Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Disusun oleh:

Ahmad Dewa Nanta

Hardiana Rizka P N
Ikhsan Julian
Nita Indriani Parna
Novia Heriza
Novita Meqimiana S
Nur Liza Aini

Wika Tia Dewi P

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABDURRAB

PEKANBARU

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta memberikan
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hipertensi dalam Kehamilan”. Shalawat beriringkan salam kepada Nabi Muhammad SAW,
serta keluarga dan sahabatnya yang telah membawa umat manusia kea lam yang penuh ilmu
pengetahuan.

Terimakasih kami ucapkan kepada fasilitator yang telah membimbing dan telah
mengarahkan tujuan diskusi sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan makalah hasil diskusi ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
hasil diskusi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan
dari tutor ataupun dari rekan mahasiswa/I untuk kesempurnaan pembuatan makalah hasil diskusi
ini.

Pekanbaru, 18 November 2019

Penulis,

Kelompok V

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
HASIL DK 1 ....................................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 7
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 7
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 8
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................................. 10
2.1 Definisi Hipertensi dalam kehamilan ................................................................. 10
2.2 Klasifikasi Hipertensi dalam kehamilan ............................................................. 10
2.3 Definisi Preeklampsia ........................................................................................ 12
2.4 Epidemiologi Preeklampsia ................................................................................ 12
2.5 Klasifikasi Preeklampsia .................................................................................... 12
2.6 Faktor Risiko Preeklampsia ............................................................................... 13
2.7 Etiologi Preeklampsia ........................................................................................ 15
2.8 Patofisiologi Preeklampsia ................................................................................. 20
2.9 Penegakan Diagnosis Preeklampsia .................................................................. 25
2.10 Penatalaksanaan Preeklampsia .......................................................................... 28
2.11 Pencegahan Preeklampsia ................................................................................ 32
2.12 Komplikasi Preeklampsia ................................................................................. 33
2.13 Prognosis Preeklampsia ................................................................................... 37
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 38
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 38
3.2 Saran ................................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 39

2
HASIL DK

Pandangan kabur

Wanita berusia 35 tahun, G1P0 AO usia kehamilan 30 minggu datang ke UGD dengan pandangan
kabur sejak 1 hari yang lalu. Riwayat hipertensi sebelumnya disangkal pemeriksaan TTV TD
170/100 mmHg, nadi 110 x/menit, RR 24 x/menit, T 37°C. Pemeriksaan fisiok ditemukan udeam
pada kedua kaki, tidak ada kemerahan. Pemeriksaan urin ditemukan protei +++. Dokter
memberikan MgSO4 i.v dan melakukan pemeriksaan darah.

STEP 1

Terminologi

1. Protein +++ : hasil pemeriksaan proteinuria dengan metedo dipstik yang artinya terdapat
protein dalam urin sebanyak 1-3gr/L
2. MgSO4 : senyawa mineral yang digunakan untuk mengobati kadar magnesium rendah
dalam tubuh.
Keyword
1. Wanita 35 tahun
2. Usia kehamilan 30 minggu
3. Pandangan kabur
4. Riwayat hipertensi
5. Tekanan darah 170/100 mmHg
6. Nadi 110 x/menit
7. Pemeriksaan fisik : udam kedua kaki dan tidak ada kemerahan
8. Urin ditemukan protein +++
9. MgSO4
STEP 2
1. Apakah ada hubungan usia ibu dengan kasus?
2. Apakah ada hubungan usia kehamilan dengan kasus
3. Apa yang menyebabkan padangan kabur pada kasus? Bagaimana mekanismenya?
4. Apa hubungan riwayat hipertensi sebelumnya dengan kasus sekarang?
5. Apakah hubungan TD, nadi, respirasi pasien sekarang dengan kasus?

3
6. Bagaimana mekanisme terjadinya udem pada kedua kaki pasien?
7. Apa makna bila terdapat udem dengan tanda kemerahan pada kaki?
8. Kenapa pada pemeriksaan urin ditemukan protein?
9. Mengapa dokter membeberikan MgSO4 pada pasien?
10. Apa tujuan dokter melakukan pemeriksaan darah?
11. Apa penyebab dari keluhan pasien?
12. Apa kemungkinan diagnosis pada kasus?
13. Apa diagnosis banding pada kasus?
14. Bagaimana prognosis pada kasus?
15. Apa klasifikasi hipertensi saat kehamilaan?
16. Apa tatalaksana awal dari kasus?
17. Bagaimana cara penegakan diagnosis dari kasus?
18. Apa komplikasi dari kasus?
19. Apakah ada perbedaan penatalaksanaan hipertensi saat kehamilan dan tidak hamil?

STEP 3

Brainstroming

4
STEP 4

Definisi

Hipertensi dalam
kehamilaan

Klasifikasi

Hipertensi Hipertensi Hipertensi


Preeklampsia Eklampsia
Kronik kronik gastasional
dengan
superimpose
d

1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Klasifikasi
4. Faktor resiko
5. Etiologi
6. Patofisiologi-
menifestasi klinis
7. Penegakan diagnosis
8. Tatalaksana awal
9. Pencegahan
10. Komplikasi
11. Prognosis

5
STEP 5 (LO)

1. Definisi hipertensi dalam kehamilan


2. Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
3. Preeklampsia – eklampsia
 Definisi
 Epidemiologi
 Faktor resiko
 Etiologi
 Patofisiologi-menifestasi klinis
 Penegakan diagnosis
 Tatalaksana awal
 Pencegahaan
 Komplikasi
 Prognosis

6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan yang ditandai
dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria, dan edema yang biasanya
terjadi setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan. Sedangkan
eklampsia adalah kelanjutan dari preeklampsia berat dengan tambahan gejala kejang-
kejang atau koma. Menurut World Health Organization (WHO, 2001), angka kejadian
preeklampsia berkisar antara 0,51% - 38,4%. Preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia
diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap
tahunnya (Hak lim, 2009). Angka kejadian preeklampsia di Amerika Serikat sendiri kira-
kira 5% dari semua kehamilan, dengan gambaran insidensinya 23 kasus preeklampsia
ditemukan per 1.000 kehamilan setiap tahunnya (Joseph et al, 2008). Sementara itu di tiap-
tiap negara angka kejadian preeklampsia berbeda- beda, tapi pada umumnya insidensi
preeklampsia pada suatu negara dilaporkan antara 3-10 % dari semua kehamilan
(Prawirohardjo, 2006).
Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah preeklampsia-eklampsia.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar (1993), insiden preeklampsia-
eklampsia di Indonesia berkisar 10- 13% dari keseluruhan ibu hamil. Sementara itu di dua
rumah sakit pendidikan di Makasar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84%
dan angka kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan Rambulangi, 1995). Sedangkan selama
periode 1 Januari-31 Desember 2000 di RSU Tarakan mencatat dari 1431 persalinan
terdapat 74 kasus preeklampsia- eklampsia (5,1%), preeklampsia 61 kasus (4,2%) dan
eklampsia 13 kasus (0,9%). Kasus preeklampsia terutama dijumpai pada primigravida dan
usia 20-24 tahun (Sudiyana, 2003).
Tahun 2006, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah mencatat angka kematian ibu akibat
preeklampsia/eklampsia sebesar 31,57%. Sedangkan berdasarkan penelitian pada
persalinan dengan komplikasi tahun 2006 di Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surakarta,
mencatat insidensi preeklampsia sebesar 13,42% dan eklampsia sebesar 0,48%, (Ryadi,
2008).

7
Faktor predisposisi preeklampsia/eklampsia antara lain adalah paritas, umur ibu hamil
kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, diabetes melitus, hipertensi kronik, riwayat
keluarga dengan preeklampsia, dan penyakit vaskuler ginjal (Offord,2002). Catatan
statistik seluruh dunia menunjukkan dari insidensi 5%-8% preeklampsia dari semua
kehamilan, terdapat 12% lebih diantaranya dikarenakan oleh primigravida. Menurut data
The New England Journal of Medicine pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia
sebanyak 3,9%, kehamilan kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga 1,8% (Rozikhan, 2006).
Angka kejadian preeklampsia/eklampsia akan menurun pada ibu dengan paritas 1-3 kali,
namun pada paritas tinggi akan terjadi lagi peningkatan angka kejadian
preeklampsia/eklampsia (Offord, 2002).
Angka kejadian preeklampsia berat ditemukan pada kelompok paritas 0 sebanyak (5,8%)
dan pada kelompok paritas lebih dari atau sama dengan 5 sebanyak (4,5%) (Roeshadi,
2006). Menurut Offord (2002) pengaruh paritas sangat besar karena (20%) nullipara pernah
menderita hipertensi atau eklampsia dibanding multipara yang hanya (7%). Preeklampsia
lebih tinggi terjadi pada primigravida dibandingkan dengan multipara. Resiko
preeklampsia/eklampsia pada primigravida dapat terjadi 6 sampai 8 kali dibanding
multipara (Chapman, 2006). Sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema dan
proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan.
Sehingga tanpa disadari preeklampsia ringan akan berlanjut menjadi preeklampsia berat,
bahkan eklampsia pada ibu hamil (Prawirohardjo, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


 Apa definisi Hipertensi dalam Kehamilan?
 Apa klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan?
 Apa definisi Preeklampsia?
 Bagaimana epidemiologi Preeklampsia?
 Apa klasifikasi Preeklampsia?
 Apa faktor risiko Preeklampsia?
 Apa etiologi Preeklampsia?
 Bagaimana patofisiologi Preeklampsia?
 Bagaimana penegakan diagnosis Preeklampsia?

8
 Bagaimana tatalaksana Preeklampsia?
 Bagaimana pencegahan Preeklampsia?
 Bagaimana komplikasi dan prognosis Preeklampsia?
1.3 Tujuan Penulisan
 Memberi informasi tentang definisi hipertensi dalam kehamilan
 Memberi informasi tentang klasifikasi hipertensi dalam kehamilan
 Memberi informasi tentang definisi Preeklampsia
 Memberi informasis tentang epidemiologi Preeklampsia
 Memberi informasi tentang klasifikasi Preeklampsia
 Memberikan informasi tentang faktor risiko Preeklampsia
 Memberi informasi tentang etiologi Preeklampsia
 Memberi informasi tentang patofisiologi Preeklampsia
 Memberi informasi tentang penegakan diagnosis Preeklampsia
 Memberi informasi tentang tatalaksana Preeklampsia
 Memberi informasi tentang pencegahan Preeklampsia
 Memberi informasi tentang komplikasi dan prognosis Preeklampsia

9
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Hipertensi dalam Kehamilan 1


Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah pada ibu hamil sekurang-kurangnya
140mmHg sistolik atau 90mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan pada wanita yang
sebelumnya normotensi
2.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan 2,3
 Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
Diagnosis:
o Tekanan darah >140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosis
sebelum kehamilan 20 minggu tidak disebabkan penyakit trofoblastik
gestasional
o Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah kehamilan 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu pasca persalinan
 Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
Diagnosis preeklamsia:
o Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
o Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
Preeklampsia Berat:
o Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
o Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
o Atau disertai keterlibatan organ lain:
o Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

10
o Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
o Sakit kepala, skotoma penglihatan
o Pertumbuhan janin terhambat
 Eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-keiang dan atau koma.
Diagnosis :
o Kejang umum dan atau koma
o Ada tanda dan gejala preeclampsia
o Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid, dan meningitis)
 Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah
3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi
tanpa proteinuria.
Diagnosis :
o Tekanan darah ≥140/90 mmHg
o Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu
o Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
o Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati da
trombositopenia
o Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan
o Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
o Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
 Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

2.3 Definisi Preeklampsia 2,3

11
Preeklamsia adalah penyakit hipertensi kehamilan yang terjadi setelah 20 minggu usia
kehamila yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sama dengan atau lebih besar
dari 140/90 mmHg dan proteinuria (0,3 gr/hari) pada wanita yang tekanan darahnya normal
pada usia kehamilan sebelum 2 minggu.
2.4 Epidemiologi Preeklampsia 4
Menurut WHO hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu dari lima
penyebab utama kematian ibu didunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi HT kehamilan
bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6 sampai7,3% dari seluruh kehamilan.
Insidensi preeklamsia di Negara-negara nerkembang sekitar 3-10% dan eklamsia 0,3%
sampai 0,7% kehamilan. Di Indonesia preeklamsia menempati urutan kedua sebagai
penyabab kematian ibu setelah perdarahan.
2.5 Klasifikasi Preeklampsia 2,3

Preeklamsia Preeklamsia berat


Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 Tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. menit menggunakan lengan yang sama.
Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 Proteinuria lebih dari 5000 mg.
jam atau tes urin dipstick > positif 1.
Trombositopeni : trombosit <100.000/ Trombositopeni : trombosit <100.000/
mikroliter mikroliter

Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1
mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar

 kreatinin serum pada kondisi dimana 
 kreatinin serum pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya . tidak ada kelainan ginjal lainnya .

Edema Paru Edema Paru

Didapatkan gejala neurologis : stroke, Didapatkan gejala neurologis : stroke,


nyeri kepala, gangguan visus . nyeri kepala, gangguan visus .

12
2.6 Faktor Risiko Preeklampsia 3
 Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir dua kali lipat pada wanita
hamil berusia 40 tahun atau lebih baik pada primipara (RR 1,68 95%CI 1,23 - 2,29),
maupun multipara (RR 1,96 95%CI 1,34 - 2,87). Usia muda tidak meningkatkan risiko
preeklampsia secara bermakna. (Evidence II, 2004).3 Robillard, dkk melaporkan
bahwa risiko preeklampsia pada kehamilan kedua meningkat dengan usia ibu (1,3
setiap 5 tahun pertambahan umur; p<0,0001).
 Nulipara
Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir 3 kali lipat (RR 2,91, 95% CI
1,28 - 6,61) (Evidence II, 2004).
 Kehamilan pertama oleh pasangan baru
Kehamilan pertama oleh pasangan yang baru dianggap sebagai faktor risiko, walaupun
bukan nulipara karena risiko meningkat pada wanita yang memiliki paparan rendah
terhadap sperma.
 Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa wanita
multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko
preeklampsia hampir sama dengan nulipara.3 Robillard, dkk melaporkan bahwa risiko
preeklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan
pertama (1,5 setiap 5 tahun jarak kehamilan pertama dan kedua; p<0,0001).
 Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor risiko utama.
Menurut Duckit risiko meningkat hingga 7 kali lipat (RR 7,19 95%CI 5,85 - 8,83).
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan
tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia onset dini, dan dampak perinatal
yang buruk.
 Riwayat keluarga preeclampsia
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga meningkatkan risiko hampir 3 kali lipat (RR
2,90 95%CI 1,70 – 4,93). Adanya riwayat preeklampsia pada ibu meningkatkan risiko
sebanyak 3.6 kali lipat (RR 3,6 95% CI 1,49 – 8,67).

13
 Kehamilan multiple
Studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan, kehamilan kembar
meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat (RR 2.93 95%CI 2,04 – 4,21).
Analisa lebih lanjut menunjukkan kehamilan triplet memiliki risiko hampir 3 kali lipat
dibandingkan kehamilan duplet (RR 2,83; 95%CI 1.25 - 6.40).3 Sibai dkk
menyimpulkan bahwa kehamilan ganda memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi
untuk menjadi preeklampsia dibandingkan kehamilan normal (RR 2,62; 95% CI, 2,03
– 3,38).
 Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor embrio juga
dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer penyebab preeklampsia
adalah maladaptasi imun. Mekanisme dibalik efek protektif dari paparan sperma masih
belum diketahui. Data menunjukkan adanya peningkatan frekuensi preeklampsia
setelah inseminasi donor sperma dan oosit, frekuensi preeklampsia yang tinggi pada
kehamilan remaja, serta makin mengecilnya kemungkinan terjadinya preeklampsia
pada wanita hamil dari pasangan yang sama dalam jangka waktu yang lebih lama.
Walaupun preeklampsia dipertimbangkan sebagai penyakit pada kehamilan pertama,
frekuensi preeklampsia menurun drastis pada kehamilan berikutnya apabila kehamilan
pertama tidak mengalami preeklampsia. Namun, efek protektif dari multiparitas
menurun apabila berganti pasangan.5,8 Robillard dkk melaporkan adanya peningkatan
risiko preeklampsia sebanyak 2 (dua) kali pada wanita dengan pasangan yang pernah
memiliki istri dengan riwayat preeklampsia (OR 1,8; 95 % CI 95%, 2-2,6).
 Obesitas sebelum hamil dan Indeks Massa Tubuh (IMT) saat pertama kali ANC
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar dengan
semakin besarnya IMT.9 Obesitas sangat berhubungan dengan resistensi insulin, yang
juga merupakan faktor risiko preeklampsia.10 Obesitas meningkatkan risiko
preeklampsia sebanyak 2, 47 kali lipat (95% CI, 1,66 – 3,67), sedangkan wanita
dengan IMT sebelum hamil > 35 dibandingkan dengan IMT 19-27 memiliki risiko
preeklampsia 4 kali lipat (95% CI, 3,52-5,49).3 Pada studi kohort yang dilakukan oleh
Conde-Agudelo dan Belizan pada 878.680 kehamilan, ditemukan fakta bahwa

14
frekuensi preeklampsia pada kehamilan di populasi wanita yang kurus (BMI < 19,8)
adalah 2,6% dibandingkan 10,1% pada populasi wanita yang gemuk (BMI > 29,0).
 DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Kemungkinan preeklampsia meningkat hampir 4 kali lipat bila diabetes terjadi
sebelum hamil (RR 3.56; 95% CI 2,54 - 4,99) (n=56.968)
 Penyakit Ginjal
Semua studi yang diulas oleh Duckitt risiko preeklampsia meningkat sebanding
dengan keparahan penyakit pada wanita dengan penyakit ginjal
 Sindrom antifosfolipid
Dari 2 studi kasus kontrol yang diulas oleh Duckitt menunjukkan adanya antibodi
antifosfolipid (antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus atau keduanya)
meningkatkan risiko preeklampsia hampir 10 kali lipat (RR 9,72 ; 95% CI 4,34 -
21,75).
 Hipertensi kronik
Chappell dkk meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan insiden
preeklampsia superimposed sebesar 22% (n=180) dan hampir setengahnya adalah
preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan keluaran maternal dan perinatal yang
lebih buruk.
2.7 Etiologi Preeklampsia 3
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga saat ini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi
tidak ada satu pun teori tersebut dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak
dianut adalah :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang
arteria radialis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki

15
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi elastis dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memeberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uretoplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
mengalami oksidan. Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima
elektron atau ataom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal
hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membaran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak
nukleus, dan protein sel endotel.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya

16
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun sehingga terjadi
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan / radikal bebas yang sangat toksik ini
akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran
endotel. Membran endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenu sangat
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi
peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut sebagai
“disfungsi endotel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2) : Suatu vasodilatator kuat.
 Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agresi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-
tempat dilapisan sel endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboxan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan
lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi dari kadar vasodilator). Pada
preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin
sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler (glomerular endotheliosis)
 Peningkatan permeabilitas kapiler

17
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endhotelin. Kadar
NO (vasodilator ) menurun, sedangkan endotelin (vasikontriktor)
meningkat.
 Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural killer ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas
ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, dan elastis sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G
juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladptation pada preeklampsia.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopressor, atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin
ini dinamakan prostaksilin (PGE2).
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasopresor konstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-

18
bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor.
5. Teori genetic
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu
yang mengalami preeklampsia 26% anak perempuannya akan mengalami
preklampsia juga, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.
6. Teori defisiensi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat
aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eclampsia.
7. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa proses
apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini
sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga
reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana preeklampsia
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya
pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
disbanding reaksi inflamsi pada kehamilan normal. Respon inflamsi ini akan

19
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.

2.8 Patofisiologi Preeklampsia 3


1. Sistem Kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular normal lazim terjadi pada preeklamsia
atau eklamsia. Gangguan ini berkaitan dengan:
 Peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi
 Preload jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia pada
kehamilan akibat penyakit atau justru meningkat secara iatrogenik akibat infus
larutan kristaloid atau onkotik intravena
 Aktivasi endotel disertai ekstravasasi cairan intravaskular ke dalam ruang
ekstrasel. Penyimpangan kardiovaskular pada penyakit hipertensif terkait
kehamilan bervariasi bergantung pada sejumlah faktor. Penyimpangan ini
berpusat pada peningkatan afterload, dan mencakup keparahan hipertensi,
adanya penyakit kronis yang mendasari, adanya preeklamsia, dan stadium
perjalanan klinis saat mereka dipelajari. Terdapat sejumlah klaim bahwa pada
beberapa perempuan, perubahan ini bahkan dapat mendahului awitan
hipertensi. Meskipun begitu, saat awitan klinis preeklamsia, terjadi penurunan
keluaran jantung, kemungkinan karena peningkatan tahanan perifer.
2. Darah dan Koagulasi
 Hemolisis
Preeklamsia berat sering disertai oleh tanda-tanda hemolisis, yang diukur secara
semikuantitatif menggunakan kadar laktat dehidrogenas serum. Gangguan ini
disebabkan salah satunya oleh hemolisis mikroangiopatik akibat kerusakan
endotel disertai pelekatan trombosit dan penimbunan fibrin.
 Trombositopenia
Trombositopenia yang menyertai eklamsta telah digambarkan paling tidak sejak
tahun 1922 oleh Stancke. Karena lazim terjadi, hitung trombosit secara rutin
diperiksa pada perempuan dengan hipertensi gestasional jenis apa pun. Frekuensi

20
dan keparahan trombositopenia bervariasi dan bergantung pada keparahan dan
durasi sindrom preeklamsia, serta pada frekuensi dilakukannya pemeriksaan
hitung trombosit. Trombositopenia nyata didefinisikan sebagai hitung trombosit
<100.004L—menunjukkan penyakit yang berat. Secara umum, semakin rendah
hitung trombosit, semakin tinggi angka kesakitan dan kematian ibu dan janin.
Pada sebagian besar kasus, disarankan untuk ditaktikan terminasi kehamilan
karena trombositopenia biasanya terus memburuk. Setelah pelahiran, hitung
trombosit dapat terus menurun pada hari pertama atau beberapa hari pertama.
Setelah itu, hitung trombosit biasanya meningkat secara progresif hingga
mencapai nilai normal, umumnya dalam 3-5 hari. Pada beberapa kondisi,
misalnya sindrom HELLP, hitung trombosit terus berkurang setelah pelahiran.
Pada beberapa perempuan yang tidak mencapai hitung trombosit terendah dalam
48 hingga 72 jam pascapelahiran, sindrom preeklamsia dapat salah diduga sebagai
salah satu mikroangiopati trombotik.
3. Homeostasis Volume
Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada perempuan dengan preeklamsia berat, volume cairan ekstrasel, yang
bermanifestasi sebagai edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan pada
perempuan dengan kehamilan normal. Mekanisme yang berperan dalam retensi
patologis cairan ini diduga terjadi akibat cedera endotel. Selain edema umum dan
proteinuria, perempuan-perempuan ini memiliki tekanan onkotik plasma yang
menurun. Penurunan ini menyebabkan ketidakseimbangan filtrasi dan semakin
mendorong cairan intravaskular ke dalam interstitium sekelilingnya. Kadar elektrolit
tidak berbeda nyata pada perempuan preeklamtik dibandingkan dengan pada
kehamilan normal. Hal yang berbeda mungkin terjadi jika dilakukan terapi diuretik
yang agresif, restriksi natrium, atau pemberiari air bebas yang mengandung oksitosin
untuk menyebabkan anti diuresis. Komplikasi Obstetri Setelah terjadinya suatu kejang
eklamtik, pH dan kadar bikarbonat dalam serum menurun akibat asidosis laktat dan
kehilangan karbon dioksida kompensatorik melalui sistem pernapasan. Keparahan
asidosis berkaitan dengan jumlah asam laktat yang dihasilkan dan laju dikeluarkannya
karbon dioksida.

21
4. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
meningkat secara bermakna. Dengan memburuknya preeklamsia, mungkin. timbul
sejumlah perubahan anatomis dan patofisiologis yang reversibel. Yang penting secara
klinis, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus berkurang. Kadar yang jauh lebih rendah
dari nilai normal saat tidak hamil jarang terjadi dan hanya sebagai komplikasi penyakit
berat.
Filtrasi glomerulus yang sedikit berkurang dapat terjadi akibat penurunan volume
plasma. Sebagian besar penurunan ini kemungkinan timbul akibat meningkatnya
resistensi arteriol aferen, yang dapat meningkat hingga lima kali lipat. Terdapat juga
perubahan morfologis yang ditandai dengan endoteliosis glomerulus yang menyumbat
sawar filtrasi. Penurunan filtrasi menyebabkan nilai kreatinin serum meningkat hingga
mencapai nilai pada perempuan tidak hamil, yaitu, 1 mg/mL, tetapi kadang-kadang
bahkan lebih tinggi lagi. Pada kebanyakan perempuan preeklamtik, kadar natrium urin
meningkat. Osmolalitas urin, rasio kreatinin urin: plasma, dan ekskresi natrium
fraksional jugmerupakan penanda keterlibatan mekanisme. Kadar asam urat plasma
biasanya meningkat pada preeklamsia. Peningkatan ini melebihi penurunan pada laju
filtrasi glomerulus dan kemungkinan juga disebabkan oleh bertambahnya reabsorpsi
tubular. Pada saat yang sama, preeklamsia dikaitkan dengan berkurangnya ekskresi
kalsium dalam urin, kemungkinan karena peningkatan reabsorpsi kalsium di tubulus.
Kemungkinan penyebab lain adalah peningkatan produksi urat dalam plasenta sebagai
kompensasi terhadap stres oksidatif.
 Proteinuria
Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis
preeklamsia eklamsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan beberapa
perempuan mungkin telah tnelahirkan atau mengalami kejang eklamtik
sebelum timbul proteinuria.
 Perubahan Anatomis
Terdapat bukti bahwa pembengkakan endotel terjadi akibat "penurunan
mendadak" faktor angiogenik karena protein bebas membentuk kompleks
dengan reseptor protein antiangiogenik dalam sirkulasi. Protein angiogenik ini

22
sangat penting bagi kesehatan podosi, dan inaktivasinya oleh reseptor
angtiangiogenik menyebabkan disfungsi podosit dan pembengkakan endotel.
5. Hepar
Dari sudut pandang pragmatis, keterlibatan hepar pada preeklamsia mungkin
bermakna secara klinis dalam kondisi-kondisi berikut:
 Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri tekan
derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau pertengahan
epigastrium, biasanya hanya terjadi pada penyakit berat. Pada banyak kasus,
perempuan-perempuan yang mengalami kondisi demikian juga mengalami
peningkatan kadar amino-transferase serum–aspartat transferase (AST) atau
alanin transferase (ALT). Namun, pada sebagian kasus, jumlah jaringan hepar
yang mengalami infark mungkin luas, tetapi masih tidak bermakna secara
klinis. Menurut pengalaman kami, infark dapat diperburuk oleh hipotensi
akibat perdarahan obstetris, dan hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan
hepar.
 Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum AST dan
ALT dianggap merupakan penanda preeklamsia berat. Nilai transaminase
jarang melebihi 500 U/L, tetapi pemah dilaporkan melebihi 2.000 U/L pada
beberapa perempuan. Secara umum, kadar transaminase serum berbanding
terbalik dengan jumlah trombosit, dan kadar keduanya biasanya kembali ke
normal dalam 3 hari pascapartum.
 Perdarahan hepar dari daerah yang mengalami infark dapat meluas
sehinggamembentuk hematoma hepatis. Hematoma yang terbentuk tadi
selanjutnya dapat meluas untuk membentuk hematoma subkapsular yang dapat
ruptur. Hematoma dapat diidentifikasi menggunakan computed tomography
(CT) atau magnetic resonance imaging (MRI), seperti yang diperlihatkan.
Hematoma yang tidak ruptur mungkin sebenamya lebih banyak dibandingkan
dengan yang menimbulkan kecurigaan klinis, dan lebih mungkin timbul pada
sindrom HELLP.
6. Otak

23
Nyeri kepala dan gejala penglihatan lazim terjadi pada preeklamsia berat, dan
terjadinya kejang yang berkaitan dengan kedua gejala tersebut menandakan eklamsia.
Deskripsi anatomis yang paling awal dilaporkan pada keterlibatan otak pada
preeklamsia diperoleh dari spesimen autopsi, tetapi pencitraan CT dan MRI serta
Doppler telah menambah banyak pengetahuan baru dan penting mengenai keterlibatan
serebrovaskular.disfungsi sel endotel yang menandai sindrom preeklamsia
kemungkinan memainkan peran kunci dalam kedua teori ini:
 Teori pertama menyatakan bahwa sebagai respons terhadap hipertensi akut dan
berat, terjadi regulasi serebrovaskular berlebihan sehingga timbul vasospasme.
Asumsi ini didasarkan pada temuan angiografis berupa penyempitan segmental
multi-fokal atau difus yang sesuai dengan gambaran vasospasme. Menurut
teori ini, penurunan aliran darah otak dihipotesiskan sebagai penyebab
iskemia, edema sitotoksik, dan akhirnya, infark jaringan. Hanya terdapat
sedikit bukti objektif yang mendukung teori ini.
 Teori kedua mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah sistemik
mendadak yang melebihi kapasitas autoregulasi serebrovaskular. Timbul
daerah yang mengalami vasodilatasi dan vasokonstriksi paksa, khususnya pada
daerah perbatasan arteri. Pada tingkat kapiler, gangguan pada tekanan end-
capillary menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, hiperperfusi, dan
ekstravasasi plasma serta eritrosit melalui celah pada tauterat endotel sehingga
terjadi akumulasi edema vasogenik. Teori ini juga tidak sempurna karena
hanya sedikit perempuan dengan eklamsia yang memiliki tekanan arteri rerata
yang melebihi batas autoregulasi–sekitar 160 mm Hg. Sepertinya logis jika
disimpulkan bahwa mekanisme yang paling mungkin merupakan kombinasi
kedua teori tersebut. Jadi, sindrom preeklamsia memiliki dasar aktivasi endotel
yang terkait dengan kebocoran antarsel endotel, yang timbul pada tekanan
darah yang jauh lebih rendah dibandingkan tekanan yang menyebabkan edema
vasogenik, dan juga didasari oleh hilangnya autoregulasi. batas atas.Hal ini
disebut sebagai sindrom leukoensefalopati posterior reversible. Istilah yang
terbaru digunakan untuk menyebut hal tadi adalah sindrom ensefalopati
reversibel posterior—PRES.

24
Kejang terdiri atas pelepasan neurotransmiter elcsitatorik khususnya glutamate
dalam jumlah berlebihan; depolarisasi jaringan neuron secara masif; dan
letupan potensial aksi. Bukti klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa
kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan cedera otak yang signifikan
yang berlanjut dengan disfungsi otak.
7. Gangguan Penglihatan
Skotomata, penglihatan kabur, atau diplopia merupakan gejala yang lazim
didapatkan pada preeklamsia berat dan eklamsia. Gejala-gejala ini biasanya mereda
dengan terapi magnesium sulfat dan/atau penurunan tekanan daiah. Kebutaan lebih
jarang ditemukan, biasanya reversibel, dan dapat timbul dari tiga daerah potensial.
Ketiga daerah ini adalah korteks visual pada lobus oksipitalis, nukleus genikulatum
laterale, dan retina. Di retina, lesi dapat mencakup iskemia, infark, dan ablasio.
Ablasio retina dapat juga menimbulkan gangguan penglihatan, meskipun biasanya
unilateral dan jarang menimbulkan kehilangan penglihatan total. Kadang-kadang,
ablasio dapat terjadai bersamaan dengan edema korteks dan, defek penglihatan
penyerta.
2.9 Penegakan Diagnosis Preeklampsia 2
1. Penegakan Diagnosis Preeklamsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu :
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.

25
4. Edema Paru.
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

2. Penegakan Diagnosis Preeklamsia Berat


Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeclampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolic
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

26
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or
reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif ( lebih
dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia
berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu
singkat.

2.10 Penatalaksanaan Preeklampsia 2,3


 Sikap terhadap kehamilannya
o Perawatan Aktif (agresif)

27
Kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan dibawah
ini:
 Ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu
 Adanya tanda-tanda/gejala Impending Eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan
klinik dan laboratorik memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
 Janin
 Adanya tanda-tanda fetal distress
 Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramion
 Laboratorik
 Adanya tanda-tanda “sindrom HELLP” khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat
 Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan
berdasrkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum.
o Perawatan Konservatif
Kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan
preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia
dengan keadaan janin baik. Diberikan pengobatan yang sama dengan
pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.
 Pengobatan Medikamentosa
o Pemberian Magnesium Sulfat

28
Sejak tahun 1920-an, magnesium sulfat sudah digunakan untuk eklampsia
di Eropa dan Amerika Serikat.6 Tujuan utama pemberian magnesium sulfat
pada preeklampsia adalah untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian
eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan mortalitas maternal serta
perinatal.
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah
satu mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui
relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh darah perifer dan uterus,
sehingga selain sebagai antikonvulsan, magnesium sulfat juga berguna
sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga berperan dalam
menghambat reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila
teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam
neuron, yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang.
Cara pemberian magnesium sulfat:
Magnesium sulfat regimen
 Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
 Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4
atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m
tiap 4-6 jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4:
 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc)
diberikan i.v. 3 menit.
 Refleks patella (+) kuat.
 Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distres nafas.
 Magnesium sulfat diberhentikan bila:
 Ada tanda-tanda intoksikasi

29
 Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
 Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
 Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
 Refleks tendon (-) 10 mEq/liter 12 mg/dl
 Terhenti pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
 Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl

o Antihipertensi

30
 Calcium Channel Blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium
ke dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian
calcium channel blocker dapat mengurangi afterload, sedangkan
efeknya pada sirkulasi vena hanya minimal. Pemberian calcium
channel blocker dapat memberikan efek samping maternal,
diantaranya takikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema
tungkai akibat efek lokal mikrovaskular serta retensi cairan.
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang
sudah digunakan sejak dekade terakhir untuk mencegah persalinan
preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi. Berdasarkan RCT,
penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah lebih cepat
dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal
pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar
ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan
produksi urin. Dibandingkan dengan labetalol yang tidak
berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipin meningkatkan indeks
kardiak yang berguna pada preeklampsia berat16 Regimen yang
direkomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15 – 30
menit, dengan dosis maksimum 30 mg. Penggunaan berlebihan
calcium channel blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia
janin dan asidosis. Hal ini disebabkan akibat hipotensi relatif setelah
pemberian calcium channel blocker16
 Beta-blocker
 Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat,
adalah obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk
wanita hamil dengan hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960,
metildopa mempunyai safety margin yang luas (paling aman).
Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem saraf pusat,

31
namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan
tonus simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac
output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek
samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering, mengantuk,
depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-induced
hepatitis."
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat
maksimal dicapai 4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama
10-12 jam sebelum diekskresikan lewat ginjal. Alternatif lain
penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam
sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa
dapat melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di
ASI19

2.11 Pencagahan Preeklampsia 2


 Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi gejala dan tanda,
namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan cepat. Pencegahan primer
merupakan yang terbaik namun hanya dapat dilakukan bila penyebabnya telah

32
diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau
mengkontrol penyebab-penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti
terjadinya preeklampsia masih belum diketahui.
Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk
meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan yang
kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik.
Praktisi kesehatan diharapkan dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia
dan mengkontrolnya, sehingga memungkinkan dilakukan pencegahan primer.
 Pencegahan Sekunder
o Berdasarkan penelitian yang didapat dari Cochrane, istirahat di rumah 4
jam/hari bermakna menunrunkan risiko preeklampsia dibandingkan tanpa
pembatasan aktivitas.
o Pada wanita hamil harus mengandung tinggi protein dan mineralmineral.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya
preeklampsia pertama kali dengan pembatasan pemberian garam. Namun
penelitian secara acak menunjukkan manipulasi ini kurang efektif dalam
mencegah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
o Suplementasi kalsium berhubungan dengan penurunan kejadian hipertensi
dan preeklampsia, terutama pada populasi dengan risiko tinggi untuk
mengalami preeklampsia dan yang memiliki diet asupan rendah kalsium.
Suplementasi kalsium yang adekuat. Tidak ada efek samping yang tercatat
dari suplementasi ini.
2.12 Komplikasi Preeklampsia 4
 Komplikasi Pada Ibu
Sindroma HELLP
Sindroma HELLP ialah salah satu komplikasi preeklamsia-eklamsia disertai
timbulnya hemolysis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan
trombositopenia.
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzym

33
LP : Low Platelets Count
Diagnosis sindroma HELLP
 Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri kepala,
mual muntah.
 Adanya tanda dan gejala preeklamsia
 Tanda-tanda hemolysis intravaskular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan
bilirubin
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : Kenaikan ALT, AST<
LDH
 Trombositopenia ( trombosit ≤150.000/ml

Kematian ibu bersalin pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%.
Penyebab kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmunar, gangguan
pebekuan darah, perdarahan otak, rupture hepar, dan kegagalan organ
multiple.

Demikian juga kematian kematian perinatal pada sindroma HELLP cukup


tinggi, terutama disebabkan oleh persalinan preterm.

1. Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit


kardiovaskular, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit
jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang.
2. Risiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi,
termasuk yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. ( POGI dan
Sarwono)
 Komplikasi Pada Janin
Preeklamsia pada janin memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,vasospasme, dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
Dampak preeklamsia pada janin :

1. Prematuritas

34
Di seluruh dunia, preeklampsia bertanggung jawab hingga 20% dari 13
juta kelahiran prematur setiap tahun. Bayi dianggap prematur jika dia lahir
sebelum 37 minggu, tetapi masalah yang lebih parah terjadi ketika bayi
dilahirkan lebih awal dari 32 minggu. Bayi yang lahir lebih dari 32 minggu
di negara berkembang mungkin memiliki masalah yang lebih parah daripada
bayi yang lahir di negara sumber daya tinggi karena negara-negara tersebut
sering kekurangan sumber daya yang dibutuhkan bayi prematur.
Efek dari kelahiran dini dapat sangat bervariasi. Beberapa bayi mungkin
hanya menghabiskan satu atau dua hari di bawah pengamatan ketat
sementara yang lain mungkin menghabiskan bulan-bulan pertama
kehidupan mereka di Unit Perawatan Intensif Neonatal (NICU). Beberapa
bayi juga mungkin memiliki masalah seumur hidup seperti gangguan
belajar, cerebral palsy, epilepsi, kebutaan, dan tuli. Memiliki bayi prematur
juga bisa berarti banyak tekanan emosional dan finansial untuk keluarga.
2. Pembatasan Pertumbuhan Intrauterin (IUGR)
Preeklampsia dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke plasenta
ibu, sehingga membatasi pasokan makanan untuk bayinya. Akibatnya, bayi
menjadi kurang gizi dan kecil untuk usia kehamilannya. Ultrasonografi
dapat membantu mengidentifikasi IUGR. Banyak bayi yang menderita
IUGR dapat mengejar pertumbuhan mereka dalam beberapa bulan,
meskipun penelitian terbaru menunjukkan bahwa bayi yang dibatasi
pertumbuhannya lebih rentan terhadap penyakit dewasa termasuk diabetes,
gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Dari 30 juta bayi IUGR yang lahir di seluruh dunia setiap tahun, 15% (4,5
juta) berhubungan dengan preeklampsia. Ibu tidak boleh menyalahkan diri
sendiri atau gizi buruk untuk IUGR, karena itu disebabkan oleh plasenta
yang gagal dan bukan diet ibu. Anda bisa makan semua hal yang benar,
tetapi jika plasenta tidak mampu melewati nutrisi, pertumbuhan bayi Anda
akan menderita.

3. Asidosis

35
Bayi itu bertahan di dalam rahim dengan menerima nutrisi dan oksigen
melalui plasenta. Preeklampsia mengganggu plasenta dan tubuh bayi mulai
membatasi aliran darah ke anggota tubuh, ginjal, dan perutnya dalam upaya
untuk menjaga pasokan vital ke otak dan jantung. Jika cadangan oksigen
bayi habis, (karena plasenta terlepas atau mati) tubuh bayi dapat
menghasilkan terlalu banyak asam laktat. Jika terlalu banyak asam laktat
menumpuk, bayi akan mengalami “asidosis” dan menjadi tidak sadar dan
berhenti bergerak. Persalinan sangat penting pada saat ini, bahkan jika bayi
prematur.
4. Kematian
Kematian bayi adalah salah satu konsekuensi preeklampsia yang paling
menghancurkan. Di A.S., sekitar 10.500 bayi meninggal karena preeklamsia
setiap tahun dan diperkirakan setengah juta di seluruh dunia. Banyak negara
tidak memiliki sarana untuk menjaga bayi prematur tetap hidup, sehingga
tingkat kematian neonatal di negara-negara ini jauh lebih tinggi. Bayi lahir
mati dari preeklampsia (bayi yang meninggal dalam kandungan setelah 20
minggu kehamilan) berjumlah antara 1.000 dan 2.200 di AS. Bayi lahir mati
jauh lebih mungkin terjadi dengan preeklampsia berat, sindrom HELLP atau
preeklampsia yang ditumpangkan pada hipertensi kronis. Preeklampsia
dapat muncul dan berkembang dengan sangat cepat. Harap sesat hati-hati
dan hubungi dokter atau bidan segera jika Anda mengalami tanda-tanda
peringatan preeklampsia. Sistem perawatan ibu dan bayi baru lahir yang
terintegrasi dapat mengurangi sebagian dari kematian ini. Ini termasuk
mendiagnosis preeklampsia sejak dini, memantau kondisi bayi,
menggunakan magnesium sulfat untuk mencegah kejang ibu dan
kemungkinan memberikan perlindungan neurologis pada bayi, memberikan
steroid untuk perkembangan paru-paru bayi, mengelola persalinan dini
dengan aman saat diperlukan, dan menyediakan perawatan khusus untuk
pra-aterm. bayi baru lahir. Namun, pada akhirnya kami membutuhkan lebih
banyak penelitian. Kita perlu menemukan obatnya.
5. Tantangan hidup yang berkelanjutan

36
Preeklampsia telah dikaitkan dengan sejumlah tantangan seumur hidup
untuk bayi yang lahir prematur, di antaranya gangguan belajar, cerebral
palsy, epilepsi, kebutaan, dan tuli. Dengan prematur juga muncul risiko
rawat inap yang diperpanjang, ukuran kehamilan yang kecil dan gangguan
waktu ikatan yang berharga bagi keluarga. Prematuritas menekankan unit
keluarga, dan stres ini diperparah ketika ibu juga sakit. Sistem perawatan
ibu dan bayi baru lahir yang terintegrasi dapat mengurangi sebagian dari
kematian ini. Ini termasuk mendiagnosis preeklampsia sejak dini, memantau
kondisi bayi, menggunakan magnesium sulfat untuk mencegah kejang ibu
dan kemungkinan memberikan perlindungan neurologis pada bayi, dengan
aman mengelola persalinan dini saat diperlukan, dan menyediakan
perawatan yang diperlukan untuk bayi baru lahir prematur.
2.13 Prognosis Preeklampsia 5
 Pengawasan yang tepat dan cepat, baik terhadap ibu dan janin sebelum dan sesudah
melahirkan
 Wanita yang mengalami preeklamsia berat dan tidak dalam pengawasan,
memungkinakan keadaan yang buruk.

37
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah pada ibu hamil sekurang-kurangnya
140mmHg sistolik atau 90mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan pada wanita yang
sebelumnya normotensi
 Hipertensi dalam kehamilan terbagi menjadi 5, hipertensi kronik, preeklampsia,
eklampsia, hipertensi gestasional, Hipertensi Kronik dengan Superimposed
Preeklampsia
 Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
 Penanganan preeklampsia terbagi menjadi aktif dan konservatif
 Prognosis buruk bila tidak ditangani dan di awasi.
3.2 Saran
Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempura,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun dan menyempurnakan penulisan
makalah Hipertensi dalam kehamilan ini sangat di harapkan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G. 2005. Hypertensive Disorder In Pregnancy in Williams Obstetri 22nd Ed.
New York: Medical Publishing Division.

2. POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis Dan Tata Laksana Pre
Eklamsia. Semarang: Himpunan Kedokteran Feto Maternal.

3. Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.

4. https://www.preeclampsia.org/health-information/faqs

5. Laura A. Magee. Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of


Pregnancy: Executive Summary: JOGC

39

Anda mungkin juga menyukai