosp.org
Guimaraes F N , da Silva N N , Clausell DT, de Mello A L , Rapone T, Uganda: Sleeping Sickness Reaching Alarming Levels," New
Snell T, Rodrigues N (1968). " U m surto epidemico de doencja Vision, May 11, 2008.
de Chagas de provavel transmissao digestiva, ocorrido em V a n Nieuwenhove S, Schechter PJ, Declercq J, et al. (1985).
Teutonia (Estrela - Rio Grande Do Sul)". Hospital (Rio J) 73 "Treatment of gambiense sleeping sickness in the Sudan with
(6): 1767-804. http://en.calameo.com oral D F M O (DL-alfa-difluoromethyl ornithine) an inhibitor
http://www.drwebsa.com.ar/alcha/hist4.htm Mai de Chagas- of ornithine decarboxylase: first field trial". Trans R Soc Trop
Mazza Med H y g 79 (5): 692-8
H u d s o n L , T u r n e r MJ (November 1984). " I m m u n o l o g i c a l Pepin J, Mpia B (2006). "Randomized controlled trial of three
consequences of infection and vaccination in South American regimens of melarsoprol in the treatment of Trypanosoma
trypanosomiasis [and discussion]". PhilosTrans RSoc Lond, brucei gambiense trypanosomiasis". Trans R Soc Trop Med
B, Biol Sci 307 (1131): 51-61. http://www.jstor.org H y g 100: 437-41.
Hulsebos L H , Choromanski L, Kuhn R E (1989). "The effect of Vilensky JA, Foley P, Oilman S (August 2007). "Children and
interleukin-2 on parasitemia and myocarditis in experimental encephalitis lethargica: a historical review". Pediatr. Neurol.
Chagas' disease". J Protozool 36 (3): 293-8. 37 (2): 79-84.http://linkinghub.elsevier.com
K . v o n Economo. Encepahlitis lethargica. Wiener klinische Vilensky JA, Goetz C G , Gilman S (January 2006). "Movement
Wochenschrift, May 10, 1917, 30: 581-585. Die EncephaliHs disorders associated with encephalitis lethargica: a video
lethargica. Leipzig and Vienna, Franz Deuticke, 1918. compilation". Mov. Disord. 21 (1): 1-8. http://dx.doi.org
Kirchhoff LV, Tripanosomiasis, in Kasper D L , Braundwald E, Fauci W H O Expert Committee on Control and Surveillance of African
A S et all, editors Harrison's Principle of Internal Medicine, trypanosomiasis (Geneva) (1998). W H O Technical Report
16th ed, McGraHill, New York, 2005 Series, No.881. http://www.who.int
Lauria-Pires L, Braga MS, Vexenat A C , et al (2000). "Progressive W H O M e d i a centre (2001). Fact sheet N ° 2 5 9 : A f r i c a n
chronic Chagas heart disease ten years after treatment with trypanosomiasis or sleeping sickness, http://www.who.int
anti-Tr>'panosoma cruzi nitroderivatives". A m J Trop Med W H O M e d i a centre (2006). Fact sheet N ° 2 5 9 : A f r i c a n
H y g 63 (3-4): 111-8. http://www.ajtmh.org trypanosomiasis or sleeping sickness, http://www.who.int
McCall S, Vilensky J A, Oilman S, Taubenberger JK (May 2008). W H O mortality and health data and statistics, accessed Feb 10,
" T h e relationship between encephalitis lethargica and 2009.
influenza: a critical analysis". J.Neurovirol. 14 (3):177-85. Williamson, David (August 25, 2005). "Compound might defeat
http://www. informaworld.com African sleeping sickness, clinical trial beginning this month".
New Scientist, 25 Aug. 2007, pp. 35-7 University of North Carolina, http:// usinfo.state.gov
R e i d A H , M c C a l l S, H e n r y J M , Taubenberger JK (2001). World Health Organization (Geneva) (2000). World Health Report
"Experimenting on the past: the enigma of von Economo's 2000: Health Systems Improving Performance, http://www.
encephalitis lethargica". J. Neuropathol. Exp. Neurol. 60 (7): who.int
663-70. Young M, U A H Researchers Battle Sleeping Sickness. Available
Reis, T (August 18, 2007). "Aqai faz 1 vitima de Chagas a cada at www.uahexponent.com 20th May 2006
4 dias na Amazonia" (in Portuguese). Folha de Sao Paulo.
http:// wwwl.folha.uol.com
Rocha G , Martins A, Gama G , Brandao F, Atouguia J (2004).
"Possible cases of sexual and congenital transmission of
sleeping sickness". Lancet 363:247. DPDx - Trypanosomiasis,
American. Fact Sheet". Centers for Disease Control (CDC).
http://www.dpd.cdc.gov
Santos Ferreira C, Amato Neto V, Gakiya E, Bezerra R C , Alarcon
RS (2003). "Microwave treatment of human milk to prevent
transmission of Chagas disease". Rev Inst Med Trop Sao
Paulo 45 (l):41-2.
Shikanai-Yasuda M A , Marcondes CB, Guedes L A , et al (1991).
"Possible oral transmission of acute Chagas' disease in Brazil".
Rev Inst Med Trop Sao Paulo 33 (5): 351-7.
Siou V, Nouvelles approhes dans La Morphogenese du Plasmodium
et du trypanosome: Incidences en chimiotherapie. Available
at www.mnhn.fr, 20th May 2006
Smith DS, Relman D A , Leishmania & Tripanosoma in Wilson
WR, Sandle M A , Drew W L et all editors. Current Diagnosis
91
INFEKSI NOSOKOMIAL
Djoko Widodo, Ronald Irwanto

PENDAHULUAN di masyarakat (community acquired infection), dimana


pola etiologi penyebab infeksi dan penatalaksanaannya
Infeksi nosokonnial saat ini menjadi isu krusial yang harus tentunya sangat berbeda.
segera mendapat penaganan yang baik, oleh karena infeksi Secara umum, W H O 2002, mendefinisikan infeksi
nosokomial akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas nosokomial adalah :
pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit. Berbagai Infeksi yang didapat di rumah sakit.
masalah yang ditimbulkan oleh infeksi nosokomial antara Infeksi yang timbul/terjadi sesudah 48 jam perawatan
lain adalah: meningkatnya lama perawatan di rumah sakit, pada pasien rawat inap.
meningkatnya biaya pengobatan, serta dapat berimplikasi Infeksi yang terjadi pada pasien yang dirawat lebih
hukum yang dapat dipicu dari pasien atau pihak-pihak lama dari masa inkubasi suatu penyakit.
tertentu yang merasa dirugikan karena menganggap Terdapat 3 komponen yang harus diperhatikan pada
bahwa terjadinya infeksi nosokomial harus sepenuhnya kejadian infeksi nosokomial, yaitu :
menjadi tanggung jawab rumah sakit. 1. Faktor intrinsik
Bila ditinjau lebih lanjut, maka secara umum pasien- Faktor intrinsik merupakan faktor terkait kerentanan
pasien yang dirawat di rumah sakit memang terpapar pejamu terhadap infeksi. Pejamu yang imunokompromais
oleh berbagai mikroorganisme penyebab infeksi. Oleh tentunya memiliki kecenderungan lebih besar untuk
karenanya, guna menangani kejadian infeksi nosokomial, mengalami infeksi nosokomial dibandingkan dengan
dibutuhkan pengendalian infeksi yang baik di rumah sakit. pejamu yang imunokompeten.
Pengendalian infeksi di rumah sakit seyogyanya menjadi 2. Faktor ekstrinsik
tanggung jawab bersama, baik pasien, tenaga kesehatan Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari
maupun manajemen rumah sakit dimana harus secara lingkungan sekitarnya, dalam hal ini adalah lingkungan
berkesinambungan berusaha memperkecil kemungkinan rumah sakit, mulai dari kebersihan ruang rawat,
terjadinya infeksi didapat di rumah sakit. Tim khusus yang poliklinik, sampai pada instrumen-instrumen medik
bekerja untuk pengendalian rumah sakit harus dibentuk rumah sakit, juga termasuk pegawai, tenaga kesehatan
dan harus mampu bekerja secara optimal untuk memantau dan bahkan juga dokter yang bekerja di rumah sakit
dan melakukan pencegahan-pencegahan terjadinya infeksi yang memiliki risiko menularkan infeksi pada pasien-
nosokomial. pasien yang menjalani perawatan di rumah sakit.
3. Keterlibatan mikroorganisme
Berbagai mikroorganisme yang terlibat di rumah sakit
DEFINISI merupakan faktor risiko penyebab terjadinya infeksi
nosokomial.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau terjadi
di rumah sakit tersebut. Istilah infeksi nosokomial saat ini
banyak dikenal sebagai Hospital Acquired Infection (HAIs), EPIDEMIOLOGI
beberapa literaturjuga kerap menggunakan istilah Health
Care Associated Infections. Istilah-istilah yang digunakan Data dari WHO 2002 menyebutkan angka kejadian infeksi
ini untuk membedakannya dengan infeksi yang didapat nosokomial cukup tinggi untuk daerah Mediterania Timur

682
INFEKSI NOSOKOMIAL 683

(11,8%), Asia Tenggara (10%), Eropa (7,7%) dan Pasifil< berisiko tinggi, antara lain :
Barat (9,0%) dengan pola kuman lokal sesuai dari data 1. Pasien dengan status imun rendah.
masing-masing regio. 2. Pasien dengan komorbid penyakit kronik.
Data di Ameriksa Serikat menunjukkan , bahwa 37% 3. Penggunaan obat imunosupresan lama.
kejadian infeksi aliran darah (Blood Stream Infection = BSI) 4. Pasien-pasien usia lanjut.
di rumah sakit disebabkan oleh pemasangan instrumen 5. Pasien-pasien dengan penggunaan instrumen medik
medis. 2 1 % kejadian pneumonia nosokomial dan 8 1 % lama.
kejadian infeksi saluran kemih nosokomial disebabkan 6. Pasien-pasien dengan tatalaksana operasi besar dan
oleh pemasangan instrument medis. luka opreasi.
Sementara itu, data dari PPIRS-RSCM, menunjukkan
bahwa angka kejadian infeksi nosokomial pada tahun
2010 berupa infeksi aliran darah (Blood Stream Infections PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI
= BSI) mencapai 7,04 kejadian per 1000 pasien pada 8
hari pemasangan kateter vena sentral. Untuk infeksi Secara umum mikroorganisme penyebab infeksi pada
nosokomial saluran kemih mencapai 4,60 per 1000 pasien infeksi nosokomial berbeda dengan penyebab infeksi
pada 5 hari pemasangan kateter urin. Sedangkan infeksi pada komunitas. Mikroorganisme yang dijumpai pada
nosokomial saluran napas hanya dijumpai 1,24 per 1000 infeksi nosokomial umumnya lebih mengarah kepada
pasien pada 8 hari tirah baring. bakteri-bakteri Gram negatif dengan angka kejadian

Sementara itu, data pola kuman di bangsal perawatan multi atau pan resisten yang tinggi. Hal ini disebabkan

penyakit dalam RSCM, antara bulan Januari-Juni 2010 oleh karena terjadinya berbagai perubahan karakteristik

menunjukkan bahwa bakteri terbanyak yang dijumpai mikroorganisme di rumah sakit. Perubahan karakteristik

adalah Klebslelapneumoniae ss pneumoniae (16%), disusul mikroorganisme di rumah sakit, secara garis besar dapat

oleh Acinetobacter sp (11%), Pseudomonas sp ( 8%) dan E. disebabkan oleh :

coli (6%). Untuk bakteri gram positif jumlah isolat yang 1. Proses Endogenik
paling banyak dijumpai adalah S. epidermldis (6%). Temuan Pemberian antimikrobial dengan durasi dan adekuasi
isolat jamur, yaitu C. tropicalis dan C. albicans, masing- yang kurang tepat diduga menjadi salah satu penyebab
masing dijumpai sebanyak 5% dan 4 % . terjadinya perubahan karakteristik mikroorganisme.
Hal ini bisa terjadi melalui perubahan karakter dinding
sel, perubahan sintesa-sintesa protein mikroorganisme
C a r a P e n u l a r a n Infeksi N o s o k o m i a l
dan sebagainya, yang berdampak kepada perubahan
Pada infeksi nosokomial, penularan dapat terjadi melalui :
pola resistensi mikroorganisme di rumah sakit.
1. Cross-infection, penularan ini dapat terjadi secara :
a. Langsung, yaitu penularan yang terjadi akibat 2. Proses Eksogenik

kontak langsung antara satu pasien dengan Terjadinya mutasi genetik pada mikroorganisme

pasien lainnya, atau dari tenaga kesehatan kepada di r u m a h sakit, t e r n y a t a d a p a t d i t r a n s f e r dari

pasien. m i k r o o r g a n i s m e y a n g satu ke m i k r o o r g a n i s m e
yang lain melalui transfer plasmid dan transposon.
b. Tidak langsung, yaitu melalui udara (airborne), atau
Transfer genetik dari mikroorganisme yang telah
melalui berbagai instrumen medik, atau fecal oral
mengalami resistensi terhadap antibiotik multipel
(disebut vehicle borne) yang terkontaminasi.
kepada mikroorganisme lainnya, tentunya juga akan
c. Auto infection, yaitu infeksi diri sendiri, dimana
mengubah pola resistensi mikroorganisme di rumah
kuman sudah ada pada pasien menginfeksi pasien
sakit.
itu sendiri melalui suatu migrasi yang dapat
terjadi dengan berbagai cara. Terjadinya b e r b a g a i p e r u b a h a n pola resistensi
2. Harus diketahui bahwa, infeksi nosokomial tidak mikroorganisme ini menyebabkan tatalaksana antimikrobial
hanya melibatkan pasien rawat, namun juga seluruh pada infeksi nosokomial berbeda dengan infeksi yang terjadi
tenaga kesehatan di rumah sakit, serta penunggu di masyarakat. Infeksi oleh berbagai mikroorganisme yang
dan p e n g u n j u n g p a s i e n , b a h k a n j u g a p e g a w a i sudah mengalami multiresisten atau bahkan panresisten
administratif rumah sakit. Infeksi ini, kemudian juga di rumah sakit juga kerap menimbulkan kesulitan dalam
dapat terbawa ke tengah-tengah komunitas. tatalaksana dan terapi. Gejala klinis yang tidak kunjung
membaik paska terapi antimikrobial, atau gejala klinis yang
Pejamu yang Berisiko Mengalami Infeksi memberat akibat adanya enzim tertentu yang dihasilkan
Nosokomial oleh m i k r o o r g a n i s m e t e r t e n t u , misalnya : Phantom
D i t i n j a u dari segi p e j a m u n y a , i n f e k s i nosokomial Valentine Leucocydin yang dihasilkan oleh kuman MRSA,
merupakan hal yang harus diperhitungkan pada pasien dapat memperburuk tanda dan gejala klinis yang timbul.
684 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

G A M B A R A N KLINIS U M U M ( M R S A ) , Methlcillln Resistant Stahpylococcus


epidermidis (MRSE) atau Vancomycin Resistant
Secara umum gambaran klinis infeksi nosokomial ditandai Enterococcl (VRE).
dengan perburukan kondisi infeksi pasien. Keluhan nyeri 2. Virus
berkemih yang mendadak terjadi pada pasien-pasien Berbagai virus yang dapat menjadi penyebab infeksi
usia lanjut y a n g dirawat di rumah sakit m e r u p a k a n nosokomial melalui berbagai perantara :
tanda-tanda yang harus diperhatikan pada saat kejadian a. Kontak langsung, antara lain :
infeksi nosokomial. Demikian pula dengan demam yang Herpes simplex, varicela
tiba-tiba muncul disertai dengan tanda-tanda radang di b. Air borne, antara lain :
tempat infus seperti flebitis, juga merupakan tanda-tanda Virus influenza, a d e n o v i r u s , varicela, rubela,
yang harus diwaspadai karena dapat menjadi pertanda mumps
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh pasien. Pasien- c. Vehicle borne, antara lain :
pasien paska operasi yang tidak mengalami penyebuhan Melalui instrumen medik (kateter, atau alat-
luka secara adekuat, bahkan mengalami demam disertai alat bedah), antara lain :
dengan produksi pus yang banyak pada tempat operasi Cytomegalovirus (CMV), Human Immuno-
juga dapat merupakan tanda terjadinya infeksi nosokomial deficiency Virus (HIV), Hepatitis B dan C
pada luka operasi. Fecal Oral, antara lain :
Diare akut yang terjadi pada pasien-pasien yang Enterovirus, Hepatitis A, Rotavirus
menjalani perawatan lama di rumah sakit. Gejala klinis yang 3. Parasit dan Jamur
baru muncul di rumah sakit ini harus bukan merupakan a. I n f e k s i p a r a s i t di r u m a h s a k i t , walaupun
gejala klinis dari infeksi tertentu yang masih berada pada j a r a n g , namun dapat terjadi melalui berbagai
masa inkubasi pada saat pasien masuk ke rumah sakit. perantara.
Demam yang tiba-tiba muncul pada terapi antibiotika Kontak langsung, misalnya : skabies
yang sudah adekuat, batuk dengan sputum purulen, serta b. Vehicle borne {fecal-oral), misalnya : Giardia
menurunnya berbagai kondisi lain yang menunjukkan lamblia
adanya infeksi baru di rumah sakit merupakan gambaran Sedangkan infeksi jamur yang tersering adalah infeksi
klinis yang secara umum dapat terlihat pada kejadian Candida sp yang kerap terjadi melalui vehicle borne,
infeksi nosokomial. Munculnya gambaran infiltrat baru yaitu instrumen medik. Angka kejadian tertinggi
kerap menjadi standar yang cukup patognomonis bagi penularan Candida sp terjadi melalui penggunaan
kejadian infeksi paru nosokomial, atau yang sekarang Central Venous Catheter (CVC), walaupun mungkin
lebih dikenal sebagai Health Care-Associated Pneumonia dapat terjadi pula melalui penggunaan instrumen
(HCAP), atau infeksi paru terkait pemasangan ventilator, medik lain, seperti kateter urin, atau bahkan melalui
yang dikenal sebagai Ventilator Acquired Pneumonia selang-selang infus.
(VAP).

DIAGNOSIS
ETIOLOGI
Diagnosis Kerja
Berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur dan
Diagnosis kerja merupakan hal yang harus ditegakkan
bahkan parasit harus dipikirkan menjadi penyebab pada
sebelum dilakukan pemberian antimikrobial empirik.
infeksi nosokomial.
B e r b a g a i hal y a n g h a r u s d i p e r t i m b a n g k a n dalam
Penyebab :
menegakkan diagnosis kerja antara lain :
1. Bakteri, dibedakan menjadi
1. Fokus infeksi
a. Gram negatif, yang tersering antara lain adalah
Saat ini terdapat berbagai fokus infeksi yang dapat
Proteus sp, E.coli, Klebslela sp, Pseudomonas dan
terjadi pada infeksi nosokomial, antara lain :
Aclnetobacter sp.
a. Saluran kemih
b. Gram positif, saat ini bakteri Gram positif j u g a
Hal ini sering terkait dengan pemasangan kateter
mendapat perhatian khusus sebagai penyebab
urin yang kurang higienis, atau kateter urin yang
infeksi nosokomial. Dalam hal ini, bakteri Gram
waktu penggunaannya melebihi batas waktu
positif yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
penggunaan yang telah ditentukan.
nosokomial adalah bakteri Gram positif yang sering
b. Kulit dan jaringan lunak, antara lain mencakup :
sudah mengalami multiresistensi antibiotika,
Flebitis, terkait dengan pemasangan instrumen-
seperti Methlcillln Resistant Staphylococcus aureus
instrumen medis seperti kateter vena perifer
INFEKSI NOSOKOMIAL 685

(selang infus), CVC, dan sebagainya. terutama melalui penggunaan ventilator dan alat
Luka operasi. bantu napas lain.
c. Aliran Darah {Blood Stream Infections = BSIs) 2. Pola Resistensi dan Sensitivitas Mikroorganisme Lokal
Infeksi pada aliran darah umumnya terjadi akibat Pola resistensi dan sensitivitas mikroorganisme
m a s u k n y a k u m a n dari b e r b a g a i instrumen lokal/setempat (rumah sakit) tentunya merupakan
medis. data penting yang diperlukan dalam menegakkan
d. Saluran Cerna dan Intraabdomen diagnosis dan terkait dengan rencana pemberian
Infeksi nosokomial d e n g a n fokus di saluran antimikroba secara empirik.
cerna umumnya terjadi akibat penularan secara
fecal-oral, atau penggunaan antibiotika lama, D i a g n o s i s Definitif
d i m a n a k e m u d i a n terjadi infeksi oleh flora Diagnosis definitif merupakan diagnosis yang penting
normal usus atau infeksi oleh mikroorganisme dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi nosokomial.
anaerob seperti C difficile. Sedangkan infeksi Diagnosis definitif penyebab infeksi dilakukan melalui
di i n t r a a b d o m e n d a p a t terjadi a n t a r a lain p e m e r i k s a a n kultur m i k r o o r g a n i s m e dari b e r b a g a i
oleh karena pemasangan drainage di daerah spesimen yang diduga menjadi sumber infeksi. Namun
abdomen, atau translokasi mikroorganisme usus y a n g harus menjadi catatan penting di sini a d a l a h
ke rongga peritoneum. bahwa klinisi harus mampu membedakan apakah kultur
e. Saluran Napas mikroorganisme yang diambil tersebut memang benar
Infeksi nosokomial pada saluran napas, dapat merupakan penyebab infeksinya ataukah hanya sekedar
terjadi pada saluran napas atas atau saluran napas kolonisasi saja. Hal seperti ini sangat penting untuk
bawah. Infeksi nosokomial pada saluran napas mendapat perhatian, supaya antibiotika tidak diberikan
dapat terjadi secara airborne atau vehicle borne. dengan indikasi yang salah.

Tabel 1. Berbagai Macam Pemeriksaan Spesimen pada Infeksi Nosokomial


Material Metode Keterangan
Pus Anaerobic transport tube atau sempit steril Pewarnaan Gram dan kultur untuk kuman
Darah 2 tabung reaksi [bottle kit) 10% v/v darah
Urin Midstream, kateter atau pungsi supra pubik dalam Setiap tabung diperiksa
botol steril dalam waktu 2 jam
Sputum Tabung steril Pewarnaan Gram sebelum kultur
Jaringan Pengambilan yang steril, dalam tabung steril yang Dikerjakan pemeriksaan dalam waktu 30 menit setelah
tertutup pengambilan bahan
Tinja Tinja yang segar sebaiknya diambil dengan rectal swab Dispesifikasi bila diduga terdapat kuman
Rongga hidung Swab rongga hidung depan Jarang dilakukan
Orofaring Aspirasi trakea transthoracal bronchoscopy Interpretasi sulit (kontaminasi)

Tabel 2 Definisi Infeksi Definitif pada Infeksi Nosokomial Menururt PPIRS


Tempat infeksi Kriteria infeksi Keterangan
Darah Kultur positif Kontaminasi harus disingkirkan
Urin Koloni bakteri >10VmL Jumlah yang lebih rendah dapat diterima bila disokong
dengan gejala yang sesuai
Luka operasi Pus pada luka insisi Luka infeksi yang dalam dan selulitis akan diklasifikasi terpisah
Luka lain Terdapat pus Termasuk dekubitus, trakeostomi
Luka bakar >10 juta organisme / I g r a m jaringan Keberhasilan skin graft akan lebih besar bila jumlah jumlah
biopsi bakteri <10V1 gram jaringan
Paru-paru Infiltrat yang baru pada foto paru yang tidak Gejala klinis harus sesuai, harus disingkirkan penyakit
ada pada waktu masuk RS, dihubungkan lain seperti atelektasis atau emboli paru dengan dengan
dengan produksi sputum yang baru infark
Intestinal Kultur positif untuk patogen atau diare yang Kuman patogen seperti. Salmonella, Shigella, E coll
tidak dapat diterangkan, lebih dari 2 hari pathogen, dan sebagainya
Lain-lain: Sesuai dengan gejala klinis masing-
Hepatitis, infeksi saluran masing penyakit
napas atas, peritonitis
686 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

KLASIFIKASI BERDASARKAN FOKUS INFEKSI negatif Pada bentukan-bentukan abses harus diwaspadai
NOSOKOMIAL pula mikroorganisme anaerob.
Tatalaksana yang dapat diberikan adalah berupa
Sumber infeksi pada infeksi nosokomial sangat penting pemberian antibiotik broad spectrum Gram positif atau
untuk ditentukan, oleh karena hal ini nantinya akan G r a m negatif. Pemberian antibiotika flukloksasiklin,
berkaitan d e n g a n pemilihan a n t i b i o t i k a . Pemberian klindamisin atau klaritromisin dapat dilakukan pada
antibiotika tentunya disesuaikan dengan farmakodinamik sangkaan penyebab mikroorganisme Gram positif
dan farmakokinetik antibiotika tersebut, dimana harus Sedangkan pemberian antibiotika golongan
dipilih antibiotika yang memiliki penetrasi tinggi pada glikopeptida (Vankomisin, teikoplanin) atau oxazolindinon
organ-organ yang menjadi fokus infeksi. (Linezolid) dapat diberikan untuk eradikasi mikroorganisme
Gram positif yang multi resisten seperti MRSA dan MRSE
Infeksi N o s o k o m i a l S a l u r a n K e m i h bila memang terbukti sebagai penyebab infeksi.
Infeksi s a l u r a n kemih y a n g didapat di rumah sakit T a t a l a k s a n a infeksi luka o p e r a s i y a n g b e r s i f a t
umumnya dikaitkan dengan : polimikrobial dan sistemik membutuhkan pemberian
1. Penggunaan Kateter Urin yang Lama atau Tidak antibiotika dengan cara de-eskalasi. Antibiotika broad
Steril spectrum untuk mikroorganisme Gram positif dan negatif
Kerap disebut sebagai Catheter Associated Urinary yang multi resisten diberikan untuk kemudian disempitkan
Tract Infections (CAUTI). spektrumnya berdasarkan temuan kultur mikroorganisme
2. Imobilisasi Lama penyebabnya.
Hal ini sering terjadi pada pasien-pasien lanjut usia. Pencegahan terjadinya luka operasi tentunya harus
Diagnosis ditegakkan melalui tampilan klinis, dimana dilakukan dari awal, yaitu dengan cara sterilisasi alat-alat
terjadi disuria, hematuria, demam, dan tanda-tanda klinis operasi yang baik dan sesuai standar, serta meminimalkan
infeksi lainnya. Secara definitif infeksi ini dibuktikan kontaminasi luka operasi dengan cara perawtan luka yang
melalui pemeriksaan urin, dimana ditemukan > 100.000 baik dan higienis.
kuman tunggal.
Mayoritas kuman penyebab umumnya adalah Infeksi A l i r a n D a r a h {Blood Stream Infections =
Uro-Pathogenic E.coli (UPEC) dan Proteus sp. Antibiotik BSIs) Terkait K a t e t e r V a s k u l a r
empirik y a n g u m u m n y a diberikan antara lain dapat Pada BSIs, saat ini dikenal 2 etiologi, yaitu : primary Blood
berupa cephalosporin generasi ketiga, fluoroqulnolon, Stream Infections (primary BSIs) dan secondary BSIs. Primary
trlmetoprlm-sulfametoksazole atau pemberian antibiotik BSIs dikaitkan dengan infeksi mikroorganisme yang terkait
anti betalaktamase bila terdapat kecurigaan Extended dengan penggunaan kateter-kateter vaskular
Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) Pada primary BSIs kerap juga sering dijumpai auto
Pencegahan infeksi nosokomial saluran kemih dapat infeksi S. aureus, dimana terjadi perpindahan S. aureus
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain : selaku k u m a n di kulit ke dalam blood stream pada
Penggunaan kateter urin yang steril. tempat tusukan kateter Infeksi jamur sistemik juga harus
Penggunaan kateter urin harus sesuai dengan waktu dipikirkan pada pasien-pasien yang menggunakan kateter
yang ditentukan. vena jugularis lama.
Irigasi cairan kateter urin harus diperhatikan. Sedangkan secondary BSIs terkait dengan sumber
Fisioterapi dan mobilisasi bertahap pada pasien- i n f e k s i di t e m p a t l a i n , k e m u d i a n mikroorganisme
pasien yang mengalami imobilisasi. t e r s e b u t masuk ke d a l a m aliran d a r a h . P e m b e r i a n
Edukasi pekerja rumah sakit dalam mengelola kateter antibiotika pada BSIs karena infeksi nosokomial j u g a
urin, dan pasien-pasien dengan imobilisasi. harus meliputi antibiotika-antibiotika spektrum luas
yang j u g a mampu mengeliminasi bakteri-bakteri multi
Infeksi L u k a O p e r a s i {Surgical Site Infection) dan pan resisten.
Infeksi luka operasi seringkali terjadi pada pasien-pasien Disamping itu harus pula dipikirkan kemungkinan
yang menjalani operasi-operasi besar Infeksi luka operasi terjadinya infeksi j a m u r sistemik, terutama pada pasien-
umumnya bermanifestasi lokal sebagai infeksi kulit dan pasien yang dipasang Central Venous Catheter (CVC).
jaringan lunak (Skin and Soft Tissue Infection = SSTI), A n g k a kejadian kandidiasis sistemik tercatat paling
infeksi pada organ-organ dalam, atau dapat pula menjadi t i n g g i pada p e n g g u n a a n C V C , d i m a n a k a n d i d i a s i s
sistemik. Tanda dan gejala klinis infeksi berupa pus yang sistemik dapat terjadi pada pasien-pasien non
produktif pada luka operasi, abses, atau bahkan timbul neutropenik.
tanda-tanda infeksi sistemik yang berat. Mikroorganisme Terapi empirik u m u m n y a dapat d i b e r i k a n pada
penyebab umumnya berupa gram positif di kulit atau gram p a s i e n - p a s i e n d e n g a n p e r a w a t a n >96 j a m , d e n g a n
INFEKSI NOSOKOMIAL 687

berbagai komorbid dan faktor risiko infeksi jamur (seperti Health Care-Associated clAI dijumpai di rumah
pemasangan CVC lama, atau penggunaan antibiotik lama sakit umumnya sebagai komplikasi pemasangan selang
sebelumnya) yang disertai dengan timbulnya gejala klinis i n t r a - a b d o m i n a l , drainage, peritoneal dialisis, paska
umum seperti demam dan leukositosis. pembedahan dan sebagainya, yang dapat bermanifestasi
S e d a n g k a n t e r a p i p r e - e m t i f anti j a m u r dapat sebagai abses atau peritonitis u m u m . Pemberian
diberikan pada pasien-pasien dengan berbagai faktor antibiotika empirik bagi bakteri gram negatif dan positif
risiko perawatan > 96 j a m dengan temuan kolonisasi dengan multi resistensi direkomendasikan pada kasus-
j a m u r multipel. Seringkali BSIs karena j a m u r kurang kasus Health Care-Associated clAI.
mendapat perhatian yang serius dari para klinisi, sehingga
hal ini menyebabkan tingginya mortalitas infeksi jamur Hospital Acquired pneumonia (HAP)/Heo/fA» Care-
sistemik. Associated Pneumonia (HCAP)
Pencegahan terhadap terjadinya BSIs dapat dilakukan Pneumomia yang terjadi di rumah sakit saat ini dikenal
dengan : dengan nama Hospital Acquired Pneumonia (HAP) atau
1. Melakukan pemberian antiseptik pada tempat-tempat Health Care-Associated Pneumonia (HCAP). Angka HAP
yang akan diinsersi oleh jarum kateter. juga terhitung tinggi di ICU, terutama pada pasien-pasien
2. Sedapat mungkin menggunakan akses-akses vena dengan pengunaan ventilator (dikenal dengan Ventilator
perifer dibandingkan dengan vena-vena sentral. Acquired Pneumonla=\lf\P). Berdasarkan onsetnya, saat
3. Jika harus menggunakan a k s e s s e n t r a l , sebaiknya ini dikenal 2 onset terjadinya HAP/VAR yaitu early onset
menggunakan jalur subklavia ketimbang jalur dan late onset.
jugalaris. HAP/VAP early onset terjadi dalam waktu 4 hari
4. Tidak menggunakan antibiotika topikal pada tempat- pemasangan ventilator, dalam hal ini kuman Gram positif
tempat insersi kateter vena. seperti S. aureus sensitif metisilin {Methlcillln Sensitive
5. Pencegahan yang lain, berupa : penerapan prosedur Staphylococcus aureus - MSSA), atau pneumococcus
yang benar dalam pemasangan kateter-kateter di masih harus dipertimbangkan disamping kuman Gram
pembuluh darah, serta melakukan tindakan sterilisasi negatif seperti H. Influenzae, dan Iain-Iain. Oleh karena
yang sesuai standar pada pasien-pasien yang harus itu pada HAP/VAP early onset harus dipertimbangkan
menjalani pemasangan kateter-kateter vena atau antibiotika yang memiliki spektrum luas, yaitu yang dapat
pembuluh darah. mengeliminasi bakteri-bakteri gram positif dan negatif,
seperti cephalosporin generasi ketiga, atau respiratory
Infeksi Nosokomial Saluran Cerna dan Health tract quinolon seperti levofloksasin.
Care-Associated Complicated Intraabdominal HAP/VAP late onset adalah HAP/VAP yang terjadi
Infection (Health Care-Associated clAI) pada waktu dari 4 hari p e n g g u n a a n ventilator atau
Infeksi pada saluran cerna yang didapat di rumah sakit p e n g g u n a a n antibiotika di rumah sakit. Pada HAP/
sering dihubungkan dengan hygienis makanan pasien VAP late onset penyebab kuman gram negatif seperti
yang kurang baik. Penyebab lain yang sering dijumpai Klebslela, Pseudomonas sp atau Aclnetobacter sp harus
pada infeksi saluran cerna didapat di rumah sakit adalah lebih dipikirkan. Pola kuman pada HAP/VAP late onset
adanya infeksi Clostridium difficile. Infeksi C. difficile kerap pun u m u m n y a c e n d e r u n g lebih r e s i s t e n t e r h a d a p
dikaitkan dengan penggunaan antibiotika lama, atau juga antibiotika. Oleh karenanya antibiotika yang diberikan
obat-obat kemoterapi lama yang menyebabkan kematian pun harus mampu mencakup kuman-kuman resisten
flora normal usus. seperti Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), multi/
Infeksi C. difficile ditandai dengan diare akut cair, pan resistant Pseudomonas sp dan Aclnetobacter sp,
jarang berdarah. Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit dan bahkan j u g a Methlcillln Resistant Staphylococcus
dengan penggunaan antibiotika lama dengan keluhan aureus (MRSA) dan Methlcillln Resistant Staphylococcus
klinis diare patut dicurigai mengalami infeksi C. difficile. epidermidis (MRSE).
Diagnostik umumnya ditegakkan melalui P e n c e g a h a n t e r j a d i n y a V A P a n t a r a lain d a p a t
pemeriksaan kultur feses, ataupun ditemukannya kolitis dilakukan dengan memposisikan pasien setengah
p s e u d o m e m b r a n o s a pada pemeriksaan kolonoskopi. b e r b a r i n g {Semi-Recumbent), mencegah terjadinya
Pemberian metronidazol oral saat ini masih menjadi akumulasi sputum, atau juga penggunaan ranjang khusus
pilihan utama terapi C. difficile. Adanya resistensi C. difficile {oscillating bed). Terjadinya peningkatan asam lambung
terhadap metronidazol patut dicurigai apabila tidak j u g a sering dikaitkan sebagai salah satu faktor risiko
dijumpai perbaikan klinis paska pemberian metronidazol. terjadinya VAP Hal ini dikarenakan mampu menyebabkan
Pada kondisi seperti ini vankomisin direkomendasikan terbentuknya kolonisasi kuman atau translokasi kuman
untuk diberikan. lambung.
688 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

el 3. Rekomendasi IDSA untuk clAI 2010


Regimen
Organisms seen in health C e f t a z i d i m e or
Piperacillin-
care-associated infection at Carbapenem cefepime, each with Aminoglycoside Vancomycin
tazobactam
the local institution metronidazole
<20% Resistant Resudomonas
aeruginosa, ESBL-producing
Enterobacteriaceae, Recommended Recommended Recommended Not recommended Not recommnded
Acinetobacter, or other MDR
GNB
ESBL-producing Entero-
Recommended Recommended Not recommended Recommended Not recommended
bacteriaceae
p. aeruginosa >20% resistant
Recommended Recommended Not recommended Recommended Not recommended
to ceftazidime
Not Not
MRSA Not recommended Not recommended Recommended
recommended recommended
Solomkin JS, et al. Clinical Infectious Diseases 2010; 50:133-64

Tabel 4. Manajemen HAP dan VAP Tanpa Faktor Risiko Patogen Resisten Onset Dini dengan Berbagai Derajat Beratnya
Penyakit, Rekomendasi ATS 2004

Potential Pathogen Rekomendasi Antibiotik


Streptococcus pneumoniae' Ceftriaxone
Haemophilus influenzae Atau
Methicillin-sensitive Staphylococcus aureus Levofloxacin, moxifloxacin, atau ciprofloxacin
Antibiotic-sensitive enteric gram-negative bacilli Atau
Escherichia coli Ampicillin/sulbactam
Klebsiella pneumoniae Atau
Enterobacter species Ertapenem
Proteus species
Serratia marcescens
*Kejadian S. pneumoniae resisten penisilin dan MDR S. Pneumoniae meningkat, levofloksasin atau moxifloksasin merupakan pilihan yang
lebih baik dibandingkan dengan ciprofloksasin, sementara itu gatifloksasin belum memiliki bukti secara empirik dalam penggunaan
dengan indikasi seperti tersebut di atas

Tabel 5. Antibiotik Inisial Empirik pada HAP dan Ventilator Associated Pneumonia (VAP) Onset Lambat dengan Risiko
infeksi Patogen Multidrug Resistant dengan Berbagai Derajat Beratnya Penyakit, Rekomendasi ATS 2004 ^
Potential Pathogens Terapi Kombinasi Antibiotik'
Pathogens listed in Table 3 and MDR pathogens Antipseudomonal cephalosporin (cefepime, ceftazidime)
Pseudomonas aeruginosa atau
Klebsiella pneumoniae (ESBL*)* Antipseudomonal carbepenem
Acinetobacter species* (imipenem or meropenem)
atau
b-Lactam/b-lactamase inhibitor
(piperacillin-tazobactam) plus
Antipseudomonal fluoroquinolone*
(ciprofloxacin or levofloxacin)
Atau
Aminoglycoside
(amikacin, gentamicin, or tobramycin)
Plus
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) Linezolid or vancomycin"
Legionella pneumophila^
*Pasien dengan tersangka infeksi ESBL, maka pilihan utamanya adalah golongan karbapenem. Bila tersangka penyebab infeksi adalah
L. pneumophila, maka regimen kombinasi mencakup makrolid (seperti azitromisin) atau fluorquinolon (seperti ciprofloksasin atau
levofloksasin) lebih direkomendasikan dibandingkan golongan aminoglikosida
* Digunakan bila ada faktor risiko infeksi MRSA
INFEKSI NOSOKOMIAL 689

PENATALAKSANAAN UMUM INFEKSI NOSOKOMIAL gejala dan tanda klinis yang relatif stabil. Pemberian
antibiotika dimulai dengan antibiotika yang bersifat
Hal pertama yang harus diperhatikan pada tatalaksana narrow spectrum, namun apabila pada pemantauan
infeksi nosokomial secara umum adalah sedapat mungkin berikutnya terjadi perburukan keadaan umum pasien,
mengevakuasi faktor risiko penyebab infeksinya, misalnya maka pemberian antibiotika dinaikkan kepada
pada penggantian kateter vaskular, kateter vena jugular antibiotika yang memiliki spektrum lebih luas.
atau kateter urin yang telah lama digunakan. Sterilisasi 2. Cara De-eskalasi
instrumen-instrumen rumah sakit menjadi sesuatu yang P e m b e r i a n a n t i b i o t i k a d e n g a n cara d e - e s k a l a s i
vital yang harus dilakukan. dilakukan pada pasien-pasien infeksi nosokomial
dengan gejala dan tanda klinis yang tidak stabil dan
Isolasi mengancam. Pada awal segera diberikan antibiotika
Tindakan isolasi pasien perlu dilakukan, baik bagi pasien- yang broad spectrum, yang kemudian diturunkan (de-
pasien yang dijumpai kolonisasi mikroorganisme multi/pan eskalasi) kepada antibiotika sesuai temuan definitif
resisten, ataupun yang terinfeksi mikroorganisme multi/ bakteri penyebab, lengkap dengan resistensi dan
pan resisten. Pada pasien-pasien yang dijumpai kolonisasi sensitivitas terhadap antibiotiknya.
mikroorganisme multi/pan resisten sebenarnya tidak
memerlukan eradikasi antibiotika empirik ataupun definitif Pemberian Antibiotika Definitif
N a m u n , pada pasien yang demikian wajib dilakukan Antibiotika definitif adalah antibiotika yang diberikan
tindakan dekolonisasi dengan antiseptic bath. berdasarkan kepada t e m u a n bakteri kultur, lengkap
dengan sensitifitas dan resistensinya. Pemberian antibiotika
Tatalaksana umum Infeksi Bakteri Nosokomial definitif merupakan kelanjutkan dari pemberian antibiotika
Infeksi bakteri tercatat sebagai penyebab infeksi empirik. Pemberian antibiotika secara definitif dilakukan
nosokomial tertinggi hingga saat ini. Pemberian antibiotika d e n g a n tujuan m e m p e r s e m p i t spektrum antibiotika
yang tepat guna amat dibutuhkan dalam pengelolaan sesuai t e m u a n b a k t e r i n y a , s e h i n g g a meningkatkan
infeksi bakteri nosokomial. efektifitas eradikasi bakteri. Antibiotika Definitif dapat
Secara umum, indikasi tatalaksana antibiotika pada diberikan sampai kondisi pasien menunjukkan tanda-tanda
pasien-pasien yang terpapar infeksi nosokomial di rumah perbaikan klinis
sakit dapat dibedakan menjadi 3 indikasi (sesuai indikasi
umum antibiotika), yaitu : Antibiotika pada Bakteri-bakteri Resisten pada
1. Pemberian Antibiotika Profilaksis. Infeksi Nosokomial
2. Pemberian Antibiotika Empirik. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bakteri pada
3. Pemberian Antibiotika Definitif. infeksi nosokomial kerap bersifat resisten t e r h a d a p
a n t i b i o t i k a - a n t i b i o t i k a g o l o n g a n b e t a l a k t a m . Kerap
Pemberian Antibiotika Profilaksis dijumpai K. pneumoniae dan E. coli yang berkategori
Antibiotika profilaksis umumnya diberikan pada pejamu ESBL atau Multi-Drug Resistant (MDR) Pseudomonas sp,
yang imunokompeten, tanpa gejala klinis infeksi yang MDR Aclnetobacter sp serta munculnya strain-strain baru
jelas, namun berada dalam situasi yang cenderung dapat yang resisten terhadap antibiotika golongan karbapenem,
terinfeksi, misalnya pada pasien-pasien imunokompeten s e p e r t i Klebslela pneumonia Carbapenemase (KPC)
yang menjalani operasi besar. Oleh karena itu, pada atau Enterobacterlceae carbapenemase harus menjadi
pasien-pasien demikian ini dimungkinkan untuk diberikan pertimbangan tersendiri dalam pemberian antibiotika
tatalaksana antibiotika. empirik infeksi nosokomial.
Antibiotika golongan karbapenem atau antibiotika
Pemberian Antibiotika Empirik yang dikombinasi dengan antibetalaktamase, seperti
Pemberian antibiotika empirik adalah pemberian t a z o b a c t a m , sulbaktam atau asam klavulanat dapat
antibiotika pada pejamu yang telah menampakkan gejala diberikan pada infeksi nosokomial dengan perkiraan
klinis infeksi, namun belum diketahui secara pasti kuman a d a n y a bakteri-bakteri ESBL. S e d a n g k a n antibiotika
penyebab infeksinya. Pemberian antibiotika empirik golongan glikopeptida seperti vankomisin, teikoplanin,
didasarkan pada studi-studi pola kuman yang berlaku. atau golongan oxazolindinon seperti linezoloid dapat
Pemberian antibiotika empirik pada infeksi nosokomial dipertimbangkan pada infeksi-infeksi MRSA.
secara umum dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : Linezolid y a n g m e m i l i k i narrow spectrum pada
1. Cara Eskalasi k u m a n g r a m positif, j u g a d a p a t dipertimbangkan
Pemberian antibiotika dengan cara eskalasi dilakukan untuk e r a d i k a s i k u m a n - k u m a n s e p e r t i Vancomycin
pada p a s i e n - p a s i e n infeksi n o s o k o m i a l d e n g a n Resistant Staphylococcus aureus (VRSA) atau Vancomycin
690 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Resistant Enterococcus (VRE). Pada m i k r o o r g a n i s m e - Pemberian Antijamur Pre-emptive


mikroorganisme carbapenemase yang resisten Pemberian antijamur pre-emptive pada infeksi j a m u r
terhadap karbapenem, pemberian antibiotika golongan nosokomial Candida sp menurut berbagai rekomendasi
aminoglikosida, tigesiklin, asam klavulanat, atau kolistin antara lain diberikan pada keadaan perawatan di rumah
dapat direkomendasikan. s a k i t > 96 j a m d e n g a n k o n d i s i imunokompromis,
pengunaan steroid atau antibiotik broad spectrum lama,
A n t i b i o t i k a p a d a Febril N e t r o p e n i a di R u m a h Sakit operasi besar a b d o m e n atau y a n g lainnya, d i m a n a
Pada individu-individu dengan febril netropenia, yang ditemukan multikolonisasi jamur. Pada kondisi demikian,
menjalani perawatan di rumah sakit, maka pemberian sekalipun tanpa gejala klinis yang jelas, maka pemberian
antibiotika empirik pun harus dilakukan. Ceftazidim, obat antijamur dapat dikedepankan.
piperasilin-tazobaktam, cefepime, dan karbapenem
merupakan antibiotika yang direkomendasikan untuk Pemberian Antijamur Empirik
kasus-kasus febril netropenia. Secara empirik, berbagai r e k o m e n d a s i menjelaskan
bahwa pemberian anti jamur empirik untuk Candida sp
T a t a l a k s a n a U m u m Infeksi V i r u s N o s o k o m i a l dapat diberikan pada pejamu yang menampakkan tanda
Secara u m u m infeksi virus m e r u p a k a n infeksi y a n g dan gejala jelas infeksi dengan keadaan perawatan di
bersifat self limiting disease. Namun, yang jelas di sini rumah sakit > 96 j a m dengan kondisi imunokompromis,
a d a l a h , bila terjadi infeksi virus yang terjadi secara pengunaan steroid atau antibiotik broad spectrum lama,
nosokomial, maka isolasi pada pasien yang terjangkit operasi besar abdomen atau yang lainnya, tanpa dijumpai
harus segera dilakukan, apalagi bila penularan virus-virus multikolonisasi jamur.
tersebut dapat diperantarai secara air borne. Pemberian Pemberian antijamur empirik golongan echinocandin
anti virus hingga saat ini belum menjadi suatu guideline atau golongan azol dapat direkomendasikan pada kasus
yang menetap, kecuali pada infeksi-infeksi virus yang kandidiasis sistemik dan invasif sedangkan amfoterisin-B
berat dan mengancam, seperti misalnya SARS atau avian memiliki spektrum yang lebih luas, yang dapat digunakan
influenza. pada k a s u s - k a s u s k a n d i d i a s i s , h i s t o p l a s m o s i s atau
kriptokokosis sistemik dan invasif pada pasien-pasien
T a t a l a k s a n a U m u m Infeksi J a m u r N o s o k o m i a l dengan imunokompromis.
Infeksi j a m u r yang tercatat paling sering pada infeksi
nosokomial adalah infeksi Candida sp. Infeksi j a m u r P e m b e r i a n A n t i j a m u r Definitif
sendiri, khususnya Candida sp memiliki 3 manifestasi Pemberian antijamur definitif diberikan pada pasien-pasien
klinik, yaitu : yang memang telah terbukti secara definitif mengalami
1. Superfisial infeksi j a m u r nosokomial, yaitu dengan ditemukannya
2. Sistemik jamur dari berbagai kultur dari berbagai spesimen yang
3. Invasif membuktikan adanya infeksi jamur.
Pada infeksi j a m u r nosokomial oleh Candida sp,
seringkali terjadi infeksi sistemik dan invasif Infeksi
j a m u r nosokomial harus diwaspadai pada pejamu PANITIA PENGENDALI INFEKSI R U M A H SAKIT
imunokompeten dengan berbagai instrumen medik yang (PPIRS)
terpasang (terutama CVC) atau juga pada pejamu dengan
netropenia. Sesuai persyaratan dari Depkes, rumah sakit di Indonesia
Secara umum, pada infeksi jamur nosokomial j u g a diharuskan mempunyai Panitia Pengendali Infeksi Rumah
dikenal 4 indikasi pemberian, yaitu : Sakit (PPIRS). Tujuan dari PPIRS ini adalah mengkoordinasi
1. Pemberian antijamur profilaksis berbagai pihak dan elemen untuk melaksanakan
2. Pemberian antijamur pre-emptive pengendalian infeksi di rumah sakit, dimana hal ini harus
3. Pemberian antijamur empirik dilakukan untuk menurunkan angka kejadian infeksi
4. Pemberian antijamur definitif nosokomial. Berbagai surveillance infeksi didapat di
rumah sakit harus dilakukan untuk mengetahui pola
P e m b e r i a n A n t i j a m u r Profilaksis mikroorganisme, masalah di lapangan, serta juga untuk
IDSA 2009 menekankan, pemberian antijamur profilaksis mengevaluasi kinerja PPIRS.
(terutama terhadap Candida sp) dapat diberikan pada Wenzel RP menuliskan bahwa tim pengendali infeksi
pejamu y a n g berisiko tinggi (pasien-pasien d e n g a n rumah sakit sebaiknya terdiri dari ahli epidemiologi rumah
n e t r o p e n i a ) , t e r p a p a r d e n g a n k e m u n g k i n a n infeksi sakit, ahli mikrobiologi, perawat terlatih, ahli farmasi,
jamur. teknisi komputer serta ahli biostatistik. Masing-masing
INFEKSI NOSOKOMIAL 691

komponen tersebut harus bekerja sama sesuai dengan Krieger JN et al. Urinary tract etiology of blood infections in
hospitalized patients. J Infect Dis 1986; 153:1075-83. Maki Dg,
bidangnya masing-masing guna menentukan kebijakan
et al. Infection control in intravenous therapy. Ann Intern
pengendalian infeksi di rumah sakit sesuai dengan kondisi Med 1973; 79: 867-87
di lapangan. Loho T, Astrawinata D A W , Peta Bakteri dan Kepekaan terhadap
Antibiotik R S U P N Cipto Mangunkusumo Januari-Juni, 2010
Marschall J, Tibbets RJ, Dunne Jr W M , Frye J G , Eraser VJ,
Warren D K , Presence of the K P C carbapenemase gene in
KESIMPULAN enterobacteriaceae causing bacteremia and its correlation
with in vitro carbapenem susceptibility, J Clin Microbiol, vol.
47. no.l. 2009; 239-241
Infeksi nosokomial saat ini menjadi salah satu perhatian
Nelwan R H H , Sosro R, Immanuel S, Soemar-sono. Infeksi rumah
utama yang harus mendapat penanganan yang baik. sakit pada pasien yang dirawat di ruang rawat Bagian Ilmu
Berdasarkan klasifikasinya, infeksi nosokomial antara lain Penyakit Dalam F K U I / R S C M . A M I 1983; 13:14-46
: infeksi saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi aliran N i e d e r m a n , H o s p i t a l - A c q u i r e d Pneumonia, Health C a r e -
Associated Pneumonia, Ventilator-Associated Pneumonia,
darah, infeksi saluran cerna dan intra-abdomen, serta
and Ventilator-Associated Tracheobronchitis: Definitions and
infeksi paru. Penanganan kejadian infeksi nosokomial Challenges in Trial Design Clin. Infect Dis, 2010; 51: S12 - S17
meliputi tindakan isolasi sampai kebijakan pemberian Pappas G P , Kauffman C A , Andes D et al. Clinical Practice
antimikroba empirik dan definit yang tepat. Panitia Guidelines for The Management of Candidiasis : 2009 Update
by the Infectious Disease Society of America, 2009
Pengendali Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) harus dibentuk di Pedoman Managerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
rumah sakit untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Departemen
terkait guna pengendalian infeksi di rumah sakit. Kesehatan Republik Indonesia, edisi kedua, 2008
Pedoman Pencegahan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, edisi kedua, 2009
REFERENSI Peter G . Pappas, Carol A . Kauffman, David Andes, Daniel
K. Benjamin, Jr., Thierry F. Calandra, John E . Edwards,
Jr., Scott G . Filler, John F. Fisher, Bart-Jan Kullberg, Luis
American Thoracic Society, GuideUnes for the Management of
Ostrosky Zeichner, Annette C. Reboli, John H . Rex, Thomas
Adults with Hosptal acquired. Ventilator associated and
J. Walsh, and Jack D.Sobe, Clinical practice guidelines for the
Healthcare associated pneumonia, 2004
management of candidiasis: 2009 update by the infectious
Antibiotic and Chemotherapy. Anti-Infectious Agents and their
diseases society of America, Clinical Infectious Diseases,
use in therapy. 8"" ed. Roger G Finch, David Greenwood
2009; 48: 503 - 535
Churchill Livingstone 2003
Pramudiyo R. Experience on nosocomial infec-tion control in
Baiio JR, Navarro M D et al. Epidemiology and clinical features
Hasan Sadikin Hospital-Internation-al Symposia on Tropical
of infections caused by extended spectrum beta-lactamase
Med. And Infectious Diseases, Bandung, September 1993
producing escheceria coli in nonhospitalized patients. J Clin
Pratiwi S. Perubahan pola penyebab infeksi saluran napas, M K I
Microbiol, vol. 42. no.3. 2004; 1089-94
1994;44 (8)
Buku Saku Quality and Safety, Unit Pelayanan Jaminan Mutu
Sakoulas G , Gold HS, Degiloram P C , Eliopoulos G M , Qian Q.
R S U P N Cipto Mangunkusumo, edisi 1, 2011
Methicillin resistant Staphylococcus aureus : Comparison of
Donowitz L G , Infection Control for the Health Care Worker, 3'^
susceptibility testing methods and analysis of mecA positive
ed,2000
susceptible strains. A m J of Clin Microbiol, vol.39, n o . l l :
Friedman C , Newsom G , Basic Concepts of Infection Control,
2001 :3946-51
International Federation of Infection Control,2007
Styrt B, Sugarman B. Antipyretic and fever. A n n Intern Med
Gardjito W, Kolopaking EP. Problems of nosocomial infection
1990;150:1589
control in relation w i t h irrational use of antibiotics.
Wenzel R, Bearman G , Brewer T, Butzler JP, Importance of
International Symposia on Tropical Med and Infectious
Infections Control, A guide to Infection Control in the
Diseases, Bandung,1993
Hospital, International Society for Infectious Disease (ISID),
Girard R, Peraud M, Pruss A et al. Prevention of Hospital Acquired
4"^ ed, 2008
Infection, A Practical Guide, 2nd, W H O , 2002
Woodford N , Zhang J ,Warner M, Kaufmann M E , Matos J,
Gould IM, Antibiotic policies to control hospital-acquired iiifection,
MacDonald A, Brudney D, Sompolinsky D, Navon-Venezia S,
J. Antimicrob. Chemother, 2008; 61: 763 - 765
Livermore D M , Arrival of Klebsiella pneumoniae producing
Jacobsen SM, Stickler DJ, Mobley H L , Shirtliff M E , Complicated
K P C carbapenemase in the United Kingdom, J. Antimicrob.
catheter - associated urinary tract infection due to E.coli and
Chemother, 2008; 62:1261 - 1264
proteus mirabilis, Clin. Microbiol, 2008; 26-59
Zulkarnain 1, Infeksi Nosokomial, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Joseph S. Solomkin, John E . Mazuski, John S. Bradley, Keith
Dalam Jilid III, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
A Rodvold, Ellie J.C. Goldstein, Ellen J. Baron, Patrick J.
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006 ; 1771-73
0>Neill, Anthony W. Chow, E. Patchen Dellinger, Soumitra
Scott R D . The direct medical costs of healthcare-associated
R. Eachempati, Sherwood Gorbach, Mary Hilfiker, Addison
infections in U S hospitals and the benefits of prevention, 2008.
K. May, Avery B. Nathens, Robert G . Sawyer, and John G .
Bartlett, Diagnosis and management of complicated intra-
abdominal infection in adults and children: guidelines by the
surgical infection society and the infectious diseases society
of America, Clinical Infectious Diseases, 2010; 50:133 -164
92
SEPSIS
A. Guntur Hermawan

INFEKSI DAN INFLAMASI Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah


pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria sebagai
Infeksi adalah istilah untuk m e n a m a k a n keberadaan berikut:
berbagai kuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. 1. Suhu > 38°C atau < 3 6 ° C .
Bila kuman berkembang biak dan menyebabkan kerusakan 2. Denyut jantung > 90 denyut/menit.
jaringan di sebut penyakit infeksi. Pada penyakit infeksi 3. Respirasi >20/menit atau Pa CO^ < 32 mmHg.
terjadi jejas sehingga timbulah reaksi inflamasi. Meskipun 4. Hitung leukosit > 12.000/mm^ atau > 10% sel imatur
dasar proses inflamasi s a m a , n a m u n intensitas dan {band).
luasnya tidak sama, tergantung luas jejas dan reaksi
Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang
tubuh. Inflamasi akut dapat terbatas pada tempat jejas
diketahui (ditentukan dengan biakan positif terhadap
saja atau dapat meluas serta menyebabkan tanda dan
organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak
gejala sistemik.
harus positif. Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik
Inflamasi iaiah reaksi j a r i n g a n vaskular terhadap
biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus
semua bentukjejas. Pada dasarnya inflamasi adalah suatu
terdapat bakteriemia. Bakteriemia adalah keberadaan
reaksi pembuluh darah, saraf cairan dan sel tubuh di
bakteri hidup dalam komponen cairan darah. Bakteriemia
tempat jejas. Inflamasi akut merupakan respon langsung
bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas
yang dini terhadap agen penyebab jejas dan kejadian
pada permukaan mukosa, primer (tanpa fokus infeksi
yang berhubungan dengan inflamasi akut sebagian besar
teridentifikasi) atau seringkali sekunder terhadap fokus
dimungkinkan oleh produksi dan pelepasan berbagai
infeksi intravaskular atau ekstravaskular
macam mediator kimia. Meskipun jenis jaringan yang
mengalami inflamasi berbeda, mediator yang dilepaskan
adalah sama.^
ANGKA KEJADIAN SEPSIS
Manifestasi klinik yang berupa inflamasi sistemik
disebut systemic inflammation respons syndrome (SIRS).^
Sepsis adalah salah satu alasan paling umum untuk
Sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa sepsis
masuk ke unit perawatan intensif (ICU) di seluruh dunia.
adalah SIRS dengan dugaan infeksi."
Selama dua dekade terakhir, kejadian sepsis di Amerika
Serikat telah tiga kali lipat dan sekarang merupakan
p e n y e b a b u t a m a k e m a t i a n k e s e p u l u h . Di A m e r i k a
DEFINISI
Serikat saja, sekitar 750.000 kasus sepsis terjadi setiap
tahun, setidaknya 225.000 dari yang fatal.^ Pasien sepsis
Sepsis adalah sindrom klinik oleh karena reaksi yang
u m u m n y a dirawat di rumah sakit untuk waktu yang
berlebihan dari respon imun tubuh yang distimulasi
lama, j a r a n g meninggalkan ICU sebelum 2-3 minggu.
mikroba/bakteri baik dari dalam dan luar tubuh. Dipandang
Meskipun p e n g g u n a a n agen a n t i m i k r o b a dan maju
dari imunologi sepsis adalah reaksi hipereaktivitas.^
pendukung kehidupan, angka kematian untuk pasien
Definisi untuk sepsis dan gagal organ serta petunjuk
dengan sepsis tetap antara 2 0 % dan 3 0 % selama 2
penggunaan terapi inovatif pada sepsis berdasarkan Bone
dekade terakhir.^
et al.^

692
SEPSIS 693

Pasien rawat inap di RSUD Dr Moewardi tahun 2009


sebanyal< 28.385 orang. Total pasien yang meninggal 2.288
- Genetic susceptibility
orang atau 8,06% dari jumlah total pasien rawat inap. - Resistance to antimicrobials
Penderita sepsis 597, angka kejadian sepsis di RSUD Dr Predisposition^ Coexisting health complication

Moewardi 2,1 %. Pasien menderita sepsis 597 orang dan yang Infection • Pathogen, toxicity, and immunity
• Location and compartmentalization
meninggal karena sepsis sebanyak409 (dewasa 384 dan anak
25 orang). Dari kematian total di rumah sakit sebanyak 2.288, Response Increased biomarkers/biomediators
• Manifested physiologic symptoms
angka kematian karena sepsis berjumlah 409 orang (17,87%).
Penderita sepsis sebanyak 597, dan yang meninggal karena
Organ dysfunction
syok septik sebanyak 409 (68,5%).^ Number of foiling organs

Optimum individualized
treatment
DERAJAT SEPSIS
Gambar 1. Faktor predisposisi, infeksi, respons klinis, dan
disfungsi organ pada sepsis (PIRO) (Dikutip dari Levy MM, et
1. SIRS, ditandai dengan > 2 gejala sbb:
al. 1256)
Hipertermia/hipotermia (> 38,3 °C/< 35,6 °C )
Takipneu ( r e s p > 2 0 / m n t )
Takikardia( pulse > 100/mnt) ETIOLOGI SEPSIS
Leukositosis > 12000/mm atau Leukopenia <
4000/mm Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri G r a m
- Sel imatur > 10% (-) dengan prosentase 6 0 % sampai 7 0 % kasus, yang
2. SEPSIS m e n g h a s i l k a n berbagai produk dapat m e n s t i m u l a s i
Infeksi disertai SIRS sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan
3. SEPSIS BERAT m e d i a t o r inflamasi. Produk y a n g berperan penting
Sepsis yg disertai MODS/MOF {Multi Organ Dysfunction terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau
Syndrome/Multl Organ Failure), hipotensi, oligouri endotoksin glikoprotein kompleks merupakan komponen
bahkan anuri. utama membran terluar dari bakteri Gram negatif
4. Sepsis dengan hipotensi LPS merangsang peradangan jaringan, demam dan
Sepsis dengan hipotensi (tek. sistolik < 90 mmHg atau syok pada penderita yang terinfeksi. Struktur lipid A dalam
penurunan tek. sistolik > 40 mmHg). LPS bertanggung j a w a b terhadap reaksi dalam tubuh
5. Syok Septik p e n d e r i t a . S t a p h y l o c o c c i , Pneumococci, Streptococci
Syok septik adalah subset dari sepsis berat, yang dan bakteri Gram positif lainnya jarang menyebabkan
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis sepsis, dengan angka kejadian 2 0 % sampai 4 0 % dari
dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, keseluruhan kasus.^^ Selain itu jamur oportunistik, virus
dan disertai hipoperfusi jaringan.^ {Dengue dan Herpes) atau protozoa {Falciparum malarlae)
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.
disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel
Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas ) pada : dari semua kuman, pemberian infus substansi ini pada
1. Asidosis laktat. binatang akan m e m b e r i k a n gejala mirip p e m b e r i a n
2. Oliguria. endotoksin. Peptidoglikan diketahui dapat menyebabkan
3. Atau perubahan akut pada status mental. agregasi trombosit.^^"'^^
Berdasarkan konferensi internasional pada tahun 2001, Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam
terdapat tambahan terhadap kriteria sebelumnya. Dimana kuman, misalnya a-hemolisin (S. aureus), E. coli haemolisin
pada konferensi tahun 2001 menambahkan beberapa (E. coli) dapat merusak integritas membran sel imun secara
kriteria diagnostik baru untuk sepsis. Bagian yang terpenting langsung.
adalah dengan memasukkan petanda biomolekuler yaitu Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting
procalcltonin (PCT) dan C-reactive protein (CRP), sebagai adalah LPS endotoksin Gram negatif dan dinyatakan
langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung
utama adalah implementasi dari suatu sistem tingkatan mengaktifkan sistem imun selular dan humoral, yang
Predisposition, insult Infection, Response, and Organ dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS
disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsang
maksimum berdasarkan karakteristik pasien dengan pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab
stratifikasi gejala dan risiko yang individual. terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida,
694 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

yang disebut faktor nekrosis tumor [Tumor necrosis factor/ penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4
TNF) dan interleukin 1 (IL-I), IL-6dan IL-8yang merupakan [Toll Like Receptors 4) sebagai reseptor transmembran
mediator kunci dan sering meningkat sangat tinggi pada dengan perantaraan reseptor CD 14+ dan makrofag
penderita immunocompromise (IC) y a n g m e n g a l a m i mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat
sepsisJ9,2o," terjadi pada bakteri Gram negatif yang mempunyai LPS
dalam dindingnya."'^^
Pada bakteri Gram positif eksotoksin dapat
PATOGENESIS merangsang langsung terhadap makrofag dengan melalui
TLRs2 [Toll Like Receptors 2) tetapi ada juga eksotoksin
Sebagian besar penderita sepsis menunjukkan fokus sebagai superantigen.
infeksi j a r i n g a n sebagai sumber bakteriemia, hal ini P a d a h a l s e p s i s d a p a t terjadi p a d a r a n g s a n g a n
disebut sebagai bakteriaemia sekunder. Sepsis Gram endotoksin, eksotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme
negatif m e r u p a k a n komensal normal dalam saluran tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat
gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur menerangkan patogenesis sepsis dalam arti keseluruhan,
yang berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi oleh karena konsep tersebut tidak melibatkan peran limfosit
appendikal, atau bisa berpindah dari perineum ke uretra T dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septik.
atau kandung kemih. Selain itu sepsis Gram negatif fokus Di Indonesia dan negara berkembang sepsis tidak
primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, hanya disebabkan oleh Gram negatif saja, tetapi j u g a
saluran empedu dan saluran gastrointestinum. Sepsis d i s e b a b k a n oleh G r a m positif y a n g mengeluarkan
Gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran eksotoksin. Eksotoksin, virus, dan parasit yang dapat
respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya b e r p e r a n s e b a g a i s u p e r a n t i g e n s e t e l a h di f a g o s i t
pada luka bakar.^^ oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai
Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh Antigen Processing Cell dan kemudian ditampilkan dalam
terhadap berbagai macam stimulasi imunogen dari luar. Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini m e m b a w a
Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major
m e n g h i l a n g k a n dan eradikasi organisme p e n y e b a b . Histocompatibility Complex [MHC). Antigen yang bermuatan
Berbagai j e n i s sel akan teraktivasi dan memproduksi peptida MCH kelas II akan berikatan dengan CD4" (limfosit
berbagai j e n i s mediator inflamasi termasuk berbagai T h i dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell Receptor).
s i t o k i n . M e d i a t o r inflamasi sangat kompiek karena Sebagai usaha tubuh untuk beraksi terhadap sepsis
m e l i b a t k a n b a n y a k sel d a n m e d i a t o r y a n g d a p a t maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari T h i
mempengaruhi satu sama lain. yang berfungsi sebagai imuno modulator yaitu : IFN-g,
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri IL-2 dan M-CSF (Macrophage colony stimulating factor).
dalam sepsis. Masih banyak faktor lain (non sitokin) Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6
yang sangat berperanan dalam menentukan perjalanan dan IL-10. IFN-y merangsang makrofag mengeluarkan
suatu penyakit. Respon tubuh terhadap suatu patogen I L - i p dan T N F - a . IFN-g, IL-1p dan T N F - a merupakan
melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan sitokin proinflamatori, sehingga pada keadaan sepsis
berbagai macam sitokin baik itu yang bersifat proinflamasi terjadi p e n i n g k a t a n k a d a r I L - i p d a n T N F - a serum
dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama ti^rjadi
TNF, IL-1, Interferon (IFN-g) yang bekerja membantu sel sepsis tingkat I L - i p dan T N F - a berkolerasi d e n g a n
untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. keparahan penyakit dalam kematian,^**^^ tetapi ternyatc:
Termasuk sitokin antiinflamasi a d a l a h interleukin 1 sitokin IL-2 dan T N F - a selain merupakan reaksi terhadap
reseptorantagonis (IL-Ira), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk sepsis dapat pula merusakkan endotel pembuluh darah
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respons yang m e k a n i s m e n y a sampai d e n g a n saat ini belum
yang berlebihan. Apabila keseimbangan kerja antara pro- jelas <20'3o^9>. I L - i p sebagai imuno-regulator utama juga
inflamasi dan anti-inflamasi mediator ini tidak tercapai mempunyai efek pada sel endotelial termasuk di dalamnya
dengan sempurna maka dapat memberikan kerugian pembentukan prostaglandin E2 (PG-E.,) dan merangsang
bagi tubuh.^^^^^B e k s p r e s i Intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1).
Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang
berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin Gram telah tersensitasi oleh granulocyte-macrophage colony
(-) maupun eksotoksin Gram (+). Endotoksin dapat secara stimulating factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan
langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibodi adhesi. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga
dalam serum darah penderita membentuk LPSab (Lipo langkah, yaitu :
Poll Sakarida Antibodi). LPSab yang berada dalam darah 1. Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan
SEPSIS 695

oleh endotel dan L-selektin neutrofil dalam mengikat GEJALA KLINIK


ligan respektif
2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya
aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 didahului oleh tanda-tanda sepsis non spesifik, meliputi
atau C D - I 8 , yang melekatkan neutrofil pada endotel demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah,
dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh malaise, gelisah atau kebingungan. Gejala tersebut tidak
endotel. khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak
3. Transmigrasi netrofil menembus dinding endotel.^^" macam kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi
yang paling sering : paru, traktur digestifus, traktus
Neutrofil y a n g b e r a d h e s i d e n g a n e n d o t e l akan
urinaris, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber
mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding
infeksi merupakan diterminan penting untuk terjadinya
e n d o t e l lisis, a k i b a t n y a e n d o t e l t e r b u k a . Neutrofil
berat dan tidaknya gejala-gejala sepsis. Gejala sepsis
j u g a m e m b a w a s u p e r o k s i d a n y a n g termasuk dalam
tersebut akan menjadi lebih berat pada penderita usia
radikal bebas y a n g akan m e m p e n g a r u h i oksigenasi
lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama,
pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses
dan pasien d e n g a n g r a n u l o s i t o p e n i a . Yang s e r i n g
tersebut endotel menjadi nekrosis,^^ sehingga terjadi
diikuti gejala MODS sampai dengan terjadinya syok
kerusakan endotel pembuluh darah. Ternyata kerusakan
sepsis.
endotel pembuluh darah tersebut akan menyebabkan
terjadinya gangguan vaskular (Vascular leak) sehingga Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:
menyebabkan kerusakan organ multipel sesuai dengan sindroma distress pernapasan pada dewasa
pendapat Bone bahwa kelainan organ multipel tidak koagulasi intravaskular
disebabkan oleh infeksi tetapi akibat inflamasi yang gagal ginjal akut
sistemik dengan sitokin sebagai mediator.^^ Pendapat perdarahan usus
tersebut diperkuat oleh Cohen bahwa kelainan organ gagal hati
multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi disfungsi sistem saraf pusat
dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok septik gagal jantung
yang berakhir dengan kematian.^" kematian
Syok septik merupakan diagnosis klinik sesuai dengan
sindroma sepsis disertai dengan hipotensi (tekanan darah
turun < 90 mmHg) atau terjadi penurunan tekanan darah DIAGNOSIS
sistolik > 40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya. Organ
yang paling penting adalah hati, paru dan ginjal, angka Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi,
kematian sangat tinggi bila terjadi kerusakan lebih dari pengambilan riwayat medis yang cermat, pemeriksaan
tiga organ tersebut. Dalam suatu penelitian disebutkan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak lanjut status
angka kematian syok septik adalah 72% dan 50% penderita hemodinamik.
meninggal bila terjadi syok lebih dari 72 j a m , 30 - 8 0 %
penderita dengan syok septik menderita ARDS.^^
Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes RIWAYAT
melitus, sirosis hati, gagal ginjal kronik dan usia lanjut
yang merupakan kelompok IC lebih mudah menderita
M e m b a n t u m e n e n t u k a n a p a k a h infeksi d i d a p a t k a n
sepsis. Pada penderita IC bila mengalami sepsis sering
dari komunitas atau nosokomial dan apakah pasien
terjadi komplikasi yang berat yaitu syok septik dan
imunokompromis. Rincian yang harus diketahui meliputi
berakhir dengan kematian.^"'^^ Untuk mencegah terjadinya
p a p a r a n pada h e w a n , p e r j a l a n a n , g i g i t a n t u n g a u ,
sepsis yang berkelanjutan, Th-2 mengekspresikan IL-10
bahaya di tempat kerja, penggunaan alkohol, seizure,
sebagai sitokin anti inflamasi yang akan menghambat
hilang kesadaran, medikasi dan penyakit dasar yang
e k s p r e s i IFN-y, T N F - a d a n f u n g s i A P C . IL-10 j u g a
mengarahkan pasien kepada agen infeksius tertentu.
memperbaiki jaringan yang rusak akibat paradangan.
Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, kemungkinan Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:
kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah. 1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai
Dengan mengetahui konsep patogenesis sepsis dan keganasan atau instrumentasi.
syok septik, maka kita dapat mengetahui, sitokin yang 2. Hipotensi, oliguria atau anuria.
berperan dalam syok septik dan dapat diketahui apakah 3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab
terdapat perbedaan peran sitokin pada beberapa penyakit jelas.
dasar yang berbeda. 4. Perdarahan.
696 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

P E M E R I K S A A N FISIK tidak dapat dikoreksi bahkan dengan oksigen 100%.


Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis
Perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang m e n y e l u r u h . yang memperburuk hipotensi.
Pada semua pasien neutropenia dan pasien dengan Mortalitas meningkat sejalan dengan peningkatan
dugaan infeksi pelvis, pemeriksaan fisik harus meliputi jumlah gejala SIRS dan beratnya proses penyakit."
pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital. Pemeriksaan
Komplikasi:
tersebut akan mengungkap abses rektal, perirektal, dan/
Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS, adult
atau perineal, penyakit dan/atau abses inflamasi pelvis,
respiratory disease syndrome)
atau prostatitis.
Koagulasi intravaskular diseminata (DIG, disseminated
intravascular coagulation)
• Gagal ginjal akut (ARF, acute renal failure)
DATA L A B O R A T O R I U M
Perdarahan usus
Gagal hati
Uji laboratorium meliputi Complete Blood Count (CBC)
Disfungsi sistem saraf pusat
dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi,
Gagal jantung
g l u k o s a , urea d a r a h , n i t r o g e n , k r e a t i n i n , elektrolit,
Kematian
uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah a r t e r i ,
elektrokardiogram, dan foto dada. Biakan darah, sputum, Insidensi komplikasi tersebut yang dilaporkan pada
urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. SIRS dan sepsis dalam penelitian berbeda adalah 19%
Lakukan pengecatan Gram di tempat yang biasanya steril untuk disfungsi CNS, 2-8% untuk ARDS, 12% untuk gagal
(darah, CSF, cairan artikular, ruang pleura) dengan aspirasi. hati, 9-23% untuk ARF, dan 8-18% untuk DIG.
Minimal 2 set (ada yang menganggap 3) biakan darah Pada syok septik, ARDS dijumpai pada sekitar 18%,
harus diperoleh dalam periode 24 j a m . Volume sampel DIG pada 38%, dan gagal ginjal 50%.
sering terdapat kurang dari 1 bakterium/ml pada dewasa
(pada anak lebih tinggi). Ambil 10-20 ml per sampling
pada dewasa (1-5 ml pada anak) dan inokulasikan dengan TERAPI
tryptlcase soy broth dan thloglycolate soy broth. Waktu
sampel untuk puncak d e m a m intermiten, bakteremia Tiga prioritas utama dalam terapi sepsis, yaitu:
dominan 0,5 j a m sebelum puncak demam. Jika terapi 1. Stabilisasi Pasien Langsung
antibiotik sudah dimulai, beberapa macam antibiotik dapat Masalah mendesak yang dihadapi pasien dengan
dideaktivasi di laboratorium klinis. sepsis berat adalah pemulihan abnormalitas yang
Tergantung pada status klinis pasien dan risiko terkait, m e m b a h a y a k a n j i w a ( A B C : airway, breathing,
penelitian dapat j u g a mengunakan foto abdomen, CT circulation). Pemberian resusitasi awal sangat
Scanning, MRI, ekokardiografi, dan/atau punksi lumbal. penting pada penderita sepsis, dapat diberikan
k r i s t a l o i d a t a u koloid untuk mempertahankan
stabilitas hemodinamik. Perubahan status mental
T E M U A N LABORATORIUM LAIN atau penurunan tingkat kesadaran akibat sepsis
memerlukan perlindungan langsung terhadap
jalan napas pasien. Intubasi diperlukan j u g a untuk
Sepsis awal. leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,
memberikan kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi
h i p e r b i l i r u b i n e m i a , d a n p r o t e i n u r i a . D a p a t terjadi
mekanis dapat membantu menurunkan konsumsi
leukopenia. Neutrofil m e n g a n d u n g granulasi toksik,
oksigen oleh otot pernapasan dan peningkatan
badan Dohle, atau vakuola sitoplasma. Hiperventilasi
ketersediaan oksigen untuk jaringan lain. Peredaran
m e n i m b u l k a n alkalosis respirator. Hipoksemia dapat
darah terancam, dan penurunan bermakna pada
dikoreksi dengan oksigen. Penderita diabetes dapat
tekanan darah memerlukan terapi empirik gabungan
mengalami hiperglikemia. Lipid serum meningkat.
yang agresif dengan cairan (ditambah kristaloid atau
Selanjutnya. Trombositopenia memburuk disertai koloid) dan inotrop/vasopresor (dopamin, dobutamin,
perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan fenilefrin, epinefrin, atau norepinefrin). Pada sepsis
keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIG. Azotemia berat diperlukan pemantauan peredaran darah. CVP
dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase 8-12 mm Hg; Mean arterial pressure > 65mm Hg; Urine
(enzim liver) meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi output > 0.5 mL/kg Vjam \- Central venous (superior
akumulasi serum laktat. Asidosis metabolik (peningkatan vena cava) oxygen saturation > 70% atau maed venous
anion gap) terjadi setelah alkalosis respirator Hipoksemia > 65%. (Sepsis Campaign, 2008).
SEPSIS 697

Pasien d e n g a n s e p s i s berat h a r u s dimasuklcan i. Infeksi CNS: vankomisin dan sefalosporin generasi


d a l a m I C U . Tanda vital pasien ( t e k a n a n d a r a h , ketiga atau meropenem
denyut jantung, laju napas, dan suhu badan) harus j. Infeksi CNS nosokomial: meropenem dan
d i p a n t a u . F r e k u e n s i n y a t e r g a n t u n g pada berat vankomisin
sepsis. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang
*Obat berubah sejalan dengan waktu. Pilihan obat
memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk
tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa bahan
membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah
antimikrobial yang berbeda dipilih tergantung pada
arteri pada pasien hipotensi dengan obat vasoaktif,
penyebab sepsis.
misal, dopamin, dobutamin, atau norepinefrin.
Regimen obat tunggal biasanya hanya diindikasikan
2. Pemberian antibiotik yang adequat.
bila organisme penyebab sepsis telah diidentifikasi
Agen antimikrobial tertentu dapat memperburuk
dan uji sensitivitas antibiotik menunjukkan macam
keadaan pasien. Diyakini bahwa antimikrobial
antimikrobial yang terhadapnya organisme memiliki
tertentu menyebabkan pelepasan lebih banyak LPS
sensitivitas.
sehingga menimbulkan lebih banyak masalah bagi
3. Fokus infeksi awal harus dieliminasi.
pasien. Antimikrobial yang tidak menyebabkan pasien
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen,
memburuk adalah: karbapenem, seftriakson, sefepim,
khususnya untuk infeksi anaerobik. Angkat organ
glikopeptida, aminoglikosida, dan kuinolon.
yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang
Perlu s e g e r a d i b e r i k a n t e r a p i e m p i r i k dengan
gangren.
antimikrobial, artinya bahwa diberikan antibiotika
4. Pemberian Nutrisi yang adekuat
sebelum hasil kultur dan sensivitas tes terhadap
Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang
kuman didapatkan. Pemberian antimikrobial secara
sangat penting berupa makro dan mikronutrient.
dini diketahui menurunkan perkembangan syok dan
Makronutrient terdiri dari omega-3 dan golongan
angka mortalitas. Setelah hasil kultur dan sensivitas
nukluetida yaitu glutamin sedangkan mikronutrient
didapatkan maka terapi empirik dirubah menjadi
t e r a p i r a s i o n a l sesuai d e n g a n hasil kultur d a n berupa vitamin dan trace element.

sensivitas, pengobatan tersebut akan mengurangi 5. Terapi suportif

jumlah antibiotika yang diberikan sebelumnya Eli Lilly and Company mengumumkan bahwa hasil uji
(dieskalasi). Diperlukan regimen antimikrobial dengan klinis Phase III menunjukkan drotrecogin alfa (protein
spektrum aktivitas luas sesuai dengan hasil kultur. C teraktifkan rekombinan, Zovant) menurunkan risiko
Hal ini karena terapi antimikrobial hampir selalu relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ
diberikan sebelum organisme yang menyebabkan akut terkait (dikenal sebagai sepsis berat) sebesar 19,4
sepsis diidentifikasi. persen. Zovant merupakan antikoagulan.

Obat yang digunakan tergantung sumber sepsis*


a. Untuk pneumonia dapatan komunitas biasanya
KORTIKOSTEROID
digunakan 2 regimen obat. Biasanya sefalosporin
g e n e r a s i ketiga ( s e f t r i a k s o n ) atau k e e m p a t Penggunaan kortikosteroid masih banyak kontroversial, ada
(sefepim) diberikan dengan aminoglikosida yang mengunakan pada awal terjadinya sepsis, ada yang
(biasanya gentamisin). menggunakan terapi steroid seusai dengan kebutuhan dan
b. Pneumonia nosokomial: Sefepim atau imipenem- kekurangan yang ada di dalam darah dengan memeriksa
silastatin dan aminoglikosida kadar steroid pada saat itu (pengobatan suplementasi).
c. Infeksi a b d o m e n : i m i p e n e m - s i l a s t a t i n atau Penggunaan steroid ada yang menganjurkan setelah
piperasilin-tazobaktam dan aminoglikosida terjadi syok septik. Penggunaan kortikosteroid yang
d. Infeksi abdomen nosokomial: imipenem-silastatin direkomendasikan adalah dengan low doses corticosteroid
dan aminoglikosida atau piperasilin-tazobaktam < 300 mg hydrocotisone per hari dalam keadaan septic
dan amfoterisin B. shock. Penggunaan high dose corticosteroid tidak efektif
e. Kulit/jaringan lunak: vankomisin dan imipenem- sama sekali pada keadaan sepsis dan septic s h o c k . "
silastatin atau piperasilin-tazobaktam.
f. Kulit/jaringan lunak nosokomial: vankomisin dan
sefepim.
GLUKOSA KONTROL
g. Infeksi traktus urinaris: siprofloksasin dan
aminoglikosida Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula
h. Infeksi traktus urinaris nosokomial: vankomisin darah yang tidak mengalami dan yang mengalami diabetes
dan sefepim mellitus. Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan sampai
698 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

dengan <150nng/dL. Dengan melakukan monitoring pada 8. G u n t u r H . 2011. Sepsis in Elderly. Simposium Geriatri
Semarang.
gula darah setiap 1-2 j a m dan dipertahankan minimal
9. G u n t u r H . 2010. O v e r v i e w Sepsis and Septic Shock.
sampai dengan 4 hari. Simposium Anestesi Jogja
Mencegah terjadinya stress ulcer dapat diberikan 10. Bone R C . Gram-positive organisme and Sepsis. A r c h I n t e r n
profilaksis dengan menggunakan blocker proton pump M e d . 1994. 54: 26-35.
11. Carrigan SD, Scott G , Tabrizian M. Toward Resolving the
Inhibitor.
Challenges of Sepsis Diagnosis. Clinical Chemistry. 2004.
A p a b i l a terjadi kesulitan pernapasan penderita 50(8):1301-14.
memerlukan ventilator dimana tersedia di ICU. 12. Cohen J. Sepsis Syndrom. J o u r n a l of M e d I n t . Infection. 1996.
31-4.
13. Cotran RS, Kumar V, Collins T. Pathologic Basic of D i s e a s e . WB
Saunders Co. London Toronto. 1999. 6"' edition.
PENCEGAHAN 14. Dale D C . Septic Shock. I n H o r i s o n ' s T e x t Book of I n t e r n a l
M e d i c i n e . 1995. 232-238.
15. Endo YYS, Kikuchi SM, Wakabayashi NG, Tanaka T, Taki K,
Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang
Inada K. Interleukin 1 Receptor Antagonis and Interleukin 10
biasanya dihuni bakteri Gram-negatif Level Clearly Reflect Hemodynamics during Septic Shock.
Gunakan trimetoprim-sulfametoksazol secara 1999.
16. Hamblin AS. Cytokines in patholog\' and therapy. Citokines
profilaktik pada anak penderita leukemia
A n d Citokines R e c e p t o r . 1993. 65-75.
Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau 17. Hoeprich M C , Miyajima A , Coffman R. C y t o k i n e s P a u l
sulfamilon secara profilaktik pada pasien luka bakar F u n d a m e n t a l I m m u n o l o g y . 1994. 3"'edition. 763-90.
Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring 18. H o w a r d M C , Miyajima A , Coffman R. C y t o k i n e s P a u l
F u n d a m e n t a l I m m u n o l o g y . 1994. 3"'edition. 763-90.
posterior untuk mencegah pneumonia gram-negatif
19. Israel L G , Israel ED. N e u t r o p h i l function mechanism hematology.
nosokomial 1997. 2"^' edition. 121-3.
Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin 20. Janeway, Traver. The Immune System In Health And Disease.
I m m u n o b i o l o g y . 1996. 2'''' edition. 9-15.
dan gentamisin dengan vankomisin dan nistatin efektif
21. Jawetz E, Melnick J, Adelberg E. Review of Medical Microbiology.
dalam mengurangi sepsis gram-negatif pada pasien 14.1997.
neutropenia. 22. Kelly JL, Sulivan, Riordain M. Is circulating endotoxin the
Lingkungan yang protektif bagi pasien berisiko kurang trigger for systemic Inflammatory respons syndrom seen
after injury. A n n Surg. 1997. 225 ( 5 ): 530-41.
berhasil karena sebagian besar infeksi berasal dari
23. Kremer JP, Jarrar D, Srckholzer U , Ertel W. I n t e r l e u k i n - 1 , -6
dalam (endogen). a n d TNF-alfa release is down regulated in whole blood from septic
Untuk melindungi neonatus dari sepsis strep Grup B p a t i e n t s . 1996.
24. Levy M M , Fink MP, Marshall JC, Abraham E, et al. 2001
ambil apusan (swab) vagina/rektum pada kehamilan
S C C M / E S I C M / A C C P / A T S / S I S International Sepsis
35 hingga 37 minggu. Biakkan untuk Streptococcus Definitions Conference. C r i t C a r e M e d . 2003. 31:1560-7.
agalactlae (penyebab utama sepsis pad neonatus). 25. Muraille E and Leo O. Resiviting the T h l / T h 2 Paradigm.
Jika positif untuk strep Grup B, berikan penisilin S c a n d i n a v i a n Journal of I m m u n o l o g y . Instistute of immunology
and Rheumatology Norway. 1997.1-6.
intrapartum pada ibu hamil. Hal ini akan menurunkan
26. Openheim JJ. Cytokines Basic a n d Clinical I m m u n o l o g y . 1995.
infeksi Grup B sebesar 78%. 7"' edition. 78-98.
27. R.Phillip Dellinger et al, 2008, Surviving Sepsis Campaign :
International guidelines for management of severe sepsis and
septic shock. CritCare Med 2008 Vol 36 N o . l
REFERENSI 28. Rangel-Frausto, M. Ptett D., Costigan M., et al. The natural
history of the systemic inflammatory response syndrome
1. Barron RL. Patophysiology Septic Shock and Implications for (SIRS). J A M A . 1995. 273:117-23.
Therapy. Clinical P h a n n a t y . 1993.12: 829-45. 29. Roger, Bone C . The Pathogenesis of Sepsis. A n n in M e d . 1991.
2. Belanti J. I m m u n o l o g i III. Yogyakarta. Gadjah Mada University 115: 68-457.
Press. 1993. 443-8. 30. Sands K E . Epidemiology of Sepsis Syndrom in 8 Academic
3. Billiau A, Vandeckerckhove. Cytokines and Their Interactions Medical Centers. J A M A ' . \ 9 9 7 . 1 7 ^ : 234-40.
with other Inflammatory Mediator. In the Pathogenesis of 31. Sissons P & Carmicael A. The Immunology of Infection.
Sepsis and Septic Shock. E u r J Clin I n v e s t . 1991. 21: 73-559. M e d . I n t e r n a t i o n a l Infection. Australia and Far East Edition.
4. Bone R C , Balk R A , Cerra FB, et al. Definitions for sepsis 1996. 35 (10): 1-5.
and organ failure and guidelines for the use of innovative 32. Srikadan S, Cohen J. The Pathogenesis of Septic Shock. Journal
therapies in sepsis. The A C C P / S C C M Consensus Conference of Infection. 1995. 30: 201-6.
Committee. American College of Chest Physicians/Society of 33. Thijs L G . Introduction To Mediators Of Sepsis. 5"' S y m p o s i u m
Critical Care Medicine. C h e s t . 1992. 1 0 1 : 1 6 4 4 - 5 5 . On Shock & Critical C a r e . 1998. 67-70.
5. Guntur.2006. Imunologi Diagnosis dan Penatalaksanaan 34. Unenue ER. Macrophages, Antigen - Presenting Cell and
Sepsis. Steroid Dosis Rendah Pada Penatalaksanaan Sepsis. the Phenomena of Antigen Handling and Presentation. In
6. Bone RC, Grodzin CJ, Balk RA. Sepsis: A New Hypothesis of F u n d a m e n t a l I m m u n o l o g y . Raven Press. 1993.3"' edition. 111-8.
Pathogenesis of the Disease Proces. C h e s t . 1997.112 : 235-43. 35. Warren J. Sepsis in Textbook of the Biologic & C l i n i c Basic of
7. Marik E. 2011. Surviving sepsis: going beyond the guidelines. Infectious D i s e a s e s . Stanford. 1994. 4"' edition. 521-437.
Marik Annals of Intensive Care 2011,1:17. 36. Werdan K, Pilz G . Suplement immunoglobulin in sepsis : a
SEPSIS 699

critical apprasial. Clin E x p I m m u n o l . 1996.104: 83-90.


37. Whitnack E. Sepsis in M e d i a n i s m e of Microbial Disease. Williams
& Wilkins. 1993. 2"^ edition. 770-8.
38. Yoshida M . Human response in Endotoxemia, endotoxin
Pathophysiology and Clinical Aspects. O n e D a y S y m p o s i u m
on E n d o t o x i n . Jakarta. 1994. 7-10.
93
PEMAKAIAN ANTIMIKROBA
SECARA RASIONAL DI KLINIK
R.H.H. Nelwan

PENDAHULUAN KEADAAN KLINIS PASIEN

Beberapa masalah yang berupa dampak negatif pada Beberapa faktor yang perlu diperhitungkan pada
penggunaan antimikroba yang tidak rasional meliputi: 1. pemberian antimikroba dari segi keadaan pasien adalah :
pesatnya pertumbuhan kuman-kuman yang resisten; 2).
efek samping yang potensial berbahaya untuk pasien; 3. Kegawatan atau Bukan Kegawatan
beban biaya untuk pasien yang tidak memiliki asuransi Dalam suatu kegawatan yang mungkin didasari infeksi
kesehatan. berat, d i p e r l u k a n lebih dari satu j e n i s a n t i m i k r o b a .
Kenyataan menunjukkan bahwa di negara-negara Sebaliknya suatu keadaan yang tidak gawat dan baru mulai
yang sedang berkembang urutan penyakit-penyakit utama serta tidak jelas etiologinya tidak memerlukan antimikroba
nasional masih ditempati oleh berbagai penyakit infeksi kecuali bilamana dapat ditunjukkan dengan jelas melalui
yang memerlukan antibiotika/ antimikroba sehingga pemeriksaan penunjang bahwa yang sedang dihadapi
amplifikasi permasalahan dengan sendirinya akan terjadi adalah suatu infeksi bakterial.
bilamana penggunaan antimikroba tidak rasional. Perlu
selalu diingat bahwa pemakaian obat antimikroba yang Usia Pasien
tidak tepat akan memboroskan dana yang tersedia baik Pasien usia lanjut sering memiliki patologi multipel dan
milik pemerintah maupun pasien sendiri. Selain itu dapat perlu diingat bahwa kelompok pasien ini lebih peka
membahayakan kenyamanan pasien. terhadap pemberian obat. Juga distribusi dan konsentrasi
obat dapat berbeda mengingat penurunan konsentrasi
albumin darah dan fungsi ginjal.
KRITERIA POKOK PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Insufisiensi Ginjal
Sebelum pemberian antimikroba dimulai, selalu harus B e b e r a p a a n t i m i k r o b a s e p e r t i b e n s i l p e n i s i l i n dan
dipertanyakan lebih dahulu apakah ada pembenaran gentamisin ekskresinya hanya melalui ginjal sedangkan
pemakaian antimikroba. Pertanyaan berikut menyangkut yang lainnya masih memilik mekanisme ekskresi alternatif
obat yang akan digunakan, dosis, cara dan lama pemberian, atau mengalami metabolisme dalam tubuh.
serta apakah perlu tindakan tambahan seperti insisi dan Antimikroba yang nefrotoksik seperti amfoterisin
sebagainya. Selanjutnya perlu untuk selalu diingat agar B (untuk j a m u r sistemik) tidak boleh diberikan pada
obat yang akan digunakan efektif untuk hampir semua insufisiensi ginjal berat. Aminoglikosid potensial nefrotoksik
pasien dengan penyakit sejenis. dan bila terjadi akumulasi dapatjuga bersifat neurotoksik.
Pemilihan antimikroba ditentukan oleh: 1. keadaan Mengukur konsentrasi obat dalam darah dapat memandu
klinis pasien; 2. kuman-kuman yang berperan (parameter pengobatan.
m i k r o b i o l o g i s ) ; 3. sifat obat a n t i b i o t i k a itu s e n d i r i Pada a n u r i a b e b e r a p a a n t i m i k r o b a y a n g tidak
(parameter farmakologis). berbahaya yang dapat diberikan tanpa mengurangi dosis

700
PEMAKAIAN ANTIMIKROBA SECARA RASIONAL DI KLINIK 701

antara lain kloramfenikol, eritromisin, rifampisin dan rifampisin, kuinolon, nitrofurantoin, nitromidazol, serta
kelompok penisilin (kecuali tikarsilin). obat anti j a m u r seperti amfoterisin B, flusitosin dan
Pada pasien dengan dialisis perlu diingat bahwa griseofulvin perlu dihindari.
beberapa antimikroba seperti: amfoterisin B, klindamisin, Dalam, trimester kedua dan ketiga, obat antimikroba
linkomisin dan t e i c o p l a n i n tidak d a p a t d i b e r s i h k a n seperti tetrasiklin dan kelompok amimoglikosid perlu
melalui dialisis. Penisilin yang stabil terhadap penisilinase dihindari terkecuali pada keadaan di mana jiwa pasien
hanya sebagian dapat dibersihkan melalui dialisis. terancam.
Dalam m i n g g u t e r a k h i r k e h a m i l a n , s u l f o n a m i d ,
Gangguan Faal Hati kotrimoksasol dan nitrofurantoin merupakan kontra
Hati berperan dalam metabolisme dan detoksifikasi obat. indikasi. Pada u m u m n y a penisilin, sefalosporin dan
Antimikroba yang tidak dapat didetoksifikasi karena eritromisin aman diberikan bila tidak terdapat alergi
terdapat gangguan pada faal hati akan dapat memberikan terhadap obat-obatan ini. Pada masa laktasi obat-obat
efek samping yang serius. Kloramfenikol, asam nalidiksik, seperti metronidazol dan tetrasiklin sebaiknya dihindari
sulfonamida dan norfloksasin dikonjungasi dengan asam karena kemungkinan timbulnya efek samping pada bayi.
glukuronida dalam hati untuk selanjutnya diekskresi dalam
urin. Jenis antibiotika ini merupakan kontraindikasi pada
penyakit hati yang berat terutama bila terdapat gangguan PARAMETER MIKROBIOLOGIS
hepatorenal.
Demikian pula antibiotika yang diekskresi melalui hepar Tiga hal yang perlu dikuasai dari segi mikrobiologis adalah
ke dalam saluran cerna seperti siprofloksasin, sefoperason, 1. Pengertian kepekaan, 2. Relevansi hasil pemeriksaan
seftriakson dan eritromisin harus digunakan secara hati-hati laboratorium, 3. Bagaimana cara untuk membatasi dan
pada pasien dengan hepatitis dan sirosis. menghindari penyebaran galur-galur yang resisten.
D o s i s t e t r a s i k l i n s e b a n y a k 2-4 g / h a r i dapat
menyebabkan distrofi hepar dengan akibat fatal. Obat- Pengertian Kepekaan
obat tuberkulosis oral seperti rifampisin, isoniazid dan Kadar hambat minimal merupakan konsentrasi terendah
pirazinamid dapat pula menyebabkan gangguan fungsi hati. obat antimikroba.yang dapat menghambat pertumbuhan
kuman setelah diinkubasi selama satu malam. Karena
Gangguan Pembekuan Darah metoda dilusi untuk menetapkan. ini agak rumit untuk
B i l a m a n a pada pasien t e r d a p a t d u g a a n g a n g g u a n dikerjakan, yang lebih popular dan lebih mudah untuk
pembekuan darah, obat-obat antimikroba yang cenderung .dilaksanakan adalah metoda difusi
menyebabkan masalah perdarahan seperti latamoksef, L e m p e n g (disc) a n t i m i k r o b a y a n g d i l e t a k k a n di
tikarsilin sefoperason, aztreonam dan imipenem perlu tengah-tengah pembiakan kuman akan mengakibatkan
dihindari. ketidaktumbuhan kuman di sekitarnya dan tergantung
zona yang tampak sekitarnya yakni jarak antara pinggir
Gangguan Granulositopenia lempeng dan batas kuman yang tumbuh dan tidak tumbuh
Pada keadaan granulositopenia daya tahan tubuh sangat dapat diinterpretasikan sebagai sensitif, intermediate atau
m e n u r u n s e h i n g g a perjalanan penyakit selanjutnya resisten.
cenderung untuk didominasi oleh infeksi-infeksi berat
kulit, selaput lendir dan organ-organ tubuh. Daya tahan Relevansi Hasil Pemeriksaan Laboratorium
t e r h a d a p infeksi makin m e n u r u n pada p e n g g u n a a n Situasi di mana pasien ternyata dapat d i s e m b u h k a n
kelompok obat sitostatik untuk keganasan. dengan sebuah antibiotika tertentu walaupun laporan
Setelah diambil spesimen untuk pemeriksaan laboratorium menunjukkan kuman tersebut sudah resisten
mikrobiologik, kombinasi obat bakterisidal perlu terhadap antibiotika yang digunakan dapat dijumpai di
diberikan segera dan biasanya sesuai suatu protokol klinik dan sebaliknya tidak asing juga keadaan di mana
tertentu. Penurunan demam merupakan petunjuk terbaik kuman yang tidak resisten terhadap antibiotika yang
berhasilnya pengobatan yang diberikan. Bila belum dipakai tetapi pasien tidak dapat disembuhkan dengan
ada respons dapat diberikan lagi obat a n t i m i k r o b a obat yang sudah tepat tersebut. Inkonsisten seperti Ini
lainnya dan bila tetap masih belum ada perbaikan harus dapat mengakibatkan polifarmasi dan preskripsi irasional.
dipertimbangkan apakah diperlukan obat antijamur. Perlu selalu diingat bahwa obat yang digunakan in vivo
sangat dipengaruhi faktor-faktor environmental. Kadang-
Kehamilan dan Laktasi k a d a n g hanya d i p e r l u k a n analisis s e d e r h a n a untuk
Dalam trimester pertama semua antimikroba yang memiliki dapat menginterprestasi hasil yang inkonsisten tersebut
efek sitotoksik seperti kloramfenikol, kotrimoksasol. dan kadang-kadang baru dapat dijawab setelah proses
702 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

penelitian yang panjang. Farmakokinetik Antimikroba


Antimikroba yang in vitro berkhasiat terhadap suatu Untuk a n t i b i o t i k a y a n g d i b e r i k a n secara oral perlu
j e n i s kuman tertentu tidak automatis j u g a efektif in d i p a s t i k a n agar absorpsi b e r l a n g s u n g d e n g a n baik
vivo. Untuk memastikan khasiat ini perlu dilaksanakan sehingga konsentrasi yang diperlukan untuk menghambat
uji klinis y a n g o b y e k t i f dan p e d o m a n penggunaan pertumbuhan kuman dapat tercapai.
antimikroba tersebut harus berdasarkan hasil-hasil uji Pada infeksi-infeksi serius atau di mana terdapat
klinis yang telah dilaksanakan sesuai GCP (good clinical gangguan seperti mual dan muntah perlu diberikan terapi
practice). parenteral. Selanjutnya perlu selalu diingat bahwa tempat
infeksi harus dapat dicapai oleh obat dalam konsentrasi
M e n c e g a h B e r k e m b a n g n y a Resistensi M i k r o b a y a n g c u k u p untuk m e n g h a m b a t p e r t u m b u h a n dan
Penggunaan rasional antimikroba akan m e n g u r a n g i penyebaran kuman. Difusi obat dalam jaringan/organ
perkembangan resistensi. atau sel-sel tertentu sangat menentukan dalam pemilihan
Setiap wilayah perlu m e n g e m b a n g k a n suatu antimikroba. Beberapa antimikroba seperti misalnya
kebijaksanaan penggunaan antimikroba sesuai prevalensi seftriakson mencapai konsentrasi berpuluh kali lebih tinggi
resistensi setempat. Kebijaksanaan ini perlu diterapkan di empedu dibandingkan dengan konsentrasi dalam darah.
untuk setiap antibiotika yang akan dapat digolongkan Selain itu juga selalu harus diingat cara ekskresi obat
sebagai antibiotika yang boleh digunakan secara bebas sehingga dapat dicegah gangguan negatif dan akumulasi
atau y a n g perlu dibatasi p e m a k a i a n n y a ( r e s t r i k t i f ) . obat dalam tubuh pasien.
Kadang-kadang perlu dilarang penggunaan antibiotika Pada u m u m n y a d i a n g g a p b a h w a h a n y a bagian
tertentu untuk sementara waktu. antibiotika yang tidak terikat protein darah memberikan
Situasi p e n g g u n a a n a n t i b i o t i k a m e m a n g perlu efek antimikrobial. Tetapi sebenarnya yang harus diingat
dievaluasi dari waktu ke waktu dan disesuaikan dengan adalah bahwa keadaan ini berupa suatu ekuilibrium. Dalam
hasil monitoring kepekaan kuman yang mutakhir serta jaringan yang mengalami radang dapat terkumpul banyak
masukan yang dapat diberikan oleh para klinikus. protein sehingga konsentrasi antibiotika yang aktif bekerja
pada tempat-tempat tersebut lebih besar
Proses metabolisme antibiotika sangat bervariasi.
PARAMETER FARMAKOLOGIS Melalui proses oksidasi, reduksi, hidrolisis atau
konjungasi dihasilkan senyawa-senyawa yang inaktif
Parameter ini dapat dibagi dalam f a r m a k o d i n a m i k , tetapi kadang-kadang dapat terjadi produk yang toksik
farmakokinetik, penggunaan kombinasi antimikroba dan inisalnya pada asetilisasi sulfonamid. Sebaliknya beberapa
efek samping antimikroba. antibiotika memiliki metabolit yang aktif seperti misalnya
metabolit sefotaksim sehingga merupakan suatu sifat yang
Farmakodinamik Antimikroba sangat menguntungkan pada penggunaannya.
Ciri antibiotika yang ideal adalah bebas dari efek pada Eliminasi antibiotika pada umumnya melalui ginjal,
sistem atau organ pasien. Terjadinya depresi sistem beberapa j e n i s seperti seftriakson, sefoperason dan
h e m o p o e t i k pada p e n g g u n a a n k l o r a m f e n i k o l dan rifampisin mengalami eliminasi terutama melalui empedu.
gangguan vestibular pada kelompok obat aminoglikosid Konsentrasi intraluminal antimikroba tersebut dalam
sebenarnya sangat tidak ideal sehingga untung rugi saluran cerna dapat meningkat terutama bila diekskresi
pemakaian obat ini perlu selalu diperhitungkan atau secara utuh.
digunakan obat alternatif lainnya yang tidak menyebabkan
efek samping tersebut. Kombinasi Antimikroba
Efek farmakodinamik pada kuman dapat berupa Biasanya d i g u n a k a n pada infeksi berat y a n g belum
pengrusakan terhadap sintesis dinding luar (kelompok d i k e t a h u i d e n g a n j e l a s k u m a n atau kuman-kuman
betalaktam) atau gangguan pada sintesis komponen p e n y e b a b n y a . D a l a m hal ini p e m b e r i a n k o m b i n a s i
sitoplasma (kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosid dan antimikroba ditujukan untuk mencapai spektrum
eritromisin) atau gangguan pada sintesis asam nukleat antimikrobial yang seluas mungkin.
( k u i n o l o n dan r i f a m p i s i n ) . P e n g e t a h u a n mengenai Selain itu kombinasi digunakan untuk mencapai efek
mekanisme kerja akan dapat memperbaiki pemilihan obat sinergistik dan juga untuk menghambat timbulnya resistensi
kombinasi yang tepat agar tercapai sinergi atau potensiasi terhadap obat-obat antimikroba yang digunakan.
kerja terutama bilamana kombinasi yang digunakan
memiliki mekanisme kerja yang berlainan. Tetapi segala Efek S a m p i n g A n t i m i k r o b a
sesuatu dengan sendirinya harus melalui proses pengujian Efek samping dapat berupa efek toksis, alergis atau
dalam klinik. biologis. Efek samping seperti paralisis respiratorik dapat
PEMAKAIAN ANTIMIKROBA SECARA RASIONAL DI KLINIK 703

terjadi setelah instilasi neomisin, gentamisin, tobramisin,


FARMAKOLOGI
streptomisin atau amikin secara intraperitoneal atau ANTIMIKROBIAL
EFEK SAMPING
intrapleural. Eritromisin estolat sering menyebabkan KERENTANAN
INTERAKSI
koiestasis hepatitis. Perlu juga diingat bahwa antimikroba SUPERINFEKSI
yang bekerja pada metabolisme kuman seperti rifampisin,
k o t r i m o k s a s o l dan i s o n i a s i d p o t e n s i a l h e m a t o dan
HOSPES MIKROBIOLOGI
hepatotoksik. Yang dapat menekan fungsi sumsum tulang
adalah pemakaian kloramfenikol yang melampaui batas (-) FAKTOR PATOGEN (ISOLASI)
keamanan dan menyebabkan anemia dan neutropenia. SITUS
Anemia aplastik secara eksplisit merupakan efek samping (EVIDENCE BASED)

yang dapat mengakibatkan kematian pasien setelah Gambar 1. Interaksi terapi rasional
pemakaian kloramfenikol.
Efek samping alergi lainnya terutama disebabkan disebabkan stafilokok berbeda pemilihan antimikroba
oleh penggunaan penisilin dan sefalosporin. Yang paling dengan infeksi saluran kemih yang sering disebabkan
jarang adalah kejadian renjatan anafilaktik. Lebih sering enterobakteri. Penilaian keadaan klinis yang tepat dan
timbul ruam, urtikaria dan sebagainya. Pasien yang alergi kemungkinan kuman penyebab sangat penting dalam
terhadap sulfonamid dapat mengalami sindrom Steven penerapan terapi antimikroba kalkulatif
Johnson. Efek s a m p i n g biologis d i s e b a b k a n karena Pada infeksi tertentu metoda penggunaan antimikroba
p e n g a r u h antibiotika t e r h a d a p flora normal di kulit selalu harus berpedoman pada sebuah protokol
maupun di selaput-selaput lendir tubuh. Biasanya terjadi pemberian antimikroba dan dapat menambah kelompok
pada penggunaan obat antimikroba berspektrum luas. obat antimikroba lainnya bilamana tidak berhasil didapat
Candida albicans dalam hubungan ini dapat menyebabkan respons yang memuaskan dengan terapi antimikroba
super infeksi seperti stomatitis, esofagitis, pneumonia, inisial. Protokol-protokol ini akan menyesuaikan diri
vaginitis dan sebagainya. dengan perkembangan-perkembangan dan pengalaman-
Di lingkungan rumah sakit selalu d i k h a w a t i r k a n pengalaman mutakhir dengan penggunaan berbagai jenis
p e n y e b a r a n dari j e n i s k u m a n Meticlllln Resistant antimikroba yang baru. Misalnya protokol penggunaan
Staphylococcus Aureus (MRSA). Enterokolitis yang berat obat antimikroba pada infeksi pasien keganasan yang
dan y a n g m e m e r l u k a n p e n g o b a t a n i n t e n s i f d a p a t m e n g a l a m i g r a n u l o s i t o p e n i a . Cara p e n g o b a t a n ini
j u g a disebabkan oleh penggunaan antibiotika seperti j u g a dikenal sebagai terapi antimikrobial interventif
klindamisin, tetrasiklin dan obat antibiotika berspektrum bertahap.
lebar lainnya. Terapi antimikroba omnispektrif diberikan bilamana
hendak dijangkau spektrum antimikroba seluas-luasnya
dan dapat diberikan secara empirik. Beberapa keadaan
POLA PEMBERIAN ANTIMIKROBA yang memerlukan terapi semacam ini meliputi infeksi pada
leukemia, luka bakar, peritonitis dan renjatan septik.
Berdasarkan parameter yang telah diuraikan di atas, Sebagai profilaksis, obat antimikroba dapat digunakan
kemoterapi antimikrobial dapat diberikan berdasarkan untuk mencegah infeksi baru pada seseorang atau untuk
beberapa pola tertentu, antara lain: a).direktif b). kalkulatif, mencegah kekambuhan dan terutama digunakan untuk
c). interventif d). omnispektrif dan e). profilaktif m e n c e g a h komplikasi-komplikasi serius pada w a k t u
Pada terapi antimikroba direktif kuman penyebab dilakukan tindakan pembedahan.
infeksi sudah diketahui dan kepekaan terhadap antimikroba
sudah ditentukan, sehingga dapat dipilih obat antimikroba
efektif dengan spektrum sempit, misalnya infeksi saluran KESIMPULAN
napas dengan penyebabnya Streptococcus pneumoniae
yang sensitif terhadap penisilin diberikan penisilin saja. Keinginan dari segi individual pasien perlu kita hormati
Jelas bahwa kesulitan yang dihadapi dalam hal ini terletak yakni pemberian obat yang akan menyebabkan dirinya
pada tersedianya fasilitas pemeriksaan mikrobiologis yang cepat sembuh dari infeksi dalam jangka waktu sependek
cepat dan tepat. mungkin dan tanpa menimbulkan reaksi-reaksi yang
Pada terapi antimikroba kalkulatif obat diberikan tidak diinginkan. Sisi lain dari keinginan ini bermakna
secara best guess. Dalam hal ini pemilihan harus didasarkan global. Dari segi pengertian global perlu dirumuskan apa
pada antimikroba yang diduga akan ampuh terhadap yang diartikan dengan pemberian obat rasional. Sesuai
mikroba yang sedang menyebabkan infeksi pada organ/ perumusan yang telah disepakati dalam jajaran organisasi
jaringan yang dikeluhkan. Misalnya infeksi kulit yang sering kesehatan sedunia pengertian ini meliputi pemilihan tepat
704 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

jenis, dosis, cara pemberian dan penghentian obat yang


berl<ualitas bail< yang manfaatnya sudah terbul<ti, aman
pada pemakaian dan terjangkau harganya oleh pasien.

REFERENSI

Nelwan R H H . Usaha ke arah penggunaan antibiotika secara


rasional di Jakarta. Dalam : Naskah lengkap Lokakarya
Nasional Penggunaan Antibiotika Sacara Rasional I I ,
Surabaya, Januari 1992.
Simon C , Stile W, Wilkens PJ. Antibiotic Therapy in Clinical
Practice 24"' Edition, Schattauen-Stutgart.1993
94
RESISTENSI ANTIBIOTIK
Usman Hadi

PENDAHULUAN Resistensi yang didapat yaitu apabila kuman tersebut


sebelumnya sensitif terhadap suatu antibiotik kemudian
Resistensi antibiotik merupakan suatu masalah yang berubah menjadi resisten.Contohnya resistensi yang
besar yang berkembang diseluruh dunia. Kuman-kuman didapat iaiah P.aeuruginosa resisten terhadap ceftazidime,
resisten yang muncul akibat penggunaan antibiotika Haemophillus influenzae resisten terhadap imipenem,
yang berlebihan, akan menimbulkan masalah yang serius P.aeruginosa resisten terhadap siprofloksasin, H.influenzae
dan sulit diatasi. Saat ini kuman resisten antibiotik yang resisten terhadap ampisilin, dan Escherichia coli resisten
sudah banyak dikenal dan menimbulkan banyak masalah terhadap ampisilin. Resistensi antibiotika yang didapat
di seluruh dunia diantaranya adalah methiciUin-resistance dapat bersifat relatif atau mutlak.
Staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin resistance Resistensi antibiotik didapat yang relatif: yaitu apabila
Enterococci, penicillin-resistance Pneumococci, extended- didapat secara b e r t a h a p p e n i n g k a t a n dari minimal
spectrum betaiactamase-producing Klebsiela pneumoniae inhibitory concentration (MIC) dari suatu kuman terhadap
(ESBL), carbapenem-resisten Acinetobacter baumanni, dan antibiotika tertentu contohnya resistensi yang didapat
multi resisten Mycobacterium tuberculosis. pada gonococci, dan pneumococci.
Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya kuman Resisten antibiotika didapat yang mutlak (absolute)
resisten terhadap antibiotik, faktor yang paling penting terjadi apabila terdapat suatu mutasi genetik selama atau
adalah faktor penggunaan antibiotik dan pengendalian setelah terapi antibiotik sehingga kuman tersebut yang
infeksi. Oleh karena itu penggunaan antibiotika secara sebelumnya sensitif berubah menjadi resisten dengan
b i j a k s a n a m e r u p a k a n hal y a n g s a n g a t p e n t i n g , di peningkatan yang sangat tinggi MIC yang tidak dapat
samping penerapan pengendalian infeksi secara baik dicapai dengan pemberian antibiotik dengan dosis terapi.
untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten Pseudo-resistance: pada test kepekaan didapat hasil
tersebut ke masyarakat. resisten tetapi di dalam tubuh {in vivo) masih efektif,
contoh E coli dan Klebsiela pneumoniae resisten terhadap
s u l b a c t a m / a m p i s i l i n , P.aeruginosa resisten t e r h a d a p
TERMINOLOGI RESISTENSI aztreonam.
Resistensi silang (cross-resistance): contoh Extended-
Resistensi antibiotik dapat diklasifikasikan menjadi dua spectrum b-lactamase yang diproduksi untuk ceftazidime
kelompok yaitu: resistensi alami dan resistensi yang m e n g h a s i l k a n resistensi untuk seluruh s e f a l o s p o r i n
didapat. generasi ke III.
Resistensi alami m e r u p a k a n sifat dari antibiotik
tersebut yang memang kurang atau tidak aktif terhadap
suatu kuman, contohnya Pseudomanas aeruginosa yang MEKANISME TERJADINYA RESISTENSI
tidak pernah sensitive terhadap klorampenikol, j u g a
Streptococcus pneumoniae secara alami 2 5 % resisten Selaput Bagian Luar K u m a n Gram-negatif {Gram-
terhadap antibiotik golongan makrolid {erythromycin, negative Outer Membrane)
clarithromycin, azithromycin). Untuk m e n d a p a t k a n efek terapi, antibiotik p e r t a m a

705
706 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

kali harus mencapai target kedalam sel kuman. Kuman penisilin binding protein 2' (PBP2'), yang tidak mengikat
gram negatif mempunyai outer membrane yang sedikit metisilin sebagaimana pada a-laktam binding protein
m e n g h a m b a t antibiotik masuk ke dalam sitoplasma. yang normal.
Selanjutnya apabila terjadi mutasi dari lubang pori outer
Resistensi terhadap antibiotik golongan glikopeptida.
membrane berakibat antibiotik menjadi lebih sulit masuk
Mekanisme resistensi pada vancomycin masih belum
ke dalam sitoplasma atau menurunnya permeabilitas
diketahui secara j e l a s , tetapi nampaknya melibatkan
m e m b r a n e terhadap antibiotika, oleh karena lubang
2 gen (vanA dan vanB) merupakan pengkode protein
pori dari outer membrane tersebut tidak bersifat selektif
yang menggabungkan D-ala-D-hydroxybutirate
maka satu mutasi dari pori tersebut dapat menghambat
sebagai p e n g g a n t i D-ala-D-ala kedalam UDP-
masuknya lebih dari satu jenis antibiotik.
muramil-pentapeptida. Bentuk D-hydroxybutyrate tidak
mengikat vankomisin tapi masih dikenal oleh enzyme
Inaktivasi A n t i b i o t i k a M e l a l u i J a l u r E n z i m a t i k
transglycosylating dan transpeptidation dari bakteri. Jadi
Resistensi terhadap antibiotika golongan b-Laktam. sintesis peptidoglikan terus berlangsung dengan adanya
Salah satu mekanisme timbulnya resistensi terhadap antibiotika.
antibiotika golongan b-laktam terutama pada kuman gram
Resistensi terhadap tetrasiklin. Tipe resistensi yang
negatif adalah enzim b-laktamase yang dapat memecah
penting terhadap tetrasiklin ini adalah perlindungan
cincin b-laktam sehingga antibiotik tersebut menjadi tidak
terhadap ribosome. Perlindungan ini diberikan oleh protein
aktif. b-laktamase disekresi ke rongga periplasma oleh
sitoplasma, bila protein sitoplasma ini muncul pada
kuman gram negatif dan ke cairan ekstra selular oleh
sitoplasma bakteri maka tetrasiklin tidak akan mengikat
kuman gram positif
ke ribosome. Tipe resistensi ini sekarang sudah diketahui
Resistensi terhadap golongan aminoglikosida. Berbeda secara luas pada beberapa kuman patogen, termasuk
dengan b-laktamase yang berkerja dengan memecah kuman-kuman gram positif, mikoplasma, dan beberapa
i k a t a n C-N pada a n t i b i o t i k m a k a aminoglycosida- kuman gram negatif seperti Neisseria, Haemophillus,
modifying enzyme menginaktifkan antibiotika dengan dan Bakteriodes. Tiga jenis pengkode genetik untuk tipe
menambah group phosphoryl, adenil atau acetyl pada resistensi ini adalah tetM, tetO, dan tetQ.
antibiotik. Pada kuman gram negatif aminoglycoside-
Resistensi terhadap makrolid dan linkosamid.
modifying enzyme terletak di luar membran sitoplasma.
Mekanisme kerja antibiotika ini adalah dengan mengikat
Modifikasi dari antibiotik tersebut akan mengurangi
ribosom dengan adanya perubahan pada ribosom oleh
transport dari antibiotik ke dalam sel sehingga fungsi
enzim rRNA methylase maka tidak terjadi ikatan antibiotik
antibiotik akan terganggu. Serta pengeluaran secara aktif
dengan ribosome kuman.
antibiotik dari dalam sel kuman (ocf(Ve efflux).
Resistensi terhadap kuinolon dan rifampin. Resistensi
Resistensi terhadap tetrasiklin. Telah ditemukan bahwa
terhadap quinolon pada umumnya muncul dari titik mutasi
terdapat enzim yang menginaktifkan tetrasiklin, tetapi cara
yang merubah afinitas dari DNA gyrase b-subunit untuk
kerjanya masih belum diketahui dengan jelas.
antibiotika.

Modifikasi pada Target Antibiotik Resistensi terhadap rifampin oleh karena adanya
m u t a s i pada t-subunit dari RNA polymerase yang
Resistensi Terhadap Antibiotika Golongan b-Laktam.
mengurangi afinitas sub unit tersebut terhadap antibiotika
Terjadi perubahan pada target antibiotika s e h i n g g a
tetapi RNA polimerase tersebut masih tetap berfungsi.
antibiotik tersebut tidak dapat berikatan dengan kuman.
Ikatan yang spesifik dari penicillin-binding protein (PBP)
K u m a n M e n g e m b a n g k a n J a l u r M e t a b o l i s m e Lain
telah dirubah pada strain resisten. Mekanisme resistensi
y a n g M e m i n t a s (Bypass) Reaksi y a n g D i h a m b a t
ini yang pada umumnya terjadi pada kuman-kuman gram
oleh Antibiotik
positif, dan saat ini yang menyebabkan banyak masalah
di klinik. Penyebaran/perpindahan gene resisten. Kuman dapat
Resistensi oleh karena b-laktamase dapat ditanggulangi menjadi kebal terhadap antibiotik dengan cara mutasi gen
dengan b-laktamase inhibitor, tetapi tidak dapat pada yang sudah ada, tetapi sebagian besar kasus resistensi
resistensi oleh karena perubahan pada penisilin binding terjadi oleh karena mendapat gen baru yang resisten.
protein. Walaupun kuman dapat memperoleh gen baru melalui
Contoh mekanisme resistensi tipe ini adalah meca bacteriophage, transduction atau melalui transformation,
gene pengkode resisten terhadap meticilin yang tipe transfer seperti ini hanya terjadi terutama diantara
ditemukan pada S.aureus. Gene resisten ini mengkode anggota-anggota spesies yang sama. Masalah klinis
RESISTENSI ANTIBIOTIKA 707

yang besar iaIah adanya perpindahan gene pada genus sekarang sulfonamid telah kehilangan k e g u n a a n n y a
atau spesies yang berbeda, penyebaran secara luas untuk infeksi meningokukus. Penisilin masih efektif untuk
ini sangat mungkin diperantarai dengan conjugation terapi, dan rifampin digunakan untuk profilaksis. Namun,
(perpindahan) dari DNA melalui saluran yang dibentuk dari mengingokukus resisten rifampin masih terdapat pada
penggabungan sel membrane dua bakteria. Ada dua jenis sekitar 1 % penderita yang telah mendapat rifampin untuk
bahan konjugat yaitu plasmid dan conjugatif transposons profilaksis.

Plasmid. Plasmid yang dapat berpindah sendiri dari Stafilokokus: pada tahun 1944, sebagian besar stafilokokus
satu sel ke sel yang lain harus membawa sejumlah gene peka terhadap penisilin, meskipun ditemukan beberapa
pengkode protein yang diperlukan untuk konjugasi {tra strain yang resisten. Setelah meluasnya penggunaan
genes). Beberapa plasmid yang tidak dapat berpindah penisilin, pada tahun 1948, 6 5 - 8 5 % stafilokokus yang
sendiri masih dapat berpindah melalui konjugasi. Plasmid diisolasi di rumah sakit ternyata menghasilkan b-laktamase
tersebut dapat lebih kecil dari plasmid yang bisa berpindah sehingga resisten terhadap penisilin-G. Ditemukannya
sendiri karena hanya memerlukan satu atau dua gene saja penisilin yang resisten terhadap b-laktamase (misalnya,
{mob genes). Kedua jenis plasmid tersebut dapat membawa metisilin) dapat mengatasi sementara, tetapi sekarang
beberapa gene resistensi antibiotika. kadang-kadang timbul wabah infeksi MRSA. Pada tahun
1986, MRSA tidak hanya dijumpai pada bakteri yang
Conjugatif Transposons. Merupakan elemen konjugasi
ditemukan di rumah sakit, tetapi j u g a pada 8 0 - 9 0 %
yang biasanya terletak pada kromosom bakteri dan dapat
stafilokokus yang diisolasi di masyarakat. Organisme ini
berpindah sendiri dari kromosom donor ke kromosom
j u g a cenderung resisten terhadap obat lain, misalnya
penerima, dan dapat pula berintegrasi ke dalam plasmid.
tetrasiklin. MRSA kadang-kadang menyebabkab wabah
Conjugatif transposons ini dapat berpindah dari kuman
di rumah sakit, tetapi untung masih peka terhadap
gram negatif ke kuman gram positif atau sebaliknya.
vankomisin.

Pneumococcus: Sampai tahun 1963, sebagian besar


ARTI KLINIS RESISTENSI ANTIBIOTIK pneumokukus peka terhadap penisilin-G, pada tahun
itu juga, ditemukan beberapa pneumokukus yang relatif
Beberapa contoh berikut akan menunjukkan pengaruh resisten terhadap penisilin di New Guinea. Sejak tahun
penggunaan antibiotik terhadap munculnya k u m a n - 1977, organisme ini telah ditemukan dalam berbagai
kuman resisten terhadap antibiotik tersebut. wabah di rumah sakit, mula-mula di Afrika Selatan dan
kemudian di tempat lain. Meskipun pneumokukus tidak
Gonokokus: Ketika sulfonamid pertama kali digunakan
menghasilkan b-laktamase, resistensinya terhadap penisilin
untuk pengobatan gonore pada akhir tahun 1930-an,
G, mungkin akibat PBP yang berubah.
hampir semua kasus dapat disembuhkan dengan obat
ini. Beberapa tahun kemudian, sebagian besar strain Bakteri usus gram-negatif. Sebagian besar resistensi obat
gonokukus sudah menjadi resisten terhadap sulfonamid pada bakteri usus disebabkan oleh perluasan penularan
dan gonore jarang dapat disembuhkan dengan obat ini. plasmid resistensi pada berbagai genus. Pada saat ini di
Namun, sebagian besar gonokukus masih sangat peka banyak tempat di dunia kira-kira separuh strain Shigella
terhadap penisilin. Beberapa d a s a w a r s a b e r i k u t n y a , sp resisten terhadap obat.
pelan-pelan resistensi terhadap penisilin meningkat, tetapi
Bakteri Salmonella y a n g d i k a n d u n g oleh hewan
dengan dosis tinggi obat ini masih dapat menyembuhkan
j u g a berkembang menjadi resisten, terutama terhadap
penyakit itu. Pada tahun 1970-an timbul gonokukus
obat ( k h u s u s n y a tetrasiklin) y a n g d i g u n a k a n dalam
penghasil b-laktamase, pertama-tama di Filipina dan Afrika
makanan ternak. Kebiasaan mencampurkan obat dalam
Barat, kemudian menyebar sehingga menimbulkan pusat
makanan hewan menyebabkan ternak t u m b u h lebih
endemik diseluruh dunia. Infeksi gonokukus ini tidak
cepat tetapi juga menyebabkan peningkatan organisme
dapat diobati secara efektif dengan penisilin, tetapi diobati
usus yang resisten terhadap obat dalam flora usus para
dengan spektinomisin. Sekarang mulai timbul resistensi
pekerja peternakan. Peningkatan infeksi Salmonella yang
terhadap spektinomisin. Dianjurkan menggunakan
resisten obat di Inggris menyebabkan dibuatnya aturan
sefalosporin generasi kedua dan ketiga atau kuinolon
pembatasan penambahan antibiotik pada makanan ternak.
untuk mengobati gonoroe.
Penggunaan tambahan tetrasiklin pada makanan ternak di
Meningokokus: Sampai tahun 1962, semua meningokukus Amerika Serikat ikut menyebabkan penyebaran plasmid
peka terhadap sulfonamid, dan obat ini efektif untuk resisten dan Salmonella yang resisten obat.
profilaksis maupun terapi. Kemudian, meningokukus Plasmid p e m b a w a gen resistensi obat terdapat
yang resisten terhadap sulfonamid menyebar luas, dan pada banyak bakteri g r a m negatif pada flora usus
708 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

normal. Penggunaan obat antimikroba secara berlebihan PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


khususnya pada penderita di rumah sakit menyebabkan
penekanan organisme yang peka obat dalam flora usus Pembatasan Antibiotik pada Formularium R u m a h
dan membantu pertumbuhan bakteri yang resisten obat, Sakit
termasuk Enterobacter, Klebsiella, Proteus, Psedomonas, Pada pemilihan antibiotik dalam formularium faktor
Serratia, dan j a m u r Organisme ini menimbulkan masalah resistensi j u g a harus d i p e r h a t i k a n . Antibiotik yang
yang sulit terutama pada penderita dengan granulopenia sudah diketahui menimbulkan masalah resistensi harus
dan imunitasnya tertekan. Rumah sakit, yang merupakan dibatasi penggunaannya atau tidak dimasukkan dalam
lingkungan tertutup, membantu penularan organisme formularium atau penggunaannya harus disetujui oleh
yang resisten melalui personelnya dan peralatan, j u g a ahli penyakit infeksi. Sedangkan antibiotik yang diketahui
kontak langsung. tidak menimbulkan masalah resistensi penggunaannya
tidak perlu dibatasi.
K u m a n t u b e r k u l o s i s . Telah t i m b u l mutan resisten
Pelaksanaan pengendalian infeksi yang baik dapat
obat pada tuberkulosis, khususnya pada pasien yang
meminimalkan masalah resistensi oleh karena penyebaran
terinfeksi dengan HIV. Kuman tuberkulosis resisten dapat
kuman resisten di rumah sakit ataupun antar rumah sakit
menyulitkan pengobatan penderita tuberkulosis dan dapat
dapat dibatasi.
ditularkan pada orang-orang yang berkontak dengan
Pengendalian resistensi antibiotik di masyarakat
penderita tersebut, sehingga menimbulkan infeksi primer
tergantung pada pemilihan antibiotik oleh para dokter
yang resisten obat.

Tabel 1. Mekanisme Kerja dan Terjadinya Resistensi Antibiotika


Antibiotika Target Utama sel Cara kerja Mekanisme Utama Resistensi
inaktivasi obat (P-latamase)
b-Lactams (Penisillin membuat target sel menjadi tidak sensitif
Dinding sel Menghambat dinding sel
dan sefalosporin) menurunkan permeabilitas
pengeluaran antibiotik secara aktif
P e n a m b a h a n pada s t r u k t u r
Vancomisin Dinding sel dinding sel {muramil pepta- Perubahan pada target sel
pepti)
Bacitracin Dinding sel Merusak dinding sel Tidak dijelaskan
M a c r o I i d e s perubahan dari target sel
Sintesa Protein Bind to SOS ribosomal subunit
(erythromycin) pengeluaran secara aktif
Lincosamides Perubahan pada target sel {ribosomal
Sintesa Protein Bind to SOS ribosomal subunit methylation)
(clindamycin
Inactivasi obat {chloramphenicol
Chloramphenicol Sintesa Protein Binds to SOS ribosomal subunit
acetyltransferase)
pengeluaran secara aktif
Tetracycline Sintesa Protein Binds to 30S ribosomal subunit
membuat target sel menjadi tidak sensitif
inaktivasi obat {aminoglicoside-modifying
Aminoglycosides enzyme)
Sintesa Protein Bind to SOS ribosomal subunit
(gentamisin penurunan permebialitas
pengeluaran obat secara aktif
Mutasi genetik pada target protein atau
Inhibits isoleucine tRNA
G Mupirocin Sintesa Protein penerimaan gen baru yang menyebabkan
synthetase
target sel tidak sensitif terhadap antibiotik
perubahan dari sel target {ribosomal
Quinupristin/ methylation: dalfopristin)
H dalfopristin Sintesa Protein Bind to SOS ribosomal subunit pengeluaran secara aktif
(Synercid) inaktivasi dari obat {quinipristin and
dalfopristin)
Perubahan dari target sel (mutation of 23S
Linezolid Sintesa Protein Bind to SOS ribosomal subunit
rRNA)
RESISTENSI ANTIBIOTIKA 709

Produksi sel target yang tidak sensitif


{dihydropteroate synthetase) (sulfonamides))
S u l f o n a m i d e s dan Kompetisi hambatan enzim pada
Metabolisme sel dan produksi dihydrofolate reductase
trimethoprim sintesa asam folat
(trimethoprim) yang memintas hambatan
metabolis dari antibiotik.

Sintesa a s a m menghambat DNA- dependent Membuat target menjadi tidak sensitif


K Rifampin
nukleat RNA polymerase (mutasi dari gen polymerase)
Sintesa asam
L Metronidazol Merusak DNA sel Tidak dijelaskan
nukleat
membuat target menjadi tidak sensitif
Quinolones Menghambat DNA gyrase (A {mutation of gyrase genes)
Sintesa DNA
(siprofloksasin) subunit) dan topoisomerase IV pengeluaran antibiotik secara aktif {active
M efflux)
Menghambat DNA gyrase (B _. . , ... , ,
Novobiocin Sintesa DNA , Tidak dijelaskan
subunit)
Polymyxins
Membran sel Menurunkan permebialitas sel Tidak dijelaskan
(polymixin B)

di masyarakat, biasanya penggunaan antibiotik oral. pneumoniae, d a n Vancomycin-resistant enterococcus


U m u m n y a para dokter m e m b e r i k a n antibiotik tidak faecium (VRE).
memperhitungkan efek jangka panjang yaitu munculnya Untuk kuman MRSA, pengendalian infeksi merupakan
kuman resisten. Jadi faktor penting mencegah terjadinya kunci utama untuk mencegah penyebaran MRSA
kuman resisten di masyarakat adalah dengan mendidik tersebut. Dari data di Belanda dan Denmark menunjukkan
para dokter untuk menggunakan antibiotik secara lebih bahwa pengendalian infeksi yang ketat dapat menekan
bijaksana yaitu menggunakan antibiotik dengan indikasi penyebaran kuman tersebut. Diduga bahwa kolonisasi
yang jelas. MRSA pada rongga hidung petugas kesehatan yang sehat
Surveilans dari kuman-kuman resisten sangat penting merupakan faktor utama dari MRSA.
dilakukan dalam upaya mencegah munculnya kuman Untuk Klebsiela pneumoniae penggunaan antibiotika
resisten. Dan pelaporan hasil surveilans secara teratur secara bijaksana merupakan kunci pengendalian resistensi
dapat dipakai dasar untuk melihat kecenderungan kuman a n t i b i o t i k a pada k u m a n ini. P e n g g u n a a n g o l o n g a n
yang akan menjadi resisten dan kebijakan yang harus s e f a l o s p o r i n s p e k t r u m luas y a n g b e r l e b i h a n a k a n
dilakukan. memunculkan strain Enterobacteriaceae yang resisten
terutama K. pneumoniae yang resisten terhadap extended-
spectrum cephalosporin.
P E N G E N D A L I A N RESISTENSI A N T I B I O T I K DI R U - Untuk VRE, pengendalian infeksi dan penggunaan
A N G P E R A W A T A N I N T E N S I F (INTENSIVE CARE antibiotika secara bijaksana keduanya merupakan faktor
UNIT) penting untuk mengendalikan kuman ini.

Ruang perawatan intensif merupakan lokasi yang sangat


penting untuk pertumbuhan dan penyebaran kuman REFERENSI
resisten ini oleh karena itu monitoring p e n g g u n a a n
antibiotik dan surveilans kuman resisten ditempat tersebut Bronzwaer S.L.A.M., Cars O., et al. A European Study on the
Relationship between Antimicrobial Use and Antimicrobial
perlu menjadi perhatian. Resistance.Emerg Infect Dis 2002; 8(3):278-82.
Muncul dan berkembangnya kuman resisten sangat Brooks G F . , Butel JS, and Ornston L N . In :Jawet, Melnick and
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu pengendalian Adelberg. Mikrobiology Kedokteran.(Medical Microbiology)
Alih Bahasa: dr. Edi Nugroho dan dr. RF Maulany editor: dr
infeksi yang kurang baik dan penggunaan antibiotik
Irawati Setiawan Edisi 20 Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
(antibiotic selective pressure). E G C ; 1996.p. 157-9.
Tiga kuman utama yang harus menjadi perhatian pada Christidou A., Gikas A., Sculica E. at al. Emergence of vancomycin-
pengendalian kuman resisten antibiotika adalah: Methicillin resistant enterococci in a tertiary hospital in Crete, Greece:
a cluster of cases and prevalence study on intestinal
resistant S.aureus (MRSA), Cephalosporin-resistant colonization. Clin Micribiol Infect 2004;10:999-1005.
(Extended spectrum beta-lactamase/ESBl) Klebsiela Cunha B.A. Antibiotic Therapy, Part I. The Medical Clinics of
North America. 2000;84:1407-21.
710 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Delisle S., Perl T M . Antimicrobial management measures to limit


resistance: A process-based conceptual framework. Crit Care
Med 2001; 29(4) suppl.: N121 - N127.
Directorate General of Medical Care Ministry of Health, Republic
of Indonesia.Antimicrobial Resistance, Antibiotic usage and
Infection control: A self-assessment program for Indonesian
hospitals (2005)
Filius PMG., and Gyssens IC. Impact of Increasing Antimicrobial
Resistance on Wound Management. A m J Clin Dermatol
2002; 3(1) 1-7.
Man P., Verhoeven BAN., Verbrugh H A . A n antibiotic policy to
prevent emergece of resistant bacilli. Lancet 2000;355: p.973-8.
Rice LB. Controlling antibiotic resistance in the I C U : Different
bacteria, different strategies. Clev Clin J of Med 2003.; 70(9)
p.793-800.
Salmenlinna S., Lj^ytikainen 0.,and Vuopio-Varkila J. Community-
Acquired Methicillin-Resiatant Staphylococcus aureus,
Finland. Emerg Inf Dis 2002; 8(6): 602 - 5.
Salyers A. A., and Whitt D.D. Antibiohc: Mechanisms of Action and
Mechanism of Bacterial Resistance. In Bacterial Pathogenesis
A. Molecular approach, Washington, D.C: A S M Press; 2005.
p.97 -110.
W H O G l o b a l Strategy for C o n t a i n m e n t of A n t i m i c r o b i a l
Resistance. World Health Organization 2001.
95
INFEKSI JAMUR
Nasronudin

PENDAHULUAN (histoplasmosis, blastomikosis, koksidiodomikosis, dan


parakoksidio-domikosis), dan infeksi jamur oportunistik.
Infeksi jamur, atau mikosis semakin dikenal sebagai Kandidiasis, merupakan mikosis dengan insidens tertinggi
penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien yang pada infeksi oportunistik. Hal tersebut disebabkan karena
rawat inap di rumah sakit terutama yang imunokompromis. jamurtersebut merupakan bagian dari mikroba flora normal
Indonesia sebagai negara berkembang belum sepenuhnya yang beradaptasi dengan baik untuk hidup pada inang
berhasil membasmi penyakit infeksi jamur, kini dihadapkan manusia, terutama pada saluran cerna, saluran urogenital,
pada masalah baru dengan hadirnya infeksi HIV/AIDS. dan kulit. Histoplasmosis, meskipun ditemukan diberbagai
Penyakit ini potensial mendesak status imun penderita belahan dunia, terutama di Amerika utara dan tengah.
kearah imunokompromis sehingga infeksi j a m u r dapat Koksidioidomikosis, terutama di Arizona dan California,
tumbuh kembang dengan subur Mexico dan Texas, serta Amerika selatan. Kriptokokus,
Infeksi jamur pada manusia dibagi menjadi infeksi kebanyakan ditemukan di daerah subtropik dan tropik
j a m u r endemik dan infeksi j a m u r oportunistik. Infeksi termasuk Australia, Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika.
jamur oportunistik tidak saja merupakan bagian dari infeksi Sebelum era highly active antiretroviral theraphy (HAART),
HIV/AIDS tetapi juga merupakan infeksi oportunistik pada kriptokokus meliputi 5-10% penderita AIDS terutama
leukemia, tumor padat, limfoma maligna, transplantasi bila CD4 kurang 50 sel/mm^ Pada populasi non AIDS,
organ. Beberapa keadaan dapat mendorong individu kriptokokus terutama sebagai infeksi oportunistik pada
terinfeksi jamur. Infeksi jamur umumnya akibat paparan individu yang mengalami transplantasi organ, penderita
dari sumber lingkungan dan aktivasi flora jamur endogen yang mendapatkan imunosupresan jangka lama, penderita
akibat penyakit yang melandasi maupun sebagai akibat diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit hati kronik, penyakit
dari intervensi diagnostik dan terapi. Infeksi jamur tidak paru kronik. Sekitar 20% terjadi infeksi kriptokokus tanpa
hanya mengenai bagian tubuh luar saja, tetapi j u g a diketahui penyakit yang mendasari.
menimbulkan penyakit sistemikyang mengancam jiwa.
Akibat paparan jamur sangat tergantung dari derajat
dan j e n i s respons imun host. Respons imun selular STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN JAMUR
merupakan mediator utama perlawanan terhadap infeksi
jamur. Neutrofil dan fagosit mempunyai peran penting Ada dua tipe jamur, yaitu : yeasts atau ragi dan molds.
dalam mengeliminer infeksi jamur. Yeasts t u m b u h kembang melalui sel t u n g g a l secara
Di masa lalu infeksi jamur masih kurang diperhitungkan, aseksual. Molds tumbuh kembang dengan bentuk filamen
maka kini harus mendapatkan perhatian serius karena bukan panjang (hyphae) dan berbentuk kusut semacam tikar
saja diagnosisnya yang sering terlewatkan, tetapi potensi {mycelium). Beberapa hifa membentuk dinding transversal
mendorong penderita ke kearah kematian semakin tinggi. {septate hyphae).
Pertumbuhan dalam bentuk mold melalui produksi
koloni filamentosa multisenter Koloni ini mengandung
INSIDENS tubulus silindris dari 2-10 m m . Kumpulan hifa j a l i n -
menjalin dan berakumulasi selama pertumbuhan aktif
Infeksi jamur digolongkan menjadi infeksi jamur endemik disebut miselium. Beberapa hifa terbagi oleh dinding

711
712 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

pemisah atau septa, yang secara khas terbentuk pada hidup dalam jaringan ekstraselular maupun dalam fagosit.
interval yang teratur selama pertumbuhan hifa. Ragi Kulit yang intak sangat efektif sebagai pertahanan tubuh
merupakan sel tunggal, biasanya berbentuk bulat atau terhadap infeksi jamur (kandidiasis, dermatofitosis), kulit
elips, diameternya bervariasi dari 3-15 mm. Kebanyakan yang lesi memudahkan masuknya jamur. Asam lemak di
ragi bereproduksi melalui pertunasan. Spesies yang gagal kulit dapat menghambat pertumbuhan dermatofit.
melepaskan diri menghasilkan ragi rantai panjang disebut Saluran napas, membran mukosa nasofaring penting
pseudohifa. Semua jamur mempunyai dinding sel kaku untuk melindungi tubuh dari pengaruh invasi spora jamur
yang penting untuk menentukan bentuknya. yang terinhalasi, demikian juga makrofag alveolar
Struktur sel jamur terdiri dari dua bagian penting, yaitu: Jamur yang masuk kedalam tubuh akan mendapat
1) . Dinding sel jamur terdiri dari chitin. Chitin tersusun dari tanggapan melalui respons imun host. IgM dan IgG
rangkaian panjang N-acetylglocosamine. Dinding sel jamur didalam sirkulasi diproduksi sebagai respons terhadap
juga mengandung polisakarida yang merupakan bagian infeksi jamur, tetapi peranan didalam proteksi tubuh masih
penting yaitu beta-glucan, merupakan polimer D-glukosa. Di belum diketahui. Respons cell-mediated immune (CMI)
bidang medis beta-glucan ini mempunyai arti penting karena adalah protektif karena dapat menekan reaktivasi infeksi
merupakan tempat interaksi obat antifungal caspofungin. j a m u r asimptomatis dan mencegah terjadinya infeksi
2) . Membran sel j a m u r mengandung ergosterol, tidak jamur oportunistik. Respons imun yang terjadi terhadap
seperti membran sel manusia yang mengandung kolesterol. infeksi jamur merupakan kombinasi pola respons imun
Aktivitas obat-obatan anti jamur seperti amfoterisin B, azole terhadap mikroorganisme ekstraselular dan respons imun
(f lukonazol, ketokonazol) terhadap jamur sangat tergantung intraselular fakultatif. Respons imun selular merupakan
dari perbedaan sterol membran. mediator utama perlawanan terhadap infeksi j a m u r Sel
Beberapa karakter penting dari j a m u r antara lain T CD4+ dan CD8+ bekerja sama untuk mengeliminer
a d a l a h dimorfik t e r m a l ; m e m b e n t u k struktur y a n g j a m u r Dari subset sel T CD4+, respons sel T h i merupakan
berbeda-beda pada temperatur yang berbeda. Molds respons protektif, sedangkan respons sel Th2 merugikan
terbentuk pada keadaan saprofit, situasi yang bebas pada host. Oleh karena itu inflamasi granulomatosa sering
temperatur ambient dan yeasts pada jaringan host pada merupakan penyebab kerusakan jaringan pada host yang
temperatur tubuh. Kebanyakan j a m u r adalah obligate terinfeksi jamur intraselular
aerobes; beberapa facultative anaerobes ; tetapi tidak R e s p o n s cell-mediated immune (CMI) dapat
ada yang obligate anaerobes. Semua jamur memerlukan menginduksi terbentuknya granuloma. Granuloma
karbon organik. Habitat alamiah jamur sebagian besar t e r u t a m a t e r b e n t u k oleh b e r b a g a i p e n y a k i t j a m u r
berada bebas di lingkungan, kecuali Candida albicans yang sistemik, misalnya koksidioidomikosis, histoplasmosis,
merupakan flora normal pada manusia. dan blastomikosis. Supurasi akut, ditandai oleh adanya
Beberapa j a m u r berkembang biak secara seksual neutrofil di dalam eksudat, juga terjadi pada penyakit
melalui mating dan membentuk spora seksual yaitu j a m u r tertentu seperti aspergilosis dan sporotrichosis.
zygospores, ascospores, dan basidiospores. Zygospore Jamur tidak memiliki endotoksin pada dinding sel dan
merupakan spora sederhana dan besar dengan dinding tidak memiliki produk bakterial seperti eksotoksin.
t e b a l ; ascospora berbentuk s e m a c a m kantong yang Aktivasi sistem CMI menghasilkan respons delayed
disebut ascus; dan basidiospores dibagian luar terdapat hypersensitivity pada tes kulit. Skin tes positif menunjukkan
pedestal yang disebut basidium. adanya paparan antigen j a m u r di masa lampau. Skin
Kebanyakan jamur berkembang biak secara aseksual tes negatif untuk diagnosis menyulitkan bagi penderita
dengan membentuk conidia (asexual spores). Bentuk, i m u n o k o m p r o m i s . Karena pada u m u m n y a individu
warna, dan susunan conidia membantu di dalam identifikasi m e m b a w a k a n d i d a s e b a g a i flora n o r m a l , tes kulit
j a m u r Beberapa conidia penting adalah: 1). arthrospores, dengan menggunakan antigen kandida berguna untuk
yang berkembang melalui fragmentasi melalui ujung menentukan apakah CMI normal.
hyphae dan cara transmisi pada Coccidioides immitis; 2). Kulit yang terinfeksi akan berusaha menghambat
chlamydospores, berbentuk bulat, mempunyai dinding tebal, penyebaran infeksi dan sembuh, menimbulkan resistensi
dan tidak mudah tedepas (bagian terminal chlamydospores t e r h a d a p infeksi b e r i k u t n y a . R e s i s t e n s i ini d i d u g a
C.albicans); 3). blastospores, berbentuk semacam bintang; berdasarkan reaksi imunitas selular, karena penderita
4). sporangiospores, berbentuk kantong (sporangium). u m u m n y a menunjukkan reaksi hipersensitivitas tipe
IV t e r h a d a p j a m u r b e r s a n g k u t a n . G a n g g u a n dalam
reaksi hipersensitivitas tipe IV menyebabkan terjadinya
PATOGENESIS infeksi kronik atau kepekaan untuk kandidiasis. Hal
ini sering terjadi pada penderita yang mendapat obat
Berbagai jenis j a m u r dapat menginfeksi manusia dan imunosupresif.
INFEKSI JAMUR
713

Diagnosis amfoterisin saat ini yaitu: amfotericin B liposomal, amfoterisin


Ada 4 pendekatan diagnosis laboratoris pada infeksi jannur, B kompleks lipid, dan amfoterisin dispersi keloid.
yaitu: 1). pemeriksaan mikroskopik langsung, 2). biakan, Ada 4 azole yang belakangan dapat dipergunakan
3). DNA probe test, dan 4). pemeriksaan serologi. secara sistemik, yaitu: ketokonazol, itrakonazol, flukonazol,
Pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan dengan dan variconazol. Golongan azole bersifat fungistatik tetapi
bahan dari sputum, biopsi paru, kulit, kuku. Beberapa yang preparat terbaru mempunyai sifat fungisid terutama untuk
dapat didiagnosis melalui pemeriksaan mikroskopik adalah j a m u r filamentous. Toksisitas golongan azole sangat
: 1). spherules pada C.immitis dan 2). kapsul Cryptococcus bervariasi tergantung spesifitas dalam mengikat ergosterol
neoformans dengan pengecatan India ink. pada sel j a m u r Karena besarnya toksisitas, absorpsinya
Pemeriksaan dengan DNA probe mampu mendiagnosis kurang baik, serta aktivitas spektrum s e d a n g maka
lebih cepat. Dapat menentukan infeksi Cocciodiodes, ketokonazol sekarang sudah jarang digunakan.
Histoplasma, Blastomyces, dan Cryptococcus. Itrakonazol merupakan azole terpilih terutama untuk
Kebanyakan diagnosis definitif ditegakkan memakai infeksi jamur endemik, juga digunakan untuk infeksi yang
berbagai pemeriksaan yang berbeda-beda dari satu disebabkan oleh beberapa infeksi jamur oportunistik dan
d e n g a n d a e r a h lain p a d a d a e r a h e n d e m i k . Untuk beberapa infeksi jamur superfisial. Karena absopsi yang
menegakkan diagnosis definitif dapat dilakukan biopsi, kurang baik pada kapsul itrakonasol, maka penggunaan
dilanjutkan pemeriksaan histopatologi, serta biakan. secara oral digunakan bentuk suspensi atau pemberian
Pemeriksaan serologis terutama digunakan untuk secara intravenus.
pemeriksaan histoplasmosis dan koksidioidomikosis. ELISA Flukonazol dapat diberikan secara oral maupun
terutama untuk menentukan antigen guna membantu intravena. Sering digunakan untuk pengobatan berbagai
menentukan keterlibatan histoplasmosis pada pasien AIDS. i n f e k s i j a m u r t e r m a s u k k a n d i d a sp, C . n e o f o r m a n ,
Pada infeksi jamur oportunistik, diagnosis invasif sering koksidioides imitis dan beberapa infeksi jamur oportunistik.
mengalami kesulitan. Kandida sp. merupakan flora normal, Efek farmakologis flukonazol sangat sempurna tetapi
dapat tumbuh pada tempat yang kotor seperti sputum. aktivitas spektrumnya paling sempit diantara azole yang
Penentuan antibodi, antigen dan metabolit kandida lain, termasuk tidak mempunyai aktivitas aspergillus
umumnya kurang sensitif dan spesifik. Pemeriksaan yang Varikonazol tersedia dalam bentuk oral (50 dan 200
spesifik dan sensitif melalui pengukuran aglutinasi latex mg), dan maupun intravena (vial 200 mg), merupakan
terhadap kapsul polisakharida C. Neoformans. Pemeriksaan bentuk triazol terbaru. Pada dewasa diberikan rerata 6
histopatologis dari jaringan oleh intervensi infeksi jamur mg/kg i.v. setiap 12 j a m , diikuti 4 mg/kg i.v. tiap 12 j a m .
oportunistik penting dilakukan untuk diagnostik, terutama Bila telah memungkinkan atau menunjukkan perbaikan di
pada individu dengan sakit berat. teruskan per oral 200 mg, 2 kali sehari, kalau dipandang
perlu dosis peroral dapat dinaikkan menjadi 2 kali 300
Terapi mg per hah. Aktivitas genetik polimorfisme di kendalikan
Obat-obatan untuk terapi bakteri tidak mempengaruhi oleh C Y P 2 C 1 9 , yang m e m a n d u dan menentukan
penyakit j a m u r . Penisilin dan a m i n o g l i k o s i d a dapat berbagai substansi yang dilibatkan didalam metabolisme
m e n g h a m b a t p e r t u m b u h a n berbagai bakteri tetapi voriconazol. Variconazol diabsorbsi dengan baik pada
tidak mempengaruhi pertumbuhann j a m u r Hal tersebut mukosa saluran cerna dan di metabolisme sempurna
dimungkinkan akibat perbedaan struktur, misalnya pada oleh liver melalui kendali CYP2C9, CYP2C19 dan CYP3A4.
bakteri terdapat peptidoglikan dan 70S ribosom, tetapi Varikonazol mempunyai spektrum yang luas termasuk
tidak dimiliki oleh jamur Obat antifungal yang efektif adalah t e r h a d a p s e m u a spesies kandida dan C . n e o f o r m a n ,
amfoterisin B dan golongan azole karena adanya ergosterol m e m p u n y a i efek fungisid t e r h a d a p aspergillus dan
pada membran sel jamur tetapi tidak terdapat pada bakteri beberapa filamen j a m u r
maupun membran sel manusia. Antifungal lain, caspofungin Semua bentuk azol berinteraksi secara berbeda-beda
(Candidas), dapat menghambat sintesis beta glucan. dengan enzim sitokrom p-450. Potensi terjadinya interaksi
Terapi mutakhir anti jamur meliputi target ergosterol obat harus selalu diperhatikan sebelum p e m b e r i a n .
membran sel jamur {polyenes, azoles, allylamines), glucans Semua azole mempunyai efek hepatotoksik, oleh karena
pada dinding sel jamur (echinocandins), serta sintesis DNA itu pemeriksaan secara berkala terhadap faal hati perlu
dan RNAjamur {flucytosine). dilakukan.
Amfoterisin B merupakan obat terpilih pada semua Bentuk obat lain adalah yang merupakan sintesis
infeksi jamur, tetapi terdapat keterbatasan yaitu pada ergosterol adalah allylamine terbinafine. Digunakan pada
toksisitasnya. Efek toksik pada ginjal terjadi pada pasien infeksi primer kulit tetapi kadang-kadang digunakan
yang mendapatkan terapi amfoterisin. Formulasi lipid secara kombinasi dengan anti jamur yang lain pada infeksi
dapat mengurangi toksisitas amfoterisin B. Ada 3 formulasi jamur opportunistik berat.
714 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Caspofungin merupakan echinocandin pertama yang yeost di jaringan. Meskipun namanya kapsulatum, tetapi
d i g u n a k a n pada m a n u s i a . Echinocandin bermanfaat jamur ini tidak mempunyai kapsula.
untuk menghambat sintesis betaglucan pada dinding
sel jamur, bekerja fungisid terhadap spesies kandida dan EpidemiologI
aspergillus tetapi tidak mampu melawan Cneoformans. Histoplasmosis, ditemukan diberbagai belahan dunia,
Caspofungin hanya tersedia intravena dan memiliki t e r u t a m a di A m e r i k a utara dan t e n g a h . M e r u p a k a n
toksisitas minimal. penyebab infeksi jamur endemik tersering di Amerika,
Flucytosine {5-fluorocytosine) merupakan bentuk terutama di lembah Missisipi dan Ohio. Infeksi ini self
oral fluorinated pyrimidine yang merupakan konversi ke limiting, tetapi dapat menyebabkan infeksi pulmoner
5-fluorourasil yang mempunyai kinerja terhadap sintesis akut berat.
DNA dan RNA j a m u r Terutama digunakan untuk terapi
kriptokosis dan kandidiasis. Selama penggunaannya perlu Patogenesis
difollow up terhadap terjadinya efek samping penekanan Masuknya mikrokonidia per inhalasi kedalam alveoli,
sumsum tulang. m e n i m b u l k a n infeksi p u l m o n e r lokal. Neutrofil dan
makrofag berusaha m e m f a g o s i t o s i s j a m u r tersebut.
Jamur yang mampu bertahan dari terkaman makrofag
akan meningggalkan makrofag menuju nodus limfatikus
di hilar dan mediastinum, ke sistem retikuloendotelial.
Setelah beberapa minggu sel Ttersensitisasi oleh antigen
H. Capsulatum, kemudian mengaktifasi neutrofil, makrofag
untuk mengeliminer jamur intraselular
Di jaringan mikroorganisme yang berada di dalam
makrofag berubah menjadi ovalyeosf sehingga masuk ke
dalam faseyeosf. Di dalam makrofag tetap mempertahankan
hidupnya dengan memproduksi substansi alkalin,
seperti bikarbonat, amonia, meningkatkan pH sehingga
terhindar dari pengaruh degradasi enzim fagolisosom.
Mikroorganisme yang mencoba tetap bertahan di dalam
Gambar 1. Histoplasma capsulatum. Yeast d\ dalam makrofag makrofag akan menuju ke pembuluh limfe hilus dan
(dikutip dari Levinson)
mediastinal. Selanjutnya menyebar luas secara hematogen
ke seluruh tubuh, sehingga mencapai organ-organ penting
terutama hati dan limpa. Individu dapat mengalami infeksi
INFEKSI JAMUR ENDEMIK
simtomatis maupun asimtomatis. Meskipun demikian
sebagian besar infeksi berlangsung asimtomatis, fokus
Infeksi j a m u r : histoplasmosis, blastomikosis,koksidi-
granulomatus kecil-kecil sembuh dengan meninggalkan
o i d o m i k o s i s , dan p a r a k o k s i d i o i d o m i k o s i s potensial
kalsifikasi. Bila paparan terjadi t e r u s - m e n e r u s akan
menimbulkan infeksi j a m u r endemik. Derajat beratnya
berkembang ke arah manifestasi klinis histoplasmosis
infeksi tergantung dari intensitas paparan maupun status
pulmonalis primer akut. Pada keadaan tertentu, terutama
imun host. Jamur yang terinhalasi melalui saluran napas
pada sistem kekebalan yang tertekan seperti pada AIDS
selanjutnya memasuki sirkulasi hematogen dan menjadi
atau pada saat terjadi penurunan aktivitas CMI, maka
reaktif beberapa tahun kemudian. Infeksijamur endemik
infeksi berkembang kearah kronik. Manifestasinya berupa
menyerupai dengan infeksi bakteriil yang menyerang paru,
histoplasmosis pulmonalis progresif kronik yang dapat
kulit, maupun berbagai organ lain. Diagnosis infeksijamur
disertai terbentuknya kavitas dan jaringan fibrosis. Pada
di daerah nonendemik kurang mendapat perhatian dari
situasi tersebut penyakit dapat berkembang menjadi
pada daerah endemik. Dengan semakin lajunya mobilisasi
histoplasmosis diseminata berat yang progresif dan
penduduk akhir-akhir ini kemungkinan terinfeksi jamur di
berakhir fatal.
daerah endemik dan non endemik meningkat.
Pada pasien AIDS, lesi ulseratif pada lidah merupakan
ciri khas histoplasmosis diseminata kemudian memunculkan
infeksi pulmoner
HISTOPLASMOSIS

Histoplasmosis disebabkan oleh Histoplasma capsulatum. M a n i f e s t a s i Klinis

M e r u p a k a n j a m u r dimorfik, s e b a g a i mold di t a n a h Histoplasmosispulmoner akut. Meskipun ada infeksi


terutama yang terkontaminasi kotoran burung dan sebagai tetapi sering asimtomatik. Infeksi pulmoner simtomatik
INFEKSI JAMUR
715

umumnya self-limiting beberapa minggu setelah paparan. Diagnosis


Simtomatik terutama ditandai panas, menggigil, kelelahan, S a m p e l dari biopsi j a r i n g a n atau a s p i r a s i s u m s u m
batuk non produktif, rasa kurang enak di dada depan, tulang, sel jamur oval di dalam makrofag dapat terlihat
nyeri otot. Artritis dan artralgia, sering ditandai eritema pada pemeriksaan mikroskop. Biakan memakai agar
nonartralgiosum yang terjadi pada 5-10% pasien dengan Sabouraud's dapat terlihat hyphae dengan makronidia
histoplasmosis pulmoner akut. Pada foto toraks tampak tuberkulae. Antigen Histoplasma dapat ditentukan
gambaran nodul lobar atau multilobar infiltrat. Deferensial dengan radio-immunoassay atau DNA probe. Pada kondisi
diagnosis histoplasmosis pulmoner akut adalah dengan imunokompromis bila antibodi dalam urin tidak terdeteksi,
pneumonia yang disebabkan oleh Blastomises dermatidis, dapat dilakukan pemeriksaan antigen dalam urin. Kultur
Mikoplasma pneumoniae, Legionella spp., dan Chlamydia dapat dilakukan melalui sampel yang diambil dari jaringan,
pneumoniae.Kecungaan kuat ke arah infeksi Histoplasmosis lavas brokhoalveoler, cairan tubuh, sputum, dan darah.
p u l m o n e r akut bila d i d a p a t k a n p e m b e s a r a n nodus Biakan darah merupakan langkah terbaik menggunakan
limfatikus pada hiler dan mediastinal. sistem lysis-centrifugation {isolator tube). Biopsi liver dan
sumsum tulang perlu dilakukan untuk membuat diagnosis
H i s t o p l a s m o s i s p u l m o n e r kronik. Histoplasmosis
H.capsulatum diseminata.
p u l m o n e r kronik berjalan progresif, b e r k e m b a n g ke
Jika histoplasmosis pulmoner dicurigai, maka
penyakit pulmoner obstruktif dan berakhir fatal. Keluhan
pemeriksaan biakan dengan medium khusus dari sampel
t e r u t a m a panas, k e l e m a h a n , nafsu makan m e n u r u n ,
pulmoner. Terhadap penderita serangan akut, biopsi
penurunan berat badan, batuk produktif dengan sputum
j a r i n g a n harus dikerjakan guna m e n e n t u k a n adanya
p u r u l e n , dan h e m o p t o e . Foto t o r a k s menunjukkan
jamur oval, ukuran 2-4 mm. Biopsi harus segera disusul
gambaran infiltrat uni atau bilateral pada lobus atas
dengan melakukan pengecatan dengan methenamine
dengan multipel kavitas, serta fibrosis luas pada lobus
silver atau pengecatan periodik acid- Schiff. Pada penderita
bawah. Fistula bronkopleural serta pneumotoraks sering
diseminata, sampel yang diambil dari susum tulang, liver,
terjadi. Histoplasmosis pulmoner kronik sering bersamaam
kulit, dan lesi mukokutaneus dapat menunjukkan beberapa
dengan tuberkulosis, pneumonia fungal lain terutama
organisme. Organisme j u g a dapat ditunjukkan melalui
blastomikosis, dan sporotrikosis.
pengecatan Wright's dari darah perifer penderita infeksi
Histoplasmosis diseminata. Histoplasmosis simtomatik diseminata. Bagi penderita histoplasmosis pulmoner kronik
diseminata terjadi terutama pada pasien imunokompromis. atau mediastinitis granulomatus, biopsi paru atau nodus
Pasien AIDS dengan CD4 kurang dari 150 s e l / m m 3 , limfatikus dapat menunjukkan organisme. Pemeriksaan
keganasan hematologi, transplantasi organ atau terapi serologi mempunyai peran penting pada beberapa bentuk
kortikosteroid berisiko tinggi mengalami histoplasmosis histoplasmosis. Complement-assay dapat dipergunakan
d i s e m i n a t a akut. K e l u h a n dan gejala y a n g m u n c u l untuk membedakan miselial dan jamur. Pemeriksaan
d i s e m i n a t a a d a l a h m e n g g i g i l , p a n a s , nafsu m a k a n immunodiffusion (ID) lebih spesifik dari pada CF tes, tetapi
m e n u r u n , b e r a t b a d a n m e n u r u n , h i p o t e n s i , sesak CF tes lebih sensitif. Titer antibodi CF sering memberikan
napas, hepatosplenomegali, lesi pada kulit dan mukosa. hasil positif pada titer rendah j a m u r setelah terinfeksi.
Pansitopenia, infiltrat pulmoner difus pada gambaran Pemeriksaan serologis merupakan sarana diagnostik
radiologis, koagulasi intravaskular diseminata, gagal penting guna m e n e n t u k a n diagnosis histoplasmosis
napas akut sering terjadi.Gejala tersebut sulit dipisahkan pulmoner akut. Diagnosis ditegakkan bila ada kenaikan
dengan sepsis karena bakteri maupun virus. Pada pasien titer empat kali lipat titer CR Pemeriksaan serologis kurang
AIDS, diferensial diagnosis dengan infeksi sitomegalo, definitif pada pasien limpadenopati mediastinal dan harus
infeksi mikobakterium avium kompleks diseminata, dan selalu dikonfirmasi dengan biopsi jaringan. Hasil positif
tuberkulosis. palsu CF terjadi pada limfoma, tuberkulosis, sarkoidosis,
Histoplasmosis diseminata progresif kronik merupakan dan infeksi jamur lain.
bentuk histoplasmosis y a n g fatal. Ditandai d e m a m , Pemeriksaan enzim immunoassay terhadap antigen
berkeringat malam, penurunan berat badan, nafsu makan polisakarida H.capsulatum pada urin dan serum sangat
menurun, dan kelemahan. Penderita nampak mengalami membantu penderita diseminata yang dilandasi AIDS.
sakit kronik, hepatosplenomegali, ulserasi mukokutaneus,
dan adrenal insufisiensi. Peningkatan laju endap darah, Terapi
peningkatan fosfatase alkali, pansitopenia, dan infiltrat I t r a k o n a z o l m e r u p a k a n o b a t t e r p i l i h bagi infeksi
retikulonoduler difus pada gambaran foto toraks. Untuk histoplasmosis ringan dan sedang, dan amfoterisin B
ini perlu disingkirkan tuberkulosis milier, limfoma, dan bagi infeksi berat. Flukonazol kurang aktif dan perlu
sarkoidosis. Hampir semua organ terdapat kelainan pada d i p e r t i m b a n g k a n p e n g g u n a a n s e b a g a i lini k e d u a .
infeksi ini. K e t o k o n a z o l d a p a t menjadi obat lini kedua karena
716 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

toksisitasnya yang tinggi daripada itrakonazol. berdiameter 75 m m , berubah menjadi sperula. Pada
Histoplasmosis pulmoner asimtomatis tidak kondisi matur, sperula berdinding tebal, refraktil ganda,
m e m e r l u k a n p e n g o b a t a n k h u s u s . Tetapi bila gejala diameter 80 mm. Sperula terbungkus bersama endospora,
muncul dapat diberikan itrakonazol 200 mg per hari bila dindingnya pecah akan melepaskan endospora dan
selama 6-12 minggu. Pada keadaan outbroke atau pada kemudian membentuk sperula baru.
kondisi imunokompromis harus diberikan terapi. Terapi C. Immitis menghasilkan koloni seperti kapas. Hifa
awal diberikan amfoterisin B 0.7-1 mg/kg perhari diikuti membentuk rantai artrokonidia, yang mudah terpecah
itrakonazol oral. Terapi antifungal perlu diberikan bagi menjadi arthrokonidia individual. Bentuk ini m u d a h
histoplasmosis pulmoner kronik. Itrakonazol 200 mg satu tersebar di u d a r a , sangat resisten t e r h a d a p kondisi
atau dua kali sehari untuk 12-24 bulan. Itrakonazol 6-12 lingkungan yang buruk. Artrokonidia individual, ukuran 3
bulan di rekomendasikan terhadap pasien mediastinitis X 6 mm, dapat bertahan lama bertahun-tahun, dan sangat
g r a n u l o m a t u s s i m t o m a t i s . Bila nodus m e n y e b a b k a n infeksius.(Gambar 2)
obstruksi pembedahan diindikasikan.
Semua pasien histoplasmosis diseminata simtomatik EpidemiologI
perlu mendapatkan terapi antifungal. Pasien dengan Koksidioides sp. dapat ditemukan di tanah, ditempat-
infeksi s i m t o m a t i k r i n g a n - s e d a n g d i s e m i n a t a a k u t tempat dengan curah hujan yang sedang, suhu udara dingin
dan histoplasmosis diseminata progresif kronik dapat dan kelembaban yang rendah. Infeksi ini bersifat endemis di
diberikan itrakonazol 200 mg dua kali sehari. Terapi daerah terbatas dari Amerika barat daya, Amerika tengah,
adekuat bila diberikan 12 bulan. Pasien AIDS perlu terus Amerika selatan. Risiko infeksi pada daerah endemik sekitar
mendapat terapi itrakonazol 200 mg per hari setelah 3%, dengan 150.000 infeksi baru setiap tahunnya. Lebih dari
sebelumnya mendapat itrakonazol dua kali sehari selama 60% infeksi baru terjadi di Arizona.
12 minggu.
Pasien i m u n o k o m p r o m i s dengan infeksi s e d a n g Patogenesis
hingga berat harus diberi amfoterisin B 0.7- 1 mg/kg per Rangkaian artrokonidia yang terbentuk dari hifa bersifat
hari. Kebanyakan pasien dapat diteruskan oral itrakonazol mudah terlepas menjadi artrokonidia tunggal. Bentuk ini
begitu telah membaik. mudah tersebar di udara, sangat resisten terhadap kondisi
lingkungan yang buruk. Artrokonidia tunggal, ukuran 3 x
6 mm, dapat bertahan lama hingga bertahun-tahun, dan
sangat infeksius.
Infeksi pada manusia terjadi akibat inhalasi artrospora
y a n g berasal dari t a n a h y a n g t e r b a w a oleh a n g i n .
A r t h r o k o n i d i a y a n g t e r h i s a p t e r s e b u t akan m a s u k
ke bronkioli t e r m i n a l m e n g a w a l i t e r j a d i n y a infeksi
koksidioida. Inhalasi arthrokonidia menyebabkan infeksi
primer yang asimtomatis pada 60 % penderita. Adanya
infeksi dapat diketahui dengan terbentuknya presipitin
serum dan terjadinya konversi tes kulit menjadi positif
dalam waktu 2-4 m i n g g u . Empat puluh persen yang
lain m e n u n j u k k a n s i m t o m infeksi berupa s i n d r o m a
Gambar 2. Stadium Coccidioides Immitis (dikutip dari
semacam flu, yaitu batuk, demam, malaise, nyeri sendi,
Levinson)
nyeri otot, dan sakit kepala. Kurang lebih 1 % penderita
mengalami infeksi sistemik berat atau koksidioidomikosis

KOKSIDIOIDOMIKOSIS s e k u n d e r y a n g m e n g a n c a m j i w a . Potensi terjadinya


infeksi sistemik ini u m u m n y a dilandasi oleh adanya
Merupakan penyakit jamur sistemik disebabkan umur ekstrim, gangguan imunitas cell mediated. Laki-laki
Koksidioides Spp. Penyebab C. Immitis dan C. posadasii umumnya lebih rentan daripada wanita, kecuali wanita
merupakan fungi dimorfik yang diklasifikasikan sebagai hamil yang hal ini dipengaruhi oleh efek hormon seks
ascomisetes y a n g h o m o l o g gen r i b o s o m . C. immitis terhadap j a m u r Hal ini dimungkinkan karena C. Immitis
mempunyai dua bentuk, yang pada sebagian besar media mengandung protein spesifik yang mampu berikatan
perbenihan tumbuh sebagai bentuk j a m u r yang putih d e n g a n estrogen serta progesteron y a n g kemudian
tetapi pada jaringan tubuh pejamu atau pada keadaan menstimulir pertumbuhan jamur. Pada penderita AIDS
khusus, t u m b u h berbentuk sferis tanpa tunas, yaitu karena terjadi imunosupresi selular, terganggunya respons
bentuk sperula. Setelah infeksi, arthrokonidium membesar. imun cell-mediated, maka mempunyai potensi besar
INFEKSI JAMUR 717

terinfeksi koksidioidomikosis sistemik. Pada individu yang dengan jelas adanya kecurigaan terhadap kemungkinan
terserang AIDS, manifestasi koksidioidomikosis merupakan koksidioidmikosis karena jenis jamur ini harus ditangani
pneumonitis retikulonoduler difusa. dengan ekstra hati-hati untuk mencegah terjadinya infeksi
C. immitis memicu reaksi granulomatosa kronik di pada petugas laboratorium. Pada biopsi, sporula berukuran
dalam jaringan tubuh penjamu dengan nekrosis yang kecil, harus dibedakan dengan bentuk tanpa tunas dari
disertai proses kaseasi. Lesi pada paru dan kelenjar limfe Blastomyces dan Cryptococcus, namun gambaran sperula
hiler dapat memperlihatkan kalsifikasinya. Baik antibodi yang matur merupakan petunjuk diagnosis.
IgM maupun IgG yang bereaksi terhadap C. immitis akan Tes serologi sangat membantu dalam menegakkan
ditimbulkan dengan adanya infeksi. Jumlah antibodi IgG diagnosis koksidioidomikosis. Tes aglutinasi lateks dan
yang spesifik merupakan patokan kasar untuk mengukur difusi gel agar merupakan pemeriksaan yang berguna
masa antigen, yaitu intensitas infeksi, dan titer antibodi untuk m e l a k u k a n skrining serum guna m e n e m u k a n
IgG yang tinggi merupakan tanda prognostik yang jelek. antibodi terhadap j a m u r terutama 2-4 minggu setelah
Timbulnya hipersensitivitas lambat terhadap antigen C. i n f e k s i . Tes f i k s a s i k o m p l e m e n (CF) d i p a k a i pada
immitis sering ditemukan diantara bentuk klinis penyakit pemeriksaan cairan serebrospinal dan untuk memastikan
ini dengan pronosis baik, seperti penyakit pulmoner primer serta mengukur kadar antibodi (IgG) dalam serum yang
yang sembuh sendiri. Hasil tes kulit yang negatif terhadap terdeteksi lewat tes skrining. Jumlah kasus dengan hasil
antigen Coccidioides terdapat pada kurang lebih separuh tes fiksasi komplemen positif akan tergantung pada
penderita dan menunjukkan prognosis yang buruk. beratnya penyakit dan laboratorium yang mengerjakan
Pada pemeriksaan radiologis, infeksi koksidioidomikosis tes tersebut. Hasil tes positif setidaknya sering ditemukan
dapat memberikan gambaran adenopati hilus disertai diantara pasien-pasien dengan kavitas pulmoner yang
adanya infiltrat pulmoner, gambaran pneumonia, terkadang soliter atau dengan infeksi paru, sementara pemeriksaan
efusi pleura maupun nodul-nodul atau kavitas. serum dari pasien dengan penyakit diseminata pada lebih
Selain paru sebagai organ sasaran, infeksi ini juga bisa dari satu organ tubuh hampir seluruhnya memperlihatkan
mengenai organ lain termasuk tulang, kulit, persendian hasil yang positif. Serokonversi amat membantu dalam
dan selaput otak. menegakkan diagnosis koksidioidomikosis pulmonalis
primer tetapi mungkin baru ditemukan 8 minggu setelah
paparan. Hasil tes fiksasi komplemen positif pada cairan
M a n i f e s t a s i Klinis
serebrospinal yang tidak dipekatkan merupakan petunjuk
Infeksi pulmoner primer yang simtomik manifestasinya
diagnostik untuk meningitis. Kadang-kadang fokus para
adalah febris, batuk, nyeri dada, malaise, kadang-kadang
meningen akan menyebabkan hasil pemeriksaan serologi
reaksi hipersensitivitas. Foto toraks dapat memperlihatkan
cairan serebrospinal yang positif Pada pasien AIDS dengan
infitrat, adenopati hiler, ataupun efusi pleura. Pemeriksaan
kokosidioidomikosis, pemeriksaan serologi tersebut sering
darah tepi dapat menunjukkan eosinofilia yang ringan.
memberi hasil negatif.
Pembentukan kavitas kronik dengan dinding tipis ditandai
gejala batuk atau hemoptisis pada separuh kasus, sebagian Konversi tes kulit dari hasil positif menjadi negatif
pasien lain t e t a p a s i m t o m a t i k . Koksidioidomikosis (indurasi > 5 mm setelah 24 atau 48 j a m ) , d e n g a n
pulmonalis progresif kronik menyebabkan gejala batuk koksidiodin dan sferulin 2 jenis antigen j a m u r yang
kronik, disertai sputum, febris, dan penurunan berat tersedia dipasaran, terjadi pada hari ketiga hingga ke-
badan. Pada beberapa kasus akan mengalami reaktivasi, 21 setelah timbulnya gejala pada koksidioidomikosis
dan penyebarluasan infeksi (diseminasi) setelah beberapa pulmonalis primer Tes kulit juga dapat membantu dalam
tahun kemudian. Keadaan tersebut terutama jika terdapat penelitian epidemiologi, seperti penyelidikan terhadap
penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, transplantasi kelompok kasus atau penentuan daerah endemik.
ginjal, penyakit AIDS, atau keadaan imunosupresi lainnya.
Proses diseminasi tersebut harus dicurigai bila terdapat Terapi
gejala febris, malaise, limfadenopati hiler atau paratrakeal, Koksidioidomikosis pulmonalis primer biasanya akan
kenaikan laju endap darah, dan titer fiksasi komplemen sembuh spontan. Amfoterisin B intravena selama
yang tinggi. beberapa minggu diberikan bila pasien memperlihatkan
kecenderungan ke arah berat atau infeksi primer yang
Diagnosis berlarut-larut, dengan harapan mencegah terjadinya
Bila ada kecurigaan infeksi koksidioidomikosis, maka penyakit pulmonalis kronik atau diseminata.
spesimen untuk biakan meliputi sputum, eksudat Pasien koksidioidomikosis diseminata yang berat
dari lesi kulit, cairan s p i n a l , urine, biopsi j a r i n g a n , atau yang berjalan progesif dengan cepat harus segera
dan pus harus diperiksa untuk menemukan C. Immiti. dimulai pengobatannya dengan penyuntikan amfoterisin B
Permintaan pemeriksaan laboratorium harus menyebutkan intravena yang dosisnya 0,5 hingga 0,7 mg/kg BB per hari.
718 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

Pasien yang keadaannya membaik setelah penyuntikan s e b a g a i m i k r o o r g a n i s m e k o m e n s a l pada m a n u s i a ,


amfoterisin B atau memperlihatkan infeksi diseminata khususnya di kulit, dalam mulut, tinja, dan vagina. Spesies
yang tidak aktif dapat dilanjutkan ketokonazol, 400 hingga ini tumbuh dengan cepat pada suhu 25° hingga 37°C pada
800 mg/hari, atau itrakonazol, 200 hingga 400 mg/hari. media perbenihan sederhana sebagai sel-sel oval dengan
Preparat oral ini berguna untuk tindakan supresi infeksi pembentukan tunas. Pada media perbenihan yang khusus
jangka panjang dan harus dilanjutkan selama beberapa akan terbentuk hifa atau struktur cabang memanjang yang
tahun. Untuk pasien meningitis koksidioides, pengobatan dinamakan pseudohifa. C. albicans dapat dikenali secara
biasanya dapat dimulai dengan flukonazol 400mg per presumtif dengan k e m a m p u a n y a untuk m e m b e n t u k
hari tetapi pasien tersebut mungkin pula memerlukan tabung benih {gemr tubes) dalam serum atau dengan
pemberian amfoterisin B intratekal. Hidrosefalus merupakan terbentuknya spora besar-besar berdinding tebal yang
komplikasi yang sering ditemukan pada meningitis yang dinamakan klamidospora. Identifikasi akhir semua spesies
tidak terkontrol. Tindakan debridemen lesi tulang atau j a m u r t e r s e b u t memerlukan tes biokimiawi.
drainase abses dapat membantu. Reseksi lesi pulmoner
yang progesif kronik merupakan tindakan pelengkap Patogenesis
kemoterapi kalau infeksi hanya terbatas pada paru dan pada Kandidiasis merupakan infeksi jamur sistemik yang paling
satu lobus. Kavitas berdinding tipis yang tunggal cenderung sering. Respons imun cell-mediated terutama sel CD4
menutup spontan dan biasanya tidak direseksi. penting dalam mengendalikan kandidiasis mukokutan.
Neutrofil penting terutama dalam resistensi terhadap
Infeksi J a m u r O p o r t u n i s t i k kandidiasis sistemik. Kandidiasis sistemik terjadi bila
Meningkatnya infeksi j a m u r dapat meningkatkan kandida masuk ke dalam aliran darah terutama pada saat
morbiditas dan mortalitas pasien imunokompromais di ketahanan fagositik host menurun.
rumah sakit. Infeksi jamur oportunistik dapat disebabkan Faktor-faktor lokal atau sistemik dapat mempengaruhi
oleh organisme semacam j a m u r maupun filamen invasi Candida ke dalam jaringan tubuh. Usia merupakan
jamur. Penyebab tersering infeksi j a m u r oportunistik faktor penting mengingat kolonisasi neonatal sering kali
adalah kandidiasis. Spesies kandida merupakan flora menyebabkan kandidiasis oral {oral thrush). Perempuan
normal pada manusia t e r u t a m a pada saluran cerna dengan kehamilan trimester ketiga cenderung untuk
maupun saluran urogenital, serta kulit. Infeksi terjadi mengalami kandidiasis vulvovaginal. Pasien diabetes
melalui inhalasi atau inokulasi kulit. Kebanyakan non mellitus, keganasan hematologi, pasien yang mendapatkan
kandida patogen adalah filamen jamur termasuk genus antibiotik spektrum luas atau kortikosteroid dosis tinggi
Aspergillus dan klas Zygomycetes serta Cryptococcus rentan terhadap kandidiasis. Kandidiasis oral sering
neoformans. Kejadian infeksi ini sering akibat berbagai dijumpai kapan saja dalam perjalanan infeksi HIV. Dengan
keadaan yang menginduksi imunosupresan. Pada situasi terjadinya penurunan jumlah sel CD4, esofagitis Candida
imunokompromis terjadi penyebar luasan infeksi secara juga sering ditemukan. Terganggunya keutuhan kulit atau
angioinvasi jamur terutama Aspergillus, Pseudallescheria, membran mukosa dapat memberikan jalan ke jaringan
Zygomycetes, dan Fusarium, Cneoformans. Berbagai jenis tubuh yang lebih dalam. Contohnya adalah perforasi
jamur tersebut dapat menyebabkan meningitis dengan traktus gastrointestinal oleh trauma, pembedahan serta
atau tanpa melibatkan organ lain. ulserasi peptikum; pemasangan kateter indwelling untuk
pemberiaan alimentasi intravena {enternal feeding), dialisis
peritoneal serta drainase traktus urinarius; luka bakar
KANDIDIASIS yang berat; dan penyalahgunaan obat bius intravena.
Kandidemia merupakan penyebab urutan keenam sepsis
Individu dalam posisi imunokompeten umumnya resisten akibat penggunaan kateter intravena atau infus.
t e r h a d a p infeksi j a m u r , tetapi pada situasi i m u n o - Spesies Candida, kecuali C. glabrata tampak dalam
kompromis sangat rentan terhadap infeksi j a m u r jaringan sebagai jamur maupun pseudohifa. Lesi viseral
Candida albicans merupakan penyebab kandidiasis ditandai oleh nekrosis dan respons inflamatorik neutrofilik.
yang paling sering di temukan, namun C. tropicalis, C Sel neutrofil membunuh sel jamur Candida serta merusak
parapsilosis, C. guilliermondii, C. glabrata, C. krusei serta segmen pseudohifa secara in vitro. Kandidiasis viseral
beberapa spesies lainnya dapat menyebabkan kandidiasis akan menimbulkan komplikasi neutropenia sehingga
profundus dan bahkan membawa akibat yang fatal. C. menunjukkan peranan utama neutrofil dalam mekanisme
parapsilosis sering sebagai penyebab endokarditis. C. pertahanan pejamu terhadap jamur ini. Melalui sirkulasi,
tropicalis menyebabkan sekitar sepertiga kandidiasis kadida dapat menimbulkan berbagai infeksi pada ginjal,
profundus pada pasien neutropenia. Semua spesies hepar, menempel pada katupjantung buatan, meningitis,
kandida yang patogenik untuk manusia juga ditemukan arthritis, endoptalmitis.
INFEKSI JAMUR 719

M a n i f e s t a s i Klinis kronik dapat terjadi akibat penyakit diseminata atau


Kandidiasis kulit dan mukosa sering menyertai berbagai penyisipan prostesa dalam hal artritis atau infeksi pintas
keadaan seperti penyakit AIDS, diabetes, kehamilan, ventrikuloperitoneal. Manifestasi fokal penyakit diseminata
usia e k s t r i m , t r a u m a . Kandidiasis oral {oral thrush) yang jarang dijumpai mencakup osteomiolitis, lesi kulit
ditemukan sebagai bercak berwarna putih yang konfluen yang pustuler, miositis, dan abses serebri.
dan melekat pada mukosa oral serta faring, khususnya
di dalam mulut dan lidah. Lesi ini biasanya tanpa rasa Diagnosis
nyeri tetapi pembentukan fisura pada sudut mulut dapat Diagnosis laboratorik dapat dilakukan melalui pemeriksaan
menimbulkan nyeri. Kandidiasis kulit ditemukan sebagai spesimen, pemeriksaan mikroskopis, biakan, dan serologi.
daerah intertriginosa yang mengalami maserasi serta Gambaran psedohifa pada sediaan apus, dikonfirmasi
menjadi merah, paronikia, balanitis, ataupun pruritus ani. lewat p e m e r i k s a a n kultur m e r u p a k a n pilihan untuk
Kandidiasis kulit di daerah perineum dan skrotum dapat menegakkan diagnosis kandidiasis superficial. Kerokan
disertai dengan lesi pustuleryang diskrit pada permukaan untuk pembuatan sediaan apus dapat di lakukan pada
dalam paha. Kandidiasis m u k o k u t a n e u s kronik atau kulit, kuku, dan mukosa oral serta vaginal. Diagnosis
kandidiasis granulomatosa secara khas ditemukan sebagai pada lesi kandida yang lebih dalam lagi dapat dilakukan
lesi kulit sirkumskripta yang mengalami hiperkeratosis, dengan pemeriksaan histologi terhadap sayatan spesimen
kuku jari yang mengalami distrofi serta hancur, alopesia hasil biopsi atau d e n g a n pemeriksaan kultur cairan
parsial di daerah lesi pada kulit kepala, dan kandidiasis serebrospinal, darah, cairan sendi, atau spesimen
oral serta vagina. Gejala lainnya mencakup epidermofitosis bedah. Pemeriksaan kultur darah sangat berguna untuk
kronik, displasia gigi, dan hipofungsi kelenjar paratiroid, endokarditis kandidiasis dan sepsis. Pemeriksan ini sering
adrenal, serta tiroid. Kandidiasis vulvaginalis menyebabkan tidak memberikan hasil yang positif pada bentuk penyakit
gejala pruritus, terkadang nyeri pada saat hubungan diseminata lainnya.
sek atau buang air kecil. Pemeriksaan dengan speculum
m e m p e r l i h a t k a n mukosa y a n g m e n g a l a m i inflamasi Terapi
dan eksudat encer yang sering dengan cairan bev\/arna Kandidiasis oral dan kandidiasis mukokutan dapat diobati
putih. dengan nistatin topikal, gentian violet, ketokonazol,
Ulserasi kecil, dangkal, soliter hingga multipel akibat maupun flukonazol. Terapi kandidiasis kulit pada daerah
Candida dapat terlihat dalam esophagus cenderung y a n g mengalami maserasi, m e m p e r l i h a t k a n respons
terdapat pada bagian sepertiga distal dan dapat terhadap upaya untuk mengurangi kelembaban kulit
menyebabkan keluhan disfagia atau nyeri subternal. Lesi dan iritasi dengan pemakaian preparat antifungus yang
lainnya seperti itu cenderung bersifat asimtomatik tetapi dioleskan secara topikal dalam bahan dasar nonoklusif.
mempunyai arti yang penting pada pasien leukemia Serbuk nistatin atau krem yang mengandung preparat
sebagai port d'entre untuk kandidiasis diseminata. Dalam s i k l o p i r o k s atau azol c u k u p b e r k a s i a t . K l o t r i m a z o l ,
traktus urinarius, lesi y a n g paling sering ditemukan mikonazol, ekonazol, ketonazol, sulkonazol, dan
dapat berupa abses renal atau kandidiasis kandung oksikonazol tersedia dalam bentuk krem atau losion.
kemih. Invasi ke dalam kandung kemih biasanya terjadi Vulvovaginitis Candida memberikan respons yang lebih
setelah tindakan kateterisasi. Atau instrumentasi pada baik terhadap golongan azol daripada terhadap preparat
penderita diabetes atau pada pasien yang mendapatkan supositoria nistatin. Di antara formula vaginal klotrimazol,
antibiotik berspektrum luas. Lesi umumnya asimtomatik mikazol, tikonazol, butakonazol, dam terkonazol hanya
dan benigna. Invasi retrograd ke dalam pelvis renalis terdapat sedikit perbedaan pada khasiatnya. Pengobatan
menyebabkan nekrosis papilla renal. s i s t e m i k t e r h a d a p v u l v o v a g i n i t i s Candida dengan
Penyebar luasan kandida secara hematogen ditemukan menggunakan ketokonazol atau flukonazol lebih mudah
dengan gejala d e m a m tinggi. Dapat timbul abses di dilakukan daripada pengobatan topikal, tetapi potensi
retina, perlahan-lahan abses ini meluas ke dalam vitreus. preparat tersebut untuk menimbulkan efek merugikan
Pasien dapat mengeluh nyeri orbital, penglihatan yang yang lebih besar Preparat troches klotrimazol yang dapat
kabur, skotoma, atau opasitas yang melayang-layang diberikan lima kali sehari lebih efektif untuk mengatasi
dan menghalangi lapangan penglihatan. Kandidiasis kandidiasis oral dan esophagus dibandingkan suspensi
pulmonalis hampir selalu terjadi secara h e m a t o g e n nistatin. Ketokonazol dengan dosis 200 hingga 400 mg per
dan terlihat pada foto toraks, bila abses tersebut cukup hari juga berkhasiat untuk esofagitis Candida tapi banyak
banyak untuk menimbulkan infiltrat noduler yang samar- pasien yang kurang dapat menyerap obat tersebut dengan
samar atau difus. Kandidiasis pada endokard atau di baik karena mendapatkan preparat antagonis reseptor
sekitar prostesa intrakardial menyerupai infeksi bakteri H-2 atau karena menderita penyakit AIDS. Pada pasien
pada tempat-tempat ini. Meningitis atau artritis kandida penyakit AIDS, flukonazol dengan dosis 100 hingga 200
720 PENYAKIT TROPIK DAN INFEKSI

mg per hari merupakan preparat yang paling efektif untuk Digby J, Kalbfleisch J, Glen A, Larsen A, Browder W, Williams D
(2003). Serum Glucan Levels Are Not Specific for Presence of
mengatasi kandidiasis oral dan esofagus.
Fungal Infections in Intensive Care Unit PaHents. Clinical and
Kalau gejala esofagus yang terjadi sangat menonjol Diagnostic Lboratory Immunology 10, 882-5.
atau pada kandidiasis sistemik, pemberian amfoterisin B Findik D . Nosocomial Fungal Infections in a Teaching Hospital in
intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB per hari selama 5 Turkey: Identification of the Pathogens and Their Antifungal
Susceptibility Patters. Turk J Med Sci 2002;32-35
hingga 10 hari dapat bermanfaat. Kandidiasis kandung
Galgiani J N . Coccidioidomycosis. In: Cecil Textbook of Medicine.
kemih akan memperlihatkan respons terhadap tindakan 22nd ed. Editors: Goldman L, Ausiello D.Philadelphia:
irigasi dengan larutan amfoterisin B, 50 g/mL, selama 2004.p.2046-47.
5 hari. Jika tidak ada kateter kandung kemih, preparat Jawetz, Melnick, Adelberg's. Medical Mycology.In: Medical
Microbiology.Editors: Brooks G F , Butel JS, Morse S A .
oral flukonazol dapat digunakan untuk mengendalikan McGraw-Hill Companies Inc.2005.p. 313-352.
kandiduria. Ketokozanol dengan dosis dewasa 200 mg Kauffman C A . Introduction to the Mycosis. In: Cecil Textbook
per hari kemungkinan merupakan obat pilihan untuk of Medicine. 22nd ed. Editors: G o l d m a n L , A u s i e l l o
D. Philadelphia: 2004.p. 2042-43.
kandidiasis mukokutaneus yang kronik.
Kauffman C A . Histoplasmosis. In: Cecil Textbook of Medicine.
Amfoterisin B intravena merupakan obat pilihan 22nd ed. Editors: Goldman L , Ausiello D.Philadelphia:
pada kandidiasis diseminata, dosis 0,4 hingga 0,5 m g / 2004.p.2043-45.
Kauffman C A . Candidiasis. In: Cecil Textbook of Medicine.
kg BB per hari. Candida yang diisolasi dari pemeriksaan
22nd ed. Editors: Goldman L, Ausiello D. Philadelphia,
kultur darah yang diambil dengan benar harus dianggap 2004.p.2053-56.
signifikan; hasil positif- palsu yang sejati jarang terdapat. Kresno SB . Respons Imun Terhadap Infeksi Jamur. Dalam:
Semua pasien dengan Candida yang dikultur dari darah Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. F K U I ,
Jakarta:200.p. 181-2.
perifer harus mendapatkan amfoterisi B intravena untuk
Levinson W, Jawetz E . Mycology. In: Medical Microbiology and
mengatasi infeksi yang akut dan mencegah sekuele lanjut. Immunology. Seventh Edition. Editors: Levinson W, Jawetz
Pada pasien tanpa neutropenia, endokarditis, atau fokus E. International Edition. Singapore, 2003.p.299-313.
Rex JH, Walsh TJ, Sobel JD, Filter SG, Pappas PG, Dismekes
infeksi yang dalam lainnya, pengobatan selama 2 minggu
W E , Edwards JE. Practice Guidelines for the Treatment of
sering sudah memadai. Pemeriksaan funduskopi lewat Candidiasis. Clinl Infectious Diss 2000;30: 662-78.
pupil yang dilatasi sangat bermanfaat untuk mendeteksi Sobel JD. Practice G u i d e l i n e s for the Treatment of Fungal
endoptalmitis sebelum kehilangan penglihatan permanen Infections. Clin Infectious Dis 2000;30:652.
Spicer WJ. Fungi. In: Clinical Bacteriology, Mycology and
terjadi.
Parasitology. Melbourne:, 2000.p.62-70
Kesulitan sering didapatkan terutama dalam Wheat J, Sarosi G , McKinsey D, Hamill R, Bradsher R, Johson P,
menentukan diagnosis awal dari kandidiasis sistemik Loyd J, Kauffman C . Practice Guidelines for the Management
of Patients with Histoplasmosis. Clin Infectious Dis 2000);
karena gejala klinis kurang spesifik, biakan sering negatif.
0:688-95.
Penelitian terhadap resipien cangkok sumsum tulang,
terapi profilaksis setiap hari dengan flukonazol, 400mg,
akan menurunkan jumlah kasus kandidiasis profundus.
Flukonazol j u g a dapat digunakan untuk melengkapi
pengobatan kandidiasis diseminata kronik, terutama
bila amfoterisin B diberikan sampai pasien tidak lagi
memperlihatkan neutropenia.

REFERENSI

Abbas A K , Lichtman A H . Effector Mechanisms of Cell-Mediated


Immunity. In: Cellular and Molecular Immunology. Fifth
edition. International edition. China. 2005.p.298-317.
Bennett JE. Diagnosis and Treatment of Fungal Infections. In:
Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol.1. 16 th
Edition. Editors: Kasper D L , Fauci AS, Longo D, Braunwald
E, Hauser SL, Jameson JL. New York: McGraw-Hill Medical
Publishing Division. 2005.p.1176-88.
Burik JV, Myerson D, Schreckhise RW, Bowden R A (1998).
Panfungal P C R Assay for Detection of Fungal Infection in
Human Blood Specimens. Journal of Clinical Microbiology
36,1169-75.
Chen K Y , Ko S C , Hsueh PR, L u h K T , Yang CP. Pulmonary Fungal
Infection: Emphasis on Microbiological Spectra, Patient
Outcome, and Prognostic Factors. Chest 2005; 120,177-84.

Anda mungkin juga menyukai