Oleh :
Kelompok 1
1. Ahmad Julkandri
2. Ajeng Dwi Mega Sarie
3. Fifi Candita
4. Ghifari Ihsan
5. Heryanto Butar Butar
6. Laura Nurul Alfiola
7. Mega Sutia
8. Novia Heriza
9. Novita Meqimiana
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunianya serta memberikan
nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Tuberkulosis”. Shalawat beriringkan salam kepada Nabi Muhammad SAW, serta keluarga
dan sahabatnya yang telah membawa umat manusia ke alam yang penuh ilmu pengetahuan.
Terimakasih kami ucapkan kepada fasilitator yang telah membimbing dan telah
mengarahkan tujuan diskusi sehingga kami dapat mencapai tujuan pembelajaran dan
menyelesaikan makalah hasil diskusi ini. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah
hasil diskusi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan
masukan dari tutor ataupun dari rekan mahasiswa/i untuk kesempurnaan pembuatan makalah
hasil diskusi ini.
Penulis,
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
ii
SKENARIO SUB MODUL 4
HASIL DK 1
Step 1 (Clarifying unfamiliar terms)
Terminologi
Limfadenopaty Pembengkakan kelenjar limfe
Tuberculosis Penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis
yang menyerang semua organ tubuh terutama paru
HIV Penyakit yang menyerang system kekebalan tubuh
Skor TB Pembobotan terhadap tanda dan gejala klinis untuk menegakkan
diagnosis TB
Tes mantoux Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis TB, dengan menyuntikkan
tuberculin secara intrakutan yang apabila positif ditandai dengan
indurasi
Foto rontgen
iii
Key Word
Tuberculosis dan HIV Usia 5 tahun
Batuk lama (2 bulan) Kurus
Ada tidaknya demam Keringat dingin malam hari
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Score TB Penatalaksanaan
Kondisi rumah,lingkungan orang sekitar, riwayat transfursi, riwayat imunisasi
iv
Step 4 (Analyzing the problem)
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2
2.4 Faktor Resiko Tuberkulosis
1. Kuman penyebab TB.
a. Pasien TB dengan BTA positif lebih besar risiko menimbulkan penularan
dibandingkan dengan BTA negatif.
b. Makin tinggi jumlah kuman dalam percikan dahak, makin besar risiko terjadi
penularan.
c. Makin lama dan makin sering terpapar dengan kuman, makin besar risiko terjadi
penularan.
Menurut hasil survei prevalensi TB, Laki-laki lebih banyak terkena TB dari
pada wanita.
Batuk dan cara membuang dahak pasien TB yang tidak sesuai etika akan
meningkatkan paparan kuman dan risiko penularan.
Merokok meningkatkan risiko terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
Sikap dan perilaku pasien TB tentang penularan, bahaya, dan cara pengobatan.
d. Status sosial ekonomi:
TB banyak menyerang kelompok sosial ekonomi lemah.
3. Faktor lingkungan:
a. Lingkungan perumahan padat dan kumuh akan memudahkan penularan TB.
b. Ruangan dengan sirkulasi udara yang kurang baik dan tanpa cahaya matahari akan
meningkatkan risiko penularan.
3
2.5 Patogenesis Tuberkulosis
Berdasarkan pembagian secara patologis tuberkulosis terbagi menjadi tuberkulosis
primer dan tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis primer adalah penyakit yang timbul pada
orang yang sebelumnya belum pernah terpajan (belum tersensitisasi). Tuberkulosis sekunder
adalah penyakit yang timbul pada orang yang telah tersensitisasi.
Tuberculosis Primer
Mycobacterium tuberculosis terhirup oleh orang yang sehat, kemudian menempel pada
saluran nafas atau jaringan paru. M.tuberculosis bisa masuk ke alveolus paru bila ukurannya
< 5 mikrometer. Karena ukurannya yang sangat kecil M.tuberculosis dapat mencapai
alveolus. Masuknya M.tuberculosis akan segera diatasi oleh mekanisme imunologik tubuh
yang non spesifik (innate immunity). Makrofag alveolus akan memfagositosis M.tuberculosis
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar M.tuberculosis. Pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan M.tuberculosis, sehingga M.tuberculosis dapat
bereplikasi dalam makrofag.
Setelah berada didalam makrofag, M.tuberculosis berkembang biak di dalam fagosom
dengan menghambat fusi fagosom dan lisosom. M.tuberculosis dalam makrofag terus
berkembang biak, akhirnya membentuk koloni yang jumlahnya cukup untuk menginduksi
respon imun. Lokasi pertama koloni M.tuberculosis di jaringan paru disebut “Fokus Primer
GOHN”. Fokus primer GOHN merupakan suatu daerah konsolidasi inflamatorik putih abu-
abu berukuran 1-1,5 cm di jaringan paru.
4
M.tuberculosis menyebar secara limfogen dan
hematogen. Pada penyebaran limfogen M.tuberculosis
menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer,
limfadenitis dan limfangitis disebut “Kompleks Primer”.
Sekitar 3 minggu setelah infeksi terbentuk respon Th1 Kompleks Ghon. Fokus parenkim
berwarna abu-abu putih (tanda
terhadap M.Tuberculosis yang mengaktifkan makrofag panah) terletak di bawah pleura
pada bagianbawah lobus atas.
menjadi bersifat bakterisidal. Th1 mengahsilkan IFN Gamma Kelenjar getah bening hilus dengan
yang merupakan mediator untuk merangsang pembentukan kaseosa terlihat pada sisi kiri.
fagolisosom di dalam makrofag yang terinfeksi dan merangsang pembentukan iNOS untuk
menghasilkan nitrit oksida. NO menghasilkan zat radikal bebas yang mampu menimbulkan
destruksi oksidatif berupa konstituen mikobakteri dari dinding sel hingga DNA.
Makrofag aktif yang menghasilkan TNF yang merekrut monosit. Monosit monosit ini
berdiferensiasi menjadi “histiosit epiteloid” yang menandai respon granulomatosa. Secara
histologis reaksi peradangan granulomatosa membentuk tuberkel dengan nekrosis perkijuan di
bagian tengah dan dikelilingi oleh sel epiteloid dan sel raksasa berinti banyak.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer biasanya mengalami resolusi secara
sempurna menjadi fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan. Jika
nekrosis perkijuannya berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar dari bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Penyebaran hematogen terjadi ketika M.tuberculosis menyebar melalui darah menuju
organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri terutama apeks paru atau
lobus atas paru.
5
Kompleks primer akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut:
-Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum).
-Sembuh dengan tidak meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotic,
sarang perkapuran di hilus).
-Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus,
biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran nafas bersangkutan, dengan akibat atelektasis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen
6
Tuberculosis Sekunder
Mycobacterium tuberculosis yang bersifat dormant (tidur) pada TB primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa (TB sekunder = TB
pasca primer). TB sekunder terjadi karena imunitas tubuh menurun seperti pada penyakit
malnutrisi, DM, HIV/AIDS, kanker, gagal hinjal, alcoholism, dll.
7
2.6 Manifestasi Klinis Tuberkulosis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah
banyak ditemukan pasien tuberculosis paru tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang
tersering adalah :
2.6.1 Manifestasi Klinis Tuberkulosis Dewasa :
1. Demam, biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Mekanisme terjadinya
demam karen pelepasan pyrogen dari reaksi inflamasi. Tetapi kadang-kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam
influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk/batuk darah, gejala ini banyak ditemukan. Mekanisme terjadinya batuk kerena
terangsangnya reseptor batuk akibat reaksi inflamasi. Sehingga menyebabkan iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk
kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada cavitas, tetapi dapat kjuga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak napas, pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang inflamasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru. Sehingga kebutuhan O2 pada tubuh tidak
tercukupi akibat rusaknya paru.
4. Nyeri dada, gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise, penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini akan
makin lama makin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
8
2.6.2 Manifestasi Klinis Tuberkulosis Anak :
1. Berat badan turun tanpa sebab yanga dekuat atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naiak dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang
baik.
2. Demam lama (>2minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi.
3. Keringat malam pada dini hari saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak
apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain. Mekanisme terjadinya
keringat malam berkaitan dengan irama sirkadian tubuh. Suhu tubuh normalnya saat
dini hari sangat rendah, tetapi karena penyakit TB yang menyebabkan demam secara
terus menerus akibatnya terjadi perubahan iraama sirkadian stubuh sehingga tubuh
berkeringat pada malam hari.
4. Batuk lama > 3minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
5. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to
thrive).
7. Diare persistern/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare. Diare terjadi karena meminum susu yang terkontaminasi M.bovis yang berasal
dari sapi yang terinfeksi.
9
Gejala Spesifik Terkait Organ
10
2.7 Klasifikasi Tuberkulosis
Pasien diklasifikasikan menurut:
Lokasi anatomi dari penyakit
Riwayat pengobatan sebelumnya
Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Status HIV
11
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dapat berupa:
a. Mono resistan (TB MR) : resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
b. Poli resistan (TB PR) : resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain
Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multi drug resistan (TB MDR) : resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.
d. Extensive drug resistan ( TB XDR ) adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT
lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin).
e. Resistan Rifampisin (TB RR) : resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistansi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes cepat)
atau metode fenotip (konvensional).
12
2.8 Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosis TB Paru
Prinsip :
a. Dalam upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB Paru pada orang
dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis.
Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung,
biakan dan tes cepat.
b. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negative, maka penegakan
diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan
penunjang (setidak-tidaknya pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh
dokter yang telah terlatih TB.
c. Pada sarana terbatas penegakan diagnosis secara klinis dilakukan setelah pemberian
terapi antibiotika spectrum luas (Non OAT dan Non Kuinolon) yang tidak
memberikan perbaikan klinis.
d. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.
e. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru, sehingga
dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis.
f. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan pemeriksaan uji tuberkulin.
Anamnesis
Gejala klinik tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 yaitu gejala respiratorik dan gejala
sistemik.
Gejala Respiratorik Gejala Sistemik
Batuk 3 minggu Demam
Batuk darah Malaise
Sesak napas Keringat malam
Nyeri dada Anoreksia
Berat badan menurun
13
Pemeriksaan Fisik
a. Ditemukan suara napas bronchial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-
tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
b. Kadang-kadang di daerah ketiak ditemukan pembesaran kelenjar yang disebut cold
abscess.
Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung:
Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung , terduga pasien TB diperiksa contoh uji dahak SPS(Sewaktu-Pagi-
Sewaktu)
Ditetapkan sebagai pasien TB apabila minimal 1 (Satu) dari pemeriksaan contoh uji
dahak SPS hasilnya BTA positif.
Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah :
• Bila 2 kali positif , 1 kali negative mikroskopik positif
• Bila 1 kali positif, 2 kali negative ulang , kemudian bila 1kali positif, 2 kali
negative maka mikroskopik positif
• Bila 3 kali negative mikroskop negative
14
b. Foto toraks :
Gambaran lesi TB aktif:
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
Cavitas
Diagnosis TB ekstraparu :
a. Gejala dan keluhan tergantung pada organ yang terkena, misalnya :
Kaku kuduk pada meningitis TB
Nyeri dada pada TB Pleura( Pleuritis)
Pembesaran kelenjar limfe superficialis pada limfadenitis TB
Deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB
b. Diagnosis pasti ada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan klinis,
bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ tubuh
yang terkena.
c. Dilakukan pemeriksaan bakteriologis apabila juga ditemukan keluhan dan gejala yang
sesuai untuk menemukan kemungkinan adanya TB paru.
15
Alur diagnosis dan tindak lanjut TB paru pada pasien dewasa
(tanpa kecurigaan/bukti: hasil tes HIV (+) atau terduga TB Resisten Obat)
16
Keterangan :
1) Pemeriksaan klinis secara cermat dan hasilnya dicatat sebagai data dasar kondisi
pasien dalam rekam medis. Untuk faskes yang memiliki alat tes cepat, pemeriksaan
mikroskopis langsung tetap dilakukan untuk terduga TB tanpa kecurigaan/bukti HIV
maupun resistensi OAT.
2) Hasil pemeriksaan BTA negatif pada semua contoh uji dahak (SPS) tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Apabila akses memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan tes cepat dan biakan. Untuk pemeriksaan tes cepat dapat dilakukan hanya
dengan mengirimkan contoh uji.
3) Sebaiknya pembacaan hasil foto toraks oleh seorang ahli radiologi.
4) Pemberian AB (antibiotika) non OAT yang tidak memberikan efek pengobatan TB
termasuk golongan Kuinolon.
5) Untuk memastikan diagnosis TB
6) Dilakukan TIPK (Test HIV atas Inisiatif Pemberi Pelayanan Kesehatan dan
Konseling)
7) Bila hasil pemeriksaan ulang tetap BTA negatif, lakukan observasi dan assessment
lanjutan oleh dokter untuk faktor-faktor yang bisa mengarah ke TB.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan sputum pada anak terutama dilakukan pada anak berusia lebih dari 5
tahun, HIV positif, dan gambaran kelainan paru luas. Namun demikian, karena kesulitan
pengambilan sputum pada anak dan sifat pausibasiler pada TB anak pemeriksaan
bakteriologis selama ini tidak dilakukan secara rutin pada anak yang dicurigai TB. Dengan
semakin meningkatnya kasus TB resisten obat dan TB HIV saat ini pemeriksaan
bakteriologis pada anak merupakan pemeriksaan yang seharusnya dilakukan.
Cara mendapatkan sputum anak :
-Berdahak : Pada anak usia > 5 tahun biasanya sudah bisa mengeluarkan sputum
secara langsung.
-Bilas lambung : Dengan NGT pada anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak.
-Induksi sputum: Relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur.
19
Alur Diagnosis TB Paru Anak
20
2.9 Penatalaksanaan Tuberkulosis
21
2.9.1 Penatalaksanaan Tuberkulosis Dewasa
Prinsip Pengobatan TB:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam
obat untuk mencegah terjadinya resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan
Obat) sampai selesai pengobatan
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta
tahap lanjutan mencegah kekambuhan
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia (sesuai rekomendasi WHO dan ISTC):
OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis
tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
a. Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3
i. Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan
ii. Tahap lanjutan terdiri dari HR diberikan 3 kali seminggu selama 4 bulan
22
b.Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
i. Tahap intensif terdiri dari HRZES diberikan setiap hari selama 2 bulan, dilanjut 1 bulan
dengan HRZE setiap hari
ii. Tahap lanjutan terdiri dari HRE diberikan 3 kali seminggu selama 5 bulan
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
o Pasien kambuh
o Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
o Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)
23
a. Efek samping ringan OAT
Flu sindrom (demam, R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten menjadi setiap hari
menggigil, lemas, intermite
sakit kepala, nyeri n
tulang)
24
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.
Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji dahak:
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 contoh uji dahak tersebut
negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang
dahak tersebut dinyatakan positif.
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan ulang dahak
apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA negatif, pasien harus memulai
pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan apabila tidak mengalami
konversi). Pada semua pasien TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya
dilakukan pada bulan ke 5. Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga
seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada
akhir pengobatan.
Semua tahap awal dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari untuk
mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak
diminum setiap hari.
d. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik paru maupun ekstraparu seperti
TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain dirujuk ke fasilitas kesehatan
rujukan tindak lanjut.
e. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi peura TB, perikarditis TB, TB
endobronkial, meningitis TB dan peritonik TB, diberikan kortikosteroid (prednisone)
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Dosis maksimal prednisone
adalah 60 mg/hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan tapering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian
steroid ini untuk mengurangi proses inflamasi.
f. Pada OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis Indonesia adalah:
Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
g. Pada kasus TB anak dengan kasus tertentu dapat diberikan panduan Kategori Anak
dengan 4 macam obat pada tahap awal yaitu: 2HRZE(S)/4-10 HR
26
Dosis KDT OAT TB pada Anak
Berat Badan 2 bulan 4 bulan
(kg) RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-7 1 tablet 1 tablet
8-11 2 tablet 2 tablet
12-16 3 tablet 3 tablet
17-22 4 tablet 4 tablet
23-30 5 tablet 5 tablet
Keterangan: BB >30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa
Efek Samping
27
Pengobatan Pencegahan
a. Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Vaksin BCG merupakan strain dari Mycobacterium bovis. Rute pemberian yang
dianjurkan intradermal. Beberapa studi menunjukkan BCG memilki proteksi 80% -
90% terhadap TB. Banyak bayi yang mendapatkan BGC tidak pernah memiliki respon
uji tuberculin yang positif. Jika respon uji tuberculin positif, maka indurasi biasanya
kurang dari 10 mm, dan reaksi menghilang seteleh beberapa tahun.
2. Pengendalian Administratif
Adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan kuman M.
tuberculosis kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan dengan
menyediakan, mendiseminasikan, dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur
pelayanan. Upaya ini mencakup:
a. Strategi TEMPO (TEMukan pasien secepatnya, Pisahkan secara aman, Obati secara
tepat)
b. Penyuluhan pasien mengenai etika batuk
c. Penyediaan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu serta pembuangan dahak yang
benar
d. Pemasangan poster, spanduk, dan bahan untuk KIE
e. Screening bagi petugas yang merawat pasien TB
29
Pengendalian administrative lebih mengutamakan strategi TEMPO yaitu penjaringan,
diagnosis dan pengobatan TB dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi penularan
TB secara efektif. Penerapannya mudah dan tidak membutuhkan biaya besar, dan ideal untuk
diterapkan. Dengan menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi risiko penularan kasus
TB dan TB Resisten Obat yang belum teridentifikasi.
Langkah- Langkah Strategi TEMPO sebagai berikut:
a. Temukan pasien secepatnya
Strategi TEMPO secara khusus memanfaatkan petugas surveilans batuk untuk
mengidentifikasi terduga TB segera mencatat di TB 06 dan mengisi TB 05 dan
dirujuk ke laboratorium.
b. Pisahkan secara aman
Petugas surveilans batuk segera mengarahkan pasien yang batuk ke tempat khusus
dengan area ventilasi yang baik, yang terpisah dari pasien lain,serta diberikan
masker. Untuk alasan kesehatan masyarakat, pasien yang batuk harus didahulukan
dalam antrian(prioritas).
c. Obati secara tepat.
Pengobatan merupakan tindakan paling penting dalam mencegah penularan TB
kepada orang lain. Pasien TB dengan terkonfirmasi bakteriologis, segera diobati
sesuai dengan panduan nasional sehingga menjadi tidak infeksius.
3. Pengendalian Lingkungan
Merupakan upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan
menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar
percik renik di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah
tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida.
Sistem ventilasi ada 2 jenis, yaitu:
a. Ventilasi Alamiah
b. Ventilasi Mekanik
c. Ventilasi campuran
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu
struktur bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar
ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
30
4. Pengendalian Dengan Alat Pelindung Diri
Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan
sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat
dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan.
Petugas kesehatan menggunakan respirator dan pasien menggunakan masker bedah.
Petugas kesehatan perlu menggunakan respirator particulat (respirator) pada saat melakukan
prosedur yang berisiko tinggi, misalnya bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi sekret
saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat
memberikan perawatan kepada pasien atau saat menghadapi/menangani pasien tersangka
MDR-TB dan XDR-TB di poliklinik.
Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama
pasien TB di ruangan tertutup. Pasien atau tersangka TB tidak perlu menggunakan respirator
tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya dari
droplet.
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular
respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi seseorang
dari partikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini terdiri dari
beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah tanpa ada
kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat. Harganya lebih
mahal daripada masker bedah. Bila cara pemeliharaan dan penyimpanan dilakukan dengan
baik, maka respirator ini dapat digunakan kembali (maksimal 3 hari). Sebelum memakai
masker ini, petugas kesehatan perlu melakukan fit test.
31
2.11 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Tuberkulosis
1. Promotif
Promosi TB selain dapat dilakukan oleh petugas khusus juga dapat dilakukan oleh kader
organisasi kemasyarakatan yang menjadi mitra penanggulangan TB.
a. Melakukan penyuluhan langsung yaitu kunjungan rumah, pertemuan umum,
pertemuan diskusi terarah (FGD), dan sebagainya
2. Preventif
Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan
kejadian penyakit TB. Pengendalian faktor risiko TB dilakukan dengan cara:
a. Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat
b. Membudayakan perilaku etika berbatuk
c. Melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya
sesuai dengan standar rumah sehat
d. Peningkatan daya tahan tubuh
e. Penanganan penyakit penyerta TB
f. Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi tb di fasilitas pelayanan kesehatan,
dan di luar fasilitas pelayanan kesehatan
3. Kuratif
Penanganan kasus dalam Penanggulangan TB dilakukan melalui kegiatan tata laksana
kasus untuk memutus mata rantai penularan dan/atau pengobatan pasien. Tata laksana
tersebut terdiri atas:
a. pengobatan dan penanganan efek samping di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
b. pengawasan kepatuhan menelan obat
c. pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil pengobatan
d. pelacakan kasus mangkir
32
2.12 Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program
penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah
dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang
sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.
Tujuan DOTS :
a. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
b. Mencegah putus berobat
c. Mengatasi efek samping obat
d. Mencegah resistensi
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah
DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik
Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap
hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
Persyaratan PMO:
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien
b. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
c. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersamasama dengan pasien.
PMO dilakukan oleh :
a. Penderita berobat jalan
1. Langsung di depan dokter
2. Petugas kesehatan
3. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
4. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
b. Penderita dirawat
PMO adalah petugas RS, selesai perawatan PMO sesuai dengan berobat jalan.
33
Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
DOTS PLUS
a. Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS
b. Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2
c. DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi
DOTS
d. Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDRTB (Multi Drug
Resisten Tuberculosis)
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis.
3.1.2 Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah
India dan Cina.
3.1.3 Faktor risiko terbesar dari TB adalah lingkungan hidup yang sangat padat.
3.1.4 Berdasarkan patologi TB terbagi menjadi TB primer dan TB sekunder.
3.1.5 Manifestasi klinis umum TB yaitu demam lama, keringat malam hari, batuk tak
kunjung sembuh, penurunan berat badan.
3.1.6 TB dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi, riwayat pengobatan, hasil
pemeriksaan uji kepekaan obat, dan status HIV.
3.1.7 Diagnosis TB dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan BTA, rontgen thoraks, dan skor Tb
(khusus anak-anak).
3.1.8 Prinsip penatalaksanaan TB menggunakan panduan KDT-OAT
3.1.9 WHO menyatakan keberhasilan penaggulangan TB dengan menggunakan sistem
DOTS.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah dengan kita telah mengetahui apa itu
penyakit tuberculosis, kita dapat lebih memahami bagaimana penyakit Tuberculosis ini dapat
menular, berkembang, dan juga bagaimana cara pengobatan dan pencegahannya karena
penyakit ini adalah penyakit yang sangat berbahaya dan angka kematiannya cukup tinggi
35
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta
Kumar V, Abbas A.K, Fausto N, eds.(2015). Robbins and Cotran. Pathologic Basis of
Phiadelphia:Elsevier/Saunders
Master C. (2018). Chest X-ray - Pulmonal disease – Tuberculosis. Diakses pada Juni 22,
disease/tuberculosis_tb
Pawlowski A, dkk.(2012). Tuberculosis and HIV co-infection. Diakses pada Juni 22,2018,
dari, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/22363214/
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (2009). Buku Ajar Ilmu
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. (2009). Buku Ajar Ilmu
36